Anda di halaman 1dari 33

JOURNAL READING:

BELL PALSY: CLINICAL EXAMINATION AND MANAGEMENT

Oleh:
Lintang Laily Aprilia Putri
202011101070

Pembimbing:
dr. Eko Aprilianto Handoko, Sp.N

 
SMF/LAB ILMU PENYAKIT SYARAF
RSU DR. H. KOESNADI BONDOWOSO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2022
DONIKA K. PATEL, DO
Division of Neurology, LeBauer HealthCare,
Cone Health Medical Group, Greensboro, NC

KERRY H. LEVIN, MD
Chairman, Department of Neurology; Director,
Neuromuscular Center, Neurological Institute,
Cleveland Clinic; Professor, Cleveland Clinic Lerner
College of Medicine of Case Western Reserve
University, Cleveland, OH

2015, CLEVELAND CLINIC JOURNAL OF MEDICINE


ABSTRAK

Bell palsy merupakan gangguan neurologis yang ditandai dengan mononeuropati wajah akut dengan penyebab
yang tidak jelas dan terdapat kelemahan wajah unilateral. Pemeriksaan dan anamnesis sangat penting dalam
menegakkan diagnosis yang akurat. Pengobatan dengan kortikosteroid dalam waktu 72 jam setelah onset telah
terbukti mempercepat pemulihan. Sebagian besar pasien sembuh secara spontan dalam waktu 3 minggu meskipun
tanpa diberi obat.
PENDAHULUAN

Bell palsy adalah gangguan saraf perifer idiopatik yang melibatkan nervus facialis (N. VII) dan bermanifestasi
sebagai kelemahan otot wajah ipsilateral akut. Nama Bell palsy dibuat setelah Sir Charles Bell, pertama kali
menggambarkan anatomi nervus facialis pada tahun 1821. Insiden Bell palsy setiap tahun sebesar 20 per 100.000,
tanpa memperhatikan jenis kelamin maupun etnis. Bell palsy dapat terjadi pada semua usia, tetapi insiden paling
sering usia >40 tahun. Faktor risikonya akibat diabetes, kehamilan, preeklamsia berat, obesitas, dan hipertensi.
NERVUS FACIALIS RENTAN TERHADAP TRAUMA DAN
KOMPRESI

 Nervus facialis berasal dari pons bagian bawah dan keluar dari batang otak secara ventral di persimpangan
pontomedullary.
 Kemudian memasuki meatus akustik interna  berjalan 20-30 mm di canal facial (jalur tulang terpanjang pada
setiap nervus cranialis, sehingga sangat rentan terhadap trauma dan kompresi oleh edema)
 Pada canal facial  membuat belokan posterior dan inferior, membentuk tikungan (genu facial nerve).
 Genu terletak di proksimal ganglion genikulatum, yang berisi neuron sensorik utama nervus facialis untuk
pengecapan dan sensasi.
 Cabang motorik nervus facialis kemudian keluar dari cranium melalui foramen stilomastoid dan melewati kelenjar
parotid, kemudian terbagi menjadi batang temporofacial dan cervicofacial.
NERVUS FACIALIS RENTAN TERHADAP TRAUMA DAN
KOMPRESI

Nervus facialis memiliki 5 cabang yang mempersarafi musculus ekspresi wajah:


 Cabang Temporal (musculus dahi dan bagian atas orbicularis oculi)
 Cabang Zygomatic (musculus lipatan nasolabial dan pipi  nasalis dan zygomaticus).
 Cabang Buccal (buccinator dan bagian inferior m.orbicularis oculi)
 Cabang Mandibula marginal (penekan mulut  depressor anguli dan mentalis)
 Cabang Serviks (musculus platysma).
INFLAMASI PADA BELL PALSY

 Penyebab pasti dari Bell palsy belum diketahui


 Teori saat ini meyakini bahwa inflamasi nervus menyebabkan edema fokal, demielinasi, dan iskemia.
 Beberapa penelitian  infeksi virus herpes simpleks tipe I
GEJALA

 Alis menurun ipsilateral


 Wajah merot
 Lipatan nasolabial rata Gejala berkembang dalam beberapa jam
 Tidak mampu menutup mata sepenuhnya dan maksimal dalam 3 hari
 Tidak mampu mengerutkan bibir
 Tidak mampu menaikkan sudut mulut

 70% pasien memiliki nyeri ipsilateral di sekitar telinga


 Jika nyeri wajah disertai dengan gangguan sensorik dan pendengaran  pertimbangkan tumor kelenjar parotis
atau otitis virus
 Keluhan lain: hiperakusis karena gangguan serabut saraf ke musculus stapedius, perubahan rasa, dan mata kering
akibat gangguan parasimpatis.
 Beberapa pasien dapat mengalami parestesia pada wajah
Saraf wajah adalah saraf sensorik dan motorik.
membawa serat yang terlibat dalam ekspresi wajah,
rasa, lakrimasi, saliva, dan sensasi telinga.

GEJALA
Bell palsy, karena disfungsi disfungsi N. Fasialis,
biasanya menyebabkan kelumpuhan atau kelemahan
musculus di satu sisi wajah. Pada pasien di bawah, sisi
kiri wajah terpengaruh, menyebabkan:

Ketidakmampuan untuk mengerutkan alis pada sisi yang


sakit

Sedikit pelebaran fisura palpebral

Sudut mulut turun


Tabel 1
Pemeriksaan klinis pada Bell palsy
Amati adanya asimetri selama anamesis; perhatikan baik-baik kedipan, lipatan nasolabial, dan
PEMERIKSAAN FISIK sudut mulut
Pemeriksaan umum, otoskopi, palpasi massa di dekat leher dan wajah, serta pemeriksaan kulit
Periksa fungsi motorik, minta pasien untuk:
Pemeriksaan klinis harus mencakup pemeriksaan
- Angkat kedua alis
neurologis dan general lengkap, otoskopi, serta
- Tutup kedua mata rapat-rapat
perhatikan pada kulit dan kelenjar parotis. Vesikel di
- Senyum
sekitar telinga harus segera diperiksa, menandakan
- Mengembungkan pipi
herpes zoster.
- Mengerucutkan bibir (mecucu)
- Tunjukkan gigi atas dan bawah (meringis)
Periksa fungsi sensorik khusus, jika diindikasikan secara klinis:
- Sensasi wajah dan telinga
- Sensasi pengecapan pada dua pertiga anterior lidah
Nilai refleks:
- Refleks orbicularis: ketuk glabella dan amati asimetri dalam kedipan
- Bell phenomenon: amati gerakan mata ke atas selama penutupan mata paksa

Kelemahan wajah unilateral atau asimetris yang terisolasi tanpa adanya neuropati kranial lainnya
mendukung diagnosis Bell palsy
APAKAH PASIEN MENGALAMI KELUMPUHAN WAJAH
PERIFER?

 Pada Bell palsy, kerutan dahi pada sisi yang sakit saat mengangkat alis tidak simetris atau tidak ada sama sekali.
 Jika musculus dahi tidak ada dan wajah bagian bawah lemah, ini menandakan lesi sentral seperti stroke atau
kelainan struktural lainnya dan bukan lesi perifer pada saraf wajah (misalnya, Bell palsy).
BISAKAH PASIEN MENUTUP MATA RAPAT-RAPAT?

 Pasien harus dapat menutup rapat kedua mata dan bulu mata harus tidak terlihat di antara kelopak mata.
 Pada Bell palsy, ketika pasien mencoba untuk menutup mata, sisi yang terkena menunjukkan penutupan yang
tidak lengkap dan mata tetap terbuka sebagian.
 Periksa kekuatan orbicularis oculi dengan mencoba membuka mata.
 Pasien yang mencoba untuk menutup kelopak mata dengan erat tetapi tidak bisa akan menunjukkan fenomena
Bell, yaitu pemeriksa mampu memaksa membuka kelopak mata dan bola mata seolah bergulir ke atas atau ke
samping pada sisi yang lumpuh.
 Apakah senyum simetris?

Perhatikan adanya perataan lipatan nasolabial di satu sisi  menunjukkan kelemahan wajah.

 Bisakah pasien menggembungkan pipi?

Minta pasien untuk menahan udara di dalam mulut melawan tahanan  menilai kekuatan musculus buccinator.

 Bisakah pasien mengerucutkan bibir?

Minta pasien untuk mengerutkan bibir (mecucu) dan mengamati asimetri atau kelemahan pada sisi yang sakit 
menilai musculus orbicularis oris

 Apakah meringis simetris?

Menguji musculus yang terlibat dalam sudut mulut dan platysma.


APAKAH RASA, SENSASI, DAN PENDENGARAN MASIH
NORMAL?

 Abnormalitas pada pengecapan terjadi di proksimal atau distal dari titik cabang serabut yang memediasi
pengecapan. Nervus fasialis mensuplai serabut pengecap pada dua pertiga anterior lidah.
 Pemeriksaan rasa manis (gula) dan asin (garam). Beritahu pasien untuk menutup mata dan menjulurkan lidah,
oleskan sedikit gula atau garam di sisi lidah. Minta pasien untuk mengidentifikasi rasa dan ulangi dengan sampel
lain setelah dia berkumur.
 Serabut sensorik somatik yang dipersarafi oleh nervus fasialis mempersarafi telinga bagian dalam dan area kecil di
belakang telinga, tetapi sulit untuk dinilai secara objektif. Tes audiologi diperlukan jika pendengaran terganggu.
REFLEKS SARAF WAJAH

 Refleks orbicularis oculi

Perkusi jari lembut dari glabella sambil mengamati kedipan yang tidak disengaja dengan setiap stimulus. Cabang aferen
refleks ini dibawa oleh nervus trigeminal, sedangkan respons eferen dibawa oleh nervus facialis. Pada kelumpuhan
nervus facialis perifer  refleks ini melemah atau tidak ada pada sisi yang terkena.
 Penutupan kelopak mata

Refleks ini, serat aferen dibawa oleh nervus facialis dan serat eferen di nervus okulomotor ke musculus rektus superior.
Pada Bell palsy, refleks ini terlihat karena kegagalan penutupan kelopak mata.
 Refleks kornea

Merangsang kornea dengan gumpalan kapas  menyebabkan penutupan refleks kedua mata. Sisi yang terkena
menunjukkan menutup dengan lambat atau tidak menutup saat diuji di kedua sisi. Serabut aferen sensorik dibawa oleh
nervus trigeminal dan serat eferen motorik dibawa oleh nervus facialis.
GRADE KELUMPUHAN WAJAH

Skala House-Brackmann adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menilai tingkat kelumpuhan wajah
dan untuk memprediksi pemulihan. Grade I sampai VI, grade I menunjukkan fungsi normal dan grade VI
menunjukkan paralisis total. Pasien dengan beberapa fungsi motorik yang masih normal umumnya memiliki
pemulihan yang baik, tetapi pasien dengan kelumpuhan total memiliki defisit residual jangka panjang.
TABEL 2
Differential diagnosis pada Bell palsy
Differential diagnosis Penyebab Karakteristik yang membedakan
Lesi sistem saraf pusat Stroke Nyeri sakit kepala, kelemahan ekstremitas, beberapa
  tanda neurologis
Penyakit autoimun Guillain-Barré syndrome Kelemahan yang meningkat, refleks tidak ada
   
 Multiple sclerosis Tanda-tanda neuron motorik atas, abnormal
cairan serebrospinal
Penyakit metabolik Diabetes Glukosa darah meningkat
Penyakit infeksi Patogen virus, bakteri, jamur Nyeri kepala, demam, tanda-tanda meningeal, cairan
Meningitis, encephalitis serebrospinal abnormal

Herpes simplex Reaktivasi virus herpes simpleks tipe 1 dari Demam, malaise
ganglion genikulatum
TABEL 2
Differential diagnosis pada Bell palsy

Differential diagnosis Penyebab Karakteristik yang membedakan

Penyakit infeksi
Lyme disease Borrelia burgdorferi Ruam, artralgia, malaise, kelumpuhan wajah bilateral
     
   
Ramsay Hunt syndrome Varicella zoster Nyeri, vesicular eruption
Granulomatous disease Sarcoidosis Kelumpuhan wajah bilateral, peningkatan enzim
pengubah angiotensin
Neoplasma Tumor parotis, tumor saraf wajah, metastasis Onset yang berbahaya, massa yang teraba, keterlibatan
parsial dari cabang saraf wajah
LESI OTAK

 Jarang terjadi kelumpuhan wajah akibat lesi otak kortikal atau subkortikal karena traktus kortikobulbar dan
kortikospinalis berjalan dalam jarak yang berdekatan.
 Tanda-tanda kortikal seperti hemiparesis, kehilangan hemisensori, lalai dan disartria  lesi pada korteks serebral.
 Lesi batang otak dapat terjadi kelumpuhan nervus cranial ipsilateral multipel dan kelemahan ekstremitas
kontralateral. Sarcoidosis dan karsinomatosis leptomeningeal cenderung mengenai dasar kranial dan terjadi
neuropati kranial multipel.
 Tumor otak atau kelenjar parotis memiliki onset yang berbahaya, dapat menyebabkan tanda-tanda sistemik seperti
demam, kedinginan dan penurunan berat badan. Nyeri kepala, kejang dan gangguan pendengaran menunjukkan
lesi intrakranial. Massa yang teraba di dekat telinga, leher atau kelenjar parotis memerlukan imaging facial untuk
mencari tumor kelenjar parotis.
INFEKSI

 Sejumlah infeksi dapat menyebabkan kelumpuhan wajah akut. Yang paling umum adalah virus herpes simpleks
dan varicella zoster. Virus herpes simpleks, sindrom Ramsay Hunt dan Lyme disease menyebabkan nyeri serta
perubahan kulit. Eritema membran timpani menandakan otitis media, terutama terjadi nyeri telinga dan gangguan
pendengaran.
 Sindrom Ramsay Hunt disebabkan oleh reaktivasi virus herpes zoster dari ganglion genikulatum yang
mempengaruhi nervus facialis. Pemeriksaan canal auditory dan orofaring dapat ditemukan vesikel.
 Pada Lyme disease, kelumpuhan wajah merupakan neuropati kranial yang paling umum, terlihat pada 50% hingga
63% pasien dengan meningitis Borrelia burgdorferi. Pada orang dengan riwayat ruam, artralgia, gigitan kutu atau
bepergian ke daerah endemik, titer Lyme harus diperiksa sebelum pemberian kortikosteroid.
 Kelumpuhan wajah bilateral jarang terjadi dan hanya ditemukan kurang dari 1% pada pasien dengan Lyme
disease, sindrom Guillain-Barré, sarkoidosis, diabetes mellitus, infeksi virus dan pontine glioma.
EVALUASI DIAGNOSTIK

Rujukan ke spesialis yang sesuai seperti spesialis neurologi, otolaryngologi, optometri, ophthalmologi
disarankan jika pasien memiliki kelemahan otot dahi, neuropati kranial multipel, tanda-tanda infeksi atau kelemahan
terus menerus tanpa perbaikan yang signifikan dalam 3 minggu.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

 Jumlah sel darah lengkap dengan diferensial dapat menunjukkan infeksi atau gangguan limfoproliferatif. Dapat
juga dilakukan skrining untuk diabetes mellitus dengan glukosa darah puasa atau hemoglobin A1c, jika terdapat
indikasi. Di daerah Lyme endemik, pasien harus menjalani uji enzyme-linked immunosorbent assay atau tes
antibodi fluoresen indirect untuk mengevaluasi penyakit. Jika positif  diagnosis Lyme disease harus
dikonfirmasi dengan Western blot. Jika ada vesikel pada pemeriksaan, periksa antibodi serum untuk herpes zoster.
Apabila gejala klinis mendukung dapat dilakukan angiotensin converting enzime, human immunodeficiency virus,
dan inflamatory marker.
 Analisis cairan serebrospinal umumnya tidak membantu dalam mendiagnosis Bell palsy tetapi dapat
membedakannya dari sindrom Guillain-Barré, karsinomatosis leptomeningeal dan infeksi yang melibatkan sistem
saraf pusat.
IMAGING

 Imaging tidak dianjurkan dalam evaluasi awal Bell palsy kecuali gejala dan pemeriksaannya tidak khas.
 Dari 5% hingga 7% kasus kelumpuhan wajah disebabkan oleh tumor, seperti neuroma wajah, kolesteatoma,
hemangioma, meningioma, baik benign maupun malignant. Oleh karena itu, pada pasien dengan gejala awal yang
tidak membaik dalam waktu sekitar 3 minggu, CT scan dengan kontras atau gadolinium-enhanced magnet pada
canal auditory dan facialis diperlukan.
ELEKTRODIAGNOSTIK

Tes elektrodiagnostik bukan bagian dari evaluasi Bell palsy akut, tetapi pada pasien dengan kelumpuhan total,
tes ini dapat membantu menilai tingkat cedera saraf dan kemungkinan pemulihan, terutama karena pasien dengan
kelumpuhan total memiliki risiko lebih tinggi terjadi pemulihan yang tidak sempurna Studi elektrodiagnostik harus
dilakukan setidaknya 1 minggu setelah timbulnya gejala untuk menghindari hasil negatif palsu.
TERAPI

Lindungi mata
 Pasien yang tidak dapat menutup mata sepenuhnya harus diajari tentang perawatan pelindung mata untuk
mencegah keratopati. Seperti penggunaan tetes mata sebagai pelumas, biasanya menggunakan air mata buatan
dan diteteskan siang hari atau salep mata dioleskan sebelum tidur.
 Dokter juga harus merekomendasikan kacamata pelindung seperti penggunaan kacamata hitam di siang hari.
Penutup mata pada malam hari mungkin berguna tetapi bisa berbahaya jika terlalu ketat. Pasien dengan
kehilangan penglihatan atau iritasi mata harus dirujuk ke dokter spesialis mata.
TERAPI

KORTIKOSTEROID
 Kortikosteroid direkomendasikan dalam 72 jam pertama
 Pada dua uji klinis acak (dilakukan oleh Sullivan et al pada 511 pasien dan Engström et al pada 829 pasien), prednisolon
ditemukan bermanfaat jika dimulai dalam 72 jam dari onset gejala.
 Pedoman terbaru dari American Academy of Neurology, diperbarui pada tahun 2012, menyatakan, "Untuk pasien dengan Bell
palsy baru, steroid sangat efektif dan harus diberikan untuk meningkatkan kemungkinan pemulihan fungsi nervus facialis"
(selain itu menyimpulkan bahwa efek samping kortikosteroid umumnya kecil dan sementara).
 Pedoman dari American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery yang diterbitkan pada tahun 2013,
merekomendasikan kortikosteroid oral dalam waktu 72 jam setelah timbulnya gejala Bell palsy untuk pasien berusia 16 tahun ke
atas. Rekomendasinya adalah pemberian kortikosteroid selama 10 hari dengan setidaknya 5 hari pada dosis tinggi (prednisolon
50 mg per oral setiap hari selama 10 hari, atau prednison 60 mg per oral setiap hari selama 5 hari, diikuti dengan penurunan dosis
selama 5 hari). Manfaat kortikosteroid setelah 72 jam masih belum jelas.
TERAPI
TABEL 3
Rekomendasi perawatan Bell palsy untuk orang dewasa yang datang dalam waktu 72 jam

Kelas obat Nilai rekomendasi Contoh


Corticosteroids A (ditetapkan sebagai efektif) - Prednison 50 mg per oral setiap hari selama 5 hari,
dilanjutkan dengan 10 mg setiap hari selama 5 hari
- Prednisolon 50 mg per oral setiap hari selama 10 hari

Antivirals C (mungkin efektif) - Valacyclovir 1 g tiga kali sehari selama 7 hari


- Asiklovir 400 mg lima kali sehari selama 7 hari

Meskipun pedoman merekomendasikan kortikosteroid, pemberian pada pasien diabetes dan wanita hamil perlu dipertimbangkan.
Penggunaan disarankan karena tidak semua pasien dengan Bell palsy perlu dirawat. Sebagian besar sembuh secara spontan, terutama
dengan gejala ringan.
 
TERAPI

ANTIVIRUS
Terapi antivirus belum terbukti bermanfaat pada Bell palsy dan pedoman saat ini tidak merekomendasikan terapi
antivirus oral saja. Namun, antivirus yang dikombinasikan dengan kortikosteroid dapat bermanfaat jika dimulai
dalam waktu 72 jam dari onset gejala. Pasien yang diberi terapi antivirus harus memahami bahwa manfaatnya belum
ditetapkan.
TERAPI

SURGICAL DECOMPRESSION
Surgical decompression masih kontraversial. Tinjauan oleh Cochrane pada tahun 2011 menemukan bukti yang
tidak cukup mengenai keamanan dan kemanjuran intervensi bedah di Bell palsy. Pembedahan harus dipertimbangkan
hanya untuk pasien dengan kelumpuhan lengkap dibandingkan dengan sisi yang tidak terpengaruh.
TERAPI

AKUPUNKTUR
Saat ini, tidak direkomendasikan untuk akupunktur dalam pengobatan Bell palsy. Sebuah uji klinis acak
menunjukkan manfaat dari akupunktur yang dikombinasikan dengan kortikosteroid, tetapi penelitian berkualitas
tinggi untuk mendukung penggunaannya masih kurang.
TERAPI

TERAPI FISIK
Tidak ada cukup bukti untuk menunjukkan bahwa terapi fisik memiliki manfaat atau berbahaya pada Bell palsy.
Namun, beberapa penelitian berkualitas rendah menunjukkan bahwa latihan wajah dan terapi pantomim dapat
meningkatkan fungsi pada pasien dengan kelumpuhan sedang.
FOLLOW UP

 Pasien harus diinstruksikan untuk kontrol pada 2 minggu bertujuan melaporkan perbaikan gejala dan dievaluasi
lagi pada 1 bulan, dengan perhatian khusus pada kelemahan wajah dan iritasi mata. Evaluasi lebih lanjut
diperlukan jika belum ada perbaikan, jika gejala memburuk atau jika gejala baru telah muncul.
 Dampak psikososial Bell palsy tidak dapat diabaikan karena cacat dapat menurunkan kepercayaan diri dan
hubungan sosial. Rujukan yang tepat ke dokter spesialis oftalmologi, neurologi, otolaryngologist atau bedah
plastik jika diperlukan.
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

 Sebagian besar pasien dengan Bell palsy sembuh total, tetapi sebanyak 30% memiliki gejala sisa selama 6 bulan.
Meskipun Bell palsy biasanya memiliki perjalanan monofasik, sebesar 7-12% pasien mengalami kekambuhan.
 Komplikasi jangka panjang dapat terjadi kelemahan wajah residual, sinkinesis wajah, kontraktur wajah dan kejang
wajah. Penutupan mata yang tidak lengkap dapat dilakukan pembedahan (tarsorrhaphy) untuk mencegah ulserasi
kornea. Sinkinesis wajah disebabkan oleh regenerasi saraf yang tidak sempurna dan terjadi pada 15-20% pasien
setelah pemulihan dari Bell palsy. Pasien mungkin mengalami robekan saat mengunyah ("crocodile tears"),
gerakan sudut mulut bergerak-gerak tanpa kontrol atau menutup mata ipsilateral ketika rahang terbuka ("jaw-
winking"). Kontraktur wajah, sinkinesis wajah, dan kejang wajah dapat diobati dengan injeksi toksin botulinum.

Anda mungkin juga menyukai