Anda di halaman 1dari 32

BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Silvia Safitri


Nama Wahana : RSUD Arosuka
Topik : Mioma Uteri
Tanggal(Kasus) : 11 April 2018
Nama Pasien : Ny. YL
Tanggal Presentasi : April 2018
Nama Pendamping : dr. Andriany Putri, dr. Nike Anggreni
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Arosuka
Objektif Presentasi : - Keilmuan
- Diagnostik
- Kasus Bedah
Bahan Bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi

1
BAB I
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. YL
Umur : 41 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Talang Babungo
No. MR : 809103

I. ANAMNESIS
Seorang pasien wanita umur 41 tahun datang ke ponek RSUD Arosuka tgl 11 April
2018.
Keluhan Utama : Nyeri perut bagian bawah sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah sejak 1 minggu yang lalu, nyeri perut
bagian bawah sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu, memberat 1 minggu ini. Nyeri
seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul.
- Nyeri saat berhubungan sejak 6 bulan yang lalu, pasien mengeluh keluar darah sedikit
dari jalan lahir setelah berhubungan.
- Riwayat Menstruasi tidak teratur sejak 3 tahun ini, ganti duk 2x/hari, selama 5-7 hari,
nyeri haid (+). Namun 1 bulan yang lalu darah haid lebih banyak dari sebelumnya,
ganti duk 4x/ hari selama 15 hari dan disertai rasa nyeri yang berlebihan. Bulan ini
pasien belum haid lagi.
- Riwayat keputihan sejak 3 tahun yang lalu, keputihan berwarna kecoklatan dan berbau
amis. Pasien rutin kontrol ke poli kebidanan sejak 3 tahun yang lalu, keputihan sudah
berkurang sejak beberapa bulan ini.
- Pasien buka implan november 2017, pasien tidak haid sejak buka implan sampai bulan
februari 2018.
- Riwayat sering pijat perut (-), riwayat minum jamu (-)
- Nafsu makan biasa, Penurunan BB (-)_
- Menikah 1x / 26 tahun
- Riwayat kehamilan / abortus / persalinan :

2
1. Abortus (-)
2. Anak 1 : laki-laki /3,6 gram/normal/ bidan
3. Anak 2 : perempuan /3,2 gram/normal/ bidan
4. Penggunaan KB (+) : implan sejak 2015, pasien buka implan nov 2017.
- Riwayat Pengobatan :
 Pasien rutin berobat ke poli kebidanan sejak 3 tahun yang lalu.
 Pada Oktober 2017, pasien melakukan Paps Smear dengan hasil NILM dan
servisitis kronis sedang-berat.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat infeksi saluran kemih berulang tahun 2015
- Riwayat Servisitis kronis sedang-berat tahun 2017
- Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.

II. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALISTA
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Composmentis cooperatif
Tanda Vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 88 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,8oC
Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), RC (+/+)
- Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
- Thorax
Jantung :I : iktus cordis tidak terlihat
Pal : iktus cordis teraba di RIC 5, 2 jari medial LMCS

3
P : batas jantung kiri di RIC 5, 2 jari medial LMCS, Batas
jantung kanan di RIC 5 linea Sternalis kanan.
A : : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru :I : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Pal : fremitus sama kiri dan kanan
P : sonor pada kedua lapangan paru
A : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +

STATUS GINEKOLOGI
Abdomen :
 Inspeksi : Tidak tampak benjolan, tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas
operasi (-).
 Palpasi : Tidak teraba benjolan, Nyeri tekan - - -
- - -
 Perkusi : Timpani + + +
 Auskultasi : BU(+) normal

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Ultrasonografi (USG) Abdomen :

 Tampak massa padat menempel dengan uterus ukuran 4 cm x 6 cm

4
Pemeriksaan Darah Lengkap :
 Hb : 14,4 g/dL
 WBC : 13.200 mm2 (Leukositosis)
 PLT : 376.000 mm2
 HCT : 40 %
 HbSAg : (-)
 GDR : 89 mg%
 SGOT : 20 U/L
 SGPT : 19 U/L

IV. DIAGNOSIS
Mioma Uteri (Intramural)

V. PENATALAKSANAAN
 Rencana Laparatomi
 KIE pasien dan keluarganya
 Persiapkan laparatomi
 Observasi keadaan umum pasien dan vital sign
 IVFD RL 20 tpm
 Pasang kateter urine
 Inj. Ceftriaxon 2x1 gr (skin test)

LAPARATOMI
Tindakan Operasi : Histerektomi Supra Vagina
Penemuan Intra Operasi :
 Uterus ukuran 4 x 5 cm
 Massa ukuran 4 x 6 cm
 Perdarahan ± 250 cc

5
VI. FOLLOW UP Nadi : 80 x/menit
1 Hari Post Operatif, 12/4/2018 RR : 20 x/menit
S/ Demam (-) Suhu : 36,5oC
Nyeri luka operasi (+) A/ mioma uteri Post
Mual (+) Hysterectomi supra vagina Hari
Muntah (-) ke 2
O/ KU : baik P/ Cefadroxil 2x500 mg
Kes : compos mentis Metronidazol 3x500 mg
TD : 110/70 mmHg Sulfas Ferosus 2x300 mg
Nadi : 78 x/menit Asam Mefenamat 3x500mg
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC 3 Hari Post Operatif, 14/4/2018
A/ mioma uteri Post S/ Demam (-)
Hysterectomi supra vagina Nyeri luka operasi (+)
hari ke 1 berkurang
P/ IVFD RL 20 tpm O/ KU : baik
Inj. Ceftriaxon 2x1 gr Kes : compos mentis
Metronidazol 3x500 mg TD : 120/70 mmHg
Sulfas Ferosus 2x300 mg Nadi : 82 x/menit
Asam Mefenamat 3x500mg RR : 20 x/menit
Metoklopramid 3x10 mg Suhu : 36,5oC
A/ Mioma uteri Post
2 Hari Post Operatif, 13/4/2018 Hysterectomi supra vagina hari
S/ Demam (-) ke 3
Nyeri luka operasi (+) P/ Cefadroxil 2x500 mg
Mual (-) Metronidazol 3x500 mg
BAB (+) lunak Sulfas Ferosus 2x300 mg
O/ KU : baik Asam Mefenamat 3x500mg
Kes : compos mentis Boleh pulang
TD : 120/80 mmHg

6
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif
Wanita Usia 41 tahun datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 1 minggu yang
lalu. Nyeri perut bagian bawah sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu, memberat 1 minggu
ini. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul. Nyeri saat berhubungan sejak 6 bulan yang
lalu, pasien mengeluh keluar darah sedikit dari jalan lahir setelah berhubungan. Riwayat
Menstruasi tidak teratur sejak 3 tahun ini, ganti duk 2x/hari, selama 5-7 hari, nyeri haid (+).
Namun 1 bulan yang lalu darah haid lebih banyak dari sebelumnya, ganti duk 4x/ hari selama
15 hari dan disertai rasa nyeri yang berlebihan. Riwayat keputihan sejak 3 tahun yang lalu,
keputihan berwarna kecoklatan dan berbau amis. Pasien rutin kontrol ke poli kebidanan sejak
3 tahun yang lalu, keputihan sudah berkurang sejak beberapa bulan ini. Pasien buka implan
november 2017, pasien tidak haid sejak buka implan sampai bulan februari 2018. Riwayat
sering pijat perut (-), riwayat minum jamu (-), Nafsu makan biasa, Penurunan BB (-).
Riwayat infeksi saluran kemih berulang sejak tahun 2015.
2. Objektif
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis cooperatif , tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit,
frekuensi nafas 20 x/menit, suhu 36,8oC, Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-). Pada
pemeriksaan abdomen tidak ditemukan adanya benjolan, didapatkan nyeri tekan pada regio
suprapubic, iliaca dextra dan sinistra. Dari pemeriksaan labor didapatkan hasil Leukosit yang
meningkat 13.200 mm2. Pada USG tampak massa padat menempel dengan uterus ukuran 4
cm x 6 cm.

3. Assesment
Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (intramural,
submukosa, subserosa), besarnya tumor, serta perubahan dan komplikasi yang terjadi. Pada
pasien perempuan ini, data-data yang mendukung diagnosis mioma uteri intramural adalah
gangguan haid berupa menorrhagia (perdarahan haid yang lebih banyak dari normal). Gejala
yang lain berupa rasa nyeri pada perut bagian bawah. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
nyeri tekan pada perut bagian bawah, serta pada pemeriksaan penunjang USG tampak massa
padat menempel dengan uterus ukuran 4cm x 6cm.

4. Plan
Diagnosis Klinis : Mioma Uteri Intramural

7
Tatalaksana :
 Laparatomi
 IVFD RL 20 tpm
 Pasang kateter urine
 Inj. Ceftriaxon 2x1 gr (skin test).
Edukasi :
 Penjelasan mengenai keadaan yang dialami dan tatalaksana yang akan diberikan
pada pasien.
 Penjelasan mengenai keadaan pasca operasi, bahwa pasien tidak bisa memiliki
anak lagi.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal,
batas jelas, mempunyai pseudokapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga
dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma
berwarna lebih pucat, relatif bulat, kenyal, berdinding licin, dan apabila dibelah bagian
dalamnya akan menonjol keluar sehingga mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah
kapsul.
1.2. Epidemiologi
Mioma uteri terjadi pada 20-25% perempuan di usia reproduktif, tetapi oleh faktor
yang tidak diketahui dengan pasti. Insidensinya 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna
dibandingkan dengan ras kulit putih. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum
menarce, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh.
Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20-30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma
uteri ditemukan pada 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini
paling sering ditemukan pada wanita umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada
wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih
sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak
pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang
pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila
ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nulipara.

1.3. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan
penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang
dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai
abnormalitas kromosom lengan 12q13-15. Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai
faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10%
pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala
klinis antara 35-45 tahun.

9
2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nulipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini
saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan mioma
uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan
riwayat keluarga yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma,
dimana mioma uteri muncul setelah menarce, berkembang setelah kehamilan dan
mengalami regresi setelah menopause.

1.4. Patofisiologi
Penyebab mioma uteri menurut teori onkogenik dibagi menjadi 2 faktor, yaitu
inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih
belum diketahui dengan pasti. Dari penelitian yang menggunakan glucose-6-phosphatase
dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan yang uniseluler.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari
miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor
lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor.

10
Tidak didapatkan bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma,
namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari
reseptor estrogen dengan konsistensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan miometrium
sekitarnya, namun konsentrasinya lebih rendah jika dibandingkan dengan endometrium.
Hormon progesteron meningkatkan aktivitas mitotik dari mioma pada wanita muda,
namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti.
Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis
dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi
matriks ekstraseluler.
Namun, tidak ada bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa estrogen menjadi
penyebab mioma. Telah diketahui bahwa hormon memang menjadi prekursor
pertumbuhan miomatosa. Mioma tumbuh cepat saat penderita hamil atau terpapar
estrogen dan mengecil atau menghilang setelah menopause.

11
1.5. Klasifikasi mioma uteri
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
1. Lokasi
1. Cervical (2,6%) umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi
2. Isthmica (7,2%) lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius
3. Corporal (91%) merupakan lokasi paling lazim dan seringkali tanpa gejala

12
2. Lapisan Uterus
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa
(48%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%). Mioma uteri dibagi 4 jenis,
yaitu:
Mioma Uteri Submukosa
Mioma submukosa berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga
uterus. Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan
keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan.
Dari sudut klinik, mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural
walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak
berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan
keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai
terapinya dilakukan histerektomi.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedunculated. Mioma submukosa pedunculated adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan
nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi,
ulserasi, nekrosis, dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia
dan sepsis karena proses di atas.

Mioma Uteri Subserosa


Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus yang diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat
pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan
ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma
intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu
massa. Perlengketan dengan usus, omentum, atau mesenterium di sekitarnya

13
menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya
tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai
massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis
parasitik.

Mioma Uteri Intramural


Mioma intramural terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena
pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang
mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus
akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma
yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil
dan tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-
benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma ini sering tidak
memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa
tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadangkala tumor tumbuh sebagai mioma
subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat
besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).
Secara makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada
potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan.
Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor
mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi
menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik
tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran, meniru
gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis
iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami
atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan
sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya
pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atrofi
postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.

14
Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wondering parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu
uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium
uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos
dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan
pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan.

Gambar 1. Jenis-Jenis Mioma Uteri

1.6. Gejala klinis


Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala klinis hanya ditemukan pada 35-50%
penderita mioma. Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada
(serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang
terjadi. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Perdarahan Abnormal Uterus


Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal ini terjadi
pada 30% penderita. Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya berupa
hipermenorrhea, menorrhagia dan dapat juga terjadi metrorrhagia. Bila perdarahan
terjadi secara kronis, maka dapat terjadi anemia defisiensi besi.

15
Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan
pasokan darah endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor
(terutama vena), atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai
seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan
dari infeksi. Dismenorrhea dapat disebabkan oleh efek penekanan, kompresi,
termasuk hipoksia lokal miometrium.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain :
♣ Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adeno
karsinoma endometrium.
♣ Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
♣ Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
♣ Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah
yang melaluinya dengan baik.

2. Rasa Nyeri
Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus, kecuali apabila kemudian
terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi
akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma, atau kontraksi uterus
sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala akut
abdomen dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi
merah yang mengiritasi selaput peritoneum, seperti pada peritonitis. Mioma yang
besar dapat menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri
pinggang dapat terjadi pada penderita mioma akibat penekanan pada persyarafan
yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.

16
Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenorrhea.

3. Gejala dan Tanda Penekanan


Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar.
Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna dan perlekatannya
dengan omentum dapat menyebabkan strangulasi usus. Bila ukuran tumor lebih
besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih, dan rektum.
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio
urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum
dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh
limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.

4. Disfungsi Reproduksi
Abortus spontan dapat terjadi akibat efek penekanan langsung mioma terhadap
kavum uteri. Hubungan antara mioma uteri dengan infertilitas masih belum jelas.
Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.
Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan
transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral. Mioma uteri
juga dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya
diperlukan untuk motilitas sperma di dalam uterus.
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya
abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena
adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi
embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi
endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.

17
1.7. Diagnosis

1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat diduga
dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur,
gerakan bebas, dan tidak nyeri. Mioma uteri dapat ditemukan melalui pemeriksaan
bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan
kontur uterus.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL)
terutama untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan laboratorium lainnya disesuaikan
dengan keluhan pasien. Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini
disebabkan perdarahan uterus yang berlebihan dan habisnya cadangan zat besi.
Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus
menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit
ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan
peningkatan tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan
eritropoetin ginjal.

4. Pemeriksaan Imaging

a. Ultrasonografi
USG transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya
mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang
kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran
ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun
pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik
dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang
hipoekoik.

18
b. Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. Dapat
digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh ke arah kavum uteri
pada pasien infertil.

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi
jarang diperlukan dan biaya pemeriksaan lebih mahal. Pada MRI, mioma
tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari
miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat
dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi
alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.

1.8. Diagnosis Banding


Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan adalah :
 Tumor abdomen di bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan
kehamilan.
 Mioma submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri.
 Mioma intramural harus dibedakan dengan khoriokarsinoma, karsinoma korporis
uteri atau suatu sarkoma uteri.
 Tumor solid ovarium
Pertumbuhan tumor diikuti oleh infiltrasi ke jaringan sekitar yang menyebabkan
pelbagai keluhan samar-samar seperti perasaan sebah, makan sedikit terasa cepat
kenyang, sering kembung, nafsu makan menurun. Beberapa gejala yang timbul dapat
membuat keraguan dalam mendiagnosa mioma karena memberikan beberapa keluhan
yang hampir sama. Kecenderungan untuk melakukan implantasi di daerah perut
merupakan ciri khas suatu tumor ganas ovarium yang menghasilkan ascites.
 Uterus gravid
 Adenomiosis uteri
Adenomiosis secara klinis lebih banyak persamaannya dengan mioma uteri.
Adenomiosis lebih sering ditemukan pada multipara dalam masa premenopause,
sedangkan endometriosis terdapat pada wanita yang lebih muda dan yang umumnya
infertil. Menurut kepustakaan frekuensi adenomiosis berkisar antara 10 – 47 %.

19
Diagnosis untuk adenomiosis yang akurat sekarang dapat dilakukan dengan tehnik
MRI.
Patologi:
Pembesaran uterus pada adenomiosis umumnya difus. Didapat penebalan dinding
uterus, dengan dinding posterior biasanya lebih tebal. Uterus umumnya berbentuk
simetrik dengan konsistensi padat, dan tidak menjadi lebih besar dari tinju atau uterus
gravidus 12 minggu.
Adenomiosis ini sering terdapat bersama-sama dengan mioma uteri. Walaupun
jarang, adenomiosis dapat ditemukan tidak sebagai tumor difus melainkan sebagai
tumor dengan batas yang nyata. Dalam hal ini kelainan tersebut yang dinamakan
endometrioma uteri, sukar dibedakan dari mioma uteri. Gambaran mikroskopik yang
khas pada adenomiosis ialah adanya pulau-pulau jaringan endometrium di tengah-
tengah otot uterus. Pulau-pulau ini dapat menunjukkan perubahan siklik, akan tetapi
umumnya reaksi terhadap hormon-hormon ovarium tidak begitu sempurna seperti
endometrium biasa. Walaupun demikian dapat ditemukan kista-kista kecil berisi darah
tua di tengah-tengah jaringan adenomiosis. Kadang-kadang kelenjar-kelenjar dari
endometrium menunjukkan hiperlasia kistik, bahkan dapat ditemukan sel-sel atipik,
akan tetapi keganasan sangat jarang terjadi.
Jaringan otot di sekitar pulau-pulau endometrium mengalami hiperplasia dan
hipertrofi dan segala sesuatu memberi gambaran seperti anyaman dengan bintik hitam
di dalamnya, tanpa adanya semacam kapsula seperti pada mioma. Kehamilan akan
menyebabkan endometrium ektopik ini berubah seperti desidua.
Diagnosis :
Diagnosis adenomiosis dapat diduga, apabila pada wanita berumur sekitar 40
tahun dengan banyak anak, keluhan menoragia dan dismenorea makin menjadi, dan
ditemukan uterus yang membesar simetrik dan berkonsistensi padat. Akan tetapi
diagnosis yang pasti baru bisa dibuat setelah pemeriksaan uterus pada waktu operasi
atau sesudah diangkatnya pada operasi itu.
 Endometriosis
Adalah suatu keadaan di mana jaringan endometrium yang masih berfungsi
terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar-kelenjar atau
stroma, terdapat di dalam miometrium atau pun di luar uterus. Bila jaringan
endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, dan bila di luar
uterus disebut endometriosis.

20
Gambaran Mikroskopis :
Pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan ciri – ciri khas bagi endometriosis,
yakni kelenjar – kelenjar dan stroma endometrium, dan perdarahan bekas dan baru
berupa eritrosit, pigmen hemosiderin, dan sel – sel makrofag berisi hemosiderin.Di
sekitarnya tampak sel – sel radang dan jaringan ikat, sebagai reaksi dari jaringan
normal di sekelilingnya (jaringan endometriosis).Jaringan endometriosis seperti juga
jaringan endometrium di dalam uterus, dapat dipengaruhi oleh estrogen dan
progesteron. Akan tetapi besarnya pengaruh tidak selalu sama, dan tergantung dari
beberapa faktor, antara lain dari komposisi endometriosis yang bersangkutan (apakah
jaringan kelenjar atau jaringan stroma yang lebih banyak), dari reaksi jaringan normal
di sekitarnya, dan sebagainya. Sebagai akibat dari pengaruh hormon – hormon
tersebut, sebagian besar dari sarang – sarang endometriosis berdarah secara periodik.
Perdarahan yang periodik ini menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya berupa
radang dan perlekatan.
Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis.
Apabila kehamilannya berakhir, rekasi desidual menghilang disertai dengan regresi
sarang endometriosis, dan dengan membaiknya keadaan. Pengaruh baik dari
kehamilan kini menjadi dasar pengobatan endometriosis dengan hormon untuk
mengadakan apa yang dinamakan kehamilan semu (pseudopregnancy). Secara
mikroskopik endometriosis merupakan suatu kelainan yang jinak, akan tetapi kadang
- kadang sifatnya seperti tumor ganas. Antara lain bisa terjadi penyebaran
endometriosis ke paru – paru dan lengan, selain itu bisa terdapat infiltrasi ke bawah
kavum Douglasi ke fasia rektovaginal, ke sigmoid, dan sebagainya.
Gambaran klinis :
Gejala – gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah : nyeri perut
bawah yang rogresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama haid (dismenorea),
dispareunia, nyeri waktu defekasi, khususnya pada waktu haid, poli dan
hipermenorea, infertilitas.
Patologi :
Gambaran mikroskopis dari endometriosis sangat variabel. Lokasi yang paling
sering terdapat ialah pada ovarium, dan biasanya di sini didapati pada kedua ovarium.
Pada ovarium tampak kista – kista biru kecil sampai kista besar (kadang – kadang
sebesar tinju) berisi darah tua menyerupai coklat (kista coklat atau endometrioma)

21
Diagnosis :
Biasanya dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dipastikan
dengan pemeriksaan laparoskopi. Pada endometriosis yang ditemukan pada lokasi
seperti forniks vaginae posterior, perineum, parut laparotomi, dan sebagainya, biopsi
dapat memberi kepastian mengenai diagnosis. Pemeriksaan laboratorium pada
endometriosis tidak memberikan tanda yang khas, hanya apabila ada darah dalam
tinja atau air kencing pada waktu haid dapat menjadi petunjuk tentang adanya
endometriosis pada rektosigmoid atau kandung kencing. Laparoskopi merupakan
pemeriksaan yang sangat berguna untuk membedakan endometriosis dengan kelainan
– kelainan lain di pelvis.
 Perdarahan uterus disfungsional
Yaitu perdarahan bukan haid.Yang dimaksudkan di sini ialah perdarahan yang terjadi
dalam masa antara 2 haid. Perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari
haid, atau 2 jenis perdarahan ini menjadi satu ; yang pertama dinamakan metroragia ,
yang kedua menometroragia .Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh
kelainan organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.Perdarahan-
perdarahan dari uterus selain mioma uteri dapat disebabkan oleh kelainan pada :
1. Serviks uteri, sepeti polipus servisitis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada
porsio uteri, karsinoma servisitis uteri.
2. Korpus uteri, seperti polip endometrium , abortus imminens, abortus sedang
berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma ,
subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri.
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik dinamakan
perdarahan disfungsional.Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur
antara menarche dan menopause.Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu
masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium.Dua pertiga dari wanita-wanita yang
dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur di atas 40 tahun, dan
3 % di bawah 20 tahun.Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan
disfungsional dalam masa pubertas , akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat
sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit kecuali perdarahan
tersebut disebabkan karena sebab-sebab tertentu seperi mioma.
 Tumor solid rongga pelvis non ginekologis.
 Miosarkoma
USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis.

22
1.9. Komplikasi
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat
degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.
Perubahan sekunder tersebut, antara lain :
♣ Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah persalinan, mioma uteri menjadi kecil.
♣ Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor
kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Terjadi pada mioma yang telah matang
atau “tua” dimana bagian yang semula aktif tumbuh kemudian terhenti akibat
kehilangan pasokan nutrisi dan berubah warnanya menjadi kekuningan, melunak atau
melebur menjadi cairan gelatin sebagai tanda terjadinya degenerasi hialin.
♣ Degenerasi kistik : dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari
mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi
agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga
menyerupai limfangioma. Adanya kompresi atau tekanan fisik pada bagian tersebut
dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke kavum uteri, kavum peritoneum, atau
retroperitoneum.
♣ Degenerasi membatu (calcereus degeneration) : terutama terjadi pada wanita
berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya
pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan
memberikan bayangan pada foto rontgen. Umumnya mengenai mioma subserosa yang
sangat rentan terhadap defisit sirkulasi yang dapat menyebabkan pengendapan
kalsium karbonat dan fosfat di dalam tumor.
♣ Degenerasi merah (carneus degeneration) : perubahan ini terjadi pada kehamilan
dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan
vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah
berwarna merah yang disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin.
Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis,
haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada
perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau
mioma bertangkai.
♣ Degenerasi lemak (miksomatosa) : jarang terjadi dan umumnya asimtomatik,
merupakan kelanjutan degenerasi hialin dan kistik.

23
♣ Septik : defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian
tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku dinding
perut, dan demam akut.

Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri :

a) Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh
mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya
baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan
akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi
pembesaran sarang mioma dalam menopause.

b) Torsi (Putaran Tangkai)


Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut.
Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
c) Nekrosis dan Infeksi
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena
gangguan sirkulasi darah padanya.

2.0. Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri
tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga
biasanya mioma yang ditangani, yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta
mioma yang diduga menyebabkan infertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri
terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause
tanpa gejala. Cara penanganan konservatif sebagai berikut :
♣ Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
♣ Bila anemia (Hb < 8 g/dl), maka lakukan transfusi PRC
♣ Pemberian zat besi.
♣ Dalam dekade terakhir ada usaha mengobati mioma uterus dengan GnRH
agonist (GnRHa). Saat ini pemakaian Gonadotropin-Releasing Hormone
(GnRH) agonist memberikan hasil untuk memperbaiki gejala-gejala klinis yang

24
ditimbulkan oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonist bertujuan untuk
mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari
ovarium. Dari penelitian didapatkan data bahwa pemberian GnRH agonist
selama 6 bulan pada pasien dengan mioma uteri, didapatkan adanya
pengurangan volume mioma sebesar 44%. Efek maksimal pemberian GnRH
agonist baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3 bulan berikutnya, tidak terjadi
pengurangan volume mioma secara bermakna.
Pemberian GnRH agonist sebelum dilakukan tindakan pembedahan
akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan
tindakan pembedahan. Terapi hormonal lainnya seperti kontrasepsi oral dan
preparat progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal,
namun tidak dapat mengurangi ukuran mioma.
♣ Hormon androgen yang dianggap sebagai hormon laki-laki diberikan sebagai
terapi pengobatan yang dapat menghilangkan gejala mioma.
♣ Danazol, obat sintetik yang sama dengan testoteron, dapat menyusutkan
myoma, mengurangi ukuran uterus, menghentikan menstruasi dan memperbaiki
anemia. Terdapat efek samping seperti pertambahan berat badan, dysphoria
(depresi), jerawat, sakit kepala, suara yang berat. Efek samping tersebut
membuat banyak wanita enggan memakai obat ini.

Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang
menimbulkan gejala. Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi.
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan
American Society for Reproductive Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada
pasien dengan mioma uteri adalah :
a) Perdarahan uterus yang tidak berespon terhadap terapi konservatif
b) Dugaan adanya keganasan
c) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d) Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
e) Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
f) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g) Anemia akibat perdarahan

25
Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan
fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada
beberapa tindakan untuk melakukan miomektomi berdasarkan ukuran dan lokasi
dari mioma. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi,
histereskopi, maupun dengan laparoskopi.
Tindakan miomektomi dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum
pada myoma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang
mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila
miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan
akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.
Miomektomi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadi
carcinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan.
Miomektomi dilakukan bila :
o Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12 – 14 minggu.
o Pertumbuhan tumor cepat.
o Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
o Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
o Hipermenorea pada mioma submukosa.
o Penekanan pada organ sekitarnya.

a. Miomektomi selama kehamilan


Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma
dalam kehamilan. Demikian pula tidak dilakukan abortus provokatus. Apabila
terjadi degenerasi merah pada mioma, biasanya sikap konservatif dengan
istirahat baring dan pengawasan yang ketat memberi hasil yang cukup
memuaskan. Antibiotika tidak banyak gunanya karena proses peradangannya
bersifat suci hama. Akan tetapi, apabila dianggap perlu , dapat dilakukan
laparotomi percobaan dan tindakan selanjutnya disesuaikan dengan apa yang
ditemukan waktu perut dibuka.
Miomektomi selama kehamilan harus dibatasi pada mioma yang jelas
memiliki tangkai dan dapat djepit dan diikat dengan mudah (Burton dkk,
1989). Mioma jangan dipotong dari uterus selama kehamilan atau saat

26
pelahiran, karena dapat terjadi perdarahan deras dan kadang – kadang ,
terpaksa dilakukan histerektomi. Walaupun Glavind dkk (1990) berkeras
bahwa pendekatan agresif tidak akan meningkatkan kematian janin
dibandingkan dengan tindakan non bedah, tetapi hal ini masih perlu
dibuktikan.Biasanya mioma mengalami involusi nyata setelah pelahiran ;
karena itu , miomektomi harus ditunda sampai terjadi involusi. Apabila mioma
menghalang-halangi lahirnya janin , harus dilakukan secsio sesarea segera.

b. Miomektomi Sebelum Kehamilan


Pengangkatan suatu leiomioma intramural sangat berbahaya bagi
kehamilan berikutnya. Setelah miomektomi , terjadi peningkatan bermakna
risiko ruptur uteri pada kehamilan berikutnya. Selain itu, ruptur dapat terjadi
pada awal kehamilan dan jauh sebelum persalinan (Golan dkk, 1990). Apabila
miomektomi menyebabkan defek yang mengenai atau dekat dengan
endometrium, kehamilan berikutnya perlu diakhiri sebelum terjadi persalinan
aktif. Baru – baru ini dilakukan embolisasi arteri pada mioma uteri wanita
tidak hamil (Katsumori dkk 1999). Hasil dan penyulit pada kehamilan setelah
tindakan ini tidak diketahui.

c. Miomektomi Setelah Kehamilan


Dalam masa nifas mioma dibiarkan kecuali apabila timbul gejala-
gejala akut yang membahayakan. Pengangkatannya dilakukan secepat-
cepatnya setelah 3 bulan ; akan tetapi pada saat itu mioma kadang-kadang
sudah demikian mengecil sehingga tidak memerlukan pembedahan.
 Laparoskopik
Satu atau beberapa myoma diangkat menggunakan tehnik
laparaskopi atau endoskopi. Laparaskopi dilakukan dengan membuat
insisi kecil pada dinding abdomen dan memasukkan laparaskop ke
dalamnya. Keuntungannya adalah pasien tidak perlu rawat inap dan
penyembuhannya lebih cepat daripada laparatomi. Kerugiaannya
adalah dibutuhkan waktu yang lama untuk mengangkat myoma yang
besar dari abdomen.

27
Tampilan dari laparoskopik pelvis yang menunjukkan adanya mioma uteri.

 Penghancuran mioma
Yaitu dengan menghambat suplai darah mioma : miolisis yaitu
dengan laparaskop, laser fiber / alat elektrik diletakkan pada fibroma,
kemudian pembuluh darah yang memberi makan mioma dibekukan
atau digumpalkan, sehingga jaringan myoma yang akan mati dan
berangsur-angsur digantikan dengan jaringan parut. Ini lebih mudah
dilakukan daripada myomektomi dan penyembuhannya lebih cepat.
 Uterine Artery Embolization (UAE)
Arteri uterina diinjeksi dengan butiran polyvinyl alkohol
melalui kateter yang nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma
dan menyebabkan nekrosis. Penting untuk diketahui, setelah
dilakukan UAE, kehamilan tidak diperkenankan karena terjadi distorsi

28
signifikan dari lapisan uterus yang dapat menyebabkan implantasi
abnormal dan keguguran serta infertilitas dalam waktu yang lama.
Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan myoma.
Keuntungannya adalah tidak ada insisi dan waktu penyembuhannya
yang cepat.
 Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih
menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan
fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi
pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada
kemungkinan terjadi karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga
dihindari pada masa kehamilan.Tindakan ini seharusnya dibatasi pada
tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan
diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau
sangat berdekatan dengan endometrium , kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan sectio caesarea.
Kriteria preopersi menurut American College of Obstericians
Gynecologist (ACOG) adalah sebagai berikut :
 Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
 Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas
tegas.
 Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab
kegagalan kehamilan dan keguguran yang berulang.

Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan pembedahan untuk pengangkatan uterus.
Histerektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pendekatan
perabdominal (laparotomi), pervaginam, dan pada beberapa kasus secara
laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh
kasus. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi
bila didapatkan keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus
urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.

29
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total
abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH).
Masing-masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
STAH dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti
perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum.
Namun dengan melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan
timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut
penelitian didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah
dibandingkan dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan
fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat
menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi dimana
keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.
Tindakan histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan vagina,
dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Histerektomi
pervaginam jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan
tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Secara umum, histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang
dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Selain itu, kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi juga
lebih minimal. Masa penyembuhan pada pasien yang menjalani histerektomi
vaginal lebih cepat dibandingkan dengan yang menjalani histerektomi abdominal.
Prosedur histerektomi dengan laparoskopi dapat berupa miolisis. Miolisis per
laparoskopi efektif untuk mengurangi ukuran mioma dan menimbulkan
devaskularisasi mioma sehingga mengurangi gejala yang terjadi.
Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
a) Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau
yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.
b) Perdarahan uterus berlebihan :
 Perdarahan yang banyak bergumpal – gumpal atau terjadi
berulang – ulang selama lebih dari 8 hari.
 Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
c) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
 Nyeri hebat dan akut.

30
 Rasa tertekan pada punggung bawah atau perut bagian bawah
yang kronis.
 Penekanan buli – buli dan frekuensi urine yang berulang –
ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.

Mioma

Besar < 14 mgg Besar > 14 mgg

Tanpa keluhan Dengan keluhan

Konservatif Operatif

Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri

 Penanganan Radioterapi
 Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad
risk patient).
 Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi
sehingga penderita mengalami menopause.Karena itu tindakan
ini tidak dilakukan pada wanita muda.
 Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat
kontra indikasi untuk tindakan operatif.
 Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
 Bukan jenis submukosa.
 Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada
keganasan pada uterus.
 Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.

31
DAFTAR PUSKTAKA

Achadiat CM. 2004. Prosedur tetap Obstetri dan ginekologi. Jakarta : EGC
Crum MD, Christopher P & Kenneth R. Lee MD. 2003. Tumors of the
Myometrium in Diagnostic Gynecologic and Obstetric Pathology. Boston : Elsevier Saunders
Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH Agonis Sebelum Histerektomi atau Miomektomi.
Farmacia. Vol III NO. 12. Juli 2004. Jakarta
Joedosapoetro MS. 2003. Ilmu Kandungan. Wiknjosastro H, Saifudin AB,
Rachimhadi T. Editor. Edisi Ke-2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Manuaba IBG. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi. Edisi
2. Jakarta : EGC
Rayburn WF. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: H. TMA Chalik. Jakata.
Widya Medika.
Anonim, 2006. Biomolekuler Mioma Uteri. Available from :
http://digilib.unsri.ac.id/download/Biomolekuler%20Mioma%20Uteri.pdf (Accessed on July
20, 2012).
Jevuska O, 2007. Mioma Geburt. Available from : http://oncejevuska.blogspot.com.
(Accessed : July 21, 2012).
Adriaansz G, 2011. Tumor Jinak Organ Genitalia. Dalam Anwar M, Baziad A,
Prabowo RP. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Cetakan Pertama. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirodihardjo : Jakarta.

32

Anda mungkin juga menyukai