Anda di halaman 1dari 47

LI 1. Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologi nervus cranialis I sampai XII.

Nomeor Nama
I
II
III
IV
V
VI
VII

VIII

IX
X
XI

Jenis

Fungsi
Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya ke otak
Olfaktori
Sensori
untuk diproses sebagai sensasi bau
Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke otak untuk
Optik
Sensori
diproses sebagai persepsi visual
Okulomotor
Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
Troklear
Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk diproses di otak
Trigeminal
Gabungan sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
Abdusen
Motorik Abduksi mata
Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah untuk
diproses di otak sebagai sensasi rasa
Fasial
Gabungan
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi
wajah
Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan
Vestibulokoklear Sensori Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di otak sebagai
suara
Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah untuk
Glosofaringeal Gabungan diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam
Vagus
Gabungan
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
Aksesori
Motorik Mengendalikan pergerakan kepala

XII

Hipoglosal

Motorik

Mengendalikan pergerakan lidah

SARAF OLFAKTORIUS (N.I)


Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi
yang
menerima
rangsangan
olfaktorius. Sistem ini terdiri dari
bagian berikut: mukosa olfaktorius
pada bagian atas kavum nasal, fila
olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi
medial lobus orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik
murni yang serabut-serabutnya berasal
dari membran mukosa hidung dan
menembus area kribriformis dari
tulang etmoidal untuk bersinaps di
bulbus olfaktorius, dari sini, traktus
olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa
dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta
bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya
dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial
forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin
berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.
SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai
di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen
optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan
saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk
kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari
berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut
dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior
kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh
bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang
berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabutserabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma
optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi
hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa
serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan
penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju
korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang
berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior

kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.


Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran
bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari
dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan
penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di
depan substansia grisea periakuaduktal (Nukleus
motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea
(Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan
otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot
oblikus inferior dan otot levator palpebra superior.
Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang
bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata
inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.

SARAF TROKLEARIS (N. IV)


Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli
inferior di depan substansia grisea periakuaduktal
dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf
ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang
keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis
mempersarafi otot oblikus superior untuk
menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi
dalam derajat kecil.

SARAF TRIGEMINUS (N. V)


Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut
motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi
otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf
trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus,
maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah
kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan

mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius
serta bagian membran timpani.
SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons
bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah
ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus
lateralis.

SARAF FASIALIS (N. VII)

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik
yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi
sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf
vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli,
otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior
serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi
pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari
sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus
temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan
bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian
memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.

SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)


Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius
pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf
glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis
superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf
berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot
stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis
lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

SARAF VAGUS (N. X)


Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau
jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada
daerah foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks
dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan
paru-paru.

SARAF ASESORIUS (N. XI)


Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial
adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat
neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar
kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila
lengan diangkat ke atas.

SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)


Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada
setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua
menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan
saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot
stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

LI 2. Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologi kapsula interna, jaras motorik dan jaras
sensorik.

a. Kapsula interna.
materi
putih di otak dan thalamus dari putamen dan globus
pallidus.
dari aksonal serat yang berjalan antara korteks serebral dan piramida medula .

Ini

terdiri

Ketika dipotong horizontal:


tikungan di V disebut genu
pada ekstremitas anterior atau crus anterius adalah bagian dalam depan genu, antara
kepala inti caudate dan inti lenticular
pada tungkai posterior atau crus posterius adalah bagian belakang genu, antara thalamus dan
lenticular nukleus
bagian retrolenticular adalah ekor ke inti lenticular dan membawa saluran optik termasuk
radiasi geniculocalcarine.
bagian bawah sublenticular adalah inti lenticular dan saluran yang terlibat dalam jalur
pendengaran dari nukleus geniculate medial ke korteks pendengaran primer
Anterior ke posterior:
limb anterior dari kapsul internal yang mengandung:
1) Frontopontine (corticofugal) serat proyek dari korteks frontal ke pons ;
2) serat talamokortikal (bagian dari radiasi talamokortikal)
menghubungkan medial dan anterior inti dari thalamus ke lobus frontal (ini terputus
selama Lobotomi prefrontal ).
Genu mengandung serat corticobulbar , yang berjalan antara korteks dan batang otak .

Dahan posterior dari kapsul internal yang mengandung serat kortikospinalis , serat sensorik
(termasuk lemniskus medial dan sistem anterolateral ) dari tubuh dan serat corticobulbar
beberapa.
Anatomi Kapsul internal

Divisi

Mayor Komunikasi Tracts

Darah Pasokan
Lenticulostriate
arteri
(cabang dari arteri serebri)
- Berulang arteri Heubner
(cabang dari arteri serebri
anterior)

Anterior
tungkai

- Tracts antara lobus frontal dan pons (batang otak)


- Tracts antara thalamus dan korteks prefrontal
- Tracts antara thalamus dan cingulate gyrus

Lutut

Lenticulostriate
arteri
(cabang dari arteri serebri)
- Tracts antara korteks motorik di lobus frontal dan inti - Berulang arteri Heubner
saraf kranial di batang otak (alias: saluran corticobulbar) (cabang dari arteri serebri
anterior)

Posterior
tungkai

- Tracts antara korteks motor lobus frontal dan tanduk


anterior dari sumsum tulang belakang (aka:
kortikospinalis saluran)
Lenticulostriate
arteri
- Saluran lemniskus Medial (kelanjutan dari kolom (cabang dari arteri serebri)
dorsal), yang membawa informasi tentang sentuhan - Arteri Choroidal anterior
ringan, getaran, dan sensasi tekanan dari tubuh dan (cabang dari karotid internal)
sumsum tulang belakang.
- Anterolateral (aka: spinotalamikus) saluran, yang
membawa nyeri dan informasi temperatur

b. Jaras motorik.
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan
diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks,
ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal
dan ekstrapiramidal :
A. Traktus piramidal s. Traktus Corticospinalis
Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4
Broadmann), yang disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat
motorik disalurkan melalui traktus piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla
spinalis.
Pusat jaras Motorik
Neuron Motorik Atas
Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat
Supraspinal). Meliputi :
o Ganglia basalis tractus corticostriata
o Di-encephalon tractus cortico-diencephalon
o Batang otak cortico bulbaris

Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri
sebagai Neuron orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui
corona radiata masuk crus posterior capsula interna mes-encephalon, pons,
medulla oblongata dan medulla spinalis bersinap dengan neuron orde kedua pada
cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.
Asal Neuron Orde pertama :
o
o
o

1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus
precentralis
1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus
precentralis
1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus
postcentralis

Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)


Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal) tractus corticospinalis. Letak
columna subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :
o Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior
subt.grisea
o Neuron orde ketiga axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis
sebagai radix anterior n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior
membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi ke efektor sadar

B. Traktus Ekstrapyramidal

Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis


1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus
reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke
medulla spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan
ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan
inhibisi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi kseimbangan
tubuh.

2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata.
Jalannya dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan
neuron orde kedua dan ketiga
Fungsi:
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan

3. Tractus Rubrospinalis
Asal
: nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon
setinggi coliculus superior.

Jalan

: axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah


melewati pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis
subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot
ekstensor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

4. Tractus vestibulospinalis
Asal
: nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med.
oblongata), menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan
cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksor
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

1. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex
cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan
: cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi
keseimbangan tubuh

Datang
Cortex

dari

Cerebri menuju Batang Otak


a. Tractus Corticothalamus
Asal
: area brodmann 10, 11, 12
Tujuan
: nucleus medialis thalami
Asa l
: area brodmann 9 dan 11
Tujuan
: nuclei septi thalami
Asal
: area brodmann 9
Tujuan
: nucleus medialis et lateralis thalami
Asal
: area brodmann 6
Tujuan
: nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami
Asal
: area brodmann 4
Tujuan
: nuclei lateralis thalami
b. Tractus corticohypothalamicus
Asal
: cortec hypocampi
Tujuan
: hypothalamus
c. Tractus corticosubthalamicus
Asal
: area brodman 6
Tujuan : subthalamus
d. Tractus Corticonigra
Asal
: area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan : substantia nigra
e. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
Tujuan
: tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus
olivarius inferius (medulla oblongata)
Jaras Motoris
Jaras motoris adalah jaras saraf mulai dari cortex motorik cerebri sampai ke efektor (otot,
kelenjar),Jaras menyilang di medulla oblongata
Dibagi dua yaitu:
UMN
LMN
a.)Upper Motor Neuron (UMN)
Jaras saraf mulai dari cortex motorik cerebrum sampai cornu anterior medulla spinalis
Kerusakan pada jaras UMN akan menyebabkan paralisa yang bersifat spastik
b.)Lower Motor Neuron (LMN)
Jaras saraf mulai dari cornu anterior medulla spinalis sampai ke efektor
Kerusakan LMN akan mengakibatkan paralise yang bersifat flacid (layuh)
c. Jaras sensorik.

Jalan raya sensorik berfungsi untuk membawa fungsi sensorik (exteroreseptif &
propioreseptif) dari reseptor ke pusat sensorik sadar di otak.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:

Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,
lambung, usus, dll.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,
lambung, usus, dll.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :


Mekanoreseptor
Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor tegangan
pada pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka,
persendn dna organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba
ringan), corpus Merkel dan badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan).
Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause (untuk
suhu dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan oleh
adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa
akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).
Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima
sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor
pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen,
osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di
hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.
Reseptor sensoris yang lain yaitu :
Photoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel
photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal
diterima reseptor dibawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior menuju
cornu posterior medulla spinalis berganti menjadi neuron sensoris ke-2 lalu
menyilang ke sisi lain medulla spinalis membentuk jaras yang berjalan ke atas
yaitu traktus spinotalamikus menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron
sensoris ke-3 menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis
(lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla spinalis
lalu naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus berakhir di nucleus
Goll berganti menjadi neusron sensoris ke-2 menyilang ke sisi lain medulla

spinalis menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3


menuju ke korteks somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).
Beberapa serabut saraf berperan untuk menghubungkan segmen-segmen medulla spinalis
yang berbeda, sedangkan serabut lain naik dari medulla spinalis ke pusat-pusat yang lebih
tinggi sehingga mengubungkan medulla spinalis dengan otak. Berkas-berkas serabut yang
berjalan ke atas ini disebut tractus ascendens.
Tractus-tractus ascendens mengantarkan informasi aferen, baik yang dapat maupun tidak
dapat disadari. Informasi ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu: (1) informasi
eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti nyeri, suhu, dan raba; serta (2) informasi
proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya dari otot dan sendi.
Secara umum anatomi jaras asenden adalah sebagai berikut :
Sinyal sensoris biasanya berjalan melewati tiga neuron dari tempat asal mereka di reseptor
menuju tujuan mereka di area sensoris yang ada di otak. Neuron yang pertama akan
mendeteksi stimulus dan mentransimisikan sinyal tersebut menuju medulla spinalis atau ke
otak, apabila ditransmisikan menuju medulla spinalis, maka akan melalui radix dorsalis dan
dilanjutkan secara ipsi lateral menuju fasukulus cuneatus di medulla spinalis,dari medulla
spinalis,sinyal diteruskan menuju medulla oblongata masih oleh neuron yang pertama, di
medulla oblongata, sinyal akan diterima di nucleus cuneatus dan dari nucleus cuneatus
diteruskan oleh neuron yang kedua yang akan melanjutkan sinyal tersebut menuju ke
thalamus yang berada di ujung atas dari batang otak,sebelum menuju ke thalamus, sinyal
tersebut dibawa oleh neuron yang ke dua menuju lemniscus medial yang berada di medulla
oblongata,dan selanjutnya sinyal diteruskan menuju mesencephalon, di mesencephalon sinyal
akan melewati lemnicus medial yang berada di mesencephalon dan akhirnya menuju
thalamus. Dan neuron yang ke tiga akan membawa sisa sinyal dari thalamus menuju area
sensoris yang berada di korteks cerebri atau gyrus post sentralis. Di sanalah ditentukan jenis
gerakan atau posisi tubuh yang diinginkan.
Hampir seluruh informasi sensorik yang berasal dari segmen somatik tubuh
memasuki medulla spinalis melalui saraf-saraf spinal pada radiks dorsalis dan selanjutnya
akan diteruskan ke otak. Dalam penghantarannya sinyal sensorik akan dibawa melalui salah
satu dari dua jaras sensoris bolak-balik: (1) sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis atau
(2) sistem anterolateral. Kedua sistem ini nantinya akan bertemu di tingkat thalamus.
Sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis menjalarkan sinyal naik ke medulla otak
terutama dalam kolumna dorsalis medulla spinalis. Lalu, setelah sinyal tersebut bersinaps dan
menyilang ke sisi berlawanan di dalam medulla, sinyal tersebut akan naik melalui lemniskus
medialis di batang otak menuju thalamus.
Sebaliknya sistem anterolateral sinyal akan segera memasuki medulla spinalis dari
radiks saraf spinalis dorsalis, bersinaps dalam kornu dorsalis substansia grisea medulla
spinalis, lalu menyilang ke sisi yang berlawanan dan naik melalui subtansia alba anterior dan
lateral medulla spinalis. Sinyal tersebut lalu berakhir pada seluruh tingkat batang otak yang
lebih rendah dan juga di thalamus.
Sistem kolukna dorsalis-lemniskus medialis terdiri atas serabut-serabut saraf besar
bermielin yang menjalarkan sinyal ke otak dengan kecepatan 30-110 m/detik, sedangkan
sistem anterolateral terdiri atas serabut saraf bermielin yang lebih kecil yang akan
menjalarkan sinyal dengan kecepatan beberapa meter per detik sampai 40 m/detik.

Perbedaan lain antara kedua sistem ini adalah bahwa serabut-serabut saraf dalam
sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis mempunyai sifat orientasi ruang yang sangat
tinggi sesuai dengan asal serabut saraf itu, sememntara sistem anterolateral mempunyai sifat
orientasi ruang yang jauh lebih kecil. Perbedaan ini akan mempengaruhi jenis informasi
sensorik apa yang dapat dijalarkan oleh kedua sistem di atas. Yakni informasi sensorik yang
harus dijlarkan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat terutama akan dijalarkan oleh
sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis, sedangkan informasi yang tak perlu dijalarkan
dengan cepat atau dengan tempo yang lama terutama dijalarkan oleh sistem anterolateral.
Sistem anterolateral mempunyai kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh sistem
dorsalis, yakni kemampuan untuk menjalarkan madalitas sensasi yang sangat luas-misalnya
sensasi nyeri, hangat, dingin, dan taktil yang kasar, sedangkan sistem dorsalis hanya terbatas
utnuk sensasi mekanoreseptif jenis tertentu.
Adapun jenis-jenis sensasi yang dapat dijalarkan oleh kedua sistem ini adalah :
Kolumna Dorsalis-Sistem Lemniskus Medialis
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sensasi raba membutuhkan rangsangan dengan derajat lokalisasi tingii


Sensasi raba membutuhkan penjalaran impuls dengan intensitas gradasi yang halus
Sensasi fisik misalnya sensasi getaran
Sensasi terhadapa sinyal gerakan pada kulit
Sensasi posisi tubuh dari persendian
Sensasi tekan yang berkaitan dengan derajat penentuan intensitas tekanan.

Sistem Anterolateral
1. Rasa nyeri
2. Sensasi termal, meliputi sensasi hangat dan dingin
3. Sensasi raba dan tekan kasar yang mampu menentukan tempat perabaan kasar pada
tempat penekanan tubuh
4. Sensasi geli dan gatal
5. Sensasi seksual
LI 4. Memahami dan menjelaskan stroke.
LO 4.1 Definisi stroke
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan
sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf pusat. (diagnosis &tataksana
penyakit saraf, 2009)
LO 4.2 Etiologi dan factor resiko stroke
Etiologi :
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
Perdarahan intraserebral selalu disebabkan oleh pecahnya arteri arteriosklerotik
kecil yang menyebabkan melemahnya pembuluh darah, terutama oleh
hipertensi arterial kronik. Perdarahan intraserebral akibat dari aneurisma
kongenital, arteriovenosa atau kelainan vaskular lainnya, trauma, aneurisma

mycotic, infark otak (infark hemoragik), primer atau metastasis tumor otak,
antikoagulasi berlebihan, dyscrasia darah, perdarahan atau gangguan vasculitic
jarang terjadi. (WHO, 2005)
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
Stroke hemorage subaraknoid sering disebabkan oleh kelainan arteri
yang berada di pangkal otak, yang dinamakan aneurisma serebral. Perdarahan
subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma
(85%), kerusakan dinding arteri pada otak.
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Stroke iskemik dapat dikarenakan oleh pembentukan trombus lokal atau
fenomena embolic, mengakibatkan oklusi dari arteri otak. Aterosklerosis, terutama
dari vaskular serebral, merupakan faktor penyebab pada kebanyakan kasus stroke
iskemik. Emboli kardiogenik dianggap telah terjadi jika pasien bersamaan
menderita fibrilasi atrium, penyakit jantung katup, atau berbagai kondisi lain dari
jantung yang dapat menyebabkan pembentukan gumpalan. Membedakan antara
emboli kardiogenik dan penyebab lain dari stroke iskemik adalah penting dalam
menentukan jangka panjang farmakoterapi pada pasien yang diberikan (Dipiro,
2005).
2. Berdasarkan waktu terjadinya
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah
tinggi), Kolesterol, aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), gangguan
jantung, diabetes, riwayat stroke dalam keluarga, migrain. Faktor resiko
perilaku, antara lain merokok (aktif & pasif), makanan tidak sehat (junk food,
fast food), alkohol, kurang olahraga, mendengkur, kontrasepsi oral, narkoba,
obesitas. 80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis. Pemicu
stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah),
terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan
yang berlemak.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
RIND disebabkan oleh Aterosklerosis, Emboli, Obatobatan, Infeksi
dan Hipotensi.
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
Etiologi SIE terdiri dari:
1. Penyebaran trombus secara progresif lokasi asal dalam arteri primer sehingga
mengganggu sirkulasi anastomotic dan memperluas wilayah kerusakan
jaringan
2. Keterlibatan maximal atherosclerotic dengan atau tanpa ulkus dan / atau
stenosis, awalnya ada trombus cukup untuk menghasilkan penyumbatan lama
kelamaan akan menambahkan daerah iskemia otak.
3. Edema otak yang tersebar di mode konsentris dan semakin mengurangi
fungsi klinis tanpa perluasan daerah infark asli.
4. Kondisi umum pasien (kardiorespirasi, perubahan regulasi cairan dan
elektrolit, keseimbangan asam-basa, atau akuisisi infeksi sistemik) dapat
memperluas daerah infark.
d. Completed stroke
Pada dasarnya etiologi completed stroke sama seperti stroke tipe yang
lain hanya berbeda pada waktu terjadinya stroke tersebut menetap.

FAKTOR RESIKO

Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar
pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi
(penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia,
pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu
sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat
mengganggu aliran darah.
Herediter
Orang dengan riwayat stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar
untuk terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya.
Ras/etnik
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih
besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
Hipertensi (darah tinggi)
Hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu
sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran
darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi)
sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan
aliran darah otak (ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai oksigen dan
juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus, maka
jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
Penyakit jantung
sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat mengaturan
aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan
mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya

gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak
ataupun bertahap.
Diabetes melitus
Hal ini terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi
lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa
darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
Hiperkolesterolemia
Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan mengakibatkan terbentuknya
plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin banyak dan menumpuk
sehingga dapat mengganggu aliran darah.
Obesitas
Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah
pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar HDLnya.
Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata
memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang
yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah
terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit
dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.
LO 4.3 Epidemiologi stroke
Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada
pria dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000
pada pria dan 189 per 100.000 pada wanita. Di Inggris insidens stroke 174 per 100.000
pada pria dan 233 per 100.000 pada wanita. Di Swedia, insidens stroke 221 per 100.000
pada pria dan 196 per 100.000 pada wanita (Fieschi, et al, 1998). Data di Indonesia
menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke.
Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data
jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober 1996
sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun
12,9% , usia 45 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah pasien lakilaki 53,8% dan pasien perempuan 46,2% (Misbach, 1999).

LO 4.4 Klasifikasi stroke

stroke

iskemik

trombus

hemoragic

emboli

subarachnoid

intracerebral

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan
lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999).
1)Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
Stroke iskemik, yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena
obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark
pada CT-Scan kepala. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang
menuju ke otak. Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh:
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena
setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke
sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di
dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari
jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli =
sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang
baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan
irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari
sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di
dalam sebuah arteri.
peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke
otak.
Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah
di otak dan menyebabkan stroke.

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke
otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan
darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami
kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau
irama jantung yang abnormal.
Macam-macam stroke iskemik :
Transient Ischemic Attack (TIA), didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi
neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi
dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko
terjadinya stroke di masa depan.
Trombosis serebri, adalah penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus yang dapat
menyebabkan iskemik atau infark jaringan otak sehingga timbul gejala disfungsi otak
fokal dengan defisit neurologis.
Emboli serebri
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2
jenis, yaitu:
Hemoragik Intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
Hemoragik Subaraknoid : pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

LO 4.5 Patofisiologi stroke.

LO 4.6 Manifestasi Klinik stroke.


1.

Pembuluh besar dalam sirkulasi anterior


a. Arteri cerebri media

Sumbatan total :
Contralateral hemiplegia, hemianasthesia, homonymous hemianopia,
pandangan cenderung pada sisi ipsilateral. Dapat pula terjadi global aphasia
pada hemisphere yang dominan dan ansognosia, constructional aphasia,
dysarthria pada hemisphere non dominan.

b.
c.
d.

e.

Sumbatan partial :
Lemah tangan / lengan atau lemah wajah dengan aphasia broca dengan atau
tanpa kelemahan lengan. Ataupun dapat terjadi aphasia wernicke tanpa
kelemahan.
Arteri cerebri anterior
Respons motorik dan verbal menurun, paraparesis, dan inkontinensia urin.
Arteri choroid anterior
Hemiplegia contralateral, hemianasthesia, homonymous hemianopia.
Arteri carotis interna
Gejala mirip dengan gejala pada arteri cerebri media, namun juga terdapat
transient monocular blindness.
Arteri carotis communis
Gejala sama dengan pada carotis interna.

2. Pembuluh darah besar dalam sirkulasi posterior


a. Arteri cerebri posterior
Infark pada lesi lateral subthalamus, thalamus medial, ipsilateral
pedunculus cerebral, dan midbrain. Dapat pula terjadi palsy N. III dengan ataxia
contralateral atau hemiplegia contralateral.
Penyumbatan pada bagian distal arteri ini mengakibatkan infark pada
temporal medial dan occipital, yang kemudian menyebabkan contralateral
homonymous hemianopia, gangguan ingatan apabila hippocampus terlibat.
Infark pada splenium corpus callosum menyebabkan alexia tanpa agraphia.
b. Arteri vertebral dan cerebri posterior inferior
Vertigo, kaku wajah ipsilateral dan badan kontralateral, diplopia, hoarseness,
dysarthria, dysphagia, Wallenbergs syndrome. Infark cerebral dan edema dapat
mengakibatkan respiratory arrest.
c. Arteri basilaris
Gejala pusing (dizziness), diplopia, dysarthria, kaku wajah, gejala hemisensorik.
d. Arteri cerebelli superior
Ataxia cerebellar ipsilateral, mual muntah, dysarthria, rasa kebal kontralateral,
tidak merasakan sensasi suhu pada ekstremitas, badan, dan wajah.
e. Arteri cerebelli anterior inferior
Penurunan pendengaran ipsilateral, lemah wajah, vertigo, mual muntah,
nystagmus, tinnitus, cerebellar ataxia, kebal contralateral.
3. Pembuluh kecil (lacunar stroke)
Gejala dapat berupa hemiparesis motorik, ataxic hemiparesis, dysarthria, dan aphasia
broca.
LO 4.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding stroke.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis,
algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya
adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau
stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan

seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara


keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara
keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain denga

Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

Penetapan jenis stroke berdasarkan


Djoenaedi stroke score
Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik,
skor < 20 termasuk stroke non-hemoragik.
Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini
91.3% untuk stroke hemoragik, sedangkan
pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan
diagnostik seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk
menghalangi suatu stroke akut dengan obat
untuk memperbaiki suplai darah yang hilang
pada bagian otak. Pasien memerlukan
evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum
obat penghancur bekuan darah apapun dapat
digunakan.

Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab
seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak
sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di
dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan
yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:

jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang


magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail
jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk
stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu
jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik
diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis
tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan
subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.

Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna


yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat
memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti
abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi
canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang
digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke
dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto
sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi
pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan
digunakan hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah
perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga
kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika
pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk
dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi
atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan
penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang
mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan
pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan
gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada
atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik
jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya
tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama
jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang
dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri
yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang
terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah
perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi
ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.

P
e
r
b
e
d
a
a
n
j
e
n
i
s
s
t
r
o
k
e
dengan menggunakan alat bantu.

Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

Diagnosis Banding
Bell's Palsy
i. DEFINISI
Bell's Palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan
atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah. Saraf wajah adalah saraf
kranial yang merangsang otot-otot wajah.
ii. PENYEBAB
Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan
(kompresi) pada nervus fasialis.
GEJALA
Bell's palsy terjadi secara tiba-tiba. Beberapa jam sebelum terjadinya kelemahan pada
otot wajah, penderita bisa merasakan nyeri di belakang telinga. Kelemahan otot yang
terjadi bisa ringan sampai berat, tetapi selalu pada satu sisi wajah. Sisi wajah yang
mengalami kelumpuhan menjadi datar dan tanpa ekspresi, tetapi penderita merasa
seolah-olah wajahnya terpuntir. Sebagian besar penderita mengalami mati rasa atau
merasakan ada beban di wajahnya, meskipun sebetulnya sensasi di wajah adalah
normal.
Jika bagian atas wajah juga terkena, maka penderita akan mengalami kesulitan dalam
menutup matanya di sisi yang terkena. Kadang penyakit ini mempengaruhi
pembentukan ludah, air mata atau rasa di lidah. Bell's palsy Ptosis
LO 4.8 Terapi stroke
Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan
oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak,
dapat dilihat dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan
pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang
yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.

3. Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru
akan menambah iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian
infus glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah
infark yang akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus
dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan
membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric tube
(NGT).
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin.
Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.
Perawatan suportif
Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran napas
dan ventilasi. Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi.
Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan
secara cepat. Jika terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara berhati-hati,
karena status neurologis dapat bertambah buruk ketika tekanan darah diturunkan.
Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada
batas normal.
Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik
yang sesuai.
Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang ketat.
Hiperglikemia dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk
DVT. Penting untuk menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12 jam
atau subkutan enoksaparin 30 mg q. 12 jam pada ambulasi awal.
a. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
Singkirkan kemungkinan koagulopati. Pastikan hasil masa protrombin dan masa
tromboplastin parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang, berikan
plasma beku segar(FFP) 4-8 unit intravena setiap 4jam dan vitamin K 15 mg
intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg subkutan sampai masa protrombin
normal. Koreksi antikoagulasi heparin dengan protamin sulfat 10-50mg bolus
lambat(1mg mengoreksi 100 unit heparin).
Kendalikan HT.Tekanan yang tinggi bisa menyebabkan perburukan
perihematom. Tekanan darah sisitolik >180mmHg dengan labetalol(20 mg
intravena dalam2menit ulangi 40-80mg intravena dalam interval 10menit sampai
tekanan yang diinginkan kemudian infus 2mg/menit dan dirasi atau penghambat
ACE 12,5mg-25mg, 2-3 kali sehari atau antagonis kalsium(nifedipin oral 4x 10
mg).
Pertimbangkan bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih dari 3
cm atau volum lebih dari 50 ml. Pemasangan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidroefalus obstruktif akut atau kliping aneurisma.
Pertimbangkanangiografi untukmenyingkirkan
aneurisma/malformasi
arteriovenosa.
Berikan manitol 20% (1 mg/kg BB intravena dalan 20-30 menit). Steroid tidak
terbukti efektif pada perdarahan intraserebral.

Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kg BB intravena atau peroral). Pada umumnya


antikonvulsan diberikan bila terdapat kejang.
Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah vasospasme.
Untuk mengatasi perdarahan intracerebral: obati penyebabnya, turunkan TIK,
beri neuroprotektor, tindakan bedah dengan pertimbangan GCS >4 dilakukan
pada pasien denganperdarahan serebelum > 3cm, hidrosefalus akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, perdarahan lobar diatas 60cc dengan tanda
peningkatan TIK akut dan encaman herniasi.

Pada TIK yang meninggi :


o Manitol bolus, 1 gr/kgBB dalam 20-30menit lanjutkan dengan 0,250,5g/kgBB tiap 6 jam smpai maksimal 48 jam.
o Gliserol 50% oral, 0,25-1 gr/kgBB setiap 4-6 jam atau gliserol 10% intravena
10 ml/kgBB dalam 3-4 jam(untuk edema serebri ringan-sedang).
o Furosemid 1mg/ kg BB intravena.
o Intubasi dan hiperventilasi terkontrol sampai pCO2 29-35 mmHg
o Penggunaansteroidmasihkontroversial.
o Kraniotomidekompresif.
Perdarahansubaraknoid
o Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
o Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I
dan II akibat pecahnya aneurisma sakularberry dan adanya komplikasi
hidrosefalus obstruktif.
b. Penatalaksanaan Stroke Non-Hemoragik
Penanganan dari Serangan Iskemia Akut
1. Mengeleminasi atau mengontrol faktor-faktor risiko.
2. Memberi edukasi pada pasien mengenai pengurangan faktor risiko dan tanda serta
gejala-gejala dari TIA dan stroke ringan.
3. Intervensi-Bedah
Endarterektomi karotis ( Cea)
Pengeluaran plak ateromatosa dengan cara bedah.
Pasien yang direservasi untuk pengeluaran bekuan atau lesi berulserasi yang
mengoklusi > 70% dari aliran darah pada arteri karotis.
Dapat menurunkan risiko dari strok > 60% selama tahun keduanya setelah
dioperasi dan wajib mengikuti mengikuti prosedur.
Endarterektomi vertebra umumnya tidak lagi digunakan.
a. Angioplasti balon
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang
yang mengalami stenose Balon kemudian dipompakan menekan plak
ateromatosa ke arah dinding. Mempunyai risiko melepasnya emboli kecil yang
dapat berpindah ke retina atau otak.
b. Penempatan Sten
Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan suatu
coil baja tahan-karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi pada
salah satu dinding dari arteri; saat ini coil ditambahkan dengan obat-obatan slowrelease.

4. Agen-agen antiplatelet

Aspirin
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau
mengurangi pelepasan substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi secara
irreversibel siklooksigenase-platelet; dan efeknya cukup berlangsung selama
hidup dari platelet; 5-7 hari
Efikasi
a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%)
pada risiko stroke dan kematian, pada uji-uji klinis acak pasien-pasien yang
telah mengalami suatu TIA sebelumnya atau strok sebagai pencegahan
sekunder.
b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari);
hasilnya mengindikasikan bahwa dosis rendah mungkin lebih bermanfaat
dengan berkurangnya efek-efek tidak diinginkan dari asam salisilat pada
lambung.
Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-laki
dibanding sejumlah kecil perempuan pada studi lain.
Peran pada pencegahan primer belum jelas.

Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit
fosfodiesterase platelet.
Efikasi:a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam penggunaan
dipiridamol pada iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang ditemukan bersama
dengan aspirin.

Sulfinpirazon (Anturane)
Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase.
Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan.

Tiklopidin (Ticlid)
Mekanisme Kerja:a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi
agregasi platelet yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c) Waktu
perdarahan diperpanjang. d) Berefek minimal pada siklooksigenase.
Efikasi:
a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada pasienpasien yang telah mengalami TIAs sebelumnya atau stroke.
b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama;
seperti halnya dengan ASA.
d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)
Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat.

Antikoagulasi (warfarin)

a. Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini


sebagai agen antiplatelet.
b. Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard
sebelumnya.
c. Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi
antiplatelet.
d. Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal kardiac;
1. Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah
keadaan gangguan serebrovaskuler pada pasien dengan AF (atrial fibrilasi).
2. Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.
Obat Antihipertensi Pada Stroke

Golongan/Obat
Tiazid
Diazoksid

ACEI
Enalaprit

Mekanisme

Esmolol

Alfa Blocker
Fentolamin

Interaksi Obat

Efek Samping

Aktivasi ATP
sensitive Kchannels

IV bolus: 50-100
mg; IV infus; 1530 mg/menit

Awitan < 5 menit Retensi cairan dan


garam,
hiperglikemia
berat, durasi lama
(1-12 jam).

ACE inhibitor

0,625-1,25 mg IV
selama 15 menit.

Awitan < 15
menit.

Durasi lama (6
jam), disfungsi
renal.

5 mg/jam IV, 2.5


mg/jam tiap 15
menit, sampai 15
mg/jam.

Awitan cepat (15 menit), tidak


terjadi rebound.
Eliminasi tidak
dipengaruhi oleh
disfungsi hati/
renal, potensi
interaksi obat
rendah.

Bradikardia,
hipotensi, durasi
lama (4-6 jam).

10-80 mg IV tiap
10 menit sampai
300 mg/hari;
infus 0,5-2
mg/menit.

Awitan cepat (510 menit).

0,25-0,5 mg/kg
IV bolus disusul
dosis
pemeliharaan.

Awitan segera,
durasi singkat <
15 menit.

Bradikardia,
hipoglikemia,
durasi lama (2-12
jam). Gagal
jantung kongestif,
bronkospasme.
Bradikardia, gagal
jantung kongestif.

5-20 mg IV.

Awitan cepat (2
menit), durasi

Calcium Channel Blocker


Nikardipin
Penyekat kanal
Clevidipin
kalsium
Verapamil
Diltiazem

Beta Blocker
Labetalol

Dosis

Antagonis
reseptor 1, 1, 2

Antagonis selektif
reseptor 1.

Antagonis
reseptor 1, 2.

Takikardia,
aritmia.

singkat (10-15
menit)
Vasodilator Langsung
Hidralasin
NO terkait dengan
mobilisasi kalsium
dalam otot polos.

2,5-10 mg IV
bolus (sampai 40
mg).

Thiopental

Aktivasi reseptor
GABA

30-60 mg IV.

Trimetafan

Blockade
ganglionik.

1-5 mg/ menit IV

Fenoldipam

Agonis DA-1 dan


reseptor alfa 2
Nitrovasodilator

0,001- 1,6 g/kg/


menit IV; tanpa
bolus
0,25-10/ kg/
menit IV.

Sodium
Nitroprusid

Nitrovasodilator
Nitrogliserin

5-1000
g/kg/menit IV

Awitan cepat (2
menit), durasi
singkat (5-10
menit).
Awitan segera,
durasi singkat (510 menit)

Serum sicknesslike, drug-induced


lupus, durasi jam
(3-4 jam), awitan
lambat (15-30
menit)
Depresi
miokardial

Bronkospasme,
retensi urin,
siklopegia,
midriasis
Awitan < 15
Hipokalemia,
menit, durasi 10- takikardia,
20 menit.
bradikardia.
Awitan segera, Keracunan sianid,
durasi singkat (2- vasodilator
3 menit)
serebral (dapat
mengakibatkan
peningkatan
tekanan
intracranial)
refleks takikardi.
Produksi
Awitan 1-2
methemoglobin,
menit, durasi 3-5 reflek takikardia.
menit.

LO 4.9 Komplikasi stroke


1. Komplikasi Akut
Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi
sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu
kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik >130)
tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48 jam. Pada
pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera.
Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar
glukosa darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa
darah pasein sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress.
Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan ini
memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke bahkan
sering merupakan penyebab kematian.
Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas.
Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati.
Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.

Ulcer stres. Yang dapat menyebabkanterjadinya hematemesis dan melena.

2. Komplikasi Kronik
Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus,
inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain.
Rekurensi stroke.
Gangguan sosial-ekonomi.
Gangguan psikologis.
LO 4.10. Pencegahan stroke
Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah
sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer Stroke
Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati faktor-faktor
risiko yang dapat dimodifikasi.
Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah
penyakit vaskular lainnya. Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya bagi
para penderita stroke iskemik dan TIA. Target absolut dalam hal penurunan
tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting adalah bahwa tekanan darah
< 120 / 80 mm Hg. Modifikasi berbagai macam gaya hidup berpengaruh terhadap
upaya penurunan tekanan darah secara komprehensif.
Obatobat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun
demikian pilihan obat disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masingmasing
individu.
Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid
darah perlu memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini
maka obat antihipertensi dapat lebih dari 1 macam. ACE inhibitor merupakan
obat pilihan untuk kasus gangguan ginjal dan diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula
direkomendasikan sampai dengan mendekati kadar gula plasma normal
(normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular dan
kemungkinan timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar HbA1c
harus lebih rendah dari 7%.
Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi,
penyakit arteri koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka pasien harus
dikelola secara komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat,
dan pengobatan. Target penurunan kadar kolesterol adalah sebagai berikut: LDL
< 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita dengan faktor risiko
multipel.
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis
tetapi tanpa indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit
arteri koroner, atau tidak ada bukti aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi statin
untuk mengurangi risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah
dapat dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.
Merokok

Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan


merokok. Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan
mengurangi jumlah rokok yang dihisap / hari secara bertahap.
Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight
sangat dianjurkan untuk mempertahankan bodymass index (BMI) antara 18,5
24,9 kg/m2 dan lingkat panggul kurang dari 35 inci (perempuan) dan kurang dari
40 inci (lakilaki). Penyesuaian berat badan diupayakan melalui keseimbangan
antara asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat
Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan
aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30
menit/hari. Untuk pasien yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik maka
dianjurkan untuk melakukan latihan dengan bantuanorang yang sudah terlatih.
2. Pencegahan Sekunder Stroke
Pencegahan sekunder stroke mengacu pada kepada strategi untuk mencegah
kekambuhan stroke. Pendekatan utama adalah mengendalikan hipertensi, CEA, dan
memakai obat antiagregat antitrombosit. Aggrenox adalah satu-satunya kombinasi
aspirin dan dipiridamol yang telah terbukti efektif untuk mencegah stroke sekunder.
LO 4.11 Prognosis stroke.
Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat
kesadaran
Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik
Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka
panjang
Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan,
33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan1/2/2009 Zullies
Ikawati's Lecture Notes 8
Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung pada
ukuran hematoma hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar,
hematoma yang massive biasanya bersifat lethal
Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung keparahan
gangguan neurologis Jika kontrol motorik dan sensasi nyeri terganggu
prognosis jelek
Memahami dan menjelaskan pemeriksaan fungsi motorik dan kelainan fungsi motorik.
a. Pemeriksaan fungsi motorik
Disfungsi pada komponen sistem motorik akan menyebabkan abnormalitas spesifik yang
dapat dievaluasiada bedside. Walaupun komponen multipel dapat terlibat, keterlibatan yang
terisolasi dari berbagai macam komponen dapat terjadi.
Pemeriksaan untuk disfungsi termasuk :
1. Assessment of strength
2. Tonus otot
3. Muscle bulk
4. Koordinasi
5. Pergerakan abnormal
6. Berbagai macam refleks. Hsefhwefinsef

Namunn beberapa manuver dibutuhkan untuk menbantu mendeteksi abnormalitas. Bila


didapatkan abnormalitas, pemeriksaan hanya menbutuhkan 2-3 menit
Elemen-elemen dalam pemeriksaan
Pemeriksaan motorik dapat berwifat objektif.keterlibatan sistem campuram dapat terjadi
pada predominansi gejala dan tanda yang bervariasi, bergantung pada variabel variabel seperti
dominansi pada berbagai sistem motor yang terlibat dan luas lesi pada sistem. Kurangnya
kooperasi pada pasien lemah , ketidakpahaman terhadapa pmeriksaan yang akan dilakukan,
atau kurangnya hubungann pasien- dokter harus selalu diperhitungkan.
Kelemahanan yang pura pura dapat dikenali dengan adaanya lokasi yang aneh, tidak
adanya keterlibatan sistem yang diharapakan dan irregular ratchet-like giving way of muscles
tested. Penting untuk mengetahui implikasi dari hasilmtemuan dan test tambahan/konfirmasi
apa yang dapat dilakukan untuk mengklarifikasi dan mendokumentasikan kesimpulan
mengenai abnomalitas sistem motorik yangterjadi pada pasien.

Kekuatan
Kekuatan otot dilakukan dengan pasien menahan tenaga yag diberikan untuk menggerakkan
otot bagian tubuh yang dievaluasi. Tes ini dapat dinilai dengan skala dari 0-5.
0 (tidak ada): tidak ada kontraktlitas
1 (sedikit) :ada sedikit kontraktilitas tanpa adanya gerakan sendi
2 (buruk) :rentang gerak komplit dengan batasan gravitas
3 (sedang) :rentang gerak komplit terhadap gravitas
4 (baik)
:rentang gerak komplit terhadap gravitas dengan beberapa resistensi
5 (normal) :rentang gerak komplit terhadap gravita dengan beberapa resistensi penuh
Bebeapa pemeriksa memperluas point menjadi 9 dengan penambahan + saat kekuatan
yang dhasilkan berada di antara point yang tersedia. Ada juga yang menambahkan - seabagai
simbol saat didapatkan fungsi tot dibawah level normal. Penilaian normal pasien juga harus
disesuaikan dengan usia dan kondisi pasien.
Untuk melakukan test ini , beberapa otot harus dites.
TABLE 10-5. INNERVATION OF CLINICALLY IMPORTANT MUSCLES.
Movement tested

Main muscles

Nerve roots

Peripheral nerve

Shrug (elevation)

Trapezius

C2-5

Spinal accessory

Abduction

Deltoid/supraspinatus

C5(6)

Axillary/suprascapular

External rotation

Infraspinatus/teres

C5(6)

Suprascapular

Internal rotation

Pectoralis major

C5-7

Lateral pectoral

Adduction

Latissimus/pectoralis

C6-8

Suprascapular/pectoral

Flexion

Deltoid/coracobr.

C5-6

Axillary/musculocut.

Flexion

Biceps/brachialis
Brachioradialis

C5-6
C5-6

Musculocutaneous
Radial

Extension

Triceps

C6-7

Radial

Shoulder

Elbow

Wrist
Flexion

Flexor
carpi
radialis C6-7
Flexor carpi ulnaris
C7-8

Median
Ulnar

Extension

Extensor carpi
Ext. carpi ulnaris

Radial
Deep radial

Pronation

Pronator teres

C6-7

Median

Supination

Supinator
Biceps

C5-6
C5-6

Radial
Musculocutaneous

Flexion

Flexor digitorum mm.

C7-8

Median (ulnar)

Extension

Extensor digitorum

C7-8

Deep Radial

Ab- & Adduction

Interosseous muscles

C8-T1

Ulnar

Thumb abduction

Abductor pollicis br.

C8-T1

Median

Flexion

Iliopsoas

L2-3 (L4)

Lumbar plexus

Extension

Gluteus max

L5-S2

Inferior gluteal

Abduction

Gluteus medius

L5-S1

Superior gluteal

Adduction

Adductor mm.

L2-4

Obturator

Flexion

Hamstring

L5-S1

Sciatic

Extension

Quadriceps

L2-4

Femoral

Dorsiflexion

Tibialis anterior

L4-5 (S1)

Fibular (peroneal)

Plantar flexion

Gastroc/soleus

S1 (S2)

Tibial

Inversion

Posterior tibial

L5 (S1)

Tibial

Eversion

Fibular (peroneal)

L5 (S1)

Fibular (peroneal)

Dorsiflexion

Extensor hallucis

L5 (S1)

Fibular (peroneal)

Plantar flexion

Flexor hallucis

(S1) S2

Tibial

radialis C6-7
C7-8

Finger

Hip

Knee

Ankle

Great toe

Tujuan utama dalam melakukan tes kekuatan otot adalah menentukan apakah kelainan
bersifat neurogenik dan menentukan otot/gerakan mana yang terpengaruhi. Keputusan yang
paling penting adalah menentukan kerusakan , UMN atau LMN. Lesi LMN terjadi akibat
kerusakan pada traktus motorik descending, terutama di kortikospinal, dri koretks cerebri
mlalui batang otak dan korda spinalis. Lesi UMN biasnyan dibarengi dengan peningkatan
refleks dan peningkatan tonus tipe spastik. Lesi LMN akibat dari kerusakan anterior horn cell
dan aksonnya yang dapat mengakibatkan penurunan refleks peregangan otot dan tonus otot.
Atrofi biasanya menjadi prominen setelah 1-2 minggu pertama dan atrofi yang terjadi akibat
tidak adanya penggunaan oleh karena kelemahan yang terjadi.
"Deep tendon" (muscle stretch; myotatic) reflexes

Tes refleks merupakan salah satu elemen terpenting pada pemeriksaan untuk mnentukan
kelainan pada kelemahan diakibatkan oleh lesi UMN atau LMN
Simetrisitas adalah hal yang penting dalam menentukan abormalitas. Penyebaran refleks
yang patologis adalah salah satu tanda objektif dalam hiperaktivitas. Slaah satu indikastor dari
hiperaktivitas adalah klonus.
Kondisi-kondisi yang dapat merusak LMN dapat menurunkan refleks regang dengan
mengganggu jalan refleks.

Pengurangan refleks pada otot yang lemah menandakan kerusakan pada LMN pada arah
otot. Refleks yang hiperaktif terlihat pada les UMN. Tanda-tanda lain dapat menentukan les
pada UMN atau LMN, yaitu :
- Atrofi (LMN)
- Fasikulasi (LMN)
- Spasticity (UMN)
- Babinski Sign (UMN)
- Hilangnya refleks supoerficial (UMN)
Refleks Superfisial dan Refleks Patologis
Refleks Superficial (Abdominal, cremaster dan plantar) dimediasi pada jaras lebih atas
dari medula spinalis. Oleh karena itu, gangguan pada medula spinalis dan batang otak dapat
meniadakan refleks tersebut. Refleks superfisial juga dapat hilang pada kerusakan saraf sensori
atau LMN pada daerahnya. Refleks Babinski (up going toe) adalah refleks patologis yang
klasik yang dapat dilihat pada lesi UMN. Refleks ini akan menggantikan respon normal dari
plantar.
Koordinasi
Tes Koordinasi dilakukan pada beberapa gerakan. Biasanya pasien diminta untuk memegang
tangan pada bagian depan telapak tangan, mata terbuka kemudian menutup. Lebih baik pasien
diminta untuk tisak melakukan gerakan pada tangannya, dan berusaha untuk melakukan gaya
terhadap lantai atau unutk memisahkan kedua tngan yang berikatan.

Setelah beberapa saat, pasien diminnta untuk mengecek pergerakan dan tes ini harus bersifat
simetris.
Kemudian pasien dapat diminta untuk memegang hidungnya kemudian jari pemeriksa. Hal ini
dapat dilakukan beberapa kali agar pergerakan yang terlihat akurat.
Tes selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan pergerakan yang berulang seperti
tepuk tangan dan menjetikkan jari.
Ekstremitas bawah dapat dilakukan tes pada posisi supinasi dengan posisi tumit berada
diatas lutut kaki lainnya dan menepuk tumit kearah pergelangan kaki. Hal ini dilakukan
untuk tiap kaki. Pada pasien yang dapat berdiri pada minimal satu kaki selama 10 detik tanpa
adanya atunan pada tubuh tidak memerlukan tes lanjutan untuk koordinasi kaki.
Manuver ini dapat mengetes beberapa sistem neurologi. Fenomena Rebound terjadi
akibat adanya cedera pada cerebri. Refleks yang berulang yang volunter disebut Intention
Tremor. Pergerakan yang sangat lambat dapat terjadi pada kelainan ekstrapiramidal, seperti
Parkinsons Disease. Namun, kelainan apapun pada sistem motorik dapat berdampak pada
koordinasi. Adanya perubahan pada kekuatan otot, tonus otot atau pasien dengan pergerakan
yang abnormal dapat menyebabkan salahnya persepsi mengenai gangguan koordinasi. Maka
dari itu, tentukan terlebih dahulu letak kelainan, pada sitem motorik atau bukan.
Tonus Otot
Tonus otot dapat dinilai melalui beberapa cara. Salah satu metode yang paling sering
digunakan adalah pemeriksa memindahkan tungkai pasien terutama pergelangan tangan.
Metode yang lain yaitu melibatkan evaluasi dari ayunan lengan (pasien berdiri). Tonus
otot sering di tes dengan cara lengan pasien yang direntangkan. Saat bahu pasien bergerak
maju-mundur atau berotasi, kedua lengan akan menjuntai dengan bebas. Peningkatan tonus
otot biasanya direfleksikan dengan lengan yang nampak kaku saat pasien berdiri atau berjalan.
Anggota tubuh bagian bawah dapat dievaluasi dengan pasien duduk dengan kaki
menggantung. Gerakan kaki harus menghasilkan lembut berayun dari kaki durasi singkat.
Peningkatan tonus menghasilkan pembatasan tiba-tiba di perjalanan dari kaki.
Ada dua pola umum patologis meningkat, kelenturan nada dan kekakuan. Kekejangan
ditemukan dengan luka neuron motor atas dan bermanifestasi sebagai resistensi ditandai
dengan inisiasi gerakan pasif cepat. Ini perlawanan awal memberi jalan dan kemudian ada
resistensi kurang selama rentang sisa gerak (clasp-pisau fenomena). Kekakuan adalah
peningkatan nada yang bertahan sepanjang rentang gerak pasif. Ini telah disebut "pipa timah"
kekakuan dan umum dengan penyakit ekstrapiramidal, terutama penyakit Parkinson.
Pergerakan Abnormal
Ada beberapa tipe gerakan abnormal, yaitu tremor, korea, athetosi, distonia, hemibailism dan
fasikulasi.
Tremor merupakan pergerakan abnormal yang sering ditemui. Karateristik dari tremor
meliputi :

Simetrisitas
Kecepatan tremor
Keadaan terjadinya

Terdapat dua tipe Tremor fisiologis:


1. Tremor cepat (>7 cps)
Terjadi saat aktivitas simpatis meningkat

2. Tremor Lambat
Bila muncul terutama saat berisitirahat, maka dicurigai adanya lesi pada ekstrapiramidal ,
seperti parkinson/s disease.
Gerakan tak terkendali terlihat dalam sejumlah situasi klinis. Chorea, athetosis dan
hemiballism merupakan refleksi dari penyakit ganglia basal. Ini mungkin kongenital (sejenis
cerebral palsy), pasca infeksi (Sydenham 's chorea), keturunan (Huntington chorea), metabolik
(penyakit Wilson) atau serebrovaskular.
Stasiun
Ini adalah kemampuan untuk mempertahankan postur tegak. Satu harus mampu berdiri baik
dengan mata terbuka dan tertutup dengan basis yang relatif sempit dukungan (kaki
berdekatan). Anda harus merekam bergoyang berlebihan, jatuh ke satu sisi, atau ditandai
memburuk dalam kemampuan untuk berdiri ketika mata ditutup.
Goyangan yang berlebihan dengan mata terbuka umum dengan masalah cerebellar atau
vestibular. Ini mungkin ke satu sisi (dan umumnya adalah dengan gangguan vestibular) atau
mungkin untuk kedua belah pihak (terutama dengan kondisi yang mempengaruhi bagian garis
tengah otak kecil, seperti intoksikasi). Anda harus mempertimbangkan kemungkinan
penjelasan lain seperti pasien tidak memiliki cukup kekuatan untuk tetap tegak atau reaksi
parah ditunda untuk destabilisasi (seperti dengan penyakit Parkinson). Beberapa pasien dapat
berdiri dengan baik dengan mata terbuka, namun telah ditandai peningkatan ketidakstabilan
dengan mata tertutup. Ini adalah sugestif dari gangguan dari proprioception sadar (yaitu, rasa
posisi sendi, seperti yang dapat dilihat dengan neuropati perifer atau kolom / disfungsi
lemniskus dorsal medial). Hal ini disebut tanda Romberg. Masalah proprioseptif di satu sisi
dapat dibawa keluar dengan berdiri di satu kaki. Tentu saja, ada tes lain proprioception sadar,
termasuk evaluasi posisi sendi dan rasa getaran di kaki. Data ini harus berkorelasi dengan
temuan di stasiun.
Cara Berjalan
Cara berjalan merupakan pemeriksaan neurologis yang penting. Penting untuk memperhatikan
kesimetrisan dari cara berjalan, kemampuan berjalan, panjang langkah saat berjalan dan
kemampuan untuk berbelok dengan step yang minimum tanpa kehilangan keseimbangan. Saat
mengobservasi pasien dari belakang, bagian medial dari kaki membentuk garis dan tidak
terdapat ruangan yang terlihat diantara kedua kaki pada bagian tumit.
Ini adalah gaya berjalan sempit-based dan penyimpangan dari hal ini dapat diukur dalam
jumlah jarak lateral setiap serangan kaki dari garis bahwa tubuh mereka mengikuti. Tandem
berjalan (kemampuan untuk berjalan di atas garis) dapat digunakan untuk mengevaluasi
stabilitas gaya berjalan, mengakui bahwa banyak pasien tua normal memiliki masalah dengan
hal ini.
Adanya gangguan virtual pada bagian sistem syaraf dapat berdampak pada cara berjalan
seseorang. Sebuah gaya berjalan antalgic, atau lemas disebabkan oleh nyeri akrab bagi setiap
praktisi. Pasien dengan kelemahan unilateral dapat mendukung satu sisi, dan jika kelemahan
adalah kejang (misalnya, dari kerusakan neuron motorik atas) pasien dapat menahan
ekstremitas bawah kaku. S / ia akan menyeret tungkai lemah di sekitar tubuh dalam pola
"circumducting". Sebuah gaya berjalan mengejutkan atau terguncang (seperti yang mabuk)
adalah sugestif dari disfungsi cerebellar. Umumnya, pasien dengan vertigo yang benar akan
cenderung jatuh ke satu sisi berulang kali (terutama dengan mata tertutup). Seorang pasien
dengan drop kaki akan cenderung untuk mengangkat kaki tinggi (steppage gaya berjalan). Hip
kelemahan korset sering mengakibatkan "berlenggak-lenggok," dengan pinggul bergeser ke
arah sisi kelemahan ketika kaki berlawanan diangkat dari lantai (tentu saja, jika kedua belah
pihak lemah pinggul akan bergeser bolak-balik saat mereka mengambil setiap langkah ).

Pasien dengan penyakit Parkinson sering mengalami kesulitan memulai gaya berjalan,
langkah-langkah yang biasanya pendek, meskipun gaya berjalan sempit berbasis. Jika parah,
pasien mungkin pendorong (mereka bahkan mungkin jatuh). Pasien yang "lem gosong" (geser
kaki mereka di tanah daripada melangkah normal) dapat menderita kerusakan atau degenerasi
dari kedua lobus frontal atau bagian garis tengah otak kecil. Ketika kerusakan pada daerahdaerah yang parah pasien mungkin sangat retropulsive (cenderung jatuh ke belakang berulang
kali). Cedera punggung kolom dapat menyebabkan gaya berjalan di mana pasien "prangko"
kaki-nya, dan biasanya juga perlu melihat kaki di jalan agar. Pasien dengan neuropati
menyakitkan kaki dapat berjalan seolah-olah mereka "berjalan di atas telur" dan pasien dengan
stenosis tulang belakang dapat berjalan dengan postur membungkuk (a "monyet" postur).
b. Kelainan fungsi motorik
Merupakan sebagian besar manifestasi obyektif kelainan saraf : bukti riil adanya kelainan
penyakit
UMN

LMN

o Spastis

o Flaccid

o Atropi (-)

o Atropi (+)

o Refleks fisiologis meningkat

o Refleks fisiologis menurun

o Refleks patologis (+)

o Refleks patologis (-)

o Tonus meningkat

o Tonus menurun

Gangguan Ekstrapiramidal

Tonus : rigid

Gerak otot abnormal tidak terkendali

Gangguan kelancaran gerak otot volunteer

Gangguan otot asosiatif


Pemeriksaan
1. Inspeksi
o Sikap : perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan
o Bentuk : Perhatikan adanya deformitas
o Ukuran : perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan
o Gerak abnormal yang tidak terkendali, antara lain:
o Tremor : merupakan serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran,
yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian.
o Khorea : gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan kasar yang
dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Khas terlihat pada
anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal.
o Atetose : ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan melibatkan
otot bagian distal, cenderung menyebar ke proksimal.
o Distonia : gerakan yang dimulai dengan gerak otot berbentuk atetose pada lengan atau
anggota gerak lain, kemudian gerakan otot bentuk atetose ini menjadi kompleks, yaitu
menunjukkan torsi yang keras dan berbelit.
o Balismus : gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan cepat, dan terutama
mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal.

o
o
o
o

Spasme : merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot yang
biasanya disarafi oleh satu saraf.
Tik (Tic) : gerakan yang terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot dalam
hubungan yang sinergistik.
Fasikulasi : merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas (fasikulus)
serabut otot atau satu unit motorik.
Miokloni : merupakan gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong-konuong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak terkendali.

2.

Palpasi
o Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk menentukan
konsistensi serta adanya nyeri tekan.
o Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni.

3.

Pemeriksaan Gerakan Pasif


Penderita disuruh mengistirahatkan ekstre-mitasnya.
Bagian dari ekstremitas ini kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat
bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat,cepat, lebih lambat, dst.
Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya.
Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita
dapat mengistirahatkan ekstre-mitasnya dengan baik.

4.

Pemeriksaan Gerak Aktif


Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya
kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut:
i.
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita
menahan gerakan ini
ii.
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh
menahan
Pemeriksaan Koordinasi Gerak
- Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebellum
- Gejala klinis yg didapatkan pada gangguan serebellum adalah:
i.
Gangguan keseimbangan
ii.
Ataksia : gangguan koordinasi gerakan. Tes yang dilakukan: tes tunjuk-hidung
(tangan menunjuk hidung), dan tes tumit lutut (tumit ditempatkan pada lutut
yang satu lagi)
iii.
Disdiadokokinesia : ketidakmampuan melakukan gerakan yg berlawanan
berturut-turut. Lakukan tes pronasi-supinasi lengan! Suruh pasien
merentangkan kedua lengannya ke depan, kemudian suruh ia mensupinasi dan
pronasi lengan bawahnya (tangannya) secara bergantian dan cepat. Pada sisi
lesi, gerakan ini dilakukan lamban dan tidak tangkas.
iv.
Dismetria : gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada waktunya atau
tepat pada tempat yang dituju.
v.
Tremor intensi : tremor yang timbul bila melakukan gerak volunteer (dengan
kemauan), dan menjadi lebih nyata bila menghampiri tujuannya. Dapat
diperiksa dengan jalan menyuruh pasien mengambil benda yang kecil, makin
dekat ia pada benda tersebut, makin jelas tremor pada tangannya.
vi.
Disgrafia (makrografia) : terlihat huruf dituliskan besar-besar dan kadang
makin lama makin besar. Selain itu, bentuk hurufnya tidak bagus dan kaku
vii.
Nistagmus : gerak bolak-balik bola mata yang involunter dan ritmik.

5.

viii.

Fenomena rebound : ketidakmampuan menghentikan gerakan dgn segera atau


menggantikannya dengan antagonisnya.

Fenomena Rebound
Suruh pasien menarik lengannya. Pemeriksa menahannya. Tiba-tiba kita lepaskan. Perhatikan
apakah lengan pasien segera berhenti. Pada gangguan serebellar dapat terjadi gerakan lewat
(rebound) sampai memukul diri sendiri
o Astenia : lekas lelah dan bergerak lamban. Otot lekas lelah dan lemah (walaupun tidak
ada parese). Gerakan dimulai dengan lamban, demikian juga dengan kontraksi dan
relaksasi.
o Hipotonia : dapat diketahui dengan jalan palpasi dan pemeriksaan gerak pasif. Pada
hipotonia, ekstensi dapat dilakukan lebih jauh, misalnya pada persendian paha, siku, lutut
dsb.
o Disartria : cadel, pelo, gangguan pengucapan kata-kata
LI 5. Memahami dan menjelaskan kewajiban suami dan istri menurut islam.
Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan
kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku Petunjuk Sunnah dan Adab Seharihari Lengkap karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.
Hak Bersama Suami Istri
Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum:
21)
Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (AnNisa: 19 Al-Hujuraat: 10)
Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa: 19)
Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Adab Suami Kepada Istri .
Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama.
(At-aubah: 24)
Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (AtTaghabun: 14)
Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan:
74)

Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah
(makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri
lebih dari satu. (AI-Ghazali)
Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang
tidak menyakitkan. (An-Nisa: 34) Nusyuz adalah: Kedurhakaan istri kepada suami
dalam hal ketaatan kepada Allah.
Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan
paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(AthThalaq: 7)
Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi,
Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala)
Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang,
tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa: 19)
Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah
sendiri. (Abu Dawud).
Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim :
6, Muttafaqun Alaih)
Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukumhukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3)
Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai)
Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada
istrinya. (AI-Baqarah: 40)

Adab Isteri Kepada Suami


Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah
pemimpin kaum wanita. (An-Nisa: 34)
Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada
istri. (Al-Baqarah: 228)
Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa: 39)
Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
a. Menyerahkan dirinya,
b. Mentaati suami,
c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam
kesibukan. (Nasa i, Muttafaqun Alaih)
Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang
istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya.
(Muslim)

Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni
dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya.
(Tirmidzi)
Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam
keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: Seandainya
dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada
suaminya. .. (Timidzi)
Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat
suami tidak di rumah). (An-Nisa: 34)

Anda mungkin juga menyukai