Anda di halaman 1dari 32

Skenario 2

Kejadian Penyakit dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat


Pada tahun 2011, ditetapkan KLB (Kejadian Luar Biasa) Demam Berdarah Dengue di kota
Pekanbaru. Pernyataan resmi ini disampaikan Pejabat Wali Kota Pekanbaru setelah mendengar
laporan Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dalam rapat koordinasi. Pada bulan Februari
tahun 2010 terdapat sebanyak 202 kasus dan bulan Februari tahun 2011 mencapai 450 kasus. Hal
ini menunjukkan peningkatan sebesar kurang lebih dua kali lipat di periode tahun sebelumya.
IR (incidence rate) DBD menurut WHO di Indonesia adalah sebesar < 50 per 100.000 penduduk
dengan CFR (case fatality rate) 0,2. Kematian yang terjadi pada kasus DBD disebabkan mah
kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap gejala DBD. Sering kali pasien
datang ke Puskesmas dalam stadium lanjut, di mn terdapat perdarahan spontan dan syok. Pada
stadium demam terdapat kebiasaan masyarakat yang cenderung untuk mengobati diri sendiri
dengan cara membaluri badan dengan bawang merah yang dicampur dengan minyak goreng
terlebih dahulu kemudian membeli obat penurun panas di warung atau toko obat. Masyarakat
tidak mengerti kalau pada saat mulai demam harus segera dibawa ke Puskesmas.
Karena adanya KLB tersebut, Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) ke
lapangan untuk mengetahui penyebab terjadinya KLB. Berdasarkan hasil penyelidikan
epidemiologi tersebut, Puskesmas melakukan tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi
KLB.
Banyaknya penderita DBD di Puskesmas membutuhkan obat-obatan dan cairan infus bagi
pasien yang jumlahnya sangat banyak, sementara persediaan di Puskesmas juga terbatas. Untuk
mengatasi hal tersebut, Puskesmas melakukan rujukan kesehatan masyarakat ke Dinas
Kesehatan Kota Pekanbaru.
Program penanggulangan DBD yang berjalan seharusnya bukan hanya dikerjakan oleh
Puskesmas sendiri secara lintas program, tetapi juga dikerjakan secara lintas sektoral demi untuk
meningkatkan mutu pelayanan. Pada saat yang bersamaan, terjadi ledakan kasus campak di
Puskesmas setempat. Ternyata cakupan imunisasi campak dalam 3 tahun terakhir selalu berada
pada kisaran < 50%.
Dalam pertemuan lintas sektoral, tokoh agama juga terlibat dalam ikut urun rembuk
penyelesaian masalah kesehatan di masyarakat. Tokoh agama menyampaikan, bahwa dalam
pandangan Islam menciptakan kemashlahatan insani yang hakiki adalah merupakan salah satu
tujuan syariat Islam dan hukum menjaga kesehatan dan berobat adalah wajib.

Kata Sulit
-

Incidence Rate: Jumlah kasus baru yang terjadi di kalangan penduduk


selama periode waktu tertentu per jumlah penduduk yang mungkin
terkena dikali 100%.
Case Fatality Rate: Jumlah penduduk yang meninggalkarena suatu
penyakit tertentu per jumlah penduduk yang sakit dikali 100%.

Kejadian Luar Biasa: Peningkatan angka morbiditas dan


mortalitas yang bermakna secara epidemiologi pada suatu
daerah tertentu dalam kurun waktu tertentu.
Penyelidikan Epidemiologi: Suatu kegiatan penyelidikan/
survey yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran
terhadap masalah kesehatan/ penyakit secara lebih
menyeluruh.
Lintas Sektoral: Pertemuan dari banyak pihak/ sektor untuk menyelesaikan masalah.
Lintas Program: Suatu prosedur/ program dari suatu sektor untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
Rujukan
kesehatan
masyarakat:
Sistem
penyelenggaraan Yankes yang melaksanakan
pelimpahan tanggung jawab atau hubungan timbal
balik terhadap suatu penyakit.
Cakupan Imunisasi: Jumlah atau banyaknya anak bayi/ balita/
Bumil yang mendapat imunisasi pada waktu tertentu di wilayah
tertentu.

Pertanyaan!
1. Kapan suatu penyakit dikatakan KLB?
Jika kasus tersebut sudah meningkat lebih dari 2x dari periode sebelumnya
2. Apakah fungsi IR dan CFR?
IR: untuk mengetahui pencegahan yang harus dilakukan, masalah yang sedang
dihadapi serta risikonya, dan mengetahui berapabesar beban tugas Yankes.
CFR: untuk mengetahui risiko jangka panjang
3. Apa saja program penanggulangan DBD?
3M+, abatesasi, fogging, dan lain-lain.
4. Apa hubungan ledakan kasus campak dengan cakupan imunisasi < 50%?
Cakupan imunisasi yang rendah akan meningkatkan risiko epidemic
5. Siapa saja yang terlibat di dalam lintas sektoral?
Kadinkes, Departemen-departemen yang terkait, Kepala Puskesmas, dan pejabatpejabat lainnya.
2

6. Apa yang diselidiki pada penyelidikan epidemiologi?


Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penyakit tersebut, termasuk factor-faktor
sosial dan perilaku.

Hipotesis

Pengetahuan masyarakat
yang rendah.
Budaya masyarakat

Penanganan yang telat


pada pasien DBD.

Terbatasnya obat-obatan di
Puskesmas.

Kejadian Luar Biasa


DBD

Meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan

Rendahnya cakupan imunisasi


campak

IR dan CFR DBD


meningkat

Program Yankes penanggulangan


DBD dan campak

Peningkatan kasus campak

LO & LI
LO. 1. Mampu memahami dan menjelaskan Kejadian Luar Biasa
LO. 2. Mampu memahami dan menjelaskan Penyelidikan Epidemiologi
LO. 3. Mampu memahami dan menjelaskan cakupan imunisasi dan mutu pelayanan kesehatan
masyarakat
LO. 4. Mampu memahami dan menjelaskan sistem rujukan
LO. 5. Mampu memahami dan menjelaskan hukum menjaga kesehatan dan berobat dari sudut
pandang agama Islam

LO.

1. Mampu memahami
Kejadian Luar Biasa

dan

menjelaskan

Definisi
Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang
bermakna secara epidemiologi dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau
meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah, 1969).
Kriteria Kejadian Luar Biasa tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa, tergolong kejadian luar biasa jika terdapat unsur :
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
2. Peningkatan kerjadian penyakit terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut
penyakitnya (jam,hari,minggu)
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya
Peraturan Menteri Kesehatan RI No . 949/ MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa
(KLB) : timbulnya atau meningkatnya kejadian Kesakitan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Batasan KLB meliputi arti yang luas, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun
penyakit non infeksi.
2. Tidak ada batasan yang dapat dipakai secara umum untuk menentukan jumlah penderita
yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain karena jumlah kasus sangat tergantung
dari jenis dan agen penyebabnya, juga karena keadaan penyakit akan bervariasi menurut
tempat (tempat tinggal, pekerjaan) dan waktu (yang berhubungan dengan keadaan iklim)
dan pengalaman keadaan penyakit tersebut sebelumnya.
3. Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat dipakai untuk
menentukan KLB, apakah dusun desa, kecamatan, kabupaten atau meluas satu propinsi dan
Negara. Luasnya daerah sangat tergantung dari cara penularan penyakit tersebut.
4. Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB dapat terjadi dalam
beberapa jam, beberapa hari atau minggu atau beberapa bulan maupun tahun.
Di Indonesia dengan tujuan mempermudah petugas lapangan dalam mengenali adanya KLB
telah disusun petunjuk penetapan KLB, sebagai berikut :
1. Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular di suatu kecamatan menunjukkan
kenaikan 3 kali atau lebih selama tiga minggu berturut-turut atau lebih.

2. Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di suatu Kecamatan,
menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata
sebulan dalam setahun sebelumnya dari penyakit menular yang sama di kecamatan tersebut
3. Angka rata-rata bulanan selama satu tahun dari penderita-penderita baru dari suatu penyakit
menular di suatu kecamatan, menjukkan kenaikan dua kali atau lebih, bila dibandingkan
dengan angka rata-rata bulanan dalam tahun sebelumnya dari penyakit yang sama di
kecamatan yang sama pula.
4. Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit menular tertentu dalam satu bulan di suatu
kecamatan, menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, bila dibandingkan CFR penyakit yang
sama dalam bulan yang lalu di kecamatan tersebut.
5. Proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan,
dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang sama
selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau
lebih.
6. Khusus untuk penyakit-penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF/DSS :
a. Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita penyakit tersebut di atas, di suatu daerah
endemis yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas.
b. Terdapatnya satu atau lebih penderita/kematian karena penyakit tersebut di atas. Di suatu
kecamatan yang telah bebas dari penyakit-penyakit tersebut, paling sedikit bebas selama
4 minggu berturut-turut.
7. Apabila kesakitan/kematian oleh keracunan yang timbul di suatu kelompok masyarakat.
8. Apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/dikenal.
Metodologi Penyelidikan KLB
Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit ditentukan, sehingga metoda yang
dipakai pada penyelidikan KLB sangat bervariasi. Menurut Kelsey et al., 1986; Goodman et al.,
1990 dan Pranowo, 1991, variasi tersebut meliputi :
1. Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau retrospektif
tergantung dari waktu dilaksanakannya penyelidikan. Dapat merupakan suatu penelitian
deskriptif, analitik atau keduanya.
2. Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif),
3. Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya (Rumah sakit, klinik,
laboratorium dan lapangan).
4. Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu mencegah
meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang
(pengendalian), dengan tujuan khusus :
a. Diagnose kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit
b. Memastikan keadaan tersebut merupakan KLB
c. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
d. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
e. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan terjadi KLB
Langkah-langkah Penyelidikan KLB
1. Persiapan penelitian lapangan
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3. Memastikan Diagnose Etiologis
6

4. Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan


5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7. Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran
8. Mengidentikasi keadaan penyebab KLB
9. Merencanakan penelitian lain yang sistematis
10. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan
11. Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi
12. Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
Persiapan Penelitian Lapangan
Sebelum penyelidikan KLB dilaksanakan perlu adanya persiapan dan rencana kerja. Persiapan
lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah adanya
informasi (Kelsey., 1986), Greg (1985) dan Bres (1986) mengatakan bahwa persiapan penelitian
lapangan meliputi :
1. Pemantapan (konfirmasi) informasi.
Informasi awal yang didapat kadang-kadang tidak lengkap, sehingga diperlukan
pemantapan informasi untuk melengkapi informasi awal, yang dilakukan dengan kontak
dengan daerah setempat. Informasi awal yang digunakan sebagai arahan untuk membuat
rencana kerja (plan of action), yang meliputi informasi sebagai berikut :
a. Asal informasi adanya KLB. Di Indonesia informasi adanya KLB dapat berasal dari
fasilitas kesehatan primer (laporan W1), analisis sistem kewaspadaan dini di daerah
tersebut (laporan W2), hasil laboratorium, laporan Rumah sakit (Laporan KD-RS)
atau masyarakat (Laporan S-0).
b. Gambaran tentang penyakit yang sedang berjangkit, meliputi gejala klinis,
pemeriksaan yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis dan hasil
pemeriksaannya, komplikasi yang terjadi (misal kematian, kecacatan. Kelumpuhan
dan lainnya).
c. Keadaan geografi dan transportasi yang dapat digunakan di daerah/lokasi KLB.
2. Pembuatan rencana kerja
Berdasar informasi tersebut disusun rencana penyelidikan (proposal), yang minimal
berisi :
a.
Tujuan penyelidikan KLB
b.
Definisi kasus awal
c.
Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit), cara dan sumber
penularan
d.
Macam dan sumber data yang diperlukan
e.
Strategi penemuan kasus
f.
Sarana dan tenaga yang diperlukan.
Definisi kasus : definisi kasus sangat berguna untuk arahan pada pencarian kasus nantinya.
Mengingat informasi yang didapat mungkin hanya merupakan persangkaan penyakit tertentu
atau gejala klinis yang ditemui, maka definisi kasus sebaiknya dibuat longgar, dengan
kemungkinan kasus-kasus lain akan masuk. Perbaikan definisi kasus akan dilakukan setelah
pemastian diagnose, pada langkah identifikasi kasus dan paparan.
7

Hipotesis awal, hendaknya meliputi penyakit penyebab KLB, sumber dan cara penularan. Untuk
membuat hipotesis awal ini dapat dengan mempelajari gejala klinis, ciri dan pola epidemiologis
penyakit tersangka. Hipotesis awal ini dapat berubah atau lebih spesifik dan dibuktikan pada
waktu penyelidikan (Bres, 1986).
Tujuan penyelidikan KLB selalu dimulai dengan tujuan utama mengadakan penanggulangan dan
pengendalian KLB, dengan beberapa tujuan khusus, di antaranya :
a. Memastikan diagnosis penyakit
b. Menetapkan KLB
c. Menentukan sumber dan cara penularan
d. Mengetahui keadaan penyebab KLB
Pada penyelidikan KLB diperlukan beberapa tujuan tambahan yang berhubungan dengan
penggunaan hasil penyelidikan. Misalnya untuk mengetahui pelaksanaan program imunisasi,
mengetahui kemampuan sistem surveilans, atau mengetahui pertanda mikrobiologik yang dapat
digunakan (Goodman et al., 1990).
Strategi penemuan kasus, strategi penemuan kasus ini sangat penting kaitannya dengan
pelaksanaan penyelidikan nantinya. Pada penyelidikan KLB pertimbangan penetapan strategi
yang tepat tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh informasi yang akurat, tetapi
juga harus dipertimbangkan beberapa hal yaitu :
a. Sumber daya yang ada (dana, sarana, tenaga)
b. Luas wilayah KLB
c. Asal KLB diketahui
d. Sifat penyakitnya.
Beberapa strategi penemuan kasus yang dapat digunakan pada penyelidikan KLB dengan
beberapa keuntungan dan kelemahannya (Bres, 1986) :
a. Penggunaan data fasilitas kesehatan Cepat Terjadi bias seleksi kasus
b. Kunjungan ke RS atau fasilitas kesehatan Lebih mudah untuk mengetahui kasus dan
kontak Hanya kasus-kasus yang berat
c. Penyebaran kuesioner pada daerah yang terkena Cepat, tidak ada bias menaksir populasi
Kesalahan interpretasi pertanyaan
d. Kunjungan ke tempat yang diduga sebagai sumber penularan Mudah untuk menge-tahui
hubungan kasus dan kontak Terjadi bias seleksi dan keadaan sudah spesifik
e. Survai masyarakat (survai rumah tanggal, total survai) Dapat dilihat keadaan yang
sebenarnya Memerlukan waktu lama, memerlukan organisasi tim dengan baik
f. Survai pada penderita Jika diketahui kasus dengan pasti Memerlukan waktu lama, hasil
hanya terbatas pada kasus yang diketahui
g. Survai agent dengan isolasi atau serologi Kepastian tinggi, di-gunakan pada penya-kit
dengan carrier Mahal, hanya dilakukan jika pemerik saan lab dapat dikerjakan

3. Pertemuan dengan pejabat setempat.


Pertemuan dimaksudkan untuk membicarakan rencana dan pelaksanaan penyelidikan
KLB, kelengkapan sarana dan tenaga di daerah, memperoleh izin dan pengamanan.
Pemastian Diagnosis Penyakit Dan Penetapan KLB
Pemastian Diagnosis Penyakit
8

Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda
penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala
klinisnya. Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang
ada pada kasus adalah sebagai berikut :
1. Buat daftar gejala yang ada pada kasus
2. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
3. Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya
Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah
berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang dianggap
berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Dalam membandingkan insidensi penyakit
berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa (endemis) dapat
bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit). Penggambaran pola temporal penyakit yang
penting untuk penetapan KLB adalah, pola musiman penyakit (periode 12 bulan) dan
kecenderungan jangka panjang (periode tahunan pola maksimum dan minimum penyakit).
Dengan demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus dibandingkan dengan
frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun berbeda
(CDC, 1979).
- KLB tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang
tidak mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui.
- KLB palsu (pesudo-epidemic), terjadi oleh karena :
1. Perubahan cara mendiagnosis penyakit
2. Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut, atau
3. Perubahan organisasi pelayanan kesehatan,
4. Perhatian yang berlebihan.
Untuk mentetapkan KLB dapat dipakai beberapa definisi KLB yang telah disusun oleh Depkes.
Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan grafik Pola
Maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.
Deskripsi KLB
1) Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung), yang
digambarkan dalam suatu kurva epidemik.
Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat
mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah. Kurva ini digambarkan dengan axs
horizontal adalah saat mulainya sakit dan sebagai axis vertikal adalah jumlah kasus.
Kurva epidemik dapat digunakan untuk tujuan :
a. Menentukan / memprakirakan sumber atau cara penularan penyakit dengan melihat tipe
kurva epidemik tersebut (common source atau propagated).
b. Mengidentifikasikan waktu paparan atau pencarian kasus awal (index case). Dengan cara
menghitung berdasarkan masa inkubasi rata-rata atau masa inkubasi maksimum dan
minimum.
9

2) Deskripsi Kasus Berdasarkan Tempat


Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan petunjuk
populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis
ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai, maka kasus
dapat dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus), tempat
pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi, sekolah, kesamaan
hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari orang ke orang atau
melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980).
3) Deskripsi KLB Berdasarkan Orang
Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber penularan atau etiologi
penyakit. Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan,
status perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan
kasus dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan memusatkan
perhatian pada satu atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu
dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini
akan berguna untuk membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai
kunci yang digunakan untuk menentukan sumber penyakit
Prosedur Penanggulangan KLB
1. Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem
Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya :
1. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik.
2. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
3. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
4. Memperbaiki kerja laboratorium
5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain
Tim Gerak Cepat (TGC)
Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan
penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data
penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan :
a. Pengamatan : Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota
keluarga
Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan
sebagai sumber penularan.
b. Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi
penyebarannya
Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang
ditemukan di lapangan.
c. Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga
d. Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara
lengkap.
10

2. Pembentukan Pusat Rehidrasi


Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi :
a. Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.
b. Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala
diagnosa dsb.
c. Memberikan data penderita ke Petugas TGC
d. Mengatur logistik
e. Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi.
f. Penyuluhan bagi penderita dan keluarga
g. Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
h. Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus,
tdk diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb.
Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya KLB
1. Herd Immunity yang rendah
Yang mempengaruhi rendahnya faktor itu, sebagian masyarakat sudah tidak kebal lagi, atau
antara yang kebal dan tidak mengelompok tersendiri.
2. Patogenesiti
Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.
3. Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi mempengaruhi kehidupan ataupun
perkembangan organisme tersebut.

Faktor Yang Mempengaruhi Mordibitas dan Mortalitas dalam KLB


Untuk Mengukur Masalah Penyakit ( Angka Kesakitan / Morbiditas )

Insidensi
Adalah gambaran tentang frekwensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu
waktu tertentu di satu kelompok masyarakat. Untuk dapat menghitung angka insidensi suatu
penyakit, sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu tentang data tentang jumlah penderita
baru. Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru (Population at Risk ).
Secara umum angka insiden ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :

1. Incidence Rate
Yaitu jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka waktu
tertentu (umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena
penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan. Yang dimaksud kasus
baru adalah perubahan status dari sehat menjadi sakit. Periode waktu adalah jumlah waktu yang
diamati selama sehat hingga menjadi sakit.
Rumus incidence rate:
Jumlah penderita baru
xK
(100%/ 1000)
Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit

Manfaat Incidence Rate adalah :


11

a. Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi


b. Mengetahui resiko untuk terkena masalah kesehatan yang dihadapi
c. Mengetahui beban tugas yang harus diselenggarakan oleh suatu fasilitas pelayanan
kesehatan.

2. Insidens kumulatif (Incidence Risk)


Probabilitas individu berisiko berkembang menjadi penyakit dalam periode waktu
tertentu. Berarti rata-rata risiko seorang individu terkena penyakit Denominator haruslah
terbebas dari penyakit pada permulaan periode (observasi atau tindak lanjut)
a. Subyek bebas dari penyakit pada awal studi
b. Subyek potensial untuk sakit
c. Sedikit atau tidak ada kasus yang lolos dari pengamatan karena kematian, tidak lama
berisiko, hilang dari pengamatan.
d. Tidak berdimensi, dinilai dari nol sampai satu
e. Merujuk pada individu
f. Mempunyai periode rujukan waktu yang ditentukan dengan baik
Rumus incidence risk
Jumlah kasus insidens selama periode waktu
tertentu .
Jumlah penduduk yang berisiko pada
permulaan waktu

3. Attack Rate
Yaitu jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat dibandingkan
dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang sama.
Manfaat Attack Rate adalah memperkirakan derajat serangan atau penularan suatu penyakit.
Makin tinggi nilai AR, maka makin tinggi pula kemampuan Penularan Penyakit tersebut.
Rumus attack rate:
Jumlah penderita baru dalam satu saat
x K (100%/ 1000)
Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tsb pada saat yang sama

4. Secondary Attack Rate


Adalah jumlah penderita baru suatu penyakit yang terjangkit pada serangan kedua
dibandingkan dengan jumlah penduduk dikurangi orang/penduduk yang pernah terkena
penyakit pada serangan pertama. Digunakan menghitung suatu panyakit menular dan dalam
suatu populasi yang kecil ( misalnya dalam Satu Keluarga ).
Rumus secondary attack rate:
Jumlah penderita baru pada serangan kedua
xK
(100%/ 1000)
Jumlah penduduk2 yg terkena serangan pertama

Prevalensi
Adalah gambaran tentang frekwensi penderita lama dan baru yang ditemukan pada suatu
jangka waktu tertentu di sekelompok masyarakat tertentu. Pada perhitungan angka prevalensi
12

digunakan jumlah seluruh penduduk tanpa memperhitungkan orang / penduduk yang kebal atau
penduduk dengan resiko (Population at Risk). Sehingga dapat dikatakan bahwa angka prevalensi
sebenarnya bukan suatu rate yang murni, karena penduduk yang tidak mungkin terkena penyakit
juga dimasukkan dalam perhitungan. Prevalens tergantung pada 2 faktor :
1. Berapa banyak orang jumlah orang yang telah sakit
2. Durasi/lamanya penyakit
Secara umum nilai prevalen dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Period Prevalen Rate


Yaitu jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka
waktu tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan jangka waktu yang
bersangkutan. Nilai Periode Prevalen Rate hanya digunakan untuk penyakit yang sulit
diketahui saat munculnya, misalnya pada penyakit Kanker dan Kelainan Jiwa.
Rumus period prevalen rate
Jumlah penderita lama & baru x K (100%/ 1000)
Jumlah penduduk pertengahan

2. Point Prevalen Rate


Adalah jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit pada suatu saat dibagi dengan jumlah
penduduk pada saat itu. Dapat dimanfaatkan untuk mengetahui Mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan.
Rumus point prevalen rate:
Jumlah penderita lama & baru saat itu x K (100%/
1000)
Jumlah penduduk saat itu

Hubungan Antara Insidensi Dan Prevalensi


Angka Prevalensi dipengaruhi oleh tingginya insidensi dan lamanya sakit/durasi penyakit.
lamanya sakit/durasi penyakit adalah periode mulai didiagnosanya penyakit sampai berakhirnya
penyakit tersebut yaitu : sembuh, mati ataupun kronis.
Hubungan ketiga hal tersebut dabat dinyatakan dengan rumus: P = I x D
P = Prevalensi
I = Insidensi
L= Lamanya Sakit
Rumus hubungan insidensi dan prevalensi tersebut hanya berlaku jika dipenuhi 2 syarat, yaitu
1. Nilai insidensi dalam waktu yang cukup lama bersifat konstan, tidak menunjukkan
perubahan yang mencolok.
2. Lama berlangsungnya suatu penyakit bersifat stabil : Tidak menunjukkan perubahan
yang terlalu mencolok.

13

Untuk Mengukur Masalah Kematian ( Angka


Kematian/ Mortalitas )
Dewasa ini di seluruh dunia mulai muncul kepedulian terhadap ukuran kesehatan
masyarakat yang mencakup penggunaan bidang epidemiologi dalam menelusuri penyakit dan
mengkaji data populasi. Penelusuran terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi status
kesehatan penduduk paling baik dilakukan dengan menggunakan ukuran dan statistik yang
distandardisasi, yang hasilnya kemudian juga disajikan dalam tampilan yang distandardisasi.
Mortalitas merupakan istilah epidemiologi dan data statistik vital untuk Kematian.
Dikalangan masyarakat kita, ada 3 hal umum yang menyebabkan kematian, yaitu :
a. Degenerasi organ vital & kondisi terkait.
b. Status penyakit.
c. Kematian akibat lingkungan atau masyarakat ( bunuh diri, kecelakaan, pembunuhan,
bencana alam, dsb.)
Macam macam / jenis angka kematian (Mortality Rate/Mortality Ratio) dalam
Epidemiologi antara lain :

Angka Kematian Kasar ( Crude Death Rate )


Adalah jumlah semua kematian yang ditemukan pada satu jangka waktu ( umumnya 1
tahun ) dibandingkan dengan jumlah penduduk pada pertengahan waktu yang bersangkutan.
Istilah crude digunakan karena setiap aspek kematian tidak memperhitungkan usia, jenis
kelamin, atau variabel lain.
Rumus : CDR/AKK=jml seluruh kematian : jml penduduk pertengahan x XK

Perinatal Mortality Rate (PMR) / Angka Kematian


Perinatal (AKP)
PMR adalah jumlah kematian janin yang dilahirkan pada usia kehamilan 28 minggu
atau lebih ditambah dengan jumlah kematian bayi yang berumur kurang dari 7 hari yang
dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. ( WHO, 1981 ).
Manfaat PMR adalah untuk menggambarkan keadaan kesehatan masyarakat terutama
kesehatan ibu hamil dan bayi. Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya PMR adalah :
a. Banyaknya Bayi BBLR
b. Status gizi ibu dan bayi
c. Keadaan social ekonomi
d. Penyakit infeksi, terutama ISPA
e. Pertolongan persalinan
Rumus : PMR/AKP=jml kematian janin yg dilahirkan pd usia kehamilan 28 minggu+dg jml
kematian bayi yg berumur kurang dr 7 hari yg di catat selama 1tahun : jml bayi lahir hidup pd
tahun yg sama x XK

Neonatal Mortality Rate ( NMR ) = Angka Kematian


Neonatal (AKN)
Adalah jumlah kematian bayi berumur kurang dari 28 hari yang dicatat selama 1
tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
14

Manfaat NMR adalah untuk mengetahui :


a. Tinggi rendahnya usaha perawatan postnatal.
b. Program imunisasi.
c. Pertolongan persalinan.
d. Penyakit infeksi, terutama saluran napas bagian atas.
Rumus :
NMRAKN=jml kematian bayi umur kurang dr 28 hari : jml lahir hidup pd tahun yg sama x
XK

Infant Mortality Rate (IMR) / Angka Kematian Bayi


( AKB)
Adalah jumlah seluruh kematian bayi berumur kurang dari 1 tahun yang dicatat
selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
Manfaat IMR adalah sebagai indikator yg sensitive terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Rumus :
IMR/AKB=jml kematian bayi umur 0-1 th : jml kelahiran hidup pd th yg sama x XK

Under Five Mortality Rate ( Ufmr ) / Angka Kematian


Balita
Adalah jumlah kematian balita yang dicatat selama 1 tahun per 1000 penduduk balita
pada tahun yang sama. Manfaat UFMR adalah untuk mengukur status kesehatan bayi.
Rumus :
UFMR=jml kematian balita yg cacat dlm 1 thn : jml penduduk balita pd thn yg sama x XK

Angka Kematian Pasca-Neonatal (Postneonatal Mortality


Rate)
Angka kematian pascaneonatal diperlukan untuk menelusuri kematian di Negara
belum berkembang , terutama pada wilayah tempat bayi meninggal pada tahun pertama
kehidupannya akibat malnutrisi, defisiensi nutrisi, dan penyakit infeksi. Postneonatal
Mortality Rate adalah kematian yang terjadi pada bayi usia 28 hari sampai 1 tahun per 1000
kelahiran hidup dalam satu tahun. Rumus : pasca-neonatal mortality rate=jml kematian bayi
usia 28 hari-1 thn : jml kelahiran hidup pd thn yg sama x XK

Angka Kematian Janin / Angka Lahir Mati (Fetal Death


Rate)
Istilah kematian janin penggunaannya sama dengan istilah lahir mati. Kematian janin
adalah kematian yang terjadi akibat keluar atau dikeluarkannya janin dari rahim, terlepas dari
durasi kehamilannya. Jika bayi tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda tanda
kehidupan saat lahir, bayi dinyatakan meninggal. Tanda tanda kehidupan biasanya
ditentukan dari Pernapasan, Detak Jantung, Detak Tali Pusat atau Gerakan Otot Volunter.
Angka Kematian Janin adalah proporsi jumlah kematian janin yang dikaitkan dengan jumlah
kelahiran pada periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun.
Rumus :
15

Angka kematian janin=jml kematian janin dlm periode tertentu : total kematian janin+janin
lahir hidup periode yg samax XK

Maternal Mortality Rate ( Mmr ) / Angka Kematian


Adalah jumlah kematian ibu sebagai akibat dari komplikasi kehamilan, persalinan dan
masa nifas dalam 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
Tinggi rendahnya MMR berkaitan dengan :
a. Sosial ekonomi
b. Kesehatan ibu sebelum hamil, bersalin dan nifas
c. Pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil
d. Pertolongan persalinan dan perawatan masa nifas
Rumus : MMR=jml kematian ibu hamil, persalinan&dan nifas dlm 1 thn : jml lahir hidup pd
thn yg samax XK

Age Spesific Mortality Rate ( ASMR / ASDR )


Manfaat ASMR/ASDR adalah :
a. Untuk mengetahui dan menggambarkan derajat kesehatan masyarakat dengan melihat
kematian tertinggi pada golongan umur.
b. Untuk membandingkan taraf kesehatan masyarakat di berbagai wilayah.
c. Untuk menghitung rata rata harapan hidup.

Cause Spesific Mortality Rate ( CSMR )


Yaitu jumlah seluruh kematian karena satu sebab penyakit dalam satu jangka waktu
tertentu (1tahun ) dibagi dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut.
Rumus : CSMR=jml seluruh kematian karena sebab penyakit tertentu : jml penduduk yg
mungkin terkenapenyakit pd pertengahan tahunx XK

Case Fatality Rate ( CFR )


Adalah perbandingan antara jumlah seluruh kematian karena satu penyebab penyakit
tertentu dalam 1 tahun dengan jumlah penderita penyakit tersebut pada tahun yang sama.
Digunakan untuk mengetahui penyakit penyakit dengan tingkat kematian yang tinggi.
Rumus : CFR=jml kematian karena penyakit tertentu : jml seluruh penderita penyakit
tersebutx XK

LO. 2. Mampu memahami dan menjelaskan


Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan Epidemiologi merupakan suatu kegiatan penyelidikan atau survey yang
bertujuan untuk mendapatkan gambaran terhadap masalah kesehatan atau penyakit secara
lebih menyeluruh.
16

Tujuan dalam Penyelidikan Epidemiologi : Mendapatkan besaran masalah yang


sesunguhnya, Mendapatkan gambaran klinis dari suatu penyakit, Mendapatkan
gambaran kasus menurut variabel Epidemiology, Mendapatkan informasi tentang
faktor risiko (lingkungan, vektor, perilaku, dll) dan etiologi. Dari ke empat tujuan di
tersebut dapat dianalisis sehingga dapat memberikan suatu penanggulangan atau pencegahan
dari penyakit itu.
Hal-hal yang penting untuk diketahui: Konsep terjadinya penyakit, Natural history of
disease, Dinamika penularan atau mekanisme penularan, Aspek lingkungan, Aspek
administratif dan manajerial, Informasi yang dibutuhkan dalam PE berbeda untuk setiap
penyakit. Aktifitas/ kegiatan PE secara spesifik berbeda untuk tiap penyakit.
Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah rangkaian kegiatan untuk mengetahui suatu kejadian
baik sedang berlangsung maupun yang telah terjadi, sifatnya penelitian, melalui pengumpulan
data primer dan sekunder, pengolahan dan analisa data, membuat kesimpulan dan
rekomendasi dalam bentuk laporan.
Manfaat Epidemiologi
Manfaat Epidemiologi antara lain:
1. Membantu pekerjaan Administrasi Kesehatan
2. Dapat menerangkan penyebab masalah kesehatan
3. Dapat menerangkan perkembangan alamiah penyakit
4. Dapat menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan
a. Epidemi (singkat dan tinggi)
b. Pandemi (peningkatan yang sangat tinggi dan telah amat luas)
c. Endemi (frekuansi tetap dalam waktu yang lama)
d. Sporadik (berubah-ubah menurut perubahan waktu)
Tujuan Penyelidikan Epidemiologi (PE)
Mendapatkan besaran masalah yang sesunguhnya, Mendapatkan gambaran klinis dari
suatu penyakit, Mendapatkan gambaran kasus menurut variabel Epidemiology, Mendapatkan
informasi tentang faktor risiko (lingkungan, vektor, perilaku, dll) dan etiologi, Dari ke empat
tujuan di tersebut dapat dianalisis sehingga dapat memberikan suatu penanggulangan atau
pencegahan dari penyakit itu.

Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE)


Tahap Survei pendahuluan:
a. Menegakan diagnosa
b. Memastikan adanya KLB
c. Buat hypotesa mengenai penyebab, cara penyebaran, dan faktor yg
mempengaruhinya
Tahap pengumpulan data :
a. Identifikasi kasus kedalam variabel epid(orang, tempat, waktu )
b. Tentukan agen penyebab, cara penyebaran, dan faktor yg mempengaruhinya.
17

c. Menentukan kelompok yang rentan/beresiko


Tahap pengolahan data :
Lakukan pengolahan data menurut variabel epidemiologi, menurut ukuran epid
(Angka insiden, Angka prevalen, Case fatality), menurut nilai statistik (Mean,
median mode,deviasi)
Lakukan analisa data :
1. Menurut variabel epid, menurut ukuran epid, menurut nilai statistik.
2. Bandingkan nilai-nilai tsb dengan kejadian atau nilai-nilai yg sudah ada
Buat intepretasi hasil analisa
Buat laporan hasil PE
Tentukan tindakan penanggulangan dan pencegahannya
1. Tindakan penanggulangan :
a. Pengobatan penderita
b. Isolasi kasus
2. Tindakan pencegahan :
a. Surveilans yg ketat
b. Perbaikan mutu lingkungan
c. Proteksi diri
d. Perbaikan status kes masyarakat

LO. 3. Mampu memahami dan menjelaskan


cakupan imunisasi dan mutu pelayanan
kesehatan masyarakat
CAKUPAN IMUNISASI
Cakupan imunisasi dalam program imunisasi nasional merupakan parameter
kesehatan nasional. Besar cakupan imunisasi harus mencapai lebih dari 80%, artinya di setiap
desa, anak-anak berusia di bawah 12 bulan, 80% harus sudah mendapatkan imunisasi dasar
lengkap. Tetapi saat ini, cakupan imunisasi belum memuaskan. Salah satu dampak cakupan
imunisasi yang tidak sesuai target adalah terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Penyakit
dapat dicegah bila cakupan imunisasi sebesar 80% dari target. Penularan berbanding searah
dengan cakupan imunisasi. Apbila anak yang tidak diimunisasi semakin banyak maka
penularan akan semakin meningkat. Sedangkan cakupan imunisasi yang tinggi akan
mengurangi penularan (majalah farmacia, 2012).
Rendahnya cakupan imunisasi dapat diakibatkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut
adalah aspek geografis dimana di daerah pelosok akses pelayanan kesehatan masih minim
termasuk imunisasi. Selain itu, masyarakat sering menganggap bahwa anak yang menderita
batuk pilek tidak boleh diimunisasi. Faktor lain adalah kurangnya kesadaran masyarakat atas
imunisasi akibat minimnya pendidikan. Sehingga tenaga kesehata seperti dokter, bidan atau
perawat memiliki kewajiban mengingatkan pasien tentang jadwal imunisasi. Faktor lain
adalah munculnya kelompok anti vaksin. Selain itu, kesalahan pemahaman masyarakat
18

mengenai ASI juga turut mempengaruhi kesediaan untuk melakukan imunisasi. ASI memang
meningkatkan daya tahan, namun perlindungan ASI juga akan berkurang seiring munculnya
paparan pada anak (majalah farmacia, 2012).
Dalam program Intensifikasi Imunisasi Rutin, upaya pemberian imunisasi harus lebih
intensif dibandingkan tahun lalu. Imunisasi dasar diketahui sangat efektif dalam memberikan
perlindungan terhadap suatu penyakit pada masa depan kehidupan. Imunisasi dasar berfungsi
membentuk sel memori yang akan dibawa seumur hidup. Jika imunisasi dasar diberikan
lengkap dan sel memori terbentuk semakin dini, maka semakin bagus perlindungan yang
diberikan (Hadinegoro, 2012).
Namun pada vaksin tertentu (vaksin mati atau vaksin komponen, misalnya hepatitis B
atau DTP), imunisasi dasar saja tidak cukup memberikan perlindungan dalam jangka panjang
sehingga harus dilakukan booster atau penguat. Kekebalan yang diberikan imunisasi dasar
tidak berlangsung seumur hidup dan ditandai dengan titer antibodi yang semakin lama
semakin menurun. Pemberian booster dimaksudkan membangkitkan kembali sel memori
untuk membentuk antibodi agar titer antibodi selalu di atas ambang pencegahan (protective
level) (Hadinegoro, 2012).
Vaksin DTP misalnya yang diberikan usia 2, 4, 6 bulan perlu diberikan booster pada
usia 18-24 bulan dan 5 tahun. Di usia lima tahun kekebalan kembali turun sehingga perlu
booster kedua bahkan ketiga dalam jangka waktu setiap 5-10 tahun. Komponen T (tetanus)
pada vaksin DTP juga harus bisa memberikan perlindungan seumur hidup terhadap tetanus
neonatorum (penting untuk melindungi bayi yang dilahirkan dari infeksi tetanus apabila
pemotongan tali pusat tidak steril). Vaksin TT diberikan pada anak usia sekolah dan ibu hamil
(Hadinegoro, 2012).
Sampai kapan booster diberikan, tergantung data epidemiologi dan pola penyakit dari
kelompok usia yang rentan terkena penyakit. Misalnya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus
yang bisa dicegah dengan vaksin DTP bisa mengancam anak-anak maupun dewasa sehingga
semua usia rentan terhadap penularan penyakit-penyakit ini (Hadinegoro, 2012).

IMUNISASI
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan, kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut
tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).
Tujuan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi lebih kebal terhadap penyakit
sehingga dapat menurunkan angka mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan.(A.Aziz,
2008)
Jenis Imunisasi Dasar, dan Pemberian
Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan leh emerintah/ imunisasi dasar
dan ada juga yang hanya anjuran. Imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana telah diwajibkan
oleh WHO ditambah dengan hepatitis B, sedangkan imunisasi yang hanya dianjurkan oleh
pemerintah dapat digunakan untuk mecegah suatu kejadian luar biasa atau penyakit endemik
atau untuk kepentingan tertentu misal imunisasi meningitis pada jamaah haji.

Jenis-Jenis Imunisasi :
19

a. Imunisasi pasif (passive immunization)


Imunisasi pasif ini adalah Immunoglobulin jenis imunisasi ini dapat mencegah
penyakitcampak (measles pada anak-anak).
b. Imunisasi aktif (active immunization)Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :
1. BCG, untuk mencegah penyakit TBC
2. DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit diptheri, pertusis dan tetanus
3. Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis
4. Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles)
5. Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis B (Notoatmodjo. 1997)
Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak dipengerhui oleh beberapa faktor, diantaranya
yaitu :
Tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi
Potensi antigen yang disuntikkan
Waktu pemberian imunisasi
Status nutrisi terutama protein karena protein diperlukan untuk sintesis antibodi

Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada Ibu Hamil


Semua ibu hamil harus memastikan mereka telah mendapat imunisasi tetanus toxoid
(TT) untuk menghindari jangkitan tetanus yang berisiko pada diri dan bayinya. Walaupun
sudah mendapat imunisasi sebelumnya, ibu membutuhkan tambahan vaksin tetanus toxoid
yang biasanya dianjurkan menjelang pernikahan. Bila terlewat, bisa diberikan saat ibu hamil
sebanyak dua kali dengan jarak satu sampai dua bulan. Menjelang waktu persalinan,
imunisasi ini harus sudah lengkap, karenanya di masa hamil, imunisasi ini dilakukan di usia
kehamilan 7 bulan, kemudian 8 bulan, dan dapat diulangi tiga tahun kemudian.
Jadwal pemberian imunisasi TT pada ibu hamil
a. Jarak pemberian imunisasi TT1 dan TT2
Jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4 minggu
(Saifuddin dkk, 2001; Depkes RI, 2000)
b. Jadwal pemberian imunisasi TT:
TT1: Pada kunjungan antenatal pertama
TT2: 4 minggu setelah TT1
TT3: 6 bulan setelah TT2
TT4: 1 tahun setelah TT3
TT5: 1 tahun setelah TT4
Mengacu pada jadwal itu imunisasi lanjutan dapat dilakukan di Puskesmas manapun
dengan mengikuti hitungan tanggal sejak suntikan pertama. Dokter Puskesmas juga
menjelaskan bahwa kalau sudah melewati suntikan TT5, berarti seorang ibu bebas
virus tetanus untuk seumur hidup. Jadi tidak perlu suntik lagi ketika kehamilan kedua
ternyata berjarak lebih dari 5 tahun dari anak pertama.
Ketentuan vaksin TT pada ibu hamil

20

1. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon pengantin) sudah mendapat TT sebanyak 2 kali, maka
kehamilan pertama cukup mendapat TT 1 kali, dicatat sebagai TT ulang dan pada
kehamilan berikutnya cukup mendapat TT 1 kali saja yang dicatat sebagai TT ulang juga.
2. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon pengantin) atau hamil sebelumnya baru mendapat TT
1 kali, maka perlu diberi TT 2 kali selama kehamilan ini dan kehamilan berikutnya cukup
diberikan TT 1 kali sebagai TT ulang

MUTU PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT


"Mutu adalah tingkat dimana pelayanan kesehatan pasen ditingkatkan mendekati hasil yang
diharapkan dan mengurangi faktor-faktor yang tidak diinginkan (JCAHO 1993). Definisi
tersebut semula melahirkan 12 faktor-faktor yang menentukan mutu pelayanan kesehatan,
belakangan dikonversi menjadi dimensi mutu kinerja (performance) yang dituangkan
dengan spesifikasi seperti dibawah ini:
1. Kelayakan adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang dilakukan
relevan terhadap kebutuhan klinis pasen dan memperoleh pengetahuan yang
berhubungan dengan keadaannya.
2. Kesiapan adalah tingkat dimana kesiapan perawatan atau tindakan yang layak
dapat memenuhi kebutuhan pasen sesuai keperluannya.
3. Kesinambungan adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan bagi pasen
terkoordinasi dengan baik setiap saat, diantara tim kesehatan dalam organisasi
4. Efektifitas adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan terhadap pasen
dilakukan dengan benar, serta mendapat penjelasan dan pengetahuan sesuai
dengan keadaannya, dalam rangka memenuhi harapan pasien.
5. Kemanjuran adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang diterima
pasen dapat diwujudkan atau ditunjukkan untuk menyempurnakan hasil sesuai
harapan pasen.
6. Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasen terhadap
sumber-sumber yang dipergunakan dalam memberikan layanan bagi pasien.
7. Penghormatan dan perhatian adalah tingkat dimana pasen dilibatkan dalam
pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan dengan hal
tersebut perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan pasen serta harapanharapannya dihargai.
8. Keamanan adalah tingkat dimana bahaya lingkungan perawatan
diminimalisasi untuk melindungi pasen dan orang lain, termasuk petugas
kesehatan.
9. Ketepatan waktu adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan diberikan
kepada pasen tepat waktu sangat penting dan bermanfaat.
Program Pokok Puskesmas
1. Promosi Kesehatan (Promkes)
a. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
b. Sosialisasi Program Kesehatan
c. Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas)
2. Pencegahan Penyakit Menular (P2M) :
21

3.

4.

5.
6.

7.

a. Surveilens Epidemiologi
b. Pelacakan Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malaria, Flu Burung, ISPA, Diare, IMS (Infeksi
Menular Seksual), Rabies
Program Pengobatan :
a. Rawat Jalan Poli Umum
b. Rawat Jalan Poli Gigi
c. Unit Rawat Inap : Keperawatan, Kebidanan
d. Unit Gawat Darurat (UGD)
e. Puskesmas Keliling (Puskel)
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
a. ANC (Antenatal Care) , PNC (Post Natal Care), KB (Keluarga Berencana),
b. Persalinan, Rujukan Bumil Resti, Kemitraan Dukun
Upaya Peningkatan Gizi
a. Penimbangan, Pelacakan Gizi Buruk, Penyuluhan Gizi
Kesehatan Lingkungan :
a. Pengawasan SPAL (saluran pembuangan air limbah), SAMI-JAGA (sumber air
minum-jamban keluarga), TTU (tempat-tempat umum), Institusi pemerintah
b. Survey Jentik Nyamuk
Pencatatan dan Pelaporan :
a. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)

Program Tambahan/Penunjang Puskesmas :


Program penunjang ini biasanya dilaksanakan sebagai kegiatan tambahan, sesuai kemampuan
sumber daya manusia dan material puskesmas dalam melakukan pelayanan
1. Kesehatan Mata : pelacakan kasus, rujukan
2. Kesehatan Jiwa : pendataan kasus, rujukan kasus
3. Kesehatan Lansia (Lanjut Usia) : pemeriksaan, penjaringan
4. Kesehatan Reproduksi Remaja : penyuluhan, konseling
5. Kesehatan Sekolah : pembinaan sekolah sehat, pelatihan dokter kecil
6. Kesehatan Olahraga : senam kesegaran jasmani
Target Indikator Pelayanan Minimal Puskesmas
Pelayanan Kesehatan Dasar :
a. Cakupan kunjungan Ibu hamil K4 95 % pada Tahun 2015;
b. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80 % pada Tahun 2015;
c. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan 90% pada Tahun 2015;
d. Cakupan pelayanan nifas 90% pada Tahun 2015;
e. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80% pada Tahun
2010;
f. Cakupan kunjungan bayi 90%, pada Tahun 2010;
g. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100%
pada Tahun 2010;
h. Cakupan pelayanan anak balita 90% pada Tahun 2010;
i. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 - 24
bulan keluarga miskin 100 % pada Tahun 2010;
22

j. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100% pada Tahun 2010;
k. Cakupan Penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100 % pada
Tahun 2010;
l. Cakupan peserta KB aktif 70% pada Tahun 2010;
m. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100% pada Tahun
2010;
n. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100% pada Tahun
2015.
Pelayanan Kesehatan Rujukan
1.
Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat
miskin 100% pada Tahun 2015;
2.
Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan
sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota 100 % pada Tahun 2015.
Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa /KLB
1. Cakupan Desa/ Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan
epidemiologi < 24 jam 100% pada Tahun 2015.
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
1. Cakupan Desa Siaga Aktif 80% pada Tahun 2015.

LO. 4. Mampu memahami dan menjelaskan


sistem rujukan
Kesehatan atau sehat-sakit adalah suatu yang kontinum dimulai dari sehat wal
afiat sampai dengan sakit parah. Kesehatan seseorang berada dalam bentangan tersebut.
Demikian pula sakit ini juga mempunyai beberapa tingkat atau gradasi. Secara umum
dapat dibagi dalam 3 tingkat, yakni sakit ringan (mild), sakit sedang (moderate) dan sakit
parah (severe). Dengan ada 3 gradasi penyakit ini maka menuntut bentuk pelayanan
kesehatan yang berbeda pula. Untuk penyakit ringan tidak memerlukan pelayanan
canggih. Namun sebaliknya untuk penyakit yang sudah parah tidak cukup hanya dengan
pelayanan yang sederhana melainkan memerlukan pelayanan yang sangat spesifik.
Oleh sebab itu, perlu dibedakan adanya 3 bentuk pelayanan, yakni :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan
dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi
kesehatan. Oleh karena jumlah kelompok ini didalam suatu populasi sangat besar
(lebih kurang 85%), pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat
pelayanan kesehatan dasar (basic health services) atau juga merupakan pelayanan
kesehatan primer atau utama (primary health care). Bentuk pelayanan ini di
Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan
balkesmas.
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services)
23

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang


memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan
kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya rumah sakit tipe C dan D, dan
memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.
c.

Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)


Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang
sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah
kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis. Contoh di Indonesia :
rumah sakit tipe A dan B.

Dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, ketiga strata atau jenis pelayanan
tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada didalam suatu sistem dan saling
berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan
medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat
pelayanan diatasnya, demikian seterusnya. Penyerahan tanggung jawab dari satu
pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain ini disebut rujukan.
Secara lengkap dapat dirumuskan sistem rujukan ialah suatu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik
terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih
mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat
kemampuannya).
Dari batasan tersebut dapat dilihat bahwa hal yang dirujuk bukan hanya pasien saja
tapi juga masalah-masalah kesehatan lain, teknologi, sarana, bahan-bahan laboratorium,
dan sebagainya. Disamping itu rujukan tidak berarti berasal dari fasilitas yang lebih
rendah ke fasilitas yang lebih tinggi tetapi juga dapat dilakukan diantara fasilitas-fasilitas
kesehatan yang setingkat.
Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi 2, yakni :
a. Rujukan medik
Rujukan ini berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan pasien. Disamping itu juga mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi
medis) dan bahan-bahan pemeriksaan.
b. Rujukan kesehatan masyarakat
Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan
peningkatan kesehatan (promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi,sarana
dan operasional.
Kriteria
Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk. Adapun kriteria
pasien yang dirujuk adalah bila memenuhi salah satu dari:
1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu
diatasi.
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan
harus disertai pasien yang bersangkutan.
24

4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
Sistem lintas program dan sektoral
Kerja sama lintas program merupakan kerja sama yang dilakukan antara
beberapa program dalam bidang yang sama untuk mencapai tujuan yang sama. Kerja
sama lintas program yang diterapkan di puskesmas berarti melibatkan beberapa program
terkait yangada di puskesmas. Tujuan khusus kerja sama lintas program adalah untuk
menggalangkerja sama dalam tim dan selanjutnya menggalang kerja sama lintas
sektoral.
Kerja sama lintas sektor melibatkan dinas dan orang- orang di luar sektor
kesehatan yang merupakan usaha bersama mempengaruhi faktor yang secara
langsungatau tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Kerja sama tidak hanya dalam
proposal pengesahan, tetapi juga ikkut serta mendefinisikan masalah, prioritas
kebutuhan, pengumpulan, dan interpretasi informasi serta mengevaluasi. Lintas sektor
kesehatanmerupakan hubungan yang dikenali antara bagian atau bagian-bagian dari
sektor yang berbeda, dibentuk utnuk mengambil tindakan pada suatu masalah agar hasil
yang tercapaidengan cara yang lebih efektif, berkelanjutan atau efisien disbanding sektor
kesehatan bertindak sendiri (WHO 1998). Prinsip kerja sama lintas sektor melalui
pertalian dengan program di dalam dan di luar sektor kesehatan untuk mencapai
kesadaran yang lebih besar terhadap konsekuensi kesehatan dari keputusan kebijakan
dan praktek organisasisektor-sektor yang berbeda

Alur Rujukan

25

Rumah sakit tipe A : Specialis dan sub specialis lebih luas, Top referral hospital
Rumah sakit tipe B : Specialis dan sub specialis terbatas, pelayanan rujukan dari
kabupaten
Rumah sakit tipe C : Spesialis terbatas, Pelayanan rujukan dari Puskesmas
Rumah sakit tipe D : Pelayanan rujukan dari Puskesmas
Rumah sakit tipe E : (rumah sakit khusus) : RS Jiwa, RS Jantung, RS Paru, kanker,
Kusta.

26

LO. 5. Mampu memahami dan menjelaskan


hukum menjaga kesehatan dan berobat
dari sudut pandang agama Islam
Anjuran Menjaga Kesehatan
Sudah menjadi semacam kesepakatan, bahwa menjaga agar tetap sehat dan tidak terkena
penyakit adalah lebih baik daripada mengobati, untuk itu sejak dini diupayakan agar orang
tetap sehat. Menjaga kesehatan sewaktu sehat adalah lebih baik daripada meminum obat saat
sakit. Dalam kaidah ushuliyyat dinyatakan:
Dari Ibn Abbas, ia berkata, aku pernah datang menghadap Rasulullah SAW, saya
bertanya: Ya Rasulullah ajarkan kepadaku sesuatu doa yang akan akan baca dalam doaku,
Nabi menjawab: Mintalah kepada Allah ampunan dan kesehatan, kemudian aku menghadap
lagipada kesempatan yang lain saya bertanya: Ya Rasulullah ajarkan kepadaku sesuatu doa
yang akan akan baca dalam doaku. Nabi menjawab: Wahai Abbas, wahai paman
Rasulullah saw mintalah kesehatan kepada Allah, di dunia dan akhirat. (HR Ahmad, alTumudzi, dan al-Bazzar)
Berbagai upaya yang mesti dilakukan agar orang tetap sehat menurut para pakar
kesehatan, antara lain, dengan mengonsumsi gizi yang yang cukup, olahraga cukup, jiwa
tenang, serta menjauhkan diri dari berbagai pengaruh yang dapat menjadikannya terjangkit
penyakit. Hal-hal tersebut semuanya ada dalam ajaran Islam, bersumber dari hadits-hadits
shahih maupun ayat al-Quran.
Nilai Sehat dalam Ajaran Islam
Dengan merujuk konsep sehat yang dewasa ini dipaharm. berdasarkan rumusan WHO
yaitu: Health is a state of complete physical, mental and social-being, not merely the absence
q; disease on infirmity (Sehat adalah suatu keadaan j^sm rohaniah, dan sosia] yang baik,
tidak hanyatidak bt.*)-esiyal cacat). Dadang Ha\v?ri melaporkan, bahwa s^aK
^hunsehingga rnonjadi -eliat
Menurut penelitian Ali Munis, dokter spesialis internal Fakultas Kedokteran
Universitas Ain Syams Cairo, menunjukan bahwa ilmu kedokteran modern menemukan
kecocokan terhadap yang disyariatkan Nabi dalam praktek pcngobatan yang berhubungan
dengan spesialisasinya.
Sebagaiman disepakati oleh para ulama bahwa di balik pengsyariatan segala sesuatu
termasuk ibadah dalam Islam terdapat hikrnah dan manfaat phisik (badaniah) dan psikis
(kejiwaan). Pada saat orang-orang Islam menunaikan kewajiban-kewajiban keagamannya,
berbagai penyakit lahir dan batin terjaga.
Kesehatan Jasmani
Ajaran Islam sangat menekankan kesehatan jasmani. Agar tetap sehat, hal yang perlu
diperhatikan dan dijaga, menurut sementara ulama, disebutkan, ada sepuluh hal, yaitu: dalam
27

hal makan, minum, gerak, diam, tidur, terjaga, hubungan seksual, keinginan-keinginan nafsu,
keadaan kejiwaan, dan mengatur anggota badan.
Pertama; Mengatur Pola Makan dan Minum
Dalam ilmu kesehatan atau gizi disebutkan, makanan adalah unsur terpenting untuk
menjaga kesehatan. Kalangan ahli kedokteran Islam menyebutkan, makan yang halalan dan
thayyiban. Al-Quran berpesan agar manusia memperhatikan yang dimakannya, seperti
ditegaskan dalam ayat: maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.(QS.
Abasa 80 : 24 )
Dalam 27 kali pembicaraan tentang perintah makan, al-Quran selalu menekankan dua
sifat, yang halal dan thayyib, di antaranya dalam (Q., s. al-Baqarat (2)1168; al-Maidat
(s):88; al-Anfal (8):&9; al-Nahl (16) : 1 14),
Kedua; Keseimbangan Beraktivitas dan Istirahat
Perhatian Islam terhadap masalah kesehatan dimulai sejak bayi, di mana Islam
menekankan bagi ibu agar menyusui anaknya, di samping merupakan fitrah juga
mengandung nilai kesehatan. Banyak ayat dalam al-Quran menganjurkan hal tersebut.
Al-Quran melarang melakukan sesuatu yang dapat merusak badan. Para pakar di
bidang medis memberikan contoh seperti merokok. Alasannya, termasuk dalam larangan
membinasakan diri dan mubadzir dan akibatyang ditimbulkan, bau, mengganggu orang lain
dan lingkungan.
Islam juga memberikan hak badan, sesuai dengan fungsi dan daya tahannya, sesuai anjuran
Nabi: Bahwa badanmu mempunyai hak
Islam menekankan keteraturan mengatur ritme hidup dengan cara tidur cukup,
istirahat cukup, di samping hak-haknya kepada Tuhan melalui ibadah. Islam memberi
tuntunan agar mengatur waktu untuk istirahat bagi jasmani. Keteraturan tidur dan berjaga
diatur secara proporsional, masing-masing anggota tubuh memiliki hak yang mesti dipenuhi.
Di sisi lain, Islam melarang membebani badan melebihi batas kemampuannya, seperti
melakukan begadang sepanjang malam, melaparkan perut berkepanjangan sekalipun
maksudnya untuk beribadah, seperti tampak pada tekad sekelompok Sahabat Nabi yang ingin
terus menerus shalat malam dengan tidak tidur, sebagian hendak berpuasa terus menerus
sepanjang tahun, dan yang lain tidak mau menggauli istrinya, sebagaimana disebutkan
dalam hadits:
Nabi pernah berkata kepadaku: Hai hamba Allah, bukankah aku memberitakan
bahwa kamu puasa di szam? hari dan qiyamul laildimalam hari, maka aku katakan,
benarya Rasulullah, Nabi menjawab: Jangan lalukan itu, berpuasa dan berbukalah, bangun
malam dan tidurlah, sebab, pada badanmu ada hak dan pada lambungmujuga ada hak (HR
Bukhari dan Muslim).
Ketiga; Olahraga sebagai Upaya Menjaga Kesehatan
Aktivitas terpenting untuk menjaga kesehatan dalam ilmu kesehatan adalah melalui
kegiatan berolahraga. Kata olahraga atau sport (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin
Disportorea atau deportore, dalam bahasa Itali disebut deporte yang berarti penyenangan,
28

pemeliharaan atau menghibur untuk bergembira. Olahraga atau sport dirumuskan sebagai
kesibukan manusia untuk menggembirakan diri sambil memelihara jasmaniah.
Tujuan utama olahraga adalah untuk mempertinggi kesehatan yang positif, daya
tahan, tenaga otot, keseimbangan emosional, efisiensi dari fungsi-rungsi alat tubuh, dan daya
ekspresif serta daya kreatif. Dengan melakukan olahraga secara bertahap, teratur, dan cukup
akan meningkatkan dan memperbaiki kesegaran jasmani, menguatkan dan menyehatkan
tubuh. Dengan kesegaran jasmani seseorang akan mampu beraktivitas dengan baik.
Nash al-Quran yang dijadikan sebagai pedoman perlunya berolahraga, dalam konteks
perintah jihad agar mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi kemungkinan serangan
musuh, yaitu ayat:
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu najkahkanpadajalan
Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya
(dirugikan). (QS.Al-Anfal :6o):
Nabi menafsirkan kata kekuatan (al-Quwwah) yang dimaksud dalam ayat ini adalah
memanah. Nabi pernah menyampaikannya dari atas mimbar disebutkan 3 kali, sebagaimana
dinyatakan dalam satu hadits:
Nabi berkata: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sang gupi Ingatlah kekuatan itu adalah memanah, Ingatlah kekuatan itu adalah memanah,
Ingatlah kekuatan itu adalah memanah, (HR Muslim, al-Turmudzi, Abu Dawud, Ibn
Majah, Ahmad, dan al-Darimi)
Keempat; Anjuran Menjaga Kebersihan
Ajaran Islam sangat memperhatikan masalah kebersihan yang merupakan salah satu aspek
penting dalam ilmu kedokteran. Dalam terminologi Islam, masalah yang berhubungan dengan
kebersihan disebut dengan al-Thaharat. Dari sisi pandang kebersihan dan kesehatan, althaharat merupakan salah satu bentuk upaya preventif, berguna untuk menghindari
penyebaran berbagai jenis kuman dan bakteri.
Imam al-Suyuthi, Abd al-Hamid al-Qudhat, dan ulama yang lain menyatakan, dalam Islam
menjaga kesucian dan kebersihan termasuk bagian ibadah sebagai bentuk qurbat, bagian dari
taabbudi, merupakan kewajiban, sebagai kunci ibadah, Nabi bersabda: Dari Ali ra., dari
Nabi saw, beliau berkata: Kunci shalat adalah bersuci(HR Ibnu Majah, al-Turmudzi,
Ahmad, dan al-Darimi)

BEROBAT
HUKUM BEROBAT
Para fuqoha (ahli fiqih) bersepakat bahwa berobat hukum asalnya dibolehkan, kemudian
mereka berbeda pendapat (mengenai hukum berobat, -ed) menjadi beberapa pendapat yang
masyhur[3]:
29

1. Pendapat pertama mengatakan bahwa berobat hukumnya wajib, dengan alasan adanya
perintah Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam untuk berobat dan asal hukum perintah
adalah wajib, ini adalah salah satu pendapat madzhab Malikiyah, Madzhab Syafiiyah, dan
madzhab Hanabilah.
2. Pendapat kedua mengatakan sunnah/ mustahab, sebab perintah Nabi shallallahu alaihi
wa sallam untuk berobat dan dibawa kepada hukum sunnah karena ada hadits yang lain
Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan bersabar, dan ini adalah madzhab
Syafiiyah.
3. Pendapat ketiga mengatakan mubah/ boleh secara mutlak , karena terdapat keterangan
dalil- dalil yang sebagiannya menunjukkan perintah dan sebagian lagi boleh memilih, (ini
adalah madzhab Hanafiyah dan salah satu pendapat madzhab Malikiyah).
4. Pendapat kelima mengatakan makruh, alasannya para sahabat bersabar dengan sakitnya,
Imam Qurtubi rahimahullah mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu Masud, Abu
Dardaradhiyallahu anhum, dan sebagian para Tabiin.
5. Pendapat ke enam mengatakan lebih baik ditinggalkan bagi yang kuat tawakkalnya dan
lebih baik berobat bagi yang lemah tawakkalnya, perincian ini dari kalangan madzhab
Syafiiyah.
ISLAM MEMERINTAHKAN UMATNYA UNTUK BEROBAT
Berobat pada dasarnya dianjurkan dalam agama islam sebab berobat termasuk upaya
memelihara jiwa dan raga, dan ini termasuk salah satu tujuan syariat islam ditegakkan,
terdapat banyak hadits dalam hal ini, diantaranya;
1. Dari Abu Darda berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Sesungguhnya Alloh menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap
penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang
haram. (HR.Abu Dawud 3874, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif alJami 2643)
2. Dari Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada
Nabishallallahu alaihi wa sallam:
: ( ) :
( ) :
Wahai Rosululloh, apakah kita berobat?, Nabi bersabda,berobatlah, karena sesungguhnya
Alloh tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit
(yang tidak ada obatnya), mereka bertanya,apa itu ? Nabi bersabda,penyakit
tua.(HR.Tirmidzi 2038, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Sunan Ibnu Majah 3436)
HUKUM BEROBAT :
A. Menjadi wajib dalam beberapa kondisi:
a. Jika penyakit tersebut diduga kuat mengakibatkan kematian, maka menyelamatkan
jiwa adalah wajib.
b. Jika penyakit itu menjadikan penderitanya meninggalkan perkara wajib padahal dia
mampu berobat, dan diduga kuat penyakitnya bisa sembuh, berobat semacam ini
adalah untuk perkara wajib, sehingga dihukumi wajib.
30

c.

Jika penyakit itu menular kepada yang lain, mengobati penyakit menular adalah wajib
untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
d. Jika penyakit diduga kuat mengakibatkan kelumpuhan total, atau memperburuk
penderitanya, dan tidak akan sembuh jika dibiarkan, lalu mudhorot yang timbul lebih
banyak daripada maslahatnya seperti berakibat tidak bisa mencari nafkah untuk diri
dan keluarga, atau membebani orang lain dalam perawatan dan biayanya, maka dia
wajib berobat untuk kemaslahatan diri dan orang lain.
2. Berobat menjadi sunnah/ mustahab
Jika tidak berobat berakibat lemahnya badan tetapi tidak sampai membahayakan diri
dan orang lain, tidak membebani orang lain, tidak mematikan, dan tidak menular ,
maka berobat menjadi sunnah baginya.
3. Berobat menjadi mubah/ boleh
Jika sakitnya tergolong ringan, tidak melemahkan badan dan tidak berakibat seperti
kondisi hukum wajib dan sunnah untuk berobat, maka boleh baginya berobat atau
tidak berobat.
4. Berobat menjadi makruh dalam beberapa kondisi
A. Jika penyakitnya termasuk yang sulit disembuhkan, sedangkan obat yang digunakan
diduga kuat tidak bermanfaat, maka lebih baik tidak berobat karena hal itu diduga
kuat akan berbuat sis- sia dan membuang harta.
B. b.Jika seorang bersabar dengan penyakit yang diderita, mengharap balasan surga dari
ujian ini, maka lebih utama tidak berobat, dan para ulama membawa hadits Ibnu
Abbas dalam kisah seorang wanita yang bersabar atas penyakitnya kepada masalah
ini.
C. c.Jika seorang fajir/rusak, dan selalu dholim menjadi sadar dengan penyakit yang
diderita, tetapi jika sembuh ia akan kembali menjadi rusak, maka saat itu lebih baik
tidak berobat.
D. d.Seorang yang telah jatuh kepada perbuatan maksiyat, lalu ditimpa suatu penyakit,
dan dengan penyakit itu dia berharap kepada Alloh mengampuni dosanya dengan
sebab kesabarannya.
E. Dan semua kondisi ini disyaratlkan jika penyakitnya tidak mengantarkan kepada
kebinasaan, jika mengantarkan kepada kebinasaan dan dia mampu berobat, maka
berobat menjadi wajib.
5. Berobat menjadi haram
Jika berobat dengan sesuatu yang haram atau cara yang haram maka hukumnya haram,
seperti berobat dengan khomer/minuman keras, atau sesuatu yang haram lainnya.

31

DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
http://axbarif.wordpress.com/2012/11/20/definisi-puskesmas/
http://ners.unair.ac.id/materikuliah/PUSKESMAS.pdf

Anda mungkin juga menyukai