Anda di halaman 1dari 43

LI 1.

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Nervus Kranial


1.1 Makroskopik

Nomor Nama Jenis Fungsi


I Olfaktori Sensori Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya ke
otak untuk diproses sebagai sensasi bau
II Optik Sensori Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke otak
untuk diproses sebagai persepsi visual
III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
IV Troklear Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
V Trigeminal Gabungan Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk diproses di
otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
VI Abdusen Motorik Abduksi mata
VII Fasial Gabungan Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan
ekspresi wajah
VIII Vestibulokoklear Sensori Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di otak
sebagai suara
IX Glosofaringeal Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
X Vagus Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
XI Aksesori Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
XII Hipoglosal Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

1.SARAF OLFAKTORIUS (N.I)


- Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius.
- Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila
olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.
- Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di
bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir
di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
- Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai
korteks tanpa dirilei di talamus.
- Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi sertabau
busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini
ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman
dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus.
- Emosi yangmenyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan
dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

2.SARAF OPTIKUS (N. II)


- Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina.
Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan
bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum.
- Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-
serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan
sebaliknya.
- Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang
kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang.
- Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di
kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius.
- Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan
di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis.
- Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula
interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.
- Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut
untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus
temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-
serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan
sebaliknya.
3.SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian
di depan substansia grisea periakuaduktal
(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam
substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus
motorik bertanggung jawab untuk persarafan
otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior,
otot oblikus inferior dan otot levator palpebra
superior. Nukleus otonom atau nukleus
Edinger-westhpal yang bermielin sangat
sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior
yaitu spingter pupil dan otot siliaris.

4.SARAF TROKLEARIS (N. IV)


- Nukleus saraf troklearis terletak setinggi
kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah
Nukleus okulomotorius.
- Saraf ini merupakan satu-satunya saraf
kranialis yang keluar dari sisi dorsal
batang otak.
- Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus
superior untuk menggerakkan mata
bawah, kedalam dan abduksi dalam
derajat kecil

5.SARAF TRIGEMINUS (N. V)


Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-
serabut sensorik.
- Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut
sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus,
maksilaris, dan mandibularis.
- Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi
maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga
luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
6.SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula
oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus
lateralis.

7.SARAF FASIALIS (N. VII)


Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari
Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah
dekat medula oblongata.
- Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan
saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
- Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot
orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot
stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma.
- Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

8.SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)


Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang
mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti
dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus
genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut
untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan
serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki
pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.
9.SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua
ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati
foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot
stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan
mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

10. SARAF VAGUS (N. X)


Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan
ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf
vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari
dinding usus, jantung dan paru-paru.

11. SARAF ASESORIUS (N. XI)


- Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari
neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus.
- Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke
samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

12. SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)


- Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan
depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus.
- Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu
otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

Nervus XI
Nervus XII
Saraf Kranial Tempat keluar-masuk pada Otak
N. I : Fila olfaktoria Bulbus olfaktorius
N. II : N. Opticus Chiasma optikum
N. III : N. Oculomotorius Pedunculus Cerebri, sulcus oculomotorius
N. IV : N.Trochlearis Dorsal dari tectum mesencephali
N. V : N. Trigeminus Tepi samping pons.
-N. opthalmicus [V/1] Ketiga cabang N. Trigeminus di ganglion trigeminale
-N. Maxillaris [V/2] (Gasseri)
-N. Mandibularis [V/3]
N. VI : N. Abducens Antara pons dan pyramis
N. VII : N. Facialis Sudut jembatan otak kecil (Angulus pontocerebellaris)
N. VIII : N. Vestibulocochlearis
N. IX : N. Glossopharyngeus Medula oblongata, Sulcus posterolateralis (retroolivaris)
N. X : N. Vagus
N. XI : N. Accessorius
N. XII : N. Hypoglossus Medula oblongata, Sulcus anterolateralis

Capsula Interna
Kapsula interna
Materi putih di otak dan thalamus dari putamen dan globus pallidus. Ini terdiri
dari aksonal serat yang berjalan antara korteks serebral dan piramida medula .
Ketika dipotong horizontal:
 tikungan di V disebut genu
 pada ekstremitas anterior atau crus anterius adalah bagian dalam depan genu,
antara kepala inti caudate dan inti lenticular
 pada tungkai posterior atau crus posterius adalah bagian belakang genu, antara
thalamus dan lenticular nukleus
 bagian retrolenticular adalah ekor ke inti lenticular dan membawa saluran optik
termasuk radiasi geniculocalcarine.
 bagian bawah sublenticular adalah inti lenticular dan saluran yang terlibat dalam
jalur pendengaran dari nukleus geniculate medial ke korteks pendengaran primer

Anterior ke posterior:
 limb anterior dari kapsul internal yang mengandung:
1) Frontopontine (corticofugal) serat proyek dari korteks frontal ke pons ;
2) serat talamokortikal (bagian dari radiasi talamokortikal)
menghubungkan medial dan anterior inti dari thalamus ke lobus frontal (ini
terputus selama Lobotomi prefrontal ).
 Genu mengandung serat corticobulbar , yang berjalan antara korteks dan batang
otak .
 Dahan posterior dari kapsul internal yang mengandung serat kortikospinalis , serat
sensorik (termasuk lemniskus medial dan sistem anterolateral ) dari tubuh dan
serat corticobulbar beberapa.

Anatomi Kapsul internal


Divisi Mayor Komunikasi Tracts Darah Pasokan
- Lenticulostriate arteri
- Tracts antara lobus frontal dan pons (batang otak) (cabang dari arteri serebri)
Anterior
- Tracts antara thalamus dan korteks prefrontal - Berulang arteri Heubner
tungkai
- Tracts antara thalamus dan cingulate gyrus (cabang dari arteri serebri
anterior)
- Tracts antara korteks motorik di lobus frontal dan inti - Lenticulostriate arteri
Lutut
saraf kranial di batang otak (alias: saluran corticobulbar) (cabang dari arteri serebri)
- Berulang arteri Heubner
(cabang dari arteri serebri
anterior)
- Tracts antara korteks motor lobus frontal dan tanduk
anterior dari sumsum tulang belakang (aka:
kortikospinalis saluran)
- Lenticulostriate arteri
- Saluran lemniskus Medial (kelanjutan dari kolom
Posterior (cabang dari arteri serebri)
dorsal), yang membawa informasi tentang sentuhan
tungkai - Arteri Choroidal anterior
ringan, getaran, dan sensasi tekanan dari tubuh dan
(cabang dari karotid internal)
sumsum tulang belakang.
- Anterolateral (aka: spinotalamikus) saluran, yang
membawa nyeri dan informasi temperatur

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Penghantaran impuls


a. Jaras motorik.
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada
manusia. Gerakan diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya
yaitu area motorik di korteks, ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem
motorik ada dua, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal :

A. Traktus piramidalis. Traktus Corticospinalis


Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area
4 Broadmann), yang disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik
dari pusat motorik disalurkan melalui traktus piramidal berakhir pada cornu
aanterior medulla spinalis.

Pusat jaras Motorik


 Neuron Motorik Atas
Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri
(Pusat Supraspinal). Meliputi :
o Ganglia basalis  tractus corticostriata
o Di-encephalon tractus cortico-diencephalon
o Batang otak cortico bulbaris
Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri
sebagai Neuron orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun
melalui corona radiata  masuk crus posterior capsula interna  mes-
encephalon, pons, medulla oblongata dan medulla spinalis bersinap dengan
neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.
Asal Neuron Orde pertama :
o 1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus
precentralis
o 1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus
precentralis
o 1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus
postcentralis
 Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)
Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal) tractus corticospinalis.
Letak columna subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :
o Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal
columna anterior subt.grisea
o Neuron orde ketiga  axon neuron ketiga keluar dari medulla
spinalis sebagai radix anterior n.spinalis yang bergabung dengan
radix posterior membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi ke
efektor sadar

B. Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons
dan medulla oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
 Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah :
traktus reticulospinlis pontinus
 Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru
turun ke medulla spinalis : traktus reticulospinalis medulla
spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde
kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk
fasilitasi dan inhibisi kontraksi otot skelet berkaitan dengan
fungsi kseimbangan tubuh.
2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla
oblongata. Jalannya dekat sekali dengan fasciculus
longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps
dengan neuron orde kedua dan ketiga
Fungsi:
i. terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam
ruang gelap
ii. terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang
penglihatan
3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-
encephalon setinggi coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun
kebawah melewati pns, medulla oblongata menuju cornu
anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot
ekstensor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan
med. oblongata), menerima akson dari auris interna melalui
N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi
otot fleksor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
1. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon
dari : cortex cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi
keseimbangan tubuh

Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak


a. Tractus Corticothalamus
 Asal : area brodmann 10, 11, 12
Tujuan : nucleus medialis thalami
 Asa l : area brodmann 9 dan 11
Tujuan : nuclei septi thalami
 Asal : area brodmann 9
Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami
 Asal : area brodmann 6
Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis
thalami
 Asal : area brodmann 4
Tujuan : nuclei lateralis thalami
b. Tractus corticohypothalamicus
 Asal : cortec hypocampi
 Tujuan : hypothalamus
c. Tractus corticosubthalamicus
 Asal : area brodman 6
 Tujuan : subthalamus
d. Tractus Corticonigra
 Asal : area brodmann 4, 6 dan 8
 Tujuan : substantia nigra
e. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
 Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons),
nucleus olivarius inferius (medulla oblongata)

b. Jaras sensorik.
Jalan raya sensorik berfungsi untuk membawa fungsi sensorik (exteroreseptif &
propioreseptif) dari reseptor ke pusat sensorik sadar di otak.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:
 Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu,
dan raba
 Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
 Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam,
seperti jantung, lambung, usus, dll.
 Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam,
seperti jantung, lambung, usus, dll.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :


 Mekanoreseptor
Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan,
memonitor tegangan pada pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau
sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka, persendn dna organ visceral. Contoh
reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba ringan), corpus Merkel dan
badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan).
 Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus
Krause (untuk suhu dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
 Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang
dihasilkan oleh adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia.
Contoh reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan
corpusculum Golgi (untuk tekanan).
 Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan
yang diterima sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang
diterima oleh sel reseptor pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam
pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk mendeteksi
perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus mendeteksi
perubahan kadar gula darah.
Reseptor sensoris yang lain yaitu :
 Photoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel
photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan
suhu : sinyal diterima reseptor → dibawa ke ganglion spinale → melalui
radiks posterior menuju cornu posterior medulla spinalis → berganti
menjadi neuron sensoris ke-2 → lalu menyilang ke sisi lain medulla
spinalis → membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus
spinotalamikus → menuju thalamus di otak → berganti menjadi neuron
sensoris ke-3 → menuju korteks somatosensorik yang berada di girus
postsentralis (lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor → ganglion spinale → radiks posterior medulla
spinalis → lalu naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus →
berakhir di nucleus Goll → berganti menjadi neusron sensoris ke-2 →
menyilang ke sisi lain medulla spinalis → menuju thalamus di otak →
berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju ke korteks
somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).

Beberapa serabut saraf berperan untuk menghubungkan segmen-segmen


medulla spinalis yang berbeda, sedangkan serabut lain naik dari medulla spinalis
ke pusat-pusat yang lebih tinggi sehingga mengubungkan medulla spinalis
dengan otak. Berkas-berkas serabut yang berjalan ke atas ini disebut tractus
ascendens.
Tractus-tractus ascendens mengantarkan informasi aferen, baik yang dapat
maupun tidak dapat disadari. Informasi ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok
utama, yaitu: (1) informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti
nyeri, suhu, dan raba; serta (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam
tubuh, misalnya dari otot dan sendi.
Secara umum anatomi jaras asenden adalah sebagai berikut :
Sinyal sensoris biasanya berjalan melewati tiga neuron dari tempat asal
mereka di reseptor menuju tujuan mereka di area sensoris yang ada di otak.
Neuron yang pertama akan mendeteksi stimulus dan mentransimisikan sinyal
tersebut menuju medulla spinalis atau ke otak, apabila ditransmisikan menuju
medulla spinalis, maka akan melalui radix dorsalis dan dilanjutkan secara ipsi
lateral menuju fasukulus cuneatus di medulla spinalis,dari medulla spinalis,sinyal
diteruskan menuju medulla oblongata masih oleh neuron yang pertama, di
medulla oblongata, sinyal akan diterima di nucleus cuneatus dan dari nucleus
cuneatus diteruskan oleh neuron yang kedua yang akan melanjutkan sinyal
tersebut menuju ke thalamus yang berada di ujung atas dari batang otak,sebelum
menuju ke thalamus, sinyal tersebut dibawa oleh neuron yang ke dua menuju
lemniscus medial yang berada di medulla oblongata,dan selanjutnya sinyal
diteruskan menuju mesencephalon, di mesencephalon sinyal akan melewati
lemnicus medial yang berada di mesencephalon dan akhirnya menuju thalamus.
Dan neuron yang ke tiga akan membawa sisa sinyal dari thalamus menuju area
sensoris yang berada di korteks cerebri atau gyrus post sentralis. Di sanalah
ditentukan jenis gerakan atau posisi tubuh yang diinginkan.
Hampir seluruh informasi sensorik yang berasal dari segmen somatik
tubuh memasuki medulla spinalis melalui saraf-saraf spinal pada radiks dorsalis
dan selanjutnya akan diteruskan ke otak. Dalam penghantarannya sinyal sensorik
akan dibawa melalui salah satu dari dua jaras sensoris bolak-balik: (1) sistem
kolumna dorsalis-lemniskus medialis atau (2) sistem anterolateral. Kedua sistem
ini nantinya akan bertemu di tingkat thalamus.
Sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis menjalarkan sinyal naik ke
medulla otak terutama dalam kolumna dorsalis medulla spinalis. Lalu, setelah
sinyal tersebut bersinaps dan menyilang ke sisi berlawanan di dalam medulla,
sinyal tersebut akan naik melalui lemniskus medialis di batang otak menuju
thalamus.
Sebaliknya sistem anterolateral sinyal akan segera memasuki medulla
spinalis dari radiks saraf spinalis dorsalis, bersinaps dalam kornu dorsalis
substansia grisea medulla spinalis, lalu menyilang ke sisi yang berlawanan dan
naik melalui subtansia alba anterior dan lateral medulla spinalis. Sinyal tersebut
lalu berakhir pada seluruh tingkat batang otak yang lebih rendah dan juga di
thalamus.
Sistem kolukna dorsalis-lemniskus medialis terdiri atas serabut-serabut
saraf besar bermielin yang menjalarkan sinyal ke otak dengan kecepatan 30-110
m/detik, sedangkan sistem anterolateral terdiri atas serabut saraf bermielin yang
lebih kecil yang akan menjalarkan sinyal dengan kecepatan beberapa meter per
detik sampai 40 m/detik.
Perbedaan lain antara kedua sistem ini adalah bahwa serabut-serabut
saraf dalam sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis mempunyai sifat
orientasi ruang yang sangat tinggi sesuai dengan asal serabut saraf itu,
sememntara sistem anterolateral mempunyai sifat orientasi ruang yang jauh lebih
kecil. Perbedaan ini akan mempengaruhi jenis informasi sensorik apa yang dapat
dijalarkan oleh kedua sistem di atas. Yakni informasi sensorik yang harus
dijlarkan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat terutama akan dijalarkan
oleh sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis, sedangkan informasi yang tak
perlu dijalarkan dengan cepat atau dengan tempo yang lama terutama dijalarkan
oleh sistem anterolateral.
Sistem anterolateral mempunyai kemampuan khusus yang tidak dimiliki
oleh sistem dorsalis, yakni kemampuan untuk menjalarkan madalitas sensasi
yang sangat luas-misalnya sensasi nyeri, hangat, dingin, dan taktil yang kasar,
sedangkan sistem dorsalis hanya terbatas utnuk sensasi mekanoreseptif jenis
tertentu.
Adapun jenis-jenis sensasi yang dapat dijalarkan oleh kedua sistem ini adalah :
Kolumna Dorsalis-Sistem Lemniskus Medialis
1. Sensasi raba membutuhkan rangsangan dengan derajat lokalisasi tingii
2. Sensasi raba membutuhkan penjalaran impuls dengan intensitas gradasi
yang halus
3. Sensasi fisik misalnya sensasi getaran
4. Sensasi terhadapa sinyal gerakan pada kulit
5. Sensasi posisi tubuh dari persendian
6. Sensasi tekan yang berkaitan dengan derajat penentuan intensitas
tekanan.
Sistem Anterolateral
1. Rasa nyeri
2. Sensasi termal, meliputi sensasi hangat dan dingin
3. Sensasi raba dan tekan kasar yang mampu menentukan tempat perabaan
kasar pada tempat penekanan tubuh
4. Sensasi geli dan gatal
5. Sensasi seksual

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Motorik dan kelainannya


LI 4. Memahami dan Menjelaskan Stroke
LO 3.1 Memahami dan menjelaskan Definisi Stroke
Stroke adalah sindrom hemiparesis atau hemiparalisis akibat lesi vaskular
yang bisa bangkit dalam beberapa detik sampai hari, tergantung pada jenis penyakit
yang menjadi kausanya. WHO mendefinisikan stroke sebagai manifestasi klinis dari
gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh), yang berlangsung
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan kematian, tanpa
penyebab lain selain gangguan vaskuler. (Hatano, 1976 dalam Davenport dan Dennis,
2000).
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan
sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf pusat. (diagnosis
&tataksana penyakit saraf, 2009).

LO 3.2 Memahami dan menjelaskan Etiologi Stroke


Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian yaitu :

1. Trombosis serebral

Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab


utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari
stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan
yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan
kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat
dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara
umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan
bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.

2. Embolisme serebral

Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya,


yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba
dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan
penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.

3. Iskemia serebral

Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi


ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

4. Haemorrhagi serebral
a) Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah
neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti
fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan
pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan
hidup.
b) Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya
periode pembentukan hematoma lebih lama danc menyebabkan tekanan pada
otak. Beberapa pasien mungkin mengalami haemorrhagi subdural kronik
tanpa menunjukkan tanda atau gejala.
c) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada
area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada otak.
d) Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak paling
umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur
pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila
ha emorrhagi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam
bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital

Faktor Resiko

Penggolongan faktor risiko stroke didasarkan pada dapat atau tidaknya resiko tersebut
ditanggulangi / diubah :
A. Faktor resiko yang tak dapat diubah atau dicegah/dimodifikasi
B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
C. Faktor resiko yang sangat dapat dimodifikasi

Pengenalan faktor‐ faktor resiko ini penting, karena banyak pasien mempunyai
faktor resiko lebih dari 1 (satu) faktor atau bahkan kadang‐ kadang faktor resiko ini
diabaikan. Setelah mengetahui maka perlu dikenal juga bagaimana cara pengatasan atau
penghindaran faktor‐ faktor resiko dan cara‐ cara pemeriksaan faktor.
A. Faktor Resiko Yang Tak Dapat Diubah
Umur
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia
hingga makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat stroke. Dalam
statistik faktor ini menjadi 2 x lipat setelah usia 55 tahun.
Jenis.
Stroke diketahui lebih banyak laki‐ laki dibanding perempuan. Kecuali umur 35 – 44
tahun dan diatas 85 tahun, lebih banyak diderita perempuan. Hal ini diperkirakan
karena pemakaian obat‐ obat kontrasepsi dan usia harapan hidup perempuan yang
lebih tinggi dibanding laki‐ laki.
Berat Lahir Yang Rendah
Statistik di Inggris memungkinkan orang dengan berat bayi lahir rendah
menunjukkan angka kematian yang lebih tinggi dibanding orang yang lahir dengan
berat normal. Namun apa hubungan antara keduanya belum diketahui secara pasti.
Ras
Penduduk Afrika ‐ Amerika dan Hispanic ‐ Amerika berpotensi stroke lebih tinggi
dibanding Eropa ‐ Amerika. Pada penelitian penyakit artherosklerosis terlihat
bahwapenduduk kulit hitam mendapat serangan stroke 38 % lebih tinggi dibanding
kulit putih.
Faktor Keturunan
Adanya riwayat stroke pada orang tua menaikkan faktor resiko stroke. Hal ini
diperkirakan melalui beberapa mekanisme antara lain :
- Faktor genetik
- Faktor life style
- Penyakit‐ penyakit yang ditemukan
- Interaksi antara yang tersebut diatas
Kelainan Pembuluh Darah Bawaan : sering tak diketahui sebelum terjadi stroke

B. Faktor Resiko Yang Dapat Diubah


Banyak data menunjukkan bahwa penderita stroke yang pertama kali menunjukkan
bahwa penderita stroke yang pertama kali menunjukkan angka penurunan terjadinya
stroke setelah penanggulangan faktor resikonya, terutama pengatasan faktor resiko
artherosklerosis.
Hypertensi/tekanan darah tinggi
Makin tinggi tensi darah makin tinggi kemungkinan terjadinya stroke, baik
perdarahan maupun bukan.
Merokok
Penelitian menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor resiko terjadinya stroke,
terutama dalam kombinasi dengan faktor resiko yang lain misal pada kombinasi
merokok dan pemakaian obat kontrasepsi . Hal ini juga ditunjukkan pada perokok
pasif. Merokok meningkatkan terjadinya thombus, karena terjadinya artherosklerosis.
Diabetes
Penderita diabetes cenderung menderita artherosklerosis dan meningkat kan
terjadinya hypertensi, kegemukan dan kenaikan lemak darah. Kombinasi hypertensi
dan diabetes sangat menaikkan komplikasi diabetes termasuk stroke. Pengendalian
diabetes sangat menurunkan terjadinya stroke.
Kenaikan kadar cholesterol/lemak darah
Penelitian menunjukkan angka stroke meningkat pada pasien dengan kadar
cholesterol diatas 240 mg % Setiap kenaikan 38,7 mg % menaikkan angka stroke 25
%. Sedangkan kenaikan HDL 1 m mol (38,7 mg %) menurunkan terjadinya stroke
setinggi 47 %. Demikian juga kenaikan trigliserid menaikkan jumlah terjadinya
stroke. Pemberian obat‐ obat anti cholesterol jenis statin sangat menurunkan
terjadinya stroke.
Penyempitan Pembuluh darah Carotis
Pembuluh darah carotis berasal dari pembuluh darah jantung yang menuju ke otak
dan dapat diraba pada leher. Penyempitan pembuluh darah ini kadang‐ kadang tak
menimbulkan gejala dan hanya diketahui dengan pemeriksaan. Penyempitan > 50 %
ditemukan pada 7 % pasien laki‐ laki dan 5 % pada perempuan pada umur diatas 65
tahun. Pemberian obat‐ obat aspirin dapat mengurangi incidence terjadinya stroke,
namun pada beberapa pasien dianjurkan dikerjakan carotid endarterectomy.
Gejala Sickle cel
Penyakit ini diturunkan, kadang‐ kadang tanpa gejala apapun. Beberapa menunjukkan
gejala anemia hemolytic dengan episode nyeri pada aanggota badan, penyumbatan‐
penyumbatan pembuluh darah termasuk stroke.
Penggunaan terapi sulih hormon.
Penggunaan terapi sulih hormon dianjurkan untuk mencegah terjadinya stroke dan
penyakit jantung vaskuler, namun pada beberapa penelitian pada pemakaian 6 bulan
berturut‐ turut meningkatkan terjadinya stroke pada pemakaian restradol. Pemakaian
sulih hormon untuk mencegah stroke tidak dianjurkan.
Diet dan Nutrisi
Asupan makanan yang mengandung banyak sayur dan buah mengurangi terjadinya
stroke. Pemakaian garam dapur berlebihan meningkatkan terjadianya stroke.
Mungkin ini dikaitkan dengan terjadinya kenaikan tensi. j. Latihan fisik Kegiatan
fisik yang teratur dapat mengurangi terjadinya stroke (≥ 30 menit gerakan moderate
tiap hari)
Kegemukan
BMI (Body Mass Index) yaitu BB (kg) = TB (m) > 25 – 29,9 dikategorikan berat
berlebih (over weight). Sedang > 30 dikategorikan obesitas.
Central Obesitas/Gemuk perut:
Dihitung jika lingkar perut > 102 cm pad alaki‐ laki dan > 88 cm pada perempuan.
Kegemukan meningkatkan terjadnya stroke, baik jenis penyumbatan ataupun
perdarahan. Penurunan berat badan akan menurunkan juga tekanan darah.

C. Faktor Resiko Yang Sangat Dapat Diubah


Metabolik Sindrom
Dikatakan metabolik sindrom jika terdapat 3 atau lebih gejala‐ gejala sebagai berikut:
 Gemuk perut
 Trigliceride > 150 mg %
 HDL < 40 mg %
 Tensi ≥ 130 / ≥85 mm Hg
 Gula puasa ≥ 110 mg %
 Perubahan gaya hidup, pola makan, penurunan BB dan diet seimbang akan
menurunkan terjadinya stroke.

Pemakaian alkohol berlebihan


Pemakaian alkohol berlebihan memicu terjadinya stroke. Pemakaian jumlah sedikit
dapat menaikkan HDL cholesterol dan mengurangi perlengketan trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen. Alkohol berlebihan akan menyebabkan peningkatan
tensi darah, darah gampang menjendal, penurunan aliran darah dan juga atrium
fibrilasi.
Drug Abuse/narkoba
Pemakaian obat‐ obat terlarang seperti cocain, auphetamine, heroin dsb meningkatkan
terjadinya stroke. Obat‐ obat ini dapat mempengaruhi tensi darahsecara tiba‐ tiba,
menyebabkan terjadinya emboli, karena adanya endocarditis dan menaikkan
kekentalan darah dan perlengketan thrombosit.
Pemakaian obat‐ obat kontrasepsi (OC)
Resiko stroke meningkat jika memakai OC dengan dosis obstradial ≥ 50 ug.
Umumnya resiko stroke terjadi jika pemakaian ini dikombinasi dengan adanya usia
>35 tahun, perokok, hipertensi, diabetes dan migrain.
Gangguan Pola Tidur
Penelitian membuktikan bahwa tidur ngorok meningkatkan terjadinya stroke. Pola
tidur ngorok sering disertai apneu (henti nafas) tidak hanya berpotensi menyebabkan
stroke tapi juga gangguan jantung. Hal ini disebabkan penurunan aliran darah ke otak,
kenaikan tensi dsb. Pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan yang cermat dengan
mencari penyebabnya.
Kenaikan homocystein
Homocystein adalah sulpenydril yang mengandung asam amino dan diet yang
mengandung methirin. Kenaikan homocystein meningkatkan artheriosclerosis. Diet
kaya sayur dan buah akan menurunkan homocystein.
Kenaikan lipoprotein (a)
Lipid protein komplex yang meningkat merupakan resiko terjadinya penyakit jantung
dan stroke. Lp (a) merupakan partikel dari LDL dan peningkatannya akan
meningkatkan terjadinya thrombosis dengan mekanisme menghambat plasminogen
aktivator. Pengobatan dengan niacin akan menurunkan lp (a)
Hypercoagubility
Ada kecenderungan darah mudah menggumpal di karenakan adanya autiphospolipid
antibody. Test dapat dikerjakan dengan pemeriksaan anti crdiolipin antibody dan
anticoagulant lypus.

LO 3.3 Memahami dan menjelaskan Epidemiologi Stroke


Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada
pria dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000
pada pria dan 189 per 100.000 pada wanita. Di Inggris insidens stroke 174 per
100.000 pada pria dan 233 per 100.000 pada wanita. Di Swedia, insidens stroke 221
per 100.000 pada pria dan 196 per 100.000 pada wanita (Fieschi, et al, 1998). Data di
Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke.
Berdasarkan data yang dikeluarkan WHO april 2011 kematian karena stroke
di Indonesia mencapai 138.268 atau 9,7% penyebab kematian di Indonesia, Indonesia
termasuk . Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia
diperoleh data jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode
awal Oktober 1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut :
dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45 – 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan
jumlah pasien laki-laki 53,8% dan pasien perempuan 46,2% (Misbach, 1999).

LO 3.4 Memahami dan menjelaskan Klasifikasi Stroke


Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke
hemorragik. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke
adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Stroke Trombotik : Proses terbentuknya thrombus yang membuat


penggumpalan.
2. Stroke Embolik : Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion Sistemik : Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh


darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:

1. Hemoragik Intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.


2. Hemoragik Subaraknoid :pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak).

Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Menurut Misbach


(1999) dalam Ritarwan (2002), klasifikasi tersebut antara lain:

A. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:


1. Stroke iskemik
 Transient Ischemic Attack (TIA)
 Trombosis serebri
 Emboli serebri
2. Stroke hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan subarakhnoid

B. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:


1. Serangan iskemik sepintas atau Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
3. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
4. Completed stroke
Gejala klinis yang telah menetap

C. Berdasarkan sistem pembuluh darah:


Sistem karotis dan sistem vertebrobasiler.

Stroke juga umumnya diklasifikasikan menurut patogenesisnya. Dalam hal ini


stroke terbagi dalam dua klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Berdasarkan penelitian, dijumpai prevalensi stroke iskemik lebih besar dibandingkan
dengan stroke hemoragik. Menurut Sudlow dan Warlow (1996) dalam Davenport dan
Dennis (2000), 80% dari seluruh kejadian stroke pada orang kulit putih merupakan
stroke iskemik.

LO 3.5 Memahami dan menjelaskan Patofisiologi Stroke


Stroke Iskemik
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap
(Sjahrir,2003)
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan
permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya
homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan
toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)

Stroke
Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke
hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan
perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma
(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh
arteriola berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada
dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta
timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan
darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya
darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan
pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena
darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi
darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular
atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
LO 3.6 Memahami dan menjelaskan Manifestasi Klinis Stroke
Berikut ini adalah manifestasi klinis stroke berdasarkan lokasi penyumbatan :
1. Pembuluh besar dalam sirkulasi anterior
a. Arteri cerebri media
 Sumbatan total :
Contralateral hemiplegia, hemianasthesia, homonymous hemianopia,
pandangan cenderung pada sisi ipsilateral. Dapat pula terjadi global
aphasia pada hemisphere yang dominan dan ansognosia, constructional
aphasia, dysarthria pada hemisphere non dominan.
 Sumbatan partial :
Lemah tangan / lengan atau lemah wajah dengan aphasia broca dengan
atau tanpa kelemahan lengan. Ataupun dapat terjadi aphasia wernicke
tanpa kelemahan.
b. Arteri cerebri anterior
Respons motorik dan verbal menurun, paraparesis, dan inkontinensia urin.
c. Arteri choroid anterior
Hemiplegia contralateral, hemianasthesia, homonymous hemianopia.
d. Arteri carotis interna
Gejala mirip dengan gejala pada arteri cerebri media, namun juga terdapat
transient monocular blindness.
e. Arteri carotis communis
Gejala sama dengan pada carotis interna.

2. Pembuluh darah besar dalam sirkulasi posterior


a. Arteri cerebri posterior
Infark pada lesi lateral subthalamus, thalamus medial, ipsilateral pedunculus
cerebral, dan midbrain. Dapat pula terjadi palsy N. III dengan ataxia
contralateral atau hemiplegia contralateral.
Penyumbatan pada bagian distal arteri ini mengakibatkan infark pada
temporal medial dan occipital, yang kemudian menyebabkan contralateral
homonymous hemianopia, gangguan ingatan apabila hippocampus terlibat.
Infark pada splenium corpus callosum menyebabkan alexia tanpa agraphia.
b. Arteri vertebral dan cerebri posterior inferior
Vertigo, kaku wajah ipsilateral dan badan kontralateral, diplopia, hoarseness,
dysarthria, dysphagia, Wallenberg’s syndrome.
Infark cerebral dan edema dapat mengakibatkan respiratory arrest.
c. Arteri basilaris
Gejala pusing (dizziness), diplopia, dysarthria, kaku wajah, gejala
hemisensorik.
d. Arteri cerebelli superior
Ataxia cerebellar ipsilateral, mual muntah, dysarthria, rasa kebal
kontralateral, tidak merasakan sensasi suhu pada ekstremitas, badan, dan
wajah.
e. Arteri cerebelli anterior inferior
Penurunan pendengaran ipsilateral, lemah wajah, vertigo, mual muntah,
nystagmus, tinnitus, cerebellar ataxia, kebal contralateral.

3. Pembuluh kecil (lacunar stroke)


Gejala dapat berupa hemiparesis motorik, ataxic hemiparesis, dysarthria, dan
aphasia broca.

LO 3.7 Memahami dan menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Stroke


Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis.
antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis
neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis

a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya
pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.
b. Keluhan utama
Pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS).
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Berupa pengobatan yang dijalani sekarang, termasuk OTC, vitamin dan obat
herbal.Allergi (alergi obat dan yang lainnya yang menyebabkan manifestasi
alergi spesifik), operasi, rawat inap di rumah sakit, transfusi darah termasuk
kapan dan berapa banyak jumlah produk darahnya, trauma dan riwayat penyakit
yang dulu.
Pada pasien dewasa : Tanya apakah menderita penyakti DM, HTN, stroke, PUD,
asthma, emphysema, tyroid, hepar dan ginjal, penyakit perdarahan, kanker, TB,
hepatitis dan penyakit menular seksual. Pada pasien anak-anak: mencakup
riwayat prenatal dan kelahiran, makanan, intoleransi makana, riwayat imunisasi,
temperatur pemanas aiat dan penggunaan helm waktu bersepeda.
e. Riwayat Keluarga
Umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada
anggota keluarga (tanya apakah ada yang menderita kanker terutama payudara,
kolon dan prostat), TB, asma, infark miokard, HTN, penyakit tyroid, penyakit
ginjal, PUD, DM, penyakit perdarahan, glaukoma, degenerasi makular dan
depresi atau penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan. Gunakan skema keluarga
(pedagre).
f. Riwayat psychosocial (sosial)
Stressor (finansial, hubungan spesial, lingkungan kerja atau sekolah,
kesehatan) dan dukungan (keluarga, teman, dll), faktor resiko gaya hidup
(alkohol, obat-obatan, tembakau dan penggunaan kafein, diet, olah raga, paparan
terhadap agen lingkungan dan prilaku seksual, profil pasien (mencakup status
pernikahan, anak, orientasi seksual, pekerjaan sekarang dan sebelumnya,
dukungan finansial dan asurasi, pendidikan, agama, hoby, kepercayaan, kondisi
tempat tinggal), untuk veteran mencakup riwayat militer. Pasien pediatrik
mencakup tingkat sekolah dan kebiasaan tidur dan bermain.
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan
anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara
keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan,
 Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada
 Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score
Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-
hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke
hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik
seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut
dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak.
Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat
penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan

 Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan
penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut
CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari
perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke
yang memerlukan penanganan yang berbeda pula.
CT Scan berguna untuk menentukan:
 jenis patologi
 lokasi lesi
 ukuran lesi
 menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang
magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih
detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis
depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu
waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama
perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan
keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti,
pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada
daerah magneti kuat suatu MRI.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat
warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di
otak dapat memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous
malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi
dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram
konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-
kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang
dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna
diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun
angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail,
tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-
benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber
perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang
dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan
untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa
injeksi atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk
menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri
utama di leher yang mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering
dilakukan pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram
adalah tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan
peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal
achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan
electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama
24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein
yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk
adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur.
Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau
untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari
infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga
perlu dipertimbangkan.
Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik


Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

Diagnosis banding
Bell’s Palsy adalah suatu bentuk kelumpuhan di daerah wajah yang disebabkan oleh disfungsi
nervus facialis, sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yang
terpengaruh.
Etiologi sebenarnya dari Bell’s palsy masih belum diketahui, namun penyakit ini
kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus pada ganglion geniculata dan pada beberapa
kasus terhadap aktivasi dari infeksi herpes simpleks laten.
Perubahan patologis terdiri dari inflamasi dan edema nervus facialis pada canalis facialis. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan tekanan pada nervus, yang mengakibatkan kelumuhan
yang diikuti dengan degenerasi akson wallerian
Tanda dan gejala Bell’s palsy datang secara tiba-tiba, dan mungkin meliputi :
 Kelemahan ringan hingga kelumpuhan total pada satu sisi wajah yang terjadi dalam
beberapa jam hingga hari sehingga sulit untuk tersenyum atau menutup mata pada sisi
yang terkena
 Wajah terkulai dan kesulitan membuat ekspresi wajah
 Sakit di sekitar rahang atau di belakang telinga pada sisi yang terkena
 Peningkatan sensitivitas untuk suara pada sisi yang terkena
 Sakit kepala
 Penurunan kemampuan untuk mencicipi
 Perubahan jumlah air mata dan air liur yang di hasilkan
 Dalam beberapa, Bell’s palsy dapat mempengaruhi saraf di kedua sisi wajah

Karakteristik kelumpuhan N. Facialis dan penyebabnya :

Lokasi Karakteristik Penyebab


1 Lesi Supranuclear Kelemahan pada Lesi pada tractus
kontralateral, wajah bawah corticobulbar di atas
pons
Lumpuh wajah total pada Sindrom Mobius
sisi tersebut Encephalitis, rabies,
Kelainan sekresi saliva meningitis
Taste intact Encephalopathy
Kelainan lakrimasi Wernicke
2 Lesi nuclear atau pontine Kelumpuhan N. V atau VII Pontine, glioma
pada sisi yang sama Infark, hemoragi
Mata menyimpang ke sisi Multiple sclerosis,
lesi syringobulbia,
Ophtalmoplegia internuclear amyotrophic lateral
Hemiparesis contralateral sclerosis
Lumpuh wajah total Meningitis, TBC,
Hilang pendengaran siphilis, fungi
Vertigo episodik Acoustic neuroma,
Refleks kornea menurun meningioma dermoid,
Extracranial pada angulus
3 Kelainan sekresi saliva chordoma,
cerebellopontine
Kelainan lakrimasi carcinomatosis
mening, aneurisma a.
Basilaris
Multiple sclerosis
4 Extracranial pada canalis fascialis
Lumpuh wajah total Fraktur tulang petrous
Pendengaran menurun temporal
Antara meatus auditorius Kelainan lakrimasi Otitis media,
a internus dan ganglion Kelainan sekresi saliva mastoiditis, Ramsey-
geniculata Taste lost pada 2/3 anterior Hunt syndrome,
tubuh sarcoidosis, Guillan-
Barre syndrome
Lumpuh wajah total DM
Kelainan sekresi saliva Cholesteatoma, tumor
Antara ganglion geniculata dan
b Taste lost pada 2/3 anterior epidermoid tulang
asal nervus – stapedius
lidah temporal, tumor
Hiperacusis kelenjar parotid,
Lumpuh wajah total deposit leukemik di
Antara asal nervus – stapedius Kelainan sekresi saliva canalis fascialis
c
dan asal chorda tympani Taste lost pada 2/3 anterior
lidah
d Distal ke arah chorda tympani Lumpuh wajah total

Diagnosis
Tidak ada tes laboratorium khusus yang dapat mengkonfirmasi diagnosis Bell’s palsy.
Dokter Anda mungkin dapat membuat diagnosis awal Bell’s palsy dengan melihat wajah
penderita dan meminta penderita untuk memindahkan otot-otot wajah dengan menutup mata,
mengangkat alis, menunjukkan gigi dan merengut, atau gerakan lain.
 Anamnesis : rutinitas sehari-hari, riwayat bells palsy
 PF neuro : PF N. VII seperti tersenyum, bersiul,mengerutkan dahi.
 CT Scan
 MRI

Diagnosis Banding
 Lesi struktur telinga dan kelenjar parotis (kolesteatoma, tumor kelenjar ludah) dapat
menekan saraf.
 Guillain-Barre syndrome
 Lyme disease
 otitis media
 Ramsay Hunt syndrome

Tatalaksana
Hasil penelitian menunujukkan efektifitas kombinasi dua jenis obat yang biasa digunakan
untuk mengobati bell’s palsy yaitu : kortikosteroid dan antivirus.
 Kortikosteroid, seperti prednison, adalah agen anti-peradangan yang kuat. Obat ini
dapat mengurangi pembengkakan pada saraf wajah dan akan lebih cocok karena lebih
nyaman.
 Obat antivirus, seperti acyclovir atau valacyclovir, dapat menghentikan
perkembangan infeksi jika virus diketahui sebagai penyebabnya.
Beberapa studi klinis menunjukkan manfaat dari perawatan dini dengan kortikosteroid, anti-
virus atau kombinasi dari kedua jenis obat. Bukti efektivitas kortikosteroid tampaknya lebih
kuat daripada obat antivirus, dan mereka cenderung paling efektif jika diberikan dalam waktu
tiga hari sejak munculnya gejala.
Terdapat pula pengobatan lainnya, seperti :
 Terapi Fisik.
Otot yang lumpuh dapat menyusut sehingga dapat menyebabkan kontraktur
permanen. Seorang terapis fisik dapat mengajarkan penderita bagaimana pijatan dan
latihan otot-otot wajah untuk membantu mencegah hal ini terjadi.
 Pasien yang tidak dapat menutup mata dapat diberikan tetes mata methylcellulose,
kemudian mata ditutup dengan eyepatch sampai kelopak mata dapat berfungsi
kembali.
 Obat herbal tradisional
Obat herbal atau obat tradisional yang dapat digunakan untuk membantu
penyembuhan bell’s palsy adalah jus mengkudu. Jus mengkudu memiliki efek anti
radang dan antivirus. Jus mengkudu sangat baik untuk kesehatan saraf.

Prognosis.
Secara umum penyakit ini dapat disembuhkan, kendati tergantung dari derajat kerusakan
sarafnya. Pada minggu kedua perbaikan sudah mulai dirasakan dan dalam 3-6 bulan wajah
dapat kembali normal.

Pencegahan.
1. Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk mencegah angin
mengenai wajah.
2. Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa wajah
langsung. Arahkan kipas angin itu ke arah lain. Jika kipas angin terpasang di langit-
langit, jangan tidur tepat di bawahnya. Dan selalu gunakan kecepatan rendah saat
pengoperasian kipas.
3. Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam hari. Selain
tidak bagus untuk jantung, juga tidak baik untuk kulit dan syaraf.
4. Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan pelindung mata.
Suhu rendah, angin kencang, dan tekanan atmosfir yang rendah berpotensi tinggi
menyebabkan Anda menderita Bell’s Palsy.
5. Setelah berolah raga berat, JANGAN LANGSUNG mandi atau mencuci wajah
dengan air dingin.

LO 3.8 Memahami dan menjelaskan Penatalaksanaan Stroke


Dalam tatalaksana stroke waktu merupakan hal yang sangat penting
mengingat jendela terapinya hanya berkisar antara 3 sampai 6 jam. Tindakan di gawat
darurat untuk stroke akut sebaiknya ditekankan pada hal-hal berikut:
1. Stabilisasi pasien
2. Pemeriksaan darah, EKG dan rontgen toraks
3. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI sesegera mungkin

Tindakan yang harus segera dilakukan di gawat darurat :


1. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan
kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak
digunakan karena dapat memperhebat edema serebri.
2. Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
3. Jangan memberikan apapun melalui mulut.
4. Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan rontgen toraks.
6. Pemeriksaan darah:
 Darah perifer lengkap dan hitung trombosit
 Kimia darah (glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit)
 PT (Prothrombin Time)/PTT (Partial Thromboplastin time)
7 Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut:
 Kadar alcohol
 Fungsi hepar
 Analisa gas darah
 Skrining toksikologi
8. Pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras
9. Pasien dengan kesadaran yang sangat menurun (stupor/koma) ataupun dengan
gagal nafas perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan intubasi sebelum
CT Scan.

Hal yang harus selalu diingat adalah komplikasi tersering yang dapat
menyebabkan kematian. Herniasi transtentorial dapat terjadi pada infark yang luas
ataupun perdarahan luas dengan perluasan ke ventrikel atau perdarahan subarakhnoid.
Pneumonia aspirasi juga penyebab kematian yang cukup sering pada stroke akut.
Semua pasien stroke akut harus diperlakukan sebagai pasien dengan disfagia sampai
terbukti tidak. Komplikasi lainnya adalah infark miokard akut, sekitar 3% penderita
stroke iskemik mengalami komplikasi ini.

I. STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta
telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada
keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta
tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a. Stroke Iskemik

Terapi umum : Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada
pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap
bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri
oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika
perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid
1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali
bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial
Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan
selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung
kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%,
dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor
alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik
≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL
selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi.
Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90mmHg, dapat
diberi dopamin 2-20μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110
mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3
menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per
oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas
(<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl
3%) atau furosemid.

Terapi khusus : Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet


seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-
PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

b. Stroke Hemoragik

Terapi umum : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan
keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan
sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180
mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma
bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20
mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25
mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol
(lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak
lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus : Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat


vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan
yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan
serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar
>60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman
herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-
vena (arteriovenous malformation, AVM).

II. STADIUM SUBAKUT


Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit
yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah
sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
 Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
 Penatalaksanaan komplikasi
 Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara,
terapi kognitif, dan terapi okupasi
 Prevensi sekunder
 Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Penanganan Oedem Otak


Kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia oleh
adanya oedem otak. Udem otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke iskemik
dan mencapai puncaknya 24-96 jam. Udema otak mula-mula cytofosic, karena terjadi
gangguan pada metabolisme seluler kemudian terdapat oedema vasogenik karena
rusaknya sawar darah otak setempat. Untuk menurunkan oedema otak,dilakukan
sebagai berikut:
a. Naikan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30
b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan
hipotonik.
c. Pemberian osmoterapi yaitu:
1. Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan
dosis 0,25 gr/kg BB setiap 6 jam sampai maksimal 48jam. Target
osmolaritas 300-320 mmol/liter.
2. Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral 10%
intravena 10ml/kg BB dalam 3-4 jam (untuk oedema cerebri ringan,sedang)
3. Furosemide 1 mg/kg BB intravena
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai
PCO2= 29-35 mmHg
e. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral
dengan pergeseran linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.
f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh
karena disamping menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi

Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan
dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak,
dapat dilihat dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan
pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-
kejang yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang
justru akan menambah iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak.
Pemberian infus glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya
asidosis di daerah infark yang akan mempermudah terjadinya udem.
Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan
membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric
tube (NGT).
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin.
Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.

Perawatan suportif
 Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran
napas dan ventilasi. Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi.
 Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh
diturunkan secara cepat. Jika terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara
berhati-hati, karena status neurologis dapat bertambah buruk ketika tekanan
darah diturunkan.
 Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada
batas normal.
 Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik
yang sesuai.
 Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang
ketat. Hiperglikemia dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
 Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk
DVT. Penting untuk menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12
jam atau subkutan enoksaparin 30 mg q. 12 jam pada ambulasi awal.

a. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


 Singkirkan kemungkinan koagulopati. Pastikan hasil masa protrombin dan
masa tromboplastin parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang,
berikan plasma beku segar (FFP) 4-8 unit intravena setiap 4 jam dan vitamin
K 15 mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg subkutan sampai
masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin dengan protamin
sulfat 10-50 mg bolus lambat (1 mg mengoreksi 100 unit heparin).
 Kendalikan HT. Tekanan yang tinggi bisa menyebabkan perburukan
perihematom. Tekanan darah sisitolik >180mmHg dengan labetalol (20 mg
intravena dalam 2 menit ulangi 40-80 mg intravena dalam interval 10 menit
sampai tekanan yang diinginkan kemudian infus 2 mg/menit dan dirasi atau
penghambat ACE 12,5 mg-25 mg, 2-3 kali sehari atau antagonis kalsium
(nifedipin oral 4x 10 mg).
 Pertimbangkan bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih dari
3 cm atau volum lebih dari 50 ml. Pemasangan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidroefalus obstruktif akut atau kliping aneurisma.
 Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma/malformasi
arteriovenosa.
 Berikan manitol 20% (1 mg/kg BB intravena dalan 20-30 menit). Steroid
tidak terbukti efektif pada perdarahan intraserebral.
 Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kg BB intravena atau peroral). Pada
umumnya anti konvulsan diberikan bila terdapat kejang.
 Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah
vasospasme.
 Untuk mengatasi perdarahan intracerebral : obati penyebabnya, turunkan
TIK, beri neuroprotektor, tindakan bedah dengan pertimbangan GCS >4
dilakukan pada pasien dengan perdarahan serebelum > 3cm, hidrosefalus
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, perdarahan lobar diatas 60
cc dengan tanda peningkatan TIK akut dan encaman herniasi.

Pada TIK yang meninggi :


o Manitol bolus, 1 gr/kgBB dalam 20-30 menit lanjutkan dengan 0,25-
0,5g/kgBB tiap 6 jam smpai maksimal 48 jam.
o Gliserol 50% oral, 0,25-1 gr/kgBB setiap 4-6 jam atau gliserol 10%
intravena 10 ml/kgBB dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan-
sedang).
o Furosemid 1mg/ kg BB intravena.
o Intubasi dan hiperventilasi terkontrol sampai pCO2 29-35 mmHg
o Penggunaan steroid masih kontroversial.
o Kraniotomi dekompresif.

Perdarahan subaraknoid
o Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
o Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I
dan II akibat pecahnya aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi
hidrosefalus obstruktif.

b. Penatalaksanaan Stroke Non-Hemoragik


Tujuan terapi:
1. Pencegahan stroke melalui reduksi faktor risiko.
2. Pencegahan sejak awal atau pada stroke yang rekuren dengan memodifikasi
proses patologik mendasar.
3. Mereduksi kerusakan otak sekunder dengan pemeliharaan perfusi yang adekuat
pada daerah yang secara garis besar mengalami iskemik dengan mengurangi dan
atau menurunkan edema.

Penanganan dari Serangan Iskemia Akut


1. Mengeleminasi atau mengontrol faktor-faktor risiko.
2. Memberi edukasi pada pasien mengenai pengurangan faktor risiko dan tanda
serta gejala-gejala dari TIA dan stroke ringan.
3. Intervensi-Bedah
Endarterektomi karotis ( Cea)
 Pengeluaran plak ateromatosa dengan cara bedah.
 Pasien yang direservasi untuk pengeluaran bekuan atau lesi berulserasi yang
mengoklusi > 70% dari aliran darah pada arteri karotis.
 Dapat menurunkan risiko dari strok > 60% selama tahun keduanya setelah
dioperasi dan wajib mengikuti mengikuti prosedur.
 Endarterektomi vertebra umumnya tidak lagi digunakan.

a. Angioplasti balon
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang
yang mengalami stenose  Balon kemudian dipompakan menekan plak
ateromatosa ke arah dinding. Mempunyai risiko melepasnya emboli kecil
yang dapat berpindah ke retina atau otak.
b. Penempatan Sten
Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan
suatu coil baja tahan-karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi
pada salah satu dinding dari arteri; saat ini coil ditambahkan dengan obat-
obatan slow-release.

4. Agen-agen antiplatelet
Aspirin
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau
mengurangi pelepasan substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi secara
irreversibel siklooksigenase-platelet; dan efeknya cukup berlangsung selama
hidup dari platelet; 5-7 hari
Efikasi :
a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%)
pada risiko stroke dan kematian, pada uji-uji klinis acak pasien-pasien yang
telah mengalami suatu TIA sebelumnya atau strok sebagai pencegahan
sekunder.
b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
 Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari);
hasilnya mengindikasikan bahwa dosis rendah mungkin lebih
bermanfaat dengan berkurangnya efek-efek tidak diinginkan dari asam
salisilat pada lambung.
 Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-
laki dibanding sejumlah kecil perempuan pada studi lain.
 Peran pada pencegahan primer belum jelas.

Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit
fosfodiesterase platelet.
Efikasi: a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam penggunaan
dipiridamol pada iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang ditemukan bersama
dengan aspirin.
Sulfinpirazon (Anturane)
Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase.
Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan.
Tiklopidin (Ticlid)
Mekanisme Kerja: a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi
agregasi platelet yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c)
Waktu perdarahan diperpanjang. d) Berefek minimal pada siklooksigenase.

Efikasi:
a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada pasien-
pasien yang telah mengalami TIAs sebelumnya atau stroke.
b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama;
seperti halnya dengan ASA.
d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)

Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat.

Antikoagulasi (warfarin)
a. Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini
sebagai agen antiplatelet.
b. Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard
sebelumnya.
c. Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi
antiplatelet.
d. Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal kardiac;
1. Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah
keadaan gangguan serebrovaskuler pada pasien dengan AF (atrial fibrilasi).
2. Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.

Obat Antihipertensi Pada Stroke

Golongan/Obat Mekanisme Dosis Interaksi Obat Efek Samping


Tiazid
Diazoksid Aktivasi ATP IV bolus: 50-100 Awitan < 5 Retensi cairan dan
sensitive K- mg; IV infus; 15- menit garam, hiperglikemia
channels 30 mg/menit berat, durasi lama (1-
12 jam).
ACEI
Enalaprit ACE inhibitor 0,625-1,25 mg Awitan < 15 Durasi lama (6 jam),
IV selama 15 menit. disfungsi renal.
menit.
Calcium Channel Blocker
Nikardipin Penyekat kanal 5 mg/jam IV, 2.5 Awitan cepat (1- Bradikardia,
Clevidipin kalsium mg/jam tiap 15 5 menit), tidak hipotensi, durasi
Verapamil menit, sampai 15 terjadi rebound. lama (4-6 jam).
Diltiazem mg/jam. Eliminasi tidak
dipengaruhi oleh
disfungsi hati/
renal, potensi
interaksi obat
rendah.
Beta Blocker
Labetalol Antagonis 10-80 mg IV tiap Awitan cepat (5- Bradikardia,
reseptor α1, β1, 10 menit sampai 10 menit). hipoglikemia, durasi
β2 300 mg/hari; lama (2-12 jam).
infus 0,5-2 Gagal jantung
mg/menit. kongestif,
bronkospasme.
Bradikardia, gagal
Esmolol Antagonis selektif 0,25-0,5 mg/kg Awitan segera, jantung kongestif.
reseptor β1. IV bolus disusul durasi singkat <
dosis 15 menit.
pemeliharaan.
Alfa Blocker
Fentolamin Antagonis 5-20 mg IV. Awitan cepat (2 Takikardia, aritmia.
reseptor α1, α2. menit), durasi
singkat (10-15
menit)
Vasodilator Langsung
Hidralasin NO terkait dengan 2,5-10 mg IV Serum sickness-like,
mobilisasi bolus (sampai 40 drug-induced lupus,
kalsium dalam mg). durasi jam (3-4 jam),
otot polos. awitan lambat (15-30
menit)
Thiopental Aktivasi reseptor 30-60 mg IV. Awitan cepat (2 Depresi miokardial
GABA menit), durasi
singkat (5-10
menit). Bronkospasme,
Trimetafan Blockade 1-5 mg/ menit IV Awitan segera, retensi urin,
ganglionik. durasi singkat siklopegia, midriasis
(5-10 menit) Hipokalemia,
takikardia,
Fenoldipam Agonis DA-1 dan 0,001- 1,6 µg/kg/ Awitan < 15 bradikardia.
reseptor alfa 2 menit IV; tanpa menit, durasi 10- Keracunan sianid,
Nitrovasodilator bolus 20 menit. vasodilator serebral
Sodium 0,25-10µ/ kg/ Awitan segera, (dapat
Nitroprusid menit IV. durasi singkat mengakibatkan
(2-3 menit) peningkatan tekanan
intracranial) refleks
takikardi.
Produksi
methemoglobin,
reflek takikardia.
Nitrovasodilator
Nitrogliserin 5-1000 Awitan 1-2
µg/kg/menit IV menit, durasi 3-5
menit.

Obat-obat yang digunakan pada terapi serangan akut


A. Terapi trombolitik : tissue plasminogen activator (t-PA), Alteplase
Mekanisme: mengaktifkan plasmin dan menyebabkan melisiskan
tromboemboli. Penggunaan t-PA sudah terbukti efektif jika digunakan dalam
3 jam setelah serangan akut. Catatan: tetapi harus digunakan hati-hati karena
dapat menimbulkan resiko perdarahan.
B. Terapi antiplatelet : aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin , tiklopidin
yang masih merupakan mainstay dalam terapi stroke. Urutan pilihan :
Aspirin atau dipiridamol-aspirin, jika alergi atau gagal maka diberikan
clopidogrel, dan jika gagal juga : tiklopidin
C. Terapi antikoagulan masih kontroversial karena resiko perdarahan
intracranial Agen: heparin, unfractionated heparin, low-molecular-weight
heparins (LMWH), heparinoids warfarin

Terapi pemeliharaan (pencegahan) stroke


A. Terapi Antiplatelet
 Aspirin menghambat sintesis tromboksan (senyawa yang berperan
dlm proses pembekuan darah)
 Dipiridamol, atau kombinasi Dipiridamol – Aspirin
 Tiklopidin dan klopidogrel digunakan jika terapi aspirin gagal
 Silostazol
B. Terapi Antikoagulan
Masih dalam penelitian, efektif untuk pencegahan emboli jantung pada
pasien stroke
C. Terapi hormon estrogen
Pada wanita post-menopause terapi ini terbukti mengurangi insiden
terjadinya stroke
D. Antihipertensi
Dibutuhkan karena hipertensi merupakan faktor resiko (50% pada stroke
iskemik dan 60% pada stroke hemoragik). Penggunaan antihipertensi harus
memperhatikan aliran darah otak dan aliran darah perifer 􀃆 menjaga fungsi
serebral
E. Obat pilihan : golongan AIIRA (angiotensin II receptor antagonis) contoh :
candesartan golongan ACE inhibitor
F. Terapi memulihkan metabolisme otak
Tujuan:
 meningkatkan kemampuan kognitif
 Meningkatkan kewaspadaan dan mood
 Meningkatkan fungsi memori
 Menghilangkan kelesuan
 Menghilangkan dizziness (citicholin, codergocrin mesilate, piracetal)
G. Terapi rehabilitasi
misal : fisioterapi, terapi wicara dan bahasa, dll.

LO 3.9 Memahami dan menjelaskan Komplikasi Stroke


Komplikasi stroke dibagi 3:
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
1. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi,dan akhirnya menimbulkan
kematian.
2. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
1. Pneumonia : akibat immobilisasi lama
2. Infark miokard
3. Emboli paru : cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali pada saat
penderita mulai mobilisasi
4. Stroke rekuren : dapat terjadi setiap saat
c. Komplikasi jangka panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskuler lain : penyakit vaskuler perifer

Komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu :


a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi
b. Penurunan darah serebral
c. Embolisme serebral

LO 3.10 Memahami dan menjelaskan Pencegahan Stroke


Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke
adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer Stroke
Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati
faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
1. Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun
mencegah penyakit vaskular lainnya. Pengendalian hipertensi ini
sangat penting artinya bagi para penderita stroke iskemik dan TIA.
Target absolut dalam hal penurunan tekanan darah belum dapat
ditetapkan, yang penting adalah bahwa tekanan darah < 120 / 80 mm
Hg. Modifikasi berbagai macam gaya hidup berpengaruh terhadap
upaya penurunan tekanan darah secara komprehensif.
Obat‐ obat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor;
namun demikian pilihan obat disesuaikan dengan kondisi /
karakteristik masing‐ masing individu.
2. Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah
dan lipid darah perlu memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam
kasus demikian ini maka obat antihipertensi dapat lebih dari 1
macam. ACE inhibitor merupakan obat pilihan untuk kasus
gangguan ginjal dan diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula
direkomendasikan sampai dengan mendekati kadar gula plasma
normal (normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi
mikrovaskular dan kemungkinan timbulnya komplikasi
makrovaskular. Sementara itu kadar HbA1c harus lebih rendah dari
7%.
3. Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang
tinggi, penyakit arteri koroner, atau adanya bukti aterosklerosis,
maka pasien harus dikelola secara komprehensif meliputi modifikasi
gaya hidup, diet secara tepat, dan pengobatan. Target penurunan
kadar kolesterol adalah sebagai berikut: LDL < 100 mg% dan kadar
LDL < 70 mg% bagi penderita dengan faktor risiko multipel.
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami
aterosklerosis tetapi tanpa indikasi pemberian statis (kadar kolesterol
normal, tanpa penyakit arteri koroner, atau tidak ada bukti
aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi statin untuk mengurangi
risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol
rendah dapat dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.
4. Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan
kebiasaan merokok. Penghentian merokok dapat diupayakan dengan
cara penyuluhan dan mengurangi jumlah rokok yang dihisap / hari
secara bertahap.
5. Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan
obesitas/overweight sangat dianjurkan untuk mempertahankan body‐
mass index (BMI) antara 18,5–24,9 kg/m2 dan lingkat panggul
kurang dari 35 inci (perempuan) dan kurang dari 40 inci (laki‐ laki).
Penyesuaian berat badan diupayakan melalui keseimbangan antara
asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat
6. Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk
melakukan aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk melakukan
aktivitas fisik ringan selama 30 menit/hari. Untuk pasien yang tidak
mampu melakukan aktivitas fisik maka dianjurkan untuk melakukan
latihan dengan bantuanorang yang sudah terlatih.
2. Pencegahan Sekunder Stroke
Pencegahan sekunder stroke mengacu pada kepada strategi untuk
mencegah kekambuhan stroke. Pendekatan utama adalah mengendalikan
hipertensi, CEA, dan memakai obat antiagregat antitrombosit. Aggrenox
adalah satu-satunya kombinasi aspirin dan dipiridamol yang telah
terbukti efektif untuk mencegah stroke sekunder.

LO 3.11 Memahami dan menjelaskan Prognosis Stroke


Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan
tingkat kesadaran
1. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik
2. Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami
kecacatan jangka panjang
3. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah
serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3
bulan1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 8
4. Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahan intrakranial)
tergantung pada ukuran hematoma  hematoma > 3 cm umumnya
mortalitasnya besar, hematoma yang massive biasanya bersifat lethal
5. Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung
keparahan gangguan neurologis  Jika kontrol motorik dan sensasi
nyeri terganggu prognosis jelek

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Kewajiban Suami terhadap Istri menurut


pandangan Islam
Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar
hak dan kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku “Petunjuk
Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.
Hak Bersama Suami Istri
1. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah.
(Ar-Rum: 21)
2. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing
pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

Adab Suami Kepada Istri .


1. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam
menjalankan agama. (At-aubah: 24)
2. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan
Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
3. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah.
(AI-Furqan: 74)
4. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi
nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik,
Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
5. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini
secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan
pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah:
Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
6. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik
akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
7. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan
anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
8. Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
9. Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga.
Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada
keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
10. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu
Ya’la)
11. Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih
sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
12. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya
pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah
ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
13. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada
istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
(AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
14. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita
(hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
15. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
16. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
17. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami
wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara
paksa. (AIGhazali)
18. Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih
dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: 40)
Adab Isteri Kepada Suami
1. Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-
Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
2. Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih
tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
3. Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
4. Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
a. Menyerahkan dirinya,
b. Mentaati suami,
c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
5. Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang
dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
6. Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk
menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan
melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
7. Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt.
mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya
daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
8. Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia
dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
9. Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.:
“Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan
istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
10. Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
11. Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan
suami(Thabrani)
12. Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di
belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)

Anda mungkin juga menyukai