1102013118
1. Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologi saraf kranial
1.1 anatomi
1.2 fisiologi
NERVUS CRANIALIS
Vaskularisasi
VASKULARISASI OTAK
Pembuluh Nadi
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri carotis dan dua arteri vertebralis :
Arteri Carotis Interna
Arteri carotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri carotis comunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui canalis carotikus os.temporalis, berjalan dalam sinus cavernosus menembus duramater dan muncul di medial
processus clinoideus setelah itu menembus arachnoidea untuk berada di dalam subarachnoidea ,kemudian membelok ke
belakang dekat area perforata ujung media sulcus laterali Sylvii, akhirnya bercabang dua : arteri cerebri anterior dan arteri
cerebri media :
1. A.Ophtalmica
a. Jalan : muncul dari sinus cavernosus memasuki canalis opticus lateralis
b. Supply : bola mata serta alat-alat orbita lain,bagian frontal scalp,sinus ethmoidalis et frontalis,dorsum
nasi
2. A.Comunicans Posterior
a. Jalan: dibelaca N.III beranastomosis dg A.cerebri posterior membentuk circulus Wilisi
3. A.Chorioidea
a. Jalan: belakang tractus opticusmasuk cornu inferior ventriculus lateralispleus choroideus
b. Supply: crus cerebri,corpus geniculatum laterale,tractus opticus,capsula interna
4. A.Cerebri anterior
a. Jalan: di depan medial N.II fisura longitudinalis superiorke belakang diatas corpus callosum
beranastomisis A.cerebri posterior
b. Cabang: Rr.Corticales dan Rr.Centrales
c. Supply : memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, corpus calosum dan
nukleus caudatus
5. A.Cerebri Media
a. Jalan: lateral di sulcus lateralis Sylvii
b. Cabang : Rr.corticales dan Rr.Centrales
c. Supply: vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis
A. Vertebralis
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subclavia, menuju dasar
tengkorak melalui canalis transversalis di kolumna vertebralis cervikalis II s/d VI, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum,menembus duramater dan arachnoideamater ke cavum subarachnoid lalu mempercabangkan masing-
masing sepasang arteri cerebelli inferior. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri
basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesencephalon, arteri basilaris berakhir
sebagai sepasang cabang arteri cerebri posterior.
1. Rr.Meningea
a. Supply:tulang dan duramater di didalam fossa cranii posterior
2. A.Spinalis Posterior
a. Supply: bagian belakang medula spinalis dan alat sekitarnya
3. A.Spinalis anterior
a. Supply : bagian depan medula spinalis dan alat sekitarnya
4. A. Cerebellaris Posteroinferior
a. Supply: dataran bawah vermis,nuclei centralis cerebelli dataran bawah hemisphaerum cerebelli,medula
oblongata dan plexus choroideus ventriculus quartus
5. Aa.Medulares
a. Supply: medula oblongata
A. Basilaris
Terbentuk dari Aa.vertebralis kiri dan kanan naik keats di sulcus mediana pons pada akhirnya bercabang jadi
Aa.Cerebri Posterior
1. Aa.Pontin
a. Supply: Pons
2. A.Labyrinthis
a. Supply: meatus acusticus dan alat dalamnya
3. A. Cerbelaris inferior anterior
a. Supply: bagian bawah dan depan pons dan bagian atas medula oblongata
4. A. Cerebelaris superior
a. Supply: bagian atas cerebellum,pons,corpus pinelalis dan
velum medulare superior
5. A. Cerebri Posterior
a. Cabang: Rr.corticales,rr.centrales,R.chorioidea
Pembuluh Balik
Ada 2 kelompok pembuluh balik :
1. Vv.cerebrales superficialis (v.cerebri externa)
2. Vv.cerebrales profunda (v.cerebri interna)
Cabang v.cerebri externa : v.cerebri superior, v.cerebri media, v.cerebri anterior dan v.basilaris v. cerebri
externa terdapat dirongga subarachnoid.
Cabang v.cerebri interna : v. terminalis & v. choroidea v. terminalis & v. choroidea bergabung membentuk v.
cerebri magna.
2. Memahami dan menjelaskan jaras motoric dan sensorik secara fisiologis dan patologis
JARAS SENSORIK OTAK
Fungsi : membawa informasi sensorik (exteroseptif dan proprioseptif) dari receptor ke pusat sensorik sadar di otak.
Informasi exteroseptif meliputi :
Sakit
Suhu (panas atau dingin)
Sentuhan
Tekanan
Informasi proprioseptif meliputi :
Keadaan otot sadar/otot lurik
Keadaan sendi
Keadaan ligamentum
Tiga stasion jalan sensorik :
Untuk bisa mencapai pusat sadar pada gyrus postcentralis (area Brodmann 3,2,1) maka semua informasi sensorik harus
melewati sedikitnya 3 neuron :
1. Neuron orde pertama
Letak : Pada ganglion radix posterior s. Ganglion spinale (ganglion adalah sel saraf yang terletak di luar
susunan saraf pusat, sedang yang berada di dalam SSP disebut sebagai nucleus atau neuron) dimana dendrit
dari sel saraf tsb. datang dari receptor, sedang axon-nya pergi memasuki medulla spinalis untuk bersinapsis pada
neuron orde kedua
2. Neuron orde kedua
Letak : Pada cornu posterius medulla spinalis, axon-nya dapat menyilang garis tengah atau langsung berjalan
dalam columna lateralis pada sisi yang sama, selanjutnya naik keatas untuk bersinapsis pada neuron orde ketiga
3. Neuron orde ketiga
Letak : Pada thalamus dimana axon-nya akan menuju pusat sensorik sadar pada gyrus postcentralis ( area
Bromann 3,2,1)
Jalan raya sensasi sakit dan suhu
Nama jalan : Tractus spinothalamicus lateralis
Jalan pada medulla spinalis :
Axon dari neuron orde pertama (Ganglion spinale)
memasuki ujung cornu posterius substansia grissea medulla spinalis dan segera bercabang dua:
Serabut yang naik
Serabut yang turun
Sesudah memasuki satu atau dua segment medulla spinalis membentuk Tractus Posterolateral (Lissaueri). Dia
segera bersinapsis dengan neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substansia gelatinosa pada cornu
posterius.
Axon dari neuron orde kedua
jalan menyilang garis tengah pada commissura anterior substansia grissea dan substansia alba, kemudian naik keatas
pada sisi kontralateral sebagai tractus spinothalamicus lateralis. Tractus tsb. berjalan medialis dari tractus
spinocerebellaris anterius. Sewaktu jalan keatas, serabut saraf baru terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen
medulla spinalis, demikian rupa sehingga pada bagian atas cervical :
Serabut saraf yang datang dari sacral terletak posterolateral
Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial(serabut saraf yang mengantar informasi
sakit terletak sedikit di depan dari serabut saraf yang mengantar suhu
Jalan: memasuki pedunculus cerebelli inferior menuju cortex cerebelli sisi yang sama, sebagai fibra arcuata
externa posterius
Fungsi: meneruskan informasi dari muscle spindle dan tendo ke cerebellum
Jalan raya naik lainya
1.tractus spinotectalis
Jalan dalam medulla spinalis:
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki cornu posterius untuk bersinapsis dengan neuron
orde kedua yang letaknya pada cornu posterius tak persis diketahui.
Axon neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas pada anterolateral substansia alba
sebagai tractus spinotectalis.
Jalan dalam medulla oblongata, pons dan mes-encephalon:
Beriringan dengan tractus spinothalamicus lateralis et anterius
Membentuk lemniscus spinalis bersama-sama dengan tractus spinothalamicus lateralis et anterius
Sinaps akan terjadi pada colliculus superior
Fungsi: membawa informasi untuk reflex spinovisual dan akan menimbulkan gerakan bola mata dan kepala yang
menunjuk ke arah datangnya sumber stimuli
2. tractus spinoreticularis
Jalan dalam medulla spinalis:
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki cormu posterius dan bersinapsis dengan neuron orde
kedua yan letaknya pada cornu posterius tidak jelas.
Axon dari neuron orde kedua naik ke atas pada sisi lateral substansia alba pada sisi yang sama dan bercampur
dengan tractus spinothalamicus
Jalan dalam medulla oblongata, pons dan mesencephalon:
Tractus spinoreticularis jalan pada sisi yang sama dan akan bersinapsis dengan neuron orde ketiga:formatio
reticulare di medulla oblongata, pons dan mesencephalon
Fungsi: membawa informasi tentang tingkat-tingkat kesadaran
3.Tractus spinoolivarius
Jalan dalam medulla spinalis:
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) memasuki cormu posterius dan bersinapsis dengan neuron orde
kedua yan letaknya pada cornu posterius tidak jelas.
Axon neuron orde kedua jalan menyilang garis tengah kemudian naik ke atas antara cornu anterius dengan cornu
latelare substansia alba sebagai tractus spinoolivarius.
Jalan dalam medulla oblongata:
Tractus spinoolivarius akan bersinaps dengan neuron orde ketiga: nuclei olivarius inferius
Axon neuron orde ketiga jalan menyilang garis tengah dan memasuki cerebellum melalui pedunculus cerebelli
inferius untuk pergi ke cortex cerebellum.
Fungsi: membawa informasi exteroseptif dan proprioseptif ke cerebellum
Jalan raya sensasi visceral
Axon neuron orde pertama (ganglion spinale) dari daerah thorax dan abdomen memasuki cornu posterius untuk
bersinaps dengan neuron orde kedua dalam substansia grissea mungkin pada cornu posterius atau cornu
lateral.
Axon neuron orde kedua diduga bergabung dengan tractus spinothalamicus untuk berakhir pada neuron orde
ketiga: Nuclei posterolateral dari kelompok ventral thalami (bagian dari kelompok nuclei lateralis thalamus).
Axon neuron orde ketiga diduga pergi ke gyrus postcentralis (area Brodmann 3,2,1).
Fungsi: informasi pressoreceptor dari tunica mucosa rectum dan vesica urinaria untuk keperluan defaecatio
dan mixtio
2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya dekat sekali dengan
fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron orde kedua dan ketiga
Fungsi :
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan
3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati pns, medulla oblongata
menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor berkaitan dengan fungsi
keseimbangan tubuh
4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata), menerima akson dari auris
interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksor berkaitan dengan fungsi
keseimbangan tubuh
5. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex cerebrii, corpus striatum,
nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
CAPSULA INTERNA
Letak:
Merupakan berkas serabut saraf berbentuk
pita lebar substansi alba yang memisahkan
nukleus lenticularis dengan nucleus
caudatus dan thalamus. Mengandung
serabut saraf penghubung bolak-balik
antara cortex cerebri dengan thalamus dan
medula spinalis
Bentuk:
Membentuk huruf V dengan titik sudut
yang disebt genu,mengahadap ke medial
dan kaki-kakinya disebut crus anterior dan
crus posterior
1. Crus anterior capsula interna
a. Letak :antara nucleus caudatus
dan nucleus lenciculatis yang
terdapat
Serabut corticopetal
(serabut aferen)
Serabut corticofugal
(serabut eferen)
2. Crus posterior capsula interna
a. Letak : antara thalamus
dengan nuclei
lenticularis,terdapat
Pars
lenticulothalamicus
(tractus
Fungsi Motorik dan Kelainan Klinis Neurologis akibat Gangguan Fungsi Motorik
Saraf otak I (nervus olfaktorius)
PEMERIKSAAN
Tujuan pemeriksaan
Untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu. Selain itu, untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh
gangguan syaraf atau penyakit hidung lokal.
Kesulitan pemeriksaan
Tes menghidu merupakan tes yang subyektif. Kita bergantung pada laporan yang dialami pasien.
Cara pemeriksaan
Periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Hal ini dapat mengurangi
ketajaman penciuman. Zat pengetes yang digunakan sebaiknya zat yang dikenal sehari-hari, misalnya teh, kopi, tembakau,
jeruk.
Jangan menggunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung (nervus V) seperti menthol, amoniak, alkohol dan cuka.
Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan disuruh ia menciumnya. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan
jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan.
Saraf otak II (nervus optikus)
PEMERIKSAN
Tujuan pemeriksaan
a) Mengukur ketajaman penglihatan (visus) dan menetukan apakah kelainan pada visus disebabkan oleh keadaan
okuler lokal atau oleh kelainan saraf.
b) Mempelajari lapangan pandang
c) Memeriksa keadaan papil optik
Cara pemeriksaan
jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan pemeriksa juga tidak mencurigai adanya
gangguan,maka biasanya dilakukan pemeriksaan nervus II (ketajaman penglihatan dan lapangan pandang) secara kasar.
Akan tetapi, bila ditemukan kelainan, harus dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti. Selain itu juga dilakukan
pemeriksaan oftalmoskopik sebagai pemeriksaan rutin dan neurologi.
Pemeriksaan kasar
Ketajaman penglihatan, diperiksa dengan membandingkan ketajaman penglihatan pasien dengan pemeriksa. Pasien
disuruh mengenali benda yang letaknya jauh (misalnya jam dinding) dan membaca huruf-huruf yang ada dibuku atau
koran. Bila ketajaman mata pasien sama dengan pemeriksa, maka hal ini dianggap normal.
Pemeriksaan yang teliti.
Ketajaman penglihatan. Pemeriksaanketajaman penglihatan visus yang diteliti dapat dilakukan dengan menggunakan
gambar snellen (huruf-huruf atau gambar yang disusun makin ke bawah makin kecil yang oleh mata normal dapat dibaca
dari jarak 6 meter).bila ia dapat membaca sampai barisan paling bawah, maka ketajaman penglihatannya ialah normal
(6/6), jika tidak visusnya tidak normal dan hal ini dinyatakan dengan menggunakan pecahan, misalnya 6/20. Ini berarti
bahwa huruf yang seharusnya dapat dibaca dari jarak 20 meter ia hanya dapat membacanya dari jarak 6 meter
Saraf otak III (nervus okulomotorius); Saraf otak IV (nervus trokhlearis); Saraf otak VI (nervus abdusen)
Pemeriksaan NIII, NIV dan NIV
Selagi berwawancara perhatikan celah mata pasien apakah ada ptosis, eksoftalmus, enoftalmus dan apakah ada strabismus
(jereng). Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil, reaksi cahaya pupil, reaksi
akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan nistagmus.
Pupil. Perhatikan besarnya pupil pada mata kiri dan kanan, apakah sama (isokor) atau tidak sama (anisokor). Juga
perhatikan bentuk pupil, apakah bundar dan rata tepinya(normal) atau tidak.
Refleks pupil (reaksi cahaya pupil). Reaksi cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung dan tidak langsung
(konsensual). Pada pemeriksaan ini pasien disuruh melihat jauh(memfiksasi benda yang jauh letaknya) setelah itu mata
kita senter (beri cahaya) dan dilihat apakah ada reaksi pada pupil.pada keadaan normal pupil mengecil maka disebut
reaksi cahaya langsung positif. Kemudian perhatikan pula pupil mata yang satu lagi. Apakah pupilnya ikut mengecil oleh
penyinaran mata yang lainnya. Bila iya, disebut reaksi cahaya tidak langsung positif.
Bila visus mata 0 (buta), maka refleks cahaya pada mata tersebut negatif. Bila mata yang lainnya baik ini akan
menyebabkan mengecilnya pupil pada mata yang buta tersebut (reaksi cahaya tak langsung positif). Jadi bila reaksi
cahaya langsung negatif sedangkan reaksi cahaya tak langsung positif, maka kerusakannya pada nervus II. Sebaliknya,
pada kelumpuhan nervus III, reaksi cahaya langsung dan tidak langsung negatif.
Kedudukan (posisi) bola mata. Perhatikan kedudukan bola mata, apakah mata menonjol (eksoftalmus) atau seolah-olah
masuk kedalam (enoftalmus). Pada eksoftalmus celah mata lebih besar sedangkan pada enoftalmus lebih kecil. Selain itu
perhatikan posisi bola mata ketika istirahat. Bila satu otot mata lumpuh, hal ini mengakibatkan kontraksi atau tarikan yang
berlebihan dari otot antagonisnya dan menyebabkan strabismus (juling).
Gerakan bola mata. Untuk memeriksa gerakan bola mata, penderita disuruh mengikuti jari-jari pemeriksa yang digerakkan
ke arah lateral medial atas, bawah dan ke arah yang miring. Perhatikan apakah mata pasien dapat mengikutinya dan
perhatikan bagaimana gerakan bola mata, apakah kaku, mulus atau lancar.
Saraf otak V (nervus trigeminus)
Pemeriksaan
Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kemudian kita raba m.masseter dan m.temporalis. perhatikan
besarnya, tonus serta kontur (bentuknya). Kemudian pasien disuruh membuka mulut dan perhatikanlah apakah ada
deviasi. Dalam hal ini dapat digunakan garis antara dua gigi insisivus ( gigi seri) sebagai patokan. Perhatikan kedudukan
gigi insisivus atas dan bawah waktu mulut tertutup. Dan perhatikan kedudukannya ketika terbuka, apakah ada deviasi.
Kekuatan otot saat menutup mulut dapat dinilai dengan jalan menyuruh pasien menggigit suatu benda, misalnya tong
spatel dan dinilai tenaga gigitannya. Kemudian pasien disuruh menggerakkan rahang bawahnya ke samping (untuk
menilai m.pterigoideus lateralis) kiri dan kanan., bila terdapat parese disebelah kanan, rahangbawah tidak dapat
digerakkan kesamping kiri. Bagian sensorik nervus V diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah-
daerah yang disyarafinya.
Saraf otak VII (nervus fasialis)
Pemeriksaan
Fungsi motorik
Perhatikan muka penderita, apakah simetris atau tidak. Perhatikan kerutan pada dahi, pejaman mata, plika
nasolabialis dan sudut mulut.
Suruh penderita mengangkat alis dan mengerutkan dahi. Perhatikan apakah hal ini dapat dilakukan dan apakah
simetri.
Suruh penderita memejamkan mata. Bila lumpuhnya berat, maka penderitatidak dapat memejamkan mata, bila
lumpuhnya ringan maka tenaga pejaman kurang kuat. Hal ini dapat dinilai dengan mengangkat kelopak mata
pasien dengan tangan pemeriksa.
Fungsi pengecapan
kerusakan nervus VII dapat menyebabkan hi;angnya pengecapan (ageusi) pada 2/3 lidah bagian depan. Untuk
memeriksanya pasien disuruh menjulurkan lidah, kemudian kita taruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam. Bila
bubuk ditaruh, pasien tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut sebab bila ditarik, bubuk akan tersebar melalui ludah
ke bagian lainnya yang persyarafannya diurus oleh saraf lain. Penderita disuruh menyatakan pengecapan yang
dirasakannya dengan isyarat misalnya 1. Untuk manis, 2. Untuk pahit, 3. Untuk rasa asin, dan 4. Untuk rasa asam.
Saraf otak VIII (nervus stato-akustikus atau vestibulo-kokhlearis)
Pemeriksaan saraf kokhlearis
Ketajaman pendengaran. Secara kasar ditentukan dengan menyuruh penderita mendengarkan suara bisikan pada jarak
tertentu dan membandingkannya dengan orang yang normal. Perhatikan apakah ada perbedaan ketajaman telinga kanan
dan kiri. Bila ketajaman pendenganran berkurang, kita lakukan pemeriksaan Schwabach, rinne, weber dan audiogram.
Tes Schwabach. Pada tes ini pendengaran penderita dibandingkan dengan pendengaran pemeriksa (yang dianggap
normal). Garpu tala dibunyikan kemudian didekatkan dengan telinga penderita, setelah garpu tala tidak berbunyi lagi,
garpu tala ditempatkan dekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa maka dikatakan bahwa
Schwabach lebih pendek (untuk konduksi udara). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada
tulang mastoid penderita. Disuruh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak tedengar lagi, maka garpu tala
ditempatkan pada tulanag mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka dikatakan bahwa
Schwabach (untuk konduksi tulang) lebih pendek.
Tes Rinne. Padapemeriksaan ini dibandingkan konduksi tulang dengan konduksi udara. Pada telinga yang normal,
konduksi udara lebih baik daripada konduksi tulang. Biasanya digunakan garpu tala yang berfrekuensi 128, 256 atau 512
Hz. Garpu tala dibunyikan dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid penderita. Ia disuruh mendengarkan bunyinya.
Bila tidak terdengar lagi, garpu tala segera diletakkan pada telinga. Jika masih terdengar bunyi, maka konduksi udara
lebih baik dari pada konduksi tulang,hal ini dikatakan Rinne positif. Bila tidak terdengar lagi bunyi, segera setelah garpu
tala dipindahkan dari tulang mastoid ke dekat telinga, dikatakan Rinne negatif.
Pemeriksaan saraf vestibularis
Elektronistagmografi. Pada pemeriksaan dengan alat ini diberikan stimulus kalori ke telinga dan lamanya serta cepatnya
nistagmus timbul dapat dicatat pada kertas, menggunakan taknik yang mirip dengan elektrokardiografi.
Saraf otak IX (nervus glosofaringeus ); Saraf otak X (nervus vagus).
Pemeriksaan
Fungsi motorik. Perhatikan kualitas suara pasien. Apakah suaranya normal? Apakah suaranya berkurang, serak (disfonia)
atau tidak ada sama sekali (Afonia). Untuk ini pasien disuruh menyebutkan aaaa,pada kelumpuhan nervus X didapatkan
disfonia. Kemudian disuruh mengucapkan kata-kata, misalnya ari lari di lorong-lorong lurus. Perhatikan apakah
pengucapan dilakukan dengan baik. Kelumpuhan saraf otot-otot ini ( Nervus V,VII,IX,X dan XII ) mengakibatkan
penderita tidak mampu mengucapkan kata dengan baik disebut disartria. Penderita disuruh memakan makanan padat,
lunak dan menelan air. Perhatikan apakah ada salah telan (keselek, disfagia). Kelumpuhan Nervus IX dan X dapat
menyebabkan disfagia.
Penderita disuruh membuka mulut. perhatikan palatum molle dan faring. Bagaimana sikap palatum molle, arkus faring
dan uvula dalam keadaan istirahat, dan bagaimana pula bila bergerak misalnya waktu bernafas atau bersuara.
Fungsi autonom. Nervus Vagus merupakan inhibitor dari jantung; paralisis menyebabkan takikardia sedang iritasi
menyebabkan bradikardia. Oleh karena itu pemeriksaan N X diperiksa frekuensi nadi pasien
Saraf otak XI ( Nervus Aksesorius )
Pemeriksaan
Pemeriksaan otot sternokleidomastoideus. Perhatikan keadaan otot sternokleidomastoideus dalam keadaan istirahat dan
bergerak. Dalam keadaan istirahat kita dapat melihat kontur otot ini, bila terdapat pareses perifer kita akan melihat adanya
atrifi, adanya nyeri tekan dan atoni dapat ditentukan dengan mempalpasi otot tersebut. Untuk menentukan dan mengukur
kekuatan otot dapat dilakukan 2 cara, yaitu:
1. Pasien disuruh menggerakkan bagian badan (persediaan) yang digerakkan oleh otot yang ingin kita periksa, dan
kita tahan gerakan ini.
2. Kita gerakkan bagian badan pasien dan disuruh ia menahannya. Dengan demikian kita mendapat kesan mengenai
kekuatan otot.
Didalam klinik cara 1 sering dilakukan. Untuk mengukur kekuatan tenaga otot sternokleidomastoideus dapat dilakukan
hal berikut : pasien disuruh menoleh misalnya ke kanan. Gerakan ini kita tahan dengan tangan kita ditempatkan di dagu.
Dengan demikian dapat dinilai kekuatan otot sternokleidomastoideus kiri.
Pemeriksaan otot trapezius. Perhatikan keadaan otot trapezius dalam keadaan istirahat dan bergerak. Apakah ada atrofi
atau fasikulasi? Bagaimana kontur otot? Bagaimana posisi bahu, apakah lebih rendah? Pada kelumpuhan otot trapezius
bahu sisi yang sakit lebih rendah daripada bahu yang sehat. Skapula juga beranjak ke lateral dan tampak agak menonjol.
Selain itu otot trapezius ini perlu di palpasi untuk mengetahui konsistensinya, adanya nyeri tekan serta adanya hipotoni.
Tenaga otot ini diperiksa sbb : tempatkan tangan kita diatas bahu penderita. Kemuadian penderita disuruh mengangkat
bahunya dan kita tahan. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan otot. Pada saat ini juga dapat dilihat kontur otot dan
perkembangan otot. Untuk memeriksa kedua otot trapezius, penderita disuruh mengekstensikan kepalanya dan gerakan ini
kita tahan. Jika terdapat kelumpuhan otot trapezius satu sisi, kepala tidak dapat ditarik ke posisi tersebut, bahutidak dapat
diangkat dan lengan tidak dapat dielevasi ke atas dari posisi horisontal. Keda kelumpuhan kedua otot ini kepala cenderung
jatuh ke depan, dan penderita tidak dapat mengangkat dagunya.
Saraf otak XII (nervus hipoglosus)
Pemeriksan
Inspeksi : suruh penderita membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat dan bergerak. Dalam keadaan
istirahat kita perhatikan besarnya lidah, kesamaan bagian kiri dan kanan, dan adanya atrofi. Apakah lidah berkerut? Pada
lesi perifer didapatkan atrofi dan lidah berkerut. Selain itu apakah sikap lidah mencong?bila lidah digerakkan atau
dijulurkan, perhatikan apakah julurannya mencong. Pada parese satu sisi, lidah dijulurkan mencong kesisi yang lumpuh.
Pada lesi nervus VII kita dapat menemukan kesukaran dalam menetukan apakah lidah dijulurkan secara mencong. Hal ini
disebabkan karena posisi mulut yang mencong pada kelumpuhan nervus VII. Untuk memepermudah, sudut mulut perlu
diangkat, kemuadian baru disuruh menjulurkan lidah.
Jika terdapat kelumpuhan dua sisi, lidah tidak dapat digerakkan atau dijulurkan. Terdapat disartria (cadel, pelo) dan
kesukaran menelan. Juga didapatkan kesukaran bernafas, karena lidah dapat terjatuh dibelakang sehingga menghalangi
jalan nafas. Untuk menilai tenaga lidah, kita suruh penderita menggerakkan lidahnya ke segala jurusan dan perhatikan
kekuatan geraknya. Kemudian penderita disuruh menekankan lidahnya ke pipinya. Kita nilai daya letaknya ini dengan
jalan menekankan jari kita pada pipi sebelah luar. Jika terdapat parese bagian lidah sebelah kiri, lidah tidak dapat
ditekankan ke pipi sebelah kanan, tetapi kesebelah kiri dapat.
3.1 Definisi
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler (WHO)
Stroke adalah suatu gangguan neurologis akut, yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah ke otak, dimana
timbul mendadak (dalam hitungan detik) atau secara cepat (dalam hitungan jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah fokal otak yang terganggu
3.2 Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian yaitu :
1. Trombosis serebral. Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala
adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan
beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral.
Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau
parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak
sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
3. Iskemia serebral. Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri
yang menyuplai darah ke otak.
4. Haemorrhagi serebral
Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan
perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural
biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama danc menyebabkan
tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda
atau gejala.
Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering
adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada otak.
Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak paling umum pada pasien dengan
hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan
ruptur pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila ha emorrhagi membesar, makin
jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital
3.3 epidemiologi
Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di
Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan
berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan akibat
pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei
tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga
lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional
berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur.
3.4 Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus
stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu
1) Perdarahan intra serebral
- pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
- pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak).
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Stroke akibat trombosis serebri
- Proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan
2) Emboli serebri
- Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah
3) Hipoperfusi sistemik
- Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung
2. Berdasarkan waktu terjadinya
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
- episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina
yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya
stroke di masa depan
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
- Gejala neurologis menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam
3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
- akibat penyumbatan aliran darah regional yang disebabkan oleh trombus yang menyumbat pembuluh
darah secara parsial, sehingga aliran darah otak berkurang
4) Completed stroke
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
1) Sistem karotis
a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks
d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2) Sistem vertebrobasiler
a. Motorik : hemiparese alternans, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
3.5 patofisiologi
Stroke Iskemik
Sumbatan total :
Contralateral hemiplegia, hemianasthesia, homonymous hemianopia, pandangan cenderung pada sisi
ipsilateral. Dapat pula terjadi global aphasia pada hemisphere yang dominan dan ansognosia, constructional
aphasia, dysarthria pada hemisphere non dominan.
Sumbatan partial :
Lemah tangan / lengan atau lemah wajah dengan aphasia broca dengan atau tanpa kelemahan lengan. Ataupun
dapat terjadi aphasia wernicke tanpa kelemahan.
Gejala mirip dengan gejala pada arteri cerebri media, namun juga terdapat transient monocular blindness.
Infark pada lesi lateral subthalamus, thalamus medial, ipsilateral pedunculus cerebral, dan midbrain. Dapat pula
terjadi palsy N. III dengan ataxia contralateral atau hemiplegia contralateral.
Penyumbatan pada bagian distal arteri ini mengakibatkan infark pada temporal medial dan occipital, yang
kemudian menyebabkan contralateral homonymous hemianopia, gangguan ingatan apabila hippocampus terlibat.
Infark pada splenium corpus callosum menyebabkan alexia tanpa agraphia.
Vertigo, kaku wajah ipsilateral dan badan kontralateral, diplopia, hoarseness, dysarthria, dysphagia, Wallenbergs
syndrome.
c. Arteri basilaris
Ataxia cerebellar ipsilateral, mual muntah, dysarthria, rasa kebal kontralateral, tidak merasakan sensasi suhu pada
ekstremitas, badan, dan wajah.
e. Arteri cerebelli anterior inferior
Penurunan pendengaran ipsilateral, lemah wajah, vertigo, mual muntah, nystagmus, tinnitus, cerebellar ataxia,
kebal contralateral.
Gejala dapat berupa hemiparesis motorik, ataxic hemiparesis, dysarthria, dan aphasia broca.
Stroke Hemoragik
1) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di
batang otak dan serebelum.3
Gejala klinis :
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala
prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual,muntah, gangguan memori, bingung,
perdarhan retina, dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal /
umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata menghilang dan
deserebrasi
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid.
2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang
subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinis :
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam 1 2 detik sampai 1
menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan
meningkat, atau gangguan pernafasan
2. Harus ditanya apakah pada permulaan serangan penderita baru bangun, ataukah serangan pertama terjadi sewaktu
penderita baru marah, baru makan, atau melakukan aktivitas lain. Yang terakhir biasanya suatu perdarahan atau
emboli.
3. Bagaimana selanjutnya perjalanan gejala ; apakah gejala bertambah buruk, ataukah gejala-gejala semakin
berkurang.
4. Berapa kali serangan telah dialami penderita. Pada infark, kadang-kadang sebelumnya telah terjadi serangan, yang
setelah jam sembuh (TIA), kemudian terjadi lagi serangan baru, yang sembuh lagi, dst. Tiap serangan
bertambah berat.
5. Harus ditanya apakah terjadi nyeri kepala sebelum atau selama serangan.
6. Juga harus ditanya apakah penderita mual dan muntah (sering pada suatu perdarahan).
15. Apakah terdapat penyakit sebelumnya seperti diabetes, hipertensi, atau anemi.
16. Apakah sebelum timbul gejala penderita minus obat-obatan (antidiabetes, antihipertensi).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
a. CT-scan
CT-scan merupakan alat pencitraan yang dipakai pada kasus-kasus emergensi seperti emboli paru, diseksi aorta,
akut abdomen, semua jenis trauma dan menentukan tingkatan dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat
menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga
untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-scan dapat mendeteksi lebih dari 90 %
kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas dalam diagnosis stroke.
c. Computerized tomography dengan angiography: Menggunakan dye yang disuntikan kedalam suatu vena di
tangan, gambar-gambar dari pembuluh-pembukuh darah didalam otak dapat memberikan informasi tentang
aneurysms atau arteriovenous malformations. Begitu juga, kelainan-kelainan lain dari aliran darah otak mungkin
dievaluasi. Dengan peningkatan teknologi yang canggih, CT angiography telah menggantikan angiogram-angiogram
konvensional.
d. Angiogram Konvensional: Suatu angiogram adalah tes lain yang adakalanya digunakan untuk melihat pembuluh-
pembuluh darah. Suatu tabung kateter yang panjang dimasukkan kedalam suatu arteri (biasanya di area pangkal paha)
dan dye disuntikan ketika x-rays secara simultan diambil. Dimana suatu angiogram memberikan beberapa dari
gambar-gambar yang paling detil dari anatomi pembuluh darah, ia juga adalah suatu prosedur invasif dan digunakan
hanya ketika diperlukan secara mutlak. Contohnya, suatu angiogram dilakukan setelah suatu hemorrhage ketika
sumber perdarahan yang tepat perlu diidentifikasi. Ia juga adakalanya dilaksanakan untuk secara akurat mengevaluasi
kondisi dari suatu arteri karotid ketika operasi untuk membuka halangan pembuluh darah itu direnungkan.
e. Carotid Doppler ultrasound: Suatu carotid Doppler ultrasound adalah suatu metode non-invasif yang menggunakan
gelombang-gelombang suara untuk menyaring/melihat penyempitan-penyempitan dan pengurangan aliran darah pada
arteri karotid (arteri utama pada leher yang mensuplai darah ke otak).
f. Tes-Tes Jantung: Tes-tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung seringkali dilaksanakan pada pasien-pasien
stroke untk mencari sumber dari suatu embolism. Suatu echocardiogram adalah suatu tes gelombang suara yang
dilakukan dengan meletakkan alat microphone pada dada atau menuruni kerongkongan (transesophageal
echocardiogram) dalam rangka untuk melihat kamar-kamar jantung. Suatu monitor Holter adalah serupa dengan
suatu electrocardiogram (EKG) reguler, namun penempel-penempel electrode tetap pada dada untuk 24 jam atau lebih
lama dalam rangka untuk mengidentifikasi suatu irama jantung yang salah/cacat.
g. Tes-Tes Darah: Tes-tes darah seperti suatu angka pengendapan (sedimentation rate) dan C-reactive protein dilakukan
untuk mencari tanda-tanda dari peradangan yang dapat menyarankan arteri-arteri yang meradang. Protein-protein
darah tertentu yang dapat meningkatkan kesempatan stroke dengan menebalkan atau mengentalkan darah diukur. Tes-
tes ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab stroke yang dapat dirawat atau untuk membantu
mencegah luka yang lebih jauh. Tes-tes penyaringan darah yang mencari infeksi yang potensial, anemia, fungsi ginjal,
dan kelainan-kelainan elektrolit mungkin juga dipertimbangkan.
DIAGNOSIS BANDING
Acute Coronary Syndrome
Atrial Fibrillation
Bell Palsy
Benign Positional Vertigo
Brain Abscess
Epidural Hematoma
Hemorrhagic Stroke in Emergency Medicine
Inner Ear Labyrinthitis
Myocardial Infarction
Neoplasms, Brain
Subarachnoid Hemorrhage
Syncope
Transient Ischemic Attack
3.8 Tatalaksana
Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar
oksigen darah berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan pasien
yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi
kejang-kejang yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak. Pengobatan hipertensi pada fase akut
dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan menambah iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian infus glukosa harus dicegah
karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan
elektrolit harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi
harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric tube (NGT).
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin. Pemasangan kateter jika terjadi
inkontinensia.
Perawatan suportif
Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran napas dan ventilasi. Cek aspirasi
pneumonia yang mungkin terjadi.
Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan secara cepat. Jika terlalu tinggi,
menurunkan tekanan darah secara berhati-hati, karena status neurologis dapat bertambah buruk ketika tekanan
darah diturunkan.
Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada batas normal.
Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik yang sesuai.
Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang ketat. Hiperglikemia dapat bertambah
buruk pada cedera iskemik.
Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk DVT. Penting untuk menggunakan
heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12 jam atau subkutan enoksaparin 30 mg q. 12 jam pada ambulasi awal.
Perdarahan subaraknoid
o Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
o Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I dan II akibat pecahnya aneurisma
sakular berry dan adanya komplikasi hidrosefalus obstruktif.
a. Angioplasti balon
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang yang mengalami stenose Balon
kemudian dipompakan menekan plak ateromatosa ke arah dinding. Mempunyai risiko melepasnya emboli kecil
yang dapat berpindah ke retina atau otak.
b. Penempatan Sten
Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan suatu coil baja tahan-karat kedalam
pembuluh darah yang kemudian difiksasi pada salah satu dinding dari arteri; saat ini coil ditambahkan dengan
obat-obatan slow-release.
4. Agen-agen antiplatelet
Aspirin
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau mengurangi pelepasan substansi vasoaktif dari
platelet. c) Menginaktivasi secara irreversibel siklooksigenase-platelet; dan efeknya cukup berlangsung selama hidup dari
platelet; 5-7 hari
Efikasi
a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%) pada risiko stroke dan kematian, pada
uji-uji klinis acak pasien-pasien yang telah mengalami suatu TIA sebelumnya atau strok sebagai pencegahan sekunder.
b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari); hasilnya mengindikasikan bahwa dosis rendah
mungkin lebih bermanfaat dengan berkurangnya efek-efek tidak diinginkan dari asam salisilat pada lambung.
Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-laki dibanding sejumlah kecil perempuan
pada studi lain.
Peran pada pencegahan primer belum jelas.
Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit fosfodiesterase platelet.
Efikasi: a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam penggunaan dipiridamol pada iskemia otak. b) Tidak
ada efek aditif yang ditemukan bersama dengan aspirin.
Sulfinpirazon (Anturane)
Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase.
Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan.
Tiklopidin (Ticlid)
Mekanisme Kerja: a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi agregasi platelet yang diinduksi oleh
kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c) Waktu perdarahan diperpanjang. d) Berefek minimal pada siklooksigenase.
Efikasi:
a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada pasien-pasien yang telah mengalami TIAs
sebelumnya atau stroke.
b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama; seperti halnya dengan ASA.
d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)
Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat.
Antikoagulasi (warfarin)
a. Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini sebagai agen antiplatelet.
b. Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard sebelumnya.
c. Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi antiplatelet.
d. Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal kardiac;
1. Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah keadaan gangguan serebrovaskuler pada
pasien dengan AF (atrial fibrilasi).
2. Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.
a. Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak. Tujuannya adalah untuk mengangkat tumornya
dan meminimalisir sebisa mungkin peluang kehilangan fungsi otak.
Operasi untuk membuka tulang tengkorak disebut kraniotomi. Hal ini dilakukan dengan anestesi umum. Sebelum
operasi dimulai, rambut kepala dicukur. Ahli bedah kemudian membuat sayatan di kulit kepala menggunakan sejenis
gergaji khusus untuk mengangkat sepotong tulang dari tengkorak. Setelah menghapus sebagian atau seluruh tumor, ahli
bedah menutup kembali bukaan tersebut dengan potongan tulang tadi, sepotong metal atau bahan. Ahli bedah kemudian
menutup sayatan di kulit kepala. Beberapa ahli bedah dapat menggunakan saluran yang ditempatkan di bawah kulit kepala
selama satu atau dua hari setelah operasi untuk meminimalkan akumulasi darah atau cairan.
Efek samping yang mungkin timbul pasca operasi pembedahan tumor otak adalah sakit kepala atau rasa tidak
nyaman selama beberapa hari pertama setelah operasi. Dalam hal ini dapat diberikan obat sakit kepala.
Masalah lain yang kurang umum yang dapat terjadi adalah menumpuknya cairan cerebrospinal di otak yang
mengakibatkan pembengkakan otak (edema). Biasanya pasien diberikan steroid untuk meringankan pembengkakan.
Sebuah operasi kedua mungkin diperlukan untuk mengalirkan cairan. Dokter bedah dapat menempatkan sebuah tabung,
panjang dan tipis (shunt) dalam ventrikel otak. Tabung ini diletakkan di bawah kulit ke bagian lain dari tubuh, biasanya
perut. Kelebihan cairan dari otak dialirkan ke perut. Kadang kadang cairan dialirkan ke jantung sebagai gantinya.
Infeksi adalah masalah lain yang dapat berkembang setelah operasi (diobati dengan antibiotic).
Operasi otak dapat merusak jaringan normal. Pasien akan mengalami masalah berpikir, melihat, atau berbicara. Pasien
juga mungkin mengalami perubahan kepribadian atau kejang. Sebagian besar masalah ini berkurang dengan berlalunya
waktu. Tetapi kadang-kadang kerusakan otak bisa permanen. Pasien mungkin memerlukan terapi fisik, terapi bicara, atau
terapi kerja.
b. Radiosurgery stereotactic
Merupakan "knifeless" yang lebih baru untuk menghancurkan tumor otak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau
MRI digunakan untuk menentukan lokasi yang tepat dari tumor di otak. Energi radiasi tingkat tinggi diarahkan ke
tumornya dari berbagai sudut untuk menghancurkan tumornya. Alatnya bervariasi, mulai dari penggunaan pisau gamma,
atau akselerator linier dengan foton, ataupun sinar proton.
Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil kemungkinan komplikasi pada pasien dan memperpendek
waktu pemulihan. Kekurangannya adalah tidak adanya sample jaringan tumor yang dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli
patologi, serta pembengkakan otak yang dapat terjadi setelah radioterapi.
Jika tumor terjadi di batang otak (brainstem) atau daerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah tidak mungkin dapat
mengangkat tumor tanpa merusak jaringan otak normal. Dalam hal ini pasien dapat menerima radioterapi atau perawatan
lainnya.
c. Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah mesin besar diarahkan pada tumor dan
jaringan di dekatnya. Terkadang radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel sisa tumor yang mungkin tidak dapat
diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat dilakukan sebagai terapi pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung
pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien. Setiap sesi radioterapi biasanya hanya berlangsung beberapa menit.
Beberapa bentuk terapi radiasi
Fraksinasi. Radioterapi biasanya diberikan 5x seminggu selama beberapa minggu. Memberikan dosis total radiasi
secara periodik membantu melindungi jaringan di daerah tumor.
Hyperfractionation. Pasien mendapat dosis kecil radiasi 2/3x kali sehari, bukan jumlah yang lebih besar sekali sehari.
Efek samping dari radioterapi: perasaan lelah berkepanjangan, mual, muntah, kerontokan rambut, perubahan warna kulit
di tempat radiasi, sakit kepala dan kejang.
Kemoterapi
Kemoterapi merupakan penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi
diberikan secara oral atau dengan infus intravena ke seluruh tubuh. Obat obatan biasanya diberikan dalam 2-4 siklus yang
meliputi periode pengobatan dan periode pemulihan.
Dua jenis obat kemoterapi, yaitu: temozolomide (Temodar) dan bevacizumab (Avastin Lebih efektif, dan memiliki
efek samping lebih sedikit jika dibandingkan dengan obat-obatan kemo versi lama. Temozolomide memiliki keunggulan
lain, yaitu bisa secara oral.
Untuk beberapa pasien dengan kasus kanker otak kambuhan, ahli bedah biasanya melakukan operasi pengangkatan
tumor dan kemudian melakukan implantasi wafer yang mengandung obat kemoterapi. Selama beberapa minggu, wafer
larut, melepaskan obat ke otak. Obat tersebut kemudian membunuh sel kankernya.
Efek samping dari kemoterapi: mual dan muntah, sariawan, kehilangan nafsu makan, rambut rontok.
3.9 Komplikasi
1. Komplikasi Akut
Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi sebagai upaya mengejar
kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi
(sistolik > 220/ diastolik >130) tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48 jam.
Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera.
Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar glukosa darah pasca stroke
tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa darah pasein sebagai reaksi kompensasi atau akibat
mekanisme stress.
Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan ini memerlukan perhatian
khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke bahkan sering merupakan penyebab kematian.
Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas.
Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati.
Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.
Ulcer stres. Yang dapat menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena.
2. Komplikasi Kronik
Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus, inkontinensia serta berbagai akibat
imobilisasi lain.
Rekurensi stroke.
Gangguan sosial-ekonomi.
Gangguan psikologis.
3.10 Pencegahan
Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer Stroke
Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah penyakit vaskular lainnya.
Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya bagi para penderita stroke iskemik dan TIA. Target absolut
dalam hal penurunan tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting adalah bahwa tekanan darah < 120 / 80
mm Hg. Modifikasi berbagai macam gaya hidup berpengaruh terhadap upaya penurunan tekanan darah secara
komprehensif.
Obatobat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun demikian pilihan obat disesuaikan
dengan kondisi / karakteristik masingmasing individu.
Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah perlu memperoleh perhatian
yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini maka obat antihipertensi dapat lebih dari 1 macam. ACE inhibitor
merupakan obat pilihan untuk kasus gangguan ginjal dan diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula direkomendasikan sampai dengan mendekati
kadar gula plasma normal (normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular dan kemungkinan
timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar HbA1c harus lebih rendah dari 7%.
Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit arteri koroner, atau adanya
bukti aterosklerosis, maka pasien harus dikelola secara komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara
tepat, dan pengobatan. Target penurunan kadar kolesterol adalah sebagai berikut: LDL < 100 mg% dan kadar LDL
< 70 mg% bagi penderita dengan faktor risiko multipel.
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis tetapi tanpa indikasi pemberian
statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit arteri koroner, atau tidak ada bukti aterosklerosis) dianjurkan untuk
diberi statin untuk mengurangi risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat dipertimbangkan untuk diberi
niasin atau gemfibrozil.
Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok. Penghentian merokok dapat
diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi jumlah rokok yang dihisap / hari secara bertahap.
Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight sangat dianjurkan untuk
mempertahankan bodymass index (BMI) antara 18,524,9 kg/m2 dan lingkat panggul kurang dari 35 inci
(perempuan) dan kurang dari 40 inci (lakilaki). Penyesuaian berat badan diupayakan melalui keseimbangan
antara asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat
Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk
melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit/hari. Untuk pasien yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik
maka dianjurkan untuk melakukan latihan dengan bantuan orang yang sudah terlatih.
2. Pencegahan Sekunder Stroke
Pencegahan sekunder stroke mengacu pada kepada strategi untuk mencegah kekambuhan stroke. Pendekatan
utama adalah mengendalikan hipertensi, CEA, dan memakai obat antiagregat antitrombosit. Aggrenox adalah satu-
satunya kombinasi aspirin dan dipiridamol yang telah terbukti efektif untuk mencegah stroke sekunder.
3.11 Prognosis
Indikator prognosis adalah: tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran. Hanya 1/3 pasien bisa kembali
pulih setelah serangan stroke iskemik. Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka
panjang. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33% diantaranya mungkin akan
pulih dalam waktu 3 bulan.
Prognosis pasien dengan stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung pada ukuran hematoma hematoma
> 3 cm umumnya mortalitas tinggi, hematoma yang massive biasanya bersifat lethal.
Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung keparahan gangguan neurologis jika kontrol
motorik dan sensasi nyeri terganggu prognosis buruk.