SKENARIO 2
LUMPUH SEPARUH BADAN
Nomor
I
Nama
Olfaktori
Jenis
Sensori
II
Optik
Sensori
III
IV
V
Okulomotor
Troklear
Trigeminal
Motorik
Motorik
Gabungan
VI
VII
Abdusen
Fasial
Motorik
Gabungan
VIII
Vestibulokoklear
Sensori
IX
Glosofaringeal
Gabungan
Vagus
Gabungan
XI
XII
Aksesori
Hipoglosal
Motorik
Motorik
Fungsi
Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya ke otak
untuk diproses sebagai sensasi bau
Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke otak untuk
diproses sebagai persepsi visual
Menggerakkan sebagian besar otot mata
Menggerakkan beberapa otot mata
Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk diproses di otak
sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
Abduksi mata
Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah untuk
diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi
wajah
Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di otak sebagai
suara
Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah untuk
diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
Mengendalikan pergerakan kepala
Mengendalikan pergerakan lidah
|1
|2
|3
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang
terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik
berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan
ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot
buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot
platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
|4
|5
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke
empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah
dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
|6
1.2.
1.
Motorik
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan diatur oleh pusat
gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks, ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras
untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal :
A. Traktus piramidal s. Traktus Corticospinalis
Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4 Broadmann), yang disebut
juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat motorik disalurkan melalui traktus piramidal
berakhir pada cornu aanterior medulla spinalis.
Pusat jaras Motorik
Neuron Motorik Atas
Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat Supraspinal). Meliputi :
o
o
o
Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai Neuron
orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui corona radiata masuk crus
posterior capsula interna mes-encephalon, pons, medulla oblongata dan medulla spinalis bersinap
dengan neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.
|7
1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus precentralis
1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus precentralis
1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus postcentralis
Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior subt.grisea
Neuron orde ketiga axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai radix anterior
n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi
ke efektor sadar
|8
B. Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla oblongata
(neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla spinalis :
traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi kontraksi otot
skelet berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.
2. Tractus Tectospinalis
Asal
Jalan
: menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya dekat sekali
dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan
: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron orde kedua dan
ketiga
|9
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan
3. Tractus Rubrospinalis
Asal
: nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi coliculus
superior.
Jalan
: axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati pns, medulla
oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi
: memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor berkaitan
dengan fungsi keseimbangan tubuh
| 10
: nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata), menerima akson
dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
5. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex cerebrii, corpus
striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
| 11
Tujuan
Asal
Tujuan
Asal
: area brodmann 9
Tujuan
Asal
: area brodmann 6
Tujuan
Asal
: area brodmann 4
Tujuan
b. Tractus corticohypothalamicus
Asal
: cortec hypocampi
Tujuan
: hypothalamus
c. Tractus corticosubthalamicus
Asal
: area brodman 6
| 12
: subthalamus
d. Tractus Corticonigra
Asal
Tujuan
: substantia nigra
2.
Sensorik
Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan alat ini sistem
saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam dan luar. Setiap reseptor sensoris
mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan mentranduksi energi fisik ke dalam sinyal (impuls) saraf.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:
Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung, lambung, usus, dll.
Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause (untuk suhu dingin), dan
akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan oleh adanya kerusakan
jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa
nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).
Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima sel reseptor
olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor pengecap di lidah, reseptor kimiawi
dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas
cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.
Photoreseptor
| 13
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal diterima reseptor
dibawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior menuju cornu posterior medulla spinalis
berganti menjadi neuron sensoris ke-2 lalu menyilang ke sisi lain medulla spinalis membentuk
jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus spinotalamikus menuju thalamus di otak berganti
menjadi neuron sensoris ke-3 menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis
(lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla spinalis lalu naik sebagai funiculus
grasilis dan funiculus cuneatus berakhir di nucleus Goll berganti menjadi neusron sensoris ke-2
menyilang ke sisi lain medulla spinalis menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3
menuju ke korteks somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).
1.3.
VASKULARISASI OTAK
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri carotis dan dua arteri vertebralis :
Arteri carotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri carotis comunis, naik dan masuk ke rongga
tengkorak melalui canalis carotikus, berjalan dalam sinus cavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus
opticus dan retina, akhirnya bercabang dua : arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media :
Arteri carotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer.
Arteri cerebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah,
corpus calosum dan nukleus caudatus.
Arteri cerebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan
temporalis.
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subclavia, menuju
dasar tengkorak melalui canalis transversalis di kolumna vertebralis cervikalis, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri cerebelli inferior. Pada batas medulla
oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang
arteri, pada tingkat mesencephalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri cerebri posterior.
Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas.
Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons.
Arteri serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian
kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan
batang otak bagian atas
Arteria basilaris (aa. vertebrales a. Basilaris) terdiri dari :
| 14
| 15
Apatis: keadaan pasien yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungan.
Delirium: penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu.
Pasien tampak gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-meronta.
Somnolen (letargi, obtundasi, hipersomnia): mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi
ransangan tapi saat ransangan dihentikan, pasien tertidur lagi. Pada somnolen jumlah jam tidur
meningkat dan reaksi psikologis lambat.
Soporous/stupor : keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan ransangan
kuat tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberijawaban verbal yang baik. Pada
soporous/stupor reflek kornea dan pupil baik, BAB dan BAK tidak terkontrol. Stupor disebabkan oleh
disfungsi serebral organic difus.
Semi koma : penurunan kesadaran yang tidak member respon terhadap ransangan verbal dan tidak
dapat dibangunkan sama sekali, tapi reflek kornea dan pupil masih baik.
Koma: penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respon
terhadap nyeri.
Derajat kesadaran yang paling rendah yaitu koma. Koma terbagi dalam :
Koma supratentorial diensephalik : merupakan semua proses supratentorial yang mengakibatkan
destruksi dan kompresi pada substansia retikularis diensefalon yang menimbulkan koma.
Koma supratentorial diensephalik dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu :
- Proses desak ruang yang meninggikan tekanan dalam ruang intracranial supratentorial secara
akut.
- Lesi yang menimbulkan sindrom ulkus.
- Lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostrokaudal terhadap batang otak.
Koma infratentorial diensefalik, disini terdapat 2 macam proses patologik yang menimbulkan koma :
- Proses patologik dalam batang otak yang merusak substansia retikularis.
- Proses diluar batang otak yang mendesak dan mengganggu fungsi substansia retikularis.
Koma infratentorial akan cepat timbul jika substansia retikularis mesensefalon mengalami gangguan
sehingga tidak bisa berfungsi baik. Hal ini terjadi akibat perdarahan.Dimana perdarahan di batang otak
sering merusak tegmentum pontis dari pada mesensefalon.
Koma bihemisferik difus : terjadi karena metabolism neural kedua belah hemsferium terganggu secara
difus. Gejala yang ditimbulkannya yaitu dapat berupa hemiparesis, hemihiperestesia, kejang epileptic,
afasia, disatria, dan ataksia, serta gangguan kualitas kesadaran.
Derajat kesadaran lainnya yaitu tidur.Tidur merupakan suatu derajat kesadaran yang berada dibawah keadaan
awas-waspada dan merupakan fisiologik yang ditentukan oleh aktivitas bagian-bagian tertentu dari substansia
retikularis.Tidur secara patologis yaitu keadaan tidur dan berbagai mecam keadaan yang menunjukkan daya
bereaksi dibawah derajat awas-waspada, diantaranya letargi, mutismus akinetik, stupor, dan koma.
Gangguan tidur terdiri atas hipersomnia dan insomnia :
a) Hipersomnia (kebanyakan tidur) merupakan gejala keadaan patologik yang dibedakan dalam :
- Hipersomnia karena proses patologik diotak, seperti ensefalitis dan tumor serebri.
- Hipersomnia karena proses patologik sistemik, seperti hiperglikemia atau uremia.
b) Insomnia (tidak bisa tidur) merupakan gejala sekunder beberapa jenis psikoneurosis yang dapat timbul
sebagai :
- Insomnia primer, yaitu penderita tidur tapi tidak merasa tidur.
- Insomnia sekunder akibat psikoneurosis yang umumnya punya banyak keluhan non organic,
sakit kepala, perut kembung, badan pegal, dll.
- Insomnia sekunder akibat penyakit organic, yaitu penderita tidak bisa tidur karena saat
tertidur, ia diganggu oleh penderitaan organic. Misalnya seperti penderita diabetes
mellitus yang sering terbangun karena sering kencing, atau penderita ulkus duodeni yang
sering terbangun karena mules dan lapar pada tengah malam, atau penderita arthritis
reumatika yang mudah terbangun oleh nyeri yang timbul pada setiap perubahan sikap
badan.
Selain dari gangguan tidur diatas, ada juga gangguan tidur fungsional, yaitu diantaranya :
Somnambulisme, yaitu berjalan dalam keadaan tidur.
Sleep automatism, yaitu berjalan sambil melakukan suatu perbuatan yang bertujuan dalam keadaan
tidur. Misalnya membereskan koper seperti orang yang ingin bepergian tapi dalam keadaan tidur.
Kekau, yaitu berbicara dalam keadaan tidur yang biasanya terkait dengan mimpi.
| 16
Kejang nokturnus atau mioklonus nokturnus, yaitu saat tidur, ia terbangun kembali karena anggota
geraknya berkejang sejenak.
Paralisis nokturnus, yaitu perasaan lumpuh seluruh tubuh yang dialami sebagai kenyataan dan
menghilang serentak saat mata dapat dibuka.
2. AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya
berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun
diberi rangsang nyeri (unresponsive).
3. Skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah
tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).
| 17
Patofisiologi
Patofisiologi Stroke Iskemik
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir,2003)
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari
sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium
ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)
| 18
Gejala klinik
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar,
dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan
detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic
Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.
Faktor Resiko
Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), Kolesterol,
Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), Gangguan jantung, diabetes, Riwayat stroke dalam
keluarga, Migrain.
Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat (junk food, fast
food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral, Narkoba, Obesitas.
80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93% pengidap penyakit
trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi.
Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah), terlalu
banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang berlemak.
Pemeriksaan
Computerized tomography:
Digunakan untuk mencari perdarahan atau massa didalam otak.
MRI scan: ]Magnetic resonance imaging (MRI)
MRA (magnetic resonance angiogram)
Suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara khusus melihat pembuluh-pembuluh darah
secara non-invasif (tanpa menggunakan tabung-tabung atau suntikan-suntikan), suatu prosedur yang
disebut suatu MRA (magnetic resonance angiogram).
Diffusion weighted imaging (DWI).
| 19
Teknik ini dapat mendeteksi area kelainan beberapa menit setelah aliran darah ke suatu bagian dari
otak telah berhenti.
Computerized tomography dengan angiography:
Menggunakan dye yang disuntikan kedalam suatu vena di tangan, gambar-gambar dari pembuluhpembuluh darah didalam otak dapat memberikan informasi tentang aneurysms atau arteriovenous
malformations. Begitu juga, kelainan-kelainan lain dari aliran darah otak mungkin
dievaluasi.Dengan peningkatan teknologi yang canggih, CT angiography telah menggantikan
angiogram-angiogram konvensional.
Angiogram Konvensional:
Suatu angiogram adalah tes lain yang adakalanya digunakan untuk melihat pembuluh-pembuluh
darah. Suatu tabung kateter yang panjang dimasukkan kedalam suatu arteri (biasanya di area
pangkal paha) dan dye disuntikan ketika x-rays secara simultan diambil. Dimana suatu angiogram
memberikan beberapa dari gambar-gambar yang paling detil dari anatomi pembuluh darah, ia juga
adalah suatu prosedur invasif dan digunakan hanya ketika diperlukan secara mutlak.
Carotid Doppler ultrasound:
Suatu carotid Doppler ultrasound adalah suatu metode non-invasif yang menggunakan gelombanggelombang suara untuk menyaring/melihat penyempitan-penyempitan dan pengurangan aliran
darah pada arteri karotid (arteri utama pada leher yang mensuplai darah ke otak).
Tes-Tes Jantung:
Tes-Tes Darah:
Tes-tes darah seperti suatu angka pengendapan (sedimentation rate) dan C-reactive protein
dilakukan untuk mencari tanda-tanda dari peradangan yang dapat menyarankan arteri-arteri yang
meradang.Protein-protein darah tertentu yang dapat meningkatkan kesempatan stroke dengan
menebalkan atau mengentalkan darah diukur.Tes-tes ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi
penyebab-penyebab stroke yang dapat dirawat atau untuk membantu mencegah luka yang lebih
jauh.Tes-tes penyaringan darah yang mencari infeksi yang potensial, anemia, fungsi ginjal, dan
kelainan-kelainan elektrolit mungkin juga dipertimbangkan.
Diagnosis
Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak.
Dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit
pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography (CT scan) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI).
CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif murah untuk
kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya
pada kasus stroke hiperakut.
Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua
pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan
atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah/getah
bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi.
Diagnosis serangan mendadak
Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS)
Menurut suatu studi oleh University of North Carolina, tiga perintah-perintah mungkin digunakan untuk menilai
apakah seseorang mungkin mengalami suatu stroke. Orang-orang awam dapat memerintahkan seorang korban
stroke yang berpotensi untuk:
1. Senyum
2. Mengangkat kedua tangan
3. Mengucapkan suatu kalimat sederhana
Jika seseorang mempunyai kesulitan dengan salah satu dari perintah-perintah sederhana ini, pelayananpelayanan darurat (911) harus segera dipanggil dengan suatu penjelasan situasi, memberitahukan bahwa anda
mencurigai orang itu sedang mendapat suatu stroke.
Penatalaksanaan
Tissue plasminogen activator (TPA)
Suatu obat penghancur bekuan atau gumpalan untuk memecahkan bekuan darah yang menyebabkan
stroke.Ada suatu jendela yang sempit dari kesempatan untuk menggunakan obat ini. Lebih awal ia
diberikan, lebih baik hasilnya dan lebih kurang berpotensi untk komplikasi perdarahan kedalam
otak.
Heparin dan aspirin
| 20
Prognosis
Obat-obat untuk pengencer darah (anticoagulation; contohnya, heparin) juga adakalanya digunakan
dalam merawat pasien-pasien stroke dalam harapan untuk memperbaiki kesembuhan atau kepulihan
pasien.
Mengendalikan Persoalan-Persoalan Medis Lain
Kontrol tekanan darah dan Kolestrol
Kontol gula darah (pasien DM)
Rehabilitasi
terapi kemampuan berbicara
terapi pekerjaan
terapi fisik
pendidikan keluarga untuk mengorientasikan mereka pada perawatan untuk orang yang dicintai
mereka di rumah dan tantangan-tantangan yang akan mereka hadapi.
Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran
Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan strokeiskemik
Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalamikecacatan jangka panjang
Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jamsetelah serangan, 33% diantaranya
mungkin akan pulih dalamwaktu 3 bulan
Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahanintrakranial) tergantung pada ukuran hematoma
: - hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar
-
Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasitergantung keparahan gangguan neurologis,
jika control motorik dan sensasi nyeri terganggu maka prognosis jelek
Penyebab Afasia
Penyebab afasia disebabkan karena kerusakan otak
Convulsion
Semua kejang yang dapat mengakibatkan kerusakan dan terganggunya otak. Kejang yang dapat berakibat
terganggunya peredaran darah yang menenuju ke otak dimana darah itu membawa supply oksigen untuk otak.
Trauma kapitis
Trauma yang terjadi pada kepala berakibat kerusakan atau terganggunya fungsi otak. Trauma kepala ini dibagi
menurut macam kerusakannya, sebagai berikut :
1. Commutio cerebri. Kerusakan tidak terlalu parah, dikatakan juga memar otak. Disini masih terdapat adanya
kontinuitas dari jaringan otak itu sendiri, sehingga nantinya jika sudah sembuh tidak akan meninggalkan sisa.
2. Contusio cerebri. Pada dasarnya contusio cerebri tidak jauh dari comusio cerebri artinya masih ada
kontinuitas dari jaringan otak.
| 21
Area Bahasa
Pada permukaan hemisfer dominan terdapat speech area ( area wicara ) yang memantau fungsi berbicara dan
berbahasa, dan mencakup bagian paling bawah girus supramarginal, girus presentral dan girus parietal inferior
Area yang sangat penting bagi manusia ini diketemukan berkat penelitian-penelitian sejak zaman dahulu melalui
berbagai teknik lokalisasi. Mula-mula area ini di dasarkan pada penemuan korban-korban perang dunia yang
mengalami gangguan berbahasa.
Lesi Afasia
Berdasarkan penelitian lokalisasi dan klinik afasia tersebut, maka terdapat beberapa masalah pokok kaitan
antara letak lesi dan gejala afasia. Lesi di daerah perisylvian ( area bahasa ) hampir selalu menyebabkan gejala
afasia, sedangkan lesi didaerah sekitar perisylvian yang disebut daerah bordesen ada kemungkinan terjadi gejala
afasia.
Daerah persylvian selalu menimbulkan gejala afasia dengan ciri khusus sukar mengulang kata dan kalimat,
sedangkan gejala afasia karena lesi daerah borderson tidak menimbulkan kesukaran repetisi.
Klasifikasi Afasia
Ada banyak klasifikasi afasia oleh para penelitian atau pakar yang masing-masing membuat untuk keperluan
disiplin ilmu mereka.
Sindrom Afasia Broca
Sindrom afasia broca merupakan tipe afasia yang paling sering di jumpai. Selain itu, sindrom afasia broca juga
mudah di kenal karena gejala utamanya kesulitan dalam bertutur. Sindrom ini dapat terjadi dalam berbagai
derajat keparahan. Bersama dengan sindrom afasia wernicke dan konduksi termasuk dalam sindrom afasia
perisylvian.
Kemampuan modalitas pengertian bahasanya berkurang akan tetapi relative masih lebih baik kalau di
bandingkan kemampuan modalitas bicara spontannya. Gangguan pengertian ini juga bervariasi dari ringan
sampai jelas abnormal. Namun demikian, umumnya pasien tipe afasia ini masih mengerti apa yang dikatakan
orang padanya. Di dalam kepustakaan disebutkan bahwa tipe afasia ini mempunyai kesulitan dalam mengerti
beberapa struktur gramatika atau sintatik tertentu.
Kemampuan modalitas bahasa untuk pengulangan hampir selalu terganggu, meskipun bervariasi dalam
keparahannya. Gangguan pengulangan ini sangat penting untuk membuat diagnosis sindrom afasia Broca untuk
membedakan dengan sindrom afasia transkortikal motorik yang gejalanya mirip tipe sindrom afasia Broca, akan
tetapi kemampuan pengulangannya masih utuh. Dalam mengevaluasi kemampuan pengulangan ini perlu hatihati, karena sedang kemampuan pengulangan ini tampak lebih baik daripada bicara spontannya.
| 22
| 23
| 24
| 25
a.
b.
c.
d.
e.
Gejala Klinis
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka
pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi
yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari
lokalisasi kerusakan.
Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus
Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi
Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur masih baik.
Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis fasialis)
Gejala seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan gangguan salivasi
Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum
Gejala seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis
Lesi setinggi ganglion genikulatum
Gejala seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan kelenjar air mata (lakrimasi)
Lesi di porus akustikus internus
Gangguan seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.
Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen stilomastoideus dan pada setinggi
ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes
Zoster, otitis media perforata dan mastoiditis.
Diagnosis
Diagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan
nervus kranialis akan didapatkan adanya parese dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak
dapat memejamkan mata dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan.
Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bells palsy lesinya bersifat LMN.
Pemeriksaan Fisik
Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik tetapi yang harus diteliti lebih lanjut
adalah apakah ada penyebab lain yang menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Pada lesi supranuklear,
dimana lokasi lesi di atas nukleus fasialis di pons, maka lesinya bersifat UMN. Pada kelainan tersebut, sepertiga
| 26
| 27
6. Memahami & Menjelaskan Pemeriksaan Saraf Kranialis, Fungsi Motorik, CT Scan Kepala
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa
pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai
adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau
rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut
sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk
memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.
Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil,
pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
1. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan
yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang
bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan
visusnya adalah kurang lebih 2/60.
Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya
kurang lebih 1/310.
2. Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan
mulai dair mata hingga korteks oksipitalis.
Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri.
Tes Konfrontasi
- Jarak antara pemeriksa pasien : 60 100 cm
- Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.
| 28
| 29
| 30
| 31
| 32
B. Persiapan pemeriksaan
a. Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus bagi penderita, hanya saja instruksui-instruksi yang menyangkut posisi penderita
dan prosedur pemeriksaan harus diketahui dengan jelas terutama jika pemeriksaan dengan menggunakan media
kontras. Benda aksesoris seperti gigi palsu, rambut palsu, anting-anting, penjempit rambut, dan alat bantu
pendengaran harus dilepas terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan karena akan menyebabkan
artefak.Untuk kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh
pasien diberi selimut (Brooker, 1986)
b. Persiapan alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan kepala dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Peralatan steril :
Alat-alat suntik
Spuit.
Kassa dan kapas
Alkohol
2. Peralatan non-steril
Pesawat CT-Scan
Media kontras
Tabung oksigen
| 33
C. Teknik Pemeriksaan
Posisi pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan posisi kepala dekat dengan gantry.
Posisi Objek : Kepala hiperfleksi dan diletkkan pada head holder. Kepala diposisikan sehingga mid
sagital plane tubuh sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan interpupilary line sejajar dengan
lampu indikator horizontal. Lengan pasien diletakkan diatas perut atau disamping tubuh. Untuk
mengurangi pergerakan dahi dan tubuh pasien sebaiknya difikasasi dengan sabuk khusus pada head
holder dan meja pemeriksaan. Lutut diberi pengganjal untuk kenyamanan pasien ( Nesseth, 2000 ).
Scan Parameter
1.
2.
Potongan Axial IV
Merupakan irisan axial yang ke empat yang disebut tingkat medial ventrikel. Kriteria
gambarnya tampak :
a. Anterior corpus collosum
| 34
Potongan Axial V
Menggambarkan jaringan otak dalam ventrikel medial tiga. Kriteria gambar yang
tampak :
a. Anterior corpus collosum
b. Anterior horn ventrikel lateral kiri
c. Ventrikel tiga
d. Kelenjar pineal
e. Protuberantia occipital interna
| 35
| 36
| 37
| 38