Adaptif
Mal Adaptif
3. Penyebab
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobilogi
c. Meurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. Psikologis
2. Faktor presipitasi
1. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3. Adanya gejala pemicu
4. Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :
1. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang
menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini
hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka
menyendiri.
2. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik
dengan halusinasinya dan tidak bias membedakan realitas.
3. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa
klien berkeringat, dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain di lingkungan.
Perilaku klien :
Perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu
orang.
5. Jenis dan Tanda-Tanda Halusinasi
Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif
Halusinasi Bicara atau ketawa sendiri Mendengar suara atau
pendengaran Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
Mengarahkan telinga kearah Mendengar suara yang
tertentu bercakap-cakap
Menutup telinga Mendengar suara yang
menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya
Halusinasi Menujuk-nunjuk kearah tertentu Melihat bayangan,
penglihatan Ketakutan kepada sesuatu yang sinar bentuk geometris,
tidak jelas bentuk kartoon,
melihat hantu atau
monster
Halusinasi Menghidu Seperti Sedang Membaui bau-bauan
penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine,
Menutup hidung fases kadang-kadang bau
itu menyenangkan
Halusinasi Sering meludah Merasakan rasa seperti
pengecap Muntah darah, urine atau fases
Halusinasi Menggaruk-garuk permukaan Menyatakan ada serangga
perabaan kulit di permukaan kulit
Merasakan tersengat
listrik
6. Proses keperawatan
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobiology
c. Neurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. Psikologis
2. Faktor presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3. Mekanisme koping
a. Regresi
b. Proyeksi
c. Menarik diri
4. Perilaku halusinasi
a. Isi halusinasi
b. Waktu terjadinya
c. Frekuensi
d. Situasi pencetus
e. Respon klien saat halusinasi
7. Gangguan sensori persepsi halusinasi
Tujuan Kriteria evaluasi Interval
Pasien mampu : Setelah …………..x SP 1
Mengenali pertemuan, pasien Bantu pasien mengenal
halusinasi dapat menyebutkan : halusinasi (isi, waktu
yang Isi waktu, terjadinya, frekuensi, situasi
dialaminya frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat
Mengontrol pencetus, perasaan terjadi halusinasi)
halusinasinya Mampu Latih mengontrol halusinasi
Mengikuti memperagakan dengan cara menghardik.
program cara dalam Tahapan tindakannya meliputi :
pengobatan mengontrol Jelaskan cara menghardik
halusinasi. halusinasi
Peragakan cara menghardik
Minta pasien
memperagakan ulang
Pantau penerapan cara ini,
beri penguatan perilaku
pasien
Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah ……..x SP 2
pertemuan, pasien Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : (SP 1)
Menyebutkan Latih berbicara/bercakap
kegiatan yang dengan orang lain saat
sudah dilakukan halusinasi muncul
Memperagakan Masukkan dalam jadwal
cara bercakap- kegiatan pasien
cakap dengan
orang lain
Setelah …..x SP 3
pertemuan pasien Evaluasi kegiatan lalu
mampu : (SP2)
Menyebutkan Latih kegiatan agar
kegiatan yang halusinasin tidak muncul
sudah dilakukan Tahapannya :
Membuat jadwal Jelaskan pentingnya
kegiatan sehari- aktivitas yang teratur untuk
hari dan mampu mengatasi halusinasi
memperagakannya Diskusikan aktivitas yang
biasa dilakukan oleh pasien
Latih pasien melakukan
aktivitas
Susun jadwal aktivitas
sehari-hari sesuai aktivitas
yang telah dilatih (dari
bangun pagi sampai tidur
malam)
Pantau pelaksanaan jadwal
kegiatan, berikan penguatan
terhadap perilaku yang ( + )
Setelah …….x SP 4
pertemuan, pasien Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : ( SP 1, 2, dan 3)
Menyebutkan Tanyakan program
kegiatan yang pengobatan
sudah dilakukan Jelaskan pentingnya
Menyebutkan penggunaan obat pada
manfaat dari gangguan jiwa
program Jelaskan akibat bila tidak
pengobatan digunakan sesuai program
Jelaskan akibat bila putus
obat
Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
Jelaskan pengobatan (5B)
Latih pasien minum obat
Masukkan dalam jadwal
harian pasien
Keluarga mampu Setelah ……x SP 1
: pertemuan keluarga Identifikasi masalah
Merawat psien di mampu menjelaskan keluarga dalam merawat
rumah dan tentang halusinasi pasien
menjadi system Jelaskan tentang halusinasi
pendukung yang - Pengertian halusinasi
efektif untuk - Jenis halusinasi yang
pasien dialami pasien
- Tanda dan gejala
halusninasi
- Cara merawat pasien
halusinasi ( cara
berkomunikasi,
pemberian obat, dan
pemberian aktivitas
kepada pasien)
- Sumber-sumber
pelayanan ksehatan yang
bias dijangkau
- Bermain peran cara
merawat
- Rencana tindak lanjut
keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat
psien
Setelah…….x SP 2
pertemuan keluarga Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga (SP 1)
Menyelesaikan Latih keluarga merawat
kegiatan yang pasien
sudah dilakukan RTL keluarga/jadwal
Memperagakan keluarga untuk merawat
cara merawat pasien
pasien
Setelah …….x SP 3
pertemuan keluarga Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga (SP 2)
Menyebutkan Latih keluarga merawat
kegiatan yang pasien
sudah dilakukan RTL keluarga/jadwal
Memperagakan keluarga untuk merawat
cara merawat pasien
pasien serta
mampu membuat
RTL
Setelah …….x SP4
pertemuan keluarga Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga
Menyebutkan Evaluasi kemampuan pasien
kegiatan yang RTL keluarga
sudah dilakukan - Follow up
Melaksanakan - Rujukan
Follow up rujukan
B. PERUBAHAN PROSES PIKIR WAHAM
a. Defenisi
o Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara
kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998).
o Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan
kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara
logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasa; dari pemikiran klien
yang sudah kehilangan control (Depkse RI, 2000).
o Waham adalah suatu seyakinan seseorang yang berdasarkan
penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten
dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya,
ketidakmampuan merespons stimulus internal dan eksetrnal
melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat,
1999).
b. Rentang respon
i. Pohon masalah
l. Diagnose keperawatan
Perubahan proses pikir : waham
Adaptif
Maladaptif
Menyendiri Merasa Menarik diri
Otonomi sendiri Ketergantunga
Bekerjasama Depedensi Manipulasi
Interdependen Curiga Curiga
3. Rentang respons
Kekerasan
Keterangan :
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenagan
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol
5. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control
4. Faktor predisposisi
1. Faktor psikologis
a. Terjadi asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan
b. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masakecil
yang tidak menyenangkan
c. Rasa frustasi
d. Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau lingkungan
e. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya
ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan
dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan
citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya
berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindakan kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri perilaku tindak
kekerasa.
f. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh
peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predsiposisi
biologic
2. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan
teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respons-
respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin
besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat membantu
mendefenisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak
dapat diterima.
Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam
measyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasa.
3. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus (system limbic) ternyata
menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi
limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran
rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman dan
memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatsi,
danhendak menyerang objek yang ada disekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologic, ada beberapa hal yang
dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu
sebagai berikut:
1. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis
mempunyai implikasi dan memfasiliats dan menghambat implus
agresif. System limbic sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
2. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinerprin,
neropineprin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam memfasilitasi dan menghambat implus agresif. Peningkatan
hormone androgen dan nerofienrprin serta penurunan serotonin dan
GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor
predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif
pada seseorang.
3. Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetic termasuk genetic tipe kariotipe XYY,
yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak criminal
(narapidana).
4. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khsususnya pada limbic
dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsy
(epilepsy lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
5. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa
fakor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien
sendiri maupun eksternal dari lingkunga.
3. Lingkungan : panas, padat, dan bising
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat
menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai
berikut :
1. Kesulitan kondisi sosial ekonomi
2. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu
3. Ketidaksipan seoarng ibu dalam merawat anaknya
danketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang dewasa
4. Pelaku mungkin mempunyiai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan
obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat
menghadapi rasa frustasi
5. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
6. Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme kpoing yang
konstruktif dan mengeksplorasikan kemarahannya. Mekanisme koping
yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti
displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial dan reaksi formal.
Perilaku kekerasan
GPS : Halusinasi
Regimen terapeutik
inefektif
Harga diri rendah
kronis Isolasi sosial : menarik
diri
Setelah…..x SP 3
pertemuan keluarga Evaluasi SP 1 dan
mampu menyebutkan SP 2
kegiatan yang sudah Latih langsung ke
dilakukan dan mampu pasien
merawat serta dapat RTL
membuat RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
Setelah …….x SP 4
pertemuan keluarga Evaluasi SP 1, 2,
mampu melaksanakan 3,
follow up dan rujukan Latih langsung ke
serta mampu pasien
menyebutkan RTL keluarga
kegiatan yang sudah - Follow up
dilakukan - Rujukan
Isolasi sosial
Core problem Harga diri rendah kronis
Objektif :
Mengkriktik diri sendiri
Persaan tidak mampu pandangan hidup
pesimis
Tidak menerima pujian
Penurunan produktivitas
Penolakan terhadap kemampuan diri
Kurang memperhatikan perawatan diri
Berpakaian tidak rapi
Berkurang selera makan
Tidak berani menatap lawan bicara
Lebih banyak menunduk
Bicara lambat dengan nada suara lemah
SP 3
Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP 1dan 2)
Memilih kemampuan
ketiga yang dapat
dilakukan
Masukkan dalam jadwal
egiatan pasien
Keluarga mampu Setelah.…..x SP 1
merawat pasien pertemuan, keluarga Identifikasi masalah yang
dengan HDR di mampu : dirasakan dalam merawat
rumah dan menjadi Mengidentifikasi pasien
system pendukung kemampuan yang Jelaskan proses terjadinya
yang efektif bagi dimiliki pasien HDR
pasien Menyediakan Jelaskan tentang cara
fasilitas untuk merawat pasien
pasien melakukan Main peran dalam
kegiatan merawat pasien HDR
Mendorong pasien Susun RTL
melakukan Keluarga/jadwal keluarga
kegiatan untuk merawat pasien
Memuji pasien saat SP 2
pasien dapat Evaluasi kemampuan SP1
melakukan Latih keluarga langsung
kegiatan ke pasien
6. Diagnosa keperawatan
Defisit perawatan diri
- Konflik interpersonal
- Latarbelakang keluarga
- Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
3. Rentang respons
Rentang respons protektif diri
4. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
preidisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiya atau saksi
penganiayaan.
Perilaku
Reinforcement yang dietrima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan control
sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasaan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan diterima (premisive).
Bioneurolggis, banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan
5. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan
yang rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasaan merupakan faktor penyebab
yang lain. Interkasi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan.
6. Mekanisme koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping allternatif.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman
bunuh diri mungkin menujukkan upaya terakhir upaya terkahir untuk
mendapatkan pertolongan agar dapat mengatsi masalah. Bunuh diri yang
terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri
seseorang.
7. Pohon masalah
Effect Bunuh diri