Anda di halaman 1dari 37

RESUME PBL

SKENARIO 1
“Imunitas dan SARS-CoV-2’’

NAMA : Hulwah Faiz Navisa


NPM : 119170072
KELOMPOK: 8 B
TUTOR : Shofa Nur Fauzah, dr., M.K.M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
Skenario 1
Imunitas dan SARS-CoV-2
WHO terus mengkaji bukti respons antibody terhadap infeksi SARS-CoV-2. Sebagian besar
penelitian menunjukan bahwa orang-orang yang sudah sembuh dari infeksi memiliki antibody
terhadap virus tersebut, tetapi beberapa di antaranya hanya memiliki neutralizing antibody dalam
jumlah yang sangat sedikit di dalam darah sehingga menunjukkan pentingnya peran imunitas seluler
untuk kesembuhan. Hingga bulan April 2020, belum ada penelitian yang mengevaluasi apakah
keberadaan antibody SARS-CoV-2 dapat memberikan imunitas setelah terjadinya infeksi virus ini
pada manusia. Hingga saat ini, WHO masih berjuang dalam menemukan vaksin untuk virus ini.

Step 1

1. Imunitas seluler : respon dari imun yang berfungsi mengatasi mikroba,


2. SARS-CoV-2 : infeksi saluran pernafasan besar disertai dengan gejala saluran pernafasan
corona virus, SARS (.) keluarga besar corona virus
3. Neutralizing antibody : sejenis antibody yang mampu mencegah infeksi virus dengan cara
enetralkan efek biologis
4. Antibody : molekul imoglobulin yang bereaksi dengan antigen spesifik yang menginduksi
sintesisnya dan dengan molekul yang sama
5. Vaksin : protein antigen dari organisme untuk mencegah penyakit menular
6. Virus : mikroorganisme pathogen yang menginfeksi

Step 2

1. Mengapa menunjukkan bahwa orang-orang yang sudah sembuh memiliki antibody?


2. Mengapa dalam kasus peran imunitas seluler sangat penting bagi kesembuhan penderita?
3. Apa sajakah sistem imun yang terdapat pada manusia?
4. Bagaimana kerja vaksin?
5. Mengapa hanya sebagian orang yang memiliki neutralizing antibody dalam jumlah sedikit?

Step 3

1. Terdapat adanya imunitas aktif


2. Imunitas seluler diperantaiarai oleh limfosit dan terdapat 2 jenis infeksi sehingga mikroba
dapat masuk ke dalam sel
3. Sistem imun terbagi menjadi imun spesifik dan non spesifik
4. Vaksin merangsang sistem imunitas dan membuat zat kekebaalan tubuh antibody yang
bertahan cukup lama menyerang antigen dari pathogen spesifik yang masuk ke dalam tubuh
seseorang
Step 4

1. Karena adanya imunitas adiktif, terdapat plumoral cairan tubuh limfosit atau sel B yang
berasal dari multipoten sumsum tulang. Sel B dirangsang membentuk antibody berfungsi
sebagai pertahanan ekstraseluler dri virus atau bakteri. Di tubuh terdapat respon imun
antigen spesifik yang memicu respon imun masa lalu, ingatan imunologis .. dan limfosit
berumur sangant panjang dan lebih kuat setelah panjangan kedua atau terhadap antigen,
karena seteah panjangan pertama dapat tebentuk sel ribuan pengingat dan sel dapat
bediferensiasi menjadi sel T. respon setelah kontak awal dengan antigen dan terjadi
peningkatan lambat dan mulamula diikuti oleh penurunan bertahap filter antibody, sel
pengingat dapat bertambah. Setelah terinfeksi, filter ntibody respon yang lebihh kuat disebut
respon sekunder yang mmeiliki afinitas yang lebih tinggi sehingga antibody berhasil.
2. Imunitas aktif menerima kompoten memerlukan induksi autoimun dari antibody ibu atau
yang dikumpulkan. Imunasi, antibody dari darah ibu ke janin yang menjadikan antitoksik
memberikan ke janin atau bayi. Imunasi pasif buatan tidak diberikan, hanya diberikan ke
penderita tertentu. Diperoleh hanya saat berlangsung untuk proteksi. Imunasi aktif yaitu
pemberian kuman yang sudah dilemahkan, reaksi pertama tubuh akan membentuk antibody
karena belum memilikinya.
3. Sistem imunitas terdapat spesifik dan non spesifik. Sistem imun sfesifik mempunyai
kemampuan untuk mengnal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing pertama
kali muncul dalam tubuh segera diindetifikasi dan dikendali oleh sistem imun spesifik
sehingga terjadi sensitasi sel-sel imun tersebut. Sel B dan sel T kedua jenis limfosit seperti
semua sel darah berasal dari sel punca yang sama di sum-sum tulang, sel B berdiferensiasi
dan mengalami pematangan di sumsum tulang. Proses pembentukan sel T, selama masa
janin dan anak-anak dini, sebagian limfosit imatur dari sumsum tulang bermigrasi melalui
darah ke timus yatu tempat sel-sel tersebut mengalami proses lebih lanjut menjadi limfosit T.
Sel B sebagai utama dalam sistem imun spesifik humoral. Bila sel B dirangsng oleh benda
asing, sel tersebut akan berpoliferasi berdiferensiasi dan berkembang menjadi plasma yang
memproduksi antibody. Antibody nantinya yang akan dilepaskan dapat ditemukan didalam
serum. Aktivasi sel B diawali dengan pengenalan spesifik oleh reseptor. Antigen lain
termasuk sel T helper merangsang poliferasi dan difeensiasi sel B spesifik. Sel B dan sel T
masing-masing mempunyai kemampuan untuk mengngat karakteristik mikroorganisme yang
pernah dijumpai, yang sudah pernah bertemu dengna mikroorganisme akan membentuk sel
memori. Sel memori ini nanttinya mnyebar ke seluruh jaringan. Sistem imun non spesifik
alami kelebihn selalu ada, respon cepat dan tidak perlu ada ditinjau, kekurangannya dapat
berlebih dan kekuranga memori. Adaptif atau spesifik perlindungan lambat tetapi
memberikan perlindungan spesisik, kelebihan perlindungan lebih baik, kekurangannnya
respons lambat.
4. Tahapan saat limfosit mengenali antigen asing dan memulai respon, limfosit muda butuh
sinyal untuk berdiferensiasi. Sel efektor berfungsi memberntasi, merupakan sel plasma untuk
menyerang antigen. Sel efektor dari keturunan limfosit T menghasilkan sitokin, ketrunan lain
limfosit berdiferensiasi enjadi sel memori yang berumura panjang, jika ingin terdapat sel
memori harus ada proses pengenalanan terlebih dahulu. Limfosit memori jika terserang
antigen yang sama, akan menangani antigen yang menyerang nantinya.
5. Neutralizing antibody merupakan bagian imunitas humoral, saat sesorang mmeiliki sedikit
neutralizing antibody sedikir, peningkatan seluler sangat diperlukan untuk menghasilkan
limfosit T. Sel T helper akan memproduksi meningkatkan proliferasi sel B menjadi sel
plasma. Terdapat 5 jenis imonoglobulin, igG terbanyak dalam darah diproduksi dan
disekresikan dalam jumlah besar. igM antibody yang pertama, igA ditemukan dalam jumlah
sedikit dalamserum tetapi kadarnya lebih tinggi, igD kadarnya rendah dalam sirkulasi darah
karena tidak dilepas oleh sel plasma dan rentan, igE mudah berikatan oleh permukan sel
mast, eusinofil.
Mind Map

Sistem Imun

Mekanisme
Non spesifik Spesifik
kerja vaksin

Larut Humoral
Selular Selular
  Sel B
Fisik Biokimia  Fagosit  Sel T
- Lisozim - Ig A
-Mononuklear - Th1
- Kulit - Ig G
- Sekresi -Polimorfonuklear
- Lender - Ig M - Th2
sebacea  Sel natural killer - Ts/Th3
- Silia - Ig D
- Asam lambung  Sel mast - Tdth
- Refleks batuk - Ig E
- Laktoferin  Basophil - CTL/Tc
- Refleks bersin
 Humoral
- Komplemen
- Interferon
- CRP

Step 5

1. Organ yang berperan dan sistem imun


2. Jenis sel yang berperan pada sistem imun
3. Mekanisme pertahanan imun spesifik dan non spesifik
4. Mekanisme imunologi vaksinasi
5. Mekanisme reaksi dan pembetukan antigen dan antibody

Refleksi Diri

Alhamdulillah pada PBL skenario pertama pertemuan pertama ini saya telah mempelajari
sistem imun yang terdapat pada manusia, cara kerja vaksin dan peran imunitas seluler. Namun, saya
masih harus mempelajari mengenailebih dalam lagi. Semoga ilmu yang saya dapatkan pada hari ini
dapat bermanfaat.
Step 6

Belajar mandiri

Step 7

1. Organ yang berperan dan sistem imun

Terdapat dua jenis imunitas adaptif, yaitu imunitas humoral dan imunitas seluler,
diperantai oleh sel-sel dan molekul yang berbeda dan masing-masing dirancang untuk
memberikan pertahanan terhadap mikroba ekstraseluler dan intraseluler.2
1. Imunitas Humoral
Diperantai oleh antibodi yang di produksi oleh sel-sel Limfosit B. Antibodi
masuk ke dalam sirkulasi dan cairan mukosa, lalu menetralisir dan mengeliminasi
mikroba serta toksin mikroba yang berada di luar sel-sel inang, dalam darah, cairan
esktraseluler (CES) yang berasal dari plasma dan di dalam lumen dan organ-organ
mukosa, seperti Traktus Gastrointestinal dan Traktus Respiratorius. Salah satu fungsi
terpenting antibodi adalah menghentikan mikroba yang berada pada permukaan
mukosa dan dalam datah agar tidak mendapatkan akses menuju sel-sel inang dan tidak
membentuk koloni di dalam sel serta jaringan ikat inang. Melalui cara ini, antibodi
mencegah infeksi berkembang. Antibodi tidak dapat mencapai mikroba yang hidup
dan membelah di dalam sel yang terinfeksi.2
Sel B yang berasal dari sel asal multipoten di sumsum tulang. Pada manusia
Sel B akan berdiferensiasi terjadi dalam sumsum tulang. Sel B yang dirangsang oleh
benda asing akan berproliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma
yang memproduksi antibodi. Antibodi yang di lepas dapat ditemukan dalam serum.
Fungsi utama antibodi ialah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus dan
bakteri serta menetralkan toksinnya.1
2. Imunitas Seluler
Imunitas Seluler berperan dalam pertahanan terhadap mikroba intraseluler, prosesnya
diperantai oleh sel-sel yang disebut sel limfosit T. Beberapa limfosit T mengaktivasi
fagosit untuk menghancurkan mikroba yang telah dimakan oleh sel fagosit ke dalam
vesikel intraseluler. Limfosit T lainnya membunuh berbagai jenis sel inang yang
terinfeksi mikroba infeksius di dalam sitoplasmanya. Dalam kedua kasus tersebut, sel
T mengenali antigen yang ditampilkan pada permukaan sel, yang menunjukan adanya
mikroba di dalam sel tersebut.2
Sel T berasal dari sel asal multipoten di sumsum tulang. Pada orang dewasa,
sel T dibentuk di dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di
dalam kelenjar Thymus atas pengaruh berbagai faktor asal Timus. 90-95% dari semua
sel T dalam Thymus tersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan selanjutnya
meninggalkan Thymus untuk masuk ke dalam sirkulasi.2
Faktor Timus yang disebut Timosin dapat ditentukan dalam peredaran darah
sebagai hormon asli dan dapat mempengaruhi diferensiasi sel T di perifer. Berbeda
dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa subset sel dengan fungsi yang berlainan yaitu
sel CD4+ (Th1, Th 2), CD8+ atau CTL atau Tc dan Ts atau sel Tr atau Th3. Fungsi
utama sistem imun adaptif seluler ialah pertahanan terhadap bakteri yang hidup
Intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan. Sel CD4+ mengaktifkan sel Th1 yang
selanjutnya mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba. Sel CD8+
memusnahkan sel terinfeksi.2
b) Imunitas aktif dan pasif
Imunitas adalah kemampuan tubuh manusia untuk melawan hampir semua jenis
organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dari organ tubuh. Imunitas
dibagi menjadi dua; imunitas aktif yang merupakan kemampuan tubuh seseorang
membentuk antibodi atau sel T teraktivasi sebagai respons terhadap antigen asing yang
masuk kedalam tubuh dan imunitas pasif berupa pemberian antibodi, sel T teraktivasi
atau keduanya dari darah orang lain atau dari beberapa binatang lain yang telah
mempunyai imunitas aktif.1
Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk melawan hampir semua jenis organisme
atau toksin yang cenderung merusak jaringan dari organ tubuh. Kemampuan ini disebut
dengan Imunitas, berdasarkan sumber pembentukan antibodinya, imunitas dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu imunitas aktif dan imunitas pasif.1

1. Imunitas aktif
Imunitas aktif merupakan suatu jenis imunitas atau pertahanan tubuh terhadap
patogen dimana antibodi berupa imunoglobulin dan sel T teraktivasi dibentuk di dalam
tubuh melalui berbagai proses fisiologi tubuh. Imunitas aktif dibagi menjadi dua
macam sifat, ada yang bersifat alami dan ada yang bersifat buatan.1
a) Alami
Imunitas jenis ini dihasilkan oleh sistem imun khusus yang membentuk
antibodi dan mengaktifkan limfosit yang mampu menyerang dan menghancurkan
organisasi spesifik atau toksin. Imunitas ini seringkali dapat memberikan
perlindungan yang kuat. Contohnya, imunitas yang kita peroleh setelah kita terkena
penyakit cacar secara otomatis tubuh kita akan memproduksi antibodi yang sangat
spesifik dan akan bereaksi pada serangan virus cacar selanjutnya sehingga kita tidak
terkena penyakit cacar kembali.1
b) Buatan
Imunitas jenis ini dapat dicapai dengan cara menyuntikan organisme yang telah
mati yang tidak mampu menimbulkan penyakit lagi tetapi masih mempunyai antigen
kimiawi, toksin yang telah diolah dengan bahan kimia sehingga sifat toksinnya sudah
rusak walaupun antigen yang menimbulkan imunitas tetap utuh atau dengan cara
menginfeksi seseorang dengan organisme hidup yang telah dilemahkan yang berarti
organisme ini telah ditanam dalam media biakan khusus atau ditransfer pada
serangkaian binatang sampai organisme ini cukup bermutasi, sehingga organisme ini
tidak menimbulkan penyakit tetapi masih membawa antigen spesifik yang
dibutuhkan untuk imunisasi. Tipe ini diterapkan ketika imunisasi menggunakan
vaksin yang dipakai untuk melindungi tubuh terhadap beberapa penyakit yang
disebabkan oleh bahan toksin, bakteri atau virus tertentu.1
2. Imunitas pasif
Imunitas pasif merupakan suatu imunitas dimana antibodi, sel T teraktivasi atau
keduanya terbentuk di luar tubuh seseorang yang kemudian akan dimasukan ke dalam
tubuh orang tersebut yang nantinya akan memperkuat sistem imun orang tersebut
dalam menyerang patogen yang spesifik dengan antibodi yang telah dimasukan
tersebut. Imunitas pasif terbagi menjadi dua macam, bersifat alami dan buatan.1
a) Bersifat alami
Imunitas jenis ini terjadi dari ibu kepada janin melewati plasenta dan pada bayi
yang mendapatkan ASI dari ibunya, kolostrum yang terdapat pada ASI ibu
mengandung antibodi IgA yang memberi perlindungan pada bayi yang meminum
ASI. Antibodi yang dipindahkan secara pasif biasanya diuraikan dalam waktu kurang
dari sebulan, tetapi dalam kurun waktu itu neonatus mendapatkan proteksi imun yang
penting hingga dapat secara aktif melancarkan respon imun sendiri. Kemampuan
membentuk antibodi belum berkembang hingga sekitar sebulan setelah lahir.1
b) Buatan
Imunitas pasif kadang digunakan secara klinis untuk memberi perlindungan
segera atau memperkuat resistensi terhadap mikroorganisme yang sangat ganas atau
toksin yang mematikan yang telah terpajan ke individu. Biasanya antibodi yang
diberikan diperoleh dari sumber lain yang telah dipajankan ke antigen bentuk lemah.
Hewan yang sering digunakan untuk membuat antibodi yang diambil untuk imunisasi
pasif adalah kuda atau domba. Meskipun penyuntikan serum yang mengandung
antibodi ini bermanfaat untuk menciptakan proteksi segera terhadap penyakit atau
toksin spesifik, penerima dapat membentuk respon imun terhadap antibodi yang
disuntikan itu sendiri karena antibodi tersebut adalah protein asing. Akibatnya
mungkin adalah alergik berat terhadap terapi, suatu keadaan yang disebut sebagai
serum sickness.1
c) Imunitas primer dan sekunder
1. Imunitas Primer
Respons imun primer adalah respons imun yang terjadi pada pajanan pertama
kalinya dengan antigen. Antibodi yang terbentuk pada respons imun primer
kebanyakan adalah IgM dengan titer yang lebih rendah dibanding dengan
respons imun sekunder, demikian pula daya afinitasnya. Waktu antara
antigen masuk sampai dengan timbul antibodi (lag phase) lebih lama bila
dibanding dengan respons imun sekunder.1
2. Imunitas Sekunder
Pada respons imun sekunder, antibodi yang dibentuk kebanyakan
adalah IgG, dengan titer dan afinitas yang lebih tinggi, serta fase lag lebih
pendek dibanding respons imun primer. Hal ini disebabkan sel memori
yang terbentuk pada respons imun primer akan cepat mengalami
transformasi blast, proliferasi dan diferensiasi menjadi sel plasma yang
menghasilkan antibodi. Demikian pula dengan imunitas selular, sel
limfosit T akan lebih cepat mengalami transformasi blast dan
berdiferensiasi menjadi sel T aktif sehingga lebih banyak terbentuk sel
efektor dan sel memori. Pada imunisasi, respons imun sekunder inilah
yang diharapkan akan memberi respons adekuat bila terpajan pada antigen
yang serupa kelak. Untuk mendapatkan titer antibodi yang cukup tinggi
dan mencapai nilai protektif, sifat respons imun sekunder ini diterapkan
dengan memberikan vaksinasi berulang beberapakali.1
2. Jenis sel yang berperan pada sistem imun
a. Sistem fagosit makrofag
1) Fagosit mononuklear :
 Monosit
Selama hematopoesis dalam sumsum tulang, sel progenitor granulosit/monosit
berdiferensiasi menjadi premonosit yang meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke
dalam sirkulasi untuk selanjutnya berdiferensiasi menjadi monosit matang dan berperan
dalam berbagai fungsi. Monosit berperan sebagai APC mengenal, menyerang mikroba dan
sel kanker dan juga memproduksi sitokin. Dan berperan juga dalam remodeling dan
perbaikan jaringan.2
 Makrofag
Monosit yang seterusnya hidup dalam jaringan sebagai makrofag residen ,
berbentuk khusus yang tergantung dari alat/jaringan yang di tempatinya. Makrofag
diaktifkan oleh berbagai rangsangan, dapat menangkap, memakan dan mencerna antigen
eksogen, seluruh mikroorganisme, partikel tidak larut dan bahan endogen seperti sel
pejamu yang cedera atau mati.2
2) Fagosit polimorfonuklear :
 Neutrofil
Sel pertama yang di kerahkan ke tempat bakteri masuk dan berkembang dalam
tubuh. Biasanya berada dalam sirkulasi kurang dari 7-10 jam sebelum bermigrasi ke
jaringan, dan hidup selama beberapa hari dalam jaringan. Dan mempunyai reseptor untuk
igG dan komplemen.2
 Eusinofil
Ini merupakan 2-5% dari sel darah putih orang sehat tanpa alergi. Berfungsi sebagai
fagosit. Dan berperan pada imunitas parasit dan memiliki berbagai reseptor yaitu igE.
Fungsi utama eusinofil adalah melawan infeksi parasit dan dapat juga memakan kompleks
antigen antibodi.2
3) Basofil dan sel mast :
Jumlah sel basofil yang di temukan di sirkulasi darah sangat sedikit yaitu < 0,5%
dari seluruh sel darah putih.basofil diduga dapat berfungsi sebagai fagosit. Basofil dan sel
mast di aktifkan juga melepas berbagai sitokin.2
4) Sel NK, sel Null, sel K
Limfosit terdiri dari sel B, sel T dan sel NK. Yang akhir adalah golongan limfosit
ketiga sesudah sel T dan sel B. Sel NK berkembang dari sel progenitor yang sama dari sel
B dan sel T. Sel NK dapat membunuh berbagai sel tanpa bantuan tambahan untuk
aktivasinya.di semua bagian tubuh sel null hanya hidup 5-6 hari.2
5) Sel Dentritik
Sel ini berfungsi sebagai APC yang berperan awal pengenala protein asing,
mengawali respon imunitas selular dan humoral yang mengaktifkan sel T naif, Th, CTL,
dan sel B. Berfungsi dalam pengenalan antigen, mengikat antigen, mengolah dan
mempresentasikan antigen ke sel T/ sel B.2

Gambar 2.1 Sel-sel utama sistem imun.2

a. Leukosit
Leukosit (sel darah putih atau SDP) adalah unit yang dapat bergerak pada sistem
pertahanan imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh untukmenahan atau
menyingkirkan benda asing atau sel abnormal yang berpotensi merugikan. Leukosit dan
turunan-turunannya, bersama dengan berbagai protein plasma, membentuk sistem imun,
suatu sistem pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau menetralkan
benda-benda dalam tubuh yang asing bagi "individu normal". Secara spesifik, sistem imun
(1) mempertahankan tubuh dari invasi mikroorganisme penyebab penyakit (misalnya,
bakteri dan virus); (2) berfungsi membersihkan sel-sel tua (misalnya, sel darah merah yang
sudah tua) dan sisa jaringan (misalnya, jaringan yang rusak akibat trauma atau penyakit),
menyediakan jalan bagi penyembuhan luka dan perbaikan jaringan; dan 3) mengidentifikasi
dan menghancurkan sel kanker yang timbul di tubuh. Untuk melaksanakan fungsinya,
leukosit umumnya menggunakan strategi "cari dan hancurkan"—yaitu, sel-sel ini pergi ke
tempat invasi atau kerusakan jaringan. Penyebab utama leukosit berada di dalam darah
adalah agar cepat diangkut dari tempat produksi atau penyimpanannya ke tempat mereka
dibutuhkan. Tidak seperti eritrosit, leukosit mampu keluar dari darah dengan bergerak
menyerupai amuba, untuk menggeliat masuk ke pori kapiler yang sempit dan merangkak ke
area yang dituju.2
Akibatnya, sel efektor sistem imun tersebar luas di seluruh tubuh dan dapat
mempertahankan diri di lokasi manapun. Karena itu, kami memperkenalkan leukosit-
leukosit spesifik dalam darah untuk menuntaskan pembahasan tentang darah, tetapi
menyisakan pembahasan lebih terperinci tentang fungsi fagositik dan imunologik sel ini,
yang terutama berlangsung di jaringan. Terdapat lima jenis leukosit. Leukosit tidak
memiliki hemoglobin (berbeda dengan eritrosit) sehingga tidak berwarna (yaitu, "putih")
kecuali jika secara spesifik diwarnai agar dapat dilihat dengan mikroskop. Tidak seperti
eritrosit, yang memiliki struktur seragam, fungsi identik, dan jumlah yang konstan, leukosit
bervariasi dalam struktur, fungsi, dan jumlah. Di dalam darah terdapat lima jenis leukosit
yang berbeda—neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit—masing-masing dengan
struktur dan fungsi khas tersendiri. Sel-sel ini agak lebih besar daripada eritrosit.2
Kelima jenis leukosit masuk kedua kategori utama, bergantung pada gambaran
nukleus dan ada tidaknya granula di dalam sitoplasmanya jika dilihat di bawah mikroskop.
Neutrofil, eosinofil, dan basofil dikategorikan sebagai granulosit (berarti "sel yang
mengandung granula") polimorfonukleus (berarti "bentuk inti beragam"). Inti selsel ini
tersegmentasi menjadi beberapa lobus dengan bentuk bervariasi dan sitoplasmanya
mengandung banyak granula yang terbungkus membran. Granula mengandung senyawa
kimia tersimpan yang belum diubah yang dilepaskan oleh eksositosis pada stimulasi yang
sesuai untuk melaksanakan fungsi granulosit. Ketiga jenis granulosit dibedakan berdasarkan
afinitas granula mereka terhadap zat warna: eosinofil memiliki afinitas terhadap pewarna
merah eosin, basofil cenderung menyerap pewarna biru basa, dan neutrofil bersifat netral,
tidak menunjukkan preferensi warna. Monosit dan limfosit dikenal sebagai agranulosit
(berarti "sel yang tidak memiliki granula") mononukleus (berarti "satu inti"). Keduanya
memiliki satu nukleus besar yang tidak bersegmen dan sedikit granula. Monosit lebih besar
daripada limfosit dan memiliki nukleus berbentuk oval atau seperti ginjal. Limfosit, leukosit
yang paling kecil, secara khas memiliki nukleus bulat besar yang menempati sebagian besar
sel.2
Fungsi dan Usia Leukosit; Berikut ini adalah fungsi dan masa hidup dari granulosit:2
Neutrofil adalah spesialis fagositik, sel-sel ini menelan dan menghancurkan bakteri
secara intraseluler. Selain itu, neutrofil juga dapat bertindak sebagai "bom bunuh diri".
Neutrofil dapat menjalankan suatu tipe kematian sel terprogram yang tidak lazim yang
disebut NETosis yang menggunakan materi seluler penting untuk mempersiapkan suatu
jaringan serat yang disebut neutrophil extracellular trap (NET) yang dilepaskan ke CES
pada saat kematiannya. Serat serat ini, yang terdiri dari protein-protein granulasi dari
sitoplasma neutrofil dan kromatin dari nukleusnya, berikatan dengan bakteri dan
mengandung senyawa kimia pembasmi bakteri, memungkinkan NET untuk menjebak dan
menghancurkan bakteri secara ekstraseluler. Netrofil selalu menjadi pertahanan pertama
terhadap invasi bakteri. Selanjutnya, mereka melakukan pembersihan debris. Seperti dapat
diduga dari fungsifungsi tersebut, peningkatan neutrofil darah (neutrofilia) biasanya
menyertai infeksi bakteri akut. Pada kenyataannya, hitung jenis SDP (suatu penentuan
proporsi tiap-tiap jenis leukosit yang ada) dapat bermanfaat dalam membuat perkiraan yang
akurat dan segera mengenai apakah suatu infeksi, misalnya pneumonia atau meningitis,
disebabkan oleh bakteri atau virus. Jawaban definitif tentang mikroba penyebab dengan
membiakkan sampel cairan jaringan yang terinfeksi memerlukan waktu beberapa hari.
Karena peningkatan hitung neutrofil sangat mengindikasikan infeksi bakteri, terapi antibiotik
sudah dapat diberikan jauh sebelum mikroba penyebab diketahui secara pasti. (Bakteri
biasanya mati dengan pemberian antibiotik sedangkan virus tidak.) 2
Eosinofil adalah spesialis jenis lain. Peningkatan eosinofil dalam darah (eosinofilia)
berkaitan dengan keadaan alergik (misalnya asma dan hay fever) dan dengan infestasi parasit
internal (misalnya cacing). Eosinofil jelas tidak dapat menelan parasit cacing yang
ukurannya jauh lebih besar tetapi sel ini melekat ke cacing dan mengeluarkan bahan-bahan
yang me-matikannya.2
Basofil adalah leukosit yang paling sedikit dan paling kurang dipahami. Sel ini secara
struktur dan fungsi cukup mirip dengan set mast, yang tidak pernah beredar dalamdarah,
tetapi tersebar di jaringan ikat di seluruh tubuh. Baik basofil maupun sel mast menyintesis
dan menyimpan histamin dan heparin, yaitu bahan kimia poten yang dapat dibebaskan jika
terdapat rangsangan yang sesuai. Pelepasan histamin merupakan hal yang penting dalam
reaksi alergik, sedangkan heparin mempercepat pembersihan partikel lemak dari darah
setelah kita makan makanan berlemak. Heparin juga dapat mencegah pembekuan (koagulasi)
sampel darah yang diambil untuk analisis klinis dan digunakan secara luas sebagai obat
antikoagulan tetapi masih diperdebatkan apakah heparin berperan secara fisiologis dalam
mencegah pembekuan. Setelah dibebaskan ke dalam darah dari sumsum tulang, granulosit
biasanya tetap berada di dalam darah selama kurang dari sehari sebelum meninggalkan
pembuluh darah untuk masuk ke jaringan, tempat sel-sel ini bertahan hidup tiga hingga
empat hari lagi kecuali jika mereka mati lebih dulu akibat menjalankan tugas. Sebagai
perbandingan, fungsi dan usia agranulosit adalah sebagai berikut. Monosit, seperti neutrofil,
berkembang menjadi fagosit profesional. Sel-sel ini muncul dari sumsum tulang selagi masih
belum matang dan beredar hanya satu atau dua hari sebelum menetap di berbagai jaringan di
seluruh tubuh. Di tempat barunya, sel-sel ini melanjutkan pematangan dan menjadi sangat
besar, berubah menjadi fagosit jaringan besar yang dikenal sebagai makrofag (makro berarti
"besar"; faga berarti "pemakan"). Usia makrofag dapat berkisar dari bulanan hingga tahunan
kecuali jika sel ini hancur lebih dulu selagi menjalankan tugas fagositiknya. Sebuah sel
fagositik hanya dapat menelan benda asing dalam jumlah terbatas sebelum akhirnya mati.2
Limfosit telah diprogram secara spesifik untuk membentuk pertahanan imun terhadap
sasaran-sasaran mereka. Terdapat dua jenis limfosit, limfosit B dan limfosit T (sel B dan T).
yang terlihat serupa. Limfosit B menghasilkan antibodi, yang beredar dalam darah dan
bertanggung jawab dalam imunitas humoral, atau yang diperantarai oleh antibodi. Suatu
antibodi berikatan dengan benda acing yang mengan dung antigenspesifik, misalnya bakteri,
yang memicu produksi antibodi tersebut dan menandainya untuk dihancurkan. Limfosit T
tidak memproduksi antibodi; sel ini secara langsung menghancurkan sel sasaran spesifiknya
dengan mengeluarkan beragam zat kimia yang melubangi sel korban, suatu proses yang
dinamai imunitas selular. Sel sasaran sel T mencakup sel tubuh yang dimasuki oleh virus dan
sel kanker. Limfosit hidup sekitar 100 hingga 300 hari. Setiap saat hanya terdapat sebagian
kecil dari limfosit total yang berada di dalam darah. Sebagian besar secara terus-menerus
terdaur-ulang antara jaringan limfoid, limfe, dan darah, hanya menghabiskan waktu beberapa
jam di dalam darah. Jaringan limfoid adalah jaringan yang mengandung limfosit seperti
tonsil dan kelenjar limfe.3
Gambar 2.2 Elemen sel darah normal dan hitung sel darah manusia.2

3. Mekanisme pertahanan imun spesifik dan non spesifik


a) Respon imun alamiah didapat

Gambar 3.1. Imunitas alamiah dan adaptif.1


Imunitas merupakan resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel,
molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun.
Sistem imun terbagi menjadi dua yaitu sistem imun non-spesifik/innate dan sistem imun
spesifik/adaptive (Gambar 3.1).1
1) Imunitas alami atau non-spesifik

Gambar 3.2. Imunitas non-spesifik.1


Sistem imun non-spesifik selalu ada pada individu-individu sehat (Gambar 7.2), dan
disiapkan untuk menghambat masuknya mikroba dan untuk mengeliminasi mikroba yang
berhasil memasuki jaringan inang (host) secara cepat.Sistem imun non-spesifik
mempunyai 4 pertahanan:1
a) Pertahanan Fisik/Mekanik
Pertahanan fisik dapat berupa kulit, lapisan mukosa/lendir, silia atau rambut pada
saluran napas, mekanisme batuk dan bersin merupakan garis pertahanan terdepan
terhadap infeksi. Pertahanan fisik ini umumnya melindungi tubuh dari penyakit yang
berasal dari lingkungan atau luar tubuh.1
b) Pertahanan Biokimia
Pertahanan biokimia ini adalah pertahanan yang berupa zat-zat kimia yang akan
menangani mikroba yang lolos dari pertahanan fisik. Pertahanan ini dapat berupa pH
asam dan lisozim yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat, asam lambung yang
diproduksi oleh lambung, air susu ibu, dan saliva melindungi tubuh dari berbagai
kuman gram-positif yang mampu menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding
bakteri. Laktooksidase dan asam neuraminik pada air susu ibu juga sebagai
antibakterial terhadap E.coli dan stafilokokus. Pada saliva terdapat enzim yang
seperti laktooksidasi berfungsi menghancurkan dinding sel mikroba dan
menimbulkan kebocoran sitoplasma dan juga mengandung antibodi serta komplemen
yang dapat berfungsi sebagai opsosin dalam lisis sel mikroba.1
Asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik, antibodi dan empedu
dalam usus halus mampu menciptakan suasana asam sebagai pencegahan infeksi. PH
rendah pada vagina, spermin pada semen dan pada jaringan lainpun untuk
antibakterial. Pembilasan oleh urin dapat menyingkirkan kuman patogen. Laktoferin
dan transferin pada serum mengikat besi yang sebagai metabolit esensial hidup
mikroba. Bahan yang disekresi mukosa saluran napas dan telinga mampu membunuh
patogen.1
c) Pertahanan Humoral
Pertahanan ini disebut humoral karena melibatkan molekul-molekul yang larut
unutk melawan mikroba. Biasanya molekul yang bekerja adalah molekul yang berada
di sekitar daerah yang dilalui oleh mikroba.1
(1) Komplemen
Berbagai bahan dalam sirkulasi seperti lektin, interferon, C-Reactive Protein
(CRP) dan komplemen berperan dalam pertahanan humoral, dan komplemen
rusak pada pemanasan 56oC selama 30 menit.1
Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan
memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respons inflamasi.
Komplemen berperan sebagai opsosin yang meningkatkan fagositosis, sebagai
faktor kemotaktik dan juga menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit.
Antibodi dengan bantuan komplemen dapat menghancurkan membran lapisan
Lipopolysaccharide (LPS). Bila LPS menjadi lemah, mukopeptida dalam serum
dapat menghancurkan lapisan mukopeptida.1
(2) Protein Fase Akut
Selama fase ini, terjadi perubahan kadar beberapa protein dalam serum
disebut APP, dan protein yang meningkat atau menurun selama fase akut
disebut APRP yang sebagai pertahanan dini.1
a) C-Reactive Protein
b) Jika terjadi infeksi akut akan meningkat sebagai respons imunitas nonspesifik.
Sebagai opsosin, CRP mengikat berbagai mikroorganisme, protein C
pneumokok yang membentuk kompleks jaluk klasik. Dalam hal ini CRP
dengan bantuan Ca++ dapat menikat berbagai molekul antara lain fosforilokilin
pada permukaan bakteri/jamur.1
c) Lektin
d) Merupakan molekul larut dalam plasma yang dapat mengikat manan/manosa
dalam polisakarida, yang merupakan permukaan banyak bakteri seperti galur
pneumokok dan banyak mikroba. Lektin berperan sebagai opsosin,
mengaktifkan komplemen.1

e) Protein fase akut lain


f) Protein fase akut lain adalah α1-anti-tripsin, amiloid serum A, haptoglobin, C9,
faktor B dan fibrinogen yang juga berperan pada peningkatan laju endap darah
akibat infeksi, namun dibentuk jauh lebih lambat dibanding dengan CRP.1
(3) Mediator asal fosfolipid
Metabolisme fosfolipid diperlukan untuk produksi PG dan LTR. Keduanya
meningkatkan respons inflamasi melalui peningkatan permeabelitas vaskular
dan vasodilatasi.1
(4) Sitokin IL-1, IL-6, TNF-α
Selama terjadi infeksi, produk bakteri seperti LPS mengaktifkan makrofag dan
sel lain untuk memproduksi dan mengeluarkan berbagai sitokin seperti IL-1 yang
akan mengeluarkan pirogen endogen, TNF-α dan IL-6, dan hal ini akan berkaitan
dengan demam.1
d) Pertahanan Selular
Pertahanan ini melibatkan sel-sel sistem imun dalam melawan mikroba. Sel-sel
tersebut ada yang ditemukan pada sirkulasi darah dan ada juga yang di jaringan.
Neutrofil, Basofil, Eusinofil, Monosit, dan sel NK adalah sel sistem imun non-
spesifik yang biasa ditemukan pada sirkulasi darah. Sedangkan sel yang biasa
ditemukan pada jaringan adalah sel Mast, Makrofag dan sel NK (Gambar 7.3).1

Gambar 3.3. Imunitas tingkat seluler


1. Imunitas adaptif atau spesifik
Berbeda dengan sistem imun non spesifik, sistem imun spesifik mempunyai
kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing
yang pertama kali terpenjan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik.
Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh
untuk kedua kali akan akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Oleh
karena itu sistem tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang
berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun
nonspesifik. Namun pada umunya terjalin kerjasama yang baik antara sistem imun
nonspesifik dan spesifik seperti antara komplemen– fagosit–antibodi dan antara
makrofag sel T.1
Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem seluler. Pada
imunitas humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraselular.
Pada imunitas seluler, sel T mengaktifkan makrofag sebagai efektor untuk
menghancurkan mikroba atau mengaktifkan sel TCT/Tc sebagai efektor yang
menghancurkan sel terinfeksi.1
a) Sistem Imun Spesifik Humoral
Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel
B. Humoral berarti cairan tubuh. Sel B berasal dari sel asal multipoten di sumsum
tulang. Pada unggas, sel yang disebut bursal cell atau sel B akan berdiferensiasi
menjadi sel B yang matang dalam alat yang disebut bursa fabricius yang terletak
dekat kloaka. Pada manusia diferensiasi tersebut terjadi dalam sumsum tulang.1
Sel B yang dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi, berdiferensiasi
dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Antibodi yang
dilapas dapat ditemukan dalam serum. Fungsi utama antibodi adalah pertahanan
terhadap infeksi ekstraseluler, virus dan bakteri serta menetralkan toksinnya.1
b) Sistem Imun Spesifik Seluler
Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik seluler. Sel tersebut juga
berasal dari sel asal yang sama seperti sel B. pada orang dewasa, sel T dibentuk di
dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi didalam kelenjar
timus atas pengaruh berbagai faktor asal timus. 90 - 95 % dari semua sel T dalam
timus tersebut mati dan hanya 5 – 10 % menjadi matang dan selanjutnya
meninggalkan timus untuk masuk kedalam sirkulasi.1
Faktor timus yang disebut timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah
sebagai hormone asli dan dapat mempengaruhi diferensiasi sel T di perifer. Berbeda
dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa subset sel dengan fungsi yang berlainan
yaitu sel CD4+ (Th1, Th2), CD8+ atau CTL atau Tc dan Ts atau sel Tr atau Th3.
Fungi utama sistem imun spesifik seluler ialah pertahanan terhadap bakteri yang
hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan. Sel CD4+ mengaktifkan sel
Th1 yang selanjutnya mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba. Sel
CD8+ memusnahkan sel terinfeksi.1
Tabel 3.1. perbedaan antara imunitas alamiah dan
adaptif.1

4. Mekanisme imunologi vaksinasi

Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif
terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh
organisme alami atau “liar”. Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah
dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme
mati atau hasil- hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dll). Vaksin
akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap
serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa
membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel degeneratif (kanker).5,6
Pemberian vaksin diberikan untuk merangsang sistem imunologi tubuh untuk
membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit
yang dapat dicegah dengan vaksin. Ada beberapa jenis vaksin. Namun, apapun jenisnya
tujuannya sama, yaitu menstimulasi reaksi kekebalan tanpa menimbulkan penyakit.
Keberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor:5,6
1) Status imun individu
Adanya antibodi spesifik pada individu terhadap vaksin yang diberikan akan
mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa fetus
mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi campak
diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan memberikan
hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu (ASI) yang mengandung
IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan vaksinasi
polio yang dlberikan secara oral. Tetapi umumnya kadar sIgA terhadap virus polio
pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan. sIgA polio sudah
tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi
terdapat pada kolostrum. Karena itu bila vaksinasi polio secara oral diberikan pada
masa kadar sIgA polio ASI masih tinggi, hendaknya ASI jangan diberikan dahulu 2
jam sebelum dan sesudah vaksinasi.5,6
Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus
fungsi makrofag masih kurang, terutama fungsi mempresentasikan antigen karena
ekspresi HLA masih kurang pada permukaannya, selain deformabilitas membran serta
respons kemotaktik yang masih kurang. Kadar komplemen dan aktivitas opsonin
komplemen masih rendah, demikian pula aktivitas kemotaktik serta daya lisisnya.
Fungsi sel Ts relatif lebih menonjol dibanding pada bayi atau anak karena memang
fungsi imun pada masa intrauterin lebih ditekankan pada toleransi, dan hal ini masih
terlihat pada bayi baru lahir. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu
masih kurang. Vaksinasi pada neonatus akan memberikan hasil yang kurang
dibanding pada anak, karena itu vaksinasi sebaiknya ditunda sampai bayi berumur 2
bulan atau lebih. Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang
mendapat obat imunosupresan, atau menderita defisiensi imun kongenital, atau
menderita penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit
keganasan, juga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi, bahkan adanya
defisiensi imun merupakan indikasi kontra pemberian vaksin hidup karena dapat
menimbulkan penyakit pada individu tersebut.5,6
2) Faktor genetik
Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik.
Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan
rendah terhadap antigen tertentu. Hal tersebut dapat memberikan respons rendah
terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain tinggi sehingga mungkin
ditemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%. Faktor genetik dalam respons
imun dapat berperan melalui gen yang berada pada kompleks MHC dengan non-
MHC. Peranfaktor genetik dalam respons imun terlihat pada peran gen yang berada
pada kompleks MHC maupun gen non-MHC. Peran gen non-MHC tampak pada
berbagai penyakit defisiensi imun yang terkait dengan gen lertentu, seperti
agamaglobulinemia.5,6
3) Kualitas dan kuantitas vaksin
Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa
sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung
antigenesitasnya. Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan
keberhasilan vaksinasinya seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian, ajuvan
yang dipergunakan, dan jenis vaksin. Jenis-jenis vaksin:5,6
a) Live attenuated vaccine
Vaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau virus yang sudah dilemahkan daya
virulensinya dengan cara kultur dan perlakuan yang berulang-ulang, namun masih
mampu menimbulkan reaksi imunologi yang mirip dengan infeksi alamiah. Contoh
live attenuated vaccine: vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin
demam tifoid, vaksin campak, gondongan, dan cacar air (varicella). Sifat live
attenuated vaccine, yaitu :5,6
(1) Vaksin dapat tumbuh dan berkembang biak sampai menimbulkan respon imun
sehingga diberikan dalam bentuk dosis kecil antigen.
(2) Respon imun yang diberikan mirip dengan infeksi alamiah, tidak perlu dosis
berganda.
(3) Dipengaruhi oleh circulating antibodi sehingga ada efek netralisasi jika waktu
pemberiannya tidak tepat.
(4) Vaksin virus hidup dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik.
(5) Dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah.
(6) Mempunyai kemampuan proteksi jangka panjang dengan keefektivan mencapai
95%.
(7) Virus yang telah dilemahkan dapat bereplikasi di dalam tubuh, meningkatkan dosis
asli dan berperan sebagai imunisasi ulangan.5
b) Inactivated vaccine (Killed vaccine)
Vaksin dibuat dari bakteri atau virus yang dimatikan dengan zat kimia
(formaldehid) atau dengan pemanasan, dapat berupa seluruh bagian dari bakteri atau
virus, atau bagian dari bakteri atau virus atau toksoidnya saja. Contoh Inactivated
vaccine: vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia
pneumokokal, vaksin kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid. Sifat
inactivated vaccine, yaitu:5,6
(1) Vaksin tidak dapat hidup sehingga seluruh dosis antigen dapat dimasukkan dalam
bentuk antigen.
(2) Respon imun yang timbul sebagian besar adalah humoral dan hanya sedikit atau
tidak menimbulkan imunitas seluler.
(3) Titer antibodi dapat menurun setelah beberapa waktu sehingga diperlukan dosis
ulangan, dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif tetapi hanya memacu
dan menyiapkan sistem imun, respon imun protektif baru muncul setelah dosis
kedua dan ketiga.
(4) Tidak dipengaruhi oleh circulating antibody.
(5) Vaksin tidak dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik.
(6) Tidak dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah.5
c) Vaksin Toksoid
Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang menimbulkan penyakit
dengan memasukkan racun dilemahkan ke dalam aliran darah. Bahan bersifat
imunogenik yang dibuat dari toksin kuman.
Hasil pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai natural
fluid plain toxoid yang mampu merangsang terbentuknya antibodi
antitoksin. Imunisasi bakteri toksoid efektif selama satu tahun. Bahan
ajuvan digunakan untuk memperlama rangsangan antigenik dan
meningkatkan imunogenesitasnya. Contoh: Vaksin Difteri dan
Tetanus.5,6
d) Vaksin Aselular dan Subunit
Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dalam virus atau bakteri
dengan melakukan kloning dari gen virus atau bakteri melalui
rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin antiidiotipe.
Contoh: vaksin hepatitis B, Vaksin hemofilus influenza tipe b (Hib)
dan vaksin Influenza.5,6
e) Vaksin Idiotipe
Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment
antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B
mengandung asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau
determinan idiotipe yang dapat bertindak sebagai antigen. Vaksin ini
dapat menghambat pertumbuhan virus melalui netralisasai dan
pemblokiran terhadap reseptor pre sel B.5,6
f) Vaksin Rekombinan
Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus
dalam jumlah besar. Gen virus yang diinginkan diekspresikan dalam sel
prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri
E.coli, yeast, dan baculovirus. Dengan teknologi DNA rekombinan
selain dihasilkan vaksin protein juga dihasilkan vaksin DNA.
Penggunaan virus sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen
pelindung dari virus lainnya, misalnya gen untuk antigen dari berbagai
virus disatukan ke dalam genom dari virus vaksinia dan imunisasi
hewan dengan vaksin bervektor ini menghasilkan respon antibodi yang
baik. Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop
organisme yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui
isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.5,6
g) Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)

Vaksin dengan pendekatan baru dalam teknologi vaksin yang


memiliki potensi dalam menginduksi imunitas seluler. Dalam vaksin
DNA gen tertentu dari mikroba diklon ke dalam suatu plasmid bakteri
yang direkayasa untuk meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan ke
dalam sel mamalia. Setelah disuntikkan DNA plasmid akan menetap
dalam nukleus sebagai episom, tidak berintegrasi kedalam DNA sel
(kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang dikodenya. Selain
itu vektor plasmid mengandung sekuens nukleotida yang bersifat
imunostimulan yang akan menginduksi imunitas seluler. Vaksin ini
berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigenyang
patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan penelitian. Hasil
akhir penelitian pada binatang percobaan menunjukkan bahwa vaksin
DNA (virus dan bakteri) merangsang respon humoral dan selular yang
cukup kuat, sedangkan penelitian klinis pada manusia saat ini sedang
dilakukan.5,6
a) Imunisasi pada anak
Pada dasarnya, secara alami ketika dilahirkan, kita sudah memiliki
kekebalan atau imunias terhadap berbagai jenis serangan atau kehadiran
zat asing yang masuk dalam tubuh. Kekebalan ini merupakan imunitas
yang diterima dari ibu yang mengandung kita, yang dikenal sebagai
maternal antibody. Maternal antibodi adalah kekebalan pasif pada bayi
yang diterima dari ibunya. Kekebalan pasif ini memberi perlindungan
terhadap penyakit infeksi, tetapi perlindungan yang ditimbulkan bersifat
sementara. Kadar antibodi akan berkurang setelah beberapa minggu atau
bulan, dan penerima tidak lagi kebal terhadap penyakit tersebut. Proses
transformasi antibodi ini berlangsung melalui plasenta ketika usia
kandungan pada 1 s/d 2 bulan di akhir masa kehamilan, sehingga seorang
bayi akan mempunyai antibodi seperti ibunya. Maternal Antibodi yang
diterima dari ibu mulai menurun pada usia 2 bulan dan terus berangsur-
angsur menurun sampai empat bulan. Dengan semakin menurunnya
maternal antibody pada bayi, kemudian diperlukan proses imunisasi.
Respons imun dapat dipengaruhi oleh maternal antibodi, sifat dan dosis
antigen, jenis antigen, cara pemberian, jadwal pemberian, ajuvan,
pengawet, serta antibiotik yang ada di dalam vaksin. Juga pengaruh
faktor penerima, seperti faktor genetik, jenis kelamin, umur, status gizi
dan peyakit lain yang menyertai dan dapat mempengaruhi sistem
kekebalan.6
Program imunisasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi
penduduk terhadap penyakit tertentu. Program imunisasi diberikan
kepada populasi yang dianggap rentan terjangkit penyakit menular, yaitu
bayi, anak usia sekolah, wanita usia subur, dan ibu hamil. Setiap bayi
wajib mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) yang terdiri dari:
1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3 dosis hepatitis B, dan 1 dosis
campak. Dari kelima imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut,
campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih yang
dibuktikan dengan komitmen Indonesia pada lingkup ASEAN dan
SEARO untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar
90%. Hal ini terkait dengan realita bahwa campak adalah salah satu
penyebab utama kematian pada balita. Pencegahan campak memiliki
peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita.6
Pemberian vaksin hepatitis B diberikan pada bayi usia 0-7 jam
dikarenakan vaksin hepatitis B sebagai pemutus penularan hepatitis B
dari ibu ke anak.6
Pemberian vaksin BCG (Bacille Calmette Guerrin) dilakukan satu
kali pemberian Vaksin BCG pada anak usia 0-1 bulan untuk melindungi
tubuh anak- anak dari penyakit TB (Tuberkulosis) dan mencegah
perkembangan penyakit jika terinfeksi penyakit TB. Efek simpang BCG
dimana terdapat benjolan merah selama seminggu setelah melakukan
vaksinasi BCG.6
Pemberian vaksin difteri, pertusis, tetanus (DPT) dilakukan pada
anak sebanyak 3 kali, pertama kali pada pada usia 2 bulan dengan jarak 1
bulan bertujuan untuk mendapatkan perlindungan tubuh dari paparan
penyakit yang dapat menurunkan derajat kesehatan bahkan menyebabkan
kematian anak.6
Pemberian HB (Hepatitis B) pada bayi dilakukan bersama-sama
dengan DPT dan Hib secara efektif dan efisien sebanyak tiga kali dalam
imunisasi dasar. Tujuan pemberian vaksin HB yaitu untuk melindungi
tubuh dari infeksi hati pada anak-anak yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B.6
Pemberian Hib (Haemophillus Influenza type B) dilakukan agar
tubuh dapat membentuk kekebalan dalam melawan penyakit meningitis
(radang otak) dan pneumonia (radang paru-paru) terutama pada anak-
anak yang rentan terinfeksi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
Haemophilus influenza tipe B. Penyakit Hib menular melalui percikan
melalui bersin dan batuk secara langsung atau melalui benda yang
terkontaminasi oleh bakteri Haemophillus tipe B.6
Pemberian vaksin polio melalui cara diteteskan secara oral sebanyak
4 kali, pertama kali dilakukan pada usia 0-1 bulan secara oral/tetes.
Vaksin ini bertujuan untuk melindungi tubuh dari penyakit poliomelitis
yang dapat menyebabkan timbulnya kelumpuhan. Penyakit ini belum
ditemukan obatnya sehingga tindakan vaksinasi polio pada anak-anak
merupakan upaya pencegahannya.6
Pemberian vaksin campak yang dilakukan sebanyak 1 kali pada usia
9-11 bulan dan vaksin campak tambahan juga akan didapatkan pada
balita usia 18-24 bulan. Pemberian vaksin bertujuan untuk mencegah
terjadinya campak. Tidak jarang campak dialami dengan disertai
penyakit komplikasi bahkan dapat menyebabkan kematian. Komplikasi
campak yang sering terjadi meliputi: pneumonia dan meningitis dimana
lebih banyak menyerang bayi dan balita.6
b) Imunisasi pada usia dewasa dan usia lanjut
1. Imunisasi pada usia dewasa diberikan sebagai bentuk imunisasi
ulangan.
2. Imunisasi yang dapat diberikan pada usia dewasa diantaranya,
imuniasasi tetanus, HPV, Typhoid, Influenza.
3. Imunisai pada usia lanjut diberikan pada usia di atas 60 tahun karena
terjadi penurunan respon imun yang sekunder.
4. Imunisasi yang dapat diberikan pada usia lanjut: vaksin influenza.7

5. Mekanisme reaksi dan pembetukan antigen dan antibody


A. Antigen
Sel B dan T harus mampu secara spesifik mengenali sel atau bahan lain
yang tidak diinginkan untuk dihancurkan karena berbeda dari sel normal tubuh
sendiri. Keberadaan antigen memungkinkan limfo-sit melakukan pembedaan
tersebut. Ingat kembali bahwa antigen adalah molekul asing berukuran besar dan
unik yang memicu respons imun spesifik terhadap dirinya sendiri, seperti
pembentukan antibodi yang menyebabkan penghancuran antigen, jika antigen
tersebut masuk ke dalam tubuh (antigen berarti antibodi generator, meskipun
beberapa antigen memicu respons imunitas selular dan bukan pembentukan
antibodi). Secara umum, semakin kompleks suatu molekul, semakin besar
antigenisitasnya. Protein asing adalah antigen yang paling umum karena ukuran
dan kompleksitasnya meskipun makromolekul lain, seperti polisakarida berukuran
besar (karbohidrat) dan lipid (lemak), juga dapat berfungsi sebagai antigen.
Antigen dapat ada sebagai molekul tersendiri, misalnya toksin bakteri, atau
merupakan bagian integral dari suatu struktur multimolekul, misalnya antigen di
permukaaan suatu mikroba asing.5,6
Antigen adalah molekul besar yang kompleks. Sebagian besar antigen
merupakan protein. Walaupun demikian, asam nukleat, lipoprotein, glikoprotein,
dan polisakarida besar tertentu juga dapat berfungsi sebagi antigen. Antigen
lengkap biasanya memiliki berat molekul 10.000 dalton atau lebih, tetapi molekul
besar yang memiliki subunit-subunit berulang sederhana-misalnya selulosa dan
sebagian besar plastik-biasanya tidak bersifat antigenik. Hal ini menjadi penyebab
mengapa bahan plastik dapat digunakan pada sendi atau katup jantung buatan.
Bahan lebih kecil yang memiliki reaktivitas, tetapi tanpa imunogenitas disebut
hapten (=menggenggam). Sebuah hapten dapat merangsang respon imun hanya jika
melekat ke molekul pembawa yang lebih besar. Salah satu contoh adalah toksin
lemak kecil pada poison ivy, yang memicu respons imun setelah berikatan dengan
suatu protein yang memicu respons imun setelah berikatan dengan suatu protein
tubuh. Dengan demikian, sebagian obat, misalnya penisilin, dapat berikatan dengan
protein di tubuh untuk membentuk kompleks imunogenik. Respon imun yang
dirangsang oleh hapten ini berperan dalam beberapa reaksi alergik terhadap obat
dan bahan lain di lingkungan.5
Biasanya antigen adalah bahan asing; bahan ini biasanya bukan merupakan
bagian dari jaringan tubuh. Walaupun demikian, terkadang sistem imun gagal
membedakan antara “teman” (diri) dari “musuh” (bukan-diri). Akibatnya adalah
penyakit autoimun yaitu molekul atau sel tubuh sendiri diserang seolah-olah benda
asing.6

b. Antibodi
Pembentukan Antibodi oleh Sel Plasma. Sebelum terpajandengan antigen
yang spesifik, klon limfosit B tetap dalam keadaan tidak aktif (dorman) di dalam
jaringan limfoid. Bila ada antigenasing yang masuk, makrofag dalam jaringan
limfoid akan memfagositosis antigen dan kemudian membawanya ke limfositB di
dekatnya. Selain itu, antigen tersebut juga dapat dibawa ke selT pada saat yang
bersamaan, dan terbentuk sel T pembantu yangteraktivasi. Sel pembantu ini juga
berperan dalam aktivasi hebatlimfosit B, yang akan kita bicarakan secara lebih
lengkap nanti.Limfosit B yang bersifat spesifik terhadap antigen segeramembesar
dan tampak seperti gambaran limfoblas. Beberapalimfoblas berdiferensiasi lebih
lanjut untuk membentuk plasmablas,yang merupakan prekursor sel plasma. Dalam
plasmablas ini, sitoplasma meluas dan retikulum endoplasma kasar
akanberproliferasi dengan cepat. Sel-sel ini kemudian mulaimembelah dengan
kecepatan satu kali setiap 10 jam, sampaisekitar sembilan pembelahan, sehingga
dari satu plasmablas dapatterbentuk kira-kira 500 sel dalam waktu 4 hari. Sel
plasma yangmatang kemudian menghasilkan antibodi gamma globulin dengan
kecepatan tinggi kira-kira 2.000 molekul per detik untuksetiap sel plasma.
Kemudian, antibodi disekresikan ke dalamcairan limfe dan diangkut ke sirkulasi
darah. Proses ini berlanjutterus selama beberapa hari atau beberapa minggu sampai
selplasma akhirnya kelelahan dan mati.5
Sistem Komplemen pada Kerja Antibodi
"Komplemen" merupakan istilah gabungan untuk menggambarkan suatu
sistem yang terdiri atas kira-kira 20 protein, yang kebanyakan merupakan prekursor
enzim. Pemeran utama dalam sistem ini adalah 11 protein yang ditandai dengan Cl
sampai C9,B, dan D. Biasanya, semua protein ini ada di antara protein-protein
plasma dalam darah dan juga ada di antara protein-protein yang bocor keluar
dari kapiler masuk ke dalam ruang jaringan. Biasanya prekursor enzim ini bersifat
inaktif, namun dapat diaktifkan terutama oleh jalur klasik.5

Gambar 5.1 Kaskade reaksi selama aktivasi komplemen pada jalur klasik.5
terbuka, atau "diaktifkan: dan bagian ini kemudian langsung berikatan dengan
molekul Cl dari sistem komplemen, memulai pergerakan "kaskade" rangkaian
reaksi, yang diawali dengan pengaktifan proenzim Cl itusendiri. Enzim Cl yang
terbentuk kemudian mengaktifkan penambahan jumlah enzim secara berturut-turut
pada tahap sistem berikutnya, sehingga dari awal yang kecil, terjadilah
reaksi"penguatan" yang sangat besar. Di sebelah kanan gambar tersebut tampak
terbentuk berbagai produk akhir, dan beberapa diantaranya menimbulkan efek
penting yang membantu mencegah kerusakan jaringan tubuh akibat organisme
yang menginvasi atauoleh toksin. Beberapa efek penting tersebut adalah sebagai
berikut.5
1. Opsonisasi dan fagositosis. Salah satu produk kaskade komplemen,yaitu C3b,
dengan kuat mengaktifkan proses fagositosisoleh neutrofil dan makrofag,
menyebabkan sel-sel ini menelanbakteri yang telah dilekati oleh kompleks antigen
antibodi. Proses ini disebut opsonisasi. Proses ini sering kali mampumeningkatkan
jumlah bakteri yang dapat dihancurkan, sampairatusan kali lipat.5
2. Lisis. Salah satu produk paling penting dari seluruh produkkaskade
komplemen adalah kompleks litik, yang merupakankombinasi dari banyak faktor
komplemen dan ditandai denganC5b6789. Produk ini mempunyai pengaruh
langsung untukmerobek membran sel bakteri atau organisme penginvasi lainnya.5
3. Aglutinasi. Produk komplemen juga mengubah permukaan organisme yang
menginvasi tubuh, sehingga melekat satu samalain, dan dengan demikian memicu
proses aglutinasi.5
4. Netralisasi virus. Enzim komplemen dan produk komplemen lain dapat
menyerang struktur beberapa virus dan dengan demikian mengubahnya menjadi
nonvirulen.5
5. Kemotaksis. Fragmen C5a memicu kemotaksis neutrofil danmakrofag,
sehingga menyebabkan sejumlah besar sel fagositini bermigrasi ke dalam jaringan
yang berbatasan denganagen antigenik.5
6. Aktivasi sel mast dan basofil. Fragmen C3a, C4a, dan C5a mengaktifkan sel
mast dan basofil, sehingga menyebabkan sel-sel tersebut melepaskan histamin,
heparin, dan beberapa substansi lainnya ke dalam cairan setempat. Bahan-bahan ini
kemudian menyebabkan peningkatan aliran darah setempat,meningkatkan
kebocoran cairan dan protein plasma kedalam jaringan, dan meningkatkan reaksi
jaringan setempat lainnya yang membantu agar agen antigenik menjadi tidak aktif
atau tidak mobil lagi. Faktor-faktor yang sama juga berperan penting dalam proses
peradangan, dan alergi, seperti yang akan kitabicarakan kemudian.5
7. Efek peradangan. Di samping efek peradangan yang disebabkan oleh aktivasi
sel mast dan basofil, ada beberapa produk komplemen lain yang turut menimbulkan
peradangan setempat. Produk-produk ini menyebabkan (1)aliran darah yang
sebelumnya telah meningkat menjadi semakin meningkat, (2) peningkatan
kebocoran protein dankapiler, dan (3) protein cairan interstisial akan berkoagulasi
dalam ruang jaringan, sehingga menghambat pergerakan organisme yang melewati
jaringan.5

A. Reaksi Antigen-Antibodi (Komplek Imun)


Reaksi antigen antibodi Antibodi merupakan gamma globulin yang disebut
imunoglobulin (disingkat sebagai Ig), dan berat molekulnya antara 160.000 dan
970.000. lmunoglobulin biasanya mencakup sekitar 20 persen dari seluruh protein
plasma.4
Gambar 5.2 Struktur antibodi igG yang khas, terbentuk dari dua rantai
polipeptida berat dan dua rantai polipeptida ringan. Antigen berikatan pada
dua tempat yang berbeda di bagian variabel rantai tersebut.4

Semua imunoglobulin terdiri atas kombinasi rantai polipeptida ringan dan


berat. Sebagian besar merupakan kombinasi 2 rantai berat dan 2 rantai ringan,
seperti yang terlihat pada Gambar di atas. Meskipun begitu, ada beberapa
imunoglobulin yang mempunyai kombinasi sampai 10 rantai berat dan 10 rantai
ringan, yang menghasilkan imunoglobulin dengan berat molekul besar. Ternyata
dalam semua imunoglobulin, tiap rantai berat terletak sejajar dengan satu rantai
ringan pada salah satu ujungnya, sehingga membentuk satu pasang berat-ringan,
serta selalu terdapat sedikitnya 2 pasang dan sebanyak-banyaknya 10 pasang
semacam ini dalam setiap molekul imunoglobulin.4
Gambar 1.2 memperlihatkan bagian ujung dari setiap rantai berat dan rantai
ringan, yang disebut bagian yang dapat berubah (bagian variabel); dan sisa dari
masing-masing rantai disebut bagian yang tetap (bagian konstan). Bagian variabel
berbeda-beda untuk setiap spesifisitas antibodi, dan bagian inilah yang secara
khusus melekat pada tipe antigen tertentu. Bagian konstan dari antibodi
menentukan sifat-sifat antibodi yang lain, menetapkan beberapa faktor seperti
penyebaran antibodi dalam jaringan, pelekatan antibodi pada strukturstruktur
spesifik dalam jaringan, pelekatan pada kompleks komplemen, kemudahan antibodi
melewati membran, dan sifat-sifat biologis antibodi yang lain. Suatu kombinasi
ikatan kovalen (disulfida) dan nonkovalen mengikat rantai ringan dan berat
bersama-sama.4
Spesifisitas Antibodi. Setiap antibodi bersifat spesifik untuk antigen
tertentu; hal ini disebabkan oleh struktur organisasi asam amino yang unik pada
bagian yang dapat berubah dari kedua rantai ringan dan berat. Susunan asam amino
ini memiliki bentuk sterik yang berbeda untuk setiap spesifisitas antigen, sehingga
bila suatu antigen melakukan kontak dengan bagian ini, maka berbagai kelompok
prostetik antigen tersebut seperti sebuah bayangan cermin dengan asam amino yang
terdapat dalam antibodi, sehingga terjadilah ikatan yang cepat dan kuat antara
antibodi dan antigen. Bila antibodi bersifat sangat spesifik, maka akan ada banyak
tempat ikatan yang dapat membuat pasangan antibodi-antigen itu sangat kuat terikat
satu sama lain, yaitu dengan cara (1) ikatan hidrofobik, (2) ikatan hidrogen, (3)
daya tarik ionik, dan (4) kekuatan van der Waals. Ikatan ini juga mematuhi hukum
kerja massa termodinamik.4
K Konsentrasi ikatan antibodi-antigen
a Konsentrasi antibodi X Konsentrasi

= antigen
Ka disebut konstanta afinitas dan merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa
kuat ikatan antara antibodi dengan antigen.4
Perhatikan, khususnya pada Gambar 1.2 bahwa di situ terdapat dua tempat
yang dapat berubah pada antibodi, untuk tempat melekatnya antigen, yang membuat
antibodi jenis ini bersifat bivalen. Sebagian kecil antibodi, yang terdiri atas
kombinasi sampai 10 rantai berat dan 10 rantai ringan, mempunyai sampai sepuluh
tempat ikatan.4
Penggolongan Antibodi. Terdapat lima golongan umum antibodi, masing-
masing diberi nama IgG, IgA, IgD, dan IgE. Ig singkatan dari imunoglobulin, dan
kelima huruf di atas menunjukkan masing-masing golongan.
Untuk membatasi pembicaraan kita, ada dua golongan antibodi yang sangat
penting: IgG, yang merupakan antibodi bivalen dan mencakup kira-kira 75 persen
dari seluruh antibodi pada orang normal, dan IgE, yang merupakan antibodi dalam
jumlah kecil tetapi terutama terlihat dalam peristiwa alergi. Golongan IgM juga
penting sebab sebagian besar antibodi yang terbentuk selama respons primer adalah
antibodi jenis ini. Antibodi ini mempunyai 10 tempat ikatan sehingga sangat efektif
dalam melindungi tubuh terhadap agen yang masuk, walaupun antibodi IgM
jumlahnya tidak begitu banyak.4
Mekanisme Kerja Antibodi
Antibodi bekerja terutama melalui dua cara untuk melindungi tubuh
terhadap agen yang menginvasi: (1) dengan langsung menyerang penyebab
penyakit tersebut dan (2) dengan mengaktifkan "sistem komplemen" yang
kemudian dengan berbagai cara yang dimilikinya akan menghancurkan penyebab
penyakit tersebut.3

Gambar 5.3 Pengikatan molekul antigen antara satu dengan lainnya oleh
antibodi bivalen.3
Kerja Langsung Antibodi terhadap Agen yang Menginvasi. Gambar di atas
memperlihatkan antibodi-antibodi (ditandai dengan garis merah berbentuk Y) yang
bereaksi dengan antigen-antigen (ditandai dengan objek-objek yang berwarna lebih
gelap). Oleh karena sifat bivalen yang dimiliki oleh antibodi dan banyaknya tempat
antigen pada sebagian besar agen penyebab penyakit, maka antibodi dapat
mematikan aktivitas agen tersebut dengan salah satu cara berikut ini.4
1) Aglutinasi, yaitu proses yang menyebabkan banyak partikel besar dengan
antigen di permukaannya, seperti bakteri atau sel darah merah, terikat bersama-
sama menjadi satu gumpalan.4
2) Presipitasi, yaitu proses yang menyebabkan kompleks molekular dan antigen
yang mudah larut (misalnya racun tetanus) dan antibodi menjadi begitu besar
sehingga berubah menjadi tidak larut dan membentuk presipitat.4
3) Netralisasi, yaitu proses yang menyebabkan antibodi menutupi tempat-tempat
yang toksik dari agen yang bersifat antigenik.4
4) Lisis, yaitu proses yang menyebabkan beberapa antibodi yang sangat kuat
kadang-kadang mampu langsung menyerang membran sel agen penyebab penyakit
sehingga menyebabkan agen tersebut pecah.4
Kerja antibodi yang langsung menyerang agen penyebab penyakit yang
bersifat antigenik sering kali tidak cukup kuat untuk melindungi tubuh terhadap
penyebab penyakit tersebut. Kebanyakan sifat pertahanan didapat melalui efek
penguatan oleh sistem komplemen.3
DAFTAR PUSTAKA
1. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedoketeran Universitas Indonesia; 2017.
2. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Imunologi Dasar Abbas. Jakarta:
ELSEVIER; 2016.
3. Huether SE, McCance KL. Patofisiologi Edisi Keenam Volume 1. Jakarta:
Elsevier; 2017.
4. Sudoyo A, Setiyohadi B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
publishing; 2017.
5. Triana V. Faktor yang Berhubungan dengan Pemerian Imunisasi Dasar
Lengkap pada Bayi Tahun 2015. Sumbar: JKMA; 2015.
6. Yundri, Setiawati M, Suhartono, Setyawa H, Budhi K. Faktor yang
Berhubungan dengan Ketidaklengkapan Status Imunisasi Anak di
Puskesmas Kuala Tungkal II. Jawa Tengah: Jurnal Berkala Epidemiologi;
2017.
7. Rengganis I. Vaksinasi pada Lansia. Jakarta: Fakultas Kedoketeran
Universitas Indonesia; 2017.

Anda mungkin juga menyukai