Anda di halaman 1dari 16

GANGGUAN FUNGSI HIDUNG

“ANOSMIA”

OLEH

MUFTI ARIESTA DUNGGIO

NILAM DJAFAR

SAMIONG LAITUPA

SANDRWATY KADJIM

ZEIN ISNANIAH SUMAGA

ABD. RAHMAT KASADI

GUSTI PANDI LIPUTO

ZULMI AFRIANTO NUR

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2013
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Anosmia merupakan suatu gangguan pada salah satu organ penting


manusia yakni hidung. Dimana hidung tidak mampu mengidentifikasi bau dari
lingkungan sekitar.

Keadaan ini diakibatkan oleh beberapa pencetus yang ada, seperti adanya
masa pada hidung sehingga membuat obstruksi dihidung dan juga diakibatkan ada
fungsi saraf yang tidak berfungsi, yakni nervus I (olfaktori) yang berfungsi dalam
mengidentifikasi bau/penciuman.

Untuk itu untuk lebih bisa memahami mengenai gangguan fungsi hidung
ini, maka dilakukan studi telaah pustakan dalam menghimpun segala informasi
yang berkaitan dengan anosmia ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalah sebagai
berikut :
A. Bagaimana Fisiologis Hidung ?
B. Bagaimana Fisiologis Lidah ?
C. Bagaiamana Definisi Anosmia ?
D. Bagaimana Etiologi Anosmia ?
E. Bagaiamana Patofisiologi Anosmia ?
F. Bagaimana Manifestasi Klinik Anosmia ?
G. Bagaiamana Penatalaksanaan Medis Anosmia ?
H. Bagaiamana Pemeriksaan Diagnostik Anosmia ?
1.3 TUJUAN
A. Mengetahui Fisiologis Hidung
B. Mengetahui Fisiologis Lidah
C. Mengetahui Definisi Anosmia
D. Mengetahui Etiologi Anosmia
E. Mengetahui Patofisiologi Anosmia
F. Mengetahui Manifestasi Klinik Anosmia
G. Mengetahui Penatalaksanaan Medis Anosmia
H. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Anosmia
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI & FISIOLOGIS HIDUNG

1. Sebagai jalan nafas


Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas
setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,
sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada
ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang
sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara
memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan
bergabung dengan aliran dari nasofaring.
2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk
mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini
dilakukan dengan cara :
a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut
lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air,
penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin
akan terjadi sebaliknya.
b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya
pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan
septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara
optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung
kurang lebih 37o C.
3. Sebagai penyaring dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan
bakteri dan dilakukan oleh :
a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b. Silia
c. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada
palut lendir dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan
dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring
oleh gerakan silia.
d. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut
lysozime.
4. Indra penghirup
Hidung juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi
dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.
5. Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,
sehingga terdengar suara sengau.
6. Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)
dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle
turun untuk aliran udara.
7. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa
hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau
tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
Berikut 12 nervus saraf beserta fungsinya

Nama saraf Komponen Fungsi


1. N. olfactorius Sensoris Penghidu/ penciuman
2. N. opticus Sensoris Penglihatan
3. N. oculomotorius Motoris Mengangkat palpebra
superior, memutar bola
mata ke atas, bawah,
dan medial;
mengecilkan pupil; dan
akomodasi
4. N. trochlearis Motoris Membantu memutar
bola mata ke bawah
dan lateral
5. N. trigeminus
a. Divisi opthalmicus Sensoris Cornea, kulit dahi,
kulit kepala, palpebra,
dan hidung juga
membrana mucosa
sinus paranasalis dan
cavum nasi
b. Divisi maxillaries Sensoris Kulit wajah di atas
maxilla dan bibir atas;
gigi-geligi rahang atas;
membrane mucosa
hidung, sinus
maxillaries, dan
palatum
c. Divisi mandibularis Motoris Otot – otot penguyah,
m. mylohyoideus,
venter arterior,
Sensoris m.digastricus.
Kulit pipi, kulit atas
mandibula, bibir
bawah, dan pelipis;
gigi geligi rahang
bawah dan articulatio
temporomandibularis;
membrane mucosa
mulut dan dua pertiga
anterior lidah
6. N. abducens Motoris M.rectus lateralis ;
memutar bola mata ke
lateral
7. N. facialis Motoris Otot-otot wajah,pipi,
dan kulit kepala; M.
stapedius telinga
tengah; dan venter
posterior m. digastrici
Sensoris
Dasar mulut, pengecap
dua pertiga anterior
lidah, dan palatum
Sekretomorik
parasymphatis Glandula salivaria
submandibularis dan
sublingualis, glandula
lacrimalis, dan
glandula glandula
hidung dan palatum

8. N. vestibulocochlearis
N. vestibularis Sensoris Posisi dan gerakan
kepala
N. cochlearis Sensoris
Pendengaran
9. N. glossopharyngeus Motoris M. stylopharyngeus;
membantu menelan
Sekretmotorik Glandula saliviari
parasymphatis parotidea
Sensoris Sensasi umum dan
pengecap dari
sepertiga posterior
lidah dan pharynx;
sinus caroticus dan
glomus caroticum

10. N. vagus Motoris Mm.constrictor


pharyngeus dan otot
otot intrinsic larynx ;
otot-otot involunter
Sensoris trachea dan bronchus,
jantung, tractus
digestivus dari pharynx
sampai ke flexura
lienaliscolon; hepar
dan pancreas
11. N. acessorius
Radix cranialis Motoris Otot – otot palatum
molle ,pharynx, dan
Radix spinalis Motoris larynx M>
sternocleidomastoideus
dan M. trapezius
12. N. hypoglossus Motoris Otot otot lidah yang
mengatur bentuk dan
gerakan lidah

B. DEFINISI ANOSMIA
Anosmia adalah suatu tidak adanya/hilangnya sensasi penciuman, dalam hal
ini berarti hilangnya kemampuan mencium atau membau dari indera
penciuman. Hilangnya sensasi ini bisa parsial ataupun total.

C. ETIOLOGI
1. Defek konduktif
a. Proses inflamasi / peradangan dapat mengakibatkan gangguan
pembauan.
b. Adanya massa / tumor dapat menyumbat rongga hidung sehinga
menghalangi aliran adorant / ke epitel olfaktorius.
c. Abnormalitas development (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga
dapat menyebabkan obstruksi.
d. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita
hisposmia karena berkurang atau tidak adanya aliran udara yang
melalui hidung.
2. Defek sentral / sensorineural
a. Proses infeksi / inflamasi menyebabkan defek sentral gangguan pada
transmisi sinyal.
b. Penyebab congenital menyebabkan hilangnya struktur syaraf.
c. Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM)
berpengaruh pada fungsi pembauan.
d. Trauma kepala, operasi otak atau perdarahan subarachnoid dapat
menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria
yang halus dan mengakibatkan anosmia.
e. Toksitisitas dari obat – obatan sistemik dan inhalasi
f. Definsi gizi (vit A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengarui
pembauan.

Faktor resiko

a. Proses degenerative patologi (penyakit Parkinson, Alzheimer)


b. Proses degenaratife normal (penuaan)
c. Lingkungan
- Perokok
- Pencemaran bahan kimia
- Cuaca
- Virus bakteri pathogen
d. Usia
Dengan bertambahnya usia seseorang jumlah neuron olfaktorius lambat
laun akan berkurang sehingga mengurangi daya penciuman.
e. Jenis kelamin
Perempuan lebih beresiko menderita anosmia karena jumlah bulu hidung
relative lebih sedikit daripada pria dan imunitas yang kurang sehingga
beresiko terhadap infeksi pada hidung.

D. PATOFISIOLOGI
Indra penciuman dan pengecapan tergolong ke dalam system
penginderaan kimia kita (chemosensation). Proses yang kompleks dari
mencium dan mengecap di mulai ketika molekul – molekul dilepaskan oleh
substansi di sekitar kita yang menstimulasi sel syaraf khusus dihidung, mulut
atau tenggorokan. Sel – sel ini menyalurkan pesan ke otak, dimana bau dan
rasa khusus di identifikasi. Sel – sel olfaktori (saraf penciuman) di stimulasi
oleh bau busuk di sekitar kita. Contoh aroma dari mawar adonan pada roti.
Sel –sel saraf ini ditemukan di sebuah tambahan kecil dari jaringan
terletak diatas hidung bagian dalam, dan mereka terhubung secara langsung
ke otak penciuman (olfaktori) terjadi karena adanya molekul – molekul yang
menguap dan masuk kesaluran hidung dan mengenal olfactory membrane.
Manusia memiliki kira – kira 10.000 sel reseptor berbentuk rambut. Bila
molekul udara masuk, maka sel – sel ini mengirimkan impuls saraf.
Pada mekanisme terdapat gangguan atau kerusakan dari sel – sel
olfaktorus menyebabkan reseptor dapat mengirimkan impuls menuju susunan
saraf pusat. Ataupun terdapat kerusakan dari sarafnya sehingga tidak dapat
mendistribusikan impuls reseptor menuju efektor, ataupun terdapat kerusakan
dari saraf pusat di otak sehingga tidak dapat menterjemahkan informasi
impuls yang masuk.

E. MANIFESTASI KLINIK
a. Berkurangnya kemampuan dan bahkan sampai tidak bisa mendeteksi bau.
b. Gangguan pembau yang timbul bisa bersifat total / tidak bisa mendeteksi
seluruh bau.
c. Dapat bersifat parsial / hanya sejumlah bau yang dapat dideteksi.
d. Dapat juga bersifat spesifik (hanya satu / sejumlah kecil yang dapat
dideteksi)
e. Kehilangan kemampuan merasa / mendeteksi rasa dalam makanan yang di
makan.
f. Berkurangnya nafsu makan.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Temuan laboratorium
Telah dikembangkan teknik – teknik untuk biopsi neuroepitelium
olfaktorius.
b. Pencitraan
CT scan dan MRI dibutuhkan untuk menyingkirkan neoplasma pada fossa
kranii anterior yang tidak diduga sebelumnya, sinusitis paranasolik dan
neoplasma pada rongga hidung dan sinus paranasalis.
c. Pemeriksaan sensorik
1) Langkah pertama menentukan sensasi kualitatif
Untuk menentukan derajat sejauh mana keberadaan sensori kualitatif.
2) Langkah kedua menentukan ambang deteksi
Setelah dokter menentukan derajat sejauh mana keberadaan sensasi
kualitatif, langkah kedua pada pemeriksaan sensorik adalah
menetapkan ambang deteksi untuk bau alkohol feniletil. Ambang ini
ditetapkan menggunakan rangsangan bertingkat. Sensitivitas untuk
masing – masing lubang hidung ditentukan dengan ambang deteksi
untuk nil-teil metil karbonil. Tahapan hidung juga dapat diukur
dengan rinomanometri anterior untuk masing – masing sisi hidung.

G. PENATALAKSANAAN
 MEDIS
a. Pengobatan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kehilangan
sesuai penciuman antara lain antihistamin bila diindikasi penderita
alergi.
b. Berhenti merokok dapat meningkatkan fungsi penciuman.
c. Koreksi operasi yang memblok fisik dan mencegah kelebihan dapat
digunakan dekongostan nasal.
d. Suplemen zink kadang direkomendasikan
e. Kerusakan neuro olfaktorius akibat infeksi virus prognosisnya buruk,
karena tidak dapat di obati.
f. Terapi vitamin A sebagian besar dalam bentuk vitamin A
 KEPERAWATAN PENUNJANG MEDIS
a. Merubah / menghentikan obat – obatan yang diduga menjadi
penyebab terjadi kelainan.
b. Menjaga agar mulut tetap basah dengan cara mengulum permen.
c. Menunggu beberapa minggu untuk melihat perkembangan
selanjutnya.
GAMBAR – GAMBAR ANOSMIA
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Anosmia merupakan keadaan dimana hidung mengalami kegagalan


mengidentifikasi bau lingkungan sekitar (makanan atau buah-buahan) tidak bisa
dikenali. Hal ini diakibatkan oleh adanya gangguan pada nervus I olfaktori yang
berfungsi dalam penciuman.Olfaktori mengalami disfungsi karena adanya infeksi
saluran napas atau predisposisi lainya.

3.2 SARAN

Pembaca dari makalah ini diharapkan mampu mengetahui mengenai


anosmia sehingga dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

www.google.com search key “anosmia”, “askep anosmia”, “konsep medis


anosmia” diakses pada tanggal 14 maret 2013.

Anda mungkin juga menyukai