Anda di halaman 1dari 29

1.

Memahami dan Menjelaskan Jaras Senosris dan Motoris Nervus Cranialis


1.1 Nervus cranialis dan Jaras Sensorik&Motrik

NERVUS CRANIALIS

Nomor Nama Komponen Jenis Fungsi


I Olfaktori Aferen visceral Sensori Menerima rangsang dari hidung dan
khusus menghantarkannya ke otak untuk
diproses sebagai sensasi bau
II Optik Aferen somatic Sensori Menerima rangsang dari mata dan
khusus menghantarkannya ke otak untuk
diproses sebagai persepsi visual
III Okulomot Eferen somatic, Motorik Menggerakkan sebagian besar otot
or eferen visceral, mata
aferen somatic
IV Troklear Eferen somatic, Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
aferen somatic
V Trigemina Aferen somatic Gabunga Sensori: Menerima rangsangan dari
l n wajah untuk diproses di otak sebagai
sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
VI Abdusen Eferen somatic Motorik Abduksi mata
VII Fasial Eferen Gabunga Sensorik: Menerima rangsang dari
brankhialis, n bagian anterior lidah untuk diproses
eferen visceral, di otak sebagai sensasi rasa
aferen visceral Motorik: Mengendalikan otot wajah
khusus, aferen untuk menciptakan ekspresi wajah
somatic
VIII Vestibulok Aferen somatic Sensori Sensori sistem vestibular:
oklear khusus Mengendalikan keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang
untuk diproses di otak sebagai suara
IX Glosofarin Eferen Gabunga Sensori: Menerima rangsang dari
geal brankhialis, n bagian posterior lidah untuk diproses
eferen visceral, di otak sebagai sensasi rasa
aferen visceral Motorik: Mengendalikan organ-
khusus, aferen organ dalam
visceral, aferen
somatik

X Vagus Eferen Gabunga Sensori: Menerima rangsang dari


brankhialis, n organ dalam
eferen visceral, Motorik: Mengendalikan organ-
aferen visceral, organ dalam
aferen visceral
khusus, aferen
somatic
XI Aksesori Eferen Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
brankhialis,
eferen somatic
XII Hipoglosal Eferen somatik Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

Saraf Olfaktorius (N.I)

Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang


menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri dari
bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas
kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi
medial lobus orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang
serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa
hidung dan menembus area kribriformis dari tulang
etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini,
traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan
berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem
sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei
di talamus.
Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta
bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada
kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area
otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai
rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus,
hipotalamus dan sistem limbik.
- Epitelium Olfaktoius
Menempati area sekitar 2 cm2 di atap masing-masing rongga hidung, menutupi bagian
superior konkha nasalis dan sptum nasale. Struktur ini mengandung sel-sel reseptor, sel penunjang,
dan kelenjar (gandula Bowman) yang menyekresikan cairan serosa, yang disebut mucus
olfaktorius, tempat kemungkinan diuraikannya zat-zat aromatic. Sel-sel sensorik (sel-sel
olfaktorius) adalah sel bipolar yang prosesusnya perifernya berakhir di rambut-rambut olfaktorius
di epitelium olfaktorius.

- Fila olfaktoria dan bulbus olfaktorius


Prosesus sentral (neurit) sel-sel olfaktorius bersatu membentuk berkas yang mengandung
ratusan serabut tidak bermielin yang diselubungi oleh lapisan sel Schwan. Fila olfaktoria ini yang
berjumlah sekitar 20 pada setiap sisi, sebetulnya adalah n.I. serabut ini berjalan melewati lubang-
lubang kecil di lamina kribriformis dan masuk ke bulbus olfaktorius, tempat serabut-serabut ini
membentuk sinaps pertama jaras olfaktorius. Meskipun secara fisik tidak terletak di korteks
serebri, bulbus olfaktorius sebenarnya merupakan bagian telensefalon. Di dalamnya, sinaps yang
kompleks dibentuk ke dendrit sel-sel mitral, tufted cells dan sel granular.

- Jaras olfaktorius
Neuron pertama jaras olfaktorius adalah sel-sel olfakrotius bipolar, neuron kedua adalah
sel mitral dan tufted cells bulbus olfaktorius. Neurit sel-sel tersebut membentuk traktus olfaktorius
(neuron kedua), yang terletak di dekat dan tepat dibawah korteks frontobasalis (orbitofrontalis).
Traktus olfaktorius terbagi menjadi stria olfaktoria lateralis dan medialis di depan substansia
perforate anterior. Serabut-serabut stria lateralis berjalan melalui limen insula eke amigdala, girus
semilunaris, dan girus ambiens (area prepiriformis). Tempat ini merupakan lokasi neuron ketiga,
yang berproyeksi ke bagian anterior girus parahipokampalis. Serabut stria medialis berakhir di
nuclei area septalis di bawah genu korpus kalosum (area subkalosa) dan di depan komisura
anterior. Serabut yang keluar dari nuclei ini kemudian berproyeksi ke hemisfer kontralateral dan
ke system limbic. Jaras olfaktorius merupakan satu-satunya jaras sensorik yang mencapai korteks
serebri tanpa melalui relay di thalamus. Hubungan sentralnya kompleks dan masih belum diketahui
secara lengkap.
Saraf Optikus (N. II)

Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni


yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini
melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan
bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak
untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial
serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh
sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina
ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan
sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal
(separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma,
sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak
menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang
berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus
superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei
saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan
kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di
dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum
lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari
radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna
dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut
memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran
bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran
atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio
serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-
serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri
berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.

Saraf Okulomotorius (N. III)

Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan


substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian
lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus
motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus
medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot
levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-
westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot
mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.
Saraf Troklearis (N. IV)

Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior


di depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah
Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf
kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis
mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata
bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.

Saraf Trigeminus (N. V)

Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-


serabut motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik
mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut
sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu
saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah
sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut,
hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa
kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis
auditorius serta bagian membran timpani.

Saraf Abdusens (N. VI)

Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons


bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel
ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.

Saraf Fasialis (N. VII)

Saraf fasialis mempunyai fungsi


motorik dan fungsi sensorik fungsi
motorik berasal dari Nukleus motorik
yang terletak pada bagian ventrolateral
dari tegmentum pontin bawah dekat
medula oblongata. Fungsi sensorik
berasal dari Nukleus sensorik yang
muncul bersama nukleus motorik dan
saraf vestibulokoklearis yang berjalan
ke lateral ke dalam kanalis akustikus
interna.
Serabut motorik saraf fasialis
mempersarafi otot-otot ekspresi wajah
terdiri dari otot orbikularis okuli, otot
buksinator, otot oksipital, otot frontal,
otot stapedius, otot stilohioideus, otot
digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian
anterior lidah.

Saraf Vestibulokoklearis (N. VIII)

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi
keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju
inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan
kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari
utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam
kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan
menyebar melewati batang dan serebelum.
Saraf Glosofaringeus (N. IX)

Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf


vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium
melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai
dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan
ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf
berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna
ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal,
saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring,
tonsil dan sepertiga posterior lidah.

Saraf Vagus (N. X)


Saraf vagus juga mempunyai dua
ganglion yaitu ganglion superior atau
jugulare dan ganglion inferior atau
nodosum, keduanya terletak pada daerah
foramen jugularis, saraf vagus
mempersarafi semua visera toraks dan
abdomen dan menghantarkan impuls dari
dinding usus, jantung dan paru-paru.

Saraf Asesorius (N. XI)

Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis.


Radiks kranial adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus
yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah
saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi
memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula
bila lengan diangkat ke atas.

Saraf Hipoglosus (N. XII)

Nukleus saraf hipoglosus terletak


pada medula oblongata pada setiap sisi
garis tengah dan depan ventrikel ke empat
dimana semua menghasilkan trigonum
hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan
saraf motorik untuk lidah dan
mempersarafi otot lidah yaitu otot
stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
JARAS MOTORIS

Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan
diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks, ganglia
basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal dan
ekstrapiramidal :

A. Traktus piramidal s. Traktus Corticospinalis


Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4 Broadmann),
yang disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat motorik disalurkan melalui
traktus piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla spinalis.

Pusat jaras Motorik

I. Neuron Motorik Atas


Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat Supraspinal).
Meliputi :
o Ganglia basalis  tractus corticostriata
o Di-encephalon tractus cortico-diencephalon
o Batang otak cortico bulbaris

Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai Neuron
orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui corona radiata  masuk crus
posterior capsula interna  mes-encephalon, pons, medulla oblongata dan medulla spinalis
bersinap dengan neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.

Asal Neuron Orde pertama :


o 1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus precentralis
o 1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus precentralis
o 1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus postcentralis
II. Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)
Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal) tractus corticospinalis. Letak columna
subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :
o Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior subt.grisea
o Neuron orde ketiga  axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai radix anterior
n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi ke
efektor sadar

B. Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis

1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla oblongata
(neuron orde pertama).
Jalan :
 Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus reticulospinlis pontinus
 Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla spinalis : traktus
reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi kontraksi
otot skelet berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.

2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya dekat sekali
dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron orde kedua
dan ketiga
Fungsi:
- terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
- terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan
3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi coliculus
superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati pns, medulla
oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor berkaitan
dengan fungsi keseimbangan tubuh

4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata), menerima
akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksor berkaitan
dengan fungsi keseimbangan tubuh
5. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex cerebrii,
corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak


a. Tractus Corticothalamus
- Asal : area brodmann 10, 11, 12
Tujuan : nucleus medialis thalami
- Asal : area brodmann 9 dan 11
Tujuan : nuclei septi thalami
- Asal : area brodmann 9
Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami
- Asal : area brodmann 6
Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami
- Asal : area brodmann 4
Tujuan : nuclei lateralis thalami

b. Tractus corticohypothalamicus
- Asal : cortec hypocampi
- Tujuan : hypothalamus

c. Tractus corticosubthalamicus
- Asal : area brodman 6
- Tujuan : subthalamus

d. Tractus Corticonigra
- Asal : area brodmann 4, 6 dan 8
- Tujuan : substantia nigra

e. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6


- Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius
inferius (medulla oblongata)

JARAS SENSORIS

Jalan raya sensorik berfungsi untuk membawa fungsi sensorik (exteroreseptif &
propioreseptif) dari reseptor ke pusat sensorik sadar di otak.

Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:


a) Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
b) Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
c) Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung, lambung,
usus, dll.
d) Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung, lambung,
usus, dll.
Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :
a) Mekanoreseptor
Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor tegangan pada
pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka, persendn dna
organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba ringan), corpus Merkel dan
badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan).
b) Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause (untuk suhu
dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
c) Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan oleh adanya
kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa akhiran saraf
bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).
d) Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima sel
reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor pengecap di lidah,
reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk
mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus mendeteksi
perubahan kadar gula darah.
Reseptor sensoris yang lain yaitu :
e) Photoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel photoreceptor
(batang dan kesrucut) di retina mata.

Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
1) Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal
diterima reseptor → dibawa ke ganglion spinale → melalui radiks posterior menuju cornu
posterior medulla spinalis → berganti menjadi neuron sensoris ke-2 → lalu menyilang ke
sisi lain medulla spinalis → membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus
spinotalamikus → menuju thalamus di otak → berganti menjadi neuron sensoris ke-3 →
menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis)

2) Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
Sinyal diterima reseptor → ganglion spinale → radiks posterior medulla spinalis
→ lalu naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus → berakhir di nucleus Goll
→ berganti menjadi neusron sensoris ke-2 → menyilang ke sisi lain medulla spinalis →
menuju thalamus di otak → berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju ke korteks
somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).
Beberapa serabut saraf berperan untuk menghubungkan segmen-segmen medulla
spinalis yang berbeda, sedangkan serabut lain naik dari medulla spinalis ke pusat-pusat
yang lebih tinggi sehingga mengubungkan medulla spinalis dengan otak. Berkas-berkas
serabut yang berjalan ke atas ini disebut tractus ascendens.
Tractus-tractus ascendens mengantarkan informasi aferen, baik yang dapat maupun
tidak dapat disadari. Informasi ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu: (1)
informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti nyeri, suhu, dan raba; serta (2)
informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya dari otot dan sendi.

Secara umum anatomi jaras asenden adalah sebagai berikut :


Sinyal sensoris biasanya berjalan melewati tiga neuron dari tempat asal mereka di reseptor
menuju tujuan mereka di area sensoris yang ada di otak. Neuron yang pertama akan mendeteksi
stimulus dan mentransimisikan sinyal tersebut menuju medulla spinalis atau ke otak, apabila
ditransmisikan menuju medulla spinalis, maka akan melalui radix dorsalis dan dilanjutkan secara
ipsi lateral menuju fasukulus cuneatus di medulla spinalis,dari medulla spinalis,sinyal diteruskan
menuju medulla oblongata masih oleh neuron yang pertama, di medulla oblongata, sinyal akan
diterima di nucleus cuneatus dan dari nucleus cuneatus diteruskan oleh neuron yang kedua yang
akan melanjutkan sinyal tersebut menuju ke thalamus yang berada di ujung atas dari batang
otak,sebelum menuju ke thalamus, sinyal tersebut dibawa oleh neuron yang ke dua menuju
lemniscus medial yang berada di medulla oblongata,dan selanjutnya sinyal diteruskan menuju
mesencephalon, di mesencephalon sinyal akan melewati lemnicus medial yang berada di
mesencephalon dan akhirnya menuju thalamus. Dan neuron yang ke tiga akan membawa sisa
sinyal dari thalamus menuju area sensoris yang berada di korteks cerebri atau gyrus post sentralis.
Di sanalah ditentukan jenis gerakan atau posisi tubuh yang diinginkan.
Hampir seluruh informasi sensorik yang berasal dari segmen somatik tubuh memasuki
medulla spinalis melalui saraf-saraf spinal pada radiks dorsalis dan selanjutnya akan diteruskan
ke otak. Dalam penghantarannya sinyal sensorik akan dibawa melalui salah satu dari dua jaras
sensoris bolak-balik: (1) sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis atau (2) sistem anterolateral.
Kedua sistem ini nantinya akan bertemu di tingkat thalamus.
Sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis menjalarkan sinyal naik ke medulla otak
terutama dalam kolumna dorsalis medulla spinalis. Lalu, setelah sinyal tersebut bersinaps dan
menyilang ke sisi berlawanan di dalam medulla, sinyal tersebut akan naik melalui lemniskus
medialis di batang otak menuju thalamus.
Sebaliknya sistem anterolateral sinyal akan segera memasuki medulla spinalis dari radiks
saraf spinalis dorsalis, bersinaps dalam kornu dorsalis substansia grisea medulla spinalis, lalu
menyilang ke sisi yang berlawanan dan naik melalui subtansia alba anterior dan lateral medulla
spinalis. Sinyal tersebut lalu berakhir pada seluruh tingkat batang otak yang lebih rendah dan juga
di thalamus.
Sistem kolukna dorsalis-lemniskus medialis terdiri atas serabut-serabut saraf besar bermielin yang
menjalarkan sinyal ke otak dengan kecepatan 30-110 m/detik, sedangkan sistem anterolateral
terdiri atas serabut saraf bermielin yang lebih kecil yang akan menjalarkan sinyal dengan
kecepatan beberapa meter per detik sampai 40 m/detik.
Perbedaan lain antara kedua sistem ini adalah bahwa serabut-serabut saraf dalam sistem
kolumna dorsalis-lemniskus medialis mempunyai sifat orientasi ruang yang sangat tinggi sesuai
dengan asal serabut saraf itu, sememntara sistem anterolateral mempunyai sifat orientasi ruang
yang jauh lebih kecil. Perbedaan ini akan mempengaruhi jenis informasi sensorik apa yang dapat
dijalarkan oleh kedua sistem di atas. Yakni informasi sensorik yang harus dijlarkan dengan cepat
dan dalam waktu yang singkat terutama akan dijalarkan oleh sistem kolumna dorsalis-lemniskus
medialis, sedangkan informasi yang tak perlu dijalarkan dengan cepat atau dengan tempo yang
lama terutama dijalarkan oleh sistem anterolateral.
Sistem anterolateral mempunyai kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh sistem
dorsalis, yakni kemampuan untuk menjalarkan madalitas sensasi yang sangat luas-misalnya
sensasi nyeri, hangat, dingin, dan taktil yang kasar, sedangkan sistem dorsalis hanya terbatas utnuk
sensasi mekanoreseptif jenis tertentu.

Adapun jenis-jenis sensasi yang dapat dijalarkan oleh kedua sistem ini adalah :

Kolumna Dorsalis Sistem Lemniskus Medialis


1. Sensasi raba membutuhkan rangsangan dengan derajat lokalisasi tingii
2. Sensasi raba membutuhkan penjalaran impuls dengan intensitas gradasi yang halus
3. Sensasi fisik misalnya sensasi getaran
4. Sensasi terhadapa sinyal gerakan pada kulit
5. Sensasi posisi tubuh dari persendian
6. Sensasi tekan yang berkaitan dengan derajat penentuan intensitas tekanan.

Sistem Anterolateral
1. Rasa nyeri
2. Sensasi termal, meliputi sensasi hangat dan dingin
3. Sensasi raba dan tekan kasar yang mampu menentukan tempat perabaan kasar pada tempat
penekanan tubuh
4. Sensasi geli dan gatal
5. Sensasi seksual

Kapsula Interna
Letak:
Merupakan berkas serabut saraf berbentuk pita lebar substansi
alba yang memisahkan nukleus lenticularis dengan nucleus
caudatus dan thalamus. Mengandung serabut saraf penghubung
bolak-balik antara cortex cerebri dengan thalamus dan medula
spinalis

Bentuk:
Membentuk huruf V dengan titik sudut yang disebt genu,
menghadap ke medial dan kaki-kakinya disebut crus anterior dan
crus posterior
1. Crus anterior capsula interna
a. Letak: antara nucleus caudatus dan nucleus lenciculatis
yang terdapat
 Serabut corticopetal (serabut aferen)
 Serabut corticofugal (serabut eferen)
2. Crus posterior capsula interna
a. Letak: antara thalamus dengan nuclei lenticularis, terdapat
 Pars lenticulothalamicus (tractus corticobulbaris, corticospinalis dan corticorubralis)
 Pars retrolenticularis (radiatio thalamicus posterior)
 Pars sublenticularis (tractus temporopontin,geniculocalcarina dan radiatio auditorius
1.2 Vascularisasi di Otak
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis :
Arteri carotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri carotis comunis, naik dan masuk
ke rongga tengkorak melalui canalis carotikus, berjalan dalam sinus cavernosus,
mempercabangkan arteri untuk nervus opticus dan retina, akhirnya bercabang dua : arteri cerebri
anterior dan arteri cerebri media :
 Arteri carotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer.
 Arteri cerebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah,
corpus calosum dan nukleus caudatus.
 Arteri cerebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan
temporalis.

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri
subclavia, menuju dasar tengkorak melalui canalis transversalis di kolumna vertebralis cervikalis,
masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing
sepasang arteri cerebelli inferior. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu
menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat
mesencephalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri cerebri posterior.
 Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis atas.
 Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons.
 Arteri serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian
kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan
batang otak bagian atas

Arteria basilaris (aa. vertebrales →a. Basilaris) terdiri dari :


 Inferior anterior cerebelli (a. labyrinthi)
 Aa. pontis
 Aa. mesencephalicae
 Superior cerebelli
 Aa. cerebri posteriores  circulus arteriosus cerebri Willisi

Circulus Arteriosus Wilisi


Merupakan anastomose yang penting antara 4 arteri (a.vertebralis & a.carotis interna) yang
memasok darah ke otak. Dibentuk oleh a.cerebri posterior, a.communicans posterior, a.carotis
interna, a.cerebri anterior, dan a.comunicans anterior.

Masing-masing a.cerebralis mengantar darah ke satu permukaan dan satu kutub cerebrum :
1. A. cerebri anterior → mengantar darah hampir seluruh permukaan medial & superior serta
polus frontalis
2. A. cerebri media → mengantar darah ke permukaan lateral & polus temporalis
3. A. cerebri posterior → mengantar darah ke permukaan inferior & polus occipitalis.
Pembuluh balik di otak
Ada 2 kelompok pembuluh balik :
1. Vv.cerebrales superficialis (v.cerebri externa)
2. Vv.cerebrales profunda (v.cerebri interna)
 Cabang v.cerebri externa : v.cerebri superior, v.cerebri media, v.cerebri anterior dan v.basilaris
v. cerebri externa terdapat dirongga subarachnoid.
 Cabang v.cerebri interna : v. terminalis & v. choroidea v. terminalis & v. choroidea bergabung
membentuk v. cerebri magna.

2. Memahami dan Menjelaskan Kelainan fungsi Sensoris dan Motoris Nervus Cranialis
Kelainan pada Nervus Cranialis

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.I


Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan
penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada anosmia
unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman. Proses penciuman dimulai
dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid
di dasar di dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan
impuls penciuman akan mengakibatkan anosmia.

Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:


Agenesis traktus olfaktorius, penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal. Sembuhnya
rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung
menjadi atrofik penciuman dapat hilang untuk seterusnya. Destruksi filum olfaktorius karena
fraktur lamina feribrosa. Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre coup”,
biasanya disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral
mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio orbital. Sinusitas etmoidalis,
osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya. Tumor garis tengah dari fosa
kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat
menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus
orbitalis. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman. Penyakit yang
mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau ekstrinsik). Pasien mungkin
tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin mengeluh tentang rasa
pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan aroma, suatu sarana yang
penting untuk pengecapan menjadi hilang.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.II


Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan
penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan
atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi
langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum,
traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat
berakhir dengan kebutaan. Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah
untuk buta ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta
semacam itu dinamakan hemiopropia. Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang
mencerminkan lesi pada susunan saraf optikus. Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat
disebabkan oleh:
a) Trauma Kepala : Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
b) Kelainan pembuluh darah : Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera
oftalmika dapat ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
c) Infeksi. : Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
- Papiledema (khususnya stadium dini) : Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-
infeksi dan terkait pada tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi
desak ruang, antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium
IV. Trombosis vena sentralis retina.
- Atrofi optik : Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia,
famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.
- Neuritis optic

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.III


Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi
parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga
menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan
jatuh (ptosis) Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
a) Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari
kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.
b) Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya perlawanan
dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
c) Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di perifer,
paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus okulomotorius.
Penyebab kerusakan diperifer meliputi
a) Lesi kompresif seperti tumor serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi
orbital.
b) Infark seperti pada arteritis dan diabetes.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.IV


Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak
kebawah dan kemedial. Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih
tinggi daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia
terjadi pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi
dan sering disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.V


Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor
pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah
sebagai tanda-tanda dini. Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia
trigeminal atau tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan
saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa
penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh
arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus, yaitu
spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini
mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.VI


Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke
lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan
ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas
karena predominannya otot oblikus inferior. Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya
terganggu, mata tampak melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil
melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis).
Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling
sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan
tumor. Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis,
sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva atau arteri komunikantes
posterior, fraktur basis kranialis.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.VII


Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
a) Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
b) Lesi LMN : Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.

Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik. Pada pars
petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt, dan otitis media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis
multipleks, dan keganasan parotis bilateral. Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa
kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus
lingualis, tetapi ini sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata
tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang lidah
serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis
mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung
bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak
bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata bawah (epifora).
Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.VIII


Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan (vertigo). Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara
lain:
a) Gangguan pendengaran : Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik.
Degenerasi misal presbiaksis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas
misal aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis
kongenital. Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan
penyakit Paget.
b) Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler : Pada labirin meliputi
penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi streptomisin. Pada
vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis. Pada batang
otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV demielinisasi. Pada
lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.IX dan N.X
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan
hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru. Kehilangan refleks ini pada
pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult respiratory distress syndome
(ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X
menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak
dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru. Kelainan yang
dapat menjadi penyebab antara lain :
a) Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)
b) Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)
c) Pasca operasi trepansi serebelum
d) Pasca operasi di daerah kranioservikal

Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.XI


Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot
sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat leher
berputar ke sisi kontralateral. Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf,
tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus
terganggu.
Kelainan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Pada Nervus N.XII
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan
pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan proses
pengolahan makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan makanan
dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu
apabila lidah tertarik ke belakang. Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik
atau mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat
dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut.

Pemeriksaan dan Kelainan Fungsi Motorik


a) Pemeriksaan fungsi motoric
Disfungsi pada komponen sistem motorik akan menyebabkan abnormalitas spesifik yang
dapat dievaluasiada bedside. Walaupun komponen multipel dapat terlibat, keterlibatan yang
terisolasi dari berbagai macam komponen dapat terjadi.
Pemeriksaan untuk disfungsi termasuk :
1) Assessment of strength
2) Tonus otot
3) Muscle bulk
4) Koordinasi
5) Pergerakan abnormal
6) Berbagai macam refleks. Hsefhwefinsef
Namun beberapa manuver dibutuhkan untuk menbantu mendeteksi abnormalitas. Bila
didapatkan abnormalitas, pemeriksaan hanya menbutuhkan 2-3 menit

Elemen-elemen dalam pemeriksaan


Pemeriksaan motorik dapat berwifat objektif.keterlibatan sistem campuram dapat terjadi
pada predominansi gejala dan tanda yang bervariasi, bergantung pada variabel variabel seperti
dominansi pada berbagai sistem motor yang terlibat dan luas lesi pada sistem. Kurangnya
kooperasi pada pasien lemah, ketidakpahaman terhadapa pmeriksaan yang akan dilakukan,
atau kurangnya hubungann pasien- dokter harus selalu diperhitungkan.
Kelemahanan yang pura pura dapat dikenali dengan adaanya lokasi yang aneh, tidak
adanya keterlibatan sistem yang diharapakan dan irregular ratchet-like giving way of muscles
tested. Penting untuk mengetahui implikasi dari hasilmtemuan dan test tambahan/konfirmasi
apa yang dapat dilakukan untuk mengklarifikasi dan mendokumentasikan kesimpulan
mengenai abnomalitas sistem motorik yangterjadi pada pasien.

Kekuatan
Kekuatan otot dilakukan dengan pasien menahan tenaga yag diberikan untuk
menggerakkan otot bagian tubuh yang dievaluasi. Tes ini dapat dinilai dengan skala dari 0-5.

 0 (tidak ada) : Tidak ada kontraktlitas


 1 (sedikit) : Ada sedikit kontraktilitas tanpa adanya gerakan sendi
 2 (buruk) : Rentang gerak komplit dengan batasan gravitas
 3 (sedang) : Rentang gerak komplit terhadap gravitas
 4 (baik) : Rentang gerak komplit terhadap gravitas dengan beberapa resistensi
 5 (normal) : Rentang gerak komplit terhadap gravita dengan beberapa resistensi penuh
Bebeapa pemeriksa memperluas point menjadi 9 dengan penambahan ‘+’ saat kekuatan
yang dhasilkan berada di antara point yang tersedia. Ada juga yang menambahkan ‘-‘ seabagai
simbol saat didapatkan fungsi tot dibawah level normal. Penilaian normal pasien juga harus
disesuaikan dengan usia dan kondisi pasien.

Untuk melakukan test ini, beberapa otot harus dites.

INNERVATION OF CLINICALLY IMPORTANT MUSCLES


Movement tested Main muscles Nerve roots Peripheral nerve
Shoulder
Shrug (elevation) Trapezius C2-5 Spinal accessory
Abduction Deltoid/supraspinatus C5(6) Axillary/suprascapular
External rotation Infraspinatus/teres C5(6) Suprascapular
Internal rotation Pectoralis major C5-7 Lateral pectoral
Adduction Latissimus/pectoralis C6-8 Suprascapular/pectoral
Flexion Deltoid/coracobr. C5-6 Axillary/musculocut.
Elbow
Biceps/brachialis C5-6 Musculocutaneous
Flexion
Brachioradialis C5-6 Radial
Extension Triceps C6-7 Radial
Wrist
Flexor carpi radialis C6-7 Median
Flexion
Flexor carpi ulnaris C7-8 Ulnar
Extensor carpi radialis C6-7 Radial
Extension
Ext. carpi ulnaris C7-8 Deep radial
Pronation Pronator teres C6-7 Median
Supinator C5-6 Radial
Supination
Biceps C5-6 Musculocutaneous
Finger
Flexion Flexor digitorum mm. C7-8 Median (ulnar)
Extension Extensor digitorum C7-8 Deep Radial
Ab- & Adduction Interosseous muscles C8-T1 Ulnar
Thumb abduction Abductor pollicis br. C8-T1 Median
Hip
Flexion Iliopsoas L2-3 (L4) Lumbar plexus
Extension Gluteus max L5-S2 Inferior gluteal
Abduction Gluteus medius L5-S1 Superior gluteal
Adduction Adductor mm. L2-4 Obturator
Knee
Flexion Hamstring L5-S1 Sciatic
Extension Quadriceps L2-4 Femoral
Ankle
Dorsiflexion Tibialis anterior L4-5 (S1) Fibular (peroneal)
Plantar flexion Gastroc/soleus S1 (S2) Tibial
Inversion Posterior tibial L5 (S1) Tibial
Eversion Fibular (peroneal) L5 (S1) Fibular (peroneal)
Great toe
Dorsiflexion Extensor hallucis L5 (S1) Fibular (peroneal)
Plantar flexion Flexor hallucis (S1) S2 Tibial

Tujuan utama dalam melakukan tes kekuatan otot adalah menentukan apakah kelainan bersifat
neurogenik dan menentukan otot/gerakan mana yang terpengaruhi. Keputusan yang paling penting
adalah menentukan kerusakan, UMN atau LMN. Lesi LMN terjadi akibat kerusakan pada traktus
motorik descending, terutama di kortikospinal, dri koretks cerebri mlalui batang otak dan korda
spinalis. Lesi UMN biasnyan dibarengi dengan peningkatan refleks dan peningkatan tonus tipe
spastik. Lesi LMN akibat dari kerusakan anterior horn cell dan aksonnya yang dapat
mengakibatkan penurunan refleks peregangan otot dan tonus otot. Atrofi biasanya menjadi
prominen setelah 1-2 minggu pertama dan atrofi yang terjadi akibat tidak adanya penggunaan oleh
karena kelemahan yang terjadi.

"Deep tendon" (muscle stretch; myotatic) reflexes


Tes refleks merupakan salah satu elemen terpenting pada pemeriksaan untuk mnentukan
kelainan pada kelemahan diakibatkan oleh lesi UMN atau LMN. Simetrisitas adalah hal yang
penting dalam menentukan abormalitas. Penyebaran refleks yang patologis adalah salah satu tanda
objektif dalam hiperaktivitas. Slaah satu indikastor dari hiperaktivitas adalah klonus. Kondisi-
kondisi yang dapat merusak LMN dapat menurunkan refleks regang dengan mengganggu jalan
refleks.
Pengurangan refleks pada otot yang lemah menandakan kerusakan pada LMN pada arah otot.
Refleks yang hiperaktif terlihat pada les UMN. Tanda-tanda lain dapat menentukan les pada UMN
atau LMN, yaitu :
- Atrofi (LMN)
- Fasikulasi (LMN)
- Spasticity (UMN)
- Babinski Sign (UMN)
- Hilangnya refleks supoerficial (UMN)

Refleks Superfisial dan Refleks Patologis


Refleks Superficial (Abdominal, cremaster dan plantar) dimediasi pada jaras lebih atas dari
medula spinalis. Oleh karena itu, gangguan pada medula spinalis dan batang otak dapat
meniadakan refleks tersebut. Refleks superfisial juga dapat hilang pada kerusakan saraf sensori
atau LMN pada daerahnya. Refleks Babinski (up going toe) adalah refleks patologis yang klasik
yang dapat dilihat pada lesi UMN. Refleks ini akan menggantikan respon normal dari plantar.

Koordinasi
Tes Koordinasi dilakukan pada beberapa gerakan. Biasanya pasien diminta untuk memegang
tangan pada bagian depan telapak tangan, mata terbuka kemudian menutup. Lebih baik pasien
diminta untuk tisak melakukan gerakan pada tangannya, dan berusaha untuk melakukan gaya
terhadap lantai atau unutk memisahkan kedua tngan yang berikatan. Setelah beberapa saat, pasien
diminnta untuk mengecek pergerakan dan tes ini harus bersifat simetris. Kemudian pasien dapat
diminta untuk memegang hidungnya kemudian jari pemeriksa. Hal ini dapat dilakukan beberapa
kali agar pergerakan yang terlihat akurat.
Tes selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan pergerakan yang berulang seperti tepuk
tangan dan menjetikkan jari. Ekstremitas bawah dapat dilakukan tes pada posisi supinasi dengan
posisi tumit berada diatas lutut kaki lainnya dan ‘menepuk’ tumit kearah pergelangan kaki. Hal ini
dilakukan untuk tiap kaki. Pada pasien yang dapat berdiri pada minimal satu kaki selama 10 detik
tanpa adanya atunan pada tubuh tidak memerlukan tes lanjutan untuk koordinasi kaki.
Manuver ini dapat mengetes beberapa sistem neurologi. Fenomena Rebound terjadi akibat
adanya cedera pada cerebri. Refleks yang berulang yang volunter disebut Intention Tremor.
Pergerakan yang sangat lambat dapat terjadi pada kelainan ekstrapiramidal, seperti Parkinson’s
Disease. Namun, kelainan apapun pada sistem motorik dapat berdampak pada koordinasi. Adanya
perubahan pada kekuatan otot, tonus otot atau pasien dengan pergerakan yang abnormal dapat
menyebabkan salahnya persepsi mengenai gangguan koordinasi. Maka dari itu, tentukan terlebih
dahulu letak kelainan, pada sitem motorik atau bukan.

Tonus Otot
Tonus otot dapat dinilai melalui beberapa cara. Salah satu metode yang paling sering digunakan
adalah pemeriksa memindahkan tungkai pasien terutama pergelangan tangan. Metode yang lain
yaitu melibatkan evaluasi dari ayunan lengan (pasien berdiri). Tonus otot sering di tes dengan cara
lengan pasien yang direntangkan. Saat bahu pasien bergerak maju-mundur atau berotasi, kedua
lengan akan menjuntai dengan bebas. Peningkatan tonus otot biasanya direfleksikan dengan lengan
yang nampak kaku saat pasien berdiri atau berjalan. Anggota tubuh bagian bawah dapat dievaluasi
dengan pasien duduk dengan kaki menggantung. Gerakan kaki harus menghasilkan lembut
berayun dari kaki durasi singkat. Peningkatan tonus menghasilkan pembatasan tiba-tiba di
perjalanan dari kaki.
Ada dua pola umum patologis meningkat, kelenturan nada dan kekakuan. Kekejangan
ditemukan dengan luka neuron motor atas dan bermanifestasi sebagai resistensi ditandai dengan
inisiasi gerakan pasif cepat. Ini perlawanan awal memberi jalan dan kemudian ada resistensi
kurang selama rentang sisa gerak (clasp-pisau fenomena). Kekakuan adalah peningkatan nada
yang bertahan sepanjang rentang gerak pasif. Ini telah disebut "pipa timah" kekakuan dan umum
dengan penyakit ekstrapiramidal, terutama penyakit Parkinson.

Pergerakan Abnormal
Ada beberapa tipe gerakan abnormal, yaitu tremor, korea, athetosi, distonia, hemibailism dan
fasikulasi. Tremor merupakan pergerakan abnormal yang sering ditemui.
Karateristik dari tremor meliputi :
 Simetrisitas
 Kecepatan tremor
 Keadaan terjadinya

Terdapat dua tipe Tremor fisiologis:


1. Tremor cepat (>7 cps)
Terjadi saat aktivitas simpatis meningkat
2. Tremor Lambat
Bila muncul terutama saat berisitirahat, maka dicurigai adanya lesi pada ekstrapiramidal,
seperti parkinson/s disease.

Gerakan tak terkendali terlihat dalam sejumlah situasi klinis. Chorea, athetosis dan
hemiballism merupakan refleksi dari penyakit ganglia basal. Ini mungkin kongenital (sejenis
cerebral palsy), pasca infeksi (Sydenham 's chorea), keturunan (Huntington chorea), metabolik
(penyakit Wilson) atau serebrovaskular. Stasiun Ini adalah kemampuan untuk mempertahankan
postur tegak. Satu harus mampu berdiri baik dengan mata terbuka dan tertutup dengan basis yang
relatif sempit dukungan (kaki berdekatan). Anda harus merekam bergoyang berlebihan, jatuh ke
satu sisi, atau ditandai memburuk dalam kemampuan untuk berdiri ketika mata ditutup.

Goyangan yang berlebihan dengan mata terbuka umum dengan masalah cerebellar atau
vestibular. Ini mungkin ke satu sisi (dan umumnya adalah dengan gangguan vestibular) atau
mungkin untuk kedua belah pihak (terutama dengan kondisi yang mempengaruhi bagian garis
tengah otak kecil, seperti intoksikasi). Anda harus mempertimbangkan kemungkinan penjelasan
lain seperti pasien tidak memiliki cukup kekuatan untuk tetap tegak atau reaksi parah ditunda untuk
destabilisasi (seperti dengan penyakit Parkinson). Beberapa pasien dapat berdiri dengan baik
dengan mata terbuka, namun telah ditandai peningkatan ketidakstabilan dengan mata tertutup. Ini
adalah sugestif dari gangguan dari proprioception sadar (yaitu, rasa posisi sendi, seperti yang dapat
dilihat dengan neuropati perifer atau kolom / disfungsi lemniskus dorsal medial). Hal ini disebut
tanda Romberg. Masalah proprioseptif di satu sisi dapat dibawa keluar dengan berdiri di satu kaki.
Tentu saja, ada tes lain proprioception sadar, termasuk evaluasi posisi sendi dan rasa getaran di
kaki. Data ini harus berkorelasi dengan temuan di stasiun.
Cara Berjalan
Cara berjalan merupakan pemeriksaan neurologis yang penting. Penting untuk memperhatikan
kesimetrisan dari cara berjalan, kemampuan berjalan, panjang langkah saat berjalan dan
kemampuan untuk berbelok dengan step yang minimum tanpa kehilangan keseimbangan. Saat
mengobservasi pasien dari belakang, bagian medial dari kaki membentuk garis dan tidak terdapat
ruangan yang terlihat diantara kedua kaki pada bagian tumit.
Ini adalah gaya berjalan sempit-based dan penyimpangan dari hal ini dapat diukur dalam jumlah
jarak lateral setiap serangan kaki dari garis bahwa tubuh mereka mengikuti. Tandem berjalan
(kemampuan untuk berjalan di atas garis) dapat digunakan untuk mengevaluasi stabilitas gaya
berjalan, mengakui bahwa banyak pasien tua normal memiliki masalah dengan hal ini.
Adanya gangguan virtual pada bagian sistem syaraf dapat berdampak pada cara berjalan
seseorang. Sebuah gaya berjalan antalgic, atau lemas disebabkan oleh nyeri akrab bagi setiap
praktisi. Pasien dengan kelemahan unilateral dapat mendukung satu sisi, dan jika kelemahan
adalah kejang (misalnya, dari kerusakan neuron motorik atas) pasien dapat menahan ekstremitas
bawah kaku. S / ia akan menyeret tungkai lemah di sekitar tubuh dalam pola "circumducting".
Sebuah gaya berjalan mengejutkan atau terguncang (seperti yang mabuk) adalah sugestif dari
disfungsi cerebellar.
Umumnya, pasien dengan vertigo yang benar akan cenderung jatuh ke satu sisi berulang kali
(terutama dengan mata tertutup). Seorang pasien dengan drop kaki akan cenderung untuk
mengangkat kaki tinggi (steppage gaya berjalan). Hip kelemahan korset sering mengakibatkan
"berlenggak-lenggok," dengan pinggul bergeser ke arah sisi kelemahan ketika kaki berlawanan
diangkat dari lantai (tentu saja, jika kedua belah pihak lemah pinggul akan bergeser bolak-balik
saat mereka mengambil setiap langkah). Pasien dengan penyakit Parkinson sering mengalami
kesulitan memulai gaya berjalan, langkah-langkah yang biasanya pendek, meskipun gaya berjalan
sempit berbasis.
Jika parah, pasien mungkin pendorong (mereka bahkan mungkin jatuh). Pasien yang "lem
gosong" (geser kaki mereka di tanah daripada melangkah normal) dapat menderita kerusakan atau
degenerasi dari kedua lobus frontal atau bagian garis tengah otak kecil. Ketika kerusakan pada
daerah-daerah yang parah pasien mungkin sangat retropulsive (cenderung jatuh ke belakang
berulang kali). Cedera punggung kolom dapat menyebabkan gaya berjalan di mana pasien
"prangko" kaki-nya, dan biasanya juga perlu melihat kaki di jalan agar. Pasien dengan neuropati
menyakitkan kaki dapat berjalan seolah-olah mereka "berjalan di atas telur" dan pasien dengan
stenosis tulang belakang dapat berjalan dengan postur membungkuk (a "monyet" postur).

Kelainan fungsi motorik


Merupakan sebagian besar manifestasi obyektif kelainan saraf : bukti riil adanya kelainan penyakit

UMN LMN
 Spastis  Flaccid
 Atropi (-)  Atropi (+)
 Refleks fisiologis meningkat  Refleks fisiologis menurun
 Refleks patologis (+)  Refleks patologis (-)
 Tonus meningkat  Tonus menurun

Gangguan Ekstrapiramidal
 Tonus : rigid
 Gerak otot abnormal tidak terkendali
 Gangguan kelancaran gerak otot volunteer
 Gangguan otot asosiatif

Pemeriksaan
1. Inspeksi
- Sikap : perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan
- Bentuk : Perhatikan adanya deformitas
- Ukuran : perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan

Gerak abnormal yang tidak terkendali, antara lain:


- Tremor : merupakan serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang
timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian.
- Khorea : gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan kasar yang dapat
melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Khas terlihat pada anggota
gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal.
- Atetose : ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan melibatkan otot
bagian distal, cenderung menyebar ke proksimal.
- Distonia : gerakan yang dimulai dengan gerak otot berbentuk atetose pada lengan atau
anggota gerak lain, kemudian gerakan otot bentuk atetose ini menjadi kompleks, yaitu
menunjukkan torsi yang keras dan berbelit.
- Balismus : gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan cepat, dan terutama
mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal.
- Spasme : merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot yang
biasanya disarafi oleh satu saraf.
- Tik (Tic) : gerakan yang terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot dalam
hubungan yang sinergistik.
- Fasikulasi : merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas (fasikulus)
serabut otot atau satu unit motorik.
- Miokloni : merupakan gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat, sekonyong-
konuong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak terkendali.

1. Palpasi
o Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk menentukan
konsistensi serta adanya nyeri tekan.
o Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni.

2. Pemeriksaan Gerakan Pasif


 Penderita disuruh mengistirahatkan ekstre-mitasnya.
 Bagian dari ekstremitas ini kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi,
mula-mula cepat kemudian lambat,cepat, lebih lambat, dst.
 Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya.
 Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat
mengistirahatkan ekstre-mitasnya dengan baik.

3. Pemeriksaan Gerak Aktif


Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya kelumpuhan,
kita dapat menggunakan 2 cara berikut:

i.Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita menahan gerakan ini
ii.Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan

4. Pemeriksaan Koordinasi Gerak


- Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebellum
- Gejala klinis yg didapatkan pada gangguan serebellum adalah:
i.Gangguan keseimbangan
ii.Ataksia : gangguan koordinasi gerakan. Tes yang dilakukan: tes tunjuk-hidung (tangan menunjuk
hidung), dan tes tumit lutut (tumit ditempatkan pada lutut yang satu lagi)
iii.Disdiadokokinesia : ketidakmampuan melakukan gerakan yg berlawanan berturut-turut. Lakukan
tes pronasi-supinasi lengan! Suruh pasien merentangkan kedua lengannya ke depan, kemudian
suruh ia mensupinasi dan pronasi lengan bawahnya (tangannya) secara bergantian dan cepat. Pada
sisi lesi, gerakan ini dilakukan lamban dan tidak tangkas.
iv.Dismetria : gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada waktunya atau tepat pada tempat
yang dituju.
v.Tremor intensi : tremor yang timbul bila melakukan gerak volunteer (dengan kemauan), dan
menjadi lebih nyata bila menghampiri tujuannya. Dapat diperiksa dengan jalan menyuruh pasien
mengambil benda yang kecil, makin dekat ia pada benda tersebut, makin jelas tremor pada
tangannya.
vi.Disgrafia (makrografia) : terlihat huruf dituliskan besar-besar dan kadang makin lama makin
besar. Selain itu, bentuk hurufnya tidak bagus dan kaku
vii.Nistagmus : gerak bolak-balik bola mata yang involunter dan ritmik.
viii.Fenomena rebound : ketidakmampuan menghentikan gerakan dgn segera atau menggantikannya
dengan antagonisnya.
ix.Astenia : lekas lelah dan bergerak lamban. Otot lekas lelah dan lemah (walaupun tidak ada parese).
Gerakan dimulai dengan lamban, demikian juga dengan kontraksi dan relaksasi.
x. Hipotonia : dapat diketahui dengan jalan palpasi dan pemeriksaan gerak pasif. Pada hipotonia,
ekstensi dapat dilakukan lebih jauh, misalnya pada persendian paha, siku, lutut dsb.
xi.Disartria : cadel, pelo, gangguan pengucapan kata-kata

Anda mungkin juga menyukai