Anda di halaman 1dari 35

PENDENGARAN

I.

Dasar Teori
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran
udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi
(pemampatan) molekul-molekul udara yang berselang seling dengan daerah-daerah bertekanan
rendah karena penjarangan molekul tersebut. (Sherwood, 2001).
Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan di
telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip-gelombang pada membran
basilaris terhadap membrana tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut
tertekuk. Hal ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup signifikan,
maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan terangsang untuk melepaskan
potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak (Corwin, 2001).
Frekuensi gelombang tekanan menentukan sel-sel rambut yang akan berubah dan, neuron
aferen yang akan melepaskan potensial aksi. Misalnya, sel-sel rambut yang terletak dibagian
membrana basilaris dekat jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh suara
berfrekuensi tinggi, sedangkan sel-sel rambut yang terletak dimembrana basilaris yang paling jauh
dari jendela oval adalah sel-sel yang mengalami perubahan oleh gelombang berfrekuensi rendah.
Otak menginterpretasikan

suatu

suara

berdasarkan neuron-neuron

yang diaktifkan. Otak

menginterpretasikan intensitas suara berdasarkan frekuensi impuls neuron dan jumlah neuron aferen
yang melepaskan potensial aksi (Corwin, 2001).
Penghantaran (konduksi) gelombang bunyi ke cairan di telinga dalam melalui membran timpani
dan tulang-tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk pendengaran normal, disebut
hantaran osikular. Gelombang bunyi juga menimbulkan getaran membran timpani kedua yang
menutupi fenestra rotundum. Proses ini, yang tidak penting untuk pendengaran normal, disebut
hantaran udara. Hantaran jenis ketiga, hantaran tulang, adalah penyaluran getaran dari tulang-tulang
tengkorak ke cairan di telinga dalam. Hantaran tulang yang cukup besar terjadi apabila kita
menempelkan garpu tala atau benda lain yang bergetar langsung ke tengkorak. Jaras ini juga
berperan dalam penghantaran bunyi yang sangat keras (Ganong, 2002).
Untuk memeriksa pendengaran :
1

Pemeriksaan dengan menggunakan garpu tala merupakan tes kualitatif, yaitu:


a. Tes Rinne
Tujuan: untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada

telinga yang diperiksa.


Cara: garpu tala digetarkan dan tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah
tidak terdengar garpu tala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih
terdengar disebut Rinne (+), bila tidak terdengar disebut Rinne (-). Dalam keadaan
normal hantaran melalui udara lebih panjang daripada hantaran tulang.

b. Tes Weber
Tujuan: untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.
Cara: garpu tala digetarkan dan tangkai garpu tala diletakkan di garis tengah dahi atau
kepala. Bila bunyi terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut lateralisasi ke
telinga tersebut. Bila terdengar sama atau tidak terdengar disebut tidak ada lateralisasi.
Bila pada telinga yang sakit (lateralisasi pada telinga yang sakit) berarti terdapat tuli
konduktif pada telinga tersebut,bila sebaliknya (lateralisasi pada telinga yang sehat)
berarti pada telinga yang sakit terdapat tuli saraf.

c.

Tes Schwabach
Tujuan: membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang

pendengarannya normal.
Cara: garpu tala digetarkan dan tangkai garpu tala diletakkan pada prosesus mastoideus
sampai tidak terdengar bunyi kemudian dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa
yang pendengarannya dianggap normal. Bila masih dapat mendengar disebut memendek
atau tuli saraf, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya. Bila pasien masih mendengar, disebut memanjang atau terdapat tuli konduktif.
Jika kira-kira sama mendengarnya disebut sama dengan pemeriksa.

Tes Rinne
Positif

Tes Weber

Tes Schwabach

Tidak ada
lateralisasi

Negatif
Positif

Diagnosis

Sama dengan
pemeriksa

Normal

Lateralisasi ke
telinga yang sakit

Memanjang

Tuli konduktif

Lateralisasi ke
telinga yang sehat

Memendek

Tuli sensorineural

Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif
Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk
pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2.000 Hz. Oleh karena itu untuk
memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1.024, dan 2.048 Hz. Penggunaan ketiga garpu
tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila salah satu frekuensi ini terganggu
penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga
garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi
suara bising disekitarnya (Soepardi et al, 2007).
2

Pemeriksaan dengan menggunakan Audiometer merupakan tes kuantitatif


Audiometri nada murni
Teknik untuk mengidentifikasi prilaku dari kehilangan kemampuan

mendengar

dan

untuk

mendapatkan tingkat pendengaran dengan cara merekam respon dari pasien setelah
memberikan pasien tersebut rangsangan auditory dengan berbagai intensitas level.
Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC (air conductor) yaitu dibuat dengan garis
lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 8000 Hz) dan grafik BC (bone conductor)
yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa 250 4000 Hz). Untuk telinga
kiri dipakai warna biru, sedangkan telinga kanan warna merah. Pemeriksaan audiometri nada
murni bisa didapatkan tuli sensorineural pada frekwensi tinggi (umumnya 3000 6000 Hz) dan
pada frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.
Tes audiometri yang sederhana merupakan tes terhadap suara mesin dengan hantaran
udara untuk masing-masing telinga dengan frekuensi tertentu (500, 1000, 2000, 4000 dan 6000
Hz). Tes audiometri yang kompleks dilakukan dalam ruangan kedap suara dan masing-masing
telinga dengan frekuensi (250, 500, 1000, 2000, 3000,4000, 6000 dan 8000 Hz)
Pure Tone Audiometry Merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan
dalam

jumlah

getaran

per

Memberikan gambaran yang luas mengenai tingkat kehilangan pendengaran

detik.
pasien

dan

penyebabnya. Pasien akan memberikan respon terhadap rangsangan tone yang diberikan. Tone
yang diberikan dengan cara dari frekuensi rendah ke tinggi .

Tone sebesar 30dB diberikan kepada pasien sebagai rangsangan awal, jika respon positif
maka level tone diturunkan sebesar 10 dB sampai pasien tidak memberikan respon. Pada
rangsangan pertama jika pasien tidak mendengar maka level tone dinaikkan 10 dB HL sampai
terdengar oleh pasien kemudian diturunkan per 5 dB atau naik 5 dB HL. Frekuensi yang diujikan
berkisar 125-500 Hz.
Tone Decay Test (TDT)
Digunakan untuk mendeteksi kelainan pada jalur sensorineural. Prosedurnya, operator
memilih frekuensi kemudian pasien mendapat rangsangan dan memberikan respon lagi pada
saat tidak menerima rangsangan, durasi diantara keduanya diukur. Tone yang dipakai diberikan
dari frekuensi, tinggi ke rendah. Dengan 30 dB pada saat pertama kemudian selama 1 menit
pasien mendengarkan maka tone level diturunkan dengan skala 5 dB, hal ini diulangi sampai
tone tidak terdengar selama kurang dari 1 menit
Short Increment Sensitivity Index (SISI)
SISI untuk mendeteksi penyakit di cochlea atau recrocochlear lesions. Menggambarkan
kapasitas pasien untuk mendeteksi perbedaan kenaikan intensitas 1 dB yang dalam rentan waktu
5 detik pada frekuensi tertentu. Operator akan menset frekuensi pada 20 dB, Tone yang diberikan
dengan madulasi singkat 1 dB diatas carrier tone setiap 5 detik. Kenaikan 1 dB dipresentasikan
dengan interval 300 ms, dengan rise time danfall time sebesar 50 ms. Respon pasien pada saat
dapat membedakan perbedaan level adalah yang diukur.
Bekesy Audiometry
Test audiometry yang dijalankan secara automatis. Karena frekuensi dan intensita akanturun
dan naik secara otomatis
Speech Audiometry
Pure tone audiometry adalah test pada sensitivitas pasien sedangkan speech audiometry
mengacu pada integritas seluruh sistem auditory (mengacu kemampuan mendengarkan dan
mengerti pembicaraan)

II. Pelaksanaan Praktikum


Tujuan :
1. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran.
2. Mengukur ketajaman pendengaran dengan menggunakan Audiometer (Pemeriksaan Audiometer)
3. Menmbuat kesimpulan menegenai hearing loss dari hasil pemeriksaan audiometer sehingga dapat
menetapkan apakah pendengaran orang percobaan dalam batas-batas normal atau tidak
Alat yang diperlukan :
1. Audiometer merek ADC lengkap dengan telepon telinga dan formulir
2. Penala berfrekuensi 256
3. Kapas untuk menyumbat telinga
I. TES PENALA
A. Tata Kerja
Pemeriksaan Pendengaran dengan Penala
a. Cara Rinne
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke
telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras.
2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p.
3. Tanyakanlah kepada o.p. apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga yang
diperiksa, bila demikian o.p. harus segera memberi tanda bila dengungan bunyi itu
menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus o.p. dan kemudian
ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang sedang diperiksa
itu.
5. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut :
Positif : Bila o.p. masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
Negatif : Bila o.p. tidak mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
b. Cara Webber
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti nomor A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada dahi o.p. di garis median.
3. Tanyakan kepada o.p. apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua
telinganya atau terjadi lateralisasi.
4. Bila pada o.p. tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara buatan,
tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangi pemeriksaan.
c. Cara Schwabach
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti no A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p.
3. Suruhlah o.p. mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang.
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus mastoideus
o.p. ke processus mastoideus sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga si pemeriksa dianggap
normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. masih dapat didengar
oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan ialah Schwabach memendek.

5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. juga tidak dapat didengar
oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin Schwabach normal atau Schwabach
memanjang. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus mastoideus si
pemeriksa sampai tidak terdengar lagi. Kemudian ujung tangkai penala segera ditekankan ke
processus mastoideus o.p.. bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa)
masih dapat didengar oleh o.p. hasil pemeriksaan adalah Schwabach memanjang. Bila
dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh o.p.
maka hasil pemeriksaan adalah Schwabach normal.
B. Hasil Pengamatan
Tabel Pengamatan Pemeriksaan Pendengaran
Cara Rinne
Telinga (penala
Telinga (penala

Orang
Percobaan
Ulima

digetarkan pada

digetarkan lewat

processus mastoideus)
Kanan
Kiri
+
+

udara)
Kanan
Kiri
+
+

Rahmagita

Cara Webber

Cara
Schawabach

Lateralisasi ke

Schwabach

kanan

normal

(OP)
C. Pembahasan
Pada percobaan rinne, bertujuan untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran
melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Saat penala digetarkan pada processus mastoideus,
terdengar suara dengungan, baik ditelinga kiri maupun telinga kanan, seluruh orang percobaan.
Begitu pula saat penala digetarkan di udara ,tanpa menyentuh processus mastoideus, suara
dengungan terdengar jelas.
Pada percobaan cara webber, bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri
dengan telinga kanan. Saat penala yang sudah digetarkan ditaruh pada dahi, semua orang
percobaan memperoleh hasil, yaitu lateralisasi pada telinga kanan. Hal ini, menandakan bahwa
telinga orang percobaan normal terhadap dengungan yang terjadi.
Pada percobaan schwabach, bertujuan membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Saat dengungan penala sudah tidak terdengar lagi
oleh orang percobaan juga tidak terdengar oleh si pemeriksa, begitu pula sebaliknya. Hal ini berlaku
pada semua orang percobaan dan pemeriksanya sehingga hasil pemeriksaan tersebut adalah
schwabach normal.
D. Kesimpulan

Dari hasil pemeriksaan pendengaran didapatkan bahwa semua orang percobaan dapat mendengar
dengungan penala dengan baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa telinga orang percobaan
masih bekerja secara normal.

II.

AUDIOMETRI

Keterangan teknis mengenai audiometer.

Audiometer adalah sebuah alat


yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat
yang disebut dengan audiometer, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai.
Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau
seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran.
Untuk mendapatkan tingkat pendengaran dengan cara merekam respon dari pasien setelah
memberikan pasien tersebut rangsangan auditory dengan berbagai intensitas level.
p- VI. 4. 1 Apa guna audiometer dan bagaimana cara kerjanya?

Pada bagian muka audiometer ADC terdapat berbagai tombol dan skala yang berfungsi sebagai berikut :
Tombol 1 (T)

: Tombol utama.
Gunanya untuk menghidupkan atau mematikan alat

Tombol 2 (T2)

: Tombol frekwensi nada.


Dengan menggunakan T2 ini kita memilih frekwensi nada yang dapat dibangkitkan oleh
Alat. Frekwensi tersebut dapat dibaca pada skala (82) yang dinayatakan dalam satuan
hertz.

p-VIA. 2 Apa yang dimaksud dengan frekwensi hertz?

hertz merupakan satuan frekuensi yang

menandakan banyakanya suatu gelombang dalam 1 detik.


Tombol 3 (T3)

: Tombol kekuatan nada.


Dengan tombol ini kita dapat mengatur kekuatan nada, kekuatan nada dapat dibaca
pada skala (51) yang dinyatakan dengan dB

Desibel (dB) adalah satuan untuk mengukur


intensitas suara. Satu desibel ekuvalen dengan sepersepuluh Bel. Huruf "B" pada dB ditulis
dengan huruf besar karena merupakan bagian dari nama penemunya, yaitu Bell.
Desibel juga merupakan sebuah unit logaritmis untuk mendeskripsikan suatu rasio. Rasio
tersebut dapat berupa daya (power), tekanan suara (sound pressure), tegangan atau voltasi
(voltage), intensitas (intencity), atau hal-hal lainnya. Terkadang. dB juga dapat dihubungkan
dengan Phon dan Sone (satuan yang berhubungan dengan kekerasan suara).
p-VIA. 3 Apa yang dimaksud dengan satuan dB?

Tombol 4 (T4)

: Tombol pemilih telepon telinga.

Bila tombol ini menunjukkan ke B, berarti nada yang dihantarkan ketelepon berwarna
black. Bila tombol menunjuk ke G yang bekerja hanya telepon grey.
Tombol 5 (T5)

: Tombol penghubung nada.


Dengan memutar tombol ini kekiri, nada akan terdengar ditelepon bila tombol dilepas,
nada tidak terdengar lagi

maksud pemutusan
nada pada pemeriksaan adalah melepas tombol sehingga nada tidak terdengar lagi untuk
menguji apakah o.p benar-benar mendengar atau hanya pura-pura mendengar.
p-VIA.A 4 Apa yang dimaksud dengan pemutusan nada pada periksaan?

A. Tata Kerja
Pemeriksaan Pendengaran dengan Audiometri
1. Pemeriksaan menyiapkan alat sebagai berikut :
a. Memutar tombol utama T1 pada off
b. Memutar tombol frekuensi nada (T2) pada 125.
c.

Memutar tombol kekuatan nada (T3) pada 10 Db.

0 db sama dengan tingkat tekanan yang


mengakibatkan gerakan molekul udara dalam keadaan udara diam, yang hanya dapat terdeteksi
dengan menggunakan instrumen fisika, dan tidak akan terdengar oleh telinga manusia.
Oleh karena itu, di dalam audiologi ditetapkan tingkat 0 yang berbeda, yang disebut 0 dB klinis
atau 0 audiometrik. Nol inilah yang tertera dalam audiogram, yang merupakan grafik tingkat
ketunarunguan. Nol audiometrik adalah tingkat intensitas bunyi terendah yang dapat terdeteksi
oleh telinga orang rata-rata dengan telinga yang sehat pada frekuensi 1000 Hz.
p- VIA. 5 Apa arti fisiologis intensitas 0 dp pada a/at ?

2. Hubungkan audiometer dengan sumbu listrik (125V) dan putar T1 ke ON, S1 danS2 akan
menyala, bila tidak demikian halnya maka melaporkan pada supervisor.
3. Menyuruh orang percobaan duduk membelakangi audiometer dan memasang telepon pada
telingnya, sehingga telepon black ditelinga kiri.
4. Memberikan

petunjuk

pada

orang

percobaan

untuk

mengacungkan

tangannya

ke

atas pada saat mulai dan selama ia mendengar nada melalui salah satu telepon danmenurunkan
tangannya pada saat nada mulai tidak terdengar lagi.
5. Menunggu 2 menit untuk memanaskan alat
6. Memutar T5 ke kiri dan mempertahankannya selama pemeriksaan
7. Memutar tombol kekuatan nada T3 perlahan-lahan searah dengan jarum jam sampaiorang
percobaan mengacungkan tangannya keatas.
8. Meneruskan memutar tombol tersebut sebesar 10 dB dan kemudian memutar tombolT3 tersebut
perlahan-lahan berlawanan dengan jarum jam sampai orang percobaa nmenurunkan tangannya.
Mencatat angka dB pada saat itu
9. Mengulangi tindakan 7 dan 8 dua kali lagi dan mengambil angka terkecil sebagai hearing loss
orang percobaan pada frekuensi 125 Hz.
10. Selama percobaan ini T5 dilepaskan sekalikali pada waktu orang percobaanmengacungkan tang
annya untuk menguji apakah orang percobaan benar-benar mendengar nada atau hanya purapura mendengar.
11. Mengukur hearing loss untuk telinga yang sama dengan cara yang sama pula padafrekuensi
250, 500, 1000, 2000, 4000, 8000, 12.000 Hz dan mencatat data hasil pengukuran pada formulir
yang telah disediakan.
12. Mengulangi seluruh pengukuran ini pada telinga yang lainnya.
13. Membuat audiogram orang percobaan pada formulir yang telah disediakan dengan data yang
diperoleh pada pengukuran

B. Hasil Pengamatan
O.P : Riski Fitryanto

Skema di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan tidak adekuat dikarenakan hasil dari pengukuran
percobaan dengan alat audiometri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: faktor
alat (kondisi dan kualitas baik atau tidak), faktor ruangan yang tidak kedap suara, faktor kemampuan
konsentrasi/memusatkan pikiran o.p (sebaiknya konsentrasi o.p tidak terganggu dengan kondisi suara
sekitar dan fokus pada pemeriksaan), dan faktor hantaran (udara dan tulang). Tetapi o.p memiliki
kemampuan pendengaran dalam batas normal yang tercatat dalam bentuk angka terkecil (ambang)
suara yang masih dapat didengar dalam setiap frekuensi suara yang berbeda.
C. Pembahasan
Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC yaitu dibuat dengan garis lurus penuh
(intensitas yang diperiksa antara 125 8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputusputus (intensitas yang diperiksa 250 4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan
telinga kanan warna merah.
Pada hasil pemeriksaan bertujuan untuk memberikan gambaran luar mengenai tingkat
kehilangan pendengaran pasien dan penyebabnya. Pasien akan memberikan respon terhadap
rangsangan tone yang diberikan. Tone yang diberikan dengan cara dari frekuensi rendah ke tinggi .
Pada awal, tone sebesar 30dB diberikan kepada pasien sebagai rangsangan awal, jika respon
positif maka level tone diturunkan sebesar 10 dB sampai pasien tidak memberikan respon. Pada
rangsangan pertama jika pasien tidak mendengar maka level tone dinaikkan 10 dB HL sampai
terdengar oleh pasien kemudian diturunkan per 5 dB atau naik 5 dB HL. Frekuensi yang diujikan
berkisar 125-500 Hz.

Diskriminasi nada (kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara yang


datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris yang menyempit dan kaku diujung
jendela ovalnya dan lebar serta lentur di ujung helikotremanya. Berbagai daerah di membrana
basilaris secara alamiah bergetar secara maksimum pada frekuensi yang berbeda.Ujung sempit
paling dekat jendela oval bergetar maksimum pada nada-nada tinggi sedangkan ujung lebar paling
dekat dengan helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada rendah
Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran
seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal merupakan
nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni. Derajat ketulian menurut ISO, yaitu :
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada stimulus nada
murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran
yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan
aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka
mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction
menggambarkan SNHL.

D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan audiogram o.p dinyatakan normal. Semakin tinggi
frekuensi suara maka intensitas yang dapat didengar semakin rendah.

DAFTAR PUSTAKA
Ganong WF. 2006. Review of medical physiology. 22nd Ed. USA: The McGraw-Hill companies
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier.. p663-6.
Marieb EN, Hoehn K. 2010. Human anatomy & physiology. 7th Ed. Pearson education,Inc
Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC
Soepardi EA, Iskandar N, dkk. 2010. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI. ; hal. 17-8

LAPORAN FISIOLOGI IV
SIKAP DAN KESEIMBANGAN BADAN
I.

DASAR TEORI
Nuklei vestibular adalah untuk mengatur secara selektif sinyal-sinyal eksitatorik berbagai otot
antigravitasi untuk menjaga

keseimbangan,sebagi responnya terhadap sinyal dari aparatus

vestibular.
Hewan Deserebrasi mengalami kekakuan spastik bila batang otak seekor hewan d potong
dibawah garis tengah mesensefalon,tetapi pontin sistem retikular mendular juga sistem vestibular
dibiarkan tetap utuh, hewan tersebut mengalami keadaan yang disebut kekauan deserebasi.
Kekakuan inni tidak timbul disemua otot tubuh tetapi hanya otot antigravitasi yaitu otot leher dan
batang tubuh serta ekstensor tungkai.
Aparatus vestibular merupakan organ sensoris untuk mendeteksi sensasi keseimbangan. Alat ini
terbungkus salam satu tabung tulang dan ruangan-ruangan yang terletak dalam bagian petrosus
(bagian seperti batu,bagian keras) dari tulang temporal, yang disebut labirin tulang. Di dalam sistem
ini terdapat tabung membran dan ruangan yang di sebut labirin membranosa yang merupakan bagian
fungsional aparatus vestibular.
Labirin ini terdiri atas koklea (duktus koklearis), tiga kanalis semisirkularis dan dua ruangan besar
yang dikenal sebagai utrikulus dan

sakulus. Koklea

merupakan

organ

sensorik utama

pendengaran.dan hampir tidak berhub dg keseimbangan.kanalis semirikularis,utrikulus dan


sakulus ,semua ini merupakan bagian intragal dr mekanisme keseimbangan.
Makula organ sensorik utrikulus dan sakulus untuk mendeteksi orientasi kepala sehubungan
dengan gravitasi. Makula pada utrikulus terutama terletak pada bidang horizontal permukaan inferior
utrikulus dan berperan penting dalam menentukan orientasi kepala ketika kepala dalam posisi tegak.

Sebaliknya, makula pada sakulus terutama terletak dalam bidang vertikal dan memberikan sinyal
orientasi kepala saat seseorang berbaring.
Setiap makula d tutupi oleh lapisan gelatinosa yang dilekati oleh banyak krista kalsium karbonat
kecil kecil yang di sebut statokonia.dalam makula juga didapati beribu-ribu sel rambut, pangkal dan
sisi sel-sel rambut bersinaps denganujung-ujung sensorik saraf vestibular.
Dalam aparatus vestibular terdapat kanalis semisirkularis,dikenal sebagai kanil semisrikularis
anterior, posterior dan lateral tersusun tegak lurus satu sama lain sehingga kanalis ini terdapat 3
bidang.
Bila kepala tunduk kira-kira 30 derajat ke depan,kanalis semirikularis lateral kira-kira aada pd
bidang horizontal sesuai dengan permukaan bumi, kemudian kanalis anterior ada pd bidang vertikal
yang arah ptoyeksinya ke depan dan 45 derajat ke luar, dankanalis posterior ada pada bidang vertikal
yang berproyeksi ke belakang dan 45 derajat keluar.
Pada setiap ujung kanalis semisirkualris terdapat pembesaran yang disebut ampula, dan kanlis
serta ampula ini terisi oleh cairan yang disebut endolimfe. Aliran cairan melalui canalis dan
ampulanya merangsang organ sensorik.
Pada puncak krista ini terdapat jaringan longgar massa gelatinosa,yang disebut kupula. Bila
seseorang mulai memutar ke suatu arah, inersia cairan didalam satu atau lebih kanalis semisirkularis
akan mempertahankan cairan agar tetap seimbang sementara kanalis semisirkularis berputar searah
dengan kepala. Hal iini menyebabkan cairan mengalir dari kanalis menuju ampula,membelokkan
kupula ke satu sisi. Putaran kepala dalam arah yang berlawanan menyebabkan kupula berbelok ke
sisi yang berlawanan.
Kedalam kupula terdapat ratusan penjuluran silia dari sel-sel rambut yang terletak pada
sepanjang krista ampularis. Kinosilia sel-sel rambut ini semuanya beorientasi ke arah sisi yang sama
dalam kupula,dan pembelokkannya ke arah yang berlawanan mengakibatkan hiperpolarisasi sel
rambut. Kemudian, dari sel-sel rambut sinyal-sinyal yang sesuai dikirimkan melalui nervus vestibular
untuk memberitahu sistem saraf pusat mengenai perubahan perputaran kepala dan kecepatan
perubahan pada setiap tiga bidang ruangan.
Setiap kepala berputar tiba-tiba,sinyal yang berasal dari kanalis semisirkularis menyebabkan,
mata berputar dengan arah yang berlawanan dengan arah putaran kepala. Keadaan ini timbul akibat
adanya refleks yang dijalarkaan melalui nuklei vestibular dan fasikulus longitudinalis medial menuju
nuklei okulomotor.
II. TUJUAN :
Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat :
1. Mengemukakan pelbagai reaksi perubahan sikap badan katak oleh perangsangan kanalis
semisirkularis dan reaksi 11 menegakkan bada setelah ekstriparsi labirin
2. Menyebutkan beberapa faktoer yang dapat mempengaruhi rekasi perubahan sikap diatas.
3. Mendemomstrasikan kepentingan kedudukan kepala dan mata dalam mempertahankan
keseimbangan badan pada manusia.

4. Mendemonstrasikan dan menerangkan pengaruh percepatan sudut :


a. Dengan kursi Barany terhadap :
- Gerakan bola mata
- Tes penyimpangan penunjukan tes jatuh kesan (sensasi)
b. Dengan berjalan mengelilingi statif
III. ALAT DAN BINATANG PERCOBAAN YANG DIPERLUKAN :
1. Katak
2. Papan fiksasi katak + ge;as beker
3. Ether + kapas + jarum pentul
4. Scalpel + gunting halus + pinset halus + bor halus
5. Kursi putar Barany
6. Tongkat atau statif yang panjang
7. Bak berisi air

IV. Pelaksanaan Praktikum


I.

Percobaan pada katak

A. Cara Kerja
1. Meletakkan seekor katak dipapan fiksasi dan menutup dengan gelas beker
2. Memegang papan fiksasi dan gelas beker itu dengan kedua belah tangan dan

menggerakkan

keatas, kebawah dan memutar kekanan dan ke kiri.


3. Memperhatikan dengan seksama perubahan-perubahan sikap pada katak
a. Posisi kepala
b. Fleksi/ekstensi ekstermitas
4. Membuka gelas beker dan memalingkan kepala katak kanan, memperhatikan sikapdan
kedudukan kakinya.
P. VI. 4.6 .Apa maksud kita memalingkan kepala katak ? Melihat sikap dan kedudukan kaki
yang normal bila kepala katak dimiringkan ke kanan
5. Memasukkan katak itu kedalam bak yang berisi air dan memperhatikan gerakankaki dan arah
berenangnya.
6. Membuang labirin kanan katak itu dengan cara sebagai berikut :
a. Membius katak dengan cara memasukkan bersama-sama dengan kapas yang telah dibasahi
dengan eter ke dalam gelas beker yang ditelungkupkan.
b. Setelah katak itu terbius, meletakkan katak telentang dipapan fiksasi dan sematkan jarumjarum pentul pada kakinya.
P. VIA.

4.7.Bagaimana kita mengetahui bahwa katak sudah terbius ? Cara

mengetahuinya adalah katak yang terbius maka pergerakannya kurang dan tidak begitu
aktif daripada saat katak tersebut dalam keadaan tidak terbius (normal), ditusuk dengan
jarum pentul tidak memberikan respon.
c.

Fiksasi rahang atas katak dengan jarum pentul pada papan fiksasi dan membuka mulut
selebar-lebarnya.

d. Mengunting selaput lendir rahang atas di garis median dengan guting halus sesuai dengan
garis y pada gambar.
e. Membebaskan selaput lender itu dari jaringan dibawahnya dan mendorong kea rah lateral.
Mencegah perdarahan sedapat-dapatnya.
f.

Memperhatikan dasar tengkorak katak terutama os. Parabasalenya yang membayang (= p


pada gambar).

g. Merusak labirin kanan dengan jalan member os parabasale di tempatyang diberikan tanda X
secara hati-hatu sedalam 1-2 mm (sampai terasa bahwa bor telah menembus tulang yang
keras)

h. Membersihkan daerah operasi dengan kapas dan mengembalikan selaput lender ketempat
semula dengan demikian alat keseimbangan kanantelah dibuang.
7. Setelah efek pembiusan pada katak menghilang, mengulangi tindakan no. 1 s/d no.5
8. Membuang sekarang labirin kiri dengan cara yang sama seperti sub. 6 dengan demikian kedua
alat keseimbangan telah dibuang.
9. Menggulangi sekarang tindakan no. 1 s/d no. 5
10. Mencatat hasil pengamatan pada formulir yang tersedia.
B. Hasil Pengamatan
1. sikap pada katak setelah digerak-gerakkan

Posisi kepala menghadap ke kiri

Posisi ekstremitas ekstremitas atas ekstensi


ekstremitas bawah flexi

2. Sikap dan kedudukan kaki setelah kepala dipalingkan ke kanan tidak ada perubahan
3. Arah berenangnya normal / lurus
4. Setelah katak dibius

Labirin kiri dirusak katak berenang ke kanan

Labirin kanan dirusak katak berenang ke kiri

C. Pembahasan
Aparatus vestibular merupakan organ sensoris untuk mendeteksi sensasi keseimbangan. Alat ini
terbungkus salam satu tabung tulang dan ruangan-ruangan yang terletak dalam bagian petrosus
(bagian seperti batu,bagian keras) dari tulang temporal, yang disebut labirin tulang. Di dalam sistem
ini terdapat tabung membran dan ruangan yang di sebut labirin membranosa yang merupakan bagian
fungsional aparatus vestibular
Bila batang otak seekor hewan di potong dibawah garis tengah mesensefalon, tetapi pontin
sistem retikular mendular juga sistem vestibular dibiarkan tetap utuh, hewan tersebut mengalami
keadaan yang disebut kekakuan deserebasi. Kekakuan ini tidak timbul disemua otot tubuh tetapi
hanya otot antigravitasi yaitu otot leher dan batang tubuh serta ekstensor tungkai.
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan,
kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor
pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem
sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine.
Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut.
Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang
bergerak.

Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di
batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio
retikularis, thalamus dan korteks serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan
serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula
spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher
dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehigga
membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural

D. Kesimpulan
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan,
kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor
pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem
sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine
Bila batang otak seekor hewan di potong dibawah garis tengah mesensefalon, tetapi sistem
vestibular dibiarkan tetap utuh, hewan tersebut mengalami keadaan yang disebut kekakuan
deserebasi. Kekakuan ini tidak timbul disemua otot tubuh tetapi hanya otot antigravitasi yaitu otot
leher dan batang tubuh serta ekstensor tungkai.
Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut.
Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang
bergerak.

Sistem

vestibular

bereaksi

sangat

cepat

sehigga

membantu

mempertahankan

keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural


II.

Percobaan pada Manusia

A. Cara Kerja
Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal terhadap keseimbangan badan:
1. Suruhlah orang percobaan berjalan mengikuti suatu garis lurus dengan mata terbuka dan sikap
kepala dan badan yang biasa. Perhatikan jalannya dan tanyakan apakah ia mengalami
kesukaran dalam mengikuti garis lurus tersebut.
2. Mengulangi percobaan di atas (no.1) dengan mata tertutup
3. Mengulangi percobaan di atas (no. 1 dan 2) dengan:
a. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri
b. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan
P.VI.4.8. Bagaimana pengaruh sikap kepala dan mata terhadap keseimbangan badan? Ketika
mata terbuka masukan informasi keseimbangan berasal dari mata dan posisi kepala, maka jika mata
tertutup dengan kepala, tubuh cenderung ingin jatuh ke arah kepala miring dan diseimbangkan
dengan berjalan berlawanan dengan miringnya kepala supaya tidak jatuh,
B. Hasil Pengamatan

Perlakuan
Hasil
OP: Muh. Ibnu Hajar
Jalan lurus ke depan dengan mata terbuka
jalan lurus, tidak terjadi deviasi
Jalan lurus ke depan dengan mata tertutup
jalan miring ke samping
Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan dengan Jalan lurus
kuat ke kiri mata terbuka
Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan dengan Terjadi deviasi ke kanan
kuat ke kiri serta mata tertutup
Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan dengan Jalan lurus
kuat ke kanan mata terbuka
Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan dengan Terjadi deviasi ke kiri
kuat ke kanan serta mata tertutup
Informasi keseimbangan berasal dari visual, vestibular, dan somatosensori. Dimana 50% yang paling
berpengaruh pada keseimbangan adalah vestibular. Kompensasi ketika terjadi pengeliminasian

dari

isyarat visual (OP memejamkan mata) dan kepala dimiringkan dengan kuat ke satu bagian (kanan/kiri)
dalam mempertahankan keseimbangan adalah terjadinya kecenderungan adanya deviasi kearah
berlawanan dimana OP memiringkan kepalanya agar tidak jatuh.
C. Kesimpulan
Sikap mata (visual) dan kepala sangat berpengaruh dengan keseimbangan atau arah berjalan kita.

PERCOBAAN KESEIMBANGAN PADA MANUSIA


I.

DASAR TEORI
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika di
tempatkan di berbagai posisi. Definisi menurut OSullivan, keseimbangan adalah kemampuan untuk
mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu
menurut Ann Thomson, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam
posisi kesetimbangan maupun dalam keadaan statik atau dinamik, serta menggunakan aktivitas otot
yang minimal.
Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat massa
tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of
support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan di dukung
oleh sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh
dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien.
Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu keseimbangan statis : kemampuan tubuh untuk
menjaga kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan
keseimbangan); keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan
ketika bergerak.
Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari integrasi/interaksi sistem sensorik
(vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan
jar lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia,
cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal.
Dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh
obat dan pengalaman terdahulu.
Fisiologi Keseimbangan
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas
motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam
pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah :
menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa
tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh
lain bergerak.
Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah :
Sistem informasi sensoris
Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris.
a. Visual
Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Cratty & Martin (1969) menyatakan
bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap
fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama
melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi
tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk

mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan
muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang.
Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan
bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh.
b. Sistem vestibular
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan,
kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga.
Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor
dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi
perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular,
mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka
meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang
otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis,
thalamus dan korteks serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan
serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula
spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada
leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat
sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot
c.

postural.
Somatosensoris
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi
propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar
masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri
melalui lemniskus medialis dan talamus.
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls
yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf
yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di
kulit dan jaringan lain , serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam

ruang.
Adaptive systems
Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi
perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan.
Lingkup gerak sendi (Joint range of motion)
Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan
yang memerlukan keseimbangan yang tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan
a. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)
Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah
benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa
tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan

seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat.
Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan
belakang vertebra sakrum ke dua.
Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi
dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta
berat badan.
b. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)
Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan
pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah
c.

menentukan derajat stabilitas tubuh.


Bidang tumpu (Base of Support-BOS)
Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan.
Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas
yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin
tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan
satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin

tinggi.
Keseimbangan Berdiri
Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh
(center of body mass) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak berubah kecuali tubuh
membentuk batas bidang tumpu lain (misalnya : melangkah). Pengontrol keseimbangan pada tubuh
manusia terdiri dari tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik (visual, vestibular dan
somatosensoris), central processing dan efektor.
Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitifity (membedakan pola dan bayangan)
dan membedakan jarak. Selain itu masukan (input) visual berfungsi sebagai kontrol keseimbangan,
pemberi informasi, serta memprediksi datangnya gangguan. Bagian vestibular berfungsi sebagai
pemberi informasi gerakan dan posisi kepala ke susunan saraf pusat untuk respon sikap dan
memberi keputusan tentang perbedaan gambaran visual dan gerak yang sebenarnya. Masukan
(input) proprioseptor pada sendi, tendon dan otot dari kulit di telapak kaki juga merupakan hal penting
untuk mengatur keseimbangan saat berdiri static maupun dinamik
Central processing berfungsi untuk memetakan lokasi titik gravitasi, menata respon sikap, serta
mengorganisasikan respon dengan sensorimotor. Selain itu, efektor berfungsi sebagai perangkat
biomekanik untuk merealisasikan renspon yang telah terprogram si pusat, yang terdiri dari unsur
lingkup gerak sendi, kekuatan otot, alignment sikap, serta stamina.
Postur adalah posisi atau sikap tubuh. Tubuh dapat membentuk banyak postur yang memungkinkan
tubuh dalam posisi yang nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak, hanya terdapat gerakan
kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa di sebut dengan ayunan tubuh. Luas dan arah ayunan
diukur dari permukaan tumpuan dengan menghitung gerakan yang menekan di bawah telapak kaki,
yang di sebut pusat tekanan (center of pressure-COP). Jumlah ayunan tubuh ketika berdiri tegak di
pengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari bidang tumpu.

Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan : kaki selebar sendi pinggul, lengan
di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini dapat dikatakan sebagai posisi yang
paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama, karena seseorang akan segera berganti posisi
untuk mencegah kelelahan.
II.

TUJUAN :
1. Mendemonstrasikan kepentingan kedudukan kepala dan mata dalam mempertahankan
keseimbangan badan pada manusia.
2. Mendemonstrasikan dan menerangkan pengaruh percepatan sudut :
a. Dengan kursi barany terhadap : gerakan bola mata
b. Dengan berjalan mengelilingi statif

III.

ALAT YANG DIPERLUKAN :


Kursi Brany + Tongkat/statif yang panjang

IV.

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Percobaan dengan kursi Barany 1


1. Tata Kerja
Nistagmus
a. Suruh orang percobaan duduk tegak dikursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat
tangan kursi.
b. Tutup kedua matanya dengan sapu tangan dan tundukkan kepala o.p 30 derajat kedepan.
P.VIA.9. Apa maksud tindakan penundukan o.p 30 derajat kedepan? Untuk meneliti

hubungan antara aparatus vestibularis yang memberi informasi esensial bagi


sensasi keseimbangan terhadap koordinasi gerakan kepala, leher, gerakan
mata dan postur tubuh.
c.
d.
e.
f.

Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan
Hentikan pemutaran kursi tiba-tiba
Bukalah sapu tangan dan suruhlah o.p melihat jauh kedepan
Perhatikan adanya nistagmus
Tetapkanlah arah komponen lambat dan cepat nistagmus tersebut
P.VIA.10. Apa yang dimaksud dengan rotatory nistagmus dan postrotatory
nystagmus?

Rotatory Nistagmus : Gerakan involunter bola mata sesuai gerak rotasi dari axis.
Postrotatory Nistagmus: Apabila seseorang sedang berputar dan secara tiba-tiba
dihentikan, dimana fase cepat dari nistagmus berlawanan arah dari gerakan rotasi
sebelumnya.
2. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Pada percobaan ini, setelah o.p diputar dengan kursi ke kanan sebanyak 10 kali. Maka pada mata
o.p terjadi nistagmus.Setelah berputar ke kanan, terdapat nistagmus komponen cepat ke arah kiri
dan komponen lambat ke arah kanan.
3.

Kesimpulan
Setiap kepala berputar tiba-tiba,sinyal yang berasal dari kanalis semisirkularis menyebabkan, mata
berputar dengan arah yang berlawanan dengan arah putaran kepala. Keadaan ini timbul akibat

adanya refleks yang dijalarkaan melalui nuklei vestibular dan fasikulus longitudinalis medial menuju
nuklei okulomotor.
B. Tes Penyimpangan Penunjukkan ( Pas Pointing Test of Barany )
1. Tata Kerja
a. Suruh OP duduk tegak dikursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan sapu tangan
b. Periksa sendiri tepat dimuka kursi Barany sambil mengulurkan tangan ke arah OP
c. Suruhlah OP menunjulurkan lengan kanannya ke depan sehingga dpt menyentuh jari tangan
pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya
d. Suruhlah OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan cepat menurunkan
kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi. Tindakan no 1-4 merupakan persiapan
untuk tes yang berikut :
e. Suruhlah sekarang OP dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi
f. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan.
2. Hasil Pengamatan dan Analisa
Pada o.p terjadi nistagmus dan o.p masih bisa menjulurkan tangannya namun menurunkannya
dengan cepat tetapi o.p tidak dapat meraih tangan pemeriksa dengan tepat
3. Kesimpulan
Deviasi dari tes dapat terjadi namun belum tentu karena kelainan, namun karena koordinasi yang
salah.
C. Kesan sensasi
1. Tata Kerja
a. Gunakan o.p. yang lain
b. Suruh o.p duduk di kursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan sapu tangan
c. Putarlah kursi barany ke kanan dengan kecepatan yang berangsur-angsur bertambah dan
kemudian kurangilah kecepatan putarannya secara berangsur-angsur sampai berhenti.
d. Tanyakan kepada o.p arah perasaan berputar
1) sewaktu kecepatan putar masih bertambah
2) sewaktu kecepatan menetap
3) sewaktu kecepatan dikurangi
4) segera setelah kursi dihentikan
e. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan o.p .
2. Hasil Pengamatan dan Analisa
1) sewaktu kecepatan putar masih bertambah : pusing meningkat,arah badan berlawanan arah
putar
2) sewaktu kecepatan menetap : melayang
3) sewaktu kecepatan dikurangi : pusing berkurang
4) segera setelah kursi dihentikan : pusing meningkat
mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan o.p.: perasaan berputar
dikarenakan adanya gangguan keseimbangan pada organ tympani pada telinga.Saat kursi
mulai diputar ke kanan, endolimfe akan berputar ke arah sebaliknya, yaitu ke kiri. Akibatnya,
kupula akan bergerak ke kiri dan OP akan merasa berputar ke kiri. Kemudian, kupula akan
bergerak ke kanan searah dengan putaran kursi sehingga OP akan merasa bergerak ke
kanan. Saat kecepatan mulai konstan, kupula dalam posisi tegak sehingga OP akan merasa
tidak berputar. Saat kursi dihentikan, kupula akan bergerak ke arah sebaliknya, yaitu ke
kanan, sehingga OP akan merasa berputar ke kanan. Namun, pada praktikum OP masih

merasa berputar ke kanan saat kecepatan sudah konstan dan OP tidak merasa berputar ke
kanan saat kursi dihentikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh persepsi keseimbangan OP
yang bagus.
3. Kesimpulan
Dengan adanya sensasi dari arah kanan, maka reaksi tubuh pasien bergerak kesebelah kiri, namun
jika konstan tidak terasa berputar, dan jika dihentikan mengikuti arah putaran.
D. Percobaan sederhana untuk kanalis semisirkularis horisontalis
1. Tata Kerja
a. Suruhlah o.p. dengan mata tertutup dan kepala ditundukkan 30 o , berputar sambil berpegangan
pada tongkat atau statif, menurut arah jarum jam, sebanyak 10 kali dalam 30 detik
b. Suruhlah o.p. berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus ke muka
c. Perhatikan apa yang terjadi
d. Ulangi percobaan ini dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan arah jarum jam
P. VI.4. 11 a. Apa yang saudara harapkan terjadi pada o.p. ketika berjalan lurus ke muka
setelah berputar 10 kali searah dengan jarum jam? o.p. akan berjalan miring ke kanan, tidak
lurus ke depan
b.Bagaimana keterangannya? Karena endolimf bergerak lebih lambat namun bersifat menyusul
jadi ketika terdapat penghentian putaran, endolimf masih cenderung mengikuti perputaran
tersebut.
2. Hasil Pengamatan dan Analisa
Pada percobaan menurut arah jarum jam o.p masih bisa berjalan lurus tapi sedikit miring
Pada percobaan menurut arah berlawanan o.p berjalan miring
4. KESIMPULAN
Posisi berjalan dan keseimbangan dipengaruhi oleh posisi kanalis semisirkularis serta pergerakan
cairan endolimph-perilimph.
V.

KESIMPULAN AKHIR
Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Kanalis semisirkularis
mendeteksi akselarasi atau deselarasi anguler atau rotasional kepala. Akselarasi atau deselarasi
selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfe yang awalnya tidak ikut
bergerak sesuai arah rotasi kepala karena inersia.
Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan
menyusul dan bergerak bersama dengan kepala sehingga rambut-rambut kembali ke posisi tegak.
Ketika kepala berhenti, keadaan sebaliknya terjadi. Endolimfe secara singkat melanjutkan diri
bergerak searah dengan rotasi kepala sementara kepala melambat unutk berhenti. Ketika
seseorang berada dalam posisi tegak, rambut-rambut pada utrikulus berorientasi secara vertikal
dan rambut-rambut sakulus berjajar secara horizontal.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim . (2010). Lima Alat Indera. http://organisasi.org/. 21 Maret 2010. 22.00.
Drs. H. Syaifuddin, AMK. 2003. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta
Ganong WF. 2006. Review of medical physiology. 22nd Ed. USA: The McGraw-Hill companies
Ganong,F.William. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed.20. Jakarta:EGC
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier.. p663-6.
http://neurowww.cwru.edu/faculty/strowbridge/OlfactoryBulb/bulb1.htm
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23511/4/Chapter%20II.pdf
Lumbantobing, S. M. Saraf Otak. Dalam Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. h. 2530
Marieb EN, Hoehn K. 2010. Human anatomy & physiology. 7th Ed. Pearson education,Inc
Panji.2009.sistem

syaraf

perifer.

http://panji1102.blogspot.com/2008/03/sistem-saraf-perifer-divisi-

aferen.htm. tanggal akses 3-10-2009


Radiopoetro, R. 1986. Psikologi Faal 1. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/2801.ppt sabtu, 03 april 2010.
Sears, dan Zemansky. Fisika untuk Universitas, jilid III
Seksi Laboratorium Psikologi Faal, 2001, Petunjuk Praktikum Psikologi Faal, Yogyakarta : Laboratorium
Psikologi Faal Fakultas Psikologi UGM
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed.2. Jakarta:EGC
Sloane, Ethel. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Soepardi EA, Iskandar N, dkk. 2010. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI. ; hal. 17-8
Sunny

Kumar.

2011.

The

Neural

Basis

of

Olfaction

http://www.yalescientific.org/2011/05/the-neural-basis-of-olfaction/
Sutrisno, Seri Fisika Dasar, ITB
Thianren. 2008. Penurunan Visus Pada Katarak dengan Diabetes Mellitus.

SISTEM SENSORIK
Tujuan :
Pada akhir latihan mahasiswa harus dapat :
1. Membedakan perasaan subyektif panas dan dingin
2. Menetapkan adanya titik-titik panasm dingin, tekan dan nyeri di kulit
3. Memeriksa daya menentukan tempat rangsangan taktil (lokalisasi nyeri)

diunduh

pada

4. Memeriksa daya membedakan dua titik tekan (diskriminasi taktil) pada perangsangan
serentak (simultan) dan perangsangan berurutan (suksesif)
5. Menentukan adanya perasaan iringan dan menerangkan mekanisme terjadinya (after
image)
6. Memeriksa daya membedakan berbagai kekasaran sifat benda
a. Kekasaran permukaan
b. Bentuk
c. Bahan pakaian
7. Memeriksa daya menentukan sikap anggota tubuh
8. Mengukur waktu reaksi
9. Menyebutkan faktor-faktor sikap anggota tubuh
Alat yang diperlukan :
1. 3 waskom dengan air bersuhu 20o, 30o, dan 40o C
2. Gelas beker dan termometer kimia
3. Alkohol atau eter
4. Es
5. Kerucut kekuningan + bejana berisi kikiran kuningan + estesiometer rambut Frey dan
jarum
6. Pensil + jangka + pelbagai jenis amplas + benda-benda kecil + bahan-bahan pakaian
7. Mistar pengukur reaksi
Teori dasar :
Fungsi sel saraf adalah mengirimkan impuls yang berupa rangsang. Setiap neuron terdiri dari
satu badan sel yang di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua
macam serabut saraf, yaitu dendrit dan akson (neurit). Setiap neuron hanya mempunyai satu
akson dan minimal satu dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson
terdapat lapisan lemak disebut mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang menempel
pada akson.
Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu sel
saraf sensorik, sel saraf motorik, dan sel saraf intermediet.
a Sel saraf sensorik berfungsi menghantar impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu otak
(ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung akson dari saraf sensori
berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet).

Sel saraf motorik berfungsi mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar
yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel saraf motorik berada
di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan akson saraf asosiasi,
sedangkan aksonnya dapat sangat panjang.
Sel saraf intermediet atau sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di dalam sistem saraf
pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf sensorik. Sel saraf
intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi lainnya.

Reseptor sensorik berupa sel-sel khusus atau proses sel yang memberikan informasi tentang
kondisi di dalam dan diluar tubuh kepada susunan saraf pusat. Indera peraba dikulit adalah
indera yang digunakan untuk merasakan sensitivitas temeperatur, nyeri, sentuhan, tekanan,
getaran dan proprioseptif.
Nosiseptor
Reseptor nyeri /nosiseptor terletak pada daerah superficial kulit, kapsul sendi, dalam
periostes tulang sekitar dinding pembuluh darah. Reseptor nyeri merupakan free nerve
ending dengan daerah reseptif yang luas, sebagai hasilnya sering kali sulit membedakan
sumber rasa nyeri yang tepat. Nosiseptor sensitif terhadap temperatur yang ekstrim,
kerusakan mekanis dan kimia seperti mediator kimia yang dilepaskan sel yang rusak.
Rangsangan pada dendrite di nosiseptor menimbulkan depolarisasi, bila segmen akson
mencapai batas ambang dan terjadi potensial aksi di susunan saraf pusat.
Termoreseptor
Temperatur reseptor/termoreseptor merupakan free nerve ending yang terletak pada dermis,
otot skeletal, liver, hipotalamus. Reseptor dingin tiga/empat kali lebih banyak daripada
reseptor panas. Tidak ada strukur yang membedakan reseptor dingin dan panas. Sensasi
temperature diteruskan pada jalur yang sama dengan sensasi nyeri. Termoreseptor merupakan
phasic reseptor, aktif bila temperatur berubah, tetapi cepat beradaptasi menjadi temperatur
yang stabil.
Mekanoreseptor
Mekanoreseptor sangat sensitif terhadap rangsangan yang terjadi pada membran sel.
Membran sel memiliki regulasi mekanis ion channel dimana bias terbuka ataupun tertutup
bila ada respon terhadap tegangan, tekanan dan yang bias menimbulkan kelainan pada
membrane. Terdapat tiga jenis mechanoreseptor antara lain:
- Tactile reseptor memberikan sensai sentuhan, tekanan dan getaran. Sensasi sentuhan
memberikan inforamsi tentang bentuk atau tekstur, dimana tekanan memberikan
sensasi derajat kelainan mekanis. Sensasi getaran memberikan sensasi denyutan/
debaran.
- Baroreseptor untuk mendeteksi adanya perubahan tekanan pada dinding pembuluh
darah dan pada tractus digestivus, urinarius dan sistem reproduksi.
- Proprioseptor untuk memonitor posisi sendi dan otot, hal ini merupakan struktur dan
fungsi yang kompleks pada reseptor sensoris.
Kemoreseptor
Kemoreseptor tidak mengirim informasi pada korteks primer sensoris, jadi kita tidak tahu
adanya sensasi yang diberikan kepada reseptor tersebut. Saat informasi datang lalu diteruskan
menuju batang otak yang merupakan pusat otonomik yang mengatur pusat respirasi dan
fungsi cardiovascular.

Tata kerja :
I. Perasaan subyektif panas dan dingin
1. Sediakan 3 waskom yang masing-masing berisi air dengan suhu kira-kira 20 o, 30o, dan
40oC
2. Masukkan tangan kanan ke dalam air bersuhu 20 o dan tangan kanan ke dalam air bersuhu
40oC untuk 2 menit. Catat kesan apa yang saudara alami.
3. Kemudian masukkan segera kedua tangan itu serentak ke dalam air bersuhu 30 oC. Catat
kesan apa yang saudara alami.
VII.1. Apakah ada perbedaan perasaan subyektif antara kedua tangan tersebut? Apa
sebabnya?
Jawaban : Tangan kanan terasa lebih panas dibandingkan dengan tangan kiri, karena
perubahan suhu yang diterima oleh kulit.
4. Tiup perlahan-lahan kulit punggung tangan yang kering dari jarak 10 cm.
5. Basahi sekarang kulit punggung tangan tersebut dengan air dan tiup sekali lagi dengan
kecepatan seperti di atas. Bandingkan kesan yang saudara alami hasil tiupan suhu pada
sub. 4 dan 5.
6. Olesi sebagian kulit punggung tangan dengan alkohol atau eter.
VII.2. Apakah ada perbedaan antara ke-3 hasil tindakan pada sub. 4, 5 dan 6? Apa
sebabnya?
Jawaban : Ada, pada tangan yang di olesi alkohol dingin terasa lebih lama.
Hasil praktikum dan pembahasan
OP : Muh. Ibnu Hajar
Jenis Kelamin : Laki-laki
NO
Suhu
1.
20 derajat
2.
40 derajat
3.
30 derajat

Perasaan Subjektif
Tangan kanan : Dingin
Tangan kiri : Panas
Tangan kanan : Hangat
Tangan kiri : Semakin hangat

Hal ini terjadi karena pada saat waskom yang berisi air biasa ada pengurangan kalor pada tangan
kiri (dari hangat sampai dingin) dan ada penambahan kalor pada tangan kanan (dari dingin
sampai hangat). Pada kulit punggung tangan terasa lebih dingin setelah dibasahi dengan alcohol
atau eter.
II. Titik-titik panas, dingin, tekan dan nyeri di kulit
1. Letakkan punggung tangan kanan saudara diatas sehelai kertas dan tarik garis pada
pinggir tangan dan jari-jari sehingga terdapat lukisan tangan.

2. Pilih dan gambarkan di telapak tangan itu suatu daerah seluas 3 x 3 cm dan gambarkan
pula daerah itu di lukisan tangan pada kertas.
3. Tutup mata orang percobaan dan letakkan punggung tangan kanannya santai di meja.
4. Selidiki secara teratur menurut garis-garis sejajar titik-titik yang memberikan kesan panas
yang jelas pada telapak tangan tersebut dengan menggunakan kerucut kekuningan yang
telah dipanasi. Cara memanasi kerucut kekuningan yaitu dengan menempatkannya dalam
bejana berisi kikiran kuningan yang direndam dalam air panas bersuhu 50 oC. Tandai titiktitik panas yang diperoleh dengan tinta.
5. Ulangi penyelidikan yang serupa pada sub. 4 dengan kerucut kekuningan yang telah
didinginkan. Cara mendinginkan kerucut kekuningan yaitu dengan menempatkannya
dalam bejana berisi kikiran kuningan yang direndam dalam air es.
6. Selidiki pula menurut cara diatas titik-titik yang memberikan kesan tekan dengan
menggunakan estesiometer rambut Frey dan titik-titik yang memberikan kesan nyeri
dengan jarum.
7. Gambarkan dengan simbol yang berbeda semua titik yang diperoleh pada lukisan tangan
di kertas.
VII.3. Menurut teori, kesan apakah yang akan diperoleh bila titik dingin dirangsang oleh
kedua benda panas? Bagaimana keterangannya?
Jawaban : Tidak terdapat reaksi karena pada titik tersebut hanya terdapat reseptor
dingin dimana reseptor tersebut bekerja bila diberikan rangsangan dingin.
Hasil praktikum dan pembahasan
OP : Sefina Ivesti
Jenis kelamin : Perempuan

OP : Sefina Ivesti
O.P. merasa panas ketika kerucut kuningan yg telah didiamkan terlebih dahulu di air panas,
diletakkan pada titik2 P. Dan merasa dingin ketika kerucut kuningan diletakkan pada titik D

III. Lokalisasi taktil


1. Tutup mata orang percobaan dan
tekankan ujung pensil pada suatu titik di
kulit ujung jarinya.
2. Suruh sekarang orang percobaan
melokalisasi
tempat
yang
baru
dirangsang tadi dengan ujung sebuah
pensil pula.
3. Tetapkan jarak antara titik rangsang dan
titik yang ditunjuk.
4. Ulangi percobaan ini sampai 5 kali dan
tentukan jarak rata-rata untuk kulit
ujung jari, telapak tangan, lengan
bawah, lengan atas dan tengkuk.
VII.4. Apakah kemampuan lokalisasi taktil seseorang sama besarnya untuk seluruh
bagian tubuh?
Jawaban : Kemampuan lokalisasi taktil pada seluruh bagian tubuh berbeda-beda.
Reseptor taktil adalah mekanoreseptor. Reseptor taktil yang berbeda memiliki
kepekaan dan kecepatan mengirim impuls yang berbeda pula, seperti pada ujung
jari dan bibir yang akan lebih sensitif terhadap rangsangan dibanding telapak
tangan, lengan atas dan tengkuk.
VII.5. Apakah istilah kemampuan seseorang untuk menentukan tempat rangsang taktil?
Jawaban : Lokalisasi taktil/ TPL (Two Point Localization)
Hasil praktikum dan pembahasan
OP : Septa
Jenis kelamin : Perempuan
Lokasi Sentuhan Kulit
Hasil yang Didapat
Ujung Jari
Sentuhan I = 0 cm
Sentuhan II = 0 cm
Sentuhan III = 0 cm
Sentuhan IV = 0 cm
Sentuhan V = 0 cm
Telapak Tangan
Sentuhan I = 0 cm
Sentuhan II = 0 cm
Sentuhan III = 0 cm
Sentuhan IV = 0 cm
Sentuhan V = 1,5 cm
Lengan Atas
Sentuhan I = 1,5 cm
Sentuhan II = 2 cm
Sentuhan III = 0 cm
Sentuhan IV = 0,5 cm

Lengan Bawah

Tengkuk

Sentuhan V = 1 cm
Sentuhan I = 2 cm
Sentuhan II = 1 cm
Sentuhan III = 0 cm
Sentuhan IV = 0 cm
Sentuhan V = 1 cm
Sentuhan I = 0 cm
Sentuhan II = 2 cm
Sentuhan III = 0 cm
Sentuhan IV = 2 cm
Sentuhan V = 0 cm

Rata-rata hasil :
Lokalisasi taktil
Jarak titik di kulit ujung jari = 0 cm
Jarak titik di telapak tangan = 0,3 cm
Jarak titik di lengan atas = 1 cm
Jarak titik di lengan bawah = 0,8 cm
Jarak titik di tengkuk = 0,8 cm
Dari data yang didapatkan lokalisasi taktil yang dilakukan normal. Hampir semua informasi
mengenai sentuhan, tekanan, dan getaran masuk ke korda spinalis melalui akar dorsal saraf
spinal yang sesuai.
IV. Diskriminasi taktil
1. Tentukan secara kasar ambang membedakan dua titik untuk ujung jari dengan
menempatkan kedua ujung sebuah jangka secara serentak (simultan) pada kulit ujung jari.
2. Dekatkan kedua ujung jangka itu sampai di bawah ambang dab kemudian jauhkan
berangsur-angsur sehingga kedua ujung jangka itu tepat dapat dibedakan sebagai 2 titik.
VII.6. Bagaimana caranya saudara mengetahui bahwa jarak antara ke 2 ujung jangka
dibawah ambang diskriminasi taktil?
Jawaban : Ketajaman taktil relatif suatu bagian dapat ditentukan dengan uji ambang
diskriminasi 2 titik. Apabila 2 ujung dari jangka tersebut ditempelkan ke
permukaan kulit dan merangsang 2 medan reseptif yang berbeda, maka dirasakan
2 titik terpisah. Namun jika kedua ujung jangka tersebut menempel di permukaan
kulit dan merangsang medan reseptif yang sama, akan dirasakan sebagai 1 titik.
Ambang 2 titik berkisar dari 2mm di ujung jari, dan 48mm di kulit betis yang
diskriminasinya paling rendah.
3. Ulangi percobaan ini dari suatu jarak permulaan diatas ambang. Ambil angka ambang
terkecil sebagai ambang diskriminasi taktil tempat itu.
4. Lakukan percobaan diatas sekali lagi, tetapi sekarang dengan menempatkan kedua ujung
jangka secara berturut-turut (suksesif).

5. Tentukan dengan cara yang sama (simultan dan suksesif) ambang membedakan dua titik
ujung jari, tengkuk, bibir, pipi, dan lidah.
6. Berikan sekarang jarak kedua ujung jangka yang sebesar-besarnya yang masih dirasakan
oleh kulit pipi depan telinga sebagai satu titik. Dengan jarak ini, gerakan jangka itu
dengan ujungnya pada kulit ke arah pipi muka, bibir atas dan bibir bawah. Arah gerakan
harus tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan kedua ujung jangka.
7. Catat apa yang saudara alami.
Hasil praktikum dan pembahasan
OP : Muh. Ibnu Hajar
Jenis kelamin : Laki-laki
Lokasi
Ujung Jari
Bibir
Pipi
Tengkuk
Lidah

Diskriminasi Taktil
(cm)
0,6
1,0
0,8
0,3
0,7

Dari data yang didapatkan dari praktikum diskriminasi taktil, apabila kedua titik menyentuh
lapangan reseptif yang sama, keduanya akan dirasakan sebagai satu titik. TPL (Two Point
Localization) lebih peka pada bagian yang menonjol, seperti bibir, pipi. Jarak tusuk 1 dan 2
tergantung waktu, jadi waktu mempengaruhi sehingga ada penyebaran sensasi.
V. Perasaan iringan (After image)
1. Letakkan sebuah pensil antara kepala dan daun telingan dan biarkan di tempat selama
saudara melakukan percobaan VI.
2. Setelah saudara selesai dengan percobaan VI angkatlah pensil dari telingan saudara dan
apalah yang saudara rasakan setelah pensil itu diambil?
VII.7. Bagaimana mekanisme terjadinya perasaan iringan?
Jawaban : Hal ini dapat terjadi karena adanya reseptor fasik yang cepat beradaptasi.
Karena cepatnya beradaptasi reseptor yang mencakup reseptor taktil ini, maka
titik yang terus menerus diletakkan pensil atau menggunakan jam tangan, akan
tidak dirasakan lagi karena sudah terbiasa dan karena adaptasi cepat
reseptor ini.
Hasil praktikum dan pembahasan
OP : Rachmat Putra
Jenis kelamin : Laki-laki
OP dapat merasakan adanya pensil saat pensil pertama kali diletakkan di atas daun telinga,
namun ketika setelah percobaan VI selesai, OP tidak merasa ada pensil yang sebelumnya

diletakkan di daun telinganya. Namun, ketika pensil tersebut diangkat dari daun telinganya, Op
merasakan kembali adanya pensil tersebut.
Ketika pulpen atau pensil dilepas seperti ada yang hilang karena beratnya sudah konstan atau
sudah biasa atau sudah kembali. Adanya adaptasi reseptor terhadap rangsangan benda yang
dihasilkan melalui tekanan, getaran dan sifat fisik benda, mengakibatkan kita terbiasa dalam
memakai benda tersebut.
VI. Daya membedakan berbagai sifat benda
A. Kekasaran permukaan benda
1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan meraba-raba permukaan ampelas
yang derajat kekasaran yang berbeda-beda
2. Perhatikan kemampuan orang percobaan untuk membedakan derajat kekasaran
ampelas.
Jenis Ampelas
Ampelas 1 Ampelas baru
Ampelas 2 Ampelas baru sedikit dipakai
Ampelas 3 Ampelas bekas

Permukaan yang dirasakan


Sangat kasar
Kasar agak halus
Halus

B. Bentuk benda
1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan memegang-megang benda-benda
kecil yang saudara berikan.
2. Suruh orang percobaan menyebutkan nama/bentuk benda-benda itu.
Dari 3 benda yang diberikan op dapat menyebutkan dan membedakan semua dengan benar.
Sehingga dapat disimpulkan kemampuan membedakan bentuk benda pada op normal.
C. Bahan pakaian
1. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan meraba-raba bahan-bahan pakaian
yang saudara berikan.
2. Suruh orang percobaan setiap kali menyebutkan jenis/bentuk benda-benda itu.
VII.8. Bila orang percobaan membuat kesalahan dalam membedakan sifat benda
(ukuran, bentuk, berat, permukaan), apa nama kelainan neurologis yang
dideritanya?
Jawaban : Terjadi lesi pada lobus parietal yang tidak dominan gangguannya
disebut agnosia. Jika pasien mempunyai daya visus normal dan tidak
dapat mengenali benda disebut agnosia visual. Jika ketidakmampuan
seorang pasien mengenali sebuah benda dengan palpasi tanpa adanya
gangguan sensorik sebut agnosia taktil.
Dari 3 kain yang diberikan op dapat menyebutkan jenis/benda yang diberikan dengan benar.
Sehingga dapat disimpulkan kemampuan membedakan pada op normal.

Hasil praktikum dan pembahasan


OP : Raysilva
Jenis kelamin : laki-laki
Percobaan
Hasil
A
Dapat membedakan sifat benda
B
Dapat membedakan benda-benda kecil. Cth : pensil, mistar, penghapus
C
Dapat menyebutkan jenis dan bentuk bahan yang diberikan penguji
VII. Tafsiran sikap
1. Suruh orang percobaan duduk dan tutup mata.
2. Pegang dan gerakkan secara pasif lengan bawah orang percobaan ke dekat kepalanya, ke
dekat dadanya, ke dekat lututnya dan akhirnya gantungkan di sisi badannya.
3. Tanyakan setiap kali sikap dan lokasi lengan orang percobaan.
4. Suruh orang percobaan dengan telunjuknya menyentuh telinga, hidung, dan dahinya
dengan perlahan-lahan setelah setiap kali mengangkat lurus lengannya.
5. Perhatikan apakah ada kesalahan.
VII.9. Bila orang percobaan membuat kesalahan dalam melokalisasi tempat-tempat yang
diminta, apa nama kelainan neurologis yang dideritanya?
Jawaban : Apabila pasien tidak mampu mengenali tubuh pasien sendiri disebut
autopagnosia. Jika pasien tidak mampu melakukan suatu gerakan volunter
tanpa adanya gangguan dalam kekuatan, sensasi atau koordinasi motorik disebut
apraksia, dan jika pasien dapat mendengar dan memahami perintah tetapi
tidak dapat mengintegrasikan aktivitas motorik yang akan melakukan gerakan itu
disebut dispraksia.
Hasil praktikum dan pembahasan
Op : Rania
Jenis kelamin : Perempuan
OP dapat menyebutkan lokalisasi dimana lengannya di dekatkan dan dapat menunjuk dengan
tepat dengan telunjukkan bagian-bagian dari kepala yang disebutkan oleh penguji. Sehingga
dapat dikatakan bahwa OP memiliki tafsiran sikap yang normal dan bagus.
VIII. Waktu reaksi
1. Suruh orang percobaan duduk dan meletakkan lengan bawah dan tangan kananya di tepi
meja dengan ibu jari dan telunjuk berjarak 1 cm siap menjepit.
2. Pemeriksa memegang mistar pengukur waktu reaksi pada titik hitam dengan
menempatkan garis tebal diantara dan setinggi ibu jari dan telunjuk orang percobaan
tanpa menyentuh jari-jari orang percobaan.

3. Dengan tiba-tiba pemeriksa melepaskan mistar tersebut dan orang percobaan harus
menangkap selekas-lekasnya. Ulangi percobaan ini sebanyak 5 kali.
4. Tetapkan waktu reaksi orang percobaan (rata-rata dari ke 5 hasil yang diperoleh).
VII.10. Apa yang menentukan waktu reaksi seseorang?
Jawaban : Waktu reaksi seseorang dipengaruhi kecepatan dalam merespon rangsangan
dari luar. Pada ujung ujung perifer, neuron aferen memiliki reseptor yang
memberitahu SSP mengenai perubahan yang dapat di deteksi atau rangsangan
baik dari dunia luar maupun lingkungan dalam dengan membangkitkan
potensial aksi sebagai respon terhadap rangsangan.
Hasil praktikum dan pembahasan
OP : Pungki
Jenis kelamin : Perempuan
Percobaan
Hasil waktu
1
0,23
2
0,22
3
0,18
4
0,21
5
0,18
Rata rata
0,204
Dari hasil data yang didapatkan terlihat gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi
secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan
gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu.

Anda mungkin juga menyukai