Kata Sulit
-
Pertanyaan!
1. Kapan suatu penyakit dikatakan KLB?
Jika kasus tersebut sudah meningkat lebih dari 2x dari periode sebelumnya
2. Apakah fungsi IR dan CFR?
IR: untuk mengetahui pencegahan yang harus dilakukan, masalah yang sedang
dihadapi serta risikonya, dan mengetahui berapabesar beban tugas Yankes.
CFR: untuk mengetahui risiko jangka panjang
3. Apa saja program penanggulangan DBD?
3M+, abatesasi, fogging, dan lain-lain.
4. Apa hubungan ledakan kasus campak dengan cakupan imunisasi < 50%?
Cakupan imunisasi yang rendah akan meningkatkan risiko epidemic
5. Siapa saja yang terlibat di dalam lintas sektoral?
Kadinkes, Departemen-departemen yang terkait, Kepala Puskesmas, dan pejabatpejabat lainnya.
2
Hipotesis
Pengetahuan masyarakat
yang rendah.
Budaya masyarakat
Terbatasnya obat-obatan di
Puskesmas.
Meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan
LO & LI
LO. 1. Mampu memahami dan menjelaskan Kejadian Luar Biasa
LO. 2. Mampu memahami dan menjelaskan Penyelidikan Epidemiologi
LO. 3. Mampu memahami dan menjelaskan cakupan imunisasi dan mutu pelayanan kesehatan
masyarakat
LO. 4. Mampu memahami dan menjelaskan sistem rujukan
LO. 5. Mampu memahami dan menjelaskan hukum menjaga kesehatan dan berobat dari sudut
pandang agama Islam
LO.
1. Mampu memahami
Kejadian Luar Biasa
dan
menjelaskan
Definisi
Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang
bermakna secara epidemiologi dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau
meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah, 1969).
Kriteria Kejadian Luar Biasa tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa, tergolong kejadian luar biasa jika terdapat unsur :
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
2. Peningkatan kerjadian penyakit terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut
penyakitnya (jam,hari,minggu)
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya
Peraturan Menteri Kesehatan RI No . 949/ MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa
(KLB) : timbulnya atau meningkatnya kejadian Kesakitan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Batasan KLB meliputi arti yang luas, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun
penyakit non infeksi.
2. Tidak ada batasan yang dapat dipakai secara umum untuk menentukan jumlah penderita
yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain karena jumlah kasus sangat tergantung
dari jenis dan agen penyebabnya, juga karena keadaan penyakit akan bervariasi menurut
tempat (tempat tinggal, pekerjaan) dan waktu (yang berhubungan dengan keadaan iklim)
dan pengalaman keadaan penyakit tersebut sebelumnya.
3. Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat dipakai untuk
menentukan KLB, apakah dusun desa, kecamatan, kabupaten atau meluas satu propinsi dan
Negara. Luasnya daerah sangat tergantung dari cara penularan penyakit tersebut.
4. Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB dapat terjadi dalam
beberapa jam, beberapa hari atau minggu atau beberapa bulan maupun tahun.
Di Indonesia dengan tujuan mempermudah petugas lapangan dalam mengenali adanya KLB
telah disusun petunjuk penetapan KLB, sebagai berikut :
1. Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular di suatu kecamatan menunjukkan
kenaikan 3 kali atau lebih selama tiga minggu berturut-turut atau lebih.
2. Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di suatu Kecamatan,
menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata
sebulan dalam setahun sebelumnya dari penyakit menular yang sama di kecamatan tersebut
3. Angka rata-rata bulanan selama satu tahun dari penderita-penderita baru dari suatu penyakit
menular di suatu kecamatan, menjukkan kenaikan dua kali atau lebih, bila dibandingkan
dengan angka rata-rata bulanan dalam tahun sebelumnya dari penyakit yang sama di
kecamatan yang sama pula.
4. Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit menular tertentu dalam satu bulan di suatu
kecamatan, menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, bila dibandingkan CFR penyakit yang
sama dalam bulan yang lalu di kecamatan tersebut.
5. Proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan,
dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang sama
selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau
lebih.
6. Khusus untuk penyakit-penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF/DSS :
a. Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita penyakit tersebut di atas, di suatu daerah
endemis yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas.
b. Terdapatnya satu atau lebih penderita/kematian karena penyakit tersebut di atas. Di suatu
kecamatan yang telah bebas dari penyakit-penyakit tersebut, paling sedikit bebas selama
4 minggu berturut-turut.
7. Apabila kesakitan/kematian oleh keracunan yang timbul di suatu kelompok masyarakat.
8. Apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/dikenal.
Metodologi Penyelidikan KLB
Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit ditentukan, sehingga metoda yang
dipakai pada penyelidikan KLB sangat bervariasi. Menurut Kelsey et al., 1986; Goodman et al.,
1990 dan Pranowo, 1991, variasi tersebut meliputi :
1. Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau retrospektif
tergantung dari waktu dilaksanakannya penyelidikan. Dapat merupakan suatu penelitian
deskriptif, analitik atau keduanya.
2. Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif),
3. Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya (Rumah sakit, klinik,
laboratorium dan lapangan).
4. Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu mencegah
meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang
(pengendalian), dengan tujuan khusus :
a. Diagnose kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit
b. Memastikan keadaan tersebut merupakan KLB
c. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
d. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
e. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan terjadi KLB
Langkah-langkah Penyelidikan KLB
1. Persiapan penelitian lapangan
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3. Memastikan Diagnose Etiologis
6
Hipotesis awal, hendaknya meliputi penyakit penyebab KLB, sumber dan cara penularan. Untuk
membuat hipotesis awal ini dapat dengan mempelajari gejala klinis, ciri dan pola epidemiologis
penyakit tersangka. Hipotesis awal ini dapat berubah atau lebih spesifik dan dibuktikan pada
waktu penyelidikan (Bres, 1986).
Tujuan penyelidikan KLB selalu dimulai dengan tujuan utama mengadakan penanggulangan dan
pengendalian KLB, dengan beberapa tujuan khusus, di antaranya :
a. Memastikan diagnosis penyakit
b. Menetapkan KLB
c. Menentukan sumber dan cara penularan
d. Mengetahui keadaan penyebab KLB
Pada penyelidikan KLB diperlukan beberapa tujuan tambahan yang berhubungan dengan
penggunaan hasil penyelidikan. Misalnya untuk mengetahui pelaksanaan program imunisasi,
mengetahui kemampuan sistem surveilans, atau mengetahui pertanda mikrobiologik yang dapat
digunakan (Goodman et al., 1990).
Strategi penemuan kasus, strategi penemuan kasus ini sangat penting kaitannya dengan
pelaksanaan penyelidikan nantinya. Pada penyelidikan KLB pertimbangan penetapan strategi
yang tepat tidak hanya didasarkan pada bagaimana memperoleh informasi yang akurat, tetapi
juga harus dipertimbangkan beberapa hal yaitu :
a. Sumber daya yang ada (dana, sarana, tenaga)
b. Luas wilayah KLB
c. Asal KLB diketahui
d. Sifat penyakitnya.
Beberapa strategi penemuan kasus yang dapat digunakan pada penyelidikan KLB dengan
beberapa keuntungan dan kelemahannya (Bres, 1986) :
a. Penggunaan data fasilitas kesehatan Cepat Terjadi bias seleksi kasus
b. Kunjungan ke RS atau fasilitas kesehatan Lebih mudah untuk mengetahui kasus dan
kontak Hanya kasus-kasus yang berat
c. Penyebaran kuesioner pada daerah yang terkena Cepat, tidak ada bias menaksir populasi
Kesalahan interpretasi pertanyaan
d. Kunjungan ke tempat yang diduga sebagai sumber penularan Mudah untuk menge-tahui
hubungan kasus dan kontak Terjadi bias seleksi dan keadaan sudah spesifik
e. Survai masyarakat (survai rumah tanggal, total survai) Dapat dilihat keadaan yang
sebenarnya Memerlukan waktu lama, memerlukan organisasi tim dengan baik
f. Survai pada penderita Jika diketahui kasus dengan pasti Memerlukan waktu lama, hasil
hanya terbatas pada kasus yang diketahui
g. Survai agent dengan isolasi atau serologi Kepastian tinggi, di-gunakan pada penya-kit
dengan carrier Mahal, hanya dilakukan jika pemerik saan lab dapat dikerjakan
Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda
penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala
klinisnya. Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang
ada pada kasus adalah sebagai berikut :
1. Buat daftar gejala yang ada pada kasus
2. Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
3. Susun ke bawah menurut urutan frekuensinya
Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah
berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang dianggap
berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Dalam membandingkan insidensi penyakit
berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa (endemis) dapat
bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit). Penggambaran pola temporal penyakit yang
penting untuk penetapan KLB adalah, pola musiman penyakit (periode 12 bulan) dan
kecenderungan jangka panjang (periode tahunan pola maksimum dan minimum penyakit).
Dengan demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus dibandingkan dengan
frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun berbeda
(CDC, 1979).
- KLB tersembunyi, sering terjadi pada penyakit yang belum dikenal atau penyakit yang
tidak mendapat perhatian karena dampaknya belum diketahui.
- KLB palsu (pesudo-epidemic), terjadi oleh karena :
1. Perubahan cara mendiagnosis penyakit
2. Perubahan perhatian terhadap penyakit tersebut, atau
3. Perubahan organisasi pelayanan kesehatan,
4. Perhatian yang berlebihan.
Untuk mentetapkan KLB dapat dipakai beberapa definisi KLB yang telah disusun oleh Depkes.
Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan grafik Pola
Maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.
Deskripsi KLB
1) Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung), yang
digambarkan dalam suatu kurva epidemik.
Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat
mulai sakit (onset of illness) selama periode wabah. Kurva ini digambarkan dengan axs
horizontal adalah saat mulainya sakit dan sebagai axis vertikal adalah jumlah kasus.
Kurva epidemik dapat digunakan untuk tujuan :
a. Menentukan / memprakirakan sumber atau cara penularan penyakit dengan melihat tipe
kurva epidemik tersebut (common source atau propagated).
b. Mengidentifikasikan waktu paparan atau pencarian kasus awal (index case). Dengan cara
menghitung berdasarkan masa inkubasi rata-rata atau masa inkubasi maksimum dan
minimum.
9
Insidensi
Adalah gambaran tentang frekwensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu
waktu tertentu di satu kelompok masyarakat. Untuk dapat menghitung angka insidensi suatu
penyakit, sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu tentang data tentang jumlah penderita
baru. Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru (Population at Risk ).
Secara umum angka insiden ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1. Incidence Rate
Yaitu jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka waktu
tertentu (umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena
penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan. Yang dimaksud kasus
baru adalah perubahan status dari sehat menjadi sakit. Periode waktu adalah jumlah waktu yang
diamati selama sehat hingga menjadi sakit.
Rumus incidence rate:
Jumlah penderita baru
xK
(100%/ 1000)
Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit
3. Attack Rate
Yaitu jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat dibandingkan
dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang sama.
Manfaat Attack Rate adalah memperkirakan derajat serangan atau penularan suatu penyakit.
Makin tinggi nilai AR, maka makin tinggi pula kemampuan Penularan Penyakit tersebut.
Rumus attack rate:
Jumlah penderita baru dalam satu saat
x K (100%/ 1000)
Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tsb pada saat yang sama
Prevalensi
Adalah gambaran tentang frekwensi penderita lama dan baru yang ditemukan pada suatu
jangka waktu tertentu di sekelompok masyarakat tertentu. Pada perhitungan angka prevalensi
12
digunakan jumlah seluruh penduduk tanpa memperhitungkan orang / penduduk yang kebal atau
penduduk dengan resiko (Population at Risk). Sehingga dapat dikatakan bahwa angka prevalensi
sebenarnya bukan suatu rate yang murni, karena penduduk yang tidak mungkin terkena penyakit
juga dimasukkan dalam perhitungan. Prevalens tergantung pada 2 faktor :
1. Berapa banyak orang jumlah orang yang telah sakit
2. Durasi/lamanya penyakit
Secara umum nilai prevalen dibedakan menjadi 2, yaitu :
13
Angka kematian janin=jml kematian janin dlm periode tertentu : total kematian janin+janin
lahir hidup periode yg samax XK
mengenai ASI juga turut mempengaruhi kesediaan untuk melakukan imunisasi. ASI memang
meningkatkan daya tahan, namun perlindungan ASI juga akan berkurang seiring munculnya
paparan pada anak (majalah farmacia, 2012).
Dalam program Intensifikasi Imunisasi Rutin, upaya pemberian imunisasi harus lebih
intensif dibandingkan tahun lalu. Imunisasi dasar diketahui sangat efektif dalam memberikan
perlindungan terhadap suatu penyakit pada masa depan kehidupan. Imunisasi dasar berfungsi
membentuk sel memori yang akan dibawa seumur hidup. Jika imunisasi dasar diberikan
lengkap dan sel memori terbentuk semakin dini, maka semakin bagus perlindungan yang
diberikan (Hadinegoro, 2012).
Namun pada vaksin tertentu (vaksin mati atau vaksin komponen, misalnya hepatitis B
atau DTP), imunisasi dasar saja tidak cukup memberikan perlindungan dalam jangka panjang
sehingga harus dilakukan booster atau penguat. Kekebalan yang diberikan imunisasi dasar
tidak berlangsung seumur hidup dan ditandai dengan titer antibodi yang semakin lama
semakin menurun. Pemberian booster dimaksudkan membangkitkan kembali sel memori
untuk membentuk antibodi agar titer antibodi selalu di atas ambang pencegahan (protective
level) (Hadinegoro, 2012).
Vaksin DTP misalnya yang diberikan usia 2, 4, 6 bulan perlu diberikan booster pada
usia 18-24 bulan dan 5 tahun. Di usia lima tahun kekebalan kembali turun sehingga perlu
booster kedua bahkan ketiga dalam jangka waktu setiap 5-10 tahun. Komponen T (tetanus)
pada vaksin DTP juga harus bisa memberikan perlindungan seumur hidup terhadap tetanus
neonatorum (penting untuk melindungi bayi yang dilahirkan dari infeksi tetanus apabila
pemotongan tali pusat tidak steril). Vaksin TT diberikan pada anak usia sekolah dan ibu hamil
(Hadinegoro, 2012).
Sampai kapan booster diberikan, tergantung data epidemiologi dan pola penyakit dari
kelompok usia yang rentan terkena penyakit. Misalnya penyakit difteri, pertusis, dan tetanus
yang bisa dicegah dengan vaksin DTP bisa mengancam anak-anak maupun dewasa sehingga
semua usia rentan terhadap penularan penyakit-penyakit ini (Hadinegoro, 2012).
IMUNISASI
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan, kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut
tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).
Tujuan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi lebih kebal terhadap penyakit
sehingga dapat menurunkan angka mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan.(A.Aziz,
2008)
Jenis Imunisasi Dasar, dan Pemberian
Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan leh emerintah/ imunisasi dasar
dan ada juga yang hanya anjuran. Imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana telah diwajibkan
oleh WHO ditambah dengan hepatitis B, sedangkan imunisasi yang hanya dianjurkan oleh
pemerintah dapat digunakan untuk mecegah suatu kejadian luar biasa atau penyakit endemik
atau untuk kepentingan tertentu misal imunisasi meningitis pada jamaah haji.
Jenis-Jenis Imunisasi :
19
20
1. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon pengantin) sudah mendapat TT sebanyak 2 kali, maka
kehamilan pertama cukup mendapat TT 1 kali, dicatat sebagai TT ulang dan pada
kehamilan berikutnya cukup mendapat TT 1 kali saja yang dicatat sebagai TT ulang juga.
2. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon pengantin) atau hamil sebelumnya baru mendapat TT
1 kali, maka perlu diberi TT 2 kali selama kehamilan ini dan kehamilan berikutnya cukup
diberikan TT 1 kali sebagai TT ulang
3.
4.
5.
6.
7.
a. Surveilens Epidemiologi
b. Pelacakan Kasus : TBC, Kusta, DBD, Malaria, Flu Burung, ISPA, Diare, IMS (Infeksi
Menular Seksual), Rabies
Program Pengobatan :
a. Rawat Jalan Poli Umum
b. Rawat Jalan Poli Gigi
c. Unit Rawat Inap : Keperawatan, Kebidanan
d. Unit Gawat Darurat (UGD)
e. Puskesmas Keliling (Puskel)
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
a. ANC (Antenatal Care) , PNC (Post Natal Care), KB (Keluarga Berencana),
b. Persalinan, Rujukan Bumil Resti, Kemitraan Dukun
Upaya Peningkatan Gizi
a. Penimbangan, Pelacakan Gizi Buruk, Penyuluhan Gizi
Kesehatan Lingkungan :
a. Pengawasan SPAL (saluran pembuangan air limbah), SAMI-JAGA (sumber air
minum-jamban keluarga), TTU (tempat-tempat umum), Institusi pemerintah
b. Survey Jentik Nyamuk
Pencatatan dan Pelaporan :
a. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)
j. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100% pada Tahun 2010;
k. Cakupan Penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100 % pada
Tahun 2010;
l. Cakupan peserta KB aktif 70% pada Tahun 2010;
m. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100% pada Tahun
2010;
n. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100% pada Tahun
2015.
Pelayanan Kesehatan Rujukan
1.
Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat
miskin 100% pada Tahun 2015;
2.
Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan
sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota 100 % pada Tahun 2015.
Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa /KLB
1. Cakupan Desa/ Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan
epidemiologi < 24 jam 100% pada Tahun 2015.
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
1. Cakupan Desa Siaga Aktif 80% pada Tahun 2015.
Dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, ketiga strata atau jenis pelayanan
tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada didalam suatu sistem dan saling
berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan
medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat
pelayanan diatasnya, demikian seterusnya. Penyerahan tanggung jawab dari satu
pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain ini disebut rujukan.
Secara lengkap dapat dirumuskan sistem rujukan ialah suatu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik
terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih
mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat
kemampuannya).
Dari batasan tersebut dapat dilihat bahwa hal yang dirujuk bukan hanya pasien saja
tapi juga masalah-masalah kesehatan lain, teknologi, sarana, bahan-bahan laboratorium,
dan sebagainya. Disamping itu rujukan tidak berarti berasal dari fasilitas yang lebih
rendah ke fasilitas yang lebih tinggi tetapi juga dapat dilakukan diantara fasilitas-fasilitas
kesehatan yang setingkat.
Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi 2, yakni :
a. Rujukan medik
Rujukan ini berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan pasien. Disamping itu juga mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi
medis) dan bahan-bahan pemeriksaan.
b. Rujukan kesehatan masyarakat
Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan
peningkatan kesehatan (promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi,sarana
dan operasional.
Kriteria
Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk. Adapun kriteria
pasien yang dirujuk adalah bila memenuhi salah satu dari:
1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu
diatasi.
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan
harus disertai pasien yang bersangkutan.
24
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
Sistem lintas program dan sektoral
Kerja sama lintas program merupakan kerja sama yang dilakukan antara
beberapa program dalam bidang yang sama untuk mencapai tujuan yang sama. Kerja
sama lintas program yang diterapkan di puskesmas berarti melibatkan beberapa program
terkait yangada di puskesmas. Tujuan khusus kerja sama lintas program adalah untuk
menggalangkerja sama dalam tim dan selanjutnya menggalang kerja sama lintas
sektoral.
Kerja sama lintas sektor melibatkan dinas dan orang- orang di luar sektor
kesehatan yang merupakan usaha bersama mempengaruhi faktor yang secara
langsungatau tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Kerja sama tidak hanya dalam
proposal pengesahan, tetapi juga ikkut serta mendefinisikan masalah, prioritas
kebutuhan, pengumpulan, dan interpretasi informasi serta mengevaluasi. Lintas sektor
kesehatanmerupakan hubungan yang dikenali antara bagian atau bagian-bagian dari
sektor yang berbeda, dibentuk utnuk mengambil tindakan pada suatu masalah agar hasil
yang tercapaidengan cara yang lebih efektif, berkelanjutan atau efisien disbanding sektor
kesehatan bertindak sendiri (WHO 1998). Prinsip kerja sama lintas sektor melalui
pertalian dengan program di dalam dan di luar sektor kesehatan untuk mencapai
kesadaran yang lebih besar terhadap konsekuensi kesehatan dari keputusan kebijakan
dan praktek organisasisektor-sektor yang berbeda
Alur Rujukan
25
Rumah sakit tipe A : Specialis dan sub specialis lebih luas, Top referral hospital
Rumah sakit tipe B : Specialis dan sub specialis terbatas, pelayanan rujukan dari
kabupaten
Rumah sakit tipe C : Spesialis terbatas, Pelayanan rujukan dari Puskesmas
Rumah sakit tipe D : Pelayanan rujukan dari Puskesmas
Rumah sakit tipe E : (rumah sakit khusus) : RS Jiwa, RS Jantung, RS Paru, kanker,
Kusta.
26
hal makan, minum, gerak, diam, tidur, terjaga, hubungan seksual, keinginan-keinginan nafsu,
keadaan kejiwaan, dan mengatur anggota badan.
Pertama; Mengatur Pola Makan dan Minum
Dalam ilmu kesehatan atau gizi disebutkan, makanan adalah unsur terpenting untuk
menjaga kesehatan. Kalangan ahli kedokteran Islam menyebutkan, makan yang halalan dan
thayyiban. Al-Quran berpesan agar manusia memperhatikan yang dimakannya, seperti
ditegaskan dalam ayat: maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.(QS.
Abasa 80 : 24 )
Dalam 27 kali pembicaraan tentang perintah makan, al-Quran selalu menekankan dua
sifat, yang halal dan thayyib, di antaranya dalam (Q., s. al-Baqarat (2)1168; al-Maidat
(s):88; al-Anfal (8):&9; al-Nahl (16) : 1 14),
Kedua; Keseimbangan Beraktivitas dan Istirahat
Perhatian Islam terhadap masalah kesehatan dimulai sejak bayi, di mana Islam
menekankan bagi ibu agar menyusui anaknya, di samping merupakan fitrah juga
mengandung nilai kesehatan. Banyak ayat dalam al-Quran menganjurkan hal tersebut.
Al-Quran melarang melakukan sesuatu yang dapat merusak badan. Para pakar di
bidang medis memberikan contoh seperti merokok. Alasannya, termasuk dalam larangan
membinasakan diri dan mubadzir dan akibatyang ditimbulkan, bau, mengganggu orang lain
dan lingkungan.
Islam juga memberikan hak badan, sesuai dengan fungsi dan daya tahannya, sesuai anjuran
Nabi: Bahwa badanmu mempunyai hak
Islam menekankan keteraturan mengatur ritme hidup dengan cara tidur cukup,
istirahat cukup, di samping hak-haknya kepada Tuhan melalui ibadah. Islam memberi
tuntunan agar mengatur waktu untuk istirahat bagi jasmani. Keteraturan tidur dan berjaga
diatur secara proporsional, masing-masing anggota tubuh memiliki hak yang mesti dipenuhi.
Di sisi lain, Islam melarang membebani badan melebihi batas kemampuannya, seperti
melakukan begadang sepanjang malam, melaparkan perut berkepanjangan sekalipun
maksudnya untuk beribadah, seperti tampak pada tekad sekelompok Sahabat Nabi yang ingin
terus menerus shalat malam dengan tidak tidur, sebagian hendak berpuasa terus menerus
sepanjang tahun, dan yang lain tidak mau menggauli istrinya, sebagaimana disebutkan
dalam hadits:
Nabi pernah berkata kepadaku: Hai hamba Allah, bukankah aku memberitakan
bahwa kamu puasa di szam? hari dan qiyamul laildimalam hari, maka aku katakan,
benarya Rasulullah, Nabi menjawab: Jangan lalukan itu, berpuasa dan berbukalah, bangun
malam dan tidurlah, sebab, pada badanmu ada hak dan pada lambungmujuga ada hak (HR
Bukhari dan Muslim).
Ketiga; Olahraga sebagai Upaya Menjaga Kesehatan
Aktivitas terpenting untuk menjaga kesehatan dalam ilmu kesehatan adalah melalui
kegiatan berolahraga. Kata olahraga atau sport (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin
Disportorea atau deportore, dalam bahasa Itali disebut deporte yang berarti penyenangan,
28
pemeliharaan atau menghibur untuk bergembira. Olahraga atau sport dirumuskan sebagai
kesibukan manusia untuk menggembirakan diri sambil memelihara jasmaniah.
Tujuan utama olahraga adalah untuk mempertinggi kesehatan yang positif, daya
tahan, tenaga otot, keseimbangan emosional, efisiensi dari fungsi-rungsi alat tubuh, dan daya
ekspresif serta daya kreatif. Dengan melakukan olahraga secara bertahap, teratur, dan cukup
akan meningkatkan dan memperbaiki kesegaran jasmani, menguatkan dan menyehatkan
tubuh. Dengan kesegaran jasmani seseorang akan mampu beraktivitas dengan baik.
Nash al-Quran yang dijadikan sebagai pedoman perlunya berolahraga, dalam konteks
perintah jihad agar mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi kemungkinan serangan
musuh, yaitu ayat:
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu najkahkanpadajalan
Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya
(dirugikan). (QS.Al-Anfal :6o):
Nabi menafsirkan kata kekuatan (al-Quwwah) yang dimaksud dalam ayat ini adalah
memanah. Nabi pernah menyampaikannya dari atas mimbar disebutkan 3 kali, sebagaimana
dinyatakan dalam satu hadits:
Nabi berkata: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sang gupi Ingatlah kekuatan itu adalah memanah, Ingatlah kekuatan itu adalah memanah,
Ingatlah kekuatan itu adalah memanah, (HR Muslim, al-Turmudzi, Abu Dawud, Ibn
Majah, Ahmad, dan al-Darimi)
Keempat; Anjuran Menjaga Kebersihan
Ajaran Islam sangat memperhatikan masalah kebersihan yang merupakan salah satu aspek
penting dalam ilmu kedokteran. Dalam terminologi Islam, masalah yang berhubungan dengan
kebersihan disebut dengan al-Thaharat. Dari sisi pandang kebersihan dan kesehatan, althaharat merupakan salah satu bentuk upaya preventif, berguna untuk menghindari
penyebaran berbagai jenis kuman dan bakteri.
Imam al-Suyuthi, Abd al-Hamid al-Qudhat, dan ulama yang lain menyatakan, dalam Islam
menjaga kesucian dan kebersihan termasuk bagian ibadah sebagai bentuk qurbat, bagian dari
taabbudi, merupakan kewajiban, sebagai kunci ibadah, Nabi bersabda: Dari Ali ra., dari
Nabi saw, beliau berkata: Kunci shalat adalah bersuci(HR Ibnu Majah, al-Turmudzi,
Ahmad, dan al-Darimi)
BEROBAT
HUKUM BEROBAT
Para fuqoha (ahli fiqih) bersepakat bahwa berobat hukum asalnya dibolehkan, kemudian
mereka berbeda pendapat (mengenai hukum berobat, -ed) menjadi beberapa pendapat yang
masyhur[3]:
29
1. Pendapat pertama mengatakan bahwa berobat hukumnya wajib, dengan alasan adanya
perintah Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam untuk berobat dan asal hukum perintah
adalah wajib, ini adalah salah satu pendapat madzhab Malikiyah, Madzhab Syafiiyah, dan
madzhab Hanabilah.
2. Pendapat kedua mengatakan sunnah/ mustahab, sebab perintah Nabi shallallahu alaihi
wa sallam untuk berobat dan dibawa kepada hukum sunnah karena ada hadits yang lain
Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan bersabar, dan ini adalah madzhab
Syafiiyah.
3. Pendapat ketiga mengatakan mubah/ boleh secara mutlak , karena terdapat keterangan
dalil- dalil yang sebagiannya menunjukkan perintah dan sebagian lagi boleh memilih, (ini
adalah madzhab Hanafiyah dan salah satu pendapat madzhab Malikiyah).
4. Pendapat kelima mengatakan makruh, alasannya para sahabat bersabar dengan sakitnya,
Imam Qurtubi rahimahullah mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu Masud, Abu
Dardaradhiyallahu anhum, dan sebagian para Tabiin.
5. Pendapat ke enam mengatakan lebih baik ditinggalkan bagi yang kuat tawakkalnya dan
lebih baik berobat bagi yang lemah tawakkalnya, perincian ini dari kalangan madzhab
Syafiiyah.
ISLAM MEMERINTAHKAN UMATNYA UNTUK BEROBAT
Berobat pada dasarnya dianjurkan dalam agama islam sebab berobat termasuk upaya
memelihara jiwa dan raga, dan ini termasuk salah satu tujuan syariat islam ditegakkan,
terdapat banyak hadits dalam hal ini, diantaranya;
1. Dari Abu Darda berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya Alloh menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap
penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang
haram. (HR.Abu Dawud 3874, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif alJami 2643)
2. Dari Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada
Nabishallallahu alaihi wa sallam:
: ( ) :
( ) :
Wahai Rosululloh, apakah kita berobat?, Nabi bersabda,berobatlah, karena sesungguhnya
Alloh tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit
(yang tidak ada obatnya), mereka bertanya,apa itu ? Nabi bersabda,penyakit
tua.(HR.Tirmidzi 2038, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Sunan Ibnu Majah 3436)
HUKUM BEROBAT :
A. Menjadi wajib dalam beberapa kondisi:
a. Jika penyakit tersebut diduga kuat mengakibatkan kematian, maka menyelamatkan
jiwa adalah wajib.
b. Jika penyakit itu menjadikan penderitanya meninggalkan perkara wajib padahal dia
mampu berobat, dan diduga kuat penyakitnya bisa sembuh, berobat semacam ini
adalah untuk perkara wajib, sehingga dihukumi wajib.
30
c.
Jika penyakit itu menular kepada yang lain, mengobati penyakit menular adalah wajib
untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
d. Jika penyakit diduga kuat mengakibatkan kelumpuhan total, atau memperburuk
penderitanya, dan tidak akan sembuh jika dibiarkan, lalu mudhorot yang timbul lebih
banyak daripada maslahatnya seperti berakibat tidak bisa mencari nafkah untuk diri
dan keluarga, atau membebani orang lain dalam perawatan dan biayanya, maka dia
wajib berobat untuk kemaslahatan diri dan orang lain.
2. Berobat menjadi sunnah/ mustahab
Jika tidak berobat berakibat lemahnya badan tetapi tidak sampai membahayakan diri
dan orang lain, tidak membebani orang lain, tidak mematikan, dan tidak menular ,
maka berobat menjadi sunnah baginya.
3. Berobat menjadi mubah/ boleh
Jika sakitnya tergolong ringan, tidak melemahkan badan dan tidak berakibat seperti
kondisi hukum wajib dan sunnah untuk berobat, maka boleh baginya berobat atau
tidak berobat.
4. Berobat menjadi makruh dalam beberapa kondisi
A. Jika penyakitnya termasuk yang sulit disembuhkan, sedangkan obat yang digunakan
diduga kuat tidak bermanfaat, maka lebih baik tidak berobat karena hal itu diduga
kuat akan berbuat sis- sia dan membuang harta.
B. b.Jika seorang bersabar dengan penyakit yang diderita, mengharap balasan surga dari
ujian ini, maka lebih utama tidak berobat, dan para ulama membawa hadits Ibnu
Abbas dalam kisah seorang wanita yang bersabar atas penyakitnya kepada masalah
ini.
C. c.Jika seorang fajir/rusak, dan selalu dholim menjadi sadar dengan penyakit yang
diderita, tetapi jika sembuh ia akan kembali menjadi rusak, maka saat itu lebih baik
tidak berobat.
D. d.Seorang yang telah jatuh kepada perbuatan maksiyat, lalu ditimpa suatu penyakit,
dan dengan penyakit itu dia berharap kepada Alloh mengampuni dosanya dengan
sebab kesabarannya.
E. Dan semua kondisi ini disyaratlkan jika penyakitnya tidak mengantarkan kepada
kebinasaan, jika mengantarkan kepada kebinasaan dan dia mampu berobat, maka
berobat menjadi wajib.
5. Berobat menjadi haram
Jika berobat dengan sesuatu yang haram atau cara yang haram maka hukumnya haram,
seperti berobat dengan khomer/minuman keras, atau sesuatu yang haram lainnya.
31
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
http://axbarif.wordpress.com/2012/11/20/definisi-puskesmas/
http://ners.unair.ac.id/materikuliah/PUSKESMAS.pdf