Anda di halaman 1dari 38

Rizki Faujiah M- 1102010253

SKENARIO 2
LUMPUH SEPARUH BADAN

1. Memahami & Menjelaskan Anatomi & Fisiologi Saraf Kranialis

Nomor
I

Nama
Olfaktori

Jenis
Sensori

II

Optik

Sensori

III
IV
V

Okulomotor
Troklear
Trigeminal

Motorik
Motorik
Gabungan

VI
VII

Abdusen
Fasial

Motorik
Gabungan

VIII

Vestibulokoklear

Sensori

IX

Glosofaringeal

Gabungan

Vagus

Gabungan

XI
XII

Aksesori
Hipoglosal

Motorik
Motorik

Fungsi
Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya ke otak
untuk diproses sebagai sensasi bau
Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke otak untuk
diproses sebagai persepsi visual
Menggerakkan sebagian besar otot mata
Menggerakkan beberapa otot mata
Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk diproses di otak
sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
Abduksi mata
Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah untuk
diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi
wajah
Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di otak sebagai
suara
Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah untuk
diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
Mengendalikan pergerakan kepala
Mengendalikan pergerakan lidah

|1

Rizki Faujiah M- 1102010253


SARAF OLFAKTORIUS (N.I)
Sistem
olfaktorius
dimulai
dengan sisi yang menerima
rangsangan olfaktorius. Sistem
ini terdiri dari bagian berikut:
mukosa olfaktorius pada bagian
atas kavum nasal, fila olfaktoria,
bulbus subkalosal pada sisi
medial lobus orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf
sensorik murni yang serabutserabutnya berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus
area kribriformis dari tulang
etmoidal untuk bersinaps di
bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal
bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di
talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk
yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi.
Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle
dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang
berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.
SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati
foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk
membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga
serabut-serabut dari bagian bawah retina
ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum
dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal
(separuh bagian nasal retina) menyilang
kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan
visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut
untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma
optikum berakhir di kolikulus superior, dimana
terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf
okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan
kiasma berhubungan dengan penglihatan dan
berjalan di dalam traktus optikus menuju
korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabutserabut yang berasal dari radiasio optika
melewati bagian posterior kapsula interna dan
berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut
tersebut memisahkan diri sehingga serabutserabut untuk kuadran bawah melalui lobus
parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui
lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabutserabut tersebut pada kiasma optikum serabutserabut yang berasal dari lapangan penglihatan
kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan
sebaliknya.

|2

Rizki Faujiah M- 1102010253


SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak
sebagian di depan substansia grisea
periakuaduktal (Nukleus motorik)
dan sebagian lagi di dalam substansia
grisea (Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab
untuk persarafan otot-otot rektus
medialis, superior, dan inferior, otot
oblikus inferior dan otot levator
palpebra superior. Nukleus otonom
atau nukleus Edinger-westhpal yang
bermielin
sangat
sedikit
mempersarafi otot-otot mata inferior
yaitu spingter pupil dan otot siliaris.

SARAF TROKLEARIS (N. IV)


Nukleus saraf troklearis terletak
setinggi kolikuli inferior di depan
substansia grisea periakuaduktal
dan berada di bawah Nukleus
okulomotorius.
Saraf
ini
merupakan satu-satunya saraf
kranialis yang keluar dari sisi
dorsal batang otak. Saraf
troklearis mempersarafi otot
oblikus
superior
untuk
menggerakkan mata bawah,
kedalam dan abduksi dalam
derajat kecil.

SARAF TRIGEMINUS (N. V)


Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut
motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi
otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf
trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus,
maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah
kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan
mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian
anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran
timpani.

|3

Rizki Faujiah M- 1102010253


SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons
bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah
ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus
lateralis.

SARAF FASIALIS (N. VII)

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang
terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik
berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan
ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot
buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot
platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

|4

Rizki Faujiah M- 1102010253


SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran
dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk
pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi
bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut
untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut
auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan
menyebar melewati batang dan serebelum.

SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)


Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan
asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen
tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu
ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior.
Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis
interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di
antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis
lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga
posterior lidah.

SARAF VAGUS (N. X)


Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion
superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum,
keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus
mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan
menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.

|5

Rizki Faujiah M- 1102010253

SARAF ASESORIUS (N. XI)


Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan
kranialis. Radiks kranial adalah akson dari
neuron dalam nukleus ambigus yang terletak
dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris
adalah saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus dan bagian atas otot
trapezius,
otot
sternokleidomastoideus
berfungsi memutar kepala ke samping dan otot
trapezius memutar skapula bila lengan diangkat
ke atas.

SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke
empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah
dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

|6

Rizki Faujiah M- 1102010253

1.2.
1.

Menjelaskan Jaras Motorik dan Sensorik

Motorik

Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan diatur oleh pusat
gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks, ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras
untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal :
A. Traktus piramidal s. Traktus Corticospinalis
Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4 Broadmann), yang disebut
juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat motorik disalurkan melalui traktus piramidal
berakhir pada cornu aanterior medulla spinalis.
Pusat jaras Motorik
Neuron Motorik Atas
Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat Supraspinal). Meliputi :
o
o
o

Ganglia basalis tractus corticostriata


Di-encephalon tractus cortico-diencephalon
Batang otak cortico bulbaris

Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai Neuron
orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui corona radiata masuk crus
posterior capsula interna mes-encephalon, pons, medulla oblongata dan medulla spinalis bersinap
dengan neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.

|7

Rizki Faujiah M- 1102010253


Asal Neuron Orde pertama :
o
o
o

1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus precentralis
1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus precentralis
1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus postcentralis

Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)


Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal) tractus corticospinalis. Letak columna subt.grisea
medulla spinalis terdapat dua neuron :
o
o

Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior subt.grisea
Neuron orde ketiga axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai radix anterior
n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi
ke efektor sadar

|8

Rizki Faujiah M- 1102010253

B. Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla oblongata
(neuron orde pertama).
Jalan :

Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla spinalis :
traktus reticulospinalis medulla spinalis

Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi kontraksi otot
skelet berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.

2. Tractus Tectospinalis
Asal

: colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)

Jalan

: menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya dekat sekali
dengan fasciculus longitudinale medialis

Tujuan

: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron orde kedua dan
ketiga

|9

Rizki Faujiah M- 1102010253


Fungsi

1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan

3. Tractus Rubrospinalis
Asal

: nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi coliculus
superior.

Jalan

: axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati pns, medulla
oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)

Fungsi

: memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor berkaitan
dengan fungsi keseimbangan tubuh

| 10

Rizki Faujiah M- 1102010253


4. Tractus vestibulospinalis
Asal

: nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata), menerima akson
dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum

Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)


Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksor berkaitan dengan
fungsi keseimbangan tubuh

5. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex cerebrii, corpus
striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

| 11

Rizki Faujiah M- 1102010253

Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak


a. Tractus Corticothalamus
Asal
: area brodmann 10, 11, 12

Tujuan

: nucleus medialis thalami

Asal

: area brodmann 9 dan 11

Tujuan

: nuclei septi thalami

Asal

: area brodmann 9

Tujuan

: nucleus medialis et lateralis thalami

Asal

: area brodmann 6

Tujuan

: nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami

Asal

: area brodmann 4

Tujuan

: nuclei lateralis thalami

b. Tractus corticohypothalamicus
Asal

: cortec hypocampi

Tujuan

: hypothalamus

c. Tractus corticosubthalamicus
Asal

: area brodman 6

| 12

Rizki Faujiah M- 1102010253


Tujuan

: subthalamus

d. Tractus Corticonigra
Asal

: area brodmann 4, 6 dan 8

Tujuan

: substantia nigra

e. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6


Tujuan

: tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius inferius


(medulla oblongata)

2.

Sensorik
Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan alat ini sistem
saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam dan luar. Setiap reseptor sensoris
mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan mentranduksi energi fisik ke dalam sinyal (impuls) saraf.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:

Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung, lambung, usus, dll.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :


Mekanoreseptor
Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor tegangan pada pembuluh
darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka, persendn dna organ visceral.
Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba ringan), corpus Merkel dan badan Paccini (untuk
sentuhan kasar dan tekanan).

Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause (untuk suhu dingin), dan
akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan oleh adanya kerusakan
jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa
nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).
Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima sel reseptor
olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor pengecap di lidah, reseptor kimiawi
dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas
cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.
Photoreseptor

| 13

Rizki Faujiah M- 1102010253


Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel photoreceptor (batang dan
kesrucut) di retina mata.

Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal diterima reseptor
dibawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior menuju cornu posterior medulla spinalis
berganti menjadi neuron sensoris ke-2 lalu menyilang ke sisi lain medulla spinalis membentuk
jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus spinotalamikus menuju thalamus di otak berganti
menjadi neuron sensoris ke-3 menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis
(lobus parietalis)

B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla spinalis lalu naik sebagai funiculus
grasilis dan funiculus cuneatus berakhir di nucleus Goll berganti menjadi neusron sensoris ke-2
menyilang ke sisi lain medulla spinalis menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3
menuju ke korteks somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).

1.3.

Menjelaskan vaskularisasi otak

VASKULARISASI OTAK
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri carotis dan dua arteri vertebralis :
Arteri carotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri carotis comunis, naik dan masuk ke rongga
tengkorak melalui canalis carotikus, berjalan dalam sinus cavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus
opticus dan retina, akhirnya bercabang dua : arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media :

Arteri carotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer.
Arteri cerebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah,
corpus calosum dan nukleus caudatus.
Arteri cerebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan
temporalis.

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subclavia, menuju
dasar tengkorak melalui canalis transversalis di kolumna vertebralis cervikalis, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri cerebelli inferior. Pada batas medulla
oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang
arteri, pada tingkat mesencephalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri cerebri posterior.

Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas.
Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons.
Arteri serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian
kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan
batang otak bagian atas
Arteria basilaris (aa. vertebrales a. Basilaris) terdiri dari :

Inferior anterior cerebelli (a. labyrinthi)


Aa. pontis

| 14

Rizki Faujiah M- 1102010253


Aa. mesencephalicae
Superior cerebelli
Aa. cerebri posteriores circulus arteriosus cerebri Willisi

Circulus Arteriosus Wilisi


Merupakan anastomose yang penting antara 4 arteri (a.vertebralis & a.carotis interna) yang memasok darah
ke otak. Dibentuk oleh a.cerebri posterior, a.communicans posterior, a.carotis interna, a.cerebri anterior, dan
a.comunicans anterior.
Masing-masing a.cerebralis mengantar darah ke satu permukaan dan satu kutub cerebrum :
1. A. cerebri anterior mengantar darah hampir seluruh permukaan medial & superior serta polus frontalis
2. A. cerebri media mengantar darah ke permukaan lateral & polus temporalis
3. A. cerebri posterior mengantar darah ke permukaan inferior & polus occipitalis.

Pembuluh balik di otak


Ada 2 kelompok pembuluh balik :
1.
2.

Vv.cerebrales superficialis (v.cerebri externa)


Vv.cerebrales profunda (v.cerebri interna)
Cabang v.cerebri externa : v.cerebri superior, v.cerebri media, v.cerebri anterior dan v.basilaris v.
cerebri externa terdapat dirongga subarachnoid.
Cabang v.cerebri interna : v. terminalis & v. choroidea v. terminalis & v. choroidea bergabung
membentuk v. cerebri magna.

2. Memahami & Menjelaskan Gangguan Kesadaran


Kesadaran merupakan keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls aferen dan eferen.
Gangguankesadaran, yaitu keadaan dimana tidak terdapat aksi dan reaksi, walaupun diransang secara kasar.
Tingkat kesadaran :
Kompos mentis: sadar sepenuhnya baik terhadap dirinya maupun lingkungan. Pada kompos mentis ini
aksi dan reaksi bersifat adekuat yang tepat dan sesuai.

| 15

Rizki Faujiah M- 1102010253

Apatis: keadaan pasien yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungan.
Delirium: penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu.
Pasien tampak gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-meronta.
Somnolen (letargi, obtundasi, hipersomnia): mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi
ransangan tapi saat ransangan dihentikan, pasien tertidur lagi. Pada somnolen jumlah jam tidur
meningkat dan reaksi psikologis lambat.
Soporous/stupor : keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan ransangan
kuat tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberijawaban verbal yang baik. Pada
soporous/stupor reflek kornea dan pupil baik, BAB dan BAK tidak terkontrol. Stupor disebabkan oleh
disfungsi serebral organic difus.
Semi koma : penurunan kesadaran yang tidak member respon terhadap ransangan verbal dan tidak
dapat dibangunkan sama sekali, tapi reflek kornea dan pupil masih baik.
Koma: penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respon
terhadap nyeri.

Derajat kesadaran yang paling rendah yaitu koma. Koma terbagi dalam :
Koma supratentorial diensephalik : merupakan semua proses supratentorial yang mengakibatkan
destruksi dan kompresi pada substansia retikularis diensefalon yang menimbulkan koma.
Koma supratentorial diensephalik dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu :
- Proses desak ruang yang meninggikan tekanan dalam ruang intracranial supratentorial secara
akut.
- Lesi yang menimbulkan sindrom ulkus.
- Lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostrokaudal terhadap batang otak.
Koma infratentorial diensefalik, disini terdapat 2 macam proses patologik yang menimbulkan koma :
- Proses patologik dalam batang otak yang merusak substansia retikularis.
- Proses diluar batang otak yang mendesak dan mengganggu fungsi substansia retikularis.
Koma infratentorial akan cepat timbul jika substansia retikularis mesensefalon mengalami gangguan
sehingga tidak bisa berfungsi baik. Hal ini terjadi akibat perdarahan.Dimana perdarahan di batang otak
sering merusak tegmentum pontis dari pada mesensefalon.
Koma bihemisferik difus : terjadi karena metabolism neural kedua belah hemsferium terganggu secara
difus. Gejala yang ditimbulkannya yaitu dapat berupa hemiparesis, hemihiperestesia, kejang epileptic,
afasia, disatria, dan ataksia, serta gangguan kualitas kesadaran.
Derajat kesadaran lainnya yaitu tidur.Tidur merupakan suatu derajat kesadaran yang berada dibawah keadaan
awas-waspada dan merupakan fisiologik yang ditentukan oleh aktivitas bagian-bagian tertentu dari substansia
retikularis.Tidur secara patologis yaitu keadaan tidur dan berbagai mecam keadaan yang menunjukkan daya
bereaksi dibawah derajat awas-waspada, diantaranya letargi, mutismus akinetik, stupor, dan koma.
Gangguan tidur terdiri atas hipersomnia dan insomnia :
a) Hipersomnia (kebanyakan tidur) merupakan gejala keadaan patologik yang dibedakan dalam :
- Hipersomnia karena proses patologik diotak, seperti ensefalitis dan tumor serebri.
- Hipersomnia karena proses patologik sistemik, seperti hiperglikemia atau uremia.
b) Insomnia (tidak bisa tidur) merupakan gejala sekunder beberapa jenis psikoneurosis yang dapat timbul
sebagai :
- Insomnia primer, yaitu penderita tidur tapi tidak merasa tidur.
- Insomnia sekunder akibat psikoneurosis yang umumnya punya banyak keluhan non organic,
sakit kepala, perut kembung, badan pegal, dll.
- Insomnia sekunder akibat penyakit organic, yaitu penderita tidak bisa tidur karena saat
tertidur, ia diganggu oleh penderitaan organic. Misalnya seperti penderita diabetes
mellitus yang sering terbangun karena sering kencing, atau penderita ulkus duodeni yang
sering terbangun karena mules dan lapar pada tengah malam, atau penderita arthritis
reumatika yang mudah terbangun oleh nyeri yang timbul pada setiap perubahan sikap
badan.
Selain dari gangguan tidur diatas, ada juga gangguan tidur fungsional, yaitu diantaranya :
Somnambulisme, yaitu berjalan dalam keadaan tidur.
Sleep automatism, yaitu berjalan sambil melakukan suatu perbuatan yang bertujuan dalam keadaan
tidur. Misalnya membereskan koper seperti orang yang ingin bepergian tapi dalam keadaan tidur.
Kekau, yaitu berbicara dalam keadaan tidur yang biasanya terkait dengan mimpi.

| 16

Rizki Faujiah M- 1102010253

Kejang nokturnus atau mioklonus nokturnus, yaitu saat tidur, ia terbangun kembali karena anggota
geraknya berkejang sejenak.
Paralisis nokturnus, yaitu perasaan lumpuh seluruh tubuh yang dialami sebagai kenyataan dan
menghilang serentak saat mata dapat dibuka.

Mengukur tingkat kesadaran:


1. GCS (Glasgow Coma Scale)
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E?V?M?. Selanjutnya nilai-nilai
dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

GCS : 14 - 15 = CKR (cidera kepala ringan)


GCS : 9 - 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 - 8 = CKB (cidera kepala berat)

2. AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya
berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun
diberi rangsang nyeri (unresponsive).
3. Skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah
tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).

3. Memahami & Menjelaskan Stroke


Definisi
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab
lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999).
Klasifikasi dan Etiologi
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi
(sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999).
1)Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
Stroke iskemik
Transient Ischemic Attack (TIA)
Trombosis serebri
Emboli serebri
Stroke hemoragik
Perdarahan intraserebral
Perdarahan subarakhnoid
2)Berdasarkan stadium:
Transient Ischemic Attack (TIA)
Stroke in evolution
Completed stroke

| 17

Rizki Faujiah M- 1102010253


3)Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):
Tipe karotis
Tipe vertebrobasiler
Faktor Resiko
1.Non modifiable risk factors :
Usia
Jenis kelamin
Berat badan lahir rendah
Ras/etnis
genetik
2.Modifiable risk factors
Well-documented and modifiable risk factors
1.Hipertensi
2.Paparan asap rokok
3.Diabetes
4.Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
5.Dislipidemia
6.Stenosis arteri karotis
7.Sickle cell disease
8.Terapi hormonal pasca menopause
9.Diet yang buruk
10.Inaktivitas fisik
11.Obesitas
Less well-documented and modifiable risk factors
1.Sindroma metabolik
2.Penyalahgunaan alkohol
3.Penggunaan kontrasepsi oral
4.Sleep-disordered breathing
5.Nyeri kepala migren
6.Hiperhomosisteinemia
7.Peningkatan lipoprotein (a)
8.Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase
9.Hypercoagulability
10.Inflamasi
11.Infeksi

Patofisiologi
Patofisiologi Stroke Iskemik
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir,2003)
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari
sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium
ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)

| 18

Rizki Faujiah M- 1102010253

Gejala klinik
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar,
dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan
detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic
Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.
Faktor Resiko
Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), Kolesterol,
Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), Gangguan jantung, diabetes, Riwayat stroke dalam
keluarga, Migrain.
Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat (junk food, fast
food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral, Narkoba, Obesitas.
80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93% pengidap penyakit
trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi.
Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah), terlalu
banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang berlemak.
Pemeriksaan
Computerized tomography:
Digunakan untuk mencari perdarahan atau massa didalam otak.
MRI scan: ]Magnetic resonance imaging (MRI)
MRA (magnetic resonance angiogram)
Suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara khusus melihat pembuluh-pembuluh darah
secara non-invasif (tanpa menggunakan tabung-tabung atau suntikan-suntikan), suatu prosedur yang
disebut suatu MRA (magnetic resonance angiogram).
Diffusion weighted imaging (DWI).

| 19

Rizki Faujiah M- 1102010253

Teknik ini dapat mendeteksi area kelainan beberapa menit setelah aliran darah ke suatu bagian dari
otak telah berhenti.
Computerized tomography dengan angiography:
Menggunakan dye yang disuntikan kedalam suatu vena di tangan, gambar-gambar dari pembuluhpembuluh darah didalam otak dapat memberikan informasi tentang aneurysms atau arteriovenous
malformations. Begitu juga, kelainan-kelainan lain dari aliran darah otak mungkin
dievaluasi.Dengan peningkatan teknologi yang canggih, CT angiography telah menggantikan
angiogram-angiogram konvensional.
Angiogram Konvensional:
Suatu angiogram adalah tes lain yang adakalanya digunakan untuk melihat pembuluh-pembuluh
darah. Suatu tabung kateter yang panjang dimasukkan kedalam suatu arteri (biasanya di area
pangkal paha) dan dye disuntikan ketika x-rays secara simultan diambil. Dimana suatu angiogram
memberikan beberapa dari gambar-gambar yang paling detil dari anatomi pembuluh darah, ia juga
adalah suatu prosedur invasif dan digunakan hanya ketika diperlukan secara mutlak.
Carotid Doppler ultrasound:
Suatu carotid Doppler ultrasound adalah suatu metode non-invasif yang menggunakan gelombanggelombang suara untuk menyaring/melihat penyempitan-penyempitan dan pengurangan aliran
darah pada arteri karotid (arteri utama pada leher yang mensuplai darah ke otak).
Tes-Tes Jantung:
Tes-Tes Darah:
Tes-tes darah seperti suatu angka pengendapan (sedimentation rate) dan C-reactive protein
dilakukan untuk mencari tanda-tanda dari peradangan yang dapat menyarankan arteri-arteri yang
meradang.Protein-protein darah tertentu yang dapat meningkatkan kesempatan stroke dengan
menebalkan atau mengentalkan darah diukur.Tes-tes ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi
penyebab-penyebab stroke yang dapat dirawat atau untuk membantu mencegah luka yang lebih
jauh.Tes-tes penyaringan darah yang mencari infeksi yang potensial, anemia, fungsi ginjal, dan
kelainan-kelainan elektrolit mungkin juga dipertimbangkan.

Diagnosis
Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak.
Dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit
pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed Tomography (CT scan) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI).
CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif murah untuk
kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding dengan MRI, misalnya
pada kasus stroke hiperakut.
Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua
pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan
atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh darah/getah
bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi.
Diagnosis serangan mendadak
Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS)
Menurut suatu studi oleh University of North Carolina, tiga perintah-perintah mungkin digunakan untuk menilai
apakah seseorang mungkin mengalami suatu stroke. Orang-orang awam dapat memerintahkan seorang korban
stroke yang berpotensi untuk:
1. Senyum
2. Mengangkat kedua tangan
3. Mengucapkan suatu kalimat sederhana
Jika seseorang mempunyai kesulitan dengan salah satu dari perintah-perintah sederhana ini, pelayananpelayanan darurat (911) harus segera dipanggil dengan suatu penjelasan situasi, memberitahukan bahwa anda
mencurigai orang itu sedang mendapat suatu stroke.
Penatalaksanaan
Tissue plasminogen activator (TPA)
Suatu obat penghancur bekuan atau gumpalan untuk memecahkan bekuan darah yang menyebabkan
stroke.Ada suatu jendela yang sempit dari kesempatan untuk menggunakan obat ini. Lebih awal ia
diberikan, lebih baik hasilnya dan lebih kurang berpotensi untk komplikasi perdarahan kedalam
otak.
Heparin dan aspirin

| 20

Rizki Faujiah M- 1102010253

Prognosis

Obat-obat untuk pengencer darah (anticoagulation; contohnya, heparin) juga adakalanya digunakan
dalam merawat pasien-pasien stroke dalam harapan untuk memperbaiki kesembuhan atau kepulihan
pasien.
Mengendalikan Persoalan-Persoalan Medis Lain
Kontrol tekanan darah dan Kolestrol
Kontol gula darah (pasien DM)
Rehabilitasi
terapi kemampuan berbicara
terapi pekerjaan
terapi fisik
pendidikan keluarga untuk mengorientasikan mereka pada perawatan untuk orang yang dicintai
mereka di rumah dan tantangan-tantangan yang akan mereka hadapi.

Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran
Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan strokeiskemik
Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalamikecacatan jangka panjang
Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jamsetelah serangan, 33% diantaranya
mungkin akan pulih dalamwaktu 3 bulan
Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahanintrakranial) tergantung pada ukuran hematoma
: - hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar
-

Hematomayang massive biasanya bersifat lethal

Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasitergantung keparahan gangguan neurologis,
jika control motorik dan sensasi nyeri terganggu maka prognosis jelek

4. Memahami & Menjelaskan Afasia


Afasia adalah gangguan berbahasa dan pengetahuan tentang afasia disebut sebagai afasiologi. Afasiologi sudah
lama dikenal. Istilah afasia sebagai istilah medik sudah dipakai sejak diusulkan oleh Trousseau pada tahun 1864.
Afasia selalu dikaitkan dengan kelainan di pusat berbahasa yang berada di hemisfer otak sebelah kiri.
Kemampuan berbahasa merupakan salah satu komponen prilaku manusia yang mencakup fungsi berbahasa,
fungsi memori, ( daya ingat ), fungsi visuospasial, fungsi emosi dan fungsi kognisi. Fungsi berbahasa
merupakan komponen paling penting dalam neurology luhur, karena ciri khas manusia adalah kemampuan
untuk mencurahkan isi pikiran dan perasaannya melalui fungsi berbicara dan berbahasa.

Penyebab Afasia
Penyebab afasia disebabkan karena kerusakan otak
Convulsion
Semua kejang yang dapat mengakibatkan kerusakan dan terganggunya otak. Kejang yang dapat berakibat
terganggunya peredaran darah yang menenuju ke otak dimana darah itu membawa supply oksigen untuk otak.
Trauma kapitis
Trauma yang terjadi pada kepala berakibat kerusakan atau terganggunya fungsi otak. Trauma kepala ini dibagi
menurut macam kerusakannya, sebagai berikut :
1. Commutio cerebri. Kerusakan tidak terlalu parah, dikatakan juga memar otak. Disini masih terdapat adanya
kontinuitas dari jaringan otak itu sendiri, sehingga nantinya jika sudah sembuh tidak akan meninggalkan sisa.
2. Contusio cerebri. Pada dasarnya contusio cerebri tidak jauh dari comusio cerebri artinya masih ada
kontinuitas dari jaringan otak.

| 21

Rizki Faujiah M- 1102010253


3. Lateracio cerebri. Kerusakannya disini lebih hebat dari kedua kelainan tersebut di atas, karena disini terdapat
juga kerusakan jaringan otak kecuali kerusakan otak yang lain seperti kulit, tulang tengkorak dan meningen )
Peradangan ( Infeksi )
Peradangan pada otak dibagi dua bagian :
1. Meningitis yaitu peradangan pada selaput otak
2. Encephalitis yaitu peradangan pada jaringan otak
Cerebrovascular Disease ( CVD )
Kelainan pada pembuluh darah otak
1. Apopleksi cerebri
2. Penyumbatan

Area Bahasa
Pada permukaan hemisfer dominan terdapat speech area ( area wicara ) yang memantau fungsi berbicara dan
berbahasa, dan mencakup bagian paling bawah girus supramarginal, girus presentral dan girus parietal inferior
Area yang sangat penting bagi manusia ini diketemukan berkat penelitian-penelitian sejak zaman dahulu melalui
berbagai teknik lokalisasi. Mula-mula area ini di dasarkan pada penemuan korban-korban perang dunia yang
mengalami gangguan berbahasa.

Lesi Afasia
Berdasarkan penelitian lokalisasi dan klinik afasia tersebut, maka terdapat beberapa masalah pokok kaitan
antara letak lesi dan gejala afasia. Lesi di daerah perisylvian ( area bahasa ) hampir selalu menyebabkan gejala
afasia, sedangkan lesi didaerah sekitar perisylvian yang disebut daerah bordesen ada kemungkinan terjadi gejala
afasia.
Daerah persylvian selalu menimbulkan gejala afasia dengan ciri khusus sukar mengulang kata dan kalimat,
sedangkan gejala afasia karena lesi daerah borderson tidak menimbulkan kesukaran repetisi.
Klasifikasi Afasia
Ada banyak klasifikasi afasia oleh para penelitian atau pakar yang masing-masing membuat untuk keperluan
disiplin ilmu mereka.
Sindrom Afasia Broca
Sindrom afasia broca merupakan tipe afasia yang paling sering di jumpai. Selain itu, sindrom afasia broca juga
mudah di kenal karena gejala utamanya kesulitan dalam bertutur. Sindrom ini dapat terjadi dalam berbagai
derajat keparahan. Bersama dengan sindrom afasia wernicke dan konduksi termasuk dalam sindrom afasia
perisylvian.
Kemampuan modalitas pengertian bahasanya berkurang akan tetapi relative masih lebih baik kalau di
bandingkan kemampuan modalitas bicara spontannya. Gangguan pengertian ini juga bervariasi dari ringan
sampai jelas abnormal. Namun demikian, umumnya pasien tipe afasia ini masih mengerti apa yang dikatakan
orang padanya. Di dalam kepustakaan disebutkan bahwa tipe afasia ini mempunyai kesulitan dalam mengerti
beberapa struktur gramatika atau sintatik tertentu.
Kemampuan modalitas bahasa untuk pengulangan hampir selalu terganggu, meskipun bervariasi dalam
keparahannya. Gangguan pengulangan ini sangat penting untuk membuat diagnosis sindrom afasia Broca untuk
membedakan dengan sindrom afasia transkortikal motorik yang gejalanya mirip tipe sindrom afasia Broca, akan
tetapi kemampuan pengulangannya masih utuh. Dalam mengevaluasi kemampuan pengulangan ini perlu hatihati, karena sedang kemampuan pengulangan ini tampak lebih baik daripada bicara spontannya.

| 22

Rizki Faujiah M- 1102010253


Kemampuan modalitas bahasa untuk penamaan terganggu. Tampak gejala anomia yang mempunyai ciri-ciri
khas. Apabila dihadapkan dengan sebuah benda atau gambar dan diminta menyebutkan nama benda atau
gambar tadi (confrontation naming), maka pasien afasia tipe ini akan mengalami kesulitan. Namun, apabila
dibantu dengan menyebutkan suku kata depan nama tadi, maka pasien dapat meneruskan menyebut nama benda
tadi dengan benar. Pasien dengan anomia jenis ini mengalami kesukaran dalam memproduksi kata (anomia
produksi kata).
Pasien sindrom afasia Broca dapat mempunyai kemampuan membaca yang normal, akan tetapi juga dapat
mengalami kesukaran. Kemampuan menulis terganggu, biasanya tulisannya besar dan tidak terbaca. Juga
gangguan
ini
bervariasi
dari
yang
ringan
sampai
berat.
Sindrom afasia Broca hampir selalu menyertai gejala kelumpuhan separuh tubuh sisi kanan (hemiparesis kanan),
dapat dengan kelumpuhan ringan sampai lumpuh total. Tidak jarang pasien tipe afasia ini mengalami kesulitan
dalam memgkoordinasikan gerakan otot bibir dan lidah (apraksia oral). Pasien sukar sekali untuk mencucurkan
bibirnya berkali-kali, atau menggerak-gerakkan lidahnya. Adanya gejala hemiparesis kanan dan apraksia oral ini
perlu dicatat karena mempunyai nilai lokalisasi dan terapi.
Lokalisasi sindrom afasia broca terletak di hemisfer kiri pada sebagai besar orang yang cekat tangan kanan.
Tepatnya di seluruh operculum lobus frontal dan parietal, insula, fisura Ronaldik dan pada beberapa pasien di
sebagian dari lobus temporal umumnya daerah ini termasuk area distribusi yang di pasok darah oleh divisi
superior
arteri
serebral
media
kiri.
Sindrom Afasia Wernicke
Sindrom afasia wernicke menurut kepustakaan cukup banyak dijumpai. Tipe afasia broca tergolong dalam
sindrom afasia perisylvian. Lokalisasi lesi terutama di bagian posterior hemisfer kiri bagi orang yang cekat
tangan kanan.
Ciri khas sindrom afasia wernicke adalah bicara spontan yang fluen, masih dalam batas normal atau meningkat.
Bicaranya cepat, kalimatnya panjang-panjang, dituturkan tanpa memerlukan upaya. Ciri khas lain dari sindrom
afasia wernicke ini adalah adanya gejala parafasia dalam pembicaraannya. Ada berbagai jenis parafasia, akan
tetapi yang paling banyak dijumpai adalah parafasia verbal. Lesi di hemisfer kiri di bagian posterior girus
temporal superior disebut sebagai area wernicke yang berfungsi sebagai korteks asosiasi auditorik. Area ini
terletak berdekatan dengan area primer auditorik.

Sindrom Afasia Konduksi


Sindrom afasia konduksi merupakan tipe afasia yang mempunyai ciri khas kemampuan modalitas bahasa untuk
pengulangan yang buruk. Bersama sindrom afasia broca dan wernicke, tipe afasia konduksi ini termasuk dalam
golongan sindrom afasia broca dan wernicke.
Kemampuan modalitas bahasa untuk pengulangan merupakan cirri khas pada pasien afasia konduksi. Meskipun
pengertian afasia bahasanya normal, akan tetapi pasien mengalami masalah dengan pengulangan. Ia tidak dapat
mengulang kata-kata atau kalimat yang disebutkan oleh pemeriksaan. Lesi sindrom afasia konduksi ini terletak
di fasikulus arkuatus di hemisfer kiri, sebuah jaras zat putih yang berasal dari lobus temporal posterior dan
berjalan ke depan melalui fasikulus longitudinal superior menuju ke korteks asosiasi motorik di lobus frontal.
Sindrom Afasia Global
Afasia global adalah tipe afasia yang paling berat. Bersama dengan sindrom afasia anomic, tipe afasia ini
termasuk golongan sindrom afasia tidak terlokalisasikan. Sedangkan gangguan pengertian bahasanya dapat
disamakan dengan afasia wernicke dengan gangguan yang paling berat, mengenai aspek bahasa lisan dan tulis.

Sindrom Afasia Anomik

| 23

Rizki Faujiah M- 1102010253


Sindrom afasia anomic adalah tipe afasia yang paling ringan. Bersama dengan sindrom afasia global, sindrom
afasia anomic ini termasuk dalam sindrom afasia tidak terlokalisasikan. Pasien dengan sindrom afasia anomic
terutama menunjukan kesulitan dalam kemampuan menemukan atau memberi nama suatu benda yang menonjol.
Sindrom Afasia Transkortikal Motorik
Bicara spontan pasien pada sindrom afasia transkortikal motorik adalah nonfluen, akan tetapi agak berbeda dari
sindrom afasia broca. Pada ATM curah verbalnya disartris, terbata-bata, mengulang-ulang. Pengulangan
merupakan cirri khas bagi sindrom afasia transkortikal motorik ini pasien dapat mengulangi kalimat yang
panjang secara sempurna tanpa kesalahan ucap. Lesi sindrom ATM ini terletak di lobus frontal hemisfer
dominan dan terkumpul di dua regio yaitu region frontal parasagital superior dan region frontal posterior
inferior.

Sindrom Afasia Transkortikal Sensorik


Bicara spontan pasien sindrom afasia transkortikal sensorik ( ATS ) adalah fluen dengan parafasia neologistik
dan semantic, sering kali tampak pembicaraan yang kosong. Juga sering terdapat sirkumlokusi. Adanya
sirkumlokusi ini perlu dibedakan dari pasien dengan demensia yang juga menunjukkan gejala tersebut. Letak
lesi ATS tidak terlalu eksak seperti pada sindrom afasia transkortikal motorik. Lesi tersebut dapat mengenai
borderson temporal atau kombinasi dari keduanya.

Sindrom Afasia Subkortikal


Sejak lama ada anggapan bahwa sindrom afasia hanya dapat terjadi oleh suatu lesi di daerah korteks atau
hubungan antara korteks dan subkortikal. Pada pengamatan klinis saat itu sudah pernah dijumpai sindrom afasia
yang tidak cocok dengan sindrom klasik afasia. Tidak pernah terpikirkan oleh lesi yang murni berada di
subkortikal.
Dengan kemajuan teknologi kedokteran dalam bidang diagnostik (antara lain scan CT) dan perawatan intensif
telah mengungkapkan banyak pasien dengan perdarahan intraserebal (hematoma) akut yang menunjukkan gejala
afasia
yang
tidak
klasik
itu.
Perdarahan intraserebal dapat menyebabkan berbagai jenis sindrom afasia subkortikal murni bergantung pada
letak lesinya, seperti afasia talamik, dan afasia karena kerusakan di zat putih.

5. Memahami & Menjelaskan Paresis N. VII Perifer (Bells Palsy)


Definisi
Bells palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang bernama Charles Bell. Bells palsy didefinisikan sebagai
suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer.
Epidemiologi
Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi
ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika
Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan.
Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29%
lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang
sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada
kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur
15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya
Bells palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.
Etiologi
Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus
fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu
dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satusatunya pemicu Bells palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bells palsy, karena

| 24

Rizki Faujiah M- 1102010253


telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga
melakukan tes PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bells palsy berat
yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini diperkirakan dapat
berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi
reaktivasi virus yang akan menyebabkan kerusakan local pada myelin.
Patofisiologi
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah
tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral.
Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus
fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut
pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis
yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan
bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan
gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di
lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik
primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik
wajah di korteks motorik primer.
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga
sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam
foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di
sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang
tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis
medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau
gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli
perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa
penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes
zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui
sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

| 25

Rizki Faujiah M- 1102010253


Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi
tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola
mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa
digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejalagejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen
stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus
stapedius.

a.

b.
c.
d.
e.

Gejala Klinis
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka
pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi
yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari
lokalisasi kerusakan.
Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus
Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi
Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat
Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi
Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur masih baik.
Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis fasialis)
Gejala seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan gangguan salivasi
Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum
Gejala seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis
Lesi setinggi ganglion genikulatum
Gejala seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan kelenjar air mata (lakrimasi)
Lesi di porus akustikus internus
Gangguan seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.
Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen stilomastoideus dan pada setinggi
ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes
Zoster, otitis media perforata dan mastoiditis.

Diagnosis
Diagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan
nervus kranialis akan didapatkan adanya parese dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak
dapat memejamkan mata dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan.
Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bells palsy lesinya bersifat LMN.
Pemeriksaan Fisik
Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik tetapi yang harus diteliti lebih lanjut
adalah apakah ada penyebab lain yang menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Pada lesi supranuklear,
dimana lokasi lesi di atas nukleus fasialis di pons, maka lesinya bersifat UMN. Pada kelainan tersebut, sepertiga

| 26

Rizki Faujiah M- 1102010253


atas nervus fasialis normal, sedangkan dua pertiga di bawahnya mengalami paralisis. Pemeriksaan nervus
kranialis yang lain dalam batas normal.
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bells palsy. Namun
pemeriksaan kadar gula darah atau HbA1c dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien tersebut
menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV juga bisa dilakukan namun ini biasanya tidak
dapat menentukan dari mana virus tersebut berasal.
Pemeriksaan Radiologi
Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke diagnose Berlls palsy maka pemeriksaan
radiologi tidak dip[erlukan lagi, karena pasien-pasien dengan Bells palsy umumnya akan mengalami perbaikan
dalam 8-10 minggu. Bila tidak ada perbaikan ataupun mengalami perburukan, pencitraan mungkin akan
membantu. MRI mungkin dapat menunjukkan adanya tumor (misalnya Schwannoma, hemangioma,
meningioma). Bila pasien ada riwayat trauma CT Scan harus dilakukan.
Diagnosa Banding
Kondisi lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis diantaranya tumor, infeksi herpes zoster pada
ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom), penyakit Lyme, AIDS, infeksi Tuberculosa pada mastoid
ataupun telinga tengah, Guillen Barre syndrome.
Penatalaksanaan
Melindungi mata pada saat tidur dan pemberian tetes mata metilselulosa, memijat otot-otot yang lemah dan
mencegah kendornya otot-otot di bagian bawah wajah merupakan kondisi yang dapat dikelola secara umum
Belum ada bukti yang mendukung bahwa tindakan pembedahan efektif terhadap nervus fasialis, bahkan
kemungkinan besar dapat membahayakan.
Pemberian kortikosteroid (prednison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari,
diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah
onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien.
Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya
permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit.
Penemuan genom virus disekitar nervus fasialis memungkinkan digunakannya agen-agen antivirus pada
penatalaksanaan Bells palsy. Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bells
palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita
yang tidak dapat mengkonsumsi prednison. Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari
pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.
Komplikasi
Kira-kira 30% pasien Bells palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi motorik dan sensorik yang
tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik. Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau
ageusia, spasme nervus fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik yang menyebabkan kelenjar
lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga tampak seperti air mata buaya (crocodile tears).
Prognosis
Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang memperburuk
prognosis Bells palsy adalah:
(1) Usia di atas 60 tahun
(2) Paralisis komplit
(3)
Menurunnya
fungsi
pengecapan
atau
aliran
saliva
pada
sisi
yang
lumpuh,
(4) Nyeri pada bagian belakang telinga dan
(5) Berkurangnya air mata.
Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam waktu 6 minggu sampai
tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh
total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya
perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam

| 27

Rizki Faujiah M- 1102010253


waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang
spasme hemifasial.
Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita nondiabetik dan penderita DM
lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya 23 % kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah.
Bells palsy kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsilateral menderita tumor
N. VII atau tumor kelenjar parotis.

6. Memahami & Menjelaskan Pemeriksaan Saraf Kranialis, Fungsi Motorik, CT Scan Kepala
PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya rasa
pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai
adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau
rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut
sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk
memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.
Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil,
pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
1. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan
yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang
bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka perkiraan
visusnya adalah kurang lebih 2/60.
Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya
kurang lebih 1/310.
2. Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan
mulai dair mata hingga korteks oksipitalis.
Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri.
Tes Konfrontasi
- Jarak antara pemeriksa pasien : 60 100 cm
- Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.

| 28

Rizki Faujiah M- 1102010253


- Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kahardan kiri
(lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus
menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.
- Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.
Perimetri / kompimetri
- Lebih teliti dari tes konfrontasi
- Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
3. Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius.
Ada dua macam refleks pupil.
Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak
berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan
ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.
Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.
4. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada fundus,
kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih
dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus.
Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
5. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada
titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari
pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara
kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
2. Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah,
sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum
pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi
conjugate ke satu sisi.
3. Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
a. Bentuk dan ukuran pupil

| 29

Rizki Faujiah M- 1102010253


b. Perbandingan pupil kanan dan kiri
Perbedaan diameter pupil sebesar 1mm masih dianggap normal
c. Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2. Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan
berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut
maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh
dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan pada jarak 15 cm didepan mata pasien dalam
keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.
Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi
1. gerak mata ke lateral bawah
2. strabismus konvergen
3. diplopia
Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
1. Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf
tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam
dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit,
pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa
tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari
daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul
menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak
kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur
tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada
keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan
kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan ya setiap kali dia merasakan sentuhan
kapas pada kulitnya.
2. Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter. Kemudian pasien
disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian
pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa
berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang
lemah (yang terkena).
3. Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi
- Refleks kornea

| 30

Rizki Faujiah M- 1102010253


a. Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea mata,
misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan
sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri
saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.
b. Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya
kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk
melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
- Refleks bersin (nasal refleks)
- Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan terlalu lebar)
kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan
negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi
UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.
Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut
maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu
sama lain.
Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam
diperhatikan :
Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang
serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik
Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya ).
Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
- Tes kekuatan otot
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut
bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
3. Memperlihatkan gigi (asimetri)
4. Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5. meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
6. Menarik sudut mulut ke bawah.
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah.
- Hiperakusis

| 31

Rizki Faujiah M- 1102010253


Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara yang diterima oleh telinga
pasien menjadi lebih keras intensitasnya.
Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler
1) Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi lainnya dan
membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran
dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli
saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.
- Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan
bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam
keadaan norma anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar
pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.
- Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian
tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih
keras pada telinga yang abnormal.
2) Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan mata tertutup, head
tilt test (Nylen Baranny, dixxon Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.
Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama,
anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda
hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah
terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut ah jika uvula terletak ke satu sisi maka ini
menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah
komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan
kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan
normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini
menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak
(lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada
sepertinya posterior lidah (N. IX).
Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa
otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya
dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.
Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya
atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau
bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper
atau lower motorneuron unilateral.

| 32

Rizki Faujiah M- 1102010253


Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral
dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.

PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK


Pemeriksaan fungsi motorik :
1. Kekuatan motorik, tonus(hiper/normo/hipo), trofik(hiper/normo/hipo), gerakan-gerakan involunter
2. Refleks : - refleks fisiologis (biceps, triceps, KPR, APR)
- refleks patologis (babinsky, chaddock)
PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA
A. Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2001)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tumor,massa dan lesi


Metastase otak
Perdarahan intra cranial
Aneurisma
Abses
Atrophy otak
Kelainan post trauma (epidural dan subdural hematom)
Kelainan congenital

B. Persiapan pemeriksaan
a. Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus bagi penderita, hanya saja instruksui-instruksi yang menyangkut posisi penderita
dan prosedur pemeriksaan harus diketahui dengan jelas terutama jika pemeriksaan dengan menggunakan media
kontras. Benda aksesoris seperti gigi palsu, rambut palsu, anting-anting, penjempit rambut, dan alat bantu
pendengaran harus dilepas terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan karena akan menyebabkan
artefak.Untuk kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh
pasien diberi selimut (Brooker, 1986)
b. Persiapan alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan kepala dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Peralatan steril :

Alat-alat suntik
Spuit.
Kassa dan kapas
Alkohol

2. Peralatan non-steril

Pesawat CT-Scan
Media kontras
Tabung oksigen

c. Persiapan Media kontras dan obat-obatan


Dalam pemeriksaan CT-scan kepala pediatrik di butuhkan media kontras nonionik karena untuk menekan reaksi
terhadap media kontras seperti pusing, mual dan muntah serta obat anastesi jika diperlukan. Media kontras
digunakan agar struktur-struktur anatomi tubuh seperti pembuluh darah dan orga-organ tubuh lainnya dapat
dibedakan dengan jelas. Selain itu dengan penggunaan media kontras maka dapat menampakan adanya
kelainan-kelainan dalam tubuh seperti adanya tumor.Teknik injeksi secara Intra Vena ( Seeram, 2001 )
1.
2.

Jenis media kontras : omnipaque, visipaque


Volume pemakaian : 2 3 mm/kg, maksimal 150 m

| 33

Rizki Faujiah M- 1102010253


3.

Injeksi rate : 1 3 mm/sec

C. Teknik Pemeriksaan

Posisi pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan posisi kepala dekat dengan gantry.
Posisi Objek : Kepala hiperfleksi dan diletkkan pada head holder. Kepala diposisikan sehingga mid
sagital plane tubuh sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan interpupilary line sejajar dengan
lampu indikator horizontal. Lengan pasien diletakkan diatas perut atau disamping tubuh. Untuk
mengurangi pergerakan dahi dan tubuh pasien sebaiknya difikasasi dengan sabuk khusus pada head
holder dan meja pemeriksaan. Lutut diberi pengganjal untuk kenyamanan pasien ( Nesseth, 2000 ).
Scan Parameter
1.
2.

Scanogram : kepala lateral


Range : range I dari basis cranii sampai pars petrosum dan range II dari pars petrosum sampai
verteks.
3. Slice Thickness : 2-5 mm ( range I ) dan 5-10 mm ( range II )
4. FOV : 24 cm
5. Gantry tilt : sudut gantry tergantung besar kecilnya sudut yang terbentuk oleh orbito meatal
line dengan garis vertical.
6. kV : 120
7. mA : 250
8. Reconstruksion Algorithma : soft tissue
9. Window width : 0-90 HU ( otak supratentorial ); 110-160 HU ( otak pada fossa posterior );
2000-3000 HU ( tulang )
10. Window Level : 40-45 HU ( otak supratentorial ); 30-40 HU ( otak pada fossa posterior );
200-400 HU ( tulang )

Foto sebelum dan sesudah pemasukkan media kontras


o Secara umum pemeriksaan CT-scan kepala membutuhkan 6-10 irisan axial. Namun ukuran
tersebut dapat bervariasi tergantung keperluan diagnosa. Untuk kasus seperti tumor maka
jumlah irisan akan mencapai dua kalinya karena harus dibuat foto sebelum dan sesudah
pemasukan media kontras. Tujuan dibuat foto sebelum dan sesudah pemasukan media kontras
adalah agar dapat membedakan dengan jelas apakah organ tersebut mengalami kelainan atau
tidak.
Gambar yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT-scan kepala pada umumnya:
o Potongan Axial I
Merupakan bagian paling superior dari otak yang disebut hemisphere. Kriteria
gambarnya adalah tampak :
a. Bagian anterior sinus superior sagital
b. Centrum semi ovale (yang berisi materi cerebrum)
c. Fissura longitudinal (bagian dari falks cerebri)
d. Sulcus
e. Gyrus
f. Bagian posterior sinus superior sagital
o

Potongan Axial IV
Merupakan irisan axial yang ke empat yang disebut tingkat medial ventrikel. Kriteria
gambarnya tampak :
a. Anterior corpus collosum

| 34

Rizki Faujiah M- 1102010253


b. Anterior horn dari ventrikel lateral kiri
c. Nucleus caudate
d. Thalamus
e. Ventrikel tiga
f. Kelenjar pineal (agak sedikit mengalami kalsifikasi)
g. Posterior horn dari ventrikel lateral kiri
o

Potongan Axial V
Menggambarkan jaringan otak dalam ventrikel medial tiga. Kriteria gambar yang
tampak :
a. Anterior corpus collosum
b. Anterior horn ventrikel lateral kiri
c. Ventrikel tiga
d. Kelenjar pineal
e. Protuberantia occipital interna

Potongan Axial VII


Irisan ke tujuh merupakan penggambaran jaringan dari bidang orbita. Struktur dalam
irisan ini sulit untuk ditampakkan dengan baik dalam CT-scan. Modifikasimodifikasi sudut posisi kepala dilakukan untuk mendapatkan gambarannya adalah
tampak :
a. Bola mata / occular bulb
b. Nervus optic kanan
c. Optic chiasma
d. Lobus temporal
e. Otak tengah
f. Cerebellum
g. Lobus oksipitalis
h. Air cell mastoid
i. Sinus ethmoid dan atau sinus sphenoid

7. Memahami & Menjelaskan Birrul Walidain


HUKUM BIRRUL WALIDAIN

| 35

Rizki Faujiah M- 1102010253


Para Ulama Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib,
hanya saja mereka berselisih tentang ibarat-ibarat (contoh pengamalan) nya.
Berkata Ibnu Hazm, mudah-mudahan Allah merahmatinya: "Birul Walidain adalah fardhu (wajib bagi masingmasing individu). Berkat beliau dalam kitab Al Adabul Kubra: Berkata Al Qodli Iyyad: "Birrul walidain adalah
wajib pada selain perkara yang haram." (Ghdzaul Al Baab 1/382)
Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) yang mereka gunakan banyak sekali , diantaranya:
1. Firman Allah Subhanahu Wa Taala (artinya): "Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua Ibu Bapak". (An Nisa : 36).
Dalam ayat ini (berbuat baik kepada Ibu Bapak) merupakan perintah, dan perintah disini menunjukkan
kewajiban, khususnya, karena terletak setelah perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan (tidak
mempersekutukan) Allah, serta tidak didapatinya perubahan (kalimat dalam ayat tersebut) dari perintah ini. (Al
Adaabusy Syariyyah 1/434).
2. Firman Allah Subhanahu Wa Taala (artinya): "Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya". (QS. Al
Isra: 23).
Adapun makna ( qadhoo ) = Berkata Ibnu Katsir : yakni, mewasiatkan. Berkata Al Qurthubiy: yakni,
memerintahkan, menetapkan dan mewajibkan. Berkata Asy Syaukaniy: "Allah memerintahkan untuk berbuat
baik pada kedua orang tua seiring dengan perintah untuk mentauhidkan dan beribadah kepada-Nya, ini
pemberitahuan tentang betapa besar haq mereka berdua, sedangkan membantu urusan-urusan (pekerjaan)
mereka, maka ini adalah perkara yang tidak bersembunyi lagi (perintahnya). (Fathul Qodiir 3/218).
3. Firman Allah Subhanahu Wa Taala (artinya): "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang Ibu Bapanya, Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah
dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang Ibu Bapakmu,
hanya kepada-Ku-lah kembalimu." (QS. Luqman : 14).
Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua "Tiga ayat dalam Al Quran yang saling
berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman
Allah Subhanahu Wa Taala (artinya) : "Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang Ibu Bapakmu",
Berkata beliau. "Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua
Ibu Bapaknya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu." (Al Kabaair milik Imam Adz Dzahabi
hal 40).
Berkaitan dengan ini, Rasulullah ShalallahuAlaihi Wassallam bersabda (artinya) : "Keridhaan Rabb (Allah)
ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua" (Riwayat
Tirmidzi dalam Jaminya (1/ 346), Hadits ini Shohih, lihat Silsilah Al Hadits Ash Shahiihah No. 516).
4. Hadits Al Mughirah bin Syubah - mudah-mudahan Allah meridhainya, dari Nabi Shalallahu Alaihi
Wasallam beliau bersabda (artinya): "Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian mendurhakai para Ibu,
mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mau memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah
membenci atas kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih
dahulu), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta". (Diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam Shahihnya No. 1757).

KEUTAMAAN BIRRUL WALIDAIN


Pertama : Termasuk Amalan Yang Paling Mulia
Dari Abdullah bin Masud mudah-mudahan Allah meridhoinya dia berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam: Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah?, Bersabda Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam: "Sholat tepat pada waktunya", Saya bertanya : Kemudian apa lagi?, Bersabada
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam "Berbuat baik kepada kedua orang tua". Saya bertanya lagi : Lalu apa
lagi?, Maka Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda : "Berjihad di jalan Allah". (Diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya).

| 36

Rizki Faujiah M- 1102010253


Kedua : Merupakan Salah Satu Sebab-Sebab Diampuninya Dosa
Allah Subhanahu Wa Taala berfirman (artinya): "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya.", hingga akhir ayat berikutnya : "Mereka itulah orang-orang yang kami
terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka,
bersama penghuni-penghuni surga. Sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka." (QS. Al
Ahqaf
15-16)
Diriwayatkan oleh ibnu Umar mudah-mudahan Allah meridhoi keduanya bahwasannya seorang laki-laki
datang kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dan berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya telah
menimpa kepadaku dosa yang besar, apakah masih ada pintu taubat bagi saya?, Maka bersabda Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam : "Apakah Ibumu masih hidup?", berkata dia : tidak. Bersabda beliau Shalallahu
Alaihi Wasallam : "Kalau bibimu masih ada?", dia berkata : "Ya" . Bersabda Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wasallam : "Berbuat baiklah padanya". (Diriwayatkan oleh Tirmidzi didalam Jaminya dan berkata Al
Arnauth : Perawi-perawinya tsiqoh. Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim. Lihat Jaamiul Ushul (1/
406).
Ketiga : Termasuk Sebab Masuknya Seseorang Ke Surga
Dari Abu Hurairah, mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wasallam bersabda: "Celakalah dia, celakalah dia", Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam ditanya :
Siapa wahai Rasulullah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam : "Orang yang menjumpai salah
satu atau kedua orang tuanya dalam usia lanjut kemudian dia tidak masuk surga". (Diriwayatkan oleh Imam
Muslim dalam Shahihnya No. 1758, ringkasan).
Dari Muawiyah bin Jaahimah mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua, Bahwasannya Jaahimah
datang kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam kemudian berkata : "Wahai Rasulullah, saya ingin
(berangkat) untuk berperang, dan saya datang (ke sini) untuk minta nasehat pada anda. Maka Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda : "Apakah kamu masih memiliki Ibu?". Berkata dia : "Ya". Bersabda
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam : "Tetaplah dengannya karena sesungguhnya surga itu dibawah
telapak kakinya". (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Nasai dalam Sunannya dan Ahmad dalam Musnadnya,
Hadits ini Shohih. (Lihat Shahihul Jaami No. 1248)
Keempat : Merupakan Sebab keridhoan Allah
Sebagaiman hadits yang terdahulu "Keridhoan Allah ada pada keridhoan kedua orang tua dan kemurkaan-Nya
ada pada kemurkaan kedua orang tua".
Kelima : Merupakan Sebab Bertambahnya Umur
Diantarnya hadit yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata,
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda : "Barangsiapa yang suka Allah besarkan rizkinya dan Allah
panjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahim".
Keenam : Merupakan Sebab Barokahnya Rizki
Dalilnya, sebagaimana hadits sebelumnya.

ADAB BIRRUL WALIDAIN


Hak-hak yang wajib dilaksanakan semasa orang tua masih hidup :
1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
2. Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua
3. Merendahkan Diri Di Hadapan Keduanya
4. Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka
5. Menyediakan Makanan Untuk Mereka

| 37

Rizki Faujiah M- 1102010253


6. Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk Urusan Lainnya
7. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka Inginkan
8. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang yang Dicintai Mereka
9. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua
10. Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain
11. Mendahulukan Berbakti Kepada Ibu Daripada Ayah

Hak-hak orang tua setelah mereka meninggal dunia :


1. Menshalati Keduanya
2. Beristighfar Untuk Mereka Berdua
3. Menunaikan Janji Kedua Orang TUa
4. Memuliakan Teman Kedua Orang Tua
5. Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat Ibu dan Ayah

| 38

Anda mungkin juga menyukai