pdf
OSCE
STASE SARAF
Pengertian
Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak
sadar (sistem saraf otonom).
Saraf perifer ( saraf sadar ) di bagi menjadi 2 yaitu :
1.
Saraf cranial :
Sistem ini terdiri dari jaringan saraf yang berada dibagian luar otak
dan medulla spinalis. Sistem ini juga mencakup saraf kranial yang
berasal dari otak, saraf spinal, yang berasal dari medulla spinalis dan
ganglia serta reseptor sensorik yang berhubungan.
merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3
pasang memiliki jenis sensori (saraf I, II, VIII); 5 pasang jenis motorik
(saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4 pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX,
X). Pasangan saraf-saraf ini diberi nomor sesuai urutan dari depan
hingga belakang, Saraf-saraf ini terhubung utamanya dengan struktur
yang
ada
di kepala danleher manusia
seperti mata, hidung, telinga, mulut dan lidah. Pasangan I dan II
mencuat dari otak besar, sementara yang lainnya mencuat
dari batang otak.
Terdapat 12 pasang syaraf cranial yaitu:
a.
SK I (olfactorius) Adalah saraf sensorik
Fungsi : penciuman , Sensori Menerima rangsang dari hidung dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai sensasi bau II
Mekanisme : Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima
rangsangan olfaktorius Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang
serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan
menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di
bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus
frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
b.
d.
i.
j.
1)
organ
dalam
a)
b)
c)
d)
e)
Saraf spinal :
Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal dari arah dorsal,
sehingga sifatnya sensorik. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang
belakang yang berjumlah 31 dibedakan menjadi:
8 pasang saraf leher (saraf cervical)
Meliputi : C menunjukkan sekmen T,L,S,Co
(1)
Pleksus servikal berasal dari ramus anterior saraf spinal C1 C4
(2)
Leksus brakial C5 T1 / T2 mempersarafi anggota bagian atas,
saraf yang mempersarafi anggota bawah L2 S3.
12 pasang saraf punggung (saraf thorax)
5 pasang saraf pinggang (saraf lumbar)
5 pasang saraf pinggul (saraf sacral)
1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal).
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
tungkai atas dan tungkai bawah. Yang terbesar adalah saraf tulang
duduk. Saraf ini terletak di bidang posterior tulang paha.
BAB II
MATERI
2.1.
Konsep Teori
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung
kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif
tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis.
Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang
diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan
Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang
sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa,
menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang
tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:
1. 1.
Inspeksi
perubahan
status
perawat
dalam
menegakkan
1. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup
penerangan. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga
privacy klien
1. Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk
rileks.
Prosedur Pemeriksaan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien
dan pasang handschoen bila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status
mental dan nutrisi.
Posisi klien : duduk/berbaring
Cara : inspeksi
1. Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran
penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
Pemeriksaan kulit
1. 1.
Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan,
pucat, sianosis, dan ikterik.
Pemeriksaan kuku
Pemeriksaan kepala
Tujuan
a)
Mengetahui bentuk dan fungsi kepala
b)
Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala
Persiapan alat
a)
Lampu
b)
Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)
Prosedur Pelaksanaan
1. 1.
Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan,
adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna,
rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda
kekurangan gizi(rambut jagung dan kering)
1. 2.
Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur
rambut.
Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan
kuat/tidak rapuh.
setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat.
1. b.
Pemeriksaan wajah
tidak pucat/ikterik,
Pemeriksaan mata
Tujuan
a)
Mengetahui bentuk dan fungsi mata
b)
Mengetahui adanya kelainan pada mata.
Persiapan alat
a)
Senter Kecil
b)
Surat kabar atau majalah
c)
Kartu Snellen
d)
Penutup Mata
e)
Sarung tangan
Prosedur Pelaksanaan
1. Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak
mata, kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera
(anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak, dan respon
terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva
pink, dan sclera berwarna putih.
Tes Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang
lain. Tajam penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan
kontour beda. Visus tersebut dibagi dua yaitu:
1). Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis
dekat.
1. visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk
melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata
tidak melakukan akomodasi. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
1. virus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan
untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca,
menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi
supaya bayangan benda tepat jatuh di retina. (EM. Sutrisna,
dkk, hal 21).
2). Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa
dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal
tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan
reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus
sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen
yang dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil
pemeriksaan tersebut visusnya e20/20 maka tajam penglihatannya
dikatakan normal dan jika Visus <20/20 maka tajam penglihatanya
dikatakan kurang Penyebab penurunan tajam peglihatan seseorang
bermacam macam, salah satunya adalah refraksi anomaly/kelainan
pembiasan.
prosedur pemeriksaan visus dengan menggunakan peta snellen
yaitu:
Jika pasien tidak bisa melihat satu simbol maka diulangi lagi dari
barisan atas. Jika tetap maka nilai visus oculi dextra = barisan
atas/6.
Jika pasien dari awal tidak dapat membaca simbol di Snellen chart
maka pasien diminta untuk membaca hitungan jari dimulai jarak 1
meter kemudian mundur. Nilai visus oculi dextra = jarak pasien
masih bisa membaca hitungan/60.
Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien
diminta untuk melihat adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak
1 meter (Nilai visus oculi dextranya 1/300).
Jika pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan,
maka pasien diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar
dan arah sinar (Nilai visus oculi dextra 1/tidak hingga). Pada
keadaan tidak mengetahui cahaya nilai visus oculi dextranya nol.
Pada phoria, otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih
tegang atau kuat untuk menjaga posisi kedua mata tetap sejajar.
Sehingga rangsangan untuk berfusi atau menyatu inilah menjadi faktor
utama yang membuat otot -otot tersebut berusaha extra atau lebih, yang
pada akhirnya menjadi beban bagi otot-otot tersebut, wal hasil akan
timbul rasa kurang nyaman atau Asthenopia.
Dasar pemeriksaan Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata :
Jarak pemeriksaan :
o Jauh : 20 feet (6 Meter)
o Dekat : 14 Inch (35 Cm)
Penutup/Occluder
Prosedur Pemeriksaan :
Pemeriksaan telinga
Tujuan
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan
fungsi pendengaran.
Persiapan Alat
a)
Arloji berjarum detik
b)
Garpu tala
c)
Speculum telinga
d)
Lampu kepala
Prosedur Pelaksanaan
1. Pemeriksaan Webber
1. Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak
atau buku jari yang berlawanan.
2. Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien .
3. Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada
kedua telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga.
4. Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut.
5. e.
Tujuan
a)
Mengetahui bentuk dan fungsi hidung
b)
Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi
Persiapan Alat
a)
Spekulum hidung
b)
Senter kecil
c)
Lampu penerang
d)
Sarung tangan (jika perlu)
Prosedur Pelaksanaan
1. 1.
Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna,
kesimetrisan), rongga, hidung ( lesi, sekret, sumbatan, pendarahan),
hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2 infeksi)
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi,
tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
1. 2.
Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris
nyeri, dan septum deviasi)
(bengkak,
Tujuan
Mengetahui bentuk kelainan mulut
Persiapan Alat
a)
Senter kecil
b)
Sudip lidah
c)
Sarung tangan bersih
d)
Kasa
Prosedur Pelaksanaan
1. 1.
Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut
dan bibir, tekstur , lesi, dan stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan
stomatitis.
1. 2.
Inspeksi
dan
palpasi
strukur
dalam :
lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/ radang
kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit2.
gigi
gusi,
Pemeriksaan leher
Tujuan
a)
Menentukan struktur integritas leher
b)
Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
c)
Memeriksa system limfatik
Persiapan Alat
Stetoskop
Prosedur Pelaksanaan
1. 1.
Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk
simetris, tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
1. 2.
1. 4.
Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan
dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2,
di atas manubrium dan di atas trachea)
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
1. b.
System kardiovaskuler
Tujuan
a)
Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung
b)
Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
c)
Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
d)
Mendeteksi gangguan kardiovaskuler
Persiapan alat
a)
Stetoskop
b)
Senter kecil
Prosedur pelaksanaan
1. 1.
Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri
karotis
2. 2.
Palpasi: denyutan
a)
Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan
payudara
b)
Mendeteksi awal adanya kanker payudara
Persiapan alat
a)
Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)
Prosedur pelaksanaan
1. 1.
2. 2.
Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting,
dan penyebaran vena
3. 3.
Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe,
konsistensi.
Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di
dapat
dengan
membandikan
dengan
keadaan
normal,
dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
1. Pemeriksaan Abdomen (Perut)
Posisi klien: Berbaring
Tujuan
a)
Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut
b)
Mendengarkan suara peristaltic usus
c)
Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut
benjolan dalam perut.
Persiapan
a)
Posisi klien: Berbaring
b)
Stetoskop
c)
Penggaris kecil
d)
Pensil gambar
e)
Bntal kecil
f)
Pita pengukur
Prosedur pelaksanaan
1. 1.
Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi,
scar, ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan
umbilicus, dan gerakan dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak
terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
1. 2.
Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran
(bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan
friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan
arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
1. 3.
Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas
bergerak searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan
bagaiman kualitas bunyinya.
2. 4.
3. 5.
4. 6.
dan
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot
penuh.
1. 2.
mengetahui
organ-organ
yang
termasuk
dalam
3. 4.
Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema,
haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tandatanda infeksi dan pendarahan.
Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi
hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
1. Pria:
2. 1.
Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan
pengeluaran
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak
ada pengeluaran pus atau darah
1. 2.
Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan
bentuk, turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
Normal : integritas kulit baik, sistematika tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri teken
1. 3.
Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa,
edema, hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tandatanda infeksi dan pendarahan.
Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil
yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
2.6.
Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka
berikan dengan mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan
pengkajian fisik meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan melalui
pemantauan hasil asuhan fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian
fisik yang sama di gunakan untuk mengkaji kondisi dapat di gunakan
sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan.
Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan
objektif melalui pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan
tercapainya atau tidak hasil asuhan yang di harapkan. Perawat tidak
bergantung sepenuhnya pada intuisi ketika pengkajian fisik dapat
digunakan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan.
2.7.
Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada
pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi
memiliki format khusus
yang mempermudah pencatatan data
pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum membantu klien
berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali
informasi atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik
dimasukkan ke dalam rencana asuhan.
Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama
dengan langkah-langkah proses keperawatan.
Format SOAPIE, terdiri dari:
1. Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien
2. Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi oleh perawat.
3. Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan
pernyataan tentang kemajuan atau kemunduran klien
4. Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
dan
5. Implementation (pelaksanaan),
dilakukan berdasarkan rencana
yaitu
intervensi
keperawatan
dikecap. Dan sterusnya ) bersifat sesuai dan tepat. Keadaan ketika aksi
sama sekali tidak dibalas dengan reaksi dikenal sebagai koma. Kesadaran
yang terganggu dapat menonjolkan kedua seginya, yaitu unsure tingkat
dan unsure kualitasnya.Suatu ilustrasi perbedaan tingkat dan kualitas
kesadaran ketika seorang klien yang sakit tidak dapat mengenal lagi
orang-orang yang biasanya bergaul akrab dengan dia. Orang awam
menamakan keadaan itu tidak sadar atau pikiran kacau. Apa yang
dimaksud dengan istilah itu adalah kualitas kesaradarannya terganggu.
Dalam hal ini, klien tidak menunjukkan gangguan tingkat kesaradan, oleh
karena apabila perawat memberi stimuli klien akan memberikan respons
dengan perubahan ekspresi nyeri atau klien akan menarik bagian yang
diberikan stimuli untuk menghindarinya.
Kualitas kesadaran yang menurun tidak senantiasa menurunkan
juga tingkat kesadaran. Tetapi tingkat kesadaran yang menurun
senantiasa menggangu kualitas kesadaran. Oleh karena itu fungsi mental
yang ditandai oleh berbagai macam kualitas kesadaran sangat ditentukan
oleh tingkat kesadaran.
Pengertian kualitas dan tingkat kesadaran dapat diartikan bahwa jumlah
(kuantitas) input susunan saraf pusat menentukan tingkat kesadaran.
Cara pengolahan input itu yang melahirkan pola-pola output susunan
saraf pusat menentukan kualitas kesadaran. Input susunan saraf pusat
dapat dibedakan menjadi input yang bersifat spesifik dan yang bersifat
nonspesifik.Pengertian spesifik itu merujuk kepada perjalanan impuls
aferen yang khas dan kesadaran yang dilahirkan oleh impuls aferen itu
yang khas itu juga. Hal ini berlaku bagi semua lintasan yang
menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di daerah
korteks perseptif primer. Oleh karena itu penghantaran impuls spesifik itu
dikenal sebagai penghantaran impuls aferen dari titik ke titik. Setibanya
impuls aferens spesifik ditingkat korteks terciptalah suatu kesadaran akan
suatu modalitas perasaan, yaitu perasaan nyeri di kaki atau di wajah atau
suatu penglihatan penciuman atau pendengaran tertentu.
Pengertian input yang bersifat nonspesifik itu adalah sebagian dari impuls
aferen spesifik yang disalurkan melalui lintasan aferen nonspesifik.
Lintasan ini terdiri atas serangkaian neuron-neuron di substansia medulla
spinalis dan batang otak yang menyalurkan impuls aferen ke thalamus
yaitu ke inti intralaminaris.Impuls aferen spesifik sebagian disalurkan
melalui kolateralnya ke rangkaian neuron-neuron substansia metikularis
dan impuls aferen itu selanjutnya bersifat nonspesifik oleh karena cara
penyalurannya ke thalamus berlangsung secara multisinaptik, unilateral,
dan bilateral dan setibanya di nucleus intralaminaris akan membangkitkan
inti tersebut untuk memancar impuls yang menggiatkan seluruh korteks
secara divus dan bilateral. Lintasan aferen yang nonspesifik itu lebih
dikenal sebagai diffuse ascending reticular system.
Dengan adanya dua lintasan aferen itu, maka terbentuk
penghantaran aferen yang pada prinsipnya berbeda. Lintasan spesifik
(jaras spino-talamik, lemniskus medialis, jaras genikolo-kalkarina dsb)
menghantarkan impuls dari satu alat reseptor ke satu titik pada korteks
perseptif primer. Sebaliknya, lintasan aferen nonspesifik menghantarkan
setiap impuls dari titik manapun dari tubuh ke titik-titik dibagian seluruh
korteks serebri.
Neuron-neuron diseluruh korteks serebri yang dibangkitkan oleh impuls
aferen nonspesifik disebut Neuron Pengemban Kewaspadaan, oleh
karena bergantung pada jumlah neuron-neuron tersebut yang aktif, maka
derajat kesadaran bisa tinggi atau rendah. Aktivasi neuron-neuron
tersebut dilakukan oleh neuron-neuron yang menyusun inti talamik yang
disebut Nukleus Intralaminaris. Apabila terjadi gangguan sehingga
kesadaran menurun sampai tingkat yang terendah, maka koma yang
dihadapi dapat terjadi karena neuron pengemban kewaspadaan sama
sekali tidak berfungsi disebut Koma Kortikal Bihemisferik atau oleh
karena neuron pembangkit kewaspadaan tidak berdaya untuk
mengaktifkan
neuron
pengemban
kewaspadaan
disebut Koma
Diensefalik yang dapat bersifat Supratentorial atau Infratentorial.
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indicator paling
sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan
untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan. Istilah-istilah seperti letargi, stupor, dan semikomatosa
adalah istilah yang umum digunakan dalam berbagai area.
waktu),
(5)
(4)
(3)
(2)
(1)
(6)
(5)
(4)
(3)
(2)
(1)
Perasaan
(efektif)
Bahasa
Pikiran
Persepsi
RESPONS
Rentang perhatian ke depan dan ke belakang
- Jangka pendek: mengingat kembali tiga item setelah 5
menit
- Jangka panjang : mengingat nama depan ibunya, mengingat
kembali menu makanan pagi, kejadian pada hari sebelumnya.
- Amati suasana hati yang tercermin pada tubuh, ekspresi
tubuh
- Deskripsi verbal efektif
- Verbal kongruen, indicator tubuh tentang suasana hati.
- Isi dan kualitas ucapan spontan
- Menyebutkan benda-benda yang umum, bagian-bagian dari
suatu benda
- Pengulangan kalimat
- Kemampuan untuk membaca dan menjelaskan pesan-pesan
singkat pada surat kabar, majalah.
- Kemampuan menulis secara spontan, di-dikte.
- Informasi dasar (misalnya presiden terbaru, 3 presiden
terdahulu)
- Pengetahuan tentang kejadian-kejadian baru.
- Orientasi terhadap orang tempat dan waktu.
- Menghitung : menambahkan dua angka, mengurangi 100
dengan 7.
- Menyalin gambar : persegi, tanda silang, kubus, tiga
dimensi.
- Menggambar bentuk jam membuat peta ruangan.
- Menunjuk ke sisi kanan dan kiri tubuh.
- Memperagakan : mengenakan
menggunakan sikat gigi.
jaket,
meniup
peluit,
Kartu Snellen
Lampu senter
Karton untuk menutup mata
Indikasi: pada pasien yang diduga mengalami gangguan sensori.
2.
Kontraindikasi: -
3.
Cara:
1)
Pemeriksaan menggunakan kartu snellen standar
Cara melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan menggunakan kartu
snellen ini yaitu:
1.
Pasien berdiri sejauh 6 meter (20 kaki) dari kartu snellen.
2.
3.
Minta pasien untuk membaca huruf yang ada pada kartu sampai
pasien tidak dapat membaca lagi huruf tersebut.
2)
Menilai pasien dengan penglihatan buruk
Jika pasien tidak dapat membaca huruf yang ada pada kartu snellen,
maka pasien harus diperiksa menggunakan kemampuan membaca jari
3.
1.
Miopi
1.
Katarak
Kelainan pada lensa mata karena lensa mata menjadi kabur dan keruh
yang menyebabkan cahaya yang masuk tidak dapat mencapai retina.
Katarak dapat diatasi dengan cara operasi.
1.
Juling
Kelainan ini sebagai akibat ketidakserasian kerja otot penggerak bola
mata kanan dan kiri. Penyakit ini bisa diatasi dengan cara operasi pada
otot mata.
1.
Glaukoma
Gangguan ini ditandai dengan peningkatan tekanan di dalam bola mata
karena danya sumbatan pada saluran di dalam bola mata dan
pembentukan cairan berlebih dalam bola mata. Gangguan ini bisa diatasi
dengan cara pembedahan atau obat-obatan yang diminum seumur hidup.
1.
Buta Warna
Penderita umumnya tidak dapat membedakan warna tertentu misal hijau
dan biru. Penyakit ini merupakan penyakit keturunan yang tidak dapat
disembuhkan akan tetapi ada juga penyebab lainnya misalkan saja karena
kecelakaan atau trauma pada mata.
1.
Kontraindikasi: -
3.
Cara:
1)
Pasien dan perawat duduk berhadapan.
2)
Minta pasien untuk menutup salah satu matanya.
3)
Perawat juga ikut menutup salah satu matanya. Misalnya jika
pasien menutup mata kirinya, maka perawat menutu mata kanannya.
4)
Minta pasien memandang hidung perawat.
5)
Minta pasien menghitung jumlah jari yang ada pada bagian
superior dan inferior lirikan temporal dan nasal.
1.
Pemeriksaan buta warna (tes isihara)
Salah satu gangguan mata yang bersifat herediter, yaitu buta warna. Buta
warna merupakan penglihatan warna-warna yang tidak sempurna,
seringkali disebut sebagai cacat penglihatan warna. Cacat penglihatan
warna bersifat didapat, terkadang merupakan gejala dini kerusakan mata.
Untuk mengetahui adanya cacat penglihatan mata perlu dilakukan tes
isihara.
Tes isihara merupakan gambar-gambar pseudoisokromatik yang disusun
oleh titik dan kepadatan warna yang berbeda, berasal dari warna primer
yang didasarkan warna yang hamper sama. Titik-titik warna tersebut
disusun dengan bentuk dan pola tertentu tanpa adanya kelainan persepsi
warna.
1.
Alat dan bahan:
Gambar pseudoisokromatik
b. Teknik:
1.
Kartu isihara diletakkan di tempat dengan penerangan baik
2.
c. Penilaian
Bila lebih dari 10 detik berarti terdapat kelainan penglihatan warna buta
warna merah hijau terdapat atrofi saraf optik, buta warna biru kuning
terdapat pada retinopati hipertensif, retinopati diabetic dan degenerasi
macula senile dini. Degenerasi pada macula stargardts dan fundus
lamikulatus memberikan gangguan penglihatan warna merah-hijau.
d.Petunjuk Pengisian Gambar
No 1 : semua orang baik normal atau buta warna dapat membaca dengan
benar angka 12. Bagian ini biasanya digunakan pada awal test.
No 2 : pada orang normal terbaca 8 dengan defisiensi merah-hijau 3.
No 3 : pada orang normal terbaca 5 dengan defisiensi merah-hijau 2.
No 4 : pada orang normal terbaca 29 dengan defisiensi merah-hijau
70.
No 5 : pada orang normal terbaca 74 dengan defisiensi merah-hijau
21.
No 6-7 : pada orang normal dapat membaca dengan benar tetapi pada
orang dengan defisiensi merah hijau, susah atau tidak dapat
membacanya.
No 8 : pada orang normal dengan jelas 2 tetapi bagi defisiensi merahhijau tidak jelas.
No 9 : pada orang normal susah atau tidak terbaca tetapi kebanyakan
pada orang dengan defisiensi merah hijau melihat 2.
No 10 : pada orang normal angka terbaca 16 tetapi bagi defisiensi
merah hijau tidak dapat membaca.
No 11 : gambar garis yang melilit diantara 2 xs. Pada orang normal, dapat
mengikuti garis ungu-hijau. Tetapi pada orang buta warna tidak dapat
mengikuti atau dapat mengikuti tapi berbeda dengan orang normal.
No 12 : pada orang normal dan defesiensi merah hijau melihat angka 35
tetapi pada protanopia dan protanomali berat hanya dapat membaca
angka 5 dan pada deuteranopia dan deuteranopia berat terbaca angka
3.
No 13 : pada orang normal dan defesiensi merah hijau ringan melihat
angka 96 tetapi pada protonopia dan protonopia berat hanya terbaca
6.
No 14 : pada orang normal dapat mengikuti garis yang melilit 2 xs, ungu
dan merah; pada protanopia dan protanomali berat hanya mengikuti garis
ungu dan pada protanomali ringan kedua garis diikuti tetapi garis ungu
kurang terlihat untuk diikuti; pada deuteranopia dan deuteranomalia berat
hanya garis merah yang diikuti; pada deuteranomalia ringan kedua garis
dapat diikuti tetapi garis merah kurang terlihat untuk diikuti.
3.
Kontraindikasi: -
4.
Cara:
1)Bayi:
a)
Perawat berdiri di belakang anak.
b)
Bunyikan sebuah bel kecil, bunyikan jari-jari atau tepuk tangan.
c)
Hasilnya: pada bayi yang kurang dari 4 bulan menunjukkan reflek
terkejut. Bayi yang berusia 6 bulan/lebih mencoba mencari suara dengan
menggerakkan mata atau kepala mereka.
2)Anak usia prasekolah:
a)
Perawat berdiri 0,6 sampai 0,9 meter di depan anak.
b)
Berikan instruksi tertentu pada anak.
c)
Hasil: anak dengan pendengaran normal akan melakukan instruksi.
3)Anak usia sekolah
a)
Berdiri kira-kira 0,3 m di belakang anak.
b)
Perintahkan anak untuk menutup telinganya.
c)
Bisikkan angka pada anak.
d)
Perintahkan anak untuk menirukan angka yang dibisikkan.
e)
Lakukan pada telinga lainnya.
1.
Uji garputala
3.
4.
Kontraindikasi: -
5.
Cara:
3.
4.
Kontraindikasi:
5.
Cara:
3.
4.
Kontraindikasi: -
5.
Cara:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Hasil:
3.2.3
Pemeriksaan Fisik Pengecap.
Pada hakekatnya, lidah mempunyai hubungan erat dengan indera khusus
pengecap. Zat yang memberikan impuls pengecap mencapai sel reseptor
lewat pori pengecapan. Ada empat kelompok pengecap atau rasa yaitu
manis, asin, asam, dan pahit.
Gangguan indera pengecap biasanya disebabkan oleh keadaan yang
mengganggu tastants atau zat yang memberikan impuls pengecap pada
sel reseptor dalam taste bud (gangguan transportasi) yang menimbulkan
cedera sel reseptor (gangguan sensorik) atau yang merusak serabut saraf
aferen gustatorius serta lintasan saraf sentral gustatorius (gangguan
neuron).
Manifestasi klinis dari indera pengecap apabila dilihat dari sudut pandang
psikofisis, gangguan pada indera pengecap dapat digolongkan menurut
keluhan pasien atau menurut hasil pemeriksaan sensorik yang objektif
missal sebagai berikut.
1.
Ageusia total adalah ketidakmampuan untuk mengenali rasa manis,
asin, pahit, dan asam.
2.
3.
4.
5.
6.
Uji sensasi nyeri dan sentuhan terbagi menjadi 2 macam, yaitu nyeri
superficial (tajam-tumpul) dan nyeri tekan.
1)
Nyeri superficial
Merupakan metode uji sensasi dengan menggunakan benda yang
memiliki 2 ujung, yaitu tajam dan tumpul. Benda tersebut dapat berupa
peniti terbuka maupun jarum pada reflek hammer. Pasien dalam keadaan
mata terpejam saat dilakukan uji ini dan dilakukan pengkajian respon
melalui pertanyaan apa yang anda rasakan? dan membandingkan
sensasi 2 stimulus yang diberikan. Apabila terjadi keraguan respon
maupun kesulitandan ketidakmampuan dalam membedakan sensasi,
maka hal ini mengindikasikan adanya deficit hemisensori berupa
analgesia, hipalgesia, maupun hiperalgesia pada sensasi nyeri.
Sedangkan gangguan pada sensasi sentuhan berupa anestesia dan
hiperestesia.
2)
Nyeri tekan
Merupakan metode uji sensori dengan mengkaji nyeri melalui penekanan
pada tendon dan titik saraf. Metode ini sering digunakan dalam uji sensori
protopatik (nyeri superficial, suhu, dan raba) dan uji propioseptik
(tekanan, getar, posisi, nyeri tekan). Misalnya, berdasarkan Abadie
sign pada daerah dorsalis, tekanan ringan yang diberikan pada tendon
Achilles normalnya adalah hilang. Dengan kata lain tidak dapat dirasakan
sensasi nyeri bila diberikan tekanan ringan pada tendon Achilles.
1.
Uji sensasi suhu
3.
4.
5.
6.
Proses inflamasi
Defek sensorineural
1.
Proses inflamasi
1.
1.
Pemeriksaan fisik
1.
Augustinus, Andy Santosa. 2000. Pemeriksaan Fisik Cetakan Kelima. Jakarta: Sekolah
Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) St. Carolus.
2.
Musrifatul Uliyah, A. Aziz Alimul Hidayat . Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk
Kebidanan (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.2008.
Pemeriksaan fisik berasal dari kata physical examination berarti memeriksa tubuh
dengan atau tanpa alat untuk mendapatkan informasi yang menggambarkan kondisi
klien. Pemeriksaan fisik merupakan salah satu bagian dari rangkaian pengkajian, dalam
asuhan kebidanan pengkajian merupakan tahapan yang pertama dilakukan oleh
seorang perawat atau bidan sebelum menentukan masalah kebidanan atau
keperawatan.
Kemampuan bidan atau perawat melakukan pemeriksaan fisik secara
komprehensip sangat diperlukan karena data yang diperolah dari pemeriksaan fisik ini
akan menjadi dasar dalam penentuan masalah. Untuk dapat memahami pemeriksaan
fisik yang baik dan benar dibutuhkan pemahaman terhadap konsep anatomi, fisiologi
tubuh manusia dan pathofisiologi serta didukung oleh ketrampilan melalui latihan-latihan
sehingga menjadi terbiasa. Dalam pemeriksaan fisik juga diperlukan integrasi aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor dari pemeriksa sampai pada menginterprestasikan dan
mengintegrasikan data temuan satu dengan data temuan yang lainnya.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau
masalah kesehatan yang dialami oleh pasien (Azis dan Musrifatul, 2008). Pemeriksaan
fisik bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah
informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi
masalah pasien, menilai perubahan status pasien, mengidentifikasi masalah pasien,
menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah
diberikan. Dalam melakukan pemeriksaan fisik, terdapat teknik dasar yang perlu
dipahami, diantaranya:
1. Inspeksi
b.
1.
Ada tiga hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan
Skala Coma Glasgow, yakni:
Respon motorik
Respon bicara
Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka. Keadaan coma, tidak ada respon sama
sekali dan tidak membuka mata.
Bila dijumlahkan, menjadi:
Score yang kurang atau sama dengan 7 disebut coma.
Score yang lebih atau sama dengan 9 disebut tidak coma.
Pemeriksaan/ pengukuran dan pencatatan
Mengukur tekanan darah
Secara baku (bunyi Korothkoff dan metoda A.H.A) : lebar manset 2/3 lebar lengan,
posisi pasien duduk/berbaring, pada lengan kanan atau kedua lengan, memompa
secepat mungkin sampai 20-30 mm di atas hilangnya nadi A. Radialis.
Menempatkan stetoskop dengan benar, menurunkan permukaan air raksa dengan
kecepatan 3 mm/ detik, mendengar bunyi Korothkoff dengan seksama sambil
menempatkan ketinggian kedua mata mengikuti turunnya permukaan air raksa.
Bunyi-bunyi Korothkoff
Akan terdengar bersamaan dengan nadi/ fase pemompaan ventrikel.
KI
: adalah bunyi pertama yang terdengar, sifatnya lemah,
nadanya agak tinggi terdengar (tek, tek)
KII
: adalah bunyi seperti K Iyang disertai bising (teksst,
teksst) atau (tekrrd, tekrrd)
KIII
: adalah bunyi berubah menjadi keras, nada rendah, tanpa
bising (De:g, De:g).
KIV
: saat pertama kali bunyi jelas melemah (De:g, De:g
deg, deg )
KV
: saat bunyi hilang
Nilai sistolik diambil dari Korothkoff I.
Nilai diastolik diambil dari Korothkoff V.
Kecuali :
Pada anak kecil (Balita).
Pada keadaan terus terdengarnya bunyi walaupun permukaan air raksa sudah nol (hal
ini cukup sering kita temui).
Catatan: pada dua keadaan di atas digunakan K IV untuk pencatatan nilai diastolik.
Setelah mendapatkan nilai sistolik dan diatolik maka segera hitung M.A.P (Mean
Arterial Pressure) yaitu tekanan arteri rata-rata:
M.A.P
= sist +
diast
Makna dari M.A.P adalah penilaian Perfusi Ginjal. Ginjal perlu minimal M.A.P 70 mmHg
untuk mencapai fungsi ginjal yang memadai.
Kurang dari ini fungsi ekskresi berbagai zat akan menurun sampai anuria dan potensial
akan memperburuk keadaan pasien.
Kriteria hipertensi menurut JNCVI, 1997 untuk usia 18 tahun ke atas:
Seorang dikatakan mempunyai Tekanan Darah Tinggi bila diukur dalam keadaan
istirahat cukup dan kondisi tenang, sedikitnya dalam dua kali kunjungan didapatkan nilai
rata-rata dalam kriterianya sebagai berikut:
Kategori
Sistolik
Diastolik
mmHg
mmHg
Optimal
< 120
dan
<80
Normal
<130
dan
<85
Normal tinggi
130-139 atau
85-89
Hipertensi
Tingkat I
140-159 atau
90-99
Tingkat II
160-179 atau
100-109
Tingkat III
>= 180
atau
>= 110
2.
Menghitung nadi. Nadi dihitung selama satu menit penuh. Tempat-tempat palpasi
denyut nadi:
A. Radialis
A. Brachialis
A. Femoralis
A. Poplitea
A. Dorsalis pedis
A. Carotis
A. Temporalis
sebaiknya dituliskan di sini. Bila tidak ada, maka uraian lengkap dituliskan pada kolom
pemeriksaan thorax.
5. Catatan tentang hal umum yang mencolok. Bila ada sesuatu hal penting/mencolok yang
ada hubungannya dengan kelangsungan hidup/ vital pasien, baik dilaporkan di kolom ini,
misalnya:
Perdarahan banyak dan masih berlangsung.
Robekan dinding perut dan viscus keluar.
Fraktura iga menembus kulit.
Pasien sianosis (respiratory failure)
Tercium bau-bauan tertentu seperti:
o Bau darah (walau tidak tampak)
o Bau aseton (DM), amoniak (renal failure), mousyodor (bau kandang tikus putih-liver
failure)
o Bau faeces (obstruksi usus)
C. Pemeriksaan Sistematik
1) Keadaan rambut dan hygiene kepala
Rambut hitam, coklat, pirang, warna perak, berbau atau warna-warni bendera yang khas
untuk defisiensi vitamin A. Mudah rontok, kulit kepala kotor, berbau secara umum
menunjukkan tingkat hygiene seseorang. Pada kulit kepala bisa ditemui lesi
seperti Vesicula, Pustula, Crusta karena varicella, dermatitis.
2)
3)
Palpebrae
Edema palpebrae mudah tampak, cairan edema mudah terkumpul di palpebrae karena
jaringan palpebrae sangat longgar, dan lebih tampak bila pasien bangun tidur atau
pasien berbaring lama. Sesuai dengan hukum gravitasi, bila edema tidak menyeluruh,
bisa terjadi edema palpebraehilang/berkurang setelah pasien beraktivitas dengan posisi
tegak karena kemudian cairan lebih banyak terkumpuldi ekstremitas bawah.
Tempat pemeriksaan edema selain di kelopak mata adalah daerah sacrum dan pretibia
dorsum pedis. Peradangan (Blepharitis, hordeolum/ bintitan) bisa juga ditemui. Kelopak
mata yang selalu tertutup/ tidak mampu membuka disebut ptosis dan kelopak mata yang
tidak bisa menutup rapat disebutlagophtalmus.
4)
palpebrae akan menimbulkan warna kebiruan di seluruh kelopak mata, disebut Black
eye atau Brill hematom bila mengenai kedua mata.
5)
6)
Pupil mata tergantung dari iris atau semacam otot kecil. Iris mendekati
jika cahaya yang masuk terlalu terang dan iris menjauhi jika cahaya yang
masuk terlalu redup. Jika mata tidak siap saat terkena cahaya maka pupil
mengecil atau meredup secara langsung, kalau siap maka pupil akan
mengecil atau meredup secara perlahan.
Bisa saja terjadi refleks apabila mata kiri yang di senter maka yang
meredup mata kanan. Hal itu disebabkan karena ada kiasma optikus yaitu
persilangan bawah otak.
Pupil dapat melebar pada tempat yang gelap dan mengecil pada
tempat yang terang.
Deteksi penyakit melalui kelainan mata Penyakit lain juga dapat dideteksi melalui mata dengan tandatanda sebagai berikut [2]
Mata menonjol dapat berarti kelainan kelenjar gondok, somare, tumor yang berasal
dari organ lain seperti paru-paru, payudara,kelenjar getah bening. Kadang-kadang disertai
dengan gangguan pergerakan bola mata sehingga penderita mengeluh berpenglihatan ganda.
Kelopak mata menurun (kelainan saraf, usia tua, atau kencing manis).
Kelopak mata tidak bisa menutup rapat (kelainan kelenjar gondok, kelainan saraf
atau tumor).
Mata juling (gangguan saraf/otak, stroke, kencing manis, tumor, dan gondok)
Mata merah
tanpa nyeri (cacingan, TBC, alergi ringan karena debu atau makanan, alergi berat
karena obat, tiroid, HIV/AIDS, tumor)
disertai dengan kornea yang kering dan penebalan selaput lendir (kekurangan
vitamin A).
Katarak pada usia dini (di bawah usia 61 tahun) menandakan kencing manis. Ibu hamil yang
selama masa kehamilan terinfeksicampak juga dapat menyebabkan anaknya lahir
dengan katarak.
7)
8)
9)
Tonsil diperiksa apakah meradang atau tidak. Kadang-kadang didapati nanah melekat
(GO) atau membran putih perak melekat pada infeksi Difteria. Infeksi/ caries pada gigi
seringkali menjadi fokus infeksi terhadap tonsil sehingga peradangan menjadi kronik.
Pharynx : dinding belakang oro-pharinx diperiksa apakah ada peradangan, pembesaran
adenoid dan lendir/ secret yang ada.
12) Kelenjar getah bening leher, sub mandibulla, dan sekitar telinga
Kelenjar getah bening dapat terjadi karena infeksi di fokus lain, seperti: dari pharynx,
tonsil, gigi, larynx, dan telinga. Infeksi toxoplasmosis memberi gejala pembesaran
kelenjar getah bening leher juga.
13) Kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid diperiksa mula-mula dengan inspeksi atas, bentuk, dan besarnya bila ada
pembesarannya telah nyata. Dengan cara palpasi satu tangan dari samping atau dua
tangan dari arah belakang, jari-jari meraba permukaan kelenjar dan pasien diminta
menelan. Dalam keadaan normal, kelenjar tiroid tidak dapat dirasakan perbedaannya
dengan jaringan sekitarnya.
Apabila dirasakan ada sesuatu yang dapat diraba, saat menelan kelenjar tiroid akan ikut
naik turun. Hal ini memastikan bahwa yang diraba tadi adalah benar kelenjar tiroid.
Palpasi tiroid dilaporkan mengenai bentuknya, simetris atau tidak, diraba keras atau
kistik, ataukah noduler (berbenjol).
Auskultasi tiroid: bila ditemukan adanya Bruit tiroid mungkin ini suatu keganasan karena
aliran darah dan pembuluh darah bertambah banyak (neovaskularisasi).
14) Tekanan vena jugularis
Tekanan vena jugularis merupakan gambaran/cermin secara tidak langsung atas fungsi
pemompaan ventrikel. Karena setiap kegagalan pemompaan ventrikel menyebabkan
terkumpulnya darah lebih banyak pada sistem vena. Analog dengan keadaan ini
adalah over load cairan infuse yang diberikan juga meningkatkan tekanan vena
jugularis. Jadi, dengan inspeksi dapat tampak apakah vena jugularis mengembang
dengan nyata atau tidak.
Pengukuran tekanan vena jugularis:
Pasien dibaringkan dengan bantal pada kepala. Bendunglah daerah supra
clavicula agar vena jugularis tampak jelas. Kemudian tekan ujung proximal vena
jugularis (di dekat Angulus mandibulae) sambil melepas bendungansupra clavicula.
Amati tingginya kolom darah yang ada.
Ukurlah jarak vertikal permukaan atas kolom yang ditemukan terhadap bidang
horizontal yang melalui Angulus Ludovici. Katakanlah jaraknya a cm di bawah/ di atas
bidan horizontal tadi.
Maka nilai tekanan vena jugularisnya:
JVP
= 5 a cm air (bila di bawah bidang horizontal)
= 5 + a cm air (bila di atas bidang horizontal)
Bila permukaan kolom darah tepat pada bidang horizontal tersebut, maka: JVP = 5 + 0
cm air.
Angka 5 berasal dari jarak Atrium Kanan ke titik Angulus Ludovici kira-kira 5 cm.
Palpasi pada dinding thorax menggunakan seluruh telapak tangan dan jari, kiri dan
kanan dengan maksud meraba dan merasakan getaran dinding dada sewaktu pasien
mengucapkan kata tujuh puluh tujuh berulang-ulang.
Getaran yang dirasakan disebut Vocal fremitus, perabaan dilakukan di seluruh
permukaan dada (kiri, kanan, depan, belakang). Umumnya, pemeriksaan ini bersifat
membandingkan bagian mana yang lebih bergetar atau kurang bergetar. Pemadatan
jaringan paru (pneumonia, keganasan) akan terasa lebih bergetar. Pleural effusion dan
Pneumo thorax akan terasa kurang bergetar.
Perkusi:
Perkusi dinding thorax, dengan cara mengetuk dengan jari tengah-tangan kanan pada
jari tengah-tangan kiri yang ditempelkan dengan erat di dinding dada di celah
intercostals (kecuali pemeriksa kidal tentu sebaliknya).
Penilaian suara yang ditimbulkan oleh perkusi:
Sonor adalah suara perkusi jaringan paru normal.
Redup adalah suara perkusi jaringan yang lebih padat/konsolidasi paru-paru seperti,
pneumonia.
Pekak adalah suara perkusi jaringan yang padat seperti pada:
o Adanya cairan di rongga pleura
o Perkusi daerah jantung, dan
o Perkusi daerah hepar.
Hypersonor/tympany adalah suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong
seperti: daerah Caverne-caverne paru, penderita asma kronik terutama dengan bentuk
dada Barrel chest akan terdengar seperti ketukan benda-benda kosong, bergema.
Perkusi dilakukan dengan cara membandingkan kiri-kanan pada setiap daerah
permukaan thorax.
(1) Dengan perkusi juga dapat diperiksa rentang turunnya diafragma, sejak akhir ekspirasi
sampai inspirasi maksimal yang normalnya berkisar 3-5 cm. Rentang turunnyadiafragma
diperiksa di:
Thorax bagian belakang
Atas di batas paru-hepar/ ICS-4 kanan.
Bila paru-paru collaps, maka diafragma sisi yang bersangkutan tidak turun pada
inspirasi maksimal.
(2) Dengan perkusi thorax-depan, sekaligus menilai batas-batas jantung (perkusi di atas
jantung terdengar pekak). Pada keadaan normal:
Batas atas jantung ICS 2-3
Batas kanan jantung linea sternalis kanan
Batas kiri jantung linea medio-clavicularis kiri (pada pasien dengan dada lebar batas kiri
jantung: 1 jari medial dari linea mid-clavicula kiri).
Auskultasi:
Auskultasi paru adalah mendengarkan suara pada dinding thorax dengan menggunakan
stetoskop, caranya: pasien diminta bernapas cukup dalam dengan mulut terbuka dan
letakkan stetoskop secara sistematik dari atas ke bawah dengan membandingkan kirikanan.
Ada tiga suara yang didengar pada pemeriksaan auskultasi:
1. Suara napas
Vesicular, suara napas vesicular terdengar di semua lapangan paru yang normal.
Bersifat halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
Broncho-vesicular, suara napas Broncho-vesicular terdengar di daerah percabangan
bronchus dan trache. Jadi, sekitar sternum dan region interscapular, nadanya sedang
lebih kasar dibandingkan vesicular, inspirasi sama panjang dengan ekspirasi.
Bronchial, suara napas bronchial terdengar di daerah trakea (leher) dan supra sterna
notch. Bersifat kasar, nada tinggi, inspirasi lebih pendek dibandingkan dengan ekspirasi.
Bila didapat suara broncho-vesikular atau bronchial di lapangan paru (yang semestinya
vesicular), tentu merupakan suatu kelainan.
Bila tidak terdengar suara sama sekali, hal ini bisa karena paruparunyacollaps/atelektasis atau pleural effusion yang banyak jumlahnya. Jumlah cairan
pleura yang tidak banyak bisa menimbulkan suara Vesicular yang melemah.
Bila terdengar suara seperti tiupan pada mulut botol, disebut suara Amforik merupakan
suara resonansi dari rongga-rongga Caverne yang ada dalam paru-paru.
2. Suara ucapan (tujuh puluh tujuh) = vocal resonans
Penderita diminta mengucapkan tujuh puluh tujuh berulang-ulang setiap sesudah
inspirasi secara berbisik dengan intonasi yang sama kuat. Pemeriksa mendengarkan
dengan stetoskop secara sistematik di semua lapangan paru serta membandingkannya
kiri dan kanan.
Suara normal : perlu mengenal/membiasakan mendengar pada orang sehat. Intensitas
dan kualitas di kiri sama dengan di kanan.
Bronchophoni : suara terdengar jelas ucapannya dan lebih keras dibandingkan daerah
sisi yang lain. Umumnya, ini akibat dari adanya proses pemadatan/konsolidasi paru.
Pectoriloquy : suara terdengar jauh dan tidak jelas (=nggrenyem). Bisa terdapat pada
effusion atau atelektasis.
Egophony : suara bergema seperti seorang yang hidungnya tersumbat (=bindeng) dan
terasa dekat. Suara semacam ini bisa didapat pada pemadatan paru yang disertai
caverne/berongga-rongga besar. Tidak jarang ditemui pada sebuah paru sekaligus ada
daerah effusion, ada daerah konsolidasi, mempunyai caverne, ada daerah yang masih
normal maka vocal resonansnya bercampur sesuai distribusi kelainan parunya.
3.
o
o
o
Suara tambahan
Pada pernapasan normal tidak didapati suara tambahan. Suara tambahan menunjukkan
ada kelainan.
Macam-macam suara tambahan:
Rales, bunyi yang dihasilkan oleh eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernapasan mengembang pada inspirasi:
Rales halus, terdengar meritik halus pada akhir inspirasi jadi pendek saja.
Rales sedang, terdengar lebih kasar dan di tengah fase akhir inspirasi.
Rales kasar, terdengar lebih lama, yaitu pada seluruh fase inspirasi.
Ronchi, ciri khas ronchi adalah nada rendah dan sangat kasar terdengar baik pada saat
inspirasi maupun ekspirasi. Ciri lain ronchi adalah akan hilang bila pasien disuruh batuk.
Ronchi terjadi akibat terkumpulnya cairan mucus dalam trakea atau bronkus-bronkus
besar (misalnya pada edema paru).
Wheezing adalah bunyi musikal terdengar ngiiiik atau pendek ngiik. Yang bisa
didapat pada fase inspirasi maupun ekspirasi, bahkan biasanya lebih jelas pada
17)
ekspirasi. Wheezing terjadi karena ada eksudat lengket tertiup aliran udara dan bergetar
nyaring. Biasanya, didapat pada bronchis acuta. Bila hanya terdengar pada fase
ekspirasi, ini akibat udara melewati celah sempit bronchial. Pada keadaan ini,
terdengarnya wheezingdisertai ekspirasi yang memanjang.
Pleural Friction-Rub, suatu bunyi yang terdengar kering persis seperti suara gosokan
Amplas pada kayu. Rales dan ronchi terdengar basah karena seperti gemercik cairan,
Pleural friction-rub terjadi karena peradangan pleura, terdengar sepanjang fase
pernapasan (inspirasi sepenuhnya). Paling jelas suara ini terdengar di daerah posterilateral bawah dinding thorax.
Jantung
Pemeriksaan jantung meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi
Pengamatan pertama mencari ictus cordis, yaitu denyutan dinding thorax karena
pukulan ventrikel kiri pada dinding thorax. Bila normal, akan berada di ICS-5 pada medio
clavicularis kiri selebar 1 cm saja. Inspeksi ictus cordis sulit didapat pada pasien-pasien
yang gemuk, berotot besar atau kelenjar mammae yang besar. Dengan mengetahui
letak ictus, secara tidak langsung bisa diperoleh gambaran tentang ada tidaknya
pembesaran jantung (pembesaran jantung ictus cordis bisa sampai berada di linea
axillaris anterior). Ictus cordis yang sangat nyata/ kuat sesuai juga dengan
meningkatnya kerja ventrikel kiri seperti pada seorang yang sangat berdebar ketakutan
atau hipertensi sistolik.
Bulging precordial (daerah precordial yang lebih menonjol dari dinding thorax yang lain)
menunjukkan kemungkinan pembesaran ventrikel kanan atau aneurysma pangkal aorta.
Palpasi
Pada Ictus cordis, meraba Ictus cordis dengan telapak jari II-III-IV (seringkali juga ictus
tidak nampak namun bisa teraba). Dirasakan kekuatan pukul dan ditentukan lebarnya
ictus cordis yang normal tidak lebih dari 1 cm persegi.
Kalau teraba lebih lebar dan pukulannya kuat serta letaknya bergeser ke kiri hal ini
sesuai dengan hipertrofi ventrikel kiri (misalnya karena hipertensi yang lama).
Sedangkan hipertrofi ventrikel kanan akan menimbulkan gerakan naik turun di daerah
linea sternalis kiri. Keadaan ini disebut Right Ventricular Lift/Heaving.
Memeriksa ada tidaknya Thrill, yaitu getaran ictus cordis, tidak lain ini adalah murmur
(pada auskultasi) derajat 5-6 yang keras/kasarnya dapat kita raba.
Perkusi
Pada pemeriksaan perkusi ditentukan batas-batas jantung, karena daerah jantung
terdengar pekak. Dengan demikian, dapat ditentukan ukuran jantung apakah lebih besar
daripada batas-batas normal ataukah tidak membesar. Pembesaran jantung yang dapat
diperiksa dengan perkusi adalah pembesaran ventrikel kiri, yaitu akan membesar ke kiri
agak ke bawah.
Pembesaran ventrikel kanan kurang dapat ditentukan dengan perkusi karena
pembesarannya lebih ke arah antero posterior. Perkusi pada pasien gemuk atau sangat
berotot akan menyulitkan penentuan batas-batas janntung dengan baik.
Auskultasi
Auskultasi jantung yaitu mendengar bunyi jantung dengan alat stetoskop. Untuk itu,
diperlukan suasana yang tenang agar bunyi jantung terdengar baik. Kesalahan
a.
b.
c.
1.
2.
3.
4.
5.
terbanyak pada auskultasi adalah ingin mendengar sekaligus/seketika semua bunyibunyi jantung yang semestinya satu demi satu sesuai dengan tempatnya, bunyi jantung
mana yang kita perhatikan. Mula-mula gunakanlah sisi membrane dengan tekanan kuat
untuk mendengar nada-nada yang lebih tinggi, kemudian sisi bell dengan tekanan
ringan untuk mendengar nada-nada yang lebih rendah.
Bunyi jantung (BJ)
BJ I adalah bunyi menutupnya katup Mitral dan Tricuspidalis.
BJ II adalah bunyi menutupnya katup Aorta dan Pulmonalis.
Ada lima tempat mendengar BJ untuk empat buah katup:
Katup aorta/A di ICS-2 Linea Sternalis Kanan di sini terutama disimak BJ II-A.
Katup Pulmonalis/P di ICS-2 Linea Sternalis Kiri dan ICS-3 Linea Sternalis Kiri, di sini
terutama disimak BJ II-P.
Katup trikuspida/T di ICS-4 Linea Sternalis Kiri, di sini terutama disimak BJ I-T.
Katup Mitral/Mdi ICS-5 Linea Medio-Clavicularis Kiri (atau di apeks (ictus) cordis), di sini
terutama disimak BJ I-M.
Pada keadaan normal BJ II (A dan P) dan BJ I (T dan M) adalah bunyi tunggal karena
menutupnya katup A bersamaan dengan P, dan T bersamaan dengan M.
BJ III didengar di daerah M. BJ III terdengar sesudah BJ II dengan jarak cukup jauh.
Namun, tidak melewati separuh fase diastolic, nadanya rendah (sehingga lebih jelas
dengan sisi bell).
Irama pacu kuda/ Gallop rhythm.
BJ III timbul akibat getaran derasnya pengisian diastolic dari atrium kiri ke ventrikel kiri
yang sudah membesar, darah jatuh ke ruang lebar kemudian timbul getaran.
Fase sistolik dan fase diastolik
Fase sistolik
: yaitu fase antara BJ I dan BJ II.
Fase diastolik
: yaitu fase antara BJ II dan BJ I berikutnya.
Fase diastolik lebih lebar/lama daripada fase sistolik. Jika pada fase ini diantaranya
terdapat suara-suara tambahan baik suara tambahan pada fase sistolik atau suara
tambahan pada fase diatolik atau pada kedua-duanya. Suara tambahan ini disebut
bising jantung atau murmur (m).
Bising jantung/ murmur (m)
Murmur adalah fibrasi/getaran yang terjadi di dalam jantung atau pembuluh darah besar
yang diakibatkan oleh bertambahnya arus Turbulensi darah. Arus darah yang normal
adalah stream line.
Hal inilah yang menimbulkan bising.
Bila didengar murmur harus dideskripsi:
Tempatnya (M, T, P) dan penjarannya/tidak menjalar.
Terjadinya pada fase sistolik atau diastolik.
Derajatnya.
Tinggi rendahnya nada.
Kualitasnya.
Beberapa interpretasi
BJ I
TM
Sangat keras
Pasien cemas
Hipertiroid
Hipertensi
Lemah
Split
A II
Keras
P II
Lemah
Keras
Anemia
Mitral stenosis/MS
Decomp cordis
Pericardial effusion
Infark miokard
AV blok derajat I
BBB (Bundle Branch
Block)
Hipertensi sistemik
Aneurisma
Aorta insufisiensi
Co artatio Aortae
Aorta stenosis
Mitral stenosis
Decomp kiri
Hipertensi pulmonal
Truncus arteriosus
Pulmonary Stenosis
Lemah
BJ II split pada inspirasi : RBBB, ASD, PS, MI
BJ II split pada ekspirasi : LBBB, AS
BJ III pada anak kecil, remaja, wanita hamil : bukan kelainan
BJ III dengan disertai keluhan gejala Decomp cordis lain disebut irama Gallop. Hal ini
bisa ditemukan pada penyakit gagal jantung atau pemberian cairan infus yang overload.
18) Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen kita harus kembali mengingat pembagian daerah abdomen
menurut :
Regio
- Epigastrica
Hipochondrica kiri-kanan
Umbilicalis
Lumbalis kiri-kanan
Hipogastrica
Illiaca (=inguinal) kiri-kanan
4 kuadran
- Kuadran kanan atas
Kuadran kiri atas
Kuadran kanan bawah
Kuadran kiri bawah
Khusus untuk pemeriksaan abdomen, urutannnya adalah inspeksi, auskultasi,
barulah palpasi dan perkusi, karena palpasi/perkusi bisa meningkatkan frekuensi dan
intensitas peristaltik usus sebelum diperiksa.
Inspeksi
Pada inspeksi perlu disimak apakah abdomen membusung/membuncit atau datar saja,
tapi perut (flank) menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak.
2. Amati bayangan/gambaran bendungan pembuluh darah vena di kulit abdomen. Bila
ada, maka perhatikanlah arah alirannnya.
Kalau didapat pelebaran vena yang berasal :
1.
o Dari bagian atas abdomen mengalir ke atas lagi ini berarti selesai dengan obstruksi vena
porta hepatica / tekanan V.porta meningkat.
o Dari bagian bawah abdomen aliran menuju ke atas abdomen, hal ini sesuai dengan
obstruksi vena cava inferior.
Aliran normal pembuluh darah di kulit abdomen berasal dari pertengahan abdomen; ada
yang menuju atas, ada yang menuju bawah dan tidak terlalu menonjol.
3. Inspeksi juga mengamati apakah daerah abdomen tampak benjolan-benjolan/massa.
Laporkan bentuk dan letaknya.
Auskultasi
Segera dilakukan sesudah inspeksi, stetoskop diletakkan pada daerah
epigastrium dan 4 kuadran abdomen.
Mendengar suara peristaltik usus
Normal berkisar 5-35 kali per menit
Bunyi peristaltik yang keras dan panjang disebut borborygmi, ditemui pada
gastroenteritis atau obstruksi usus pada tahap awal (sampai bisa metalic sound).
Peristaltik yang berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila setelah 5 menit tidak
terdengar bunyi peristaltik sama sekali barulah kita katakan peristaltik negatif/tidak ada,
(pada pasien post operasi). Daerah epigastrium di auskultasi untuk mencari Bruit
Aorta,Bruit Arteri Renalis dicari di regio lumbalis kiri-kanan. Bruit Arteri Femoralis dicari
di lipat paha kiri-kanan.
Palpasi
Sebelum anda lakukan palpasi, bertanyalah apakah ada bagian perut pasien yang
terasa nyeri (spontan) tanpa palpasi, sebab bila pasien mengatakan ada, daerah
tersebut harus di palpasi terakhir.Palpasi abdomen dimulai dengan palpasi umum
terhadap keseluruhan dinding abdomen untuk mencari tanda nyeri umum (peritonitis,
pancreatic). Kemudian mencari dengan perabaan ada/tidaknya masa/benjolan (Tumor,
feces). Periksa juga turgor kulit perut untuk menilai hidrasi pasien. Sesudah itu,
periksakanlah dengan tekanan pada regio supra pubica (cystitis), titik Mc Burney
(Appendicitis) Regio epigastrica (gastritis) dan regio iliaca (adnexitis, K.E.T). Barulah kita
secara khusus melakuakan palpasi hepar dan lien.
Palpasi Hepar
Teknik palpasi hepar dengan telapak tangan dan jari tangan dimulai dari kuadran
kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama nafas dan gelembung perut dan
berupayalah merasakan sentuhan tepi hepar pada tepi jari telunjuk. Pembesaran hepar
menuju arah inferior. Pada keadaan normal hepar berada dibelakang arcus costa
sehingga tidak teraba.
1.
2.
3.
4.
5.
berada diatas menjadi timpani karena cairan berpindah, sebaiknya daerah umbilicus
sekarang menjadi pekak. Dalam bahasa inggris disebut Shifting dullness.
Perkusi Ginjal
Perkusi ginjal dilakukan di dinding abdomen belakang pada sudut costo-vertebral
(Costo vertebral angle), dengan dialasi telapak tangan kiri, kita lakukan perkusi dengan
sisi ulnar kepalan tangan kanan (pada pemeriksa kidal tentu sebaliknya).
Pada peradangan/infeksi saluran kemih (U.T.I/Pyelonefritis) akan didapatkan tanda nyeri
pada perkusi ini.
19) Kelenjar Limfe Inguinal, Genitalia dan Anus
a. Kelenjar limfe inguinal diperiksa dengan palpasi, teraba membesar, nyeri tekan atau
tidak, pembesaran dan nyeri merupakan petunjuk adanya infeksi dari daerah tungkai,
kelamin atau metastase tumor testis/prostat.
b. Pemeriksaan genitalia eksterna
Pria :
Normal-jernih-tidak gatal
Streptokokus
pasien berbaring lama (jangan lupa di periksa). Edema di periksa dengan menekankan
jari dipermukan kulit dan kecekungan yang terjadi akan tidak segera hilang (pitting
edema). Hal ini terjadi karena terkumpulnya cairan dijaringan extra selular (= interstitial)
lebih banyak dari biasanya (Decomp corsis, nefrotik dan sebagainya). Non pitting edema
seperi pada hypothyroidisme (myedema) adalah edema intra selular, tidak cekung pada
penekanan.
b. Menilai rentang gerak (Range of motion), diperiksa simetrisitas lengan dan tungkai,
panjang dan besarnya dibandingkan antara sisi kiri dengan kanan. Keadaan ini patologik
seperti : polio, fraktura tulang, kelumpuhan akan memberikan gambaran tidak simetris.
Gerakan pasif ke berbagai arah dinilai apakah mengalami hambatan/keterbatasan gerak
yang mungkin akibat dari kelainan sendi atau jaringan di sekitar sendi.
c. Uji kekuatan otot
Diawali dengan memeriksa tonus otot, trofi otot (tonus dihubungkan dengan
ketegangannya, trofi dihubungkan dengan ukuran otot) dengan cara inspeksi palpasi.
Bandingkan kiri dan kanan demikian pula dengan kekuatan otot.
Kekuatan otot dinilai dengan angka nol sampai lima :
0
Otot sama sekali tidak mampu bergerak tampak berkontraksi pun tidak, bila
lengan/tungkai dilepaskan, akan jatuh 100% pasif.
1
Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh
2
Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya gravitasi (saja), tapi
dengan sentuhan akan jatuh
3
Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu melawan
tekanan/ dorongan dari pemeriksa
4
Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain
5
Kekuatan utuh
Uji kekuatan otot sekali-kali bukan membandingkan kekuatan pasien dengan si
pemeriksa.
d. Menilai reflek-reflek fisiologik
Reflex fisiologik diperiksa pada ketukan tendon yang akan dijawab dengan kontraksi
otot. Diperiksa refleks tendon : biceps, triceps, lutut, achiles.
e. Mencari reflex patologik babinski
Reflex patologik babinski normal tidak ditemui.
Caranya : lakukanlah goresan dengan benda berujung tumpul pada telapak kaki seperti pada
gambar dibawah ini.
Normal :
Kelima jari-jari kaki akan melakukan gerak plantar flexi. Hasil seperti di atas disebut tanda
babinski negatif
Pada kerusakan/lesi upper motor neuron (= U.M.N) akan didapat jawaban :
Ibu jari akan bergerak dorso flexi
4 jari lainnya bergerak plantar flexi
Hasil seperti ini disebut tanda babinski positif (= abnormal).
f. Mencari tanda-tanda khusus, seperti :
Clubbing of the finger , ujung-ujung jari seperti ujung tongkat genderang.
(Pada penyakit jantung bawaan, kronik, kelainan darah, TBC/COPD kronik). Terjadi
pada semua keadaan dimana jaringan kekurangan oksigen secara menahun/lama.
Spider naevi, pelebaran, arteriola berbentuk laba-laba pada pasien Cirrhosis hepatis
yang sudah lanjut, bahkan bertambah banyak pada keadaan coma hepaticum.
Gambaran khasnya, apabila ditekan kemudian dilepaskan, darah akan mengisi
kembali arteriola ini dari arah sentral ke seluruh jari-jarinya seperti letupan kembang api
di udara malam.
Uremic Frost- salju ureum
Didapat pada pasien uremia. Setelah keringat yang mengandung ureum menguap,
tertinggal bedak ureum. Pemeriksaan dengan perabaan dan bukan saat pasien baru
saja dimandikan.
21) Payudara pada pasien perempuan
Lakukanlah pemeriksaan secara legeartis. Pasien berbaring dengan sedikit ganjal di
punggungnya, posisi baring berada di tepi meja pemeriksaan yang sesuai dengan sisi
payudara mana yang akan diperiksa (bergantian kiri-kanan). Dengan demikian ada
ruang gerak yang cukup untuk sendi bahu sewaktu pemeriksaan dilakukan.
Inspeksi
Periksalah apakah tampak retraksi kulit daerah mamae akibat tarikan ligamentum
cowperi seperti kulit jeruk . adakah discharge berbau dari puting susu, ulcus, bayangan
benjolan yang tampak sehingga tidak simetris bentuknya.
Palpasi
Lengan kanan pasien ditopang dengan lengan kiri, pemeriksa, sewaktu tangan
kanan pemeriksa melakukan palpasi pada setiap kuadran mamae pasien dan fossa
axillarisnya. Diperiksa elastisitasnya, adakah kekakuan/lekatan dengan dasar, diperiksa
ada tidaknya benjolan tumor, bila ditemukan buatlah deskripsi tentang : bentuk, ukuran,
konsistensi dan keadaan permukaaannya. Palpasi selalu dilanjutkan ke kelenjar limfe
axillar untuk memeriksa adanya metastase tumor ke daerah tersebut.
22) Collumna vertebralis
Pasien pada posisi duduk, membelakangi pemeriksa.
Inspeksi
Amati bentuk dari susunan Collumna Vertebralis akan adanya kelainan-kelainan
seperti Scoliosis, Kyposis, Gibbus, Meningocele, Spina bivida (spina bivida oculta di
tutupi rambut).
Palpasi
Tekanlah processus spinosus dari cervical sampai lumbo-sacral mencari tanda nyeri
yang mungkin di dapat, seperti pada pasien HNP.
23) Uji Syaraf Cranial
Uji syaraf kranial sudah merupakan pemeriksaan khusus neurologis yang rutin bagi
pasien penyakit syaraf. Tetapi sebagian dari padanya merupakan bagian dari
pemeriksaan umum,yaitu :
Fungsi
N II
Ketajaman penglihatan (Visus)
N VIII
Pendengaran dan keseimbangan
Juga catatan tentang cara berjalan yang khas sewaktu pasien masuk ruang
pemeriksaan adalah catatan dari aspek neurologik.
N II
NV
N VII
N VIII
Opticus
Diperiksa dengan pemeriksaan visus terhadap setiap mata. Digunakan optotype
snellen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien. Visus ditentukan dengan
kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada.
N III
Oculomotorius
N IV
Trochlearis
N VI
Abduscens
Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata ke
segala arah, diameter pupil dan reflex akomodasi.
Paling sensitif terhadap kenaikan tekanan intra kranial, ia akan mengalami gangguan
paling awal, bola mata tak dapat melirik ke lateral (perhatikan pasien-pasien dengan
nyeri kepala hebat yang tidak hilang-hilang)
Trigeminus
N V berfungsi sensorik dan motorik : sensorik diperiksa pada permukaan kulit wajah
bagian dahi, pipi dan rahang bawah dengan goresan kapas dan mata tertutup. Motorik
diperiksa dengan kemampuan menggigitnya; rabalah kedua tonus musculus massester
saat diperintahkan untuk gerak menggigit.
Fascialis
Fungsi motorik N VII : Diperiksa kemampuan mengangkat alis, mengerutkan dahi,
mencucurkan bibir, tersenyum, meringgis, (memperlihatkan gigi-gigi depan) bersiul,
menggembungkan pipi.
Fungsi sensorik N VII : Diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang
dijulurkan (gula, garam, asam)
Vestibulo-acusticus
Fungsi keseimbangan diperiksa dengan test romberg. Penderita berdiri tegak dengan
mata tertutup. Bila pasien terhuyung-huyung dan jatuh berarti alat keseimbangan juga
diperiksa dengan berdiri satu tumit atau berjalan pada garis lurus.
Pemeriksaan pendengaran, dengan menggunakan garpu penala.
Test Rinne (garpu penala 256 Hz)
Penala digetarkan, tangkainya ditempelkan pada proc.mastoideus, tepat saat tidak
terdengar pasien memberi tanda, kemudian pindahkan ujung getar ke muka liang telinga
pasien. Normal masih terdengar suara, hal ini disebut Rinne positif.
Rinne positif bisa berarti normal, bisa berarti tuli perseptif tidak total, tuli konduktif
memberi hasil rinne negatif.
Test Weber (garpu penala 512 Hz)
Penala digetarkan tangkainya ditempelkan pada garis tengah kepala pasien pada
vertex atau glabella. Pasien diminta menyebutkan sisi telinga mana yang lebih keras
mendengar. Jawaban bisa salah satu terdengar lebih keras atau sama keras. Satu sisi
lebih keras disebut lateralisasi ke sisi kiri atau kanan. Sama keras disebut sebagai tidak
ada lateralisasi. Lebih keras terdengar di kiri bisa berarti 2 hal :
a.
Telinga kiri tuli konduktif
b.
Telinga kanan tuli perseptif
Sama keras bisa pula berarti 3 hal :
a.
Kedua telinga normal
b.
Kedua telinga tuli konduktif
c.
Kedua telinga tuli perseptif
:
:
:
:
:
:
Ny. D
25 tahun
S1
Pegawai swasta
Islam
Jl. Ahmad Yani No.11
Rt 05/08 Bandung
Suami/ Istri
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Alamat
:
:
:
:
:
:
Tn. B
27 tahun
S1
Pegawai swasta
Islam
Jl. Ahmad Yani No. 11
Rt 05/08 Bandung
B. Keluhan utama
: ibu mengatakan merasa pusing yang hebat sejak 2
hari yang lalu sampai sekarang. Sejak 5 bulan yang lalu sampai sekarang ibu sering
merasa lemas, letih dan lesu serta sering pusing dan mual saat berdiri dari posisi
semula jongkok. Beberapa minggu kebelakang ibu sering merasakan telinganya
mendenging.
C. Riwayat penyakit sekarang
: tidak ada penyakit berat
D. Riwayat penyakit masa lalu
: ibu belum pernah melakukan pemeriksaan
sebelumnya
E. Riwayat penyakit keluarga
: ibu mempunyai penyakit jantung, diketahui sejak
tahun 2007
F. Riwayat psiko-sosial
: hubungan ibu dengan suami dan keluarga baik.
G. Aktivitas sehari-hari
a. Pola makan dan minum
: makan 3x sehari (menu: nasi, lauk pauk, sayuran,
telur, buah-buahan, daging jarang karena tidak terlalu suka)
Minum 8 gelas sehari, jarang minum susu.
b. Pola BAB dan BAK
: BAB 1x sehari, konsistensi : lunak
BAK 5-6x sehari, warna kuning muda
c. Istirahat dan tidur
: Tidur siang : tidak pernah,
Tidur malam: 6-7 jam
d.
Aktivitas sehari-hari
e.
Pola seksual
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
a.
b.
c.
DATA OBJEKTIF
Keadaan umum
: baik
Bentuk tubuh
: proporsional
Status emosional
: stabil
Kesadaran
: compos mentis
Tanda-tanda vital
: TD: 90/60 mmHg N: 88x/menit S: 36,80C (axilla)
P: 20 x/menit
Antropometri
: TB: 154 cm BB: 49 Kg
Lila: 24 cm
Lingkar perut
: 77cm
Panjang ekstremitas atas
: kanan: 58 cm
kiri: 58 cm
Panjang ekstremitas bawah : kanan: 98cm
kiri: 98 cm
Kepala
Rambut
Inspeksi : warna hitam, agak tipis halus, distribusi merata, tidak rontok
Palpasi
: kepala tidak ada benjolan/ massa, tidak ada deformitas
Wajah
Inspeksi : pucat
Palpasi
: hidrasi kulit baik, tidak ada finger print
N.VII fasialis
Motorik : ibu dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, tersenyum, meringgis,
menggembungkan pipi.
Mata
:
Inspeksi
: bentuk simetris,
Konjungtiva
: pucat
sklera: putih
N.III (Oculamotorius) gerakan bola mata : sesuai
Reflek pupil
Reflek pupil
Mata kiri
Mata kanan
Langsung
Mengecil
Mengecil
Tidak langsung
Mengecil
Mengecil
Reflek akomodasi
NII (optikus): Visus: mata emetrop
NIV (Trochlearis) : lapang pandang:
NVI (Abduscens) : T.I.O bola mata kiri = T.I.O bola mata kanan
Sinus
: tidak ada
d.
Hidung
Inspeksi
Inferior
Superior
Lateral
e.
Telinga kiri
Positif
Tidak ada lateralisasi
Sama dengan
pemeriksa
f.
Mulut
Inspeksi
: warna bibir pucat
NIX (Glossopharyngeus) : letak uvula di tengah, kemampuan menelan baik.
NXII (Hypoglossus)
: kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus
Motorik
: bisa menggerakkan lidah
NVIII Facialis : sensorik : pengecapan rasa manis, pahit, asin terasa jelas.
g. Leher
Inspeksi
: bentuk simetris
JVP
: 5 + 0 cm air
Pemompaan ventrikel: normal
Kaku kuduk
: tidak kekakuan otot-otot leher
h. Dada
Inspeksi
: bentuk simetris
Palpasi
: vokal fremitus
: normal
Perkusi
: suara paru-paru
: vesicular kanan= vesicular kiri
ekspansi paru: tidak ada
Batas atas jantung : ICS 2-3
batas kanan jantung: linea sternalis kanan
Batas kiri jantung : linea medio-clavicularis kiri Batas bawah jantung
Auskultasi
: bunyi nafas sterna :
bunyi paru-paru:
Suara tambahan : tidak ada rales, ronchi, wheezing dan pleural friction rub
Bunyi jantung
Bunyi jantung
BJ II (aorta)
BJ II (pulmonalis)
BJ II (pulmonalis)
BJ I (trikuspidalis)
BJ I (mitralis)
Heart Rate (HR)
: 88 x/menit
Hasil
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Nadi
: 88 x/menit
Abdomen
Inspeksi : bentuk datar, tepi perut tidak menonjol, umbilicus tidak menonjol.
Auskultasi : bising usus 20x/ menit
Palpasi
: tidak ada hepatomegali
Perkusi
: suara tympani, tidak ada asites
j. Punggung
Inspeksi : bentuk simetris
Auskultasi : suara napas dan bunyi jantung normal
Palpasi
: tidak ada pembengkakan
Perkusi
: tidak ada cairan
NXI Accesorius : bisa mengangkat bahu kiri dan kanan dan bisa menggerakkan kepala
k. Genitalia (tidak dilakukan pemeriksaan genitalia)
Inspeksi : tidak dilakukan pemeriksaan genitalia
Palpasi
: tidak dilakukan pemeriksaan genitalia
l. Ekstremitas
Inspeksi : kuku tangan kanan : pucat
kuku tangan kiri
: pucat
inspeksi : kuku kaki kanan
: pucat
kuku kaki kiri
: pucat
i.
kekuatan otot
:
Tangan kanan
5
Kaki kanan
5
Reflek
Tangan kiri
5
Kaki kiri
5
:
Otot
Tangan
Kiri
Positif
Positif
Bisep
Trisep
Archiles
Patella
Reflek Babinzki
NVIII (Vestibulo-acusticus) Keseimbangan
Pemeriksaan penunjang
Hb
: 9,4 gr/dL
Leukosit
: 7500 /mm3
Trombosit
: 350.000 /mm3
Kaki
Kanan
Positif
Positif
Kiri
Positif
Positif
Positif
: Pasien dapat berjalan pada
garis lurus
Kanan
Positif
Positif
Positif
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau
masalah kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data
yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan
status pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan
mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan. Dalam melakukan
pemeriksaan fisik, terdapat teknik dasar yang perlu dipahami, diantaranya
Inspeksi,Palpasi, Perkusi dan Auskultasi.