Nervus XI
Nervus XII
Saraf Kranial Tempat keluar-masuk pada Otak
N. I : Fila olfaktoria Bulbus olfaktorius
N. II : N. Opticus Chiasma optikum
N. III : N. Oculomotorius Pedunculus Cerebri, sulcus oculomotorius
N. IV : N.Trochlearis Dorsal dari tectum mesencephali
N. V : N. Trigeminus Tepi samping pons.
-N. opthalmicus [V/1] Ketiga cabang N. Trigeminus di ganglion trigeminale
-N. Maxillaris [V/2] (Gasseri)
-N. Mandibularis [V/3]
N. VI : N. Abducens Antara pons dan pyramis
N. VII : N. Facialis Sudut jembatan otak kecil (Angulus pontocerebellaris)
N. VIII : N. Vestibulocochlearis
N. IX : N. Glossopharyngeus Medula oblongata, Sulcus posterolateralis (retroolivaris)
N. X : N. Vagus
N. XI : N. Accessorius
N. XII : N. Hypoglossus Medula oblongata, Sulcus anterolateralis
Capsula Interna
Kapsula interna
Materi putih di otak dan thalamus dari putamen dan globus pallidus. Ini terdiri
dari aksonal serat yang berjalan antara korteks serebral dan piramida medula .
Ketika dipotong horizontal:
tikungan di V disebut genu
pada ekstremitas anterior atau crus anterius adalah bagian dalam depan genu,
antara kepala inti caudate dan inti lenticular
pada tungkai posterior atau crus posterius adalah bagian belakang genu, antara
thalamus dan lenticular nukleus
bagian retrolenticular adalah ekor ke inti lenticular dan membawa saluran optik
termasuk radiasi geniculocalcarine.
bagian bawah sublenticular adalah inti lenticular dan saluran yang terlibat dalam
jalur pendengaran dari nukleus geniculate medial ke korteks pendengaran primer
Anterior ke posterior:
limb anterior dari kapsul internal yang mengandung:
1) Frontopontine (corticofugal) serat proyek dari korteks frontal ke pons ;
2) serat talamokortikal (bagian dari radiasi talamokortikal)
menghubungkan medial dan anterior inti dari thalamus ke lobus frontal (ini
terputus selama Lobotomi prefrontal ).
Genu mengandung serat corticobulbar , yang berjalan antara korteks dan batang
otak .
Dahan posterior dari kapsul internal yang mengandung serat kortikospinalis , serat
sensorik (termasuk lemniskus medial dan sistem anterolateral ) dari tubuh dan
serat corticobulbar beberapa.
B. Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons
dan medulla oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah :
traktus reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru
turun ke medulla spinalis : traktus reticulospinalis medulla
spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde
kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk
fasilitasi dan inhibisi kontraksi otot skelet berkaitan dengan
fungsi kseimbangan tubuh.
2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla
oblongata. Jalannya dekat sekali dengan fasciculus
longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps
dengan neuron orde kedua dan ketiga
Fungsi:
i. terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam
ruang gelap
ii. terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang
penglihatan
3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-
encephalon setinggi coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun
kebawah melewati pns, medulla oblongata menuju cornu
anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot
ekstensor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan
med. oblongata), menerima akson dari auris interna melalui
N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi
otot fleksor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
1. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon
dari : cortex cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi
keseimbangan tubuh
b. Jaras sensorik.
Jalan raya sensorik berfungsi untuk membawa fungsi sensorik (exteroreseptif &
propioreseptif) dari reseptor ke pusat sensorik sadar di otak.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:
Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu,
dan raba
Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam,
seperti jantung, lambung, usus, dll.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam,
seperti jantung, lambung, usus, dll.
1. Trombosis serebral
2. Embolisme serebral
3. Iskemia serebral
4. Haemorrhagi serebral
a) Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah
neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti
fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan
pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan
hidup.
b) Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya
periode pembentukan hematoma lebih lama danc menyebabkan tekanan pada
otak. Beberapa pasien mungkin mengalami haemorrhagi subdural kronik
tanpa menunjukkan tanda atau gejala.
c) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada
area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada otak.
d) Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak paling
umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur
pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila
ha emorrhagi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam
bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital
Faktor Resiko
Penggolongan faktor risiko stroke didasarkan pada dapat atau tidaknya resiko tersebut
ditanggulangi / diubah :
A. Faktor resiko yang tak dapat diubah atau dicegah/dimodifikasi
B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
C. Faktor resiko yang sangat dapat dimodifikasi
Pengenalan faktor‐ faktor resiko ini penting, karena banyak pasien mempunyai
faktor resiko lebih dari 1 (satu) faktor atau bahkan kadang‐ kadang faktor resiko ini
diabaikan. Setelah mengetahui maka perlu dikenal juga bagaimana cara pengatasan atau
penghindaran faktor‐ faktor resiko dan cara‐ cara pemeriksaan faktor.
A. Faktor Resiko Yang Tak Dapat Diubah
Umur
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia
hingga makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat stroke. Dalam
statistik faktor ini menjadi 2 x lipat setelah usia 55 tahun.
Jenis.
Stroke diketahui lebih banyak laki‐ laki dibanding perempuan. Kecuali umur 35 – 44
tahun dan diatas 85 tahun, lebih banyak diderita perempuan. Hal ini diperkirakan
karena pemakaian obat‐ obat kontrasepsi dan usia harapan hidup perempuan yang
lebih tinggi dibanding laki‐ laki.
Berat Lahir Yang Rendah
Statistik di Inggris memungkinkan orang dengan berat bayi lahir rendah
menunjukkan angka kematian yang lebih tinggi dibanding orang yang lahir dengan
berat normal. Namun apa hubungan antara keduanya belum diketahui secara pasti.
Ras
Penduduk Afrika ‐ Amerika dan Hispanic ‐ Amerika berpotensi stroke lebih tinggi
dibanding Eropa ‐ Amerika. Pada penelitian penyakit artherosklerosis terlihat
bahwapenduduk kulit hitam mendapat serangan stroke 38 % lebih tinggi dibanding
kulit putih.
Faktor Keturunan
Adanya riwayat stroke pada orang tua menaikkan faktor resiko stroke. Hal ini
diperkirakan melalui beberapa mekanisme antara lain :
- Faktor genetik
- Faktor life style
- Penyakit‐ penyakit yang ditemukan
- Interaksi antara yang tersebut diatas
Kelainan Pembuluh Darah Bawaan : sering tak diketahui sebelum terjadi stroke
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan
permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya
homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan
toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)
Stroke
Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke
hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan
perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma
(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh
arteriola berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada
dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta
timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan
darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya
darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan
pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena
darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi
darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular
atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
LO 3.6 Memahami dan menjelaskan Manifestasi Klinis Stroke
Berikut ini adalah manifestasi klinis stroke berdasarkan lokasi penyumbatan :
1. Pembuluh besar dalam sirkulasi anterior
a. Arteri cerebri media
Sumbatan total :
Contralateral hemiplegia, hemianasthesia, homonymous hemianopia,
pandangan cenderung pada sisi ipsilateral. Dapat pula terjadi global
aphasia pada hemisphere yang dominan dan ansognosia, constructional
aphasia, dysarthria pada hemisphere non dominan.
Sumbatan partial :
Lemah tangan / lengan atau lemah wajah dengan aphasia broca dengan
atau tanpa kelemahan lengan. Ataupun dapat terjadi aphasia wernicke
tanpa kelemahan.
b. Arteri cerebri anterior
Respons motorik dan verbal menurun, paraparesis, dan inkontinensia urin.
c. Arteri choroid anterior
Hemiplegia contralateral, hemianasthesia, homonymous hemianopia.
d. Arteri carotis interna
Gejala mirip dengan gejala pada arteri cerebri media, namun juga terdapat
transient monocular blindness.
e. Arteri carotis communis
Gejala sama dengan pada carotis interna.
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya
pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.
b. Keluhan utama
Pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS).
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Berupa pengobatan yang dijalani sekarang, termasuk OTC, vitamin dan obat
herbal.Allergi (alergi obat dan yang lainnya yang menyebabkan manifestasi
alergi spesifik), operasi, rawat inap di rumah sakit, transfusi darah termasuk
kapan dan berapa banyak jumlah produk darahnya, trauma dan riwayat penyakit
yang dulu.
Pada pasien dewasa : Tanya apakah menderita penyakti DM, HTN, stroke, PUD,
asthma, emphysema, tyroid, hepar dan ginjal, penyakit perdarahan, kanker, TB,
hepatitis dan penyakit menular seksual. Pada pasien anak-anak: mencakup
riwayat prenatal dan kelahiran, makanan, intoleransi makana, riwayat imunisasi,
temperatur pemanas aiat dan penggunaan helm waktu bersepeda.
e. Riwayat Keluarga
Umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada
anggota keluarga (tanya apakah ada yang menderita kanker terutama payudara,
kolon dan prostat), TB, asma, infark miokard, HTN, penyakit tyroid, penyakit
ginjal, PUD, DM, penyakit perdarahan, glaukoma, degenerasi makular dan
depresi atau penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan. Gunakan skema keluarga
(pedagre).
f. Riwayat psychosocial (sosial)
Stressor (finansial, hubungan spesial, lingkungan kerja atau sekolah,
kesehatan) dan dukungan (keluarga, teman, dll), faktor resiko gaya hidup
(alkohol, obat-obatan, tembakau dan penggunaan kafein, diet, olah raga, paparan
terhadap agen lingkungan dan prilaku seksual, profil pasien (mencakup status
pernikahan, anak, orientasi seksual, pekerjaan sekarang dan sebelumnya,
dukungan finansial dan asurasi, pendidikan, agama, hoby, kepercayaan, kondisi
tempat tinggal), untuk veteran mencakup riwayat militer. Pasien pediatrik
mencakup tingkat sekolah dan kebiasaan tidur dan bermain.
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan
anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Diagnosis banding
Bell’s Palsy adalah suatu bentuk kelumpuhan di daerah wajah yang disebabkan oleh disfungsi
nervus facialis, sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yang
terpengaruh.
Etiologi sebenarnya dari Bell’s palsy masih belum diketahui, namun penyakit ini
kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus pada ganglion geniculata dan pada beberapa
kasus terhadap aktivasi dari infeksi herpes simpleks laten.
Perubahan patologis terdiri dari inflamasi dan edema nervus facialis pada canalis facialis. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan tekanan pada nervus, yang mengakibatkan kelumuhan
yang diikuti dengan degenerasi akson wallerian
Tanda dan gejala Bell’s palsy datang secara tiba-tiba, dan mungkin meliputi :
Kelemahan ringan hingga kelumpuhan total pada satu sisi wajah yang terjadi dalam
beberapa jam hingga hari sehingga sulit untuk tersenyum atau menutup mata pada sisi
yang terkena
Wajah terkulai dan kesulitan membuat ekspresi wajah
Sakit di sekitar rahang atau di belakang telinga pada sisi yang terkena
Peningkatan sensitivitas untuk suara pada sisi yang terkena
Sakit kepala
Penurunan kemampuan untuk mencicipi
Perubahan jumlah air mata dan air liur yang di hasilkan
Dalam beberapa, Bell’s palsy dapat mempengaruhi saraf di kedua sisi wajah
Diagnosis
Tidak ada tes laboratorium khusus yang dapat mengkonfirmasi diagnosis Bell’s palsy.
Dokter Anda mungkin dapat membuat diagnosis awal Bell’s palsy dengan melihat wajah
penderita dan meminta penderita untuk memindahkan otot-otot wajah dengan menutup mata,
mengangkat alis, menunjukkan gigi dan merengut, atau gerakan lain.
Anamnesis : rutinitas sehari-hari, riwayat bells palsy
PF neuro : PF N. VII seperti tersenyum, bersiul,mengerutkan dahi.
CT Scan
MRI
Diagnosis Banding
Lesi struktur telinga dan kelenjar parotis (kolesteatoma, tumor kelenjar ludah) dapat
menekan saraf.
Guillain-Barre syndrome
Lyme disease
otitis media
Ramsay Hunt syndrome
Tatalaksana
Hasil penelitian menunujukkan efektifitas kombinasi dua jenis obat yang biasa digunakan
untuk mengobati bell’s palsy yaitu : kortikosteroid dan antivirus.
Kortikosteroid, seperti prednison, adalah agen anti-peradangan yang kuat. Obat ini
dapat mengurangi pembengkakan pada saraf wajah dan akan lebih cocok karena lebih
nyaman.
Obat antivirus, seperti acyclovir atau valacyclovir, dapat menghentikan
perkembangan infeksi jika virus diketahui sebagai penyebabnya.
Beberapa studi klinis menunjukkan manfaat dari perawatan dini dengan kortikosteroid, anti-
virus atau kombinasi dari kedua jenis obat. Bukti efektivitas kortikosteroid tampaknya lebih
kuat daripada obat antivirus, dan mereka cenderung paling efektif jika diberikan dalam waktu
tiga hari sejak munculnya gejala.
Terdapat pula pengobatan lainnya, seperti :
Terapi Fisik.
Otot yang lumpuh dapat menyusut sehingga dapat menyebabkan kontraktur
permanen. Seorang terapis fisik dapat mengajarkan penderita bagaimana pijatan dan
latihan otot-otot wajah untuk membantu mencegah hal ini terjadi.
Pasien yang tidak dapat menutup mata dapat diberikan tetes mata methylcellulose,
kemudian mata ditutup dengan eyepatch sampai kelopak mata dapat berfungsi
kembali.
Obat herbal tradisional
Obat herbal atau obat tradisional yang dapat digunakan untuk membantu
penyembuhan bell’s palsy adalah jus mengkudu. Jus mengkudu memiliki efek anti
radang dan antivirus. Jus mengkudu sangat baik untuk kesehatan saraf.
Prognosis.
Secara umum penyakit ini dapat disembuhkan, kendati tergantung dari derajat kerusakan
sarafnya. Pada minggu kedua perbaikan sudah mulai dirasakan dan dalam 3-6 bulan wajah
dapat kembali normal.
Pencegahan.
1. Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk mencegah angin
mengenai wajah.
2. Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa wajah
langsung. Arahkan kipas angin itu ke arah lain. Jika kipas angin terpasang di langit-
langit, jangan tidur tepat di bawahnya. Dan selalu gunakan kecepatan rendah saat
pengoperasian kipas.
3. Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam hari. Selain
tidak bagus untuk jantung, juga tidak baik untuk kulit dan syaraf.
4. Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan pelindung mata.
Suhu rendah, angin kencang, dan tekanan atmosfir yang rendah berpotensi tinggi
menyebabkan Anda menderita Bell’s Palsy.
5. Setelah berolah raga berat, JANGAN LANGSUNG mandi atau mencuci wajah
dengan air dingin.
Hal yang harus selalu diingat adalah komplikasi tersering yang dapat
menyebabkan kematian. Herniasi transtentorial dapat terjadi pada infark yang luas
ataupun perdarahan luas dengan perluasan ke ventrikel atau perdarahan subarakhnoid.
Pneumonia aspirasi juga penyebab kematian yang cukup sering pada stroke akut.
Semua pasien stroke akut harus diperlakukan sebagai pasien dengan disfagia sampai
terbukti tidak. Komplikasi lainnya adalah infark miokard akut, sekitar 3% penderita
stroke iskemik mengalami komplikasi ini.
I. STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta
telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada
keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta
tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a. Stroke Iskemik
Terapi umum : Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada
pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap
bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri
oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika
perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid
1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali
bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial
Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan
selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung
kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%,
dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor
alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik
≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL
selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi.
Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90mmHg, dapat
diberi dopamin 2-20μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110
mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3
menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per
oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas
(<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl
3%) atau furosemid.
b. Stroke Hemoragik
Terapi umum : Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan
keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan
sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180
mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma
bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20
mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25
mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol
(lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak
lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan
dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak,
dapat dilihat dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan
pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-
kejang yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang
justru akan menambah iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak.
Pemberian infus glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya
asidosis di daerah infark yang akan mempermudah terjadinya udem.
Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan
membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric
tube (NGT).
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin.
Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.
Perawatan suportif
Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran
napas dan ventilasi. Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi.
Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh
diturunkan secara cepat. Jika terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara
berhati-hati, karena status neurologis dapat bertambah buruk ketika tekanan
darah diturunkan.
Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada
batas normal.
Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik
yang sesuai.
Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang
ketat. Hiperglikemia dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk
DVT. Penting untuk menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12
jam atau subkutan enoksaparin 30 mg q. 12 jam pada ambulasi awal.
Perdarahan subaraknoid
o Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
o Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I
dan II akibat pecahnya aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi
hidrosefalus obstruktif.
a. Angioplasti balon
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang
yang mengalami stenose Balon kemudian dipompakan menekan plak
ateromatosa ke arah dinding. Mempunyai risiko melepasnya emboli kecil
yang dapat berpindah ke retina atau otak.
b. Penempatan Sten
Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan
suatu coil baja tahan-karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi
pada salah satu dinding dari arteri; saat ini coil ditambahkan dengan obat-
obatan slow-release.
4. Agen-agen antiplatelet
Aspirin
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau
mengurangi pelepasan substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi secara
irreversibel siklooksigenase-platelet; dan efeknya cukup berlangsung selama
hidup dari platelet; 5-7 hari
Efikasi :
a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%)
pada risiko stroke dan kematian, pada uji-uji klinis acak pasien-pasien yang
telah mengalami suatu TIA sebelumnya atau strok sebagai pencegahan
sekunder.
b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari);
hasilnya mengindikasikan bahwa dosis rendah mungkin lebih
bermanfaat dengan berkurangnya efek-efek tidak diinginkan dari asam
salisilat pada lambung.
Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-
laki dibanding sejumlah kecil perempuan pada studi lain.
Peran pada pencegahan primer belum jelas.
Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit
fosfodiesterase platelet.
Efikasi: a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam penggunaan
dipiridamol pada iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang ditemukan bersama
dengan aspirin.
Sulfinpirazon (Anturane)
Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase.
Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan.
Tiklopidin (Ticlid)
Mekanisme Kerja: a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi
agregasi platelet yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c)
Waktu perdarahan diperpanjang. d) Berefek minimal pada siklooksigenase.
Efikasi:
a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada pasien-
pasien yang telah mengalami TIAs sebelumnya atau stroke.
b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama;
seperti halnya dengan ASA.
d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)
Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat.
Antikoagulasi (warfarin)
a. Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini
sebagai agen antiplatelet.
b. Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard
sebelumnya.
c. Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi
antiplatelet.
d. Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal kardiac;
1. Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah
keadaan gangguan serebrovaskuler pada pasien dengan AF (atrial fibrilasi).
2. Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.