BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi kasus
1. Definisi
proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh tanpa
pengobatan. Bell’s palsy hampir selalu unilateral dan jarang sekali bilateral.
Kelumpuhan fasialis ini melibatkan semua otot wajah sesisi ( Sidharta, 1999).
Menurut Lee (1990), Bell’s palsy adalah lesi perifer unilateral akut dari
nervus ke 7 yang sering kali disebabkan karena penekanan yang dikibatkan dari
Istilah Bell’s palsy biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis
perifer yang timbul secara akut yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya
kelainan neurologik lain. Pada sebagian besar penderita Bell’s palsy kelumpuhan
sembuh dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini dapat berupa kontraktur,
2. Anatomi fungsional
Nervus fasialis adalah saraf otak ke VII yang keluar dari permukaan lateral
batang otak sebagai gabungan antara nervus fasialis dan nervus intermedius.
6
adalah bagian paling dalam dari kanalis fasialis yang terdapat di os petrosium
kanalis fasialia (bagian dari kanalis fasialis) nervus fasialis berjalan bersama-
mulut untuk mensarafi glandula saliva (kelenjar ludah). Setelah itu pada foramen
ophytalmicus akan mensarafi daerah dahi, palpebra superior, conjunctiva, dan sisi
hidung sampai ke ujungnya, (2) n. maxillaris yang akan mensarafi kulit bagian
posterior sisi hidung, palpebra inferior, pipi, bibir atas, dan sisi lateral orbita, (3)
Gambar 2.1
Gambar 2.2
TABEL 2.1
3. Etiologi
10
(1991) ada beberapa teori yang berhubungan dengan etiologi Bell’s palsy, antara
lain:
ditimbulkan oleh tekanan pada saraf perifer, terutama berhubungan dengan oklusi
dari pembuluh darah yang mengaliri saraf tersebut, tidak karena akibat tekanan
b. Teori herediter
dengan adanya kelainan anatomis canalis fasialis yang kecil pada suatu keluarga
4. Patologi
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi
demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis
bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh (Djamil dikutip oleh Harsono,
1996).
Karena proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam bahasa
Inggris cold, nervus fasialis bisa sembab. Karena itu nervus fasialis terjepit di
Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan tersebut dinamakan Bell’s palsy. Bagian atas
dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh dan dahi tidak dapat dikerutkan.
Fisura palpebra tidak dapat ditutup dan saat memejamkan bola mata terlihat bola
mata terbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat, bibir tidak bisa dicucurkan
Sebagaimana saraf perifer lainnya, proses patologi pada kasus Bell’s palsy
yang sesuai dengan tingkat kerusakan saraf perifer adalah (1) neuropraksia, yaitu
suatu paralysis dimana saraf hanya tertekan sehingga terjadi hambatan aliran
impuls, tanpa kerusakan atau degenerasi pada akson dan selubung myelin.
Sehingga apabila tekanan ini hilang maka fungsi saraf akan kembali sempurna
dengan cepat. Keadaan ini sering disebut dengan blockade aksonal fisiologik.
Disini ketiga unsur serabut saraf (akson, selubung myelin dan neurilema) tidak
mengalami penekanan yang cukup kuat sehingga akson disebelah distal lesi akan
mengalami kematian atau degenarasi, pada kondisi ini yang mengalami kerusakan
hanya aksonnya saja sedangkan selubung myelinnya masih utuh, (3) neurotmesis,
yaitu suatu paralysis dimana seluruh batang saraf terputus, pada kondisi ini
1991).
Tanda dan gejala Bell’s palsy tergantung letak atau tempat lesi. Pada
penderita Bell’s palsy sisi yang lesi akan menunjukan tanda dan gejala klinis
12
sebagai berikut: (1) Hilangnya ekspresi fasial, (2) Hilangnya kemampuan untuk
menutup mata, (3) Hilangnya kemampuan untuk mengerutkan bibir atau menarik
sudut mulut, (4) Hilangnya kemampuan untuk mengembungkan pipi pada waktu
mengunyah dan bernapas, (5) Hilangnya rasa pada lidah 2/3 bagian anterior bila
Pada awalnya penderita merasakan ada kelainan dimulut pada saat bangun
tidur, menggosok gigi, minum atau berbicara. Mulut tampak mencong terlebih
pada saat meringis kelopak mata tidak dapat dipejamkan, ketika penderita diminta
untuk menutup kelopak matanya maka bola mata tampak terputar keatas (tanda
Bell). Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur atau minum
maka air akan keluar melalui sisi mulut yang lumpuh (Djamil dikutip oleh
Harsono, 1999).
6. Komplikasi
Komplikasi umum yang sering terjadi pada kasus Bell’s palsy, antara lain:
a. Sinkinesia
karena regenerasi serabut saraf mencapai serabut otot yang salah. Pada kondisi ini
otot tidak dapat digerakkan satu per satu, sebagai contoh bila pasien disuruh
memejamkan mata maka otot orbicularis oris pun ikut berkontraksi dan sudut
b. Kontraktur
Kontraktur dapat terlihat jelas pada wajah saat berkontraksi, keadaan ini
ditandai dengan lebih dalamnya lipatan nasobial dan lebih rendahnya alis mata sisi
yang lesi bila di banding dengan sisi yang sehat (Lumbantobing, 2006).
13
Sindroma air mata buaya adalah gejala sisa dari paralisis Bell, beberapa
bulan setelah parese yang ditandai dengan keluarnya air mata dari mata yang
salah serabut otonom menuju ke kelenjar lakrimalis (Djamil dikutip oleh Harsono,
1996).
7. Prognosis
pasien merasa cukup terganggu, terutama pada penampilan wajah yang menjadi
berubah. Antara 80-85% penderita akan sembuh sempurna dalam jangka waktu 3
bulan. Paralisis ringan atau sedang pada saat awal terjadinya Bell’s palsy
merupakan tanda prognosis baik. Denervasi otot-otot wajah sesudah 2-3 minggu
menunjukkan bahwa terjadi degenerasi aksonal dan hal demikian ini menunjukkan
pemulihan yang lebih lama dan tidak sempurna (Djamil dikutip oleh Harsono,
1996).
sempurna. Apabila lebih dari 14 hari maka hal tersebut menunjukkan prognosis
8. Diagnosis banding
14
harus mengetahui beberapa kondisi yang dapat menjadi diagnosis banding untuk
rasa nyeri di muka dan telinga serta paresis fasialis. Gambaran penyakit ini
dikuasai seluruhnya oleh adanya gelembung herpes di daun telinga. Beberapa hari
tinitus serta tuli perseptif dapat dijumpai pada sisi ipsilateral juga.
tulang yang mendidingi kanalis fasialis. Dan keadaan ini selalu menimbulkan
c. Trauma
Trauma juga dapat menimbulkan paresis fasialis, hal ini terutama terjadi
pada kondisi trauma capitis, yang hampir selamanya mengenai kanalis fasialis,
yaitu fraktur os temporal yang tidak selalu dapat diperlihatkan oleh foto rongent.
Pada kelumpuhan wajah tipe ini terlihat jelas bahwa otot-otot bagian
bawah tampak lebih lumpuh dari pada bagian atasnya. Sudut mulut sisi yang lesi
15
terlihat lebih rendah, lipatan nasolabial sisi yang lumpuh lebih mendatar, otot
wajah bagian dahi tidak menunjukkan kelemahan yang berarti selain itu juga tidak
B. Problematik fisioterapi
restriction.
1. Impairment
Impairment yang sering terjadi pada kondisi Bell’s palsy adalah adanya
asimetris pada wajah, rasa kaku dan tebal pada wajah sisi yang lesi, adanya
penurunan kekuatan otot wajah pada sisi yang lesi , potensial terjadi spasme dan
perlengketan jaringan, dan potensial terjadi iritasi pada mata sisi yang lesi.
2. Functional limitation
mata (mata tidak rapat pada sisi yang lesi), berkumur, mengunyah, makan
(makanan terkumpul pada sisi yang lesi ) dan minum, gangguan bicara dan
3. Participation restriction.
gelombang diatas 12.000 A sampai dengan 150.000 A. Daya penetrasi sinar ini
hanya sampai pada lapisan superfisial epidermis, yaitu sekitar 0,5 mm, (2)
gelombang antara 7.700 – 12.000 A. Daya penetrasi lebih dalam dari yang
lymphe, ujung-ujung saraf dan jaringan – jaringan lain di bawah kulit (Sujatno,
dkk, 1993).
Pada dasarnya generator infra red dibagi menjadi dua jenis yaitu generator
non luminous dan luminous, yang mana perbedaan antara kedua jenis generator
tersebut terletak pada jenis sinar yang terkandung pada tiap generator. Perbedaan
kandungan sinar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (1) generator non
luminous, yaitu generator yang hanya terdiri dari sinar infra red saja sehingga
pengobatan menggunakan jenis ini sering disebut “infra red radiation” dan (2)
generator ini juga terdiri dari sinar ultra violet, pengobatan dengan menggunakan
generator jenis ini sering disebut sebagai “radiant heating” (Sujatno, dkk, 1993).
a. Metode aplikasi
17
sehingga sinar yang berasal dari lampu jatuh tegak lurus terhadap daerah yang di
terapi, hal ini berlaku untuk penggunaan lampu baik jenis luminous maupun non
luminous. Pada kondisi Bell’s palsy IR dapat diaplikasikan pada wajah sisi lesi
pada lampu luminous antara 35-45 cm sedangkan untuk pemasangan jenis non
luminous antara 45-60 cm. Namun jarak ini bukan merupakan jarak yang mutlak
diberikan karena jarak pemasangan lampu masih dipengaruhi oleh toleransi pasien
b. Efek fisiologis
Pengaruh fisiologis sinar infra red, jika diabsorbsikan ke kulit maka kulit
akan timbul pada tempat dimana sinar tadi diabsorbsi. Pengaruh lainnya antara
lain :
sehingga pemberian oksigen dan nutrisi kepada jaringan lebih diperbaiki, begitu
Dilatasi pembuluh darah kapiler dan arteriole akan terjadi segera setelah
panas dapat diratakan keseluruh jaringan melalui sirkulasi darah. Dengan sirkulasi
18
darah yang meningkat maka pemberian nutrisi dan oksigen ke jaringan akan
ditingkatkan, dengan demikian kadar sel darah putih dan anti bodies di dalam
baik dan perlawanan terhadap agen penyebab proses radang juga semakin baik.
3) Pigmentasi
meningkatkan kemampuan otot untuk berkontraksi. Hal ini dapat terjadi karena
5) Destruksi jaringan
kenaikan temperatur jaringan yang cukup tinggi dan berlangsung dalam waktu
yang lama sehingga diluar toleransi jaringan penderita (Sujatno, dkk, 1993).
c. Efek terapeutik
19
Pengaruh terapeuti dari sinar infra red secara garis besar dapat disebutkan
sebagai berikut: (1) mengurangi rasa sakit, (2) rileksasi otot, (3) meningkatkan
suplai darah, (4) menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme (Sujatno, dkk, 2002).
d. Indikasi
kondisi peradangan setelah sub akut, (2) arthritis, (3) gangguan sirkulasi darah, (4)
penyakit kulit.
e. Kontra indikasi
Kontra indikasi dari sinar Infra Red antara lain: (1) luka bakar, (2) elektrik
shock, (3) meningkatnya keadaan gangren, (4) pusing/sakit kepala, (5) demam, (6)
2. Massage
Pada kondisi Bell’s palsy otot-otot wajah pada umumnya terulur ke arah
sisi yang sehat, keadaan ini dapat menyebabkan rasa kaku pada wajah sisi yang
sakit. Sehingga dengan pemberian massage pada kasus Bell’s palsy bertujuan
untuk merangsang reseptor sensorik dan jaringan subcutaneus pada kulit sehingga
memberikan efek rileksasi dan dapat mengurangi mengurangi rasa kaku pada
Teknik - teknik massage yang biasa diberikan pada otot-otot wajah, antara
lain (1) stroking, (2) euffleurrage, (3) finger kneading, dan (4) tapotement
(Tappan, 1988).
Stroking adalah manipulasi gosokan yang ringan dan halus tanpa adanya
dan halus dengan menggunakan ujung jari-jari tangan, sebaiknya diberikan dari
dagu menuju ke tengah dahi kemudian kebawah menuju ke telinga. Ini harus
Finger kneading adalah pijatan jari-jari tangan yang dilakukan dengan cara
melingkar dan disertai dengan tekanan ringan pada kulit wajah. Pijatan ini
diberikan pada seluruh otot-otot wajah sisi yang lesi dengan arah gerakan menuju
ke telinga.
dengan kekuatan tertentu, untuk daerah wajah terutama pada sisi lesi. Pada kasus
Bell’s palsy salah satu tekhnik tapotement yang diberikan adalah tapping. Tapping
merupakan suatu gerakan memukul-mukul wajah pada sisi yang lesi dengan
Massage dilakukan selama 5-10 menit, 2-3 kali sehari, massage ini
berguna untuk menjaga tonus otot pada otot-otot yang sisi lesi maupun sisi sehat.
Gambar 2.3
1988).
darah vena, (2) membantu aliran limfe, (3) mengulur dari jaringan superficial, (4)
menghilangkan jaringan parut pada daerah subcutan dengan metode friction yang
lain: (1) kasus-kasus yang memerlukan rileksasi otot, (2) kasus-kasus oedema
antara lain (1) penyakit yang penyebarannya melalui kulit, limfe dan pembuluh
22
darah, (2) daerah perdarahan, (3) daerah dengan gangguan sensibilitas, (4)
3. Mirror Exercie
baik secara aktif maupun pasif. Pada kondisi Bell’s palsy, latihan yang dilakukan
dengan tujuan akhir untuk memperoleh keluaran baru yang lebih menguntungkan
lain: (1) mengangkat alis, (2) menutup mata, (3) tersenyum, (4) bersiul, (5)
menutup dan membuka mulut, (6) menarik sudut mulut kesamping kanan maupun
kiri, (7) mengembang kempiskan cuping hidung. Setiap gerakan dilakukan 10 kali
Tujuan terapi latihan pada otot wajah adalah untuk menormalkan gerakan
2003).
23