Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

A. GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI


1. Defenisi
 Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara
 Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perubahan atau penghiduan.
 Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata
stimulus/rangsangan dari luar.
2. Rentang respon

Adaptif
Mal Adaptif

 Pikiran logis  Kadang-kadang  Waham


 Persepsi akurat proses pikir  Halusinasi
 Emosi konsisten terganggu  Kerusakan proses
dengan pengalaman  Ilusi emosi
 Perilaku cocok  Emosi berlebihan  Perilaku tidak
 Hubungan sosial  Perilaku yang tidak terorganisasi
harmonis
biasa  Isolasi sosial
 Menarik diri

3. Penyebab
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobilogi
c. Meurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. Psikologis

2. Faktor presipitasi
1. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3. Adanya gejala pemicu
4. Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :
1. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang
menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini
hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka
menyendiri.
2. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik
dengan halusinasinya dan tidak bias membedakan realitas.
3. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa
klien berkeringat, dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain di lingkungan.
Perilaku klien :
Perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu
orang.
5. Jenis dan Tanda-Tanda Halusinasi
Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif
Halusinasi  Bicara atau ketawa sendiri  Mendengar suara atau
pendengaran  Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
 Mengarahkan telinga kearah  Mendengar suara yang
tertentu bercakap-cakap
 Menutup telinga  Mendengar suara yang
menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya
Halusinasi  Menujuk-nunjuk kearah tertentu Melihat bayangan,
penglihatan  Ketakutan kepada sesuatu yang sinar bentuk geometris,
tidak jelas bentuk kartoon,
melihat hantu atau
monster
Halusinasi  Menghidu Seperti Sedang Membaui bau-bauan
penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine,
 Menutup hidung fases kadang-kadang bau
itu menyenangkan
Halusinasi  Sering meludah Merasakan rasa seperti
pengecap  Muntah darah, urine atau fases
Halusinasi  Menggaruk-garuk permukaan Menyatakan ada serangga
perabaan kulit di permukaan kulit
Merasakan tersengat
listrik
6. Proses keperawatan
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobiology
c. Neurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. Psikologis
2. Faktor presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3. Mekanisme koping
a. Regresi
b. Proyeksi
c. Menarik diri
4. Perilaku halusinasi
a. Isi halusinasi
b. Waktu terjadinya
c. Frekuensi
d. Situasi pencetus
e. Respon klien saat halusinasi
7. Gangguan sensori persepsi halusinasi
Tujuan Kriteria evaluasi Interval
Pasien mampu : Setelah …………..x SP 1
 Mengenali pertemuan, pasien  Bantu pasien mengenal
halusinasi dapat menyebutkan : halusinasi (isi, waktu
yang  Isi waktu, terjadinya, frekuensi, situasi
dialaminya frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat
 Mengontrol pencetus, perasaan terjadi halusinasi)
halusinasinya  Mampu  Latih mengontrol halusinasi
 Mengikuti memperagakan dengan cara menghardik.
program cara dalam Tahapan tindakannya meliputi :
pengobatan mengontrol  Jelaskan cara menghardik
halusinasi. halusinasi
 Peragakan cara menghardik
 Minta pasien
memperagakan ulang
 Pantau penerapan cara ini,
beri penguatan perilaku
pasien
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah ……..x SP 2
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : (SP 1)
 Menyebutkan  Latih berbicara/bercakap
kegiatan yang dengan orang lain saat
sudah dilakukan halusinasi muncul
 Memperagakan  Masukkan dalam jadwal
cara bercakap- kegiatan pasien
cakap dengan
orang lain
Setelah …..x SP 3
pertemuan pasien  Evaluasi kegiatan lalu
mampu : (SP2)
 Menyebutkan  Latih kegiatan agar
kegiatan yang halusinasin tidak muncul
sudah dilakukan Tahapannya :
 Membuat jadwal  Jelaskan pentingnya
kegiatan sehari- aktivitas yang teratur untuk
hari dan mampu mengatasi halusinasi
memperagakannya  Diskusikan aktivitas yang
biasa dilakukan oleh pasien
 Latih pasien melakukan
aktivitas
 Susun jadwal aktivitas
sehari-hari sesuai aktivitas
yang telah dilatih (dari
bangun pagi sampai tidur
malam)
Pantau pelaksanaan jadwal
kegiatan, berikan penguatan
terhadap perilaku yang ( + )
Setelah …….x SP 4
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : ( SP 1, 2, dan 3)
 Menyebutkan  Tanyakan program
kegiatan yang pengobatan
sudah dilakukan  Jelaskan pentingnya
 Menyebutkan penggunaan obat pada
manfaat dari gangguan jiwa
program  Jelaskan akibat bila tidak
pengobatan digunakan sesuai program
 Jelaskan akibat bila putus
obat
 Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
 Jelaskan pengobatan (5B)
 Latih pasien minum obat
 Masukkan dalam jadwal
harian pasien
Keluarga mampu Setelah ……x SP 1
: pertemuan keluarga  Identifikasi masalah
Merawat psien di mampu menjelaskan keluarga dalam merawat
rumah dan tentang halusinasi pasien
menjadi system  Jelaskan tentang halusinasi
pendukung yang - Pengertian halusinasi
efektif untuk - Jenis halusinasi yang
pasien dialami pasien
- Tanda dan gejala
halusninasi
- Cara merawat pasien
halusinasi ( cara
berkomunikasi,
pemberian obat, dan
pemberian aktivitas
kepada pasien)
- Sumber-sumber
pelayanan ksehatan yang
bias dijangkau
- Bermain peran cara
merawat
- Rencana tindak lanjut
keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat
psien
Setelah…….x SP 2
pertemuan keluarga  Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga (SP 1)
 Menyelesaikan  Latih keluarga merawat
kegiatan yang pasien
sudah dilakukan  RTL keluarga/jadwal
 Memperagakan keluarga untuk merawat
cara merawat pasien
pasien
Setelah …….x SP 3
pertemuan keluarga  Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga (SP 2)
 Menyebutkan  Latih keluarga merawat
kegiatan yang pasien
sudah dilakukan  RTL keluarga/jadwal
 Memperagakan keluarga untuk merawat
cara merawat pasien
pasien serta
mampu membuat
RTL
Setelah …….x SP4
pertemuan keluarga  Evaluasi kemampuan
mampu : keluarga
 Menyebutkan  Evaluasi kemampuan pasien
kegiatan yang  RTL keluarga
sudah dilakukan - Follow up
 Melaksanakan - Rujukan
Follow up rujukan
B. PERUBAHAN PROSES PIKIR WAHAM
a. Defenisi
o Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara
kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998).
o Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan
kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara
logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasa; dari pemikiran klien
yang sudah kehilangan control (Depkse RI, 2000).
o Waham adalah suatu seyakinan seseorang yang berdasarkan
penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten
dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya,
ketidakmampuan merespons stimulus internal dan eksetrnal
melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat,
1999).
b. Rentang respon

 Pikiran logis  Kadang-kadang  Gangguan isi


 Persepsi akurat proses pikir Halusinasi
 Emosi konsisten terganggu  Perubahan proses
dengan pengalaman  Ilusi
emosi
 Perilaku sesuai  Emosi berlebihan
 Perilaku tidak
 Perilaku yang tidak
 Hubungan sosial terorganisasi
biasa
 Menarik diri  Isolasi sosial

Gambar : rentang perubahan proses pikir waham, sumber


Keliat, 1999

c. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala pada klien dengan perubahan proses pikir : waham
adalah sebagai beriku:
 Menolak makan
 Tidak ada perhatian pada perawatan diri
 Ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan
 Gerakan tidak terkontrol
 Mudah tersinggung
 Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan
 Menghindar dari orang lain
 Mendominasi pembicaraan
 Berbicara kasar
 Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan
d. Faktor predisposisi
 Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang
berakhir dengan gangguan persepsi, klien menakan perasaannya
sehingga pengamatan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
 Faktor sosial budaya
Sesorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbulnya waham
 Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan peningkaran terhadap
kenyataan
 Faktor biolgis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran
vertical di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
 Faktor genetik
e. Faktor presipitasi
 Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang
berarti atau diasingkan dari kelompok
 Faktor biokimia
Dopamine, neropinerpin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang
 Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.
f. Jenis waham
 Waham kebesaran
 Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan
khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh :
“saya ini pejabat di kementrian kesehatan”
“saya punya perusahaan paling besar di dunia lho…..”
 Waham agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh :
“kalau saya mau masuk syurga, saya harus memakai pakaian serba
putih dan mengalungkan tasbih setiap hari”
“ saya adalah tuhan yang bias mengendalikan makhluk ”
 Waham curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan
atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
Contoh :
“saya tahu…..semua keluarga saya ingin menghancurkan hidup saya
kerna mereka semua iri dengan kesuksesan yang dialami saya”
 Waham somatic
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubunha terganggu
atau terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
Contoh :
“saya menderita kanker ” (padahal hasil pemeriksaan lab tidak ada
sel kenker pada tubuhnya)
 Waham nihilistic
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh :
“ini alam kubur kan ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”
g. Status mental
Berdandan dengan baik dan berpakain rapi, tetapi mungkin
terlihat eksentrik dan aneh. Tidak jarang bersikap curiga atau
bermusuhan terhadap orang lain. Klien biasanya cerdik ketika
dilakukan pemeriksaan sehingga dapat memanipulasi data. Selain itu
perasaan hatinya konsisten dengan isi waham.
h. Sensori dan kognisi
Tidak memiliki kelainan dalam orientasi kecuali klien waham
spesifik terhadap orang, tempat, dan waktu. Daya ingat atau kognisi
lainnya biasanya akurat. Pengendalian implus pada klien waham perlu
diperhatikan bila terlihat adanya rencana untuk bunuh diri, membunuh,
atau melakukan kekerasan pada orang lain.
Gangguan proses pikir : waham biasanya diawali dengan
adanya riwayat penyakit berupa kerusakan pada bagian korteks dan
limbic otak. Bias dikerenakan terjatuh atau didapat ketika lahir. Hal ini
mendukung terjadinya perubahan emosional seseorang yang tidak
stabil. Bila berkepanjangan akan menimbulkan perasaan rendah diri,
kemudian mengisolasi diri dari orang lain dan lingkungan. Waham
kebesaran akan timbul sebagai manifestasi ketidak mampuan
seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Bila respons lingkungan
kurang mendukung terhadap perilakunya dimungkinkan akan timbul
risiko perilaku kekerasan pada orang lain.

i. Pohon masalah

Effect Risiko perilaku kekerasan

Core problem Perobahan sensori waham

Causa Isolasi sosial : menarik diri


Harga diri rendah kronis
Gambar……….. pohon masalah perubahan proses pikir waham
Sumber : Fitria (2009)

j. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Risiko tinggi perilaku kekerasan
2. Perubahan proses pikir : waham
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah
k. Data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Perubahan prose pikir : Subjektif :
waham  Klien mengatakan bahwa dirinya adalah
orang yang paling hebat
 Klien mengatakan bahwa ia memiliki
kebesaran atau kekuasaan khusus.
Objektif :
 Klien terlihat terus ngoceh tentang
kemampuan yang dimilikinya
 Pembicaraan klien cenderung berulang
 Isi pembicaraan tidak sesuai dengan
kenyataan

l. Diagnose keperawatan
Perubahan proses pikir : waham

m. Rencana tindakan keperawatan


Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah ……..x SP 1
 Berorientasi kepada pertemuan, pasien  Identifikasi kebutuhan
realitas secara dapat memenuhi pasien
bertahap kebutuhannya  Bicara konteks realita
 Mampu berinteraksi (tidak mendukung
dengan orang lain atau membantah
dan lingkungan waham pasien)
 Menggunakan obat  Latih pasien untuk
dengan prinsip 6 memenuhi
benar kebutuhannya “dasar”
 Masukkan dalam
jadwal harian pasien
Setelah …….x SP 2
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
mampu : yang lalu (SP1)
Menyebutkan kegiatan  Identifikasi
yang sudah potensi/kemampuan
dilakukan yang dimiliki
Mampu menyebutkan  Pilih dan latih potensi
serta memilih /kemampuan yang
kemampuan yang dimiliki
dimiliki  Masukkan dalam
jadual kegiatan
pasien
Setelah …….x SP 3
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
dapat menyebutkan yang lalu (SP1 2)
kegiatan yang sudah  Pilih kemampuan
dilakukan dan mampu yang dapat dilakukan
memilih kemampuan  Pilih dan latih potensi
lain yang dimiliki /kemampuan lain
yang dimiliki
 Masukkan dalam
jadual kegiatan
pasien
Keluarga mampu : Setelah …… x SP 1
 Mengidentifikasi pertemuan, keluarga  Identifikasi masalah
waham pasien mampu keluarga dalam
 Memfasilitas pasien mengidentifikasi merawa pasien
untuk memenuhi masalah dan  Jelaskan proses
kebutuhannya menjelaskan cara terjadinya waham
 Mempertahankan merawat pasien  Jelaskan tentang cara
program pengobatan merawat pasien
pasien secara waham
optimal  Latih (stimulasi) cara
merawat
 RTL keluarga/jadwal
merawat pasien
Setelah …….x SP 2
pertemuan, keluarga  Evaluasi kegiatan
mampu : yang lalu (SP1)
 Menyebutkan  Latih keluarga cara
kegiatan yang merawat pasien
sesuai dilakukan (langsung ke pasien)
 Mampu  RTL Keluarga
memperagakan cara
merawat pasien
Setelah……x SP 3
pertemuan, keluarga  Evaluasi kegiatan
mampu yang lalu (SP2)
mengidentifikasi  Evaluasi kemampuan
masalah dan mampu pasien
menjelaskan cara  RTL Keluarga
merawat pasien - Follow up
- Rujukan
C. ISOLASI SOSIAL
a. Pengertian
 Menurut depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial merupakan suatu
gangguang interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang
tidak fleksibel menimbulkan perilaku menimbulkan perilaku maladatif
dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.
 Menurut Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu
hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa,
pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam hubungan
secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan
mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi
pengalaman.
 Menurut Stuart dan Sundeen (1998), kerusakan interaksi sosial adalah
suatu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptive,
dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosial.
 Menurut Towsend (1998), kerusakan interaksi sosial adalah suatu
keadaan dimana seseorang beradaptasi dalam pertukaran sosial dengan
kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami
kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam berinteraksi
dengan orang lain salah satunya mengarah pada menarik diri.
 Menurut Rawlins, (1993), dikutip Keliat (2001), menarik diri
merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
b. Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di
antaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain,
ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih
menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-
hari terabaikan.
c. Faktor Predisposisi
 Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak dipenuhi maka
akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah.
Tahap perkembangan Tugas
Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal
perilaku mandiri
Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa
tanggung jawab, dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama dan
berkompromi
Masa pra remaja Menjalin hubungan intim dengan teman
sesame jenis kelamin
Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis
atau bergantung
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantungan antara orang
tua dan teman, mencari pasangan,
menikah dan mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang
sudah dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan perasaan keterikatan
dengan budaya
Sumber : stuart dan Sundeen (1995), hlm. 346 dikutip dalam fitria
(2009)
 Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini
yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan
ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
 Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah
dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat
diasingkan dari lingkungan sosial
 Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat
memengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak,
misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak sepeti
atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan
daerah kortikal.
d. Faktor presipitasi
Terjadinya gangguan hubungana sosial juga dapat ditimbulkan oleh
faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
 Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya seperti keluarga
 Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis yaitu stress terjadi akibat ansietas
atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini
dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
e. Tanda dan gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial :
 Kurang spontan
 Apatis (acuh terhdap lingkungan)
 Ekspresi wajah kurang berseri
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
 Mengisolasi diri
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
 Asupan makanann dan minuman terganggu
 Retensi urine dan feses
 Aktivitas menurun
 Kurang energy (tenaga)
 Rendah diri
 Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada
posisi tidur).

Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang manila dirinya


rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang
lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan
menyebabkan perubahan persepsi sensori : halusinasi dan resiko
mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup
dengan orang lain juga bias menyebabkan intoleransi aktivitas yang
akhirnya bias berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan
perawatan secara mandiri.
Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya
disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam
hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal (koping
individu tidak efektif). Peranan keluarga cukup besar dalam mendorong
klien agar mampu menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila system
pendukungnya tidak baik (koping keluarga tidak efektif) maka akan
mendukung seseorang memiliki harga diri rendah.
f. Rentang respons

Adaptif
Maladaptif
 Menyendiri  Merasa  Menarik diri
 Otonomi sendiri  Ketergantunga
 Bekerjasama  Depedensi  Manipulasi
 Interdependen  Curiga  Curiga

Gambar 3.1. rentang respons isolasi sosial


Sumber : Townsend (1998) dikutif dalam fitria (2009)

Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada


isolasi sosial :
 Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku.
Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika
menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respons
adaptif.
a. Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
b. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menpaikan
ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu
sama lain.
d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
 Respons maladaptif
a. Respons maladaptif adalh respons yang menyimpang dari norma
sosial dan kehidupan disuatu tempat. Berikut ini adalah perilaku
yang termasuk respons maladaptif.
b. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain
c. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
dirisehingga tergantung dengan orang lain.
d. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam
e. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap
orang lain.
g. Pohon masalah
Risti mencederai diri, orang lain dan
lingkungan

Defisit perawatan diri GPS : Halusinasi

Intoleransi Aktivitas Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif

Gambar 3.2. Pohon Masalah Isolasi Sosial


Sumber : Fitria (2009)

h. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah kronis
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Koping individu tidak efektif
5. Koping keluarga tidak efektif
6. Intoleransi aktivitas
7. Defisit perawatan diri
8. Risiko tinggi mencederai diir, orang lain, dan lingkungan
i. Data yang perlu dikaji
Masalah
Data yang perlu dikaji
keperawatan
Isolasi sosial Subjektif :
 Klien mengatakan malas bergaul
 Klien mengatkan dirinya tidak ingin dietmani
perawat dan meminta untuk sendirian
 Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang
lain
 Tidak mau berkomunikasi
 Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga
yang mengetahui keterbatasan klien (suami, istri,
anak, ibu, ayah, atau teman dekat).
Objektif :
 Kurang spontan
 Apatis (acuh terhadap lingkungan)
 Ekspresi wajah kurang berseri
 Tidak merawat diri dan memperhatikan kebersihan
diri
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
 Mengisolasi diri
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan
sekitarnya
 Asupan makanan dan minuman terganggu
 Retensi urine dan feses
 Aktivitas menurun
 Kurang berenergi atau bertenaga
 Rendah diri
 Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin
(khususnya pada posisi tidur).
j. Diagnose keperawatan
Isolasi sosial

k. Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah …..x SP 1
 Menyadari pertemuan, pasien  Identifikasi penyebab
penyebab mampu :  Siapa yang satu rumah dengan
isolasi sosial  Membina pasien
 Berinteraksi hubungan  Siapa yang dekat dengan pasien
dengan orang saling percaya  Siapa yang tidak dekat dengan
lain  Menyadari pasien
penyebab Tanyakan keuntungan dan kerugian
isolasi sosial, berinteraksi dengan orang lain
keuntungan  Tanyakan pendapat pasien
dan kerugian tentang kebiasaan berintraksi
berinteraksi dengan orang lain.
dengan orang  Tanyakan apa yang
lain. menyebabkan pasien tidak ingin
 Melakukan berintraksi dengan orang lain
interaksi  Diskusikan keuntungan bila
dengan orang pasien memiliki bnaykan teman
lain secara dan bergaul akrab dengan
bertahap mereka
 Diskusikan kerugian bila pasien
hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain
 Jelaskan pengaruh isolasi sosial
terhadap kesehatan fisik pasien
Latih berkenalan
 Jelaskan kepada klien cara
berinteraksi dengan orang lain
 Berikan contoh cara berinteraksi
dengan orang lain
 Berikan kesempatan pasien
mempraktekkan cara berinteraksi
dengan orang lain yang
dilakukan dihadapan perawat.
 Mulailah bantu pasien
berinteraksi dengan satu orang
teman/anggota keluarga
 Bila pasien sudah menunjukkan
kemajuan, tingkatan jumlah
interaksi dengan 2, 3, 4 orang
dan seterusnya.
 Beri kemajuan untuk setiap
interaksi yang telah dilakukan
oleh pasien
 Siap mendegarkan ekspresi
perasaan pasien setelah
berinteraksi dengan orang lain,
mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan
atau kegagalannya, beri
dorongan terus menerus agar
pasien tetap semangat
meningkatkan interaksinya.
 Masukkan jadwal kegiatan
pasien
SP 2
 Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP1)
 Latih berhubungan sosial secara
bertahap
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 3
 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP
1dan SP 2)
 Latih cara berkenalan dengan 2
orang atau lebih
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
Keluarga Setelah ……x SP 1
mampu merawat pertemuan,  Identifikasi masalah yang
pasien dengan keluarga mampu dihadapi dalam merawat pasein
isolasi sosial di menjelaskan  Penjelasan isolasi sosial
rumah tentang :  Cara merawat pasien isolasi
 Masalah sosial
isolasi sosial  Latih (stimulus)
dan  RTL Keluarga/jadwal keluarga
dampaknya untuk merawat pasien
pada pasien SP 2
 Penyebab  Evaluasi kemampuan SP 1
isolasi sosial  Latih (langsung ke pasien)
 Sikap  RTL Keluarga/jadwal keluarga
keluarga untuk merawat pasien
SP 3
untuk
membantu  Evaluasi kemampuan SP 2

pasien  Latih (langsung ke pasien)

mengatasi  RTL Keluarga/jadwal keluarga


isolasi untuk merawat pasien
sosialnya
 Pengobatan
yang
berkelanjutan
dan mencegah
putus obat
 Tempat
rujukan dan
fasilitas
kesehatan
yang tersedia
bagi pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan keluarga
 Evaluasi kemampuan pasien
 Rencana tindak lanjut keluarga
- Follow up
- Rujukan
D. PERILAKU KEKERASAN
1. Pengertian
 Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya
sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang
tidak terkontrol (kusumawati dan hartono, 2010)
 Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (stuart dan sundeen,
1995).
 Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis
(berkowitz, dalam harnawati, 1993)
 Setiap aktifitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (stuart
dan sundeen, 1998)
 Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai
secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998)
 Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan
barang-barang (Maramis, 1998)
 Perilaku kekerasan dapat dibagi menjadi dua perilaku kekerasan secara
verbal dan fisik (Ketner et al…1995)
2. Tanda dan gejala
 Fisik
Mata melotot/pendangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku
 Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras, ketus
 Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif
 Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan, dan menuntut
 Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme
 Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,
dan kreativitas terhambat.
 Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran
 Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

3. Rentang respons

Respon Adaptif Respons


Maladaptif

Asertif frustasi Pasif Agresif

Kekerasan

Gambar : rentang respons perilaku kekerasan


Sumber : Keliat 1991

Keterangan :
1. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenagan
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol
5. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control

Tabel : perbandingan antara perilaku asertif, pasif, dan


agresif/kekerasan
PASIF ASERTIF AGRESIF
ISI Negatif dan Postif dan Menyombongkan
PEMBICARAAN merendahkan menawarkan diri, diri, merendahkan
diri, contohnya contohnya perkataan : orang lain,
perkataan : “saya dapat…..” “saya contohnya
“dapatkah saya?” akan …..” perkataan : “kamu
“dapatkah selalu””kamu tidak
kamu?” pernah…”
TEKANAN Cepat, lambat, Sedang Keras dan ngotot
SUARA mengeluh
POSISI BADAN Menundukkan Tegap dan santai Kaku, condong ke
kepala depan
JARAK Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak
dengan sikap jarak yang nyaman akan menyerang
acuh/mengabaika orang lain
n
PENAMPILAN Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi
tenag menyerang
KONTAK MATA Sedikit/sama Mempertahankan Mata melotot dan
sekali tidak kontak mata sesuai dipertahankan
dengan hubungan
Sumber :Keliat (1999) dalam Fitria (2009)

4. Faktor predisposisi
1. Faktor psikologis
a. Terjadi asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan
b. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masakecil
yang tidak menyenangkan
c. Rasa frustasi
d. Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau lingkungan
e. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya
ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan
dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan
citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya
berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindakan kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri perilaku tindak
kekerasa.
f. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap
perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh
peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predsiposisi
biologic
2. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan
teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respons-
respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin
besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat membantu
mendefenisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak
dapat diterima.
Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam
measyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasa.
3. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus (system limbic) ternyata
menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi
limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran
rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman dan
memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatsi,
danhendak menyerang objek yang ada disekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologic, ada beberapa hal yang
dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu
sebagai berikut:
1. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis
mempunyai implikasi dan memfasiliats dan menghambat implus
agresif. System limbic sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
2. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinerprin,
neropineprin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan
dalam memfasilitasi dan menghambat implus agresif. Peningkatan
hormone androgen dan nerofienrprin serta penurunan serotonin dan
GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor
predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif
pada seseorang.
3. Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetic termasuk genetic tipe kariotipe XYY,
yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak criminal
(narapidana).
4. Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan
berbagai gangguan serebral, tumor otak (khsususnya pada limbic
dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsy
(epilepsy lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
5. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa
fakor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien
sendiri maupun eksternal dari lingkunga.
3. Lingkungan : panas, padat, dan bising
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat
menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai
berikut :
1. Kesulitan kondisi sosial ekonomi
2. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu
3. Ketidaksipan seoarng ibu dalam merawat anaknya
danketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang dewasa
4. Pelaku mungkin mempunyiai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan
obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat
menghadapi rasa frustasi
5. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
6. Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme kpoing yang
konstruktif dan mengeksplorasikan kemarahannya. Mekanisme koping
yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti
displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial dan reaksi formal.

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan anatara lain :


a) Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epinerprin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual
sekresi HCL meningkat, peristaltic gaster menurun, pengeluaran juga
meningkat, tangan mengepal, tubuh menjadi kaku dan diserta reflek
yang cepat
b) Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, dan asertif.
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat
mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik
maupun psikologis dan dengan perilaku tersebut individu juga dapat
mengembangkan diri.
c) Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya diserta kekerasan akibat konflik
perilaku untuk menarik perhatian orang lain
d) Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan.
7. Pohon masalah

Perilaku kekerasan
GPS : Halusinasi

Regimen terapeutik
inefektif
Harga diri rendah
kronis Isolasi sosial : menarik
diri

Koping keluarga tidak Berduka disfungsinoal


efektif

Gambar 8.2. Pohon masalah perilaku kekerasan


Sumber : Fitria (2009)
8. Masalah keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Harga diri rendah kronis
5. Isolasi sosial
6. Berduka disfungsional
7. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
8. Koping keluarga inefektif
9. Data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Perilaku kekerasan Subjektif :
 Klien mengancam
 Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
 Klien mengatakan dendam dan jengkel
 Klien mengatakan ingin berkelahi
 Klien menyalhkan dan menuntut
 Klien meremehkan
Objektif
 Mata melotot/pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Wajah memerah dan tegang
 Postur tubuh kaku
 Suara keras

Faktor-faktor yang berhubungan dengan maslah perilaku kekerasan


antara lain sebagai berikut :
1. Ketidakmanpuan mengendalikan dorongan marah
2. Stimulus lingkungan
3. Konflik interpersonal
4. Status mental
5. Putus obat
6. Penyalahgunaan narkoba/alcohol

10. Diagnose keperawatan


Perilaku kekerasan
11. Rencana asuhan keperawatan
Tujuan Asuhan Intervensi
Pasien mampu : Setelah …….x SP 1
 Mengidentifikasi pertemuan, pasien  Identifikasi
penyebab dan tanda mampu : penyebab, tanda dan
perilaku kekerasan  Menyebutkan gejala serta akibat
 Menyebutkan jenis penyebab tanda, perilaku kekerasan
perilaku kekerasan gejala, dan akibat  Latih cara fisik 1 :
yang pernah dilakukan perilaku kekerasan tarik nafas dalam
 Menyebutkan akibat  Masukkan dalam
dari perilaku jadwal harian pasien
Setelah ……..x SP 2
kekerasan yang
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
dilakukan
mampu : yang lalau (SP1)
 Menyebutkan cara
 Menyebutkan  Latih fisik 2 : pukul
mengontrol perilaku
kegiatan yang sudah kasur/bantal
kekerasan
dilakukan  Masukkan dalam
 Mengontrol perilaku
 Memperagakan cara jadwal harian pasien
kekerasannya dengan
fisik untuk
cara :
mengontrol perilaku
- Fisik
kekerasan
- Sosial/verbal
Setelah……x SP3
- Spiritual
pertemuan pasien  Evaluasi kegiatan
- Terapi
mampu : yang lalu (SP 1dan
- Psikofarmaka (obat
 Menyebutkan 2)
kegiatan yang sudah  Latih secara
dilakukan sosial/verbal
 Memperagakan cara  Menolak dengan
sosial/verbal untuk baik
mengontrol perilaku  Meminta dengan
kekerasan baik
 Mengungkapkan
dengan baik
 Masukkan dalam
jadwal harian pasien
Setelah ……x SP 4
pertemuan pasien  Evaluasi kegiatan
mampu : yang lalu (SP 1, 2,
 Menyebutkan dan 3)
kegiatan yang sudah  Latih secara
dilakukan spiritual
 Memperagakan cara  Berdoa
spiritual  Sholat
 Masukkan dalam
jadwal harian
pasien
Setelah ….x SP 5
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
mampu : yang lalu (SP 1, 2,
 Menyebutkan 3 dan 4 )
kegiatan yang  Latih patuh obat :
sudah dilakukan  Minum obat secara
 Memperagakan prinsip 5 B
cara patuh obat  Susun jadwal
minum obat secara
teratur
 Masukkan dalam
jadwal hariam
pasien
Keluarga mampu : Setelah…….x SP 1
Merawat pasien di rumah pertemuan, keluarga  Identifikasi
mampu menkjelaskan masalah yang
penyebab, tanda dan dirasakan keluarga
gejala, akibat serta dalam merawat
mampu pasien
memperagakan cara  Jelaskan tentangg
merawat perilaku
kekerasan :
- Penyebab
- Akibat
- Cara merawat
 Latih cara merawat
 RTL
keluarga/jadwal
untuk merawat
pasien
Setelah…..x SP 2
pertemuan keluarga  Evaluasi kegiatan
mampu menyebutkan yang lalu (SP 1)
kegiatan yang sudah  Latih (stimulus) 2
dilakukan dan mampu cara lain untuk
merawat serta dapat merawat pasien
membuat RTL  Latih Langsung ke
pasien
 RTL
keluarga/jadwal
untuk merawat
pasien

Setelah…..x SP 3
pertemuan keluarga  Evaluasi SP 1 dan
mampu menyebutkan SP 2
kegiatan yang sudah  Latih langsung ke
dilakukan dan mampu pasien
merawat serta dapat  RTL
membuat RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
Setelah …….x SP 4
pertemuan keluarga  Evaluasi SP 1, 2,
mampu melaksanakan 3,
follow up dan rujukan  Latih langsung ke
serta mampu pasien
menyebutkan  RTL keluarga
kegiatan yang sudah - Follow up
dilakukan - Rujukan

E. HARGA DIRI RENDAH


1. Pengertian
 Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negative dan dipertahankan dalam waktu yang
lama (nanda, 2005)
 Individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih
rendah dari orang lain (depkes RI, 2000)
 Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negative dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspersikan
(Townsend, 1998)
 Perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1998)
2. Tanda dan gejala
Manifestasi yang biasa muncul pada klien gangguna jiwa dengan
harga diri rendah, fitria (2009) :
 Mengkritik diri sendiri
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimistis
 Tidak menerima pujian
 Penurunan produktivitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 Kurang memperhatikan perawatan diri
 Berpakaian tidak rapi selera amakan berkurang tidak berani menatap
lawan bicara
 Lebih banyak menunduk
 Bicara lambat dengan nada suara lemah
3. Proses terjadinya masalah
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan
dari harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan atau dapat
juga terjadi terjadi karena invidu tidak pernah mendapat feeed back dari
lingkunga tentang perilaku klien sebelumnya bahkan meungkin
kecenderungan lingkungan yang selalu member respon negative
mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga adiri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor.
Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor
(krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tunutas
sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal
menjalankan fungsi dan penilaian individu terhadap diri sendiri karena
kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi diri rendah
situasional, jika lingkungan tidak member dukungan positif atau justru
menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.
4. Rentang respons

Respon Adaptif Respons


Maladaptif

aktualisasi konsep diri Harga diri keracunan


depersonalisasi diri positif rendah identitas
gambar 2.1 rentang respon harga diri rendah kronis
sumber : Keliat 1999

Harga diri rendah merupakan komponen episode depresi mayor,


dimana aktifitas merupakan bentuk hukuman atau punishment (Stuart
dan laraia, 2005). Depresi adalah emosi normal manusia, tapi secara
klinis dapat bermakna patologik apabila mengganggu perilaku sehari-
hari, menjadi pervasive dan muncul bersama penyakit lain.
Menurut Nanda 2005 tanda dan gejala yang dimunculkan sebagai
perilkau telah dipertahankan dalam waktu yang lama atau kronik yang
meliputi mengatakan hal yang negative tentang diri sendiri dalam waktu
lama dan terus menerus, mengekspresikan sikap malu/minder/rasa
bersalah, kontak mata kurang/tidak ada. Selalu mengatakan
ketidakmampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu, bergantung pada
orang lain, tidak asertif, pasif dan hipoaktif, bimbang dan ragu-ragu
serta menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik
negtaif mengenai dirinya.
Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dialkukan klien
harga diri rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara
dari krisis, missalnya pemakian obat-obatan, kerja keras, nonton TV
terus menerus. Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut
kelompok sosial, keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi
dukungan sementara, seperti mengikuti suatu kompetisi atau konteks
popularitas. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara,
seperti penyalahgunaan obat-obatan.
Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang
diharapakn individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka
panjang, antara lain adalah menutup identitas, dimana klien terlalu
cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari orang-orang yang
berarti tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri.
Identitas negative, dimana asumsi yang bertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat. Sedangkan mekanisme pertahanan ego yang sering
diguanakan adalah fantasi, eregresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi,
mengalihakn marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain.
Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga
dipengaruhi beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis,
psikologis, sosial dan cultural.
Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secra yang
dapat mempenagaruhi kerja hormone secara umum, yang dapat pula
berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar
serotonim yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi
dan pada pasien depresi kecenderungan haga diri rendah kronis semakin
besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negative dan tidak
berdaya.
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus
harga diri rendahh kronis adalah :
1. System limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien
dengan harga diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan
terus merasa tidak berguna atau gagal terus menerus
2. Hypothalamus yang juga mengatur mood dan motivasi. Karena
melihat kondisi klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan
lebih banyak motivasi dan dukungan dari perawat dalam
melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan bersama-sama
dengan perawat padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan
latihan yang telah dijadwalkan tersebut.
3. Thalamus, system pintu gerbang atau menyaring fungsi emngatur
arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk
mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan
harga diri rendah apabila ada kerusakan pada thalamus ini maka
arus informasi snesori yang masuk tidak dapat dicegah atau dipilah
sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan negative
yang ada selalu mendominasi pikiran dari klien
4. Amigdala yang berfungsi untuk emosi.
Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak yang
dapat digunakan adalah :
1. Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan
memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak
2. CT Scan, untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi
3. Single photon emission computed tomography (SPECT), melihat
wilayah otak dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan
menggambarkan perubahan-perubahan aliran darah yang terjadi.
4. Magnetic resonance imaging (MRI), suatu tehnik radiologi dengan
menggunakan magnet, gelombang radio computer untuk
mendapatkan gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat
mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam struktur tubuh
atau otak. Beberapa posedur menggunakan kontras gadolinium
untuk meningkatkan akurasi gambar.
Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan
ditemukan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak seperti :
1. Acetycholine (ach), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami
penurunan
2. Neropinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, puast perhatian dan
orientasi, mengatur “fight-flight” dan proses pembelajaran dan
memori, mengalami penurunan yang mengakibatkan kelemahan dan
depresi.
3. Serotonim, mengatur status mood, mengalami penurunan yang
mengakibatkan klien lebih dikuasia oleh pikiran-pikiran negative
dan tidak berdaya
4. Glutamate, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang
kurang energy, selalu terlihat mengantuk. Selain itu berdasarkan
diagnose medis klien yaitu skizofrenia yang sering mengindikasikan
adanya penurunan glutamate
Adapun jenis alat untuk pengukuran neurotransmitter yang
adapat diguanakan adalah :
1. PositronEmisssion (PET),mengukur emisi/pancaran dari bahan
kimia radioktif yang diberi label dan telah di suntik kedalam aliran
darah untuk mengasilkan gambarandua atau tiga dimensi melalui
distribusi dari bahan kimia tersebut di dalam tubuh dan otak.pet
dapat memperlihatkan gambaran aliran darah,oxygen, metabolism
glukosa dan kosentrasi obat dalam jaringan otak. Yang
merefleksikan aktivitas otak sehingga dapat dipelajari lebih lanjut
tetang fisiologi dan neuro – kimiawi otak.
2. Transcranial magnetic stimulations (TMS) dikombinasikan dengan
MRI, para ahli dapat melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari
otak. TMS dapat menggambarkan proses motorik dan visual dan
dapat menghubungkan antara kimiawi dan struktur otak dengan
perilaku manusia dan hubungannya dengan gangguan jiwa.
Berdasarkan faktor psikologi , harga diri rendah konis sangat
berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan
peran dan fungsi. Hal-hal yang dapat mengakibatkan individu
mengalami harga diri rendah kronis meliputi penolakan orang
tua,harapan orang tua yang tidak realitas,orang tua yang tidak percaya
pada anak,tekanan teman sebaya peran yang tidak susai dengan jenis
kelamin dan peran dalam pekerjaan.
Faktor sosial : secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi
proses terjadinya harga diri rendah kronis, antara lain
kemiskinan,tempat tinggal di daerah kumuh dan rawan kultur social
yang berubah missal ukuran keberhasilan individu.
Faktor cultural : tuntutan pada sesuai kebudayaan sering
meningkatkan kejadian harga diri rendah kronis antara lain : wanita
sudah harus menikah jika umur sudah mencapai dua puluhan,
perubahan kultur kearah gaya hidup individualisme.
Akumulasi faktor predisposisi ini baru menimbulkan kasus harga
diri rendah kronis setelah adanya faktor presipitasi.faktor presiptasi
dapat disebabkan dari dalam diri sendiri ataupun dari luar,antara lain
ketengangan peran,koflik peran yang tidak jelas,peran
berlebihan,perkembngan transisi, situasi transisi peran dan trransisi
peran sehat – sakit.
5. Faktor predisposisi
Faktor prediposisi terjadinya harga dirirendah kronis adalah
penolakan orang tua yang tidak realistis,kegagalan berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain,ideal diri yang tidak realistis
6. Faktor Presipitasi
Faktor presipistasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Gangguan
konsep diri : harga diri rendah kronis in dapat terjadi secara situasional
maupun kronik.
7. Pohon masalah

Risiko tinggi perilaku kekerasan

Effect Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi sosial
Core problem Harga diri rendah kronis

Causa Koping individu tidak efektif

Gambar 2.2 Pohon masalah harga diri rendah

8. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Harga diri rendah kronis
2. Koping individu tidak efektif
3. Isolasi sosial
4. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
5. Risiko tinggi perlaku kekerasan
9. Data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Harga diri rendah kronis Subjektif :
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak
berguna
 Mengungkapkan dirinya merasa tidak
mampu
 Mengungkapkan dirinya tidak semangat
untuk beraktivitas atau bekerja
 Mengungkapkan dirinya malas
melakukan perawatan diri (mandi,
berhias, makan atau toileting)

Objektif :
 Mengkriktik diri sendiri
 Persaan tidak mampu pandangan hidup
pesimis
 Tidak menerima pujian
 Penurunan produktivitas
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 Kurang memperhatikan perawatan diri
 Berpakaian tidak rapi
 Berkurang selera makan
 Tidak berani menatap lawan bicara
 Lebih banyak menunduk
 Bicara lambat dengan nada suara lemah

10. Diagnose keperawatan


Harga diri rendah kronis

11. Rencana asuhan keperawatan


Tujuan Criteria evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah….x SP 1
 Mengidentifikasi pertemuan, pasien  Identifikasi kemampuan
kemampuan dan mempu : positif yang dimiliki
aspek positif yang  Mengidentifikasi - Diskusikan bahwa
dimiliki kemampuan aspek pasien masih memiliki
 Menilai postitf yang dimilik sejumlah kemampuan
kemampuan yang  Memiliki dan aspek positif
dapat digunakan kemampuan yang seperti kegiatan di
 Menetapkan/memi dapat digunakan rumah adanya keluarga
lih kegiatan yang  Memilih kegiatan dan lingkungan
sesuai dengan sesuai kemampuan terdekat pasien
kemampuan  Melakukan - Beri pujian yang
 Melatih kegiatan kegiatan yang realitas dan hindarkan
yang sudah dipilih, sudah dipilih setiap kali bertemu
sesuai kemampuan  Merencanakan dengan pasien
 Merencanakan kegiatan yang penilaian yang negative
kegiatan yang sudah dilatih  Nilai kemampuan yang
sudah dilatihnya. dapat dilakukan saat ini
- Diskusikan dengan
pasien kemampuan
yang masih digunakan
saat ini
- Bantu pasien
menyebutkannya dan
memberi penguatan
terhadap kemampuan
diri yang diungkapkan
pasien
- Perlihatkan respon
yang kondusif dan
menjaadi pendegar
yang aktif.
 Pilih kemampuan yang
akan dilatih
 Diskusikan dengan pasien
beberapa aktivitas yang
dapat dilakukan dan dipilih
sebagai kegiatan yang akan
pasien lakukan sehari-hari
 Bantu pasien menetapkan
aktivitas mana yang dapat
pasien lakukan secara
mandiri
- Aktivitas yang
memerlukan bantuan
minimal dari keluarga
- Aktivitas apa saja yang
perlu bantuan penuh
dari keluarga atau
lingkungan terdeekat
pasien
- Beri contoh cara
pelaksanaan aktifitas
yang dapat dilakukan
pasien
- Susun bersama pasien
aktivitas atau kegiatan
sehari-hari pasien
 Nilai kemampuan pertama
yang telah dipilih
- Diskusikan dengan
pasien untuk
menetapkan urutan
kegiatan (yang sudah
dipilih pasien) yang
akan dilatihkan
- Bersama pasien dan
keluarga
memperagakan
beberapa kegiatan yang
akan dilakukan pasien
- Beri dukungan atau
pujian yang nyata
sesuai kemajuan yang
diperlihatkan pasien
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
- Beri kesempatan pada
pasien untuk mencoba
kegiatan
- Beri pujian atas
aktifitas/kegiatan yang
dapat dilakukan pasien
setiap hari
- Tingkatkan kegiatan
sesuai dengan toleransi
dan perubahan sikap
- Susun daftar aktifitas
yang sudah dilatihkan
bersama pasien dan
keluarga
- Berikan kesempatan
mengungkapkan
perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
Yakinkan bahwa
keluarga mendukung
setiap aktifitas yang
dilakukan pasien.
Sp 2
 Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP1)
 Pilih kemampuan kedua
yang dapat dilakukan
 Latih kemampuan yang
dipilh
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien

SP 3
 Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP 1dan 2)
 Memilih kemampuan
ketiga yang dapat
dilakukan
 Masukkan dalam jadwal
egiatan pasien
Keluarga mampu Setelah.…..x SP 1
merawat pasien pertemuan, keluarga  Identifikasi masalah yang
dengan HDR di mampu : dirasakan dalam merawat
rumah dan menjadi  Mengidentifikasi pasien
system pendukung kemampuan yang  Jelaskan proses terjadinya
yang efektif bagi dimiliki pasien HDR
pasien  Menyediakan  Jelaskan tentang cara
fasilitas untuk merawat pasien
pasien melakukan  Main peran dalam
kegiatan merawat pasien HDR
 Mendorong pasien  Susun RTL
melakukan Keluarga/jadwal keluarga
kegiatan untuk merawat pasien
 Memuji pasien saat SP 2
pasien dapat  Evaluasi kemampuan SP1
melakukan  Latih keluarga langsung

kegiatan ke pasien

 Membantu melatih  Menyusun RTL

pasien keluarga/jadwal keluarga

 Membantu untuk merawat pasien


SP 3
menyusun jadwal
 Evaluai kemampuan
kegiatan pasien
keluarga
 Membantu
 Evaluasi kemampuan
perkembangan
pasien
pasien
 RTL kleuarga
- Follow up
- Rujukan

F. DEFISIT PERAWATAN DIRI


1. Pengertian
 Perawatan diri adalah salah satu kemampuan adasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri (depkes 2000)
 Deficit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (nurjannaj,
2004)
 Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Poter
pery (2005)
 Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan dirinya (tarwoto dan Wartonah,
2000).
2. Tanda dan gejala
 Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur sushu, atau aliran
air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh,
serta masuk dan keluar kamar mandi
 Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakain, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, mengguanakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat
yang memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.
 Makan
Klien mempunyai dalam menelan makanan, mempersiapkan,
mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan
makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut,
mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut,
melengkapi makanan, mencerna makanan menurut cara yang diterima
masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
makanan dengan aman
 BAB/BAK
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban,
memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan dari setelah
BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil
Keterbatasan perawatan diri atas biasanya diakibatkan karena stressor
yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami
harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat
dirinya sendiri baik dalam hal mandi, pakaina, berhias, makan, maupun
BAB dan BAK. Bila tidak dilakukan intervensi oleh perawat, maka
kemungkinan klien bisa mengalami risiko tinggi isolasi sosial.
3. Pohon masalah
Effect Risiko tinggi perilaku kekerasan

Core problem defisit perawatn diri

Causa Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif

Gambar 2.2 Pohon masalah deficit perawatan diri

4. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


1. Defisit perawatan diri
2. Harga diri rendah
3. Risiko tinggi isloasi sosial
5. Data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Defisit perawatan diri Subjektif :
 Klien mengatakan dirinya
malas mandi karena airnya
dingin atau di RS tidak tersedia
alat mandi
 Klien mengatakan dirinya
malas berdandan
 Klien mengatakan inigin
disuapi makan
 Klien mengatakan jarang
membersihkan alat kelaminnya
setelah BAK mupun BAB
Objektif :
 Ketidakmampuan
mandi/membersihkan diri
ditandai dengan rambut kotor,
gigi kotor, kulit berdaki, dan
berbau, serta kuku panjang dan
kotor
 Ketidakmampuan
berpakaian/berhias ditandai
dengan rambut acak-acakan.
Pakaian kotor dan tidak rapi,
pakaian tidak sesuai tidak
bercukur (laki-laki), atau tidak
berdandan (wanita)
 Ketidakmampuan makan secra
mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil
makan sendiri, makan
berceceran, dan makan tidak
pada tempatnya.
 Ketidakmampuan BAB/BAK
secara mandiri ditandai
BAB/BAK tidak pada
tempatnya, tidak membersihkan
diri dengan baik steleh
BAB/BAK.

6. Diagnosa keperawatan
Defisit perawatan diri

7. Rencana asuhan keperawatan


Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Seteleh …..x SP 1
 Melakukan pertemuan, pasien  Identifikasi kebersihan
kebersihan diri dapat menjelaskan diri, berdandan, makan,
sendiri secara pentingnya : dan BAB/BAK
mandiri  Kebersihan diri  Jelaskan pentingnya
 Melakukan  Berdandan/berhias kebersihan diri
berhias/berdanda  Makan  Jelaskan alat dan cara
secara baik  BAB/BAK kebersihan diri
 Melakukan  Dan mampu  Masukkan dalam jadwal
makan dengan melakukan cara kegiatan pasien
baik merawat diri
 Melakukan SP 2

BAB/BAK  Evaluasi kegiatan yang


secara mandiri lalu (SP1)
 Jelaskan pentingnya
berdanda
 Latih cara berdandan
- Untuk pasien laki-
laki meliputi cara :
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Bercukur
- Untuk pasien
perempuan
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Berhias
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 3
 Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP 1 dan 2)
 Jelaskan cara dan alat
makan yang benar
- Jelaskan cara
menyiapkan
makanan
- Jelaskan cara
merapikan perlatan
makan setelah makan
dan sesudah makan
- Praktek makan sesuai
tahapan makan yang
baik
 Latih kegiatan makan
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan
pasien yang lalu (SP 1,
2, dan 3)
 Latih cara BAB dan
BAK yang baik
 Menjelaskan tempat
BAB/BAK yang sesuai
 Menjelaskan cara
membersihkan diri
setelah BAB/BAK
Setelah…….x SP 1
pertemuan, keluarga  Identifikasi masalah
mampu meneruskan keluarga dalam merawat
melatih pasien dan pasien dengan masalah
mendukung agar kebersihan diri,
kemampuan pasien berdandan, makan,
dalam perawatan BAB/BAK
dirinya meningkat  Jelaskan defisit
perawatan diri
 Jelaskan cara merawat
kbersihan diri,
berdandan, makan dan
BAB/BAK
 Bermain peran cara
merawat
 Rencana tindak lanjut
keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
SP 2
 Evaluasi SP1
 Latih keluarga merawat
langsung ke pasien,
kebersihan diri, dan
berdandan
 RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk
merawat pasien
SP 3
 Evaluasi kemampuan SP
2
 Latih keluarga merawat
langsung ke pasien cara
makan
 RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan
keluarga
 Evaluasi kemapuan
pasien
 Rencan tindak lanjut
keluarga
- Follow up
- Rujukan
G. RESIKO BUNUH DIRI
1. Pengertian
 Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko
untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat
mengancam nyawa. (fitria, 2009)
 Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
seseorang untuk mengakhiri kehidupannya
 Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh
diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai
sesuatu yang diinginkan (stuart dan Sundeen, 1995)
2. Tanda dan gejala
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah
sakit adalah p[erilaku kekerasan di rumah.
Dapat dilakukan pengkajian dengan cara :
 Observasi
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara ynag tinggi,
berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas
makanan, memukul jika tidak senang
 Wawancara
Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah. Tanda-tanda marah
yang dirasakan klien.
- Mempunyai ide untuk bunuh diri
- Mengungkapkan keinginan untuk mati
- Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
- Implusif
- Menunjukkanperilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
- Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
- Verbal terselubung (bicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan)
- Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic,
marah, dan mengasingkan diri)
- Kesehatan mental (secara klinis, klien tyerlihatsebagai orang yang
depresi, psikotis, dan menyalahgunakan alkohol)
- Kesehatan fisik (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier)
- Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)

- Konflik interpersonal
- Latarbelakang keluarga
- Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil

3. Rentang respons
Rentang respons protektif diri

Respon Adaptif Respons


Maladaptif

Peningkatan berisiko destruktif diri pencederaan


Bunuh diri
diri Destruktif tidak langsung diri

gambar 2.1 rentang respon protektif diri


sumber : Keliat 1999
 Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai
contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda
mengenai loyalitas terhadap pimpinan di tempat kerjanya.
 Berisiko deskruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang
segharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa
patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap
pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
 Deskruktif diri tidak langsung
Seseorang tidak mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptive)
terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan
diri. Misalnya, karena apandangan pimpinan terhadap kerjanya yang
tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau
bekerja seenaknya dan tidak optimal
 Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri
akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
 Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

4. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
preidisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
 Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiya atau saksi
penganiayaan.
 Perilaku
Reinforcement yang dietrima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
 Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan control
sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasaan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan diterima (premisive).
 Bioneurolggis, banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan
5. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan
yang rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasaan merupakan faktor penyebab
yang lain. Interkasi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan.
6. Mekanisme koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping allternatif.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman
bunuh diri mungkin menujukkan upaya terakhir upaya terkahir untuk
mendapatkan pertolongan agar dapat mengatsi masalah. Bunuh diri yang
terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri
seseorang.

7. Pohon masalah
Effect Bunuh diri

Core problem Risiko bunuh diri

Causa isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Gambar 2.2 Pohon risiko bunuh diri


8. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
1. Risiko bunuh diri
2. Bunuh diri
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronis
9. Data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Risiko bunuh diri Subjektif :
 Mengungkapkan keinginan bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan
 Ada riwayat berulang percobaan bunuh
diri sebelumnya dari keluarga
 Berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang dosis obat yang mematikan
 Mengungkapkan adanya konflik
interpersonal
 Mengungkapkan telah menjadi korban
perilaku kekerasaan saat kecil.
Objektif :
 Implusif
 Menujukkan perilaku yang mencurigakan
(biasanya menjadi sangat patuh)
 Ada riwayat penyakit mental (depresi),
psikosis, dan penyalahgunaan alcohol
 Ada riwayat penyakit fisik (penyakit
kronis, atau penyakit terminal)
 Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan
pekerjaan, atau kegagalan dalam karier0
 Status perkawinan yang tidak haromins

10. Diagnose keperawatan


Risiko bunuh diri
11. Rencana asuhan keperawatan
Tujuan Criteria evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah……x SP 1
 Mengidentifikasi pertemuan, pasien  Identifikasi
penyebab dan tanda mampu : penyebab, tanda dan
perilaku kekerasan  Menyebutkan gejala serta akibat
 Menyebutkan jenis penyebab tanda, perilaku kekerasan
perilaku kekerasan gejala, akibat  Latih secara fisik 1 :
yang pernah perilaku kekerasan tari nafas dalam
dilakukan  Memperagakan  Masukkan dalam
 Menyebutkan akibat cara fisik 1 untuk jadwal harian pasien
dari dari perilaku mengontrol
kekerasan yang perilaku kekerasan
Setelah…….x SP 2
dilakukan
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
 Menyebutkan cara
mampu : yang lalu (SP1)
mengontrol perilaku
 Menyebutkan  Latih cara fisik 2 :
kekerasan
kegiatan yang pukul kasur /bantal
 Mengontrol perilaku
sudah dialkukan  Masukkan dalam
kekerasannya
 Memperagakan jadwal harian pasien
dengan cara :
cara fisik untuk
- Fisik
mengontrol
- Sosial/verbal
perilaku kekerasan
- Spiritual Setelah …….x SP 3
- Terapi pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan
- Psikofarmaka mampu : yang lalu (SP 1dan
(obat)  Meneybutkan 2)
kegiatan yang  Latih secara
sudah dilakukan sosial/verbal
 Memperagakan  Menolak dengan
cara sosial/verbal baik
untuk mengontrol  Meminta dengan
perilaku kekerasan. baik
 Mengungkapkan
dengan baik
 Masukkan dalam
jadwal harian pasien

Anda mungkin juga menyukai