Anda di halaman 1dari 52

1.

Anatomi & Fisiologi

1. Anatomi Nervus Kranialis

SARAF OLFAKTORIUS (N.I)

- Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius.

- Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila

olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.

- Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran

mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di

bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir

di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.

- Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai

korteks tanpa dirilei di talamus.

- Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi sertabau

busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini

ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman
dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus.

- Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan
dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

SARAF OPTIKUS (N. II)

- Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina.

Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan

bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum.
- Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-

serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan

sebaliknya.

- Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang

kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang.

- Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di

kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius.

- Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan

di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis.

- Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula

interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.

- Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut

untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus

temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-

serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan
sebaliknya.

SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)

Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal


(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus
motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior,
otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus
Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu
spingter pupil dan otot siliaris.

SARAF TROKLEARIS (N. IV)

- Nukleus saraf troklearis terletak setinggi

kolikuli inferior di depan substansia grisea

periakuaduktal dan berada di bawah

Nukleus okulomotorius.

- Saraf ini merupakan satu-satunya saraf

kranialis yang keluar dari sisi dorsal

batang otak.
- Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus

superior untuk menggerakkan mata

bawah, kedalam dan abduksi dalam

derajat kecil

SARAF TRIGEMINUS (N. V)

Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut
sensorik.

- Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut

sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus,

maksilaris, dan mandibularis.

- Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi

maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga

luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.

SARAF ABDUSENS (N. VI)

Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula
oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus
lateralis.

SARAF FASIALIS (N. VII)

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari
Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat
medula oblongata.
- Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan

saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.

- Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot

orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot

stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma.

- Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang
mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum
medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk
keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-
serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons,
serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.
SARAF GLOSSOFARINGEUS (N. IX)

Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua
ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati
foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot
stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan
mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

SARAF VAGUS (N. X)

Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan

ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf

vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari

dinding usus, jantung dan paru-paru.

SARAF ASESORIUS (N. XI)

- Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari

neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus.

- Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan

bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke

samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

SARAF HIPOGLOSSUS (N. XII)

- Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan
depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus.

- Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu

otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

Nervus XI Nervus XII


Saraf Kranial Tempat keluar-masuk pada Otak

N. I : Fila olfaktoria Bulbus olfaktorius

N. II : N. Opticus Chiasma optikum

N. III : N. Oculomotorius Pedunculus Cerebri, sulcus oculomotorius

N. IV : N.Trochlearis Dorsal dari tectum mesencephali

N. V : N. Trigeminus Tepi samping pons.

-N. opthalmicus [V/1] Ketiga cabang N. Trigeminus di ganglion trigeminale


(Gasseri)
-N. Maxillaris [V/2]

-N. Mandibularis [V/3]

N. VI : N. Abducens Antara pons dan pyramis

N. VII : N. Facialis Sudut jembatan otak kecil (Angulus pontocerebellaris)

N. VIII : N. Vestibulocochlearis

N. IX : N. Glossopharyngeus Medula oblongata, Sulcus posterolateralis (retroolivaris)

N. X : N. Vagus

N. XI : N. Accessorius

N. XII : N. Hypoglossus Medula oblongata, Sulcus anterolateralis


2.2 Jaras Motorik dan Sensorik
Nomor Nama Jenis Fungsi

Menerima rangsang dari hidung dan


I Olfaktorius Sensori menghantarkannya ke otak untuk diproses
sebagai sensasi bau

Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya


II Optik Sensori
ke otak untuk diproses sebagai persepsi visual

III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata

IV Troklearis Motorik Menggerakkan beberapa otot mata

Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk


V Trigeminus Gabungan diproses di otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang

VI Abdusen Motorik Abduksi mata

Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior


lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
VII Fasialis Gabungan Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk
menciptakan ekspresi wajah

Sensori sistem vestibular: Mengendalikan


keseimbangan
VIII Vestibulokoklearis Sensori
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di
otak sebagai suara

Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior


IX Glosofaringeus Gabungan lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam

Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam


X Vagus Gabungan
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam

XI Aksesorius Motorik Mengendalikan pergerakan kepala

XII Hipoglossus Motorik Mengendalikan pergerakan lidah


* Macam Saraf

a.Saraf sensoris ad: saraf yang membawa impuls dari reseptor ke SSP (Sistem Saraf Pusat)

b.Saraf konektor adalah saraf menghubungkan saraf sensoris dan saraf motoris di medula

spinalis pada gerak reflek

c.Saraf motoris adalah saraf yang membawa impuls dari SSP ke efektor

- Sistem Lokomotorius
* Gerak Reflek

- Gerak reflek adalah gerak (respon terhadap impuls sensoris) yang tidak disadari

- Jarasnya: reseptor saraf sensoris saraf konektor (medulla spinalis) saraf motorik

Efektor

* Reseptor Sensoris

Reseptor sensorik adalah organ/sel yang berfungsi menerima rangsang/stimulasi lingkungan


menjadi impuls saraf

Reseptor dibagi berdasarkan:

- Sumber (lokasi) sensasi

- Jenis sensasi yang terdeteksi

Macam Reseptor

- Eksteroseptor: reseptor yang menerima rangsang dari luar tubuh. (sentuhan, tekanan,

nyeri, suhu, penciuman, penglihatan, pendengaran)

- Propioseptor: reseptor yang menerima rangsang dari dalam tubuh. (otot, tendon,

persendian, keseimbangan)

- Interoseptor/viseroseptor: reseptor yang terletak di organ visera dan pembuluh darah yang

diinervasi oleh SSO. (digesti, ekskresi dan sirkulasi)

- Mekanoreseptor: reseptor untuk rangsangan mekanik. (vibrasi, tekanan, propriosepsi,

pendengaran, keseimbangan, tekanan darah)

- Termoreseptor: reseptor untuk suhu

- Reseptor nyeri/nosiseptor: reseptor untuk kerusakan jaringan

- Fotoreseptor: reseptor untuk cahaya

- Kemoreseptor: reseptor untuk zat kimia


* Sistem Saraf

- Sistem Saraf Pusat (SSP) terdiri dari cerebrum dan medulla spinalis

- Sistem Saraf Tepi (SST) adalah saraf yang keluar dari SSP yang terdiri dari nervi cranialis

dan nervi spinalis

- Sistem Saraf Otonom (SSO) adalah saraf SST yang sifatnya tidak sadar (involunter) terdiri

dari nervi simpatis dan nervi parasimpatis

* Jaras Saraf Sensoris

- Jaras mulai dari reseptor cortex sensoris cerebri membawa impuls dari reseptor ke SSP

- Badan sel saraf sensoris ada di ganglion radik posterior dekat medulla spinalis

- Kerusakan pada jaras sensoris menyebabkan anestesia

* Ada dua jalur:

- Untuk Sentuhan/posisi saraf berjalan mulai ganglion radix posterior kemudian melalui

serabut sentralis naik didalam kolumna dorsalis lalu menyilang di medulla

oblongata dan berakhir di cortex sensoris cerebri

- Untuk Nyeri/suhu saraf berjalan mulai ganglion radix posterior kemudian memotong

medulla spinalis lalu naik pada traktus antero lateral sisi yang berlawanan

menuju cortex sensoris cerebri

* Jaras Motoris

Jaras motoris adalah jaras saraf mulai dari cortex motorik cerebri sampai ke efektor (otot,

kelenjar),Jaras menyilang di medulla oblongata

Dibagi dua yaitu:

UMN

LMN

a.) Upper Motor Neuron (UMN)

Jaras saraf mulai dari cortex motorik cerebrum sampai cornu anterior medulla spinalis

Kerusakan pada jaras UMN akan menyebabkan paralisa yang bersifat spastik
b.) Lower Motor Neuron (LMN)

Jaras saraf mulai dari cornu anterior medulla spinalis sampai ke efektor

Kerusakan LMN akan mengakibatkan paralise yang bersifat flacid (layuh)

* Jaras Sistem Saraf

1.Jaras Desenden

- Telah diketahui bahwa terdapat serabut saraf yang terletak di substansia


alba medulla spinalis mengandung dua arah pembawaan informasi, yakni arah asenden dan
jaras desenden.

- Jaras desenden merupakan jaras yang membawa informasi dari sistem saraf pusat (SSP)
menuju sistem saraf tepi (SST).Organ efektor yang merupakan tujuan akhir jaras ini adalah
otot dan/atau kelenjar.

- Selain daripada jaras desenden yang merupakan porsi utama dari medulla spinalis,
jaras desenden yang berkaitan dengan saraf-saraf kranial juga akan dibahas mengingat
keterkaitan dengan pemicu.

- Jaras desenden, atau disebut juga jaras motorik, digolongkan menjadi dua bagian besar,
yakni jaras kortikospinal (atau piramidal), dan jaras ekstrapiramidal, yang merupakan jaras-
jaras desenden selain jaras kortikospinal.

Penghantaran Impuls melalui Neurotransmiter Jaras Desenden

- Neurotransmiter merupakan senyawa yang dilepaskan oleh ujung akson presinaps, yang
dinamakan terminal bouton, yang akan ditangkap oleh neuron pascasinaps. Ikatan
neurotransmitter pada neuro pasca sinaps menghasilkan potensial aksi sehingga impuls saraf
terhantarkan.

- Neurotransmiter yang dapat ditemukan di persarafan desenden antara lain:

Asetilkolin, selanjutnya disebut Ach, dapat mengeksitasi atau menginhibisi saraf


pascasinaps.Prekursornya adalah Asetil CoA dan kolin, dan diubah menjadi asetilkolin
melalui enzim kolinasetiltransferase. Ach dimetabolime oleh enzim asetilkolinesterase
(AchE). Dilepaskan terutama dihubungan saraf-saraf, saraf-otot, dan sistem saraf otonom.

Glisin dan Glutamat, terutama terdapat di interkoneksi SSP dan medulla spinalis.

Norepinefrin (atau noradrenalin) dihasilkan dari zat prekursor tirosin, yang kemudian diolah
melaluienzim dopamine-
beta hidroksilase. Dilepaskan oleh neuron pascaganglion simpatis sistem saraf otonom.

Serotonin, selanjutnya disebut 5-HT dihasilkan dari prekursor triptofan,


diolah melalui enzimtriptofan-5-hidrolase, serta merupakan neurotransmiter desenden umum
di sekitar mesensefalon,pons, dan medulla oblongata. Banyak neurotransmiter
lain terutama terlibat dalam jaras asenden, misalnya dopamin, NO, beta-endorfin, dan lain
sebagainya).

2.Jaras Kortikospinal

- Kegunaan: Menghantarkan impuls terutama untuk gerakan disadari (voluntary) dan gerakan
dilatih(skilled movements).

- Jaras ini bermula dari akson sel-sel piramidal yang terletak di lapis kelima korteks serebri.
Sekitar dua pertiga total serabut yang membentuk jaras kortikospinal berasal dari girus
presentral, sementara itusisanya berasal dari girus postsentral.

- Serabut ini berkumpul di korona radiata, lalu diteruskan ke bagian posterior kapsula interna,
dan bergerak menuju crus serebri, dan pada akhirnya masuk ke pons.

- Jaras ini terus melalui batang otak, dan di daerah ventral medulla oblongata membentuk
tonjolan yang disebut piramid.Atas dasar inilah jaras ini juga dinamai jaras piramidal.

- Sekitar 85% hingga 90% akson akan membentuk dekusasi (bersilangan)


di daerah kaudal medullaoblongata, membentuk struktur dekusasi piramidal.

- Akson-akson yang berdekusasi ini memasuki medullaspinalis melalui daerah lateral


kortikospinal, dan kebanyakan berakhir di medulla spinalis dengan ketinggian servikal,
lumbal, atau sacral. Sementara itu 10-15% sisa akson yang tidak berdekusasi akan memasuki
medulla spinalis melalui daerah anterior kortikospinal dan berakhir di ketinggian servikal
dantorakal atas medulla spinalis.

- Kebanyakan jaras kortikospinal bersinaps dengan neuron perantara (internuncial neuron),


yang kemudian bersinaps dengan alfa motor neuron dan beberapa gamma motor neuron.

- Jaras kortikospinal juga membentuk percabangan dengan nukelus kaudatus dan lentiformis
(basal nuclei), nukleus ruber, nukleusolivari, dan formasi retikuler.

- Percabangan ini menginformasikan daerah subkorteks akan gerakan-gerakan disadari dan


disengaja (gerakan kortikal).

- Selain sebagai sarana informasi, percabangan ini juga dapat mengirimkan impuls
pengaturan terhadap motor neuron, khususnya alfa motor neuron.
Jaras kortikospinal

Perjalanan Jaras Sensorik

3. Jaras Retikulospinal

- Kegunaan: Mempengaruhi gerakan disadari maupun refleks, juga merupakan jarak bagi
system saraf otonom sehingga mendukung hipotalamus mengontrol sistem saraf simpatis dan
parasimpatis.

- Formasi retikuler merupakan interkoneksi berbentuk jala yang dapat ditemui di


mesensefalon, pons,dan medulla oblongata. Formasi retikuler di daerah pons memiliki akson
yang mengarah ke medulla spinalismelalui jaras retikulospinal pontin. Sementara itu, formasi
retikuler di daerah medulla oblongata mengarahkan akson, juga ke medulla spinalis,
dan membentuk jaras retikulospinal medular.
- Jaras retikulospinal pontin dan medular menuruni pons dan masuk ke medulla spinalis
substansiaalba daerah anterior dan substansia alba daerah lateral, berturut-turut.

- Akhirnya kedua jaras ini berakhir dikornu anterior substansia grisea. Mereka bersinaps

untuk menghambat atau memfasilitasi alfa dan gammamotor neuron.

4. Jaras Tektospinal

Kegunaan: Mengatur refleks postural terutama sebagai respons terhadap rangsang visual.

- Jaras ini berawal dari kolikulkus superior mesensefalon, yang kemudian bersilangan di

garis tengah mesensefalon segera setelah jaras dimulai.

- Akson-akson kemudian turun melalui batang otak dan terletak dekat dengan fasikulus
medial longitudinal. Jaras tektospinal kemudian menuruni kornu anterior substansia alba
medulla spinalis, dekat dengan fisura anterior median.

5.Jaras Rubrospinal

- Kegunaan: Memfasilitasi aktivitas fleksi otot dan menghambar aktivitas ekstensi otot
untuk menjaga keseimbangan tubuh.

- Jaras ini bermula dari nukleus ruber yang terletak di tegmentum mesensefalon

melalui potongan setinggi kolikulus superior.

- Nukelus ruber berhubungan dengan jaras aferen dari korteks serebri dan serebelum.
- Nukelus ini mengeluarkan akson yang bersilangan di garis tengah masih di ketinggian
yangsama, lalu menuruni pons dan medulla oblongata melalui jaras rubrospinal, dan
memasuki kolumna lateralsubstansia alba medulla spinalis.

- Pada akhirnya, akson bersinaps dengan neuron penghubung di kolumna anterior substansia

grisea, dan mengatur aktivitas alfa dan gamma motor neuron.

6. Jaras Vestibulospina

- Kegunaan: Memfasilitasi aktivitas ekstensi otot dan menghambat aktivitas fleksi otot untuk
menjaga keseimbangan tubuh.

- Nukelus vestibular terletak di pons dan medulla oblongata. Nukelus ini menerima saraf

aferen dari telinga bagian dalam (saraf vestibuli), serta informasi dari serebelum.

- Nukelus ini menghasilkan akson yang keluar membentuk jaras vestibulospinal yang tidak

bersilangan ketika melalui medulla oblongata, dan terus menuju kornu anterior substansia

alba medulla spinalis.

7. Jaras Desenden Otonom

- Rupanya korteks serebri, hipotalamus, amygdala, formasi retikuler, serta batang otak

mengintervensi persarafan otonom melalui jaras desenden otonom yang memengaruhi

saraf praganglion simpatis di daerah torakolumbal medulla spinalis, serta

persarafan praganglion parasimpatis di daerah sakral (tidak untuk persarafan

parasimpatis kranial, karena memiliki mekanisme tersendiri).

- Beberapa sumber juga mengatakan bahwa jaras ini tidak berdiri sendiri, melainkan

merupakan bagian dari jaras retikulospinal.

* Persarafan Motorik Saraf Kranial: Jaras Kortikonuklear

Jaras piramidal merupakan jaras yang membawa informasi motorik dari korteks bagian
motorik, melalui korona radiata, kapsula interna, dan pada akhirnya
menuju ke medulla spinalis.

- Namun demikian, informasi ini tidak hanya dibawa menuju medulla spinalis, melainkan
juga dibawa menuju daerah-daerah nukelus yang letaknya terkonsentrasi di batang otak
(brainstem), dan berfungsi sebagai nukleus-nukleus bagi persarafan perifer kranial.

- Jaras ini merupakan jaraskortikonuklear, yang merupakan percabangan di daerah


setinggi mesensefalon. Saudaranya, jaraskortikospinal turun ke bawah, sementara

jaras kortikonuklear menuju ke nukelus saraf kranial. Ada yang berdekusasi ke

sisi kontralateral, dan ada pula yang tetap berada sesisi ipsilateral.

- Jaras kortikonuklear juga disebut sebagai jaras kortikobulbar.

Nukelus Kranial Motorik

- Nukelus kranial motorik, atau nukelus branchiomotor terdiri atas nukelus

motorik saraf kranial III(okulomotor); IV (trokelar); trimgeinal (V); abdusens

(VI); fasial (VII); glosofaringeal (IX); vagus (X);aksesori (XI); dan hipoglosus

(XII).

- Hampir semua nukelus kranial motorik ini dipersarafi secara bilateral (dari kedua korteks

serebrum,dengan kata lain dari kedua jaras kortikonuklear),

-Kecuali untuk motor nukelus N. VII dan N. XII yang hanya dipersarafi secara

kontralateral.

- Nukleus fasialis (nukelus milik nervus kranialis VII) merupakan tempat

terjadinya sinaps antaraUMN (Upper Motor Neuron ) dari bagian motor korteks serebri

yang mengirimkan akson ke nukelus fasialis,dan dihubungkan dengan LMN (Lower Motor

Neuron) yang kemudian mempersarafi daerah perwajahan.

- Nukelus fasialis terbagi atas daerah dorsal, yang mendapatkan persarafan UMN secara

bilateral, dan mempersarafi daerah wajah bagian atas mata. Daerah ventral mendapatkan

persarafan secara kontralateral,sehingga nukelus fasialis sinister aspek ventral mendapat

persarafan dari korteks serebrum dexter, demikianjuga sebaliknya.

- Pemahaman ini penting untuk memahami lesi-lesi, baik di tingkat nuklear,

infranuklear, maupun supranuklear

1.3 Anatomi Capsula Interna

Capsula Interna
Kapsula Interna terdiri dari :

A. Krus Anterior
Berisi serat-serat talamokortikal dan kortikotalamik, jaras-jaras frontopontin dan serat-
serat saraf yang menghubungkan nucleus kaudatus dan putamen
B. Krus Posterior

Terdiri dari 3 bagian :

1. Bagian Sentral ( 2/3 depan )


Berisi jaras jaras kortikobulbaris, kortikospinalis dan kortikorubralis
2. Bagian Retrolentikular (1/3 belakang)
Berisi jaras jaras sensorik dari inti posterolateral thalamus ke girus post-sentralis
3. Bagian Sublentikular (dibawah nucleus lentikularis)
Berisi serat serat parietotemporopontin, radiasio auditorik (pendengaran) dan serat
serat (penglihatan) genikulokalkarina

2. Pemeriksaan Neurologis Sensorik & Motorik

Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal


a. Kaku kuduk:
Cara : Pasien tidur telentang tanpa bantal.
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian
kepala ditekukan ( fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan
diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak
dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
Hasil pemeriksaan:
Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat menyentuh sternum, atau fleksi leher =
normal. Adanya rigiditas leher dan keterbatasan gerakan fleksi leher = kaku kuduk.

A.Sewaktu mengangkat kepala, badan ikut terangkat.


B.Gerakan leher ke kanan atau kiri tidak ada gangguan.
C.Gerakan dorsofleksi tidak ada tahanan.

Brudzinski I:
Cara : Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien
difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Hasil Pemeriksaan :
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut
dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

Kernig :
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian
panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada
persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat
tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka dikatakan kernig
sign positif.
Brudzinski II:
Cara : Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi
lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul.
Hasil Pemeriksaan :
Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan
panggul ini menandakan test ini postif.

PEMERIKSAAN NERVI KRANIALIS

Pemeriksaan Nervi Kranialis


a. Pemeriksaan Nervus III, IV dan VI
Fungsi N III (Okulomotorius), IV (Troklearis), VI (Abdusen) saling berkaitan dan diperiksa
bersama-sama. Fungsinya ialah menggerakkan otot mata ekstraokuler dan mengangkat
kelopak mata. Serabut otonom N III mengatur otot pupil.
Pemeriksaan nervi III,IV,VI:
1.Inspeksi saat istirahat :
Kedudukan bola mata
Observasi celah kelopak mata

2.Inspeksi saat bergerak :


Observasi gerakan mata sesuai perintah

3.Pemeriksaan reflek pupil

1.Inspeksi saat istirahat


A. Kedudukan bola mata
Pemeriksaan :
- Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak
- Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik
- Eksoptalmus / endoftalmus
Interpretasi
Normal : Kedudukan bola mata simetris
B.Observasi celah kelopak mata
Pemeriksaan :
- Penderita memandang lurus kedepan
- Perhatikan kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris.
Interpretasi
Normal : simetris kanan-kiri
2. Pemeriksaan gerakan bola mata
Penilaian gerakan monokular
Penilaian gerakan kedua bola mata atas perintah
Penilaian gerakan bola mata mengikuti obyek bergerak
Pemeriksaan gerakan konjungat reflektorik (dolls eye movement)

Interpretasi gerakan bola mata :


Normal :
o Gerakan konjungate
o Gerakan diskonjungat / gerakan konversion
o Dolls eye movement (+)
b. Pemeriksaan N. VII
Pemeriksaan: Fungsi motorik N.Fasialis
Pemeriksaan dan Interpretasi fungsi motorik
a.Observasi otot wajah dalam keadaan istirahat
Pemeriksaan :
Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien kiri dan kanan apakah
simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis, lebarnya celah mata, lipatan kulit
nasolabialis dan sudut mulut.
b.Observasi otot wajah saat digerakkan
Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
Mengangkat alis
Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa.
Moncongkan bibir atau menyengir.
Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama
kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh.

c. Pemeriksaan Nervus XII


Cara pemeriksaan N. hipoglosus:
Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan perkataan tidak dapat
diucapkan dengan baik (cadel/pelo) hal demikian disebut: disarthri.
Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser ke daerah lumpuh karena tonus
disini menurun.
Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit.
Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah .
Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah ke samping pada pipi dan
dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.

PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS

Pemeriksaan reflex fisiologis


Refleks Fisiologis adalah reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang muncul sebagai
akibat rangsangan terhadap tendon atau periosteum atau kadang-kadang terhadap tulang,
sendi, fasia atau aponeurosis.
Dasar pemeriksaan refleks
1. Pemeriksaan menggunakan alat refleks hammer
2. Penderita harus berada dalam posisi rileks dan santai. Bagian tubuh yang akan diperiksa
harus dalam posisi sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang nantinya akan terjadi dapat
muncul secara optimal
3. Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung;keras pukulan harus dalam batas
nilai ambang, tidak perlu terlalu keras
4. Oleh karena sifat reaksi tergantung pada tonus otot, maka otot yang diperiksa harus dalam
keadaan sedikit kontraksi
Jenis-jenis Pemeriksaan Refleks fisiologis
a. Pemeriksaan Refleks pada Lengan
Pemeriksaan Reflex Biseps
Pasien duduk dengan santai,lengan dalam keadaan lemas, siku dalan posisi sedikit fleksi
dan pronasi.
Letakan ibu jari pemeriksa di atas tendo biseps,lalu pukul ibu jari tadi dengan
menggunakan refleks hammer.
Reaksinya adalak fleksi lengan bawah.
Bila refleks meninggi maka zona refleksogen akan meluas.
Pemeriksaan Refleks Triseps
Posisi pasien sama dengan pemeriksaan refleks bisep
Apabila lengan pasien sudah benar-benar relaksasi (dengan meraba trisep tidak teraba
tegang), pukullah tendon yang lewat di fossa olekrani
Maka trisep akan berkontraksi dengan sedikit menyentak
b. Pemeriksaan Refleks pada Tungkai
Refleks Patella
Pasien dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai
Daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dahulu diraba, untuk menetapkan daerah yang
tepat.
Tangan pemeriksa yang satu memegang paha bagian distal, dan tangan yang lain memukul
tendo patella tadi dengan reflex hammer secara tepat.
Tangan yang memegang paha tadi akan merasakan kontraksi otot kuadriseps, dan
pemeriksa dapat melihat tungkai bawah yang bergerak secara menyentak untuk kemudian
berayun sejenak.
Apabila pasien tidak mampu duduk, maka pemeriksaan reflex patella dapat dilakukan dalam
posisi berbaring.
Refleks Achiles
Pasien dapat duduk dengan posisi menjuntai, atau berbaring tau dapat pula penderita
berlutut dimana sebagian tungkai bawah dan kakinya menjulur di luar kursi pemeriksaan.
Pada dasarnya pemeriksa sedikit meregangkan tendon achiles dengan cara menahan ujung
kaki kea rah dorsofleksi.
Tendon Achilles dipukul dengan ringan tapi cepat.
Akan muncul gerakan fleksi kaki yang menyentak.
INTERPRETASI : NORMAL : ++
MENINGKAT : +++

PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS

Pemeriksaan Refleks Patologis


Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu normal.
Refleks patologis pada ekstemitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih reliabel
dan lebih mempunyai korelasi secara klinis dibandingkan pada ekstremitas atas.
Dasar pemeriksaan reflex :
Selain dengan jari-jari tangan untuk pemeriksaan reflex ekstremitas atas,bisa juga dengan
menggunakan reflex hammer.
Pasien harus dalam posisi enak dan santai
Rangsangan harus diberikan dengan cepat dan langsung
Jenis-jenis pemeriksaan refleks patologis
a. Refleks Hoffmann-Tromner
Cara pemeriksaan : tangan penderita dipegang pada pergelangannya dan suruh pasien
melekukan fleksi ringan jari-jarinya. Kemudian jari tengah pasien diregangkan dan dijepit
diantara jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Lalu lakukan:
Hoffmann: Goresan pada ujung jari tengah pasien reaksi: fleksi dan adduksi ibu
jari disertai dengan fleksi telunjuk dan jari-jari lainnya.
Tromner: Colekan pada ujung jari pasien maka akan muncul reaksi yang sama
dengan hoffmann
b. Babinsky sign
Pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks.
Reaksi: Dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan melebar jari-jari
Lainnya

Refleks Grup Babinsky :


1. Chaddocks sign
Cara: Pemeriksa menggores dibawah dan sekitar maleolus eksterna ke
arah lateral dengan palu refleks ujung tumpul.
Reaksi: sama dengan babinski sign
2. Gordons sign
Cara: Pemeriksa menekan oto-otot betis dengan kuat
Reaksi: sama dengan babinski sign
3. Schaeffers sign
Cara: Pemeriksa menekan tendo Achilles dengan kuat
Reaksi: sama dengan babinskis sign
4. Oppenheims sign
Cara: Pemeriksa memberi tekanan yang kuat dengan ibu jari dan
telunjuk pada permukaan anterior tibia kemudian digeser ke arah distal
Reaksi: sama dengan babinskis sign
INTERPRETASI : NORMAL : (-)

3. Stroke

3.1. Definisi Stroke

WHO mendefinisikan stroke sebagai manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal
maupun global (menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau
sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.

3.2 Epidemiologi Stroke

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus
stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan
terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000
kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk,
2006). Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada
kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok
usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk, 2009). Di Indonesia, menurut SKRT th 1995, stroke termasuk
penyebab kematian utama, dengan 3 per 1000 penduduk menderita penyakit stroke dan jantung
iskemik. Di dunia, menurut SEAMIC Health Statistic 2000, penyakit serebrovaskuler seperti
jantung koroner dan stroke berada di urutan kedua penyebab kematian tertinggi di dunia.
Secara umum, 85% kejadian stroke adalah stroke oklusif, 15 % adalah stroke hemoragik

Faktor Resiko Keterangan


Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari
stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko
stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku untuk
kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan, atherothrombotik,
dan stroke lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik
kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun
masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki berbanding
perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar monozigotik
dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik yang menunjukkan
kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran
Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki
yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya
berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di
California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes meningkatkan
risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding
orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah
yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua kali
lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.
o Penyakit Arteri koroner :
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.
o Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
o Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17
kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps katup
mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan
lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun risiko
untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri
dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan bahwa
merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang
dihisap, dan penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali
seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi
hematokrit 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting. Ketika
meningkat viskositas hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau
paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina
jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis.
Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik.
tingkat fibrinogen Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan
kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
dan kelainan
system pembekuan
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral dan perdarahan
subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke
dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.

Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :


Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines,
obat norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah
vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah
hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit
jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang jelas. Peningkatan
kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis,
khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia
menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas antara
tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita
muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak
dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi
estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan
dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana
etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan, platelet,
osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan
autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah secara
konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi
dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor
independen ke-atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit pembuluh Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
darah perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui pengembangan
perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan
mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di usia muda
atau homosistinuria adalah 10-16%.

Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.


Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak proporsional dari
kelompok lain.
Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke merupakan penyebab
kematian ketiga paling sering, setelah penyakit jantung dan kanker. Paling sering,
stroke disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh perdarahan.
Kekecualian adalah pada setengah perempuan berkulit hitam, di puncak
pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke hemorragik adalah penyebab utama
kematian pada orang dewasa, dan perdarahan lebih umum dari aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan siang hari. Hal
faktor musim ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan diurnal fungsi platelet dan
fibrinosis mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim musiman
dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak
diamati di Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan
kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah berhubungan
dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita
yang nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinannya


untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan
bukti yang kuat (well documented atau less well documented) (Goldstein,2006).
1) Non modifiable risk factors :
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Berat badan lahir rendah
d) Ras/etnis
e) genetik
2) Modifiable risk factors
a) Well-documented and modifiable risk factors
- Hipertensi
- Paparan asap rokok
- Diabetes
- Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
- Dislipidemia
- Stenosis arteri karotis
- Sickle cell disease
- Terapi hormonal pasca menopause
- Diet yang buruk
- Inaktivitas fisik
- Obesitas
b) Less well-documented and modifiable risk factors
- Sindroma metabolik
- Penyalahgunaan alkohol
- Penggunaan kontrasepsi oral
- Sleep-disordered breathing
- Nyeri kepala migren
- Hiperhomosisteinemia
- Peningkatan lipoprotein
- Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase
- Hypercoagulability
- Inflamasi
- Infeksi
3.3 Etiologi Stroke

Stroke Iskhemik

Emboli
Atherosklerosis pada arteri otak (pembentukan plak/deposisi lemak pada pembuluh
darah)
Hiperkoagulabilitas darah, peningkatan kadar platelet, thrombosis

Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi, yang menekankan
dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :

Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah.
Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.
Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara, kulit,
dan tiroid.
Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri
di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
Overdosis narkoba, seperti kokain.

3.4 Klasifikasi Stroke

Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini
dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Stroke Trombotik: Proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung.

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir
70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
1. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
2. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium
dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999).
1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
a) Stroke iskemik
- Transient Ischemic Attack (TIA)
- Trombosis serebri
- Emboli serebri
b) Stroke hemoragik
- Perdarahan intraserebral
- Perdarahan subarakhnoid
2) Berdasarkan stadium:
a) Transient Ischemic Attack (TIA)
b) Stroke in evolution
c) Completed stroke
3) Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah):
a) Tipe karotis
b) Tipe vertebrobasiler

3.5 Patofisiologi Stroke

Patofisiologi Stroke Iskemik

Tingkat krisis aliran darah otak 12- 23 ml/ 100 gr/menit, K meningkat , ATP dan kreatinin
fosfat berkurang ( reversible ). Pengurangan aliran darah kurang dari 10- 12 ml/100gr/menit
menyebabkan infark. Bila aliran darah 6-8 ml/ 100 gr/ menit terjadi pengurangan ATP yang
nyata, peningkatan Ca intraseluler, dan asidosisseluler terjadi nekrosis, asam lemak bebas
merusak membran pospolipid dinding sel. Pada kondisi iskemik parsialotak masih mampu
bertahan hidup 6 jam atau lebih.
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap (Sjahrir,2003)

Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi

Tahap 4 : Apoptosis

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan permeabilitas
patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis,
peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal
bebas. (Sherki dkk,2002)

Patofisiologi Stroke Hemoragik

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20
detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit.
Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke).
Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia.
Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan
Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan
depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel,
dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat
kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh
darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya
penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga
merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang
terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan
spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral
presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan
hemineglect.8
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior
dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem
limbik.8
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan
kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai
oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis
(hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena.
Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik.
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-otot
mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung
dari lokasi kerusakan:8

Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).


Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan).
Patologi Sistem Motorik

A. LESI UPPER MOTOR NEURON


1. LESI TRACTUS CORTICOSPINAL (TRACTUS PYRAMIDAL)
Tes Babinsky positif. Ingat bahwa tanda babinsky secara normal terdapat
selama setahun pertama kehidupan, karean tractus kortikospinal tidak
bermielin sampai akhir tahun kehidupan pertama.
Arefleksia abdominalis superficial. Reflek ini tergantung pada
integritas tractus, yangmenimbulkan eksitasi tonik pada neuron
internunsial.
Arefleksia cremaster
Kehilangan penampilan gerakan volunter terlatih yang halus.
2. LESI TRACTUS DESCENDEN SELAIN TRACTUS CORTICOSPINAL
(TRACTUSEKSTRAPIRAMIDAL)
Paralisa parah dengan sedikit atau tanpa adanya atrofi otot
Spastik atau hipertonisasi toto. Anggota gerak tubuh bawah dalam ekstensi
dan anggota gerak atas dipertahankan dalam keadaan fleksi
Peningkatan reflek otot serta klonus dapat ditemukan pada fleksor jari
tangan, muskulus quadrisep femoris dan otot paha.
Reaksi pisau lipat, yaitu mengadakan gerakan pasif suatu sendi terhadap
tahanan oleh adanya spastisitas otot.

B. LESI LOWER MOTOR NEURON


1. Paralisis flaksid otot yang disuplai.
2. Atrofi otot yang disuplai
3. Kehilangan reflek otot yang disuplai
4. Vasikulasi muskuler. Keadaan ini merupakan twitching otot yang hanya terlihat jika
terdapat kerusakan yang lambat dari sel
5. Kontraktur muskuler. Ini adalah pemendekan otot yang mengalami paralise, lebih
seringterjadi pada otot antagonis, dimana kerjanya tidak lagi dilawan oleh otot yang
mengalami paralise
3.6 Manifestasi Klinis Stroke

Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:


1. Bagian sistem saraf pusat
Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik

2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf cranial


menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau
keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung
terganggu, lidah lemah.

3. Cerebral cortex
aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient
Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.

Stroke-stroke kecil mungkin tidak menyebabkan gejala-gejala apa saja, namun tetap dapat
merusak jaringan otak. Stroke-stroke ini yang tidak menyebabkan gejala-gejala dirujuk sebagai
silent strokes. Menurut the U.S. National Institute of Neurological Disorders and Stroke
(NINDS), ini adalah lima tanda-tanda utama dari stroke:

1. Kematian rasa (kekebasan) atau kelemahan-kelemahan yang mendadak dari muka,


tangan atau kaki, terutama pada satu sisi dari tubuh. Kehilangan dari gerakan sukarela
(voluntary movement) dan/atau sensasi mungkin adalah sepenuhnya atau sebagian.
Mungkin juga ada suatu sensasi kegelian (kesemutan) yang berkaitan pada area yang
terpengaruh.
2. Kebingungan atau kesulitan berbicara atau mengerti yang mendadak. Adakalanya
kelemahan pada otot-otot muka dapat menyebabkan pengeluaran air liur.
3. Kesulitan melihat yang mendadak pada satu atau kedua mata
4. Kesulitan berjalan, kepeningan, kehilangan keseimbangan atau koordinasi yang
mendadak.
5. Sakit kepala yang parah yang mendadak dengan penyebab yang tidak diketahui

Secara klinis perbedaan stroke iskemik dan hemoragik adalah sebagai berikut:
GEJALA HEMORAGIK ISKEMIK
Onset sangat akut subakut/akut
saat terjadinya waktu aktif tidak aktif
nyeri kepala hebat ringan/tak ada
Muntah pd awal sering tak ada
kaku kuduk jarang/biasa ada tak ada
Kejang bisa ada tak ada
Kesadaran biasa hilang dapat hilang
Gejala stroke hemoragic
Gejala Klinik PIS PSA
1. Gejala defisit lokal Berat Ringan
2. SIS sebelumnya Amat jarang -
3. Permulaan (onset) Menit/jam 1 2 menit
4. Nyeri kepala Hebat Sangat hebat
5. Muntah pada awalnya Sering Sering
6. Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak
7. Kesadaran Biasa hilang Biasa hilang sebentar
8. Kaku kuduk Jarang Biasa ada
9. Hemiparesis Sering sejak Permulaan tidak ada
10. Deviasi mata - Tidak ada
11. Gangguan bicara Bisa ada Jarang
12. Likuor Sering Selalu
13. Perdarahan subarachnoid Sering Berdarah
114. Paresis / gangguan N. III Berdarah tidak ada Bisa ada mungkin (+)

3.7 Pemeriksaan Penunjang Stroke

- Laboratorium
o Pemeriksaan darah rutin
o Pemeriksaan kimia darah lengkap
Gula darah sewaktu
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemi reaktif. Gula darah dapat
mencapai 250mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
kembali turun
Cholesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati enzim
(SGOT/SGPT.CPK) dan profil lipid (Trigliserida, LDH-HDL
cholesterol serta total lipid)
o Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap)
Waktu protrombin
APTT
Kadar fibrinogen
D-dimer
INR
Viskositas plasma
o Pemeriksaan tambahan atas indikasi:
Protein S
Protein C
ACA
Homosistein
- Pem Neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan EKG. Perubahan ini dapat
berarti kemungkinan mendapatkan serangan infark jantung atau pada stroke
daapat terjadi perubahan-perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan
otak yang menyerupai suatu infark miokard. Dalam hal ini pemeriksaan khusus
atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan memastikan diagnosis. Pada
pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik mengarah pada kemungkinan adanya
potensial source of cardiac emboli (PSCE) makan pemeriksaan echocardiography
terutama transesofagial echocardiography (TEE) dapat diminta untuk visualisasi
emboli cardial.

- Pemeriksaan Radiologi
o CT SCAN atau MRI
- CT SCAN
CT telah merevolusi diagnosis dan penanganan stroke. Pemeriksaan CT membantu
kita membedakan stroke iskemik dari stroke hemoragik. Dengan CT kita dapat
menentukan lokalisasi infark, pendarahan, dan menyingkirkan penyebab lain
seperti tumor, hematoma subdural yang dapat menyerupai gejala infark atau
pendarahan di otak. Pemeriksaan CT dengan kontras dapat menditeksi malformasi
vaskuler dan aneurisma. Gambaran dari potongan CT scan kepala memperlihatkan
dengan jelas kelainan- kelainan organ kepala dan ekstensinya. Beberapa garis
penting yang diketahui adalah:
Orbitomeatal line (OM line)
Anthropological base line(German plane)
Reid base line (infraorbito meatal line)
Supraorbitomeatal line(SM line)
Potongan lain yang dipergunakan adalah coronal section yang sejajar dengan
submentovertex line. Pemberian zat kontras untuk melihat adanya enchancement
dipergunakan untuk menilai pembuluh darah, meningen, parenkim, otak.

CT scanner yg ada dipakai 2 tipe: Head CT scan& Whole body CT scan

Gambaran CT scan pada kelainan intracranial:

Densitas lesi dibagi atas pada window level normal

High density ( hiperdens ), bila densitas lesi lebih tinggi dari pada jaringan
sekitarnya
Isodensity ( Isodens ), bila densitas lesi sama dengan jaringan sekitar
Low density ( hipodens ) memperlihatkan gambaran CT scan dengan nilai
absorbs rendah seperti pada infark

Kelainan yang ditemukan pada CT scan kepala terbagi atas :


Tumor otak
Kelainan cerebrovaskular
Terbagi atas :
Hemoragi intraserebral oleh hipertensi
Terjadi akibat pecahnya mikroaneurisme arteri - arteri kecil.Pada
CT scan tampak area hiperdens homogen .Pemeriksaan CT scan
dilakukan 2 minggu sejak onset serangan tampak gambaran
enchancement berbentuk cincin di daerah perifer hematom menetap
selama satu bulan. Pada stadium kronis hematom menjadi hipodens
yang berbatas tegas karena hematomnya telah diserap.
Infark serebri
Disebabkan oleh oklusi pembuluh darah serebral , hingga terbentuk
nekrosis iskemik jaringan otak, penyebabnya terbagi atas trombosis
dan emboli. Pada stadium awal sampai 6 jam sesudah onset tak
tampak kelainan pada CT scan. Baru tampak terlihat sesudah 4 hari,
area hipodens
Aneurisma
Malformasi arteriovenosus
Trauma kepala
Anomaly
Penyakit infeksi
Atrofi serebral atau penyakit penyakit degenerative

- MRI
MRI Mempunyai banyak keunggulan dibandingkan CT dalam mengevaluasi
stroke. Ia lebih sensitive mediteksi infark, terutama di batang otak dan serebelum.
Pada tiap pasien dengan stroke atau TIA seharusnya dilakukan pemeriksaan CT
atau MRI. Mri mempunyai keunggulan bagi pasien dengan iskemia vertebrobasiler
atau infark yang kecil yang letaknya dalam.

Gambar 9. CT Scan Acute Stroke


Gambar 10. MRI Acute Stroke

3.8 Diagnosis & Diagnosis Banding Stroke

Anamnesis
Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut mencong
atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul sangat
mendadak dapat sewaktu bangun tidur, mau sholatm sedang bekerja atau sewaktu istirahat.
Selain itu perlu ditanyak pula faktor-faktir risiko yang menyertai stroke misalnya diabetes,
hipertensi dan penyakit jantung. Dicatat obat-obat yang sedang dipakai. Selanjutnya
ditanyakkan pula riwayat keluarga dan penyakit lainnya.
Pemeriksaan Fisik
Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan darah
kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran
menurun, tentukan skor dengan skala koma glasgow (GCS) agar pemantauan selanjutnya
lebih mudah, tapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang
terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf otal dan motorik apakah fungsi komunikasi masih
baik atau adakah disfasia.
Jika kesadaran menurun dan GCS telah ditentukan, setelha itu lakukan pemeriksaan refleks-
refleks batang otak yaitu:

- Reaksi pupil terhadap cahaya


- Refleks kornea
- Refleks repirasi
Untuk menentukan derajat gangguan kesadaran dapat digunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
Pada GSC tingkat kesadaran dinilai menurut 3 aspek :
1. Kemampuan membuka mata (EYE opening =E)
a. Dapat membuka mata sendiri secara spontan (4)
b. Dapat membuka mata atas perintah (3)
c. Dapat membuka mata atas rangsang nyeri (2)
d. Tidak dapat membuka mata dengan rangsang nyeri apapun (1)
2. Aktifitas motorik (MOTOR response = M)
a. Dinilai anggota gerak yang memberikan reaksi paling baik dan tidak dinilai
pada anggota gerak dengan fraktur/kelumpuhan. Biasanya dipilih lengan
karena gerakannya lebih bervariasi daripada tungkai.
b. Mengikuti perintah (6)
c. Adanya gerakan untuk menyingkirkan rangsangan yang diberikan pada
beberapa tempat atau melokalisasi nyeri (5)
d. Reaksi menghindar atau bergerak tapi tidak mampu melokalisasi nyeri (4)
e. Reaksi fleksi patologis (dekortikasi) yaitu saat dirangsang nyeri, terjadi fleksi
siku. (3)
f. Reaksi ekstensi patologis (deserbrasi), yaitu adanya ekstensi pada siku yang
selalu disertai fleksi spastic pada pergelangan tangan. (2)
g. Tidak ada reaksi (1)
3. Kemampuan bicara (VERBAL response = V)
a. Bicara baik dan tidak ada disorientasi (5)
b. Kacau (confused), dapat berbicara dalam kalimat, namun ada disorientasi
waktu dan tempat (4)
c. Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat dan tidak tepat. (3)
d. Mengerang, tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang. (2)
e. Tidak ada jawaban. (1)

E + M + V = 15
15 normal
13-14 injuri kepala ringan
9-12 injuri kepala sedang
< 8 cedera kepala berat
Diagnosis banding

Bells Palsy adalah suatu bentuk kelumpuhan di daerah wajah yang disebabkan oleh disfungsi
nervus facialis, sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yang
terpengaruh.

Etiologi sebenarnya dari Bells palsy masih belum diketahui, namun penyakit ini kemungkinan
disebabkan oleh infeksi virus pada ganglion geniculata dan pada beberapa kasus terhadap
aktivasi dari infeksi herpes simpleks laten.

Perubahan patologis terdiri dari inflamasi dan edema nervus facialis pada canalis facialis. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan tekanan pada nervus, yang mengakibatkan kelumuhan
yang diikuti dengan degenerasi akson wallerian

Tanda dan gejala Bells palsy datang secara tiba-tiba, dan mungkin meliputi:
Kelemahan ringan hingga kelumpuhan total pada satu sisi wajah yang terjadi dalam
beberapa jam hingga hari sehingga sulit untuk tersenyum atau menutup mata pada sisi
yang terkena
Wajah terkulai dan kesulitan membuat ekspresi wajah
Sakit di sekitar rahang atau di belakang telinga pada sisi yang terkena
Peningkatan sensitivitas untuk suara pada sisi yang terkena
Sakit kepala
Penurunan kemampuan untuk mencicipi
Perubahan jumlah air mata dan air liur yang di hasilkan
Dalam beberapa, Bells palsy dapat mempengaruhi saraf di kedua sisi wajah

Karakteristik kelumpuhan N. Facialis dan penyebabnya:

Lokasi Karakteristik Penyebab


1 Lesi Supranuclear Kelemahan pada Lesi pada tractus
kontralateral, wajah bawah corticobulbar di atas
pons
Lumpuh wajah total pada Sindrom Mobius
sisi tersebut Encephalitis, rabies,
Kelainan sekresi saliva meningitis
Taste intact Encephalopathy
Kelainan lakrimasi Wernicke
Kelumpuhan N. V atau VII Pontine, glioma
2 Lesi nuclear atau pontine
pada sisi yang sama Infark, hemoragi
Mata menyimpang ke sisi Multiple sclerosis,
lesi syringobulbia,
Ophtalmoplegia amyotrophic lateral
internuclear sclerosis
Hemiparesis contralateral
Lumpuh wajah total Meningitis, TBC,
Hilang pendengaran siphilis, fungi
Vertigo episodik Acoustic neuroma,
Refleks kornea menurun meningioma dermoid,
Extracranial pada angulus
3 Kelainan sekresi saliva chordoma,
cerebellopontine
Kelainan lakrimasi carcinomatosis
mening, aneurisma a.
Basilaris
Multiple sclerosis
4 Extracranial pada canalis fascialis
Lumpuh wajah total Fraktur tulang petrous
Pendengaran menurun temporal
Antara meatus auditorius Kelainan lakrimasi Otitis media,
a internus dan ganglion Kelainan sekresi saliva mastoiditis, Ramsey-
geniculata Taste lost pada 2/3 anterior Hunt syndrome,
tubuh sarcoidosis, Guillan-
Barre syndrome
Lumpuh wajah total DM
Antara ganglion geniculata Kelainan sekresi saliva Cholesteatoma, tumor
b
dan asal nervus stapedius Taste lost pada 2/3 anterior epidermoid tulang
lidah temporal, tumor
Hiperacusis kelenjar parotid,
Lumpuh wajah total deposit leukemik di
Antara asal nervus stapedius Kelainan sekresi saliva canalis fascialis
c
dan asal chorda tympani Taste lost pada 2/3 anterior
lidah
d Distal ke arah chorda tympani Lumpuh wajah total

Diagnosis

Tidak ada tes laboratorium khusus yang dapat mengkonfirmasi diagnosis Bells palsy.
Dokter Anda mungkin dapat membuat diagnosis awal Bells palsy dengan melihat wajah
penderita dan meminta penderita untuk memindahkan otot-otot wajah dengan menutup mata,
mengangkat alis, menunjukkan gigi dan merengut, atau gerakan lain.
Anamnesis: rutinitas sehari-hari, riwayat bells palsy
PF neuro: PF N. VII seperti tersenyum, bersiul,mengerutkan dahi.
CT Scan
MRI

Diagnosis Banding
Lesi struktur telinga dan kelenjar parotis (kolesteatoma, tumor kelenjar ludah) dapat
menekan saraf.
Guillain-Barre syndrome
Lyme disease
otitis media
Ramsay Hunt syndrome

Tatalaksana

Hasil penelitian menunujukkan efektifitas kombinasi dua jenis obat yang biasa digunakan
untuk mengobati bells palsy yaitu : kortikosteroid dan antivirus.
Kortikosteroid, seperti prednison, adalah agen anti-peradangan yang kuat. Obat ini
dapat mengurangi pembengkakan pada saraf wajah dan akan lebih cocok karena lebih
nyaman.
Obat antivirus, seperti acyclovir atau valacyclovir, dapat menghentikan perkembangan
infeksi jika virus diketahui sebagai penyebabnya.
Beberapa studi klinis menunjukkan manfaat dari perawatan dini dengan kortikosteroid, anti-
virus atau kombinasi dari kedua jenis obat. Bukti efektivitas kortikosteroid tampaknya lebih
kuat daripada obat antivirus, dan mereka cenderung paling efektif jika diberikan dalam waktu
tiga hari sejak munculnya gejala.
Terdapat pula pengobatan lainnya, seperti :
Terapi Fisik.
Otot yang lumpuh dapat menyusut sehingga dapat menyebabkan kontraktur permanen.
Seorang terapis fisik dapat mengajarkan penderita bagaimana pijatan dan latihan otot-
otot wajah untuk membantu mencegah hal ini terjadi.
Pasien yang tidak dapat menutup mata dapat diberikan tetes mata methylcellulose,
kemudian mata ditutup dengan eyepatch sampai kelopak mata dapat berfungsi kembali.
Obat herbal tradisional
Obat herbal atau obat tradisional yang dapat digunakan untuk membantu penyembuhan
bells palsy adalah jus mengkudu. Jus mengkudu memiliki efek anti radang dan
antivirus. Jus mengkudu sangat baik untuk kesehatan saraf.

Prognosis.
Secara umum penyakit ini dapat disembuhkan, kendati tergantung dari derajat kerusakan
sarafnya. Pada minggu kedua perbaikan sudah mulai dirasakan dan dalam 3-6 bulan wajah
dapat kembali normal.

Pencegahan.
1. Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk mencegah angin
mengenai wajah.
2. Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa wajah
langsung. Arahkan kipas angin itu ke arah lain. Jika kipas angin terpasang di langit-
langit, jangan tidur tepat di bawahnya. Dan selalu gunakan kecepatan rendah saat
pengoperasian kipas.
3. Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam hari. Selain tidak
bagus untuk jantung, juga tidak baik untuk kulit dan syaraf.
4. Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan pelindung mata.
Suhu rendah, angin kencang, dan tekanan atmosfir yang rendah berpotensi tinggi
menyebabkan Anda menderita Bells Palsy.
5. Setelah berolah raga berat, JANGAN LANGSUNG mandi atau mencuci wajah dengan
air dingin.

3.9 Tatalaksana Stroke

I. STADIUM AKUT

Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang
dapat dilakukan keluarga.

a.) Stroke Iskemik

Terapi umum:

Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur
setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.

Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis
gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten).

Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit
sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi
per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%
dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah
< 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) di- atasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg,
diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat
yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau
antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi NaCl
0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau
sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih <
90mmHg, dapat diberi dopamin 2-20g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg.

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per
hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai
1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik
(NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau
yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).Dapat
juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

b.) Stroke Hemoragik

Terapi umum

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan
intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah
harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180
mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila
terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg
(pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg;
enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.

Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi
kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan
hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).

Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan
antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor pompa proton; komplikasi saluran napas
dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah


mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60
mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.

Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan
bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).

II. STADIUM SUBAKUT

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder
training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian
pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.

Terapi fase subakut:

- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,


- Penatalaksanaan komplikasi,
- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi,
- Prevensi sekunder
- Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Penanganan Oedem Otak

Kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia oleh adanya oedem otak.
Udem otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai puncaknya 24-96
jam. Udema otak mula-mula cytofosic, karena terjadi gangguan pada metabolisme seluler
kemudian terdapat oedema vasogenik karena rusaknya sawar darah otak setempat. Untuk
menurunkan oedema otak,dilakukan sebagai berikut:

a. Naikan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30


b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik.
c. Pemberian osmoterapi yaitu:
1. Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25
gr/kg BB setiap 6 jam sampai maksimal 48jam. Target osmolaritas 300-320 mmol/liter.
2. Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral 10% intravena
10ml/kg BB dalam 3-4 jam (untuk oedema cerebri ringan,sedang)
3. Furosemide 1 mg/kg BB intravena
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2= 29-35
mmHg
e. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral dengan
pergeseran linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.
f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh karena
disamping menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi

3.10 Komplikasi Stroke

Komplikasi stroke dibagi 3:

a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)


1. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi,dan akhirnya menimbulkan kematian.
2. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
1. Pneumonia : akibat immobilisasi lama
2. Infark miokard
3. Emboli paru : cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali pada saat penderita
mulai mobilisasi
4. Stroke rekuren : dapat terjadi setiap saat
c. Komplikasi jangka panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskuler lain : penyakit vaskuler perifer

Komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu:


a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi
b. Penurunan darah serebral
c. Embolisme serebral

3.11 Pencegahan Stroke

a. Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah penyakit vaskular
lainnya.
b. Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah perlu
memperoleh perhatian yang lebih serius.
c. Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit arteri koroner,
atau adanya bukti aterosklerosis, maka penderita harus dikelola secara komprehensif meliputi
modifikasi gaya hidup, diet secara tepat, dan pengobatan (dalam hal ini direkomndasikan
pemberian statis).
d. Merokok
Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi jumlah
rokok yang dihisap / hari secara bertahap.

e. Obesitas
Bagi seriap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas / opverweight sangat dianjurkan
untuk mempertahanakn bodymass index (BMI)

f. Aktivitas fisik
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas fisik
sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit / hari.

Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi individu
yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara
melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke
dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat.

Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu
yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke,
antara lain:
Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,
obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium,
infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular
aterosklerotik lainnya.
Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran,
buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan
beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu
rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada tahap ini
ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroketidak berlanjut menjadi
kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:
Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat
antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari,
antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung
(fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi trombosit
kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal
(aspirin).
Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik
pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada
penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari
kelebihan berat badan dan kurang gerak.

Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar
kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada orang
lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan
dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang
terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional,
petugas sosial dan peran serta keluarga.
Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu proses
pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah
fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti
masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta
mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational
Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan
aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang
ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita
dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi
dengan orang lain.
Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat
mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak
bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan
mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi.
Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan
konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke
menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan
perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan
memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan
sosial.

3.12 Prognosis Stroke

Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yang terbentuk akan diserap kembali secara
bertahap. Proses alami ini selesai dalam waktu 3 bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat
menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian
atau cacat.

Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut :
1/3 bisa pulih kembali
1/3 mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang
1/3 sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus-
menerus di kasur

Hanya 10-15% penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya
mengalami cacat, sehingga banyak penderita stroke menjadi stres akibat kecacatan yang
ditimbulkan setelah diserang stroke.
Stroke Non Hemoragik

Indikator prognosis adalah : lokasi dan luas area lesi, umur, tipe stroke, cepat
lambatnya penanganan serta kerjasama tim medis dengan pasien dan keluarga.
Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik
Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka
panjang
Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33%
diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan

Stroke Hemoragik

Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahanintrakranial) tergantung pada


ukuran hematoma :
- Hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar
- Hematoma yang massive biasanya bersifat lethal
Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung keparahan
gangguan neurologis, jika control motorik dan sensasi nyeri terganggu maka
prognosis jelek.

4. Kewajiban Suami terhadap Istri dalam Pandangan Islam

1. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan
agama. (At-aubah: 24)
2. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya.
(At-Taghabun: 14)
3. Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-
Furqan: 74)
4. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah
(makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika
beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
5. Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan
yang tidak menyakitkan. (An-Nisa: 34) Nusyuz adalah: Kedurhakaan istri
kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
6. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya
dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
7. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-
Thalaq: 7)
8. Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
9. Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan.
(Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
10. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala)
11. Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih
sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa: 19)
12. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian,
tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali
dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
13. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-
Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
14. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita
(hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
15. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3)
16. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai)
17. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa.
(AIGhazali)
18. Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu
kepada istrinya. (AI-Baqarah: 40)

DAFTAR PUSTAKA

Bannister R. Consciousness and Unconciousness. Brain's clinical Neurology 5th ed. Oxford :
The English Book Society Oxford University Press, 2000; pp 150 - 160.

Gilroy, John. Basic Neurology, Third Edition. McGraw-Hill Companies, Inc.


Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI

Harrison. Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill Companies, Inc.

http://www.makalahkuliah.com/2012/06/kewajiban-suami-terhadap-isteri.html

Kowalak, Jennifer P., William Welsh, (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Martono, Hadi. Strok Dan Penatalaksanaannya Oleh Internis. Dalam: Sudoyo A, setyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi 5. Jakarta:
InternaPublishing 2009: 892-897.
Pedoman Praktis Pemeriksaan Neurologi FK UI. Kesadaran. Jakarta 2006; hal. 39-50.
Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, (2006).

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Uddin, Jurnalis. 2009. Anatomi Susunan Saraf Manusia. FKUY : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai