Anda di halaman 1dari 10

SKENARIO

Wajahku Merot...

Seorang perempuan berusia 31 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan utama mulut merot.
Disadari ketika penderita bangun pagi ingin menggosok gigi sambil melihat ke cermin. Mata tidak
bisa dipejamkan, dahi tidak bisa diangkat dan sudut mulut tertinggal terkait sisi kiri. Makanan sulit
dikunyah pada sisi kiri mulut dan bila makan disertai keluar air mata, tidak ada demam, penyakit ini
baru pertama kali diderita. Tidak ada riwayat dalam keluarga yang menderita penyakit yang sama.

Malam sebelumnya penderita begadang menonton orkes dangdut sampai larut malam.

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : GCS 15
Tanda vital : TD 120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, RR 20x/menit, Temp 37,0˚C

Pemeriksaan Neurologis :
Pada pemeriksaan kranialis:
Nervus VII sinistra didapatkan parase tipe perifer berupa : mulai dari tutup mata
hiperakusis terdapat lagophtalmus (+), tidak bisa mengangkat dan mengerutkan dahi, sudut
mulut tertinggal ketika disuruh meringgis, sulit bersiul dan menggembungkan pipi.
Pemeriksaan nervi kranialis lain dalam batas normal.
BAB I
KATA SULIT
1. Parase tipe perifer : kelumpuhan yang terjadi pada LMN (lower motorik neuron).
Kelumpuhan fungsi otot sebagian.
2. Lagophtalmus : keadaan dimana seseorang tidak bisa sepenuhnya menutup kelopak mata.
3. Crocodile tears syndrome : bogorat syndrome, terjadi keluarnya air mata ketika makan,
minum pada bell’s palsy.
Terjadi ketika sudah menjadi komplikasi bell’s palsy.
4. Hiperakusis : gangguan pendengaran, terlalu peka terhadap suara normal. Sensitivitas tinggi
terhadap suara. Ambang pendengaran terlalu rendah.
5. Mulut merot : mulut yang mencong. kelemahan nervus fasialis (untuk ekspresi muka)
6. Nervus VII : nervus fasialis digunakan untuk ekspresi muka. Selain itu, memberikan rasa 2/3
lidah, saliva. Memiliki 2 divisi, motorik (otot-otot wajah) dan aferen (pengecapan 2/3
anterior lidah, sublingual, submandibula, lakrimal).

BAB II
RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa mulut pr tersebut merot?
2. Mengapa tmata tiak bisa dipejamkan, dahi tidak bisa diangkat?
3. Adakah keterkaitan aktivitas pasien sebelumnya dan keluhan?
4. Mengapa mulut tertinggal pada bagian sisi kiri?
5. Mengapa makanan sulit dikunyah pada sisi kiri dan disertai air mata?
6. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dan usia dengan keluhan?
7. Mengapa px tsb mengalami hiperakusis?
8. Mengapa pasien mengalami lagophtalmus?
9. Mengapa pasien sulit bersiul dan menggembungkan pipi?
10. Pemeriksaan nervi kranialis lain apakah yang dilakukan?
BAB III
BRAINSTORMING
1. Mengapa mulut perempuan tersebut merot?
Adanya kelumpuhan dari saraf yang menginervasi wajah, terutama dalam kemampuan
motorik. Kelumpuhan saraf yang dimaksud adalah adanya parese pada n. fasialis, lesi pada
area nukleus yang dipersarafi hemisphere kontralateral. Maka dari itu merot pada bagian kiri.
Secara spesifik, kejadian mulut perempuan tersebut merot karena terjadi kelumpuhan
m.orbikularis oris sebelah kiri dan kelumpuhan di m.levator anguli oris (di sekitar mulut)
yang keduanya dipersarafi oleh n. fasialis. Sehingga apabila terdapat lesi pada n. fasialis,
maka kedua otot tersebut akan mengalami parese atau kelumpuhan.
2. Mengapa mata tidak bisa dipejamkan, dahi tidak bisa diangkat?
Adanya kelumpuhan dari saraf yang menginervasi wajah, terutama dalam kemampuan
motorik. Kelumpuhan saraf yang dimaksud adalah adanya parese pada n. Fasialis.
Secara spesifik, kejadian dahi perempuan tersebut tidak dapat diangkat karena terjadi
kelumpuhan frontal belly of occipitofrontalis bagian kiri yang dipersarafi oleh n. fasialis.
Sehingga apabila terdapat lesi pada n. fasialis, maka otot tersebut akan mengalami parese
atau kelumpuhan.
Pada kasus ini, bagian saraf yang terkena lesi adalah bagian Lower Motoric Neuron
(LMN), terbukti dengan adanya parese bagian lower face (mulut merot) yang terjadi
bersamaan dengan parese bagian upper face (dahi tidak bisa diangkat). Sehingga, nervus
fasialis yang terkena lesi adalah bagian nervus fasialis yang mempersarafi upper face dan
lower face sebelah kiri. Pada daerah pons akan keluar cabang nervus fasialis yang
mempersarafi upper face dan lower face. Percabangan saraf tersebut berasal dari korteks
serebri region presentralis motorik pada area IV. Upper face mendapatkan persarafan dari
korteks serebri kanan maupun kiri (ipsilateral dan kontralateral). Sementara itu, lower face
hanya mendapat persarafan dari korteks serebri yang bersebrangan saja (kontralateral). Hal
inilah yang membedakan antara parase infranuklear atau perifer dengan parese supranuklear.
Pada UMN, mulut merot pada sebelah kiri tidak diikuti oleh parese pada daerah dahi.
3. Adakah keterkaitan aktivitas pasien sebelumnya dan keluhan?
Diketahui pasien sebelumnya begadang menonton orkes dangdut sampai larut malam.
Kemungkinan besar pasien mengalami sensasi kedinginan karena berada di luar rumah
hingga tengah malam. Dingin akan mengganggu saraf fasialis karena dingin dapat
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang diikuti vasospasme. Vasospasme
selanjutnya akan berdampak pada terjadinya iskemi pada saraf fasialis. Iskemi pada saraf
fasialis dapat menyebabkan terjadinya parese pada saraf fasialis.
4. Mengapa mulut tertinggal pada bagian sisi kiri?
Adanya kelumpuhan dari saraf yang menginervasi wajah, terutama dalam kemampuan
motorik. Kelumpuhan saraf yang dimaksud adalah adanya parese pada n. fasialis, lesi pada
area nukleus yang dipersarafi hemisphere kontralateral. Maka dari itu merot pada bagian kiri.
Secara spesifik, kejadian mulut perempuan tersebut merot karena terjadi kelumpuhan
m.orbikularis oris sebelah kiri dan kelumpuhan di m.levator anguli oris (di sekitar mulut)
yang keduanya dipersarafi oleh n. fasialis. Sehingga apabila terdapat lesi pada n. fasialis,
maka kedua otot tersebut akan mengalami parese atau kelumpuhan.
5. Mengapa makanan sulit dikunyah pada sisi kiri dan disertai air mata?
Adanya kelumpuhan dari saraf yang menginervasi wajah, terutama dalam kemampuan
motorik mengunyah. Kelumpuhan saraf yang dimaksud adalah adanya parese pada n.
fasialis.
Secara spesifik, kejadian sulit mengunyah pada sisi kiri wajah terjadi karena
kelumpuhan m.masseter sebelah kiri yang juga dipersarafi oleh n. fasialis. Sehingga apabila
terdapat lesi pada n. fasialis, maka otot tersebut akan mengalami parese atau kelumpuhan
dan pasien kesulitan mengunyah pada daerah tersebut.
Sementara itu, kejadian keluarnya air mata saat makan terjadi karena adanya sproting
dari nervus fasialis. Seperti yang telah diketahui bahwa saraf otonom nervus fasialis
memiliki percabangan ke kelenjar saliva di kavum oris dan kelenjar lakrimal di mata.
Kejadian sproting menggambarkan kesalahan jalur penghantaran impuls karena adanya lesi
pada saraf yang menginervasi. Dalam keadaan normal, kelenjar saliva akan dirangsang untuk
mensekresikan mukus pada saat proses mengunyah atau makan. Akan tetapi, adanya lesi
pada saraf fasialis menyebabkan kesalahan penghantaran impuls, yang seharusnya saraf
fasialis menginduksi kelenjar saliva mensekresi saliva berganti menjadi menginduksi
kelenjar lakrimalis memproduksi air mata.
6. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dan usia dengan keluhan?
a) Penyakit yang diduga yaitu bell’s palsy, berdasarkan faktor resiko tidak ada kaitan
dengan jenis kelamin maupun usia.
b) Usia lebih tua lebih sering terjadi bell’s palsy
7. Mengapa px tsb mengalami hiperakusis?
Adanya kelumpuhan dari saraf yang menginervasi wajah, terutama dalam kemampuan
motorik. Kelumpuhan saraf yang dimaksud adalah adanya parese pada n. fasialis.
Secara spesifik, kejadian hiperakusis yang dialami pasien terjadi karena kelumpuhan m.
stapedius yang dipersarafi oleh n. fasialis. M. stapedius memiliki fungsi menstabilkan tulang
pendengaran dan membantu penghantaran getaran suara ke telinga dalam. Sehingga apabila
terdapat lesi pada n. fasialis yang mempersarafi m. stapedius, maka dapat terjadi osilasi lebar
tulang sanggurdi yang menyebabkan peninggian getaran suara, yang mana hal ini akan
bermanifestasi terhadap terjadinya hiperakusis. Selain itu, lesi pada n. fasialis juga memiliki
pengaruh pada n. aurikularis dan korda timphani yang memiliki fungsi pada indera
pendengaran.
8. Mengapa pasien mengalami lagophtalmus?
Adanya kelumpuhan dari saraf yang menginervasi wajah, terutama dalam kemampuan
motorik. Kelumpuhan saraf yang dimaksud adalah adanya parese pada n. fasialis.
Secara spesifik, kejadian lagophtalmus terjadi karena kelumpuhan m. orbikularis okuli
pars palpebra. sebelah kiri yang dipersarafi oleh n. fasialis. Sehingga apabila terdapat lesi
pada n. fasialis, maka otot tersebut akan mengalami parese atau kelumpuhan yang memiliki
manifestasi sulit menutup mata (lagophtalmus).
9. Mengapa pasien sulit bersiul dan menggembungkan pipi?
Adanya kelumpuhan dari saraf yang menginervasi wajah, terutama dalam kemampuan
motorik. Kelumpuhan saraf yang dimaksud adalah adanya parese pada n. fasialis.
Secara spesifik, kejadian sulit bersiul dan menggembungkan pipi terjadi karena
kelumpuhan pada m. orbicularis oris, m. depressor angul oris, m. bussinator sebelah kiri
yang dipersarafi oleh n. fasialis. Sehingga apabila terdapat lesi pada n. fasialis, maka otot-
otot tersebut akan mengalami parese atau kelumpuhan yang memiliki manifestasi sulit
bersiul dan menggembungkan pipi.
10. Pemeriksaan nervi kranialis lain apakah yang dilakukan?
Pemeriksaan V (sensasi wajah) dan nervus VIII (menggunakan garpu tala (weber dan
rine test, swabach test)
11. Mengapa keluar air mata saat makan?
Adanya kelumpuhan dari saraf yang menginervasi wajah, terutama dalam kemampuan
motorik mengunyah. Kelumpuhan saraf yang dimaksud adalah adanya parese pada n.
fasialis.
Secara spesifik, kejadian sulit mengunyah pada sisi kiri wajah terjadi karena
kelumpuhan m.masseter sebelah kiri yang juga dipersarafi oleh n. fasialis. Sehingga apabila
terdapat lesi pada n. fasialis, maka otot tersebut akan mengalami parese atau kelumpuhan
dan pasien kesulitan mengunyah pada daerah tersebut.
Sementara itu, kejadian keluarnya air mata saat makan terjadi karena adanya sproting
dari nervus fasialis. Seperti yang telah diketahui bahwa saraf otonom nervus fasialis
memiliki percabangan ke kelenjar saliva di kavum oris dan kelenjar lakrimal di mata.
Kejadian sproting menggambarkan kesalahan jalur penghantaran impuls karena adanya lesi
pada saraf yang menginervasi. Dalam keadaan normal, kelenjar saliva akan dirangsang untuk
mensekresikan mukus pada saat proses mengunyah atau makan. Akan tetapi, adanya lesi
pada saraf fasialis menyebabkan kesalahan penghantaran impuls, yang seharusnya saraf
fasialis menginduksi kelenjar saliva mensekresi saliva berganti menjadi menginduksi
kelenjar lakrimalis memproduksi air mata.

BAB IV
PETA MASALAH
Faktor
Risiko
Wanita
31 tahun
Epidemiologi

Patofisiologi
Pemeriksaan
Etiologi
Penunjang
Komplikasi
Gejala klinis ANAMNESA PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Prognosis
- Mulut merot -KU: GCS 15 Pemeriksaan nervi kranialis:
Komplikasi - Baru disadari saat pagi hari akan menggosok
gigi dan melihat cermin
-TTV: TD 120/80 mmHg (normal), nadi
80x/menit (normal), RR 20x/menit (normal), Tx
Nerves VII sinistra (N. Facialis) didapatkan
parese tipe perifer berupa: mulai tutup mata,
- Mata tidak bisa dipejamkan, dahi tidak bisa 37 derajat C (normal) hiperakusis terdapat lagophtalmus (+), tidak
diangkat, sudut mulut tertinggal di sisi kiri bisa mengangkat dan mengerutkan dahi,
- Makanan sulit dikunyah pada sisi kiri mulut sudut mulut tertinggal ketika disuruh meringis,
dan bila makan disertai air mata sulit bersiul dan menggembungkan pipi
- Tidak ada demam
- Baru pertama kali diderita Pemeriksaan nerves kranialis lain: dbn
- Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit
yang sama Crocodile tears syndrome
Faktor
risiko

DIAGNOSIS
Kriteria
Diagnosis Klasifikasi
Bell's Palsy

Diagnosis
Tatalaksana PENATALAKSANAAN
banding

Pencegahan

BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Definisi dan Klasifikasi Bell’s Palsy
2. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Epidemiologi Bell’s Palsy
3. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Etiologi Bell’s Palsy
4. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Faktor Risiko Bell’s Palsy
5. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Patofisiologi Bell’s Palsy (+Struktur Anatomi
Peka Nyeri Intra dan ekstra kranial)
6. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Manifestasi klinis Bell’s Palsy
7. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Bell’s Palsy
8. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Kriteria Diagnosis dan Diagnosis Bell’s Palsy
9. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Diagnosis banding Bell’s Palsy
10. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Tatalaksana Bell’s Palsy (Farmakologis dan
Non Farmakologis, penggunaan,efek)
11. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Prognosis Bell’s Palsy
12. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Komplikasi Bell’s Palsy
13. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Pencegahan Bell’s Palsy
14. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Integrasi mengenai penyakit Bell’s Palsy

BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
1. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Definisi dan Klasifikasi Bell’s Palsy
Definisi
a) Kelemahan wajah keterlibatan nervus fasialis, secara idiopatik
b) Nervus fasialis perifer
c) Kondisi ini menyebabkan pasien tidak bisa menggerakan wajah secara sadar (volunter)
Klasifikasi
a) Berdasarkan derajat keparahan
1) I : gerakan wajah normal, tidak ada synkinesis
2) II: deformitas ringan, synkinesis ringan, dahoi berfungsi secara noemal, asimetri
3) III : sedang, kelemahan mata, asimetri, gas phenomenon muncul
4) IV : kelemahan wajah, synkinesis, wajah tidak bisa digerakkan
5) V: kelumpuhan wajah, tidak dapat menutup mata
6) VI : total, tidak ada gerakan sama sekali.
2. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Epidemiologi Bell’s Palsy
¾ kelumpuhan kasus paling sering di dunia, lebih sering terjadi pada wanita dewasa,
imunokompremis, wsnits hamil
60-70% kelumpuhan perifer, undulateral.
3. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Etiologi Bell’s Palsy
a) Cenderung asimtomatis, cenderung karena virus, simtomatis bisa karena fraktur pada basis
cranii, lyme disease.
b) Herpes simplex virus (HSV)
c) Kongenital : syndroma moergius, trauma lahir.
4. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Faktor Risiko Bell’s Palsy
a) Wanita hamil, infeksi saluran napas, diabetes, serangan berulang bell’s palsy
b) begadang
5. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Patofisiologi Bell’s Palsy (+Struktur Anatomi)
a) Terpapar sesuatu  inflamasi  diameter n. VII bertambah  tertekan karena bentuk
foramen mengerucut
b) Iskemik tekanan lokal  kurang aliran darah  total aksonotmesis (kerusakan akson)
6. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Manifestasi klinis Bell’s Palsy
a) Semua yang diinervasi nervus VII akan turun fungsinya, tergantung muskulus yang
terkena.
b) Lower :
Upper :
7. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Bell’s Palsy
Pemeriksaan Fisik :
Ekspresi wajah
Pemeriksaan penunjang :
Uji kepekaan saraf
Uji konduksi saraf
Elektromiograf
Uji fungsi pengecap
Uji schirmer
CT scan (menyingkirkan fraktur) dan MRI (menyingkirkan neoplasma)
8. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Kriteria Diagnosis dan Diagnosis Bell’s Palsy
a) Terjadi parase atau paralisis pada bagian sebelah.
b) Kejadian lebih dari 8 minggu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
c) Ketiadaan penyakit sistem saraf pusat.
9. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Diagnosis banding Bell’s Palsy
a) Stroke
b) Lyme disease
c) Ramsay hunt syndrome
d) Otitismedia
e) Parese sentral dan perifer.
10. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Tatalaksana Bell’s Palsy (Farmakologis dan
Non Farmakologis, penggunaan,efek)
Non farmakologis : terapi wajah
Farmakologis:
1) Steroid
2) Antiviral
3) Kombinasi
Pembedahan :
Manajemen primer dan sekunder
11. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Prognosis Bell’s Palsy
85% akan sembuh setelah minggu ketiga, 15% 3 – 6 bulan
Prognosis buruk ketika ada diabetes, wanita hamil bell’s palsy, penyembuhan lebih lambat
Residual manifestasi yaitu kelemahan sebagian pada wajah atau pergerakan (akson rusak dan
regenari yang salah (missdirection))
12. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Komplikasi Bell’s Palsy
a) Regenerasi sensorik incomple : tidak bisa mengecap, gangguan
b) Regenarasi motorik incomplete
c) Reinervasi saraf yang salah (sproting)
d) Synkinesis
e) Crocodile tears syndrome
f) Klonik fasialspasme
13. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Pencegahan Bell’s Palsy
a) Hindari terpapar udara dingin
b) Gaya hidup : pola makan dan olahraga
14. Mahasiswa Memahami dan dapat menjelaskan Integrasi mengenai penyakit Bell’s Palsy
a) Al-Qur’an, malam untuk tidur siang untuk bekerja
Udara malam dapat memicu bell’s palsy  kurangilah keluar malam.

BAB VII
PETA KONSEP
penggunaan air mata buatan (artificial
tears), pelumas (saat tidur), kaca mata,
plester mata, penjahitan kelopak
mata atas, atau tarsorafi lateral
(penjahitan bagian lateral kelopak mata
atas
dan bawah)
m. orbikularis

Mata terasa berair

Borrelia burgdorferi
Herpes simplex,
Epstein-Barr,
Varicella Zoster

Mata menjadi kering

Lagophtalmus

Pengecapan menghilang
2/3 anterior

Hiperakusis
Dropping mouth

Paralisis semua otot


ekspresi wajah

Mulut menjadi kering

Bell's phenomenon Rehabilitasi fasial

Dosis pemberian prednison (maksimal


Masase dari otot yang lemah dapat
40- 60 mg/hari) dan
dikerjakan secara halus
prednisolon (maksimal 70 mg) adalah 1
dengan mengangkat wajah ke atas dan
mg per kg per hari peroral selama
membuat gerakan melingkar
enam hari diikuti empat hari tappering

SOAP

Subjective
Wanita, 31 tahun
KU: Mulut merot pagi hari.
RPS:
- Mata tidak bisa dipejamkan
- dahi tidak bisa diangkat
- sudut mulut tertinggal di sisi kiri
- sulit mengunyah pada sisi kiri mulut
- bila makan disertai air mata
- setelah begadang
RPD: Tidak ada, tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit serupa
RSE: -
Objective
Pada pemerisaan fisik didapatkan:
-KU GCS 15
-TTV normal
Pemeriksaan Neurologis:
Pemeriksaan nervi kranialis:
Nerves VII sinistra (N. Facialis) didapatkan parese tipe perifer berupa: mulai
tutup mata, hiperakusis terdapat lagophtalmus (+), tidak
bisa mengangkat dan mengerutkan dahi, sudut mulut tertinggal ketika disuruh
meringis, sulit bersiul dan menggembungkan pipi

Pemeriksaan nerves kranialis lain: dbn

Crocodile tears syndrome

Assessment 1
WDx: Parase nervus VII perifer suspect Bell’s Palsy
DDx: Stroke, tumor otak
Planning 1
 CT Scan
Assessment 2
Bell’s Palsy
Planning 2
Tata Laksana Farmakologis
Prednison (maksimal 40- 60 mg/hari) dan prednisolon (maksimal 70 mg) adalah 1 mg per kg per
hari peroral selama enam hari diikuti empat hari tappering off

Tata Laksana Non-Farmako


a. KIE: Rehabilitasi otot wajah

Anda mungkin juga menyukai