SKENARIO 1
“Imunitas dan SARS-CoV-2’’
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
Skenario 1
Imunitas dan SARS-CoV-2
WHO terus mengkaji bukti respons antibody terhadap infeksi SARS-CoV-2. Sebagian besar
penelitian menunjukan bahwa orang-orang yang sudah sembuh dari infeksi memiliki antibody
terhadap virus tersebut, tetapi beberapa di antaranya hanya memiliki neutralizing antibody dalam
jumlah yang sangat sedikit di dalam darah sehingga menunjukkan pentingnya peran imunitas seluler
untuk kesembuhan. Hingga bulan April 2020, belum ada penelitian yang mengevaluasi apakah
keberadaan antibody SARS-CoV-2 dapat memberikan imunitas setelah terjadinya infeksi virus ini
pada manusia. Hingga saat ini, WHO masih berjuang dalam menemukan vaksin untuk virus ini.
Step 1
Step 2
Step 3
1. Karena adanya imunitas adiktif, terdapat plumoral cairan tubuh limfosit atau sel B yang
berasal dari multipoten sumsum tulang. Sel B dirangsang membentuk antibody berfungsi
sebagai pertahanan ekstraseluler dri virus atau bakteri. Di tubuh terdapat respon imun
antigen spesifik yang memicu respon imun masa lalu, ingatan imunologis .. dan limfosit
berumur sangant panjang dan lebih kuat setelah panjangan kedua atau terhadap antigen,
karena seteah panjangan pertama dapat tebentuk sel ribuan pengingat dan sel dapat
bediferensiasi menjadi sel T. respon setelah kontak awal dengan antigen dan terjadi
peningkatan lambat dan mulamula diikuti oleh penurunan bertahap filter antibody, sel
pengingat dapat bertambah. Setelah terinfeksi, filter ntibody respon yang lebihh kuat disebut
respon sekunder yang mmeiliki afinitas yang lebih tinggi sehingga antibody berhasil.
2. Imunitas aktif menerima kompoten memerlukan induksi autoimun dari antibody ibu atau
yang dikumpulkan. Imunasi, antibody dari darah ibu ke janin yang menjadikan antitoksik
memberikan ke janin atau bayi. Imunasi pasif buatan tidak diberikan, hanya diberikan ke
penderita tertentu. Diperoleh hanya saat berlangsung untuk proteksi. Imunasi aktif yaitu
pemberian kuman yang sudah dilemahkan, reaksi pertama tubuh akan membentuk antibody
karena belum memilikinya.
3. Sistem imunitas terdapat spesifik dan non spesifik. Sistem imun sfesifik mempunyai
kemampuan untuk mengnal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing pertama
kali muncul dalam tubuh segera diindetifikasi dan dikendali oleh sistem imun spesifik
sehingga terjadi sensitasi sel-sel imun tersebut. Sel B dan sel T kedua jenis limfosit seperti
semua sel darah berasal dari sel punca yang sama di sum-sum tulang, sel B berdiferensiasi
dan mengalami pematangan di sumsum tulang. Proses pembentukan sel T, selama masa
janin dan anak-anak dini, sebagian limfosit imatur dari sumsum tulang bermigrasi melalui
darah ke timus yatu tempat sel-sel tersebut mengalami proses lebih lanjut menjadi limfosit T.
Sel B sebagai utama dalam sistem imun spesifik humoral. Bila sel B dirangsng oleh benda
asing, sel tersebut akan berpoliferasi berdiferensiasi dan berkembang menjadi plasma yang
memproduksi antibody. Antibody nantinya yang akan dilepaskan dapat ditemukan didalam
serum. Aktivasi sel B diawali dengan pengenalan spesifik oleh reseptor. Antigen lain
termasuk sel T helper merangsang poliferasi dan difeensiasi sel B spesifik. Sel B dan sel T
masing-masing mempunyai kemampuan untuk mengngat karakteristik mikroorganisme yang
pernah dijumpai, yang sudah pernah bertemu dengna mikroorganisme akan membentuk sel
memori. Sel memori ini nanttinya mnyebar ke seluruh jaringan. Sistem imun non spesifik
alami kelebihn selalu ada, respon cepat dan tidak perlu ada ditinjau, kekurangannya dapat
berlebih dan kekuranga memori. Adaptif atau spesifik perlindungan lambat tetapi
memberikan perlindungan spesisik, kelebihan perlindungan lebih baik, kekurangannnya
respons lambat.
4. Tahapan saat limfosit mengenali antigen asing dan memulai respon, limfosit muda butuh
sinyal untuk berdiferensiasi. Sel efektor berfungsi memberntasi, merupakan sel plasma untuk
menyerang antigen. Sel efektor dari keturunan limfosit T menghasilkan sitokin, ketrunan lain
limfosit berdiferensiasi enjadi sel memori yang berumura panjang, jika ingin terdapat sel
memori harus ada proses pengenalanan terlebih dahulu. Limfosit memori jika terserang
antigen yang sama, akan menangani antigen yang menyerang nantinya.
5. Neutralizing antibody merupakan bagian imunitas humoral, saat sesorang mmeiliki sedikit
neutralizing antibody sedikir, peningkatan seluler sangat diperlukan untuk menghasilkan
limfosit T. Sel T helper akan memproduksi meningkatkan proliferasi sel B menjadi sel
plasma. Terdapat 5 jenis imonoglobulin, igG terbanyak dalam darah diproduksi dan
disekresikan dalam jumlah besar. igM antibody yang pertama, igA ditemukan dalam jumlah
sedikit dalamserum tetapi kadarnya lebih tinggi, igD kadarnya rendah dalam sirkulasi darah
karena tidak dilepas oleh sel plasma dan rentan, igE mudah berikatan oleh permukan sel
mast, eusinofil.
Mind Map
Sistem Imun
Mekanisme
Non spesifik Spesifik
kerja vaksin
Larut Humoral
Selular Selular
Sel B
Fisik Biokimia Fagosit Sel T
- Lisozim - Ig A
-Mononuklear - Th1
- Kulit - Ig G
- Sekresi -Polimorfonuklear
- Lender - Ig M - Th2
sebacea Sel natural killer - Ts/Th3
- Silia - Ig D
- Asam lambung Sel mast - Tdth
- Refleks batuk - Ig E
- Laktoferin Basophil - CTL/Tc
- Refleks bersin
Humoral
- Komplemen
- Interferon
- CRP
Step 5
Refleksi Diri
Alhamdulillah pada PBL skenario pertama pertemuan pertama ini saya telah mempelajari
sistem imun yang terdapat pada manusia, cara kerja vaksin dan peran imunitas seluler. Namun, saya
masih harus mempelajari mengenailebih dalam lagi. Semoga ilmu yang saya dapatkan pada hari ini
dapat bermanfaat.
Step 6
Belajar mandiri
Step 7
Terdapat dua jenis imunitas adaptif, yaitu imunitas humoral dan imunitas seluler,
diperantai oleh sel-sel dan molekul yang berbeda dan masing-masing dirancang untuk
memberikan pertahanan terhadap mikroba ekstraseluler dan intraseluler.2
1. Imunitas Humoral
Diperantai oleh antibodi yang di produksi oleh sel-sel Limfosit B. Antibodi
masuk ke dalam sirkulasi dan cairan mukosa, lalu menetralisir dan mengeliminasi
mikroba serta toksin mikroba yang berada di luar sel-sel inang, dalam darah, cairan
esktraseluler (CES) yang berasal dari plasma dan di dalam lumen dan organ-organ
mukosa, seperti Traktus Gastrointestinal dan Traktus Respiratorius. Salah satu fungsi
terpenting antibodi adalah menghentikan mikroba yang berada pada permukaan
mukosa dan dalam datah agar tidak mendapatkan akses menuju sel-sel inang dan tidak
membentuk koloni di dalam sel serta jaringan ikat inang. Melalui cara ini, antibodi
mencegah infeksi berkembang. Antibodi tidak dapat mencapai mikroba yang hidup
dan membelah di dalam sel yang terinfeksi.2
Sel B yang berasal dari sel asal multipoten di sumsum tulang. Pada manusia
Sel B akan berdiferensiasi terjadi dalam sumsum tulang. Sel B yang dirangsang oleh
benda asing akan berproliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma
yang memproduksi antibodi. Antibodi yang di lepas dapat ditemukan dalam serum.
Fungsi utama antibodi ialah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus dan
bakteri serta menetralkan toksinnya.1
2. Imunitas Seluler
Imunitas Seluler berperan dalam pertahanan terhadap mikroba intraseluler, prosesnya
diperantai oleh sel-sel yang disebut sel limfosit T. Beberapa limfosit T mengaktivasi
fagosit untuk menghancurkan mikroba yang telah dimakan oleh sel fagosit ke dalam
vesikel intraseluler. Limfosit T lainnya membunuh berbagai jenis sel inang yang
terinfeksi mikroba infeksius di dalam sitoplasmanya. Dalam kedua kasus tersebut, sel
T mengenali antigen yang ditampilkan pada permukaan sel, yang menunjukan adanya
mikroba di dalam sel tersebut.2
Sel T berasal dari sel asal multipoten di sumsum tulang. Pada orang dewasa,
sel T dibentuk di dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di
dalam kelenjar Thymus atas pengaruh berbagai faktor asal Timus. 90-95% dari semua
sel T dalam Thymus tersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan selanjutnya
meninggalkan Thymus untuk masuk ke dalam sirkulasi.2
Faktor Timus yang disebut Timosin dapat ditentukan dalam peredaran darah
sebagai hormon asli dan dapat mempengaruhi diferensiasi sel T di perifer. Berbeda
dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa subset sel dengan fungsi yang berlainan yaitu
sel CD4+ (Th1, Th 2), CD8+ atau CTL atau Tc dan Ts atau sel Tr atau Th3. Fungsi
utama sistem imun adaptif seluler ialah pertahanan terhadap bakteri yang hidup
Intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan. Sel CD4+ mengaktifkan sel Th1 yang
selanjutnya mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba. Sel CD8+
memusnahkan sel terinfeksi.2
b) Imunitas aktif dan pasif
Imunitas adalah kemampuan tubuh manusia untuk melawan hampir semua jenis
organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dari organ tubuh. Imunitas
dibagi menjadi dua; imunitas aktif yang merupakan kemampuan tubuh seseorang
membentuk antibodi atau sel T teraktivasi sebagai respons terhadap antigen asing yang
masuk kedalam tubuh dan imunitas pasif berupa pemberian antibodi, sel T teraktivasi
atau keduanya dari darah orang lain atau dari beberapa binatang lain yang telah
mempunyai imunitas aktif.1
Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk melawan hampir semua jenis organisme
atau toksin yang cenderung merusak jaringan dari organ tubuh. Kemampuan ini disebut
dengan Imunitas, berdasarkan sumber pembentukan antibodinya, imunitas dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu imunitas aktif dan imunitas pasif.1
1. Imunitas aktif
Imunitas aktif merupakan suatu jenis imunitas atau pertahanan tubuh terhadap
patogen dimana antibodi berupa imunoglobulin dan sel T teraktivasi dibentuk di dalam
tubuh melalui berbagai proses fisiologi tubuh. Imunitas aktif dibagi menjadi dua
macam sifat, ada yang bersifat alami dan ada yang bersifat buatan.1
a) Alami
Imunitas jenis ini dihasilkan oleh sistem imun khusus yang membentuk
antibodi dan mengaktifkan limfosit yang mampu menyerang dan menghancurkan
organisasi spesifik atau toksin. Imunitas ini seringkali dapat memberikan
perlindungan yang kuat. Contohnya, imunitas yang kita peroleh setelah kita terkena
penyakit cacar secara otomatis tubuh kita akan memproduksi antibodi yang sangat
spesifik dan akan bereaksi pada serangan virus cacar selanjutnya sehingga kita tidak
terkena penyakit cacar kembali.1
b) Buatan
Imunitas jenis ini dapat dicapai dengan cara menyuntikan organisme yang telah
mati yang tidak mampu menimbulkan penyakit lagi tetapi masih mempunyai antigen
kimiawi, toksin yang telah diolah dengan bahan kimia sehingga sifat toksinnya sudah
rusak walaupun antigen yang menimbulkan imunitas tetap utuh atau dengan cara
menginfeksi seseorang dengan organisme hidup yang telah dilemahkan yang berarti
organisme ini telah ditanam dalam media biakan khusus atau ditransfer pada
serangkaian binatang sampai organisme ini cukup bermutasi, sehingga organisme ini
tidak menimbulkan penyakit tetapi masih membawa antigen spesifik yang
dibutuhkan untuk imunisasi. Tipe ini diterapkan ketika imunisasi menggunakan
vaksin yang dipakai untuk melindungi tubuh terhadap beberapa penyakit yang
disebabkan oleh bahan toksin, bakteri atau virus tertentu.1
2. Imunitas pasif
Imunitas pasif merupakan suatu imunitas dimana antibodi, sel T teraktivasi atau
keduanya terbentuk di luar tubuh seseorang yang kemudian akan dimasukan ke dalam
tubuh orang tersebut yang nantinya akan memperkuat sistem imun orang tersebut
dalam menyerang patogen yang spesifik dengan antibodi yang telah dimasukan
tersebut. Imunitas pasif terbagi menjadi dua macam, bersifat alami dan buatan.1
a) Bersifat alami
Imunitas jenis ini terjadi dari ibu kepada janin melewati plasenta dan pada bayi
yang mendapatkan ASI dari ibunya, kolostrum yang terdapat pada ASI ibu
mengandung antibodi IgA yang memberi perlindungan pada bayi yang meminum
ASI. Antibodi yang dipindahkan secara pasif biasanya diuraikan dalam waktu kurang
dari sebulan, tetapi dalam kurun waktu itu neonatus mendapatkan proteksi imun yang
penting hingga dapat secara aktif melancarkan respon imun sendiri. Kemampuan
membentuk antibodi belum berkembang hingga sekitar sebulan setelah lahir.1
b) Buatan
Imunitas pasif kadang digunakan secara klinis untuk memberi perlindungan
segera atau memperkuat resistensi terhadap mikroorganisme yang sangat ganas atau
toksin yang mematikan yang telah terpajan ke individu. Biasanya antibodi yang
diberikan diperoleh dari sumber lain yang telah dipajankan ke antigen bentuk lemah.
Hewan yang sering digunakan untuk membuat antibodi yang diambil untuk imunisasi
pasif adalah kuda atau domba. Meskipun penyuntikan serum yang mengandung
antibodi ini bermanfaat untuk menciptakan proteksi segera terhadap penyakit atau
toksin spesifik, penerima dapat membentuk respon imun terhadap antibodi yang
disuntikan itu sendiri karena antibodi tersebut adalah protein asing. Akibatnya
mungkin adalah alergik berat terhadap terapi, suatu keadaan yang disebut sebagai
serum sickness.1
c) Imunitas primer dan sekunder
1. Imunitas Primer
Respons imun primer adalah respons imun yang terjadi pada pajanan pertama
kalinya dengan antigen. Antibodi yang terbentuk pada respons imun primer
kebanyakan adalah IgM dengan titer yang lebih rendah dibanding dengan
respons imun sekunder, demikian pula daya afinitasnya. Waktu antara
antigen masuk sampai dengan timbul antibodi (lag phase) lebih lama bila
dibanding dengan respons imun sekunder.1
2. Imunitas Sekunder
Pada respons imun sekunder, antibodi yang dibentuk kebanyakan
adalah IgG, dengan titer dan afinitas yang lebih tinggi, serta fase lag lebih
pendek dibanding respons imun primer. Hal ini disebabkan sel memori
yang terbentuk pada respons imun primer akan cepat mengalami
transformasi blast, proliferasi dan diferensiasi menjadi sel plasma yang
menghasilkan antibodi. Demikian pula dengan imunitas selular, sel
limfosit T akan lebih cepat mengalami transformasi blast dan
berdiferensiasi menjadi sel T aktif sehingga lebih banyak terbentuk sel
efektor dan sel memori. Pada imunisasi, respons imun sekunder inilah
yang diharapkan akan memberi respons adekuat bila terpajan pada antigen
yang serupa kelak. Untuk mendapatkan titer antibodi yang cukup tinggi
dan mencapai nilai protektif, sifat respons imun sekunder ini diterapkan
dengan memberikan vaksinasi berulang beberapakali.1
2. Jenis sel yang berperan pada sistem imun
a. Sistem fagosit makrofag
1) Fagosit mononuklear :
Monosit
Selama hematopoesis dalam sumsum tulang, sel progenitor granulosit/monosit
berdiferensiasi menjadi premonosit yang meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke
dalam sirkulasi untuk selanjutnya berdiferensiasi menjadi monosit matang dan berperan
dalam berbagai fungsi. Monosit berperan sebagai APC mengenal, menyerang mikroba dan
sel kanker dan juga memproduksi sitokin. Dan berperan juga dalam remodeling dan
perbaikan jaringan.2
Makrofag
Monosit yang seterusnya hidup dalam jaringan sebagai makrofag residen ,
berbentuk khusus yang tergantung dari alat/jaringan yang di tempatinya. Makrofag
diaktifkan oleh berbagai rangsangan, dapat menangkap, memakan dan mencerna antigen
eksogen, seluruh mikroorganisme, partikel tidak larut dan bahan endogen seperti sel
pejamu yang cedera atau mati.2
2) Fagosit polimorfonuklear :
Neutrofil
Sel pertama yang di kerahkan ke tempat bakteri masuk dan berkembang dalam
tubuh. Biasanya berada dalam sirkulasi kurang dari 7-10 jam sebelum bermigrasi ke
jaringan, dan hidup selama beberapa hari dalam jaringan. Dan mempunyai reseptor untuk
igG dan komplemen.2
Eusinofil
Ini merupakan 2-5% dari sel darah putih orang sehat tanpa alergi. Berfungsi sebagai
fagosit. Dan berperan pada imunitas parasit dan memiliki berbagai reseptor yaitu igE.
Fungsi utama eusinofil adalah melawan infeksi parasit dan dapat juga memakan kompleks
antigen antibodi.2
3) Basofil dan sel mast :
Jumlah sel basofil yang di temukan di sirkulasi darah sangat sedikit yaitu < 0,5%
dari seluruh sel darah putih.basofil diduga dapat berfungsi sebagai fagosit. Basofil dan sel
mast di aktifkan juga melepas berbagai sitokin.2
4) Sel NK, sel Null, sel K
Limfosit terdiri dari sel B, sel T dan sel NK. Yang akhir adalah golongan limfosit
ketiga sesudah sel T dan sel B. Sel NK berkembang dari sel progenitor yang sama dari sel
B dan sel T. Sel NK dapat membunuh berbagai sel tanpa bantuan tambahan untuk
aktivasinya.di semua bagian tubuh sel null hanya hidup 5-6 hari.2
5) Sel Dentritik
Sel ini berfungsi sebagai APC yang berperan awal pengenala protein asing,
mengawali respon imunitas selular dan humoral yang mengaktifkan sel T naif, Th, CTL,
dan sel B. Berfungsi dalam pengenalan antigen, mengikat antigen, mengolah dan
mempresentasikan antigen ke sel T/ sel B.2
a. Leukosit
Leukosit (sel darah putih atau SDP) adalah unit yang dapat bergerak pada sistem
pertahanan imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh untukmenahan atau
menyingkirkan benda asing atau sel abnormal yang berpotensi merugikan. Leukosit dan
turunan-turunannya, bersama dengan berbagai protein plasma, membentuk sistem imun,
suatu sistem pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan
benda-benda dalam tubuh yang asing bagi "individu normal". Secara spesifik, sistem imun
(1) mempertahankan tubuh dari invasi mikroorganisme penyebab penyakit (misalnya,
bakteri dan virus); (2) berfungsi membersihkan sel-sel tua (misalnya, sel darah merah yang
sudah tua) dan sisa jaringan (misalnya, jaringan yang rusak akibat trauma atau penyakit),
menyediakan jalan bagi penyembuhan luka dan perbaikan jaringan; dan 3) mengidentifikasi
dan menghancurkan sel kanker yang timbul di tubuh. Untuk melaksanakan fungsinya,
leukosit umumnya menggunakan strategi "cari dan hancurkan"—yaitu, sel-sel ini pergi ke
tempat invasi atau kerusakan jaringan. Penyebab utama leukosit berada di dalam darah
adalah agar cepat diangkut dari tempat produksi atau penyimpanannya ke tempat mereka
dibutuhkan. Tidak seperti eritrosit, leukosit mampu keluar dari darah dengan bergerak
menyerupai amuba, untuk menggeliat masuk ke pori kapiler yang sempit dan merangkak ke
area yang dituju.2
Akibatnya, sel efektor sistem imun tersebar luas di seluruh tubuh dan dapat
mempertahankan diri di lokasi manapun. Karena itu, kami memperkenalkan leukosit-
leukosit spesifik dalam darah untuk menuntaskan pembahasan tentang darah, tetapi
menyisakan pembahasan lebih terperinci tentang fungsi fagositik dan imunologik sel ini,
yang terutama berlangsung di jaringan. Terdapat lima jenis leukosit. Leukosit tidak
memiliki hemoglobin (berbeda dengan eritrosit) sehingga tidak berwarna (yaitu, "putih")
kecuali jika secara spesifik diwarnai agar dapat dilihat dengan mikroskop. Tidak seperti
eritrosit, yang memiliki struktur seragam, fungsi identik, dan jumlah yang konstan, leukosit
bervariasi dalam struktur, fungsi, dan jumlah. Di dalam darah terdapat lima jenis leukosit
yang berbeda—neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit—masing-masing dengan
struktur dan fungsi khas tersendiri. Sel-sel ini agak lebih besar daripada eritrosit.2
Kelima jenis leukosit masuk kedua kategori utama, bergantung pada gambaran
nukleus dan ada tidaknya granula di dalam sitoplasmanya jika dilihat di bawah mikroskop.
Neutrofil, eosinofil, dan basofil dikategorikan sebagai granulosit (berarti "sel yang
mengandung granula") polimorfonukleus (berarti "bentuk inti beragam"). Inti selsel ini
tersegmentasi menjadi beberapa lobus dengan bentuk bervariasi dan sitoplasmanya
mengandung banyak granula yang terbungkus membran. Granula mengandung senyawa
kimia tersimpan yang belum diubah yang dilepaskan oleh eksositosis pada stimulasi yang
sesuai untuk melaksanakan fungsi granulosit. Ketiga jenis granulosit dibedakan berdasarkan
afinitas granula mereka terhadap zat warna: eosinofil memiliki afinitas terhadap pewarna
merah eosin, basofil cenderung menyerap pewarna biru basa, dan neutrofil bersifat netral,
tidak menunjukkan preferensi warna. Monosit dan limfosit dikenal sebagai agranulosit
(berarti "sel yang tidak memiliki granula") mononukleus (berarti "satu inti"). Keduanya
memiliki satu nukleus besar yang tidak bersegmen dan sedikit granula. Monosit lebih besar
daripada limfosit dan memiliki nukleus berbentuk oval atau seperti ginjal. Limfosit, leukosit
yang paling kecil, secara khas memiliki nukleus bulat besar yang menempati sebagian besar
sel.2
Fungsi dan Usia Leukosit; Berikut ini adalah fungsi dan masa hidup dari granulosit:2
Neutrofil adalah spesialis fagositik, sel-sel ini menelan dan menghancurkan bakteri
secara intraseluler. Selain itu, neutrofil juga dapat bertindak sebagai "bom bunuh diri".
Neutrofil dapat menjalankan suatu tipe kematian sel terprogram yang tidak lazim yang
disebut NETosis yang menggunakan materi seluler penting untuk mempersiapkan suatu
jaringan serat yang disebut neutrophil extracellular trap (NET) yang dilepaskan ke CES
pada saat kematiannya. Serat serat ini, yang terdiri dari protein-protein granulasi dari
sitoplasma neutrofil dan kromatin dari nukleusnya, berikatan dengan bakteri dan
mengandung senyawa kimia pembasmi bakteri, memungkinkan NET untuk menjebak dan
menghancurkan bakteri secara ekstraseluler. Netrofil selalu menjadi pertahanan pertama
terhadap invasi bakteri. Selanjutnya, mereka melakukan pembersihan debris. Seperti dapat
diduga dari fungsifungsi tersebut, peningkatan neutrofil darah (neutrofilia) biasanya
menyertai infeksi bakteri akut. Pada kenyataannya, hitung jenis SDP (suatu penentuan
proporsi tiap-tiap jenis leukosit yang ada) dapat bermanfaat dalam membuat perkiraan yang
akurat dan segera mengenai apakah suatu infeksi, misalnya pneumonia atau meningitis,
disebabkan oleh bakteri atau virus. Jawaban definitif tentang mikroba penyebab dengan
membiakkan sampel cairan jaringan yang terinfeksi memerlukan waktu beberapa hari.
Karena peningkatan hitung neutrofil sangat mengindikasikan infeksi bakteri, terapi antibiotik
sudah dapat diberikan jauh sebelum mikroba penyebab diketahui secara pasti. (Bakteri
biasanya mati dengan pemberian antibiotik sedangkan virus tidak.) 2
Eosinofil adalah spesialis jenis lain. Peningkatan eosinofil dalam darah (eosinofilia)
berkaitan dengan keadaan alergik (misalnya asma dan hay fever) dan dengan infestasi parasit
internal (misalnya cacing). Eosinofil jelas tidak dapat menelan parasit cacing yang
ukurannya jauh lebih besar tetapi sel ini melekat ke cacing dan mengeluarkan bahan-bahan
yang me-matikannya.2
Basofil adalah leukosit yang paling sedikit dan paling kurang dipahami. Sel ini secara
struktur dan fungsi cukup mirip dengan set mast, yang tidak pernah beredar dalamdarah,
tetapi tersebar di jaringan ikat di seluruh tubuh. Baik basofil maupun sel mast menyintesis
dan menyimpan histamin dan heparin, yaitu bahan kimia poten yang dapat dibebaskan jika
terdapat rangsangan yang sesuai. Pelepasan histamin merupakan hal yang penting dalam
reaksi alergik, sedangkan heparin mempercepat pembersihan partikel lemak dari darah
setelah kita makan makanan berlemak. Heparin juga dapat mencegah pembekuan (koagulasi)
sampel darah yang diambil untuk analisis klinis dan digunakan secara luas sebagai obat
antikoagulan tetapi masih diperdebatkan apakah heparin berperan secara fisiologis dalam
mencegah pembekuan. Setelah dibebaskan ke dalam darah dari sumsum tulang, granulosit
biasanya tetap berada di dalam darah selama kurang dari sehari sebelum meninggalkan
pembuluh darah untuk masuk ke jaringan, tempat sel-sel ini bertahan hidup tiga hingga
empat hari lagi kecuali jika mereka mati lebih dulu akibat menjalankan tugas. Sebagai
perbandingan, fungsi dan usia agranulosit adalah sebagai berikut. Monosit, seperti neutrofil,
berkembang menjadi fagosit profesional. Sel-sel ini muncul dari sumsum tulang selagi masih
belum matang dan beredar hanya satu atau dua hari sebelum menetap di berbagai jaringan di
seluruh tubuh. Di tempat barunya, sel-sel ini melanjutkan pematangan dan menjadi sangat
besar, berubah menjadi fagosit jaringan besar yang dikenal sebagai makrofag (makro berarti
"besar"; faga berarti "pemakan"). Usia makrofag dapat berkisar dari bulanan hingga tahunan
kecuali jika sel ini hancur lebih dulu selagi menjalankan tugas fagositiknya. Sebuah sel
fagositik hanya dapat menelan benda asing dalam jumlah terbatas sebelum akhirnya mati.2
Limfosit telah diprogram secara spesifik untuk membentuk pertahanan imun terhadap
sasaran-sasaran mereka. Terdapat dua jenis limfosit, limfosit B dan limfosit T (sel B dan T).
yang terlihat serupa. Limfosit B menghasilkan antibodi, yang beredar dalam darah dan
bertanggung jawab dalam imunitas humoral, atau yang diperantarai oleh antibodi. Suatu
antibodi berikatan dengan benda acing yang mengan dung antigenspesifik, misalnya bakteri,
yang memicu produksi antibodi tersebut dan menandainya untuk dihancurkan. Limfosit T
tidak memproduksi antibodi; sel ini secara langsung menghancurkan sel sasaran spesifiknya
dengan mengeluarkan beragam zat kimia yang melubangi sel korban, suatu proses yang
dinamai imunitas selular. Sel sasaran sel T mencakup sel tubuh yang dimasuki oleh virus dan
sel kanker. Limfosit hidup sekitar 100 hingga 300 hari. Setiap saat hanya terdapat sebagian
kecil dari limfosit total yang berada di dalam darah. Sebagian besar secara terus-menerus
terdaur-ulang antara jaringan limfoid, limfe, dan darah, hanya menghabiskan waktu beberapa
jam di dalam darah. Jaringan limfoid adalah jaringan yang mengandung limfosit seperti
tonsil dan kelenjar limfe.3
Gambar 2.2 Elemen sel darah normal dan hitung sel darah manusia.2
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif
terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh
organisme alami atau “liar”. Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah
dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme
mati atau hasil- hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dll). Vaksin
akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap
serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa
membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel degeneratif (kanker).5,6
Pemberian vaksin diberikan untuk merangsang sistem imunologi tubuh untuk
membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit
yang dapat dicegah dengan vaksin. Ada beberapa jenis vaksin. Namun, apapun jenisnya
tujuannya sama, yaitu menstimulasi reaksi kekebalan tanpa menimbulkan penyakit.
Keberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor:5,6
1) Status imun individu
Adanya antibodi spesifik pada individu terhadap vaksin yang diberikan akan
mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa fetus
mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi campak
diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan memberikan
hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu (ASI) yang mengandung
IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan vaksinasi
polio yang dlberikan secara oral. Tetapi umumnya kadar sIgA terhadap virus polio
pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan. sIgA polio sudah
tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi
terdapat pada kolostrum. Karena itu bila vaksinasi polio secara oral diberikan pada
masa kadar sIgA polio ASI masih tinggi, hendaknya ASI jangan diberikan dahulu 2
jam sebelum dan sesudah vaksinasi.5,6
Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus
fungsi makrofag masih kurang, terutama fungsi mempresentasikan antigen karena
ekspresi HLA masih kurang pada permukaannya, selain deformabilitas membran serta
respons kemotaktik yang masih kurang. Kadar komplemen dan aktivitas opsonin
komplemen masih rendah, demikian pula aktivitas kemotaktik serta daya lisisnya.
Fungsi sel Ts relatif lebih menonjol dibanding pada bayi atau anak karena memang
fungsi imun pada masa intrauterin lebih ditekankan pada toleransi, dan hal ini masih
terlihat pada bayi baru lahir. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu
masih kurang. Vaksinasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang
dibanding pada anak, karena itu vaksinasi sebaiknya ditunda sampai bayi berumur 2
bulan atau lebih. Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang
mendapat obat imunosupresan, atau menderita defisiensi imun kongenital, atau
menderita penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit
keganasan, juga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi, bahkan adanya
defisiensi imun merupakan indikasi kontra pemberian vaksin hidup karena dapat
menimbulkan penyakit pada individu tersebut.5,6
2) Faktor genetik
Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik.
Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan
rendah terhadap antigen tertentu. Hal tersebut dapat memberikan respons rendah
terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain tinggi sehingga mungkin
ditemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%. Faktor genetik dalam respons
imun dapat berperan melalui gen yang berada pada kompleks MHC dengan non-
MHC. Peranfaktor genetik dalam respons imun terlihat pada peran gen yang berada
pada kompleks MHC maupun gen non-MHC. Peran gen non-MHC tampak pada
berbagai penyakit defisiensi imun yang terkait dengan gen lertentu, seperti
agamaglobulinemia.5,6
3) Kualitas dan kuantitas vaksin
Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa
sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung
antigenesitasnya. Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan
keberhasilan vaksinasinya seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian, ajuvan
yang dipergunakan, dan jenis vaksin. Jenis-jenis vaksin:5,6
a) Live attenuated vaccine
Vaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau virus yang sudah dilemahkan daya
virulensinya dengan cara kultur dan perlakuan yang berulang-ulang, namun masih
mampu menimbulkan reaksi imunologi yang mirip dengan infeksi alamiah. Contoh
live attenuated vaccine: vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin
demam tifoid, vaksin campak, gondongan, dan cacar air (varicella). Sifat live
attenuated vaccine, yaitu :5,6
(1) Vaksin dapat tumbuh dan berkembang biak sampai menimbulkan respon imun
sehingga diberikan dalam bentuk dosis kecil antigen.
(2) Respon imun yang diberikan mirip dengan infeksi alamiah, tidak perlu dosis
berganda.
(3) Dipengaruhi oleh circulating antibodi sehingga ada efek netralisasi jika waktu
pemberiannya tidak tepat.
(4) Vaksin virus hidup dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik.
(5) Dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah.
(6) Mempunyai kemampuan proteksi jangka panjang dengan keefektivan mencapai
95%.
(7) Virus yang telah dilemahkan dapat bereplikasi di dalam tubuh, meningkatkan dosis
asli dan berperan sebagai imunisasi ulangan.5
b) Inactivated vaccine (Killed vaccine)
Vaksin dibuat dari bakteri atau virus yang dimatikan dengan zat kimia
(formaldehid) atau dengan pemanasan, dapat berupa seluruh bagian dari bakteri atau
virus, atau bagian dari bakteri atau virus atau toksoidnya saja. Contoh Inactivated
vaccine: vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia
pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid. Sifat
inactivated vaccine, yaitu:5,6
(1) Vaksin tidak dapat hidup sehingga seluruh dosis antigen dapat dimasukkan dalam
bentuk antigen.
(2) Respon imun yang timbul sebagian besar adalah humoral dan hanya sedikit atau
tidak menimbulkan imunitas seluler.
(3) Titer antibodi dapat menurun setelah beberapa waktu sehingga diperlukan dosis
ulangan, dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif tetapi hanya memacu
dan menyiapkan sistem imun, respon imun protektif baru muncul setelah dosis
kedua dan ketiga.
(4) Tidak dipengaruhi oleh circulating antibody.
(5) Vaksin tidak dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik.
(6) Tidak dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah.5
c) Vaksin Toksoid
Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang menimbulkan penyakit
dengan memasukkan racun dilemahkan ke dalam aliran darah. Bahan bersifat
imunogenik yang dibuat dari toksin kuman.
Hasil pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai natural
fluid plain toxoid yang mampu merangsang terbentuknya antibodi
antitoksin. Imunisasi bakteri toksoid efektif selama satu tahun. Bahan
ajuvan digunakan untuk memperlama rangsangan antigenik dan
meningkatkan imunogenesitasnya. Contoh: Vaksin Difteri dan
Tetanus.5,6
d) Vaksin Aselular dan Subunit
Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dalam virus atau bakteri
dengan melakukan kloning dari gen virus atau bakteri melalui
rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin antiidiotipe.
Contoh: vaksin hepatitis B, Vaksin hemofilus influenza tipe b (Hib)
dan vaksin Influenza.5,6
e) Vaksin Idiotipe
Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment
antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B
mengandung asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau
determinan idiotipe yang dapat bertindak sebagai antigen. Vaksin ini
dapat menghambat pertumbuhan virus melalui netralisasai dan
pemblokiran terhadap reseptor pre sel B.5,6
f) Vaksin Rekombinan
Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus
dalam jumlah besar. Gen virus yang diinginkan diekspresikan dalam sel
prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri
E.coli, yeast, dan baculovirus. Dengan teknologi DNA rekombinan
selain dihasilkan vaksin protein juga dihasilkan vaksin DNA.
Penggunaan virus sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen
pelindung dari virus lainnya, misalnya gen untuk antigen dari berbagai
virus disatukan ke dalam genom dari virus vaksinia dan imunisasi
hewan dengan vaksin bervektor ini menghasilkan respon antibodi yang
baik. Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop
organisme yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui
isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.5,6
g) Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)
b. Antibodi
Pembentukan Antibodi oleh Sel Plasma. Sebelum terpajandengan antigen
yang spesifik, klon limfosit B tetap dalam keadaan tidak aktif (dorman) di dalam
jaringan limfoid. Bila ada antigenasing yang masuk, makrofag dalam jaringan
limfoid akan memfagositosis antigen dan kemudian membawanya ke limfositB di
dekatnya. Selain itu, antigen tersebut juga dapat dibawa ke selT pada saat yang
bersamaan, dan terbentuk sel T pembantu yangteraktivasi. Sel pembantu ini juga
berperan dalam aktivasi hebatlimfosit B, yang akan kita bicarakan secara lebih
lengkap nanti.Limfosit B yang bersifat spesifik terhadap antigen segeramembesar
dan tampak seperti gambaran limfoblas. Beberapalimfoblas berdiferensiasi lebih
lanjut untuk membentuk plasmablas,yang merupakan prekursor sel plasma. Dalam
plasmablas ini, sitoplasma meluas dan retikulum endoplasma kasar
akanberproliferasi dengan cepat. Sel-sel ini kemudian mulaimembelah dengan
kecepatan satu kali setiap 10 jam, sampaisekitar sembilan pembelahan, sehingga
dari satu plasmablas dapatterbentuk kira-kira 500 sel dalam waktu 4 hari. Sel
plasma yangmatang kemudian menghasilkan antibodi gamma globulin dengan
kecepatan tinggi kira-kira 2.000 molekul per detik untuksetiap sel plasma.
Kemudian, antibodi disekresikan ke dalamcairan limfe dan diangkut ke sirkulasi
darah. Proses ini berlanjutterus selama beberapa hari atau beberapa minggu sampai
selplasma akhirnya kelelahan dan mati.5
Sistem Komplemen pada Kerja Antibodi
"Komplemen" merupakan istilah gabungan untuk menggambarkan suatu
sistem yang terdiri atas kira-kira 20 protein, yang kebanyakan merupakan prekursor
enzim. Pemeran utama dalam sistem ini adalah 11 protein yang ditandai dengan Cl
sampai C9,B, dan D. Biasanya, semua protein ini ada di antara protein-protein
plasma dalam darah dan juga ada di antara protein-protein yang bocor keluar
dari kapiler masuk ke dalam ruang jaringan. Biasanya prekursor enzim ini bersifat
inaktif, namun dapat diaktifkan terutama oleh jalur klasik.5
Gambar 5.1 Kaskade reaksi selama aktivasi komplemen pada jalur klasik.5
terbuka, atau "diaktifkan: dan bagian ini kemudian langsung berikatan dengan
molekul Cl dari sistem komplemen, memulai pergerakan "kaskade" rangkaian
reaksi, yang diawali dengan pengaktifan proenzim Cl itusendiri. Enzim Cl yang
terbentuk kemudian mengaktifkan penambahan jumlah enzim secara berturut-turut
pada tahap sistem berikutnya, sehingga dari awal yang kecil, terjadilah
reaksi"penguatan" yang sangat besar. Di sebelah kanan gambar tersebut tampak
terbentuk berbagai produk akhir, dan beberapa diantaranya menimbulkan efek
penting yang membantu mencegah kerusakan jaringan tubuh akibat organisme
yang menginvasi atauoleh toksin. Beberapa efek penting tersebut adalah sebagai
berikut.5
1. Opsonisasi dan fagositosis. Salah satu produk kaskade komplemen,yaitu C3b,
dengan kuat mengaktifkan proses fagositosisoleh neutrofil dan makrofag,
menyebabkan sel-sel ini menelanbakteri yang telah dilekati oleh kompleks antigen
antibodi. Proses ini disebut opsonisasi. Proses ini sering kali mampumeningkatkan
jumlah bakteri yang dapat dihancurkan, sampairatusan kali lipat.5
2. Lisis. Salah satu produk paling penting dari seluruh produkkaskade
komplemen adalah kompleks litik, yang merupakankombinasi dari banyak faktor
komplemen dan ditandai denganC5b6789. Produk ini mempunyai pengaruh
langsung untukmerobek membran sel bakteri atau organisme penginvasi lainnya.5
3. Aglutinasi. Produk komplemen juga mengubah permukaan organisme yang
menginvasi tubuh, sehingga melekat satu samalain, dan dengan demikian memicu
proses aglutinasi.5
4. Netralisasi virus. Enzim komplemen dan produk komplemen lain dapat
menyerang struktur beberapa virus dan dengan demikian mengubahnya menjadi
nonvirulen.5
5. Kemotaksis. Fragmen C5a memicu kemotaksis neutrofil danmakrofag,
sehingga menyebabkan sejumlah besar sel fagositini bermigrasi ke dalam jaringan
yang berbatasan denganagen antigenik.5
6. Aktivasi sel mast dan basofil. Fragmen C3a, C4a, dan C5a mengaktifkan sel
mast dan basofil, sehingga menyebabkan sel-sel tersebut melepaskan histamin,
heparin, dan beberapa substansi lainnya ke dalam cairan setempat. Bahan-bahan ini
kemudian menyebabkan peningkatan aliran darah setempat,meningkatkan
kebocoran cairan dan protein plasma kedalam jaringan, dan meningkatkan reaksi
jaringan setempat lainnya yang membantu agar agen antigenik menjadi tidak aktif
atau tidak mobil lagi. Faktor-faktor yang sama juga berperan penting dalam proses
peradangan, dan alergi, seperti yang akan kitabicarakan kemudian.5
7. Efek peradangan. Di samping efek peradangan yang disebabkan oleh aktivasi
sel mast dan basofil, ada beberapa produk komplemen lain yang turut menimbulkan
peradangan setempat. Produk-produk ini menyebabkan (1)aliran darah yang
sebelumnya telah meningkat menjadi semakin meningkat, (2) peningkatan
kebocoran protein dankapiler, dan (3) protein cairan interstisial akan berkoagulasi
dalam ruang jaringan, sehingga menghambat pergerakan organisme yang melewati
jaringan.5
= antigen
Ka disebut konstanta afinitas dan merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa
kuat ikatan antara antibodi dengan antigen.4
Perhatikan, khususnya pada Gambar 1.2 bahwa di situ terdapat dua tempat
yang dapat berubah pada antibodi, untuk tempat melekatnya antigen, yang membuat
antibodi jenis ini bersifat bivalen. Sebagian kecil antibodi, yang terdiri atas
kombinasi sampai 10 rantai berat dan 10 rantai ringan, mempunyai sampai sepuluh
tempat ikatan.4
Penggolongan Antibodi. Terdapat lima golongan umum antibodi, masing-
masing diberi nama IgG, IgA, IgD, dan IgE. Ig singkatan dari imunoglobulin, dan
kelima huruf di atas menunjukkan masing-masing golongan.
Untuk membatasi pembicaraan kita, ada dua golongan antibodi yang sangat
penting: IgG, yang merupakan antibodi bivalen dan mencakup kira-kira 75 persen
dari seluruh antibodi pada orang normal, dan IgE, yang merupakan antibodi dalam
jumlah kecil tetapi terutama terlihat dalam peristiwa alergi. Golongan IgM juga
penting sebab sebagian besar antibodi yang terbentuk selama respons primer adalah
antibodi jenis ini. Antibodi ini mempunyai 10 tempat ikatan sehingga sangat efektif
dalam melindungi tubuh terhadap agen yang masuk, walaupun antibodi IgM
jumlahnya tidak begitu banyak.4
Mekanisme Kerja Antibodi
Antibodi bekerja terutama melalui dua cara untuk melindungi tubuh
terhadap agen yang menginvasi: (1) dengan langsung menyerang penyebab
penyakit tersebut dan (2) dengan mengaktifkan "sistem komplemen" yang
kemudian dengan berbagai cara yang dimilikinya akan menghancurkan penyebab
penyakit tersebut.3
Gambar 5.3 Pengikatan molekul antigen antara satu dengan lainnya oleh
antibodi bivalen.3
Kerja Langsung Antibodi terhadap Agen yang Menginvasi. Gambar di atas
memperlihatkan antibodi-antibodi (ditandai dengan garis merah berbentuk Y) yang
bereaksi dengan antigen-antigen (ditandai dengan objek-objek yang berwarna lebih
gelap). Oleh karena sifat bivalen yang dimiliki oleh antibodi dan banyaknya tempat
antigen pada sebagian besar agen penyebab penyakit, maka antibodi dapat
mematikan aktivitas agen tersebut dengan salah satu cara berikut ini.4
1) Aglutinasi, yaitu proses yang menyebabkan banyak partikel besar dengan
antigen di permukaannya, seperti bakteri atau sel darah merah, terikat bersama-
sama menjadi satu gumpalan.4
2) Presipitasi, yaitu proses yang menyebabkan kompleks molekular dan antigen
yang mudah larut (misalnya racun tetanus) dan antibodi menjadi begitu besar
sehingga berubah menjadi tidak larut dan membentuk presipitat.4
3) Netralisasi, yaitu proses yang menyebabkan antibodi menutupi tempat-tempat
yang toksik dari agen yang bersifat antigenik.4
4) Lisis, yaitu proses yang menyebabkan beberapa antibodi yang sangat kuat
kadang-kadang mampu langsung menyerang membran sel agen penyebab penyakit
sehingga menyebabkan agen tersebut pecah.4
Kerja antibodi yang langsung menyerang agen penyebab penyakit yang
bersifat antigenik sering kali tidak cukup kuat untuk melindungi tubuh terhadap
penyebab penyakit tersebut. Kebanyakan sifat pertahanan didapat melalui efek
penguatan oleh sistem komplemen.3
DAFTAR PUSTAKA
1. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedoketeran Universitas Indonesia; 2017.
2. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Imunologi Dasar Abbas. Jakarta:
ELSEVIER; 2016.
3. Huether SE, McCance KL. Patofisiologi Edisi Keenam Volume 1. Jakarta:
Elsevier; 2017.
4. Sudoyo A, Setiyohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
publishing; 2017.
5. Triana V. Faktor yang Berhubungan dengan Pemerian Imunisasi Dasar
Lengkap pada Bayi Tahun 2015. Sumbar: JKMA; 2015.
6. Yundri, Setiawati M, Suhartono, Setyawa H, Budhi K. Faktor yang
Berhubungan dengan Ketidaklengkapan Status Imunisasi Anak di
Puskesmas Kuala Tungkal II. Jawa Tengah: Jurnal Berkala Epidemiologi;
2017.
7. Rengganis I. Vaksinasi pada Lansia. Jakarta: Fakultas Kedoketeran
Universitas Indonesia; 2017.