Anda di halaman 1dari 51

Nama : Velda Amalia Andina

NPM : 1102013295
1. NMemahami dan Menjelaskan n. cranialis, capsula interna, traktus ekstrapiramidalis
1.1 N. cranialis

Nomo Nama Jenis Fungsi


r
I Olfaktori Sensori Menerima rangsang dari hidung dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai
sensasi bau
II Optik Sensori Menerima rangsang dari mata dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai
persepsi visual
III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
IV Troklear Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
V Trigeminal Gabunga Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk
n diproses di otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
VI Abdusen Motorik Abduksi mata
VII Fasial Gabunga Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior
n lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk
menciptakan ekspresi wajah
VIII Vestibulokoklear Sensori Sensori sistem vestibular: Mengendalikan
keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses
di otak sebagai suara
IX Glosofaringeal Gabunga Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior
n lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
X Vagus Gabunga Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam
n Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
XI Aksesori Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
XII Hipoglosal Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

SARAF OLFAKTORIUS (N.I)


Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri
dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus
subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Saraf ini merupakan saraf
sensorik murni yang serabut-
serabutnya berasal dari
membran mukosa hidung dan
menembus area kribriformis
dari tulang etmoidal untuk
bersinaps di bulbus
olfaktorius, dari sini, traktus
olfaktorius berjalan dibawah
lobus frontal dan berakhir di
lobus temporal bagian medial
sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks
tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan
induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan
bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem
penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus.
Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan
dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

SARAF OPTIKUS (N. II)


Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini,
ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi
lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari
berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan
pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Serabut-serabut dari lapangan visual
temporal (separuh bagian nasal retina)
menyilang kiasma, sedangkan yang
berasal dari lapangan visual nasal tidak
menyilang. Serabut-serabut untuk indeks
cahaya yang berasal dari kiasma optikum
berakhir di kolikulus superior, dimana
terjadi hubungan dengan kedua nuklei
saraf okulomotorius. Sisa serabut yang
meninggalkan kiasma berhubungan
dengan penglihatan dan berjalan di dalam
traktus optikus menuju korpus
genikulatum lateralis. Dari sini serabut-
serabut yang berasal dari radiasio optika
melewati bagian posterior kapsula interna
dan berakhir di korteks visual lobus
oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut
tersebut memisahkan diri sehingga
serabut-serabut untuk kuadran bawah
melalui lobus parietal sedangkan untuk
kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada
kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus
oksipital kanan dan sebaliknya.

SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)


Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal
(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom).
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Nukleus motorik bertanggung jawab untuk
persarafan otot-otot rektus medialis, superior,
dan inferior, otot oblikus inferior dan otot
levator palpebra superior. Nukleus otonom
atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin
sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata
inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.

SARAF TROKLEARIS (N. IV)

Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya
saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus
superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.

SARAF TRIGEMINUS (N. V)


Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut
motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik
mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-
serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang
utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis.
Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah,
mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula,
dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior
telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran
timpani.

SARAF ABDUSENS (N. VI)


Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi
pons bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak
dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi
otot rektus lateralis.

SARAF FASIALIS (N. VII)


Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus

motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula
oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik
dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis
okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot
digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan
bagian anterior lidah.
SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi
pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi
keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran
berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi
bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis.
Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan
bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini

kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.

SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)


Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus
dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui
foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua
ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan
ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf
berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis
interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot
stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi
mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

SARAF VAGUS (N. X)


Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion
inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus
mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus,
jantung dan paru-paru.

SARAF ASESORIUS (N. XI)


Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan
kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron
dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron
dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik
yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas otot trapezius, otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke
samping dan otot trapezius memutar skapula bila
lengan diangkat ke atas.

SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)


Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata
pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat
dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf
hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan
mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus
dan genioglosus.

1.2 Kapsula Interna


Letak:
Merupakan berkas serabut saraf berbentuk pita lebar substansi alba yang memisahkan
nukleus lenticularis dengan nucleus caudatus dan thalamus. Mengandung serabut saraf
penghubung bolak-balik antara cortex cerebri dengan thalamus dan medula spinalis
Bentuk:
Membentuk huruf V dengan titik sudut yang disebt genu,mengahadap ke medial dan
kaki-kakinya disebut crus anterior dan crus posterior
1. Crus anterior capsula interna

a.Letak :antara nucleus caudatus dan nucleus lenciculatis yang terdapat

 Serabut corticopetal (serabut aferen)

 Serabut corticofugal (serabut eferen)

2. Crus posterior capsula interna

a. Letak : antara thalamus dengan nuclei lenticularis,terdapat

 Pars lenticulothalamicus (tractus corticobulbaris,corticospinalis dan


corticorubralis)

 Pars retrolenticularis (radiatio thalamicus posterior)

 Pars sublenticularis (tractus temporopontin,geniculocalcarina dan


radiatio auditorius)
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295

1.3 Traktus Ekstrapiramidal


Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis

Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
 Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus
reticulospinlis pontinus

 Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla
spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis

Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi
kontraksi otot skeletà berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.

2. Tractus Tectospinalis

Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)


Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya
dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron
orde kedua dan ketiga
Fungsi :
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan

3. Tractus Rubrospinalis

Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi
coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati
pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat
spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensorà
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

4. Tractus vestibulospinalis

Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksorà berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

5. Tractus olivospinalis

Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex
cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet àberkaitan dengan fungsi keseimbangan
tubuh
Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak
a. Tractus Corticothalamus

 Asal : area brodmann 10, 11, 12

Tujuan : nucleus medialis thalami


 Asal : area brodmann 9 dan 11

Tujuan : nuclei septi thalami


 Asal : area brodmann 9
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami
 Asal : area brodmann 6

Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami


 Asal : area brodmann 4

Tujuan : nuclei lateralis thalami


b. Tractus corticohypothalamicus

Asal : cortec hypocampi


Tujuan : hypothalamus
c. Tractus corticosubthalamicus

Asal : area brodman 6


Tujuan : subthalamus
d. Tractus Corticonigra

Asal : area brodmann 4, 6 dan 8


Tujuan : substantia nigra
e. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6

Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius


inferius (medulla oblongata)

2. Memahami dan Menjelaskan fisiologi jaras motoric dan sensorik


1. Motorik

Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan diatur
oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks, ganglia
basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal dan
ekstrapiramidal :
A. Traktus piramidal s. Traktus Corticospinalis

Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4 Broadmann), yang
disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat motorik disalurkan melalui
traktus piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla spinalis.
Pusat jaras Motorik
 Neuron Motorik Atas
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat Supraspinal).
Meliputi :
o Ganglia basalis à tractus corticostriata

o Di-encephalonà tractus cortico-diencephalon

o Batang otakà cortico bulbaris

Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai Neuron orde
pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui corona radiata à masuk crus
posterior capsula interna à mes-encephalon, pons, medulla oblongata dan medulla spinalis
bersinap dengan neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.
 Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)

Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal)à tractus corticospinalis. Letak columna
subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :
o Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior subt.grisea

o Neuron orde ketiga à axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai radix
anterior n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior membentuk n.spinalis dan
akhirnya pergi ke efektor sadar.

B. Traktus Ekstrapyramidal

Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis


6. Tractus reticulospinalis

Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
 Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus
reticulospinlis pontinus

 Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla
spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis

Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi
kontraksi otot skeletà berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
7. Tractus Tectospinalis

Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)


Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya
dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron
orde kedua dan ketiga
Fungsi :
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan

8. Tractus Rubrospinalis

Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi
coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati
pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat
spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensorà
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

9. Tractus vestibulospinalis

Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksorà berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

10. Tractus olivospinalis

Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex
cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet àberkaitan dengan fungsi keseimbangan
tubuh

Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak


f. Tractus Corticothalamus

 Asal : area brodmann 10, 11, 12


Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Tujuan : nucleus medialis thalami
 Asal : area brodmann 9 dan 11

Tujuan : nuclei septi thalami


 Asal : area brodmann 9

Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami


 Asal : area brodmann 6

Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami


 Asal : area brodmann 4

Tujuan : nuclei lateralis thalami


g. Tractus corticohypothalamicus

Asal : cortec hypocampi


Tujuan : hypothalamus
h. Tractus corticosubthalamicus

Asal : area brodman 6


Tujuan : subthalamus
i. Tractus Corticonigra

Asal : area brodmann 4, 6 dan 8


Tujuan : substantia nigra
j. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6

Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius


inferius (medulla oblongata)

2. Sensorik

Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan alat ini
sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam dan luar. Setiap
reseptor sensoris mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan mentranduksi energi fisik ke
dalam sinyal (impuls) saraf.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:
 Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba

 Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
 Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,
lambung, usus, dll.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :


Mekanoreseptor,Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor
tegangan pada pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot
rangka, persendn dna organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba
ringan), corpus Merkel dan badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan).
Thermoreseptor, Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause
(untuk suhu dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).

Nociseptor , Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang
dihasilkan oleh adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh
reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk
tekanan).
Chemoreseptor, Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang
diterima sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor
pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen,
osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di
hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.
Photoreseptor, Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel
photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal
diterima reseptor → dibawa ke ganglion spinale → melalui radiks posterior menuju cornu
posterior medulla spinalis → berganti menjadi neuron sensoris ke-2 → lalu menyilang ke
sisi lain medulla spinalis → membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus
spinotalamikus → menuju thalamus di otak → berganti menjadi neuron sensoris ke-3 →
menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis)

B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :

sinyal diterima reseptor → ganglion spinale → radiks posterior medulla spinalis → lalu
naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus → berakhir di nucleus Goll →
berganti menjadi neusron sensoris ke-2 → menyilang ke sisi lain medulla spinalis →
menuju thalamus di otak → berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju ke korteks
somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295

3. Memahami dan Menjelaskan stroke


3.1 Definisi
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
(WHO)

Stroke adalah suatu gangguan neurologis akut, yang disebabkan oleh karena
gangguan peredaran darah ke otak, dimana timbul mendadak (dalam hitungan detik) atau
secara cepat (dalam hitungan jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal otak yang terganggu

3.2 Epidemiologi
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah
jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh
no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Kejadian stroke di Indonesia pun
selalu meningkat dari tahun ke tahun. Sebanyak 33 % pasien stroke membutuhkan
bantuan orang lain untuk aktivitas pribadi, 20 % membutuhkan bantuan orang lain untuk
dapat berjalan kaki, dan 75 % kehilangan pekerjaan. Selain itu, stroke merupakan
penyebab dementia (kepikunan) nomer 2.

3.3 Etiologi
1. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke.
Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang,
dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi
intracerebra.

Sumbatan di arteri otak yang berupa gumpalan (thrombosis) adalah penyebab


yang paling umum dari suatu stroke. Bagian dari otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat kemudian diambil darah dan oksigennya, akibatnya sel-sel dari
bagian otak itu mati.

Faktor-faktor risiko yang menyebabkan terbentuknya gumpalan – gumpalan tersebut


adalah :
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
a. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
b. Kolesterol tinggi
c. Diabetes, dan merokok

2. Embolisme serebral.
Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan
bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului
awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.

Tipe lain dari stroke mungkin terjadi ketika bekuan darah atau suatu potong dari
plak atherosclerotic (endapan-endapan dari kolesterol dan kalsium pada dinding
dalam dari jantung atau arteri) putus terlepas, berjalan melalui arteri-arteri yang
terbuka, dan memondok pada suatu arteri dari otak. Ketika ini terjadi, aliran dari
darah yang kaya oksigen ke otak terhalang dan menyebabkan stroke. Suatu bekuan
darah mungkin terbentuk didalam kamar/bilik jantung sebagai akibat dari irama
jantung yang tidak teratur, seperti pada atrial fibrillation. Embolism dapat juga berasal
dari arteri yang besar (contohnya, arteri karotid, suatu arteri utama pada leher yang
mensuplai darah ke otak) dan kemudian berjalan menghilir untuk menyumbat sebuah
arteri kecil didalam otak

3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

4. Haemorrhagi serebral
Terjadi ketika sebuah pembuluh darah didalam otak pecah dan menyebabkan
perdarahan didalam jaringan otak yang mengelilinginya. Sehingga menyebabkan suatu
stroke dengan merampas darah dan oksigen pada bagian-bagian dari otak. Darah
tersebut juga dapat mengiritasi otak dan menyebabkan pembengkakan jaringan otak
(cerebral edema). Edema dan akumulasi darah dari cerebral hemorrhage meningkatkan
tekanan didalam tengkorak dan menyebabkan kerusakan dengan menekan otak
terhadap tulang tengkorak.

a. Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro


yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur
tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri meninges lain, dan pasien harus
diatasi dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
b. Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidural, kecuali
bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya periode
pembentukan hematoma lebih lama danc menyebabkan tekanan pada otak.
Beberapa pasien mungkin mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa
menunjukkan tanda atau gejala.
c. Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi,
tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus
Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada otak. Darah berkumpul pada
ruangan dibawah selaput arachnoid yang melapisi otak. Darah berasal dari suatu
pembuluh darah abnormal yang bocor atau pecah yang seringkali berasal dari
suatu aneurysm (suatu penonjolan keluar yang abnormal dari dinding pembuluh).
Subarachnoid hemorrhages biasanya menyebabkan sakit kepala mendadak yang
berat dan leher yang kaku. Jika tidak dikenali dan dirawat, konsekwensi-
konsekwensi neurologi utama, seperti koma, dan kematian otak akan terjadi.
d. Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak paling
umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur
pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila ha
emorrhagi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital

3.4 Klasifikasi

Strok

Iskemik Hemoragik

Global Fokal Subaraknoid Interserebral

Gagal pompa jantung, hipotensi


sistemik (syok), peningkatan tekanan Arteri Vena
intrakranial

Penebalan dinding pembuluh darah,


Obstruksi luminal tromboemboli, TROMBUS
spasme, kompresi eksternal
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke
hemoragik ada 2 jenis, yaitu
1) Perdarahan intraserebral
- pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
- pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara
permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke
Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Stroke akibat trombosis serebri
- Proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan
2) Emboli serebri
- Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah
3) Hipoperfusi sistemik
- Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya
gangguan denyut jantung

2. Berdasarkan waktu terjadinya


1) Transient Ischemic Attack (TIA)
Episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan setempat
pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa
adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologis menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam
3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
Akibat penyumbatan aliran darah regional yang disebabkan oleh trombus yang
menyumbat pembuluh darah secara parsial, sehingga aliran darah otak berkurang
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
4) Completed stroke
Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
1) Sistem karotis
a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks
d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2) Sistem vertebrobasiler
a. Motorik : hemiparese alternans, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

3.5 Patofisiologi
Stroke Iskemik
Adanya aterotrombosis atau emboli, memutuskan aliran darah otak (cerebral
blood flow/CBF).Nilai normal CBF = 53 ml/100 mg jaringan otak/menit. Jika CBF < 30
ml/100 mg/menit, makaakan terjadi iskemik. Jika CBF < 10 ml/100 mg/menit
kekurangan oksigen, maka prosesfosforilasi oksidatif terhambat dan produksi ATP
(energi) berkurang. Hal ini menyebabkanpompa Na-K-atpase tidak berfungsi, sehingga
terjadi depolarisasi membran sel saraf yangmenyebabkan pembukaan kanal ion Ca. Hal
ini akan memicu kenaikan influks Ca secara cepatsehingga terjadi gangguan padanca
homeostasis. Ca merupakan signalling molekul yangmengaktivasi berbagai enzim dan
memicu proses biokimia yang bersifat eksitotoksik yangmenyebabkan kematian sel saraf
(nekrosis maupun apotosis), sehingga gejala yang timbultergantung pada saraf mana yang
mengalami kerusakan/kematian
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap
Tahap 1
a) Penurunan aliran darah
b) Pengurangan O2
c) Kegagalan energy
d) Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2
a) Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b) Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Tahap 4 : Apoptosis

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan
permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis
ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang
diperantarai oleh radikal bebas.

Stroke Hemoragik
Hemoragik merupakan penyebab ketiga tersering serangan stroke. Penyebab
utamanya:hipertensi yang terjadi jika tekanan darah meningkat dengan signifikan,
sehingga pembuluh arteri robek dan menyebabkan perdarahan pada jaringan otak. Hal
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
tersebut menimbulkanmembentuk suatu massa yang menyebabkan jaringan otak terdesak,
bergeser, atau tertekan (displacement of brain tissue) sehingga fungsi otak terganggu.
Semakin besar hemoragi yangterjadi, semakin besar displacement jaringan otak yang
terjadi. Pasien dengan stroke hemoragik sebagian besar mengalami ketidaksadaran dan
akhirnya meninggal
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295

3.6 Manifestasi klinis


Gejala akibat lesi :
 Lesi di korteks
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
o Gejala terlokalisasi, mengenai daerah lawan dari letak lesi
o Hilangnya sensai kortikal (stereognosis, diskriminasi 2 titik) ambang sensorik
yang bervariasi
o Kurang perhatian terhadap rangsang sensorik
o Bicara dan pengelihatan mungkin terkena

 Lesi di kapsula
o Lebih luas, mengenai daerah lawan letak lesi
o Sensasi primer menghilang
o Bicara dan pengelihatan terganggu

 Lesi dibatang otak


o Luas, bertentangan letak lesi
o Mengenai saraf kepala sesisi dengan letak lesi (III-IV otak tengah)
o (V,VI,VII, dan VIII di pons), (IX,X,XI,XII di Medulla)

 Lesi di medulla spinalis


o Neuron mototrik bawah di daerah lesi, sesisi
o Neuron motoric atas dibawah lesi, berlawanan letak lesi
o Gangguan sensorik

Berdasarkan lokasi penyumbatan :

Pembuluh besar dalam sirkulasi anterior

a. Arteri cerebri media


 Sumbatan total :
Contralateral hemiplegia, hemianasthesia, homonymous hemianopia,
pandangan cenderung pada sisi ipsilateral. Dapat pula terjadi global
aphasia pada hemisphere yang dominan dan ansognosia, constructional
aphasia, dysarthria pada hemisphere non dominan.
 Sumbatan partial :
Lemah tangan / lengan atau lemah wajah dengan aphasia broca dengan
atau tanpa kelemahan lengan. Ataupun dapat terjadi aphasia wernicke
tanpa kelemahan.
b. Arteri cerebri anterior
Respons motorik dan verbal menurun, paraparesis, dan inkontinensia urin.
c. Arteri choroid anterior
Hemiplegia contralateral, hemianasthesia, homonymous hemianopia.
d. Arteri carotis interna
Gejala mirip dengan gejala pada arteri cerebri media, namun juga terdapat
transient monocular blindness.
e. Arteri carotis communis
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Gejala sama dengan pada carotis interna.

Pembuluh darah besar dalam sirkulasi posterior


a. Arteri cerebri posterior
Infark pada lesi lateral subthalamus, thalamus medial, ipsilateral pedunculus
cerebral, dan midbrain. Dapat pula terjadi palsy N. III dengan ataxia
contralateral atau hemiplegia contralateral.
Penyumbatan pada bagian distal arteri ini mengakibatkan infark pada temporal
medial dan occipital, yang kemudian menyebabkan contralateral homonymous
hemianopia, gangguan ingatan apabila hippocampus terlibat. Infark pada
splenium corpus callosum menyebabkan alexia tanpa agraphia.
b. Arteri vertebral dan cerebri posterior inferior
Vertigo, kaku wajah ipsilateral dan badan kontralateral, diplopia, hoarseness,
dysarthria, dysphagia, Wallenberg’s syndrome.
Infark cerebral dan edema dapat mengakibatkan respiratory arrest.
c. Arteri basilaris
Gejala pusing (dizziness), diplopia, dysarthria, kaku wajah, gejala
hemisensorik.
d. Arteri cerebelli superior
Ataxia cerebellar ipsilateral, mual muntah, dysarthria, rasa kebal kontralateral,
tidak merasakan sensasi suhu pada ekstremitas, badan, dan wajah.
e. Arteri cerebelli anterior inferior
Penurunan pendengaran ipsilateral, lemah wajah, vertigo, mual muntah,
nystagmus, tinnitus, cerebellar ataxia, kebal contralateral.

Pembuluh kecil (lacunar stroke)

Gejala dapat berupa hemiparesis motorik, ataxic hemiparesis, dysarthria, dan aphasia
broca

Perbedaan Stroke Hemoragik dan non-Hemoragik


Stroke Hemoragik Stroke Non
Gejala Klinis
PIS PSA Hemoragik
1. Gejala defisit lokal Berat Ringan Berat/ringan
2. SIS sebelumnya Amat jarang - +/ biasa
3. Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
4. Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/ tak ada
Sering Sering Tidak, kecuali lesi
5. Muntah pada awalnya
di batang otak
6. Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Bisa hilang
7. Kesadaran Bisa hilang Dapat hilang
sebentar
8. Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada
permulaan
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
9. Hemiparesis Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal
10. Deviasi mata Bisa ada Tidak ada mungkin ada
11. Gangguan bicara Sering Jarang Sering
12. Likuor Sering berdarah Selalu berdarah Jernih
Tak ada Bisa ada Tak ada
13. Perdarahan Subhialoid

14. Paresis/gangguan N III - Mungkin (+) -

3.7 Diagnosis dan Diagnosis banding


Diagnosis
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan
penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya
adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau
stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan
seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara
keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

2. Pemeriksaan Fisik
GCS
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Glasgow Coma Scale (GCS)
Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang
meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V).
Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15. Pemeriksaan derajat kesadaran
GCS untuk penglihatan/ mata:

Pemeriksaan Syaraf Kranialis


Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang
hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang
atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus
frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau,
parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu
lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup
matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan
kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.
Saraf Optikus (N. II)
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field),
refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
1. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
· Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak
terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman
penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus
6/6)
· Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka
perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.
· Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter
berarti visusnya kurang lebih 1/310.
2. Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan
penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis.
Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri.
· Tes Konfrontasi
- Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm
- Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.
- Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang
kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan
mata yang diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.
- Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.
· Perimetri / kompimetri
- Lebih teliti dari tes konfrontasi
- Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
3. Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Ada dua macam refleks pupil.
· Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya
dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya.
Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang
disinari akan mengecil.
· Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran
yang sama.
4. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada
fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah
terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan
vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
5. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan
memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata
memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke
belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik
pula.
2. Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan
bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya
nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya
strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
3. Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
a. Bentuk dan ukuran pupil
b. Perbandingan pupil kanan dan kiri
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Perbedaan diameter pupil sebesar 1mm masih dianggap normal
c. Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2. Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus
medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan
dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi)
(Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu
objek diletakkan pada jarak ± 15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat
konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.
Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi
1. gerak mata ke lateral bawah
2. strabismus konvergen
3. diplopia

Saraf Trigeminus (N. V)


Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
1. Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada
ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-
mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya
dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul.
Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan
sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa
tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju
daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati
puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai
dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena
hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup
kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang
sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
2. Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter.
Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter
diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan
pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari
cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).
3. Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi
- Refleks kornea
a. Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada
kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada
kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan
dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya
(berkedip) berasal dari N.VII.
b. Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan
sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya
konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
- Refleks bersin (nasal refleks)
- Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan
terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu
refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu
penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan
cepat.
Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda
tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya
horizonatal dan sejajar satu sama lain.

Saraf fasialis (N. VII)


Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat
pasien diam diperhatikan :
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
· Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan dahi
menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih
tampak simetrik
· Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan
seterusnya ).
· Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
- Tes kekuatan otot
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka
kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
3. Memperlihatkan gigi (asimetri)
4. Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5. meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
6. Menarik sudut mulut ke bawah.
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah.
- Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara yang diterima
oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.
Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler
1) Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi
lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian
lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram.
Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan
tes Weber.
- Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang
telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus
akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada meatus akustikus
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini
disebut Rinne negatif.
- Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan
terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada
tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.
2) Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan mata
tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.
Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan
bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan
dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi
palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh
menyebut “ah” jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus
X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan
nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan
spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut
(N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara
refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan
nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus
laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada
sepertinya posterior lidah (N. IX).
Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian
rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien
disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa
otot sternokleido mastoideus.
Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut,
tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik).
Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika
terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi
lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.
Pemeriksaan Motorik
Disfungsi pada komponen sistem motorik akan menyebabkan abnormalitas spesifik yang dapat dievaluasi
pada bedside. Walaupun komponen multipel dapat terlibat, keterlibatan yang terisolasi dari berbagai
macam komponen dapat terjadi.
Pemeriksaan untuk disfungsi termasuk :
1) Assessment of strength
2) Tonus otot
3) Muscle bulk
4) Koordinasi
5) Pergerakan abnormal
6) Berbagai macam refleks. Hsefhwefinsef
Namun beberapa manuver dibutuhkan untuk menbantu mendeteksi abnormalitas. Bila didapatkan
abnormalitas, pemeriksaan hanya menbutuhkan 2-3 menit
Elemen-elemen dalam pemeriksaan
Pemeriksaan motorik dapat berwifat objektif.keterlibatan sistem campuram dapat terjadi pada
predominansi gejala dan tanda yang bervariasi, bergantung pada variabel variabel seperti dominansi pada
berbagai sistem motor yang terlibat dan luas lesi pada sistem. Kurangnya kooperasi pada pasien lemah ,
ketidakpahaman terhadapa pmeriksaan yang akan dilakukan, atau kurangnya hubungann pasien- dokter
harus selalu diperhitungkan.
Kelemahanan yang pura pura dapat dikenali dengan adaanya lokasi yang aneh, tidak adanya keterlibatan
sistem yang diharapakan dan irregular ratchet-like giving way of muscles tested. Penting untuk
mengetahui implikasi dari hasilmtemuan dan test tambahan/konfirmasi apa yang dapat dilakukan untuk
mengklarifikasi dan mendokumentasikan kesimpulan mengenai abnomalitas sistem motorik yangterjadi
pada pasien.
Kekuatan
Kekuatan otot dilakukan dengan pasien menahan tenaga yag diberikan untuk menggerakkan otot bagian
tubuh yang dievaluasi. Tes ini dapat dinilai dengan skala dari 0-5.

 0 (tidak ada) : Tidak ada kontraktlitas


 1 (sedikit) : Ada sedikit kontraktilitas tanpa adanya gerakan sendi
 2 (buruk) : Rentang gerak komplit dengan batasan gravitas
 3 (sedang) : Rentang gerak komplit terhadap gravitas
 4 (baik) : Rentang gerak komplit terhadap gravitas dengan beberapa resistensi
 5 (normal) : Rentang gerak komplit terhadap gravita dengan beberapa resistensi penuh

Beberapa pemeriksa memperluas point menjadi 9 dengan penambahan ‘+’ saat kekuatan yang dhasilkan
berada di antara point yang tersedia. Ada juga yang menambahkan ‘-‘ seabagai simbol saat didapatkan
fungsi tot dibawah level normal. Penilaian normal pasien juga harus disesuaikan dengan usia dan kondisi
pasien.
Untuk melakukan test ini , beberapa otot harus dites.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
INNERVATION OF CLINICALLY IMPORTANT MUSCLES.

Movement tested Main muscles Nerve roots Peripheral nerve

Shoulder

Shrug (elevation) Trapezius C2-5 Spinal accessory

Abduction Deltoid/supraspinatus C5(6) Axillary/suprascapular

External rotation Infraspinatus/teres C5(6) Suprascapular

Internal rotation Pectoralis major C5-7 Lateral pectoral

Adduction Latissimus/pectoralis C6-8 Suprascapular/pectoral

Flexion Deltoid/coracobr. C5-6 Axillary/musculocut.

Elbow

Biceps/brachialis C5-6 Musculocutaneous


Flexion
Brachioradialis C5-6 Radial

Extension Triceps C6-7 Radial

Wrist

Flexor carpi radialis C6-7 Median


Flexion
Flexor carpi ulnaris C7-8 Ulnar

Extensor carpi radialis C6-7 Radial


Extension
Ext. carpi ulnaris C7-8 Deep radial

Pronation Pronator teres C6-7 Median

Supinator C5-6 Radial


Supination
Biceps C5-6 Musculocutaneous

Finger

Flexion Flexor digitorum mm. C7-8 Median (ulnar)

Extension Extensor digitorum C7-8 Deep Radial

Ab- & Adduction Interosseous muscles C8-T1 Ulnar

Thumb abduction Abductor pollicis br. C8-T1 Median

Hip

Flexion Iliopsoas L2-3 (L4) Lumbar plexus

Extension Gluteus max L5-S2 Inferior gluteal

Abduction Gluteus medius L5-S1 Superior gluteal


Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Adduction Adductor mm. L2-4 Obturator

Knee

Flexion Hamstring L5-S1 Sciatic

Extension Quadriceps L2-4 Femoral

Ankle

Dorsiflexion Tibialis anterior L4-5 (S1) Fibular (peroneal)

Plantar flexion Gastroc/soleus S1 (S2) Tibial

Inversion Posterior tibial L5 (S1) Tibial

Eversion Fibular (peroneal) L5 (S1) Fibular (peroneal)

Great toe

Dorsiflexion Extensor hallucis L5 (S1) Fibular (peroneal)

Plantar flexion Flexor hallucis (S1) S2 Tibial

Tujuan utama dalam melakukan tes kekuatan otot adalah menentukan apakah kelainan bersifat
neurogenik dan menentukan otot/gerakan mana yang terpengaruhi. Keputusan yang paling penting adalah
menentukan kerusakan , UMN atau LMN. Lesi LMN terjadi akibat kerusakan pada traktus motorik
descending, terutama di kortikospinal, dri koretks cerebri mlalui batang otak dan korda spinalis. Lesi
UMN biasnyan dibarengi dengan peningkatan refleks dan peningkatan tonus tipe spastik. Lesi LMN
akibat dari kerusakan anterior horn cell dan aksonnya yang dapat mengakibatkan penurunan refleks
peregangan otot dan tonus otot. Atrofi biasanya menjadi prominen setelah 1-2 minggu pertama dan atrofi
yang terjadi akibat tidak adanya penggunaan oleh karena kelemahan yang terjadi.

"Deep tendon" (muscle stretch; myotatic) reflexes

Tes refleks merupakan salah satu elemen terpenting pada pemeriksaan untuk mnentukan kelainan
pada kelemahan diakibatkan oleh lesi UMN atau LMN
Simetrisitas adalah hal yang penting dalam menentukan abormalitas. Penyebaran refleks yang patologis
adalah salah satu tanda objektif dalam hiperaktivitas. Slaah satu indikastor dari hiperaktivitas adalah
klonus.
Kondisi-kondisi yang dapat merusak LMN dapat menurunkan refleks regang dengan mengganggu jalan
refleks.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295

Pengurangan refleks pada otot yang lemah menandakan kerusakan pada LMN pada arah otot.
Refleks yang hiperaktif terlihat pada les UMN. Tanda-tanda lain dapat menentukan les pada UMN atau
LMN, yaitu :
- Atrofi (LMN)
- Fasikulasi (LMN)
- Spasticity (UMN)
- Babinski Sign (UMN)
- Hilangnya refleks supoerficial (UMN)

Refleks Superfisial dan Refleks Patologis

Refleks Superficial (Abdominal, cremaster dan plantar) dimediasi pada jaras lebih atas dari
medula spinalis. Oleh karena itu, gangguan pada medula spinalis dan batang otak dapat meniadakan
refleks tersebut. Refleks superfisial juga dapat hilang pada kerusakan saraf sensori atau LMN pada
daerahnya. Refleks Babinski (up going toe) adalah refleks patologis yang klasik yang dapat dilihat pada
lesi UMN. Refleks ini akan menggantikan respon normal dari plantar.

Koordinasi
Tes Koordinasi dilakukan pada beberapa gerakan. Biasanya pasien diminta untuk memegang
tangan pada bagian depan telapak tangan, mata terbuka kemudian menutup. Lebih baik pasien diminta
untuk tisak melakukan gerakan pada tangannya, dan berusaha untuk melakukan gaya terhadap lantai atau
unutk memisahkan kedua tngan yang berikatan.
Setelah beberapa saat, pasien diminnta untuk mengecek pergerakan dan tes ini harus bersifat simetris.
Kemudian pasien dapat diminta untuk memegang hidungnya kemudian jari pemeriksa. Hal ini dapat
dilakukan beberapa kali agar pergerakan yang terlihat akurat.
Tes selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan pergerakan yang berulang seperti tepuk tangan dan
menjetikkan jari.
Ekstremitas bawah dapat dilakukan tes pada posisi supinasi dengan posisi tumit berada diatas lutut kaki
lainnya dan ‘menepuk’ tumit kearah pergelangan kaki. Hal ini dilakukan untuk tiap kaki. Pada pasien
yang dapat berdiri pada minimal satu kaki selama 10 detik tanpa adanya atunan pada tubuh tidak
memerlukan tes lanjutan untuk koordinasi kaki.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Manuver ini dapat mengetes beberapa sistem neurologi. Fenomena Rebound terjadi akibat adanya cedera
pada cerebri. Refleks yang berulang yang volunter disebut Intention Tremor. Pergerakan yang sangat
lambat dapat terjadi pada kelainan ekstrapiramidal, seperti Parkinson’s Disease. Namun, kelainan apapun
pada sistem motorik dapat berdampak pada koordinasi. Adanya perubahan pada kekuatan otot, tonus otot
atau pasien dengan pergerakan yang abnormal dapat menyebabkan salahnya persepsi mengenai gangguan
koordinasi. Maka dari itu, tentukan terlebih dahulu letak kelainan, pada sitem motorik atau bukan.

Tonus Otot
Tonus otot dapat dinilai melalui beberapa cara. Salah satu metode yang paling sering digunakan
adalah pemeriksa memindahkan tungkai pasien terutama pergelangan tangan.
Metode yang lain yaitu melibatkan evaluasi dari ayunan lengan (pasien berdiri). Tonus otot sering di tes
dengan cara lengan pasien yang direntangkan. Saat bahu pasien bergerak maju-mundur atau berotasi,
kedua lengan akan menjuntai dengan bebas. Peningkatan tonus otot biasanya direfleksikan dengan lengan
yang nampak kaku saat pasien berdiri atau berjalan.
Anggota tubuh bagian bawah dapat dievaluasi dengan pasien duduk dengan kaki menggantung. Gerakan
kaki harus menghasilkan lembut berayun dari kaki durasi singkat. Peningkatan tonus menghasilkan
pembatasan tiba-tiba di perjalanan dari kaki.
Ada dua pola umum patologis meningkat, kelenturan nada dan kekakuan. Kekejangan ditemukan dengan
luka neuron motor atas dan bermanifestasi sebagai resistensi ditandai dengan inisiasi gerakan pasif cepat.
Ini perlawanan awal memberi jalan dan kemudian ada resistensi kurang selama rentang sisa gerak (clasp-
pisau fenomena). Kekakuan adalah peningkatan nada yang bertahan sepanjang rentang gerak pasif. Ini
telah disebut "pipa timah" kekakuan dan umum dengan penyakit ekstrapiramidal, terutama penyakit
Parkinson.

Pergerakan Abnormal
Ada beberapa tipe gerakan abnormal, yaitu tremor, korea, athetosi, distonia, hemibailism dan
fasikulasi.
Tremor merupakan pergerakan abnormal yang sering ditemui. Karateristik dari tremor meliputi :

 Simetrisitas

 Kecepatan tremor

 Keadaan terjadinya

Terdapat dua tipe Tremor fisiologis:

1. Tremor cepat (>7 cps)

Terjadi saat aktivitas simpatis meningkat

2. Tremor Lambat

Bila muncul terutama saat berisitirahat, maka dicurigai adanya lesi pada ekstrapiramidal ,
seperti parkinson/s disease.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Gerakan tak terkendali terlihat dalam sejumlah situasi klinis. Chorea, athetosis dan hemiballism
merupakan refleksi dari penyakit ganglia basal. Ini mungkin kongenital (sejenis cerebral palsy), pasca
infeksi (Sydenham 's chorea), keturunan (Huntington chorea), metabolik (penyakit Wilson) atau
serebrovaskular.

Stasiun Ini adalah kemampuan untuk mempertahankan postur tegak. Satu harus mampu berdiri baik
dengan mata terbuka dan tertutup dengan basis yang relatif sempit dukungan (kaki berdekatan). Anda
harus merekam bergoyang berlebihan, jatuh ke satu sisi, atau ditandai memburuk dalam kemampuan
untuk berdiri ketika mata ditutup.
Goyangan yang berlebihan dengan mata terbuka umum dengan masalah cerebellar atau vestibular. Ini
mungkin ke satu sisi (dan umumnya adalah dengan gangguan vestibular) atau mungkin untuk kedua belah
pihak (terutama dengan kondisi yang mempengaruhi bagian garis tengah otak kecil, seperti intoksikasi).
Anda harus mempertimbangkan kemungkinan penjelasan lain seperti pasien tidak memiliki cukup
kekuatan untuk tetap tegak atau reaksi parah ditunda untuk destabilisasi (seperti dengan penyakit
Parkinson). Beberapa pasien dapat berdiri dengan baik dengan mata terbuka, namun telah ditandai
peningkatan ketidakstabilan dengan mata tertutup. Ini adalah sugestif dari gangguan dari proprioception
sadar (yaitu, rasa posisi sendi, seperti yang dapat dilihat dengan neuropati perifer atau kolom / disfungsi
lemniskus dorsal medial). Hal ini disebut tanda Romberg. Masalah proprioseptif di satu sisi dapat dibawa
keluar dengan berdiri di satu kaki. Tentu saja, ada tes lain proprioception sadar, termasuk evaluasi posisi
sendi dan rasa getaran di kaki. Data ini harus berkorelasi dengan temuan di stasiun.

Cara Berjalan
Cara berjalan merupakan pemeriksaan neurologis yang penting. Penting untuk memperhatikan
kesimetrisan dari cara berjalan, kemampuan berjalan, panjang langkah saat berjalan dan kemampuan
untuk berbelok dengan step yang minimum tanpa kehilangan keseimbangan. Saat mengobservasi pasien
dari belakang, bagian medial dari kaki membentuk garis dan tidak terdapat ruangan yang terlihat diantara
kedua kaki pada bagian tumit.
Ini adalah gaya berjalan sempit-based dan penyimpangan dari hal ini dapat diukur dalam jumlah jarak
lateral setiap serangan kaki dari garis bahwa tubuh mereka mengikuti. Tandem berjalan (kemampuan
untuk berjalan di atas garis) dapat digunakan untuk mengevaluasi stabilitas gaya berjalan, mengakui
bahwa banyak pasien tua normal memiliki masalah dengan hal ini.
Adanya gangguan virtual pada bagian sistem syaraf dapat berdampak pada cara berjalan seseorang.
Sebuah gaya berjalan antalgic, atau lemas disebabkan oleh nyeri akrab bagi setiap praktisi. Pasien dengan
kelemahan unilateral dapat mendukung satu sisi, dan jika kelemahan adalah kejang (misalnya, dari
kerusakan neuron motorik atas) pasien dapat menahan ekstremitas bawah kaku. S / ia akan menyeret
tungkai lemah di sekitar tubuh dalam pola "circumducting". Sebuah gaya berjalan mengejutkan atau
terguncang (seperti yang mabuk) adalah sugestif dari disfungsi cerebellar. Umumnya, pasien dengan
vertigo yang benar akan cenderung jatuh ke satu sisi berulang kali (terutama dengan mata tertutup).
Seorang pasien dengan drop kaki akan cenderung untuk mengangkat kaki tinggi (steppage gaya berjalan).
Hip kelemahan korset sering mengakibatkan "berlenggak-lenggok," dengan pinggul bergeser ke arah sisi
kelemahan ketika kaki berlawanan diangkat dari lantai (tentu saja, jika kedua belah pihak lemah pinggul
akan bergeser bolak-balik saat mereka mengambil setiap langkah ). Pasien dengan penyakit Parkinson
sering mengalami kesulitan memulai gaya berjalan, langkah-langkah yang biasanya pendek, meskipun
gaya berjalan sempit berbasis. Jika parah, pasien mungkin pendorong (mereka bahkan mungkin jatuh).
Pasien yang "lem gosong" (geser kaki mereka di tanah daripada melangkah normal) dapat menderita
kerusakan atau degenerasi dari kedua lobus frontal atau bagian garis tengah otak kecil. Ketika kerusakan
pada daerah-daerah yang parah pasien mungkin sangat retropulsive (cenderung jatuh ke belakang
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
berulang kali). Cedera punggung kolom dapat menyebabkan gaya berjalan di mana pasien "prangko"
kaki-nya, dan biasanya juga perlu melihat kaki di jalan agar. Pasien dengan neuropati menyakitkan kaki
dapat berjalan seolah-olah mereka "berjalan di atas telur" dan pasien dengan stenosis tulang belakang
dapat berjalan dengan postur membungkuk (a "monyet" postur).

Kelainan fungsi motorik


Merupakan sebagian besar manifestasi obyektif kelainan saraf : bukti riil adanya
kelainan penyakit

UMN LMN

 Spastis  Flaccid
 Atropi (-)  Atropi (+)
 Refleks fisiologis  Refleks fisiologis
meningkat menurun
 Refleks patologis (+)  Refleks patologis (-)
 Tonus meningkat  Tonus menurun

Gangguan Ekstrapiramidal
 Tonus : rigid
 Gerak otot abnormal tidak terkendali
 Gangguan kelancaran gerak otot volunteer
 Gangguan otot asosiatif

Pemeriksaan
1. Inspeksi
 Sikap : perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan
berjalan
 Bentuk : Perhatikan adanya deformitas
 Ukuran : perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan yang
kanan

Gerak abnormal yang tidak terkendali, antara lain:


o Tremor : merupakan serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan
getaran, yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara
bergantian.
o Khorea : gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan kasar
yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Khas
terlihat pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal.
o Atetose : ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan
melibatkan otot bagian distal, cenderung menyebar ke proksimal.
o Distonia : gerakan yang dimulai dengan gerak otot berbentuk atetose pada lengan
atau anggota gerak lain, kemudian gerakan otot bentuk atetose ini menjadi
kompleks, yaitu menunjukkan torsi yang keras dan berbelit.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
o Balismus : gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan cepat, dan
terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal.
o Spasme : merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot
yang biasanya disarafi oleh satu saraf.
o Tik (Tic) : gerakan yang terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot
dalam hubungan yang sinergistik.
o Fasikulasi : merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas
(fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik.
o Miokloni : merupakan gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong-konuong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak terkendali.

2. Palpasi
o Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk
menentukan konsistensi serta adanya nyeri tekan.
o Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni.

3. Pemeriksaan Gerakan Pasif


 Penderita disuruh mengistirahatkan ekstre-mitasnya.
 Bagian dari ekstremitas ini kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat
bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat,cepat, lebih lambat, dst.
 Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya.
 Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita
dapat mengistirahatkan ekstre-mitasnya dengan baik.

4. Pemeriksaan Gerak Aktif


Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya
kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut:

i. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita


menahan gerakan ini
ii. Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh
menahan

5. Pemeriksaan Koordinasi Gerak


- Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebellum
- Gejala klinis yg didapatkan pada gangguan serebellum adalah:
i. Gangguan keseimbangan
ii. Ataksia : gangguan koordinasi gerakan. Tes yang dilakukan: tes tunjuk-
hidung (tangan menunjuk hidung), dan tes tumit lutut (tumit ditempatkan
pada lutut yang satu lagi)
iii. Disdiadokokinesia : ketidakmampuan melakukan gerakan yg berlawanan
berturut-turut. Lakukan tes pronasi-supinasi lengan! Suruh pasien
merentangkan kedua lengannya ke depan, kemudian suruh ia mensupinasi
dan pronasi lengan bawahnya (tangannya) secara bergantian dan cepat.
Pada sisi lesi, gerakan ini dilakukan lamban dan tidak tangkas.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
iv. Dismetria : gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada waktunya
atau tepat pada tempat yang dituju.
v. Tremor intensi : tremor yang timbul bila melakukan gerak volunteer
(dengan kemauan), dan menjadi lebih nyata bila menghampiri tujuannya.
Dapat diperiksa dengan jalan menyuruh pasien mengambil benda yang
kecil, makin dekat ia pada benda tersebut, makin jelas tremor pada
tangannya.
vi. Disgrafia (makrografia) : terlihat huruf dituliskan besar-besar dan kadang
makin lama makin besar. Selain itu, bentuk hurufnya tidak bagus dan kaku
vii. Nistagmus : gerak bolak-balik bola mata yang involunter dan ritmik.
viii. Fenomena rebound : ketidakmampuan menghentikan gerakan dgn segera
atau menggantikannya dengan antagonisnya.
ix. Astenia : lekas lelah dan bergerak lamban. Otot lekas lelah dan lemah
(walaupun tidak ada parese). Gerakan dimulai dengan lamban, demikian
juga dengan kontraksi dan relaksasi.
x. Hipotonia : dapat diketahui dengan jalan palpasi dan pemeriksaan gerak
pasif. Pada hipotonia, ekstensi dapat dilakukan lebih jauh, misalnya pada
persendian paha, siku, lutut dsb.
xi. Disartria : cadel, pelo, gangguan pengucapan kata-kata

3. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab seorang
terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering
dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak,
situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda
pula. CT Scan berguna untuk menentukan:
 jenis patologi
 lokasi lesi
 ukuran lesi
 menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik
untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika
dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke.
jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam.
MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik
diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis
tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan
subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang
disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat
memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti
abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi
canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang
digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke
dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto
sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi
pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan
digunakan hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah
perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga
kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika
pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk
dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau
penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan
penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang
mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada pasien
stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang
suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun
melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung.
Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap
menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama
jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan
untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang
mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang
terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah
perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi
ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Gaman
CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295

Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

Diagnosis Banding
 Acute Coronary Syndrome
 Atrial Fibrillation
 Bell Palsy
 Benign Positional Vertigo
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
 Brain Abscess
 Epidural Hematoma
 Hemorrhagic Stroke in Emergency Medicine
 Inner Ear Labyrinthitis
 Myocardial Infarction
 Neoplasms, Brain
 Subarachnoid Hemorrhage
 Syncope
 Transient Ischemic Attack

3.8 Penatalaksanaan
STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak
tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan
pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan
jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat
Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.

STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktorfaktor etiologik maupun penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukan keluarga.

Stroke Iskemik

Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi
tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).

Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%
dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar
gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa
40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg,
diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%,
dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama
8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah
sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan
darah sistolik ≥ 110 mmHg.

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg
per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan
umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).

Stroke Hemoragik

Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk.

Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila
tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume
hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.

Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300,
posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke
iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).

Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi
dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi
saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar
>60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan
bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).

STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan
bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer
dan sekunder. Terapi fase subakut:
1. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
2. Penatalaksanaan komplikasi,
3. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara,
terapi kognitif, dan terapi okupasi,
4. Prevensi sekunder
5. Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke akut adalah:


(1) meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan penumbra dan
mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral,
(2) mencegah secara dini komplikasi neurologik maupun medik, dan
(3) mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika secara
keseluruhan dapat berhasil baik, prognosis
pasien diharapkan akan lebih baik.

Pengenalan tanda dan gejala dini stroke dan upaya rujukan ke rumah sakit harus segera
dilakukan karena keberhasilan terapi stroke sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan
pada stadium akut; makin lama upaya rujukan ke rumah sakit atau makin panjang saat
antara serangan dengan pemberian terapi, makin buruk prognosisnya.

3.9 Komplikasi
1. Komplikasi Akut
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
 Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme
kompensasi sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi.
Oleh karena itu kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/
diastolik >130) tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun sendiri
setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak perlu
diturunkan segera.

 Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar
glukosa darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa
darah pasein sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress.

 Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan


ini memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke
bahkan sering merupakan penyebab kematian.

 Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas.

 Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati.

 Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.

 Ulcer stres. Yang dapat menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena.

2. Komplikasi Kronik

 Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus,
inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain.

 Rekurensi stroke.

 Gangguan sosial-ekonomi.

 Gangguan psikologis.

3.10 Prognosis
Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat
kesadaran

1) Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik
2) Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan
jangka panjang
3) Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah
serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan1/2/2009
Zullies Ikawati's Lecture Notes 8
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
4) Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung
pada ukuran hematoma à hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar,
hematoma yang massive biasanya bersifat lethal
5) Jika infark terjadi pada spinal cordà prognosis bervariasi tergantung
keparahan gangguan neurologis à Jika kontrol motorik dan sensasi nyeri
tergangguà prognosis jelek

3.11 Pencegahan
Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah
sebagai berikut:

1. Pencegahan Primer Stroke


Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati faktor-faktor
risiko yang dapat dimodifikasi.
 Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah
penyakit vaskular lainnya. Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya bagi
para penderita stroke iskemik dan TIA. Target absolut dalam hal penurunan
tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting adalah bahwa tekanan darah
< 120 / 80 mm Hg. Modifikasi berbagai macam gaya hidup berpengaruh terhadap
upaya penurunan tekanan darah secara komprehensif.
Obat‐obat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun
demikian pilihan obat disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masing‐masing
individu.
 Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid
darah perlu memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini
maka obat antihipertensi dapat lebih dari 1 macam. ACE inhibitor merupakan obat
pilihan untuk kasus gangguan ginjal dan diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula
direkomendasikan sampai dengan mendekati kadar gula plasma normal
(normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular dan kemungkinan
timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar HbA1c harus lebih
rendah dari 7%.
 Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi,
penyakit arteri koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka pasien harus
dikelola secara komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat,
dan pengobatan. Target penurunan kadar kolesterol adalah sebagai berikut: LDL <
100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita dengan faktor risiko multipel.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis
tetapi tanpa indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit
arteri koroner, atau tidak ada bukti aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi statin
untuk mengurangi risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat
dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.
 Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok.
Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi
jumlah rokok yang dihisap / hari secara bertahap.
 Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight
sangat dianjurkan untuk mempertahankan body‐mass index (BMI) antara 18,5–
24,9 kg/m2 dan lingkat panggul kurang dari 35 inci (perempuan) dan kurang dari
40 inci (laki‐laki). Penyesuaian berat badan diupayakan melalui keseimbangan
antara asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat
 Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas
fisik sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30
menit/hari. Untuk pasien yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik maka
dianjurkan untuk melakukan latihan dengan bantuan orang yang sudah terlatih.

2. Pencegahan Sekunder Stroke


Pencegahan sekunder stroke mengacu pada kepada strategi untuk mencegah
kekambuhan stroke. Pendekatan utama adalah mengendalikan hipertensi, CEA, dan
memakai obat antiagregat antitrombosit. Aggrenox adalah satu-satunya kombinasi
aspirin dan dipiridamol yang telah terbukti efektif untuk mencegah stroke sekunder.

Anda mungkin juga menyukai