Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

BLEFARITIS ANTERIOR SEBOROIK

Pembimbing :
dr. Yulia Fitriani, Sp.M

Disusun oleh:
Tiara Gian P G4A014082

SMF ILMU PENYAKIT MATA


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi referat berjudul


"Blefaritis Anterior Seboroik"

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik di bagian


Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :
Tiara Gian P G4A014082
Pada tanggal :

April 2015

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Yulia Fitriani, Sp. M.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME, atas segala karunia dan
rahmat-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
dengan judul Blefaritis Anterior Seboroik. Referat ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Mata
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapkan terimakasih
kepada:
1. dr. Yulia Fitriani, Sp. M, selaku pembimbing yang telah memberikan masukan

serta arahan pada referat ini.


2. Teman-teman serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan

referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih banyak
terdapat kekurangan. Penulis berharap semoga referat ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca serta memberikan ilmu pengetahuan dalam bidang
kedokteran.

Purwokerto,

April 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Blefaritis atau infeksi kelopak mata adalah radang yang terjadi pada
kelopak mata (palpebra), radang dapat terletak tepat di kelopak maupun di
tepian kelopak. Blefaritis dapat disebabkan oleh infeksi ataupun alergi yang
berjalan kronis atau menahun. Blefaritis alergi dapat disebabkan karena debu,
asap, bahan kimia iritatif dan bahan kosmetik. Infeksi dapat disebabkan
kuman streptococcus alfa atau beta, pneumococcus dan pseudomonas
(Ilyas&Yulianti, 2012).
Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak,
sakit, dan adanya eksudat lengket. Blefaritis sering disertai dengan
konjungtivitis dan keratitis. Sebelum diobati, biasaya kelopak mata
dibersihkan terlebih dahulu menggunakan garam fisiologik hangat, kemudian
diberi antibiotik yang sesuai. Penyulit blefaritis yang dapat timbul antara lain
konjungtivitis, keratitis, hordeolum, kalazion dan madarosis (Ilyas&Yulianti,
2012).
Blefaritis staphylococcal sering terjadi pada wanita usia rata-rata 42
tahun dan biasanya disertai dengan mata kering paa 50% kasus. Blefaritis
seboroik umumnya terjadi pada pria dan wanita usia rata-rata 50 tahun dan
disertai mata kering pada 33% kasus. Sedangkan pada blefaritis meibom
umumnya terjadi pada pria dan wanita usia rata-rata 50 tahun disertai mata
kering sekitar 20-40% kasus.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui perjalanan penyakit dan penatalaksanaan blevaritis anterior
seboroik.
2. Tujuan Khusus
Memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu
Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Palpebra
Palpebra (kelopak mata) superior dan inferior adalah modifikasi lipatan
kulit yang dapat menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip
membantu menyebarkan lapisan tipis air mata, yang melindungi kornea dan
konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata,
sedangkan palpebra inferior menyatu dengan pipi. Kelopak mata terdiri atas
lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke dalam terdapat lapisan kulit,
otot rangka (orbicularis oculi), jaringan areolar, jaringan fibrosa (lempeng
tarsus

dan

lapisan

membran

mukosa

(konjungtiva

palpebra)

(Riordan&Whitcher, 2009).
Kulit palpebra merupakan kulit yang tipis, longgar dan elastis dengan
sedikit folikel rambut serta tanpa lemak subkutan. Muskulus orbikularis oculi
berfungsi untuk menutup palpebra. Serat-serta ototnya mengelilingi fissure
palpebra secara konsentris dan menyebar dalam jarak pendek mengelilingi tepi
orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat di
dalam palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal, sedangkan bagian di atas
septum orbital adalah bagian praseptal. Segmen di luar palpebra disebut
bagian

orbita.

Orbicularis

oculi

dipersarafi

oleh

nervus

facialis

(Riordan&Whitcher, 2009).
Di bawah muskulus orbikularis okuli terdapat jaringan areolar
submuskular, berhubungan dengan lapisan subaponeurotik dari kulit kepala.
Struktur penyokong palpebra yang utama adalah lapisan jaringan fibrosa padat
yang bersama sedikit jaringan elastik disebut lempeng tarsus. Sudut lateral dan
medial serta juluran tarsus yang tertambat pada tepi orbital dengan adanya
ligamen palpebra lateralis dan medialis. Lempeng tarsus superior dan inferior
juga tertambat pada tepi atas dan bawah orbita oleh fasia yang tipis dan padat.
Fasia tipis ini membentuk septum orbitale. Bagian posterior palpebra dilapisi
selapis membran mukosa yang disebut konjungtiva palpebra yang melekat erat
pada tarsus. Panjang tepian bebas palpebra adalah 25-30 mm dan lebarnya 2
mm. Tepian ini dipisahkan oleh garis kelabu (sambungan mukokutan) menjadi
tepian anterior dan posterior (Riordan&Whitcher, 2009).

Palpebra

memiliki

tepian

anterior

dan

posterior, antara

lain

(Riordan&Whitcher, 2009):
1. Tepian anterior
a. Bulu mata, muncul dari tepian palpebra dan tersusun tidak teratur.
Bulu mata atas lebih panjang dan lebih banyak daripada bulu mata
bawah serta melengkung ke atas, sedangkan bulu mata bawah
melengkung ke bawah.
b. Glandula zeis, struktur ini merupakan modifikasi kelenjar sebasea
kecil yang bermuara ke dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.
c. Glandula moll, struktur ini merupakan modifikasi kelenjar keringat
yang bermuara membentuk satu barisan dekat bola mata.
2. Tepian posterior
Tepian palpebra posterior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang
tepian ini terdapat muara-muara kecil kelenjar sebasea yang telah
dimodifikasi (glandula meibom atau tarsal).
Pada ujung medial tepian posterior palpebra terdapat penonjolan kecil
denga lubang kecil di pusat yang terlihat pada palpebra anterior dan posterior
yang disebut punctum lakrimalis. Punctum ini berfungsi menghantarkan air
mata ke bawah melalui kanalikulus lalu ke saccus lacrimalis. Fisura palpebra
adalah ruang berbentuk elips diantara kedua palpebra yang terbuka. Fisura
berakhir di kantus medialis dan lateralis. Kantus lateralis kira-kira 0,5 cm dari
tepi lateral orbita dan membentuk sudut tajam. Kantus medialis lebih elips dari
kantus lateralis dan mengelilingi lacus lacrimalis. Lacus lacrimalis terdiri dari
dua struktur, yaitu caruncula lacrimalis dan plica semilunaris. Caruncula
lacrimalis merupakan peninggian kekuningan dari modifikasi kulit yang
mengandung modifikasi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea yang bermuara
ke dalam folikel yang mengandung rambut-rambut halus (Riordan&Whitcher,
2009).
Septum orbital merupakan fascia di belakang bagian muskularis
orbikularis yang terletak di antara tepian orbita dan tarsus yang berfungsi
sebagai sawar antara palpebra dan orbita. Septum orbitale ditembus pembuluh
dan saraf lakrimal, pembuluh dan saraf supratroklear, pembuluh dan saraf
supraorbital, saraf infratroklear, anastomosis antara vena angularis dan vena
ophtalmica dan musculus levator palpebrae superior. Septum orbitale superius
menyatu dengan tendo levator palpebra superior dan tarsus superior,

sedangkan septum orbitale inferius menyatu dengan superius tarsus inferior


(Riordan&Whitcher, 2009).
Retraktor palpebrae berfungsi membuka palpebral yang dibentuk oleh
kompleks muskulofasial, dengan komponen otot rangka dan polos, yang
dikenal

sebagai

kompleks

levator

di

palpebra

superior

dan

fasia

kapsulopalpebra di palpebra inferior. Di palpebra superior, bagian otot


rangkanya adalah musculus levator palpebra superioris, berasal dari apeks
orbita dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis serta
bagian yang lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari
muskulus Muller (tarsalis superior). Di palpebra inferior, retraktor utama
adalah muskulus rektus inferior, yang menjulurkan jaringan fibrosa untuk
membungkus muskulus obliqus inferior dan berinsersio ke dalam batas bawah
tarsus inferior dan orbikularis okuli. Otot polos dari retraktor palpebrae
disarafi oleh saraf simpatis. Levator dan muskulus rektus inferior dipersarafi
oleh saraf okulomotoris (Riordan&Whitcher, 2009).

Gambar 1. Anatomi mata (Riordan&Whitcher, 2009).


Musculus levator palpebra muncul sebagai tendo pendek dari
permukaan bawah ala minar ossis sphenoidalis, di atas dan di depan foramen
opticum lalu menyatu dengan origo musculus rectus superior di bawahya.
Selubung levator palpebra superior melekat di bawah musculus rectus
superior. Levator dipersarafi oleh cabang superior nervus oculomotorius (III),

sedangkan perdarahan levator palpebra superior dating dari cabang muscular


lateral arteria ophtalmica (Riordan&Whitcher, 2009).
Persarafan sensoris palpebra berasal dari divisi pertama dan kedua
nervus trigeminus (V). Pasokan darah palpebra datang dari arteria lacrimalis
dan ophtalmica melalui cabang-cabang palpebra lateral dan medialnya.
Pembuluh limfe segmen lateral palpebra berjalan ke dalam kelenjar getah
bening preaurikular dan parotis (Riordan&Whitcher, 2009).

Gambar 2. Pembuluh darah dan persarafan mata (Riordan&Whitcher, 2009).


B. Blefaritis Anterior Seboroik
Berdasarkan letaknya, blefaritis dibagi menjadi dua yaitu blefaritis
anterior dan blefaritis posterior. Blefaritis anterior merupakan radang yang
terjadi di tepi palpebra. Blefaritis anterior biasanya disebabkan oleh infeksi
Staphylococcus aureus yang sering ulseratif atau Staphylococcus epidermidis
(stafilokok koagulase negatif) atau blefaritis seborreik (non-ulseratif) yang
umumnya berkaitan dengan keberadaan Pityrosporum ovale, serta seborrea
kulit kepala, alis dan telinga. Blefaritis posterior adalah peradangan yang
disebabkan karena disfungsi kelenjar meibom, dapat disebabkan karena
produksi minyak berlebihan oleh kelenjar di kelopak mata (blefaritis meibom)
yang akan mengakibatkan terbentuknya lingkungan yang diperlukan untuk
pertumbuhan bakteri. Kolonisasi atau infeksi strain stafilokokus dalam jumlah
memadai sering disertai dengan penyakit kelenjar meibom dan bias menjadi
salah satu peyebab gangguan fungsi kelenjar meibom (Riordan&Whitcher,
2009).

Gambar 3. Blefaritis Seboroik (Bhandari&Reddy, 2014).


C. Epidemiologi
Blefaritis anterior seboroik merupakan radang pada kelopak mata yang
biasa terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 tahun). Blefaritis seboroik biasanya
menimbulkan keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan (Ilyas&Yulianti,
2012).
D. Patofisiologi
Patofisiologi blefaritis terjadi karena kolonisasi bakteri pada mata. Hal
ini terjadi karena adanya pembentukan minyak berlebih di dalam kelenjar di
dekat kelopak mata yang merupakan lingkungan yang disukai bakteri normal
di kulit. Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada
jaringan di sekitar kelopak mata, sehingga mengakibatkan kerusakan sistem
imun atau terjadi kerusakan yang disebabkan oleh produksi toksin bakteri.
Kolonisasi dapat diperberat dengan adanya dermatitis seboroik dan fungsi
kelainan kelenjar meibom, karena pada dermatitis seboroik mempengaruhi
glandula sebasea (Bhandari&Reddy, 2014).

E. Manifestasi klinis
Gejala yang dikeluhkan pasien antara lain mata kotor, panas dan rasa
kelilipian. Gejala lain yang dapat ditimbulkan adalah sekret yang keluar dari
kelenjar meibom, air mata berbusa pada kantus lateral, hiperemia dan
hipertrofi papil pada konjungtiva. Pada kelopak mata dapat timbul kalazion,
hordeolum, madarosis, poliosis dan jaringan keropeng (Ilyas&Yulianti, 2012).

F. Diagnosis
Diagnosis blefaritis ditegakkan berdasarkan anamnesis gejala dan
pemeriksaan fisik pada kelopak mata. Pasien biasanya mengeluhkan mata
kotor, panas dan rasa kelilipan. Pemeriksaan mata dan penyakit yang bisa
mendukung seperti dermatitis seboroik juga dapat dilakukan untuk
mendiagnosa blefaritis anterior seboroik (Ilyas&Yulianti, 2012).
G. Diagnosis banding
1. Hordeolum
Hordeolum merupakan infeksi pada kelenjar di palpebra. Bila kelenjar
meibom terkena, maka akan timbul pembengkakan besar yang disebut
hordeolum interna. Hordeolum eksterna memiliki bentuk yang lebih kecil
dan lebih superfisial, yang menginfeksi kelenjar Zeis atau Moll. Umumnya
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus, biasanya Staphylococcus aureus.
Nyeri, merah dan bengkak adalah gejala-gejala utama yang terjadi pada
hordeolum (Riordan&Whitcher, 2009).
2. Kalazion
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa pada kelenjar Meibom
yang tersumbat. Awalnya dapat berupa peradangan ringan disertai nyeri
tekan yang mirip hordeolum. Kebanyakan kalazion mengarah ke
permukaan

konjungtiva,

sedikit

memerah

dan

meninggi

(Riordan&Whitcher, 2009).

H. Penatalaksanaan
Pada

blefaritis

seboroik,

pengobatan

dapat

dilakukan

dengan

memperbaiki kebersihan dan membersihkan kelopak mata dari kotoran yang


menempel. Pembersihan dapat dengan menggunakan kapas lidi hangat,
kompres hangat selama 5-10 menit. Kelenjar meibom juga dibersihkan dengan
cara ditekan dan dibersihkan dengan shampoo bayi. Diberikan juga antibiotik
sistemik seperti terasiklin 2x250 mg atau eritromisin 3x250 mg, serta salep
antibiotik seperti eritomisin atau sulfasetamid (Bhandari&Reddy, 2014;
Ilyas&Yulianti, 2012).

I. Komplikasi
Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lender yang
menutupi bola mata. Penyebabnya antara lain bakteri, klamidia, alergi maupun
viral toksik. Gambaran klinis yang terlihat dapat berupa injeksi konjungtiva,
lakrimasi, eksudat dengan secret lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat
kelopak mata bengkak serta mata terasa seperti adanya benda asing
(Ilyas&Yulianti, 2012).
J. Prognosis
Blefaritis memiliki prognosis sangat baik dan dapat dihilangkan dengan terapi
(Bhandari&Reddy, 2014).

DAFTAR PUSTAKA

Bhandari, V and Reddy, J K. 2014. Blepharitis: Always Remember Demodex.


Middle East African Journal of Ophtalmology. Volume 4: 317-320.
Ilyas, S dan Yulianti, S R. 2012. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Riordan, P dan Whitcher, J P. 2009. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum Edisi
17. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai