NPM : 1102013295
1. NMemahami dan Menjelaskan n. cranialis, capsula interna, traktus ekstrapiramidalis
1.1 N. cranialis
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya
saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus
superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula
oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik
dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis
okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot
digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan
bagian anterior lidah.
SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi
pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi
keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran
berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi
bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis.
Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan
bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini
kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus
reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla
spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi
kontraksi otot skeletà berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.
2. Tractus Tectospinalis
3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi
coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati
pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat
spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensorà
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksorà berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
5. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex
cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet àberkaitan dengan fungsi keseimbangan
tubuh
Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak
a. Tractus Corticothalamus
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan diatur
oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks, ganglia
basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal dan
ekstrapiramidal :
A. Traktus piramidal s. Traktus Corticospinalis
Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4 Broadmann), yang
disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat motorik disalurkan melalui
traktus piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla spinalis.
Pusat jaras Motorik
Neuron Motorik Atas
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat Supraspinal).
Meliputi :
o Ganglia basalis à tractus corticostriata
Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai Neuron orde
pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui corona radiata à masuk crus
posterior capsula interna à mes-encephalon, pons, medulla oblongata dan medulla spinalis
bersinap dengan neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis.
Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)
Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal)à tractus corticospinalis. Letak columna
subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :
o Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior subt.grisea
o Neuron orde ketiga à axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai radix
anterior n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior membentuk n.spinalis dan
akhirnya pergi ke efektor sadar.
B. Traktus Ekstrapyramidal
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus
reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla
spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi
kontraksi otot skeletà berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
7. Tractus Tectospinalis
8. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi
coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati
pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat
spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensorà
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
9. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksorà berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex
cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet àberkaitan dengan fungsi keseimbangan
tubuh
2. Sensorik
Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan alat ini
sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam dan luar. Setiap
reseptor sensoris mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan mentranduksi energi fisik ke
dalam sinyal (impuls) saraf.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:
Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,
lambung, usus, dll.
Nociseptor , Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang
dihasilkan oleh adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh
reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk
tekanan).
Chemoreseptor, Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang
diterima sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor
pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen,
osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di
hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.
Photoreseptor, Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel
photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal
diterima reseptor → dibawa ke ganglion spinale → melalui radiks posterior menuju cornu
posterior medulla spinalis → berganti menjadi neuron sensoris ke-2 → lalu menyilang ke
sisi lain medulla spinalis → membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus
spinotalamikus → menuju thalamus di otak → berganti menjadi neuron sensoris ke-3 →
menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor → ganglion spinale → radiks posterior medulla spinalis → lalu
naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus → berakhir di nucleus Goll →
berganti menjadi neusron sensoris ke-2 → menyilang ke sisi lain medulla spinalis →
menuju thalamus di otak → berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju ke korteks
somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Stroke adalah suatu gangguan neurologis akut, yang disebabkan oleh karena
gangguan peredaran darah ke otak, dimana timbul mendadak (dalam hitungan detik) atau
secara cepat (dalam hitungan jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal otak yang terganggu
3.2 Epidemiologi
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah
jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh
no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Kejadian stroke di Indonesia pun
selalu meningkat dari tahun ke tahun. Sebanyak 33 % pasien stroke membutuhkan
bantuan orang lain untuk aktivitas pribadi, 20 % membutuhkan bantuan orang lain untuk
dapat berjalan kaki, dan 75 % kehilangan pekerjaan. Selain itu, stroke merupakan
penyebab dementia (kepikunan) nomer 2.
3.3 Etiologi
1. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke.
Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang,
dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi
intracerebra.
2. Embolisme serebral.
Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan
bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului
awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
Tipe lain dari stroke mungkin terjadi ketika bekuan darah atau suatu potong dari
plak atherosclerotic (endapan-endapan dari kolesterol dan kalsium pada dinding
dalam dari jantung atau arteri) putus terlepas, berjalan melalui arteri-arteri yang
terbuka, dan memondok pada suatu arteri dari otak. Ketika ini terjadi, aliran dari
darah yang kaya oksigen ke otak terhalang dan menyebabkan stroke. Suatu bekuan
darah mungkin terbentuk didalam kamar/bilik jantung sebagai akibat dari irama
jantung yang tidak teratur, seperti pada atrial fibrillation. Embolism dapat juga berasal
dari arteri yang besar (contohnya, arteri karotid, suatu arteri utama pada leher yang
mensuplai darah ke otak) dan kemudian berjalan menghilir untuk menyumbat sebuah
arteri kecil didalam otak
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi
ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Haemorrhagi serebral
Terjadi ketika sebuah pembuluh darah didalam otak pecah dan menyebabkan
perdarahan didalam jaringan otak yang mengelilinginya. Sehingga menyebabkan suatu
stroke dengan merampas darah dan oksigen pada bagian-bagian dari otak. Darah
tersebut juga dapat mengiritasi otak dan menyebabkan pembengkakan jaringan otak
(cerebral edema). Edema dan akumulasi darah dari cerebral hemorrhage meningkatkan
tekanan didalam tengkorak dan menyebabkan kerusakan dengan menekan otak
terhadap tulang tengkorak.
3.4 Klasifikasi
Strok
Iskemik Hemoragik
3.5 Patofisiologi
Stroke Iskemik
Adanya aterotrombosis atau emboli, memutuskan aliran darah otak (cerebral
blood flow/CBF).Nilai normal CBF = 53 ml/100 mg jaringan otak/menit. Jika CBF < 30
ml/100 mg/menit, makaakan terjadi iskemik. Jika CBF < 10 ml/100 mg/menit
kekurangan oksigen, maka prosesfosforilasi oksidatif terhambat dan produksi ATP
(energi) berkurang. Hal ini menyebabkanpompa Na-K-atpase tidak berfungsi, sehingga
terjadi depolarisasi membran sel saraf yangmenyebabkan pembukaan kanal ion Ca. Hal
ini akan memicu kenaikan influks Ca secara cepatsehingga terjadi gangguan padanca
homeostasis. Ca merupakan signalling molekul yangmengaktivasi berbagai enzim dan
memicu proses biokimia yang bersifat eksitotoksik yangmenyebabkan kematian sel saraf
(nekrosis maupun apotosis), sehingga gejala yang timbultergantung pada saraf mana yang
mengalami kerusakan/kematian
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap
Tahap 1
a) Penurunan aliran darah
b) Pengurangan O2
c) Kegagalan energy
d) Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2
a) Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b) Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan
permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis
ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang
diperantarai oleh radikal bebas.
Stroke Hemoragik
Hemoragik merupakan penyebab ketiga tersering serangan stroke. Penyebab
utamanya:hipertensi yang terjadi jika tekanan darah meningkat dengan signifikan,
sehingga pembuluh arteri robek dan menyebabkan perdarahan pada jaringan otak. Hal
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
tersebut menimbulkanmembentuk suatu massa yang menyebabkan jaringan otak terdesak,
bergeser, atau tertekan (displacement of brain tissue) sehingga fungsi otak terganggu.
Semakin besar hemoragi yangterjadi, semakin besar displacement jaringan otak yang
terjadi. Pasien dengan stroke hemoragik sebagian besar mengalami ketidaksadaran dan
akhirnya meninggal
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Lesi di kapsula
o Lebih luas, mengenai daerah lawan letak lesi
o Sensasi primer menghilang
o Bicara dan pengelihatan terganggu
Gejala dapat berupa hemiparesis motorik, ataxic hemiparesis, dysarthria, dan aphasia
broca
2. Pemeriksaan Fisik
GCS
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Glasgow Coma Scale (GCS)
Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang
meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V).
Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15. Pemeriksaan derajat kesadaran
GCS untuk penglihatan/ mata:
Beberapa pemeriksa memperluas point menjadi 9 dengan penambahan ‘+’ saat kekuatan yang dhasilkan
berada di antara point yang tersedia. Ada juga yang menambahkan ‘-‘ seabagai simbol saat didapatkan
fungsi tot dibawah level normal. Penilaian normal pasien juga harus disesuaikan dengan usia dan kondisi
pasien.
Untuk melakukan test ini , beberapa otot harus dites.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
INNERVATION OF CLINICALLY IMPORTANT MUSCLES.
Shoulder
Elbow
Wrist
Finger
Hip
Knee
Ankle
Great toe
Tujuan utama dalam melakukan tes kekuatan otot adalah menentukan apakah kelainan bersifat
neurogenik dan menentukan otot/gerakan mana yang terpengaruhi. Keputusan yang paling penting adalah
menentukan kerusakan , UMN atau LMN. Lesi LMN terjadi akibat kerusakan pada traktus motorik
descending, terutama di kortikospinal, dri koretks cerebri mlalui batang otak dan korda spinalis. Lesi
UMN biasnyan dibarengi dengan peningkatan refleks dan peningkatan tonus tipe spastik. Lesi LMN
akibat dari kerusakan anterior horn cell dan aksonnya yang dapat mengakibatkan penurunan refleks
peregangan otot dan tonus otot. Atrofi biasanya menjadi prominen setelah 1-2 minggu pertama dan atrofi
yang terjadi akibat tidak adanya penggunaan oleh karena kelemahan yang terjadi.
Tes refleks merupakan salah satu elemen terpenting pada pemeriksaan untuk mnentukan kelainan
pada kelemahan diakibatkan oleh lesi UMN atau LMN
Simetrisitas adalah hal yang penting dalam menentukan abormalitas. Penyebaran refleks yang patologis
adalah salah satu tanda objektif dalam hiperaktivitas. Slaah satu indikastor dari hiperaktivitas adalah
klonus.
Kondisi-kondisi yang dapat merusak LMN dapat menurunkan refleks regang dengan mengganggu jalan
refleks.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Pengurangan refleks pada otot yang lemah menandakan kerusakan pada LMN pada arah otot.
Refleks yang hiperaktif terlihat pada les UMN. Tanda-tanda lain dapat menentukan les pada UMN atau
LMN, yaitu :
- Atrofi (LMN)
- Fasikulasi (LMN)
- Spasticity (UMN)
- Babinski Sign (UMN)
- Hilangnya refleks supoerficial (UMN)
Refleks Superficial (Abdominal, cremaster dan plantar) dimediasi pada jaras lebih atas dari
medula spinalis. Oleh karena itu, gangguan pada medula spinalis dan batang otak dapat meniadakan
refleks tersebut. Refleks superfisial juga dapat hilang pada kerusakan saraf sensori atau LMN pada
daerahnya. Refleks Babinski (up going toe) adalah refleks patologis yang klasik yang dapat dilihat pada
lesi UMN. Refleks ini akan menggantikan respon normal dari plantar.
Koordinasi
Tes Koordinasi dilakukan pada beberapa gerakan. Biasanya pasien diminta untuk memegang
tangan pada bagian depan telapak tangan, mata terbuka kemudian menutup. Lebih baik pasien diminta
untuk tisak melakukan gerakan pada tangannya, dan berusaha untuk melakukan gaya terhadap lantai atau
unutk memisahkan kedua tngan yang berikatan.
Setelah beberapa saat, pasien diminnta untuk mengecek pergerakan dan tes ini harus bersifat simetris.
Kemudian pasien dapat diminta untuk memegang hidungnya kemudian jari pemeriksa. Hal ini dapat
dilakukan beberapa kali agar pergerakan yang terlihat akurat.
Tes selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan pergerakan yang berulang seperti tepuk tangan dan
menjetikkan jari.
Ekstremitas bawah dapat dilakukan tes pada posisi supinasi dengan posisi tumit berada diatas lutut kaki
lainnya dan ‘menepuk’ tumit kearah pergelangan kaki. Hal ini dilakukan untuk tiap kaki. Pada pasien
yang dapat berdiri pada minimal satu kaki selama 10 detik tanpa adanya atunan pada tubuh tidak
memerlukan tes lanjutan untuk koordinasi kaki.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Manuver ini dapat mengetes beberapa sistem neurologi. Fenomena Rebound terjadi akibat adanya cedera
pada cerebri. Refleks yang berulang yang volunter disebut Intention Tremor. Pergerakan yang sangat
lambat dapat terjadi pada kelainan ekstrapiramidal, seperti Parkinson’s Disease. Namun, kelainan apapun
pada sistem motorik dapat berdampak pada koordinasi. Adanya perubahan pada kekuatan otot, tonus otot
atau pasien dengan pergerakan yang abnormal dapat menyebabkan salahnya persepsi mengenai gangguan
koordinasi. Maka dari itu, tentukan terlebih dahulu letak kelainan, pada sitem motorik atau bukan.
Tonus Otot
Tonus otot dapat dinilai melalui beberapa cara. Salah satu metode yang paling sering digunakan
adalah pemeriksa memindahkan tungkai pasien terutama pergelangan tangan.
Metode yang lain yaitu melibatkan evaluasi dari ayunan lengan (pasien berdiri). Tonus otot sering di tes
dengan cara lengan pasien yang direntangkan. Saat bahu pasien bergerak maju-mundur atau berotasi,
kedua lengan akan menjuntai dengan bebas. Peningkatan tonus otot biasanya direfleksikan dengan lengan
yang nampak kaku saat pasien berdiri atau berjalan.
Anggota tubuh bagian bawah dapat dievaluasi dengan pasien duduk dengan kaki menggantung. Gerakan
kaki harus menghasilkan lembut berayun dari kaki durasi singkat. Peningkatan tonus menghasilkan
pembatasan tiba-tiba di perjalanan dari kaki.
Ada dua pola umum patologis meningkat, kelenturan nada dan kekakuan. Kekejangan ditemukan dengan
luka neuron motor atas dan bermanifestasi sebagai resistensi ditandai dengan inisiasi gerakan pasif cepat.
Ini perlawanan awal memberi jalan dan kemudian ada resistensi kurang selama rentang sisa gerak (clasp-
pisau fenomena). Kekakuan adalah peningkatan nada yang bertahan sepanjang rentang gerak pasif. Ini
telah disebut "pipa timah" kekakuan dan umum dengan penyakit ekstrapiramidal, terutama penyakit
Parkinson.
Pergerakan Abnormal
Ada beberapa tipe gerakan abnormal, yaitu tremor, korea, athetosi, distonia, hemibailism dan
fasikulasi.
Tremor merupakan pergerakan abnormal yang sering ditemui. Karateristik dari tremor meliputi :
Simetrisitas
Kecepatan tremor
Keadaan terjadinya
2. Tremor Lambat
Bila muncul terutama saat berisitirahat, maka dicurigai adanya lesi pada ekstrapiramidal ,
seperti parkinson/s disease.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Gerakan tak terkendali terlihat dalam sejumlah situasi klinis. Chorea, athetosis dan hemiballism
merupakan refleksi dari penyakit ganglia basal. Ini mungkin kongenital (sejenis cerebral palsy), pasca
infeksi (Sydenham 's chorea), keturunan (Huntington chorea), metabolik (penyakit Wilson) atau
serebrovaskular.
Stasiun Ini adalah kemampuan untuk mempertahankan postur tegak. Satu harus mampu berdiri baik
dengan mata terbuka dan tertutup dengan basis yang relatif sempit dukungan (kaki berdekatan). Anda
harus merekam bergoyang berlebihan, jatuh ke satu sisi, atau ditandai memburuk dalam kemampuan
untuk berdiri ketika mata ditutup.
Goyangan yang berlebihan dengan mata terbuka umum dengan masalah cerebellar atau vestibular. Ini
mungkin ke satu sisi (dan umumnya adalah dengan gangguan vestibular) atau mungkin untuk kedua belah
pihak (terutama dengan kondisi yang mempengaruhi bagian garis tengah otak kecil, seperti intoksikasi).
Anda harus mempertimbangkan kemungkinan penjelasan lain seperti pasien tidak memiliki cukup
kekuatan untuk tetap tegak atau reaksi parah ditunda untuk destabilisasi (seperti dengan penyakit
Parkinson). Beberapa pasien dapat berdiri dengan baik dengan mata terbuka, namun telah ditandai
peningkatan ketidakstabilan dengan mata tertutup. Ini adalah sugestif dari gangguan dari proprioception
sadar (yaitu, rasa posisi sendi, seperti yang dapat dilihat dengan neuropati perifer atau kolom / disfungsi
lemniskus dorsal medial). Hal ini disebut tanda Romberg. Masalah proprioseptif di satu sisi dapat dibawa
keluar dengan berdiri di satu kaki. Tentu saja, ada tes lain proprioception sadar, termasuk evaluasi posisi
sendi dan rasa getaran di kaki. Data ini harus berkorelasi dengan temuan di stasiun.
Cara Berjalan
Cara berjalan merupakan pemeriksaan neurologis yang penting. Penting untuk memperhatikan
kesimetrisan dari cara berjalan, kemampuan berjalan, panjang langkah saat berjalan dan kemampuan
untuk berbelok dengan step yang minimum tanpa kehilangan keseimbangan. Saat mengobservasi pasien
dari belakang, bagian medial dari kaki membentuk garis dan tidak terdapat ruangan yang terlihat diantara
kedua kaki pada bagian tumit.
Ini adalah gaya berjalan sempit-based dan penyimpangan dari hal ini dapat diukur dalam jumlah jarak
lateral setiap serangan kaki dari garis bahwa tubuh mereka mengikuti. Tandem berjalan (kemampuan
untuk berjalan di atas garis) dapat digunakan untuk mengevaluasi stabilitas gaya berjalan, mengakui
bahwa banyak pasien tua normal memiliki masalah dengan hal ini.
Adanya gangguan virtual pada bagian sistem syaraf dapat berdampak pada cara berjalan seseorang.
Sebuah gaya berjalan antalgic, atau lemas disebabkan oleh nyeri akrab bagi setiap praktisi. Pasien dengan
kelemahan unilateral dapat mendukung satu sisi, dan jika kelemahan adalah kejang (misalnya, dari
kerusakan neuron motorik atas) pasien dapat menahan ekstremitas bawah kaku. S / ia akan menyeret
tungkai lemah di sekitar tubuh dalam pola "circumducting". Sebuah gaya berjalan mengejutkan atau
terguncang (seperti yang mabuk) adalah sugestif dari disfungsi cerebellar. Umumnya, pasien dengan
vertigo yang benar akan cenderung jatuh ke satu sisi berulang kali (terutama dengan mata tertutup).
Seorang pasien dengan drop kaki akan cenderung untuk mengangkat kaki tinggi (steppage gaya berjalan).
Hip kelemahan korset sering mengakibatkan "berlenggak-lenggok," dengan pinggul bergeser ke arah sisi
kelemahan ketika kaki berlawanan diangkat dari lantai (tentu saja, jika kedua belah pihak lemah pinggul
akan bergeser bolak-balik saat mereka mengambil setiap langkah ). Pasien dengan penyakit Parkinson
sering mengalami kesulitan memulai gaya berjalan, langkah-langkah yang biasanya pendek, meskipun
gaya berjalan sempit berbasis. Jika parah, pasien mungkin pendorong (mereka bahkan mungkin jatuh).
Pasien yang "lem gosong" (geser kaki mereka di tanah daripada melangkah normal) dapat menderita
kerusakan atau degenerasi dari kedua lobus frontal atau bagian garis tengah otak kecil. Ketika kerusakan
pada daerah-daerah yang parah pasien mungkin sangat retropulsive (cenderung jatuh ke belakang
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
berulang kali). Cedera punggung kolom dapat menyebabkan gaya berjalan di mana pasien "prangko"
kaki-nya, dan biasanya juga perlu melihat kaki di jalan agar. Pasien dengan neuropati menyakitkan kaki
dapat berjalan seolah-olah mereka "berjalan di atas telur" dan pasien dengan stenosis tulang belakang
dapat berjalan dengan postur membungkuk (a "monyet" postur).
UMN LMN
Spastis Flaccid
Atropi (-) Atropi (+)
Refleks fisiologis Refleks fisiologis
meningkat menurun
Refleks patologis (+) Refleks patologis (-)
Tonus meningkat Tonus menurun
Gangguan Ekstrapiramidal
Tonus : rigid
Gerak otot abnormal tidak terkendali
Gangguan kelancaran gerak otot volunteer
Gangguan otot asosiatif
Pemeriksaan
1. Inspeksi
Sikap : perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan
berjalan
Bentuk : Perhatikan adanya deformitas
Ukuran : perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan yang
kanan
2. Palpasi
o Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk
menentukan konsistensi serta adanya nyeri tekan.
o Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni.
3. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab seorang
terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering
dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak,
situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda
pula. CT Scan berguna untuk menentukan:
jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik
untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika
dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke.
jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam.
MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik
diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis
tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan
subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang
disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat
memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti
abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi
canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang
digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke
dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto
sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi
pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan
digunakan hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah
perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga
kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika
pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk
dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau
penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan
penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang
mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada pasien
stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang
suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun
melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung.
Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap
menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama
jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan
untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang
mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang
terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah
perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi
ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.
Gaman
CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Diagnosis Banding
Acute Coronary Syndrome
Atrial Fibrillation
Bell Palsy
Benign Positional Vertigo
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Brain Abscess
Epidural Hematoma
Hemorrhagic Stroke in Emergency Medicine
Inner Ear Labyrinthitis
Myocardial Infarction
Neoplasms, Brain
Subarachnoid Hemorrhage
Syncope
Transient Ischemic Attack
3.8 Penatalaksanaan
STADIUM HIPERAKUT
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak
tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan
pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan
jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat
Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktorfaktor etiologik maupun penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukan keluarga.
Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi
tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%
dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar
gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa
40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg,
diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%,
dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama
8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah
sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan
darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg
per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan
umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).
Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk.
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila
tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume
hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300,
posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke
iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi
dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi
saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar
>60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan
bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan
bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer
dan sekunder. Terapi fase subakut:
1. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
2. Penatalaksanaan komplikasi,
3. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara,
terapi kognitif, dan terapi okupasi,
4. Prevensi sekunder
5. Edukasi keluarga dan Discharge Planning
Pengenalan tanda dan gejala dini stroke dan upaya rujukan ke rumah sakit harus segera
dilakukan karena keberhasilan terapi stroke sangat ditentukan oleh kecepatan tindakan
pada stadium akut; makin lama upaya rujukan ke rumah sakit atau makin panjang saat
antara serangan dengan pemberian terapi, makin buruk prognosisnya.
3.9 Komplikasi
1. Komplikasi Akut
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme
kompensasi sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi.
Oleh karena itu kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/
diastolik >130) tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun sendiri
setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak perlu
diturunkan segera.
Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar
glukosa darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa
darah pasein sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress.
Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas.
Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati.
2. Komplikasi Kronik
Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus,
inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain.
Rekurensi stroke.
Gangguan sosial-ekonomi.
Gangguan psikologis.
3.10 Prognosis
Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat
kesadaran
1) Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik
2) Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan
jangka panjang
3) Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah
serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan1/2/2009
Zullies Ikawati's Lecture Notes 8
Nama : Velda Amalia Andina
NPM : 1102013295
4) Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung
pada ukuran hematoma à hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar,
hematoma yang massive biasanya bersifat lethal
5) Jika infark terjadi pada spinal cordà prognosis bervariasi tergantung
keparahan gangguan neurologis à Jika kontrol motorik dan sensasi nyeri
tergangguà prognosis jelek
3.11 Pencegahan
Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah
sebagai berikut: