Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana yang datang tanpa diduga dan menimbulkan kerusakan yang
unpreventable membutuhkan penanganan yang cepat, tepat dan akurat.
Penanganan tersebut dilakukan dalam situasi yang abnormal dan penuh
dengan permasalahan teknis, psikologis dan etika (Neira & Lic, 2004).
Dalam situasi yang penuh dengan ketidakpastian, dapat terjadi bahwa
institusi dan tenaga penolong (misalnya tenaga kesehatan di puskesmas,
rumahsakit atau dinas kesehatan) ternyata juga menjadi korban. Padahal
pada saat bencana terjadi diperlukan inisiatif gerakan penanganan yang
terpadu dan sistematik.
Risiko bencana berkaitan dengan dua faktor penting. Pertama, berkaitan
dengan tingkat kerentanan (vulnerability) suatu komunitas atau daerah
dalam mengantisipasi, mempersiapkan diri,memberikan tanggapan dan
memulihkan diri. Faktor kedua berkaitan dengan ancaman (hazards) risiko
bencana yang terjadi di daerah tersebut.
Faktor lainnya adalah kepemimpinan (leadership). Kepemimpinan
dapat diterjemahkan sebagai kepemimpinan formal dan structural serta
kepemimpinan informal dan kultural.
Pemimpinan dalam situasi bencana dituntut untuk berani dalam
mengambil keputusan untuk bertindak yang cepat dan tepat. Selain itu, perlu
juga kearifan dalam memutuskan kebijakan yang diambil, serta peka dalam
menyikapi situasi yang terjadi tanpa harus terbebani prosedural yang
mengikat. Diperlukan kecepatan dalam mengoordinasikan berbagai instasi,
lembaga dan organisasi kemasyarakatan yang terlibat untuk mendapatkan
sasaran penindakan yang tepat. Dibutuhkan keberanian dalam pengambilan
keputusan bertindak yang tepat.

Keperawatan Bencana | 1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa pentingnya kepemimpinan dalam bencana ?
1.2.2 Apa saja peran dan fungsi kepemimpinan dalam bencana ?
1.2.3 Bagaimana gaya kepemimpinan dengan siklus bencana ?
1.2.4 Apa penjelasan dari leadership in managing ?

1.3 Tujuan
Sebagaimana rumusan masalah diatas, penulis mempunyai tujuan
sebagai berikut:
1.3.1 Untuk memahami pentingnya kepemimpinan dalam bencana
1.3.2 Untuk memahami peran dan fungsi kepemimpinan dalam bencana
1.3.3 Untuk memahami gaya kepemimpinan dengan siklus bencana
1.3.4 Untuk memahami mengenai leadership in managing

1.4 Manfaat
Sebagaimana mempunyai tujuan seperti yang tersebut diatas, penulis
mempunyai manfaat sebagai berikut :
1.1.1 Manfaat secara teoristis sangat diharapkan makalah ini dapat
memberikan informasi yang berguna bagi para khalayak.
1.1.2 Manfaat praktis bagi pembaca yaitu sebagai bahan wacana yang
dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam
mempelajari pentingnya kepemimpinan dalam bencana.
1.1.3 Manfaat praktis bagi penulis yaitu sebagai sarana untuk menambah
pengalaman dalam penulisan, serta untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang pentingnya kepemimpinan dalam bencana.
1.1.4 Manfaat praktis bagi penulis lain yaitu dapat menjadi bahan yang
dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan referensi apabila
penulis lain melakukan penelitian serupa agar mampu membuat
makalah yang lebih sempurna.

Keperawatan Bencana | 2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Leadership in Planning


2.1.1 Pentingnya Kepemimpinan dalam Bencana
Leadership adalah kemampuan seorang pemimpin untuk
mengenali waktu dan kebutuhan untuk melakukan perubahan,
mengidentifikasi arah perubahan, mengkomunikasikan strategi
perubahan kepada orang-orang yang didalam organisasi terutama
yang mendukung terjadinya perubahan dan memberdayakan mereka
untuk melakukan perubahan dan memfasilitasi upaya pencapaian
tujuan perubahan (Podsakoff et al. 1990).
Melalui pemahaman konsep tersebut timbul beberapa alasan
penting mengapa leadership menjadi pilar utama dalam manajemen
bencana (Carter, 1992), yaitu :
1. Pada saat bencana, diperlukan pemimpin yang memiliki sifat
dan keterampilan kepemimpinan, bukan sekedar pemimpin
formal.
2. Situasi bencana mengundang berbagai pihak untuk dapat
menjadi sumber daya dan berperan secara luas, oleh sebab itu
diperlukan penegasan dari seorang pemimpin untuk
memposisikan masing-masing sumber daya tersebut.
3. Keadaan pada saat bencana berubah dengan cepat, sehingga
diperlukan pemimpin yang memahami arah perubahan dan
memiliki kemampuan untuk mengelola setiap perubahan
tersebut.
Nafas utama dari leadership pada saat bencana adalah
memberikan gambaran yang jelas mengenai arah dan tujuan
pengelolaan bencana. Di sisi lain, seorang pemimpin sangat
diharapkan kemampuannya dalam memberikan kejelasan akan
kepentingan pengelolaan yang cepat, tepat dan akurat.

Keperawatan Bencana | 3
Variabel utama dalam kepemimpinan adalah visi dan
pengalangan komitmen (Steers, 1996). Variabel ini tidak berubah
baik dalam situasi normal maupun dalam konteks bencana. Visi
seorang pemimpin dalam mengelola bencana akan dikomunikasikan
kepada seluruh stakeholder dan visi tersebut akan dikomunikasikan
untuk menggalang komitmen berbagai pihak untuk bersama-sama
merealisasikannya.
Visi merupakan cita-cita dan angan-angan seorang pemimpin.
Bagi seorang pemimpin, memiliki visi adalah suatu keharusan.
Melihat jauh kedepan dan meyakini bahwa pandangannya akan
membawa kebaikan untuk dunia merupakan salah satu atribut utama
pemimpin yang sering diamati.selain visi, variabel penting adalah
kemampuan menggalang komitmen. Langkah pertama yang
dilakukans eorang pemimpin adalah mengkomunikasikan visinya
kepada pengikut. Tujuannya adalah untuk menggalang komitmen,
agar bersedia menyediakan waktu dan bersedian terlibat dalam
upaya merealisasikan visi tersebut.

2.1.2 Peran dan Fungsi Kepemimpinan dalam Bencana


Kepemimpinan pada saat penanganan bencana mutlak
diperlukan untuk menunjang efektifitas dan pencapaian dari
pengelolahan tersebut. Situasi yang kritis, penuh dengan
ketidakpastian, tidak berfungsinya system dan kurangnya sumber
daya semakin mendorong diperlukannya kepemimpinan yang efektif.
Leadership sebagai pilar menurut Carter, 1992 yaitu :
a) Pada saat bencana, diperlukan pemimpin yang memiliki sifat
dan keterampilan kepemimpinan bukan sekedar pemimpin
formal.
b) Situasi bencana mengundang berbagai pihak untuk dapat
menjadi sumber daya dan berperan secara luas, oleh sebab itu
diperlukan penegasan dari seorang pemimpin untuk
memposisikan masing-masing sumber daya tersebut.

Keperawatan Bencana | 4
c) Keadaan pada saat bencana berubah dengan cepat, sehingga
diperlukan pemimpin yang memahami arah perubahan dan
memiliki kemampuan untuk mengelola setiap perubahan
tersebut.
Tugas seorang pemimpin dalam sebuah orgnaisasi adalah
membaca anggota organisasi untuk bekerja sama sesuai dengan
tanggung jawabnya masing-masing dan membawa organisasi kearah
pencapaian tujuan yang diharapkan.
Selain itu, tugas pemimpin organisasi adalah mengawasi,
membenarkan, meluruskan, memandu, menterjemahkan,
menetralisir, mengorganisasikan dan mentransformasikan
kebutuhan serta harapan anggota organisasi. Dalam konteks nilai
dan norma sosial, tugas pemimpin adalah membuat organisasi
sebagai suatu system sosial yang menyenangkan bagi anggota
organisasinya, organisasi menjadi satu tempat berinteraksi dan
aktualisasi diri bagi anggotanya.
Efektifitas seorang pemimpin adalah kemampuan untuk
menciptakan dan mengoperasionalkan visi melalui mobilisasi
pengikut. Untuk mencapai efektifitas kepemimpinan dapat melalui,
(Calman, 1998) :
a) Kecermatan untuk memilih orang (pengikut)
b) Memilah saran-saran
c) Menentukan kebijakan dan merancang strategi untuk mencapai
visi yang diyakini
d) Penerapan gaya kepemimpinan yang bervariasi
e) Mempunyai visi yang jelas dan sistematis
f) Memiliki semangat dan energi yang cukup untuk melakukan
proses kepemimpinan
g) Memiliki rasa percaya diri dan kemampuan untuk mempercayai
orang lain
Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi, yaitu: pertama,
dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan

Keperawatan Bencana | 5
(direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin. Kedua, dimensi
yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau
keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-
tugas pokok kelompok atau organisasi.
Secara operasional, fungsi kepemimpinan dapat dibedakan
dalam lima fungsi pokok, yaitu :
1) Fungsi instruksi
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai
komunikator merupakan pihak yang menentukan apa,
bagaimana, bilamana dan dimana perintah itu dikerjakan agar
keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan
yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan
dan memotivasi oaring lain agar mau melaksanakan perintah.
2) Fungsi partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini, pemimpin berusaha
mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam
keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam
melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas melakukan
semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah
berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil
tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap
dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.
3) Fungsi konsultasi
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap
pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin
kerapkali memerlukan bahan pertimbangan yang
mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang
dipimpinnya, yang dinilai mempunyai berbagai bahan
informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan.
Tahap berikutnya, konsultasi dari pimpinan pada orang-
orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan
ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu

Keperawatan Bencana | 6
dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik
(feedback) untuk memperbaiki dan menyempurnakan
keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.
4) Fungsi delegasi
Fungsi delegasi dilaksanakan dengan memberikan
pelimpahan wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik
melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan.
Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-
orang penerima delegasi itu diyakini merupakan pembantu
pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi dan
aspirasi.
5) Fungsi pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan
yang sukses mampu mengatur aktivitas anggotanya secara
terarah dan dalam koordinasi yang efektif sehingga
memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.
Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan
bimbingan, pengaraha, koordinasi dan pengawasan. Seluruh
fungsi kepemimpinan tersebut diselenggrakan dalam aktivitas
kepemimpinan secara integral, yaitu pemimpin berkewajuban
menjabarkan program kerja, mampu memberikan petunjuk
yang jelas. Berusaha mengembangkan kebebasan berpikir dan
mengeluarkan pendapat. Kemudian mengembangkan
kerjasama yang harmonis, mampu memecahkan masalah dan
mengambil keputusan masalah sesuai batas tanggung jawab
masing-masing, menumbuhkembangkan kemampuan memikul
tanggung jawab dan pemimpin harus mendayagunakan
pengawasan sebagai alat pengendali.
Selain fungsi-fungsi tersebut dalam praktik kinerja organisasi,
pemimpin dapat berfungsi, yaitu :
a) Membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerjasama
dengan penuh rasa kebebasan.

Keperawatan Bencana | 7
b) Membantu kelompok untuk mengorganisir diri, yaitu ikut serta
dalam memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok
dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan. Membantu
kelompok dalam menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu
kelompok dalam menganalisi situasi untuk kemudian
menetapkan prosedur mana yang paling praktis dan efektif.
c) Bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan bersama
dengan kelompok. Pemimpin memberi kesempatan kepada
kelompok untuk belajar dari pengalaman. Pemimpin
mempunyai tanggung jawab untuk melatih kelompok
menyadari proses da nisi pekerjaan yang dilakukan dan berani
menilai hasilnya secara jujur dan objektif.
d) Bertanggung jawab dalam mengembangkan dan
mempertahankan eksistensi organisasi.

2.1.3 Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Siklus Bencana


Seorang pemimpin diharapkan memiliki visi dan cara
penggalangan komitmen yang berbeda untuk setiap fase penanganan
bencana. Demikian pula dengan tipe kepemimpinan yang diterapkan,
tentu akan berbeda untuk setiap tahap. Tujuan dari perubahan tipe
kepemimpinan adalah untuk meningkatkan efektifitas
kepemimpinan, dimana pada akhirnya akan diperoleh efektifitas dari
setiap tahap penanganan bencana.

Keperawatan Bencana | 8
Pada saat terjadi bencana (fase disaster impact), dimana semua
orang dalam keadaan panic, termasuk petugas yang seharusnya
menangani bencana, system yang mengalami breakdown, sumber
daya yang sangat kurang dan sebagainya, diperlukan gaya
kepemimpinan yang coercive. Aplikasi gaya ini akan menuntut para
pengikut untuk memenuhi permintaan seorang pemimpin untuk
merealisasikan visinya. Dalam situasi krisis, semua orang menuntut
adanya arah yang jelas dalam upaya keluar dari situasi tersebut.
Pada fase selanjutnya, dimana dilakukan response, diperlukan
tipe kepemimpinan authoritative. Tipe ini akan mengakomodasi
proses mobilisasi dan meyakinkan banyak pihak untuk bergabung
dalam proses penanganan bencana.
Dalam fase recovery diperlukan tipe kepemimpinan yang
affiliative. Melalui tipe ini seorang pemimpin dapat menciptakan
keharmonisan dan membangun ikatan emosi diantara berbagai pihak
yang terlibat dalam proses recovery. Menurut pengamatan banyak
sekali pihak yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung,
dalam fase recovery. Masing-masing pihak memiliki misi tersendiri
oleh sebab itu rawan terjadi benturan. Namun masing-masing pihak

Keperawatan Bencana | 9
tersebut memiliki sumber daya yang sangat diperlukan untuk
menghasilkan sesuatu yang positif pada fase ini. Oleh sebab itu
diperlukan kepemimpinan yang mampu menciptakan keharmonisan
diantara pihak-pihak yang membantu, walaupun masing-masing
memiliki misi dan kepentingan yang beragam.
Fase development memerlukan kepemimpinan dengan tipe
demokratik. Fase ini membutuhkan masukan dari berbagai pihak
namun dengan tujuan yang sama, yaitu mengembalikan situasi agar
dapat menuju normal kembali. Dalam fase ini dibutuhkan konsensus
dari berbagai stakeholder, dimana dalam upaya membangun
konsensus tersebut dapat terjadi silang pendapat. Pemimpin yang
memiliki tipe demokratik akan mengakomodasi setiap pendapat dan
mampu merangkumnya menjadi kesepakatan yang memuaskan
berbagai pihak.
Fase prevention dan mitigation merupakan fase yang bertujuan
untuk membuat standar penanganan bencana dan berupaya unutk
mengurangi dampak bencana yang tidak mungkin dihindari
(unpreventable). Dalam fase ini diperlukan tipe kepemimpinan
pace-setting yang akan meletakkan standar tinggi untuk suatu
kinerja tertentu. Tipe ini sesuai diaplikasikan untuk mendapatkan
hasil yang cepat dari suatu kelompok yang memiliki motivasi tinggi
dan kompeten.
Fase preparedness adalah fase yang membutuhkan
kepemimpinan dengan tipe coaching. Dalam fase preparedness
diperlukan visi jangka panjang dan kemampuan untuk meyakinkan
semua orang bahwa bencana dapat terjadi setiap saat, kapan saja,
dimana saja dan mengenai siapa saja. Untuk menjaga agar fase ini
tetap efektif diperlukan energi yang besar dari pemimpin untuk tetap
konsisten dan yakin bahwa visi yang dibangun adalah yang terbaik
untuk semua pihak. Melalui pendekatan coaching, seorang
pemimpin dapat mengalihkan beban yang ada di pundaknya untuk

Keperawatan Bencana | 10
dibagikan kepada banyak pihak, sehingga stamina dan
keyakinannya dapat terus dijaga konsistensinya.

2.2 Leadership in Managing


Manajemen Bencana adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk
mengendalikan bencana dan keadaan darurat, sekaligus memberikan
kerangka kerja untuk menolong masyarakat dalam keadaan beresiko tinggi
agar dapat menghindari ataupun pulih dari dampak bencana. Skala dan status
bencana menurut UU nomor 24 tahun 2007, ditentukan oleh presiden.
Penentuan skala dan status bencana ditentukan berdasarkan kriteria jumlah
korban dan material yang dibawa oleh bencana, infrastruktur yang rusak, luas
area yang terkena, sarana umum yang tidak berfungsi, pengaruh terhadap
sosial ekonomi dan kemampuan sumber daya lokal untuk mengatasinya.
Tujuan dari manajemen bencana:
1. Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun
jiwa yang dialami oleh perorangan, masyarakat maupun negara
2. Mengurangi penderitaan korban bencana
3. Mempercepat pemulihan
4. Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang
kehilangan tempat ketika kehidupannya terancam
Didalam siklus manajemen bencana terdapat beberapa tahapan dalam
upaya untuk menangani suatu bencana yaitu :
1. Penanganan Darurat; yaitu upaya untuk menyelamatkan jiwa dan
melindungi harta serta menangani gangguan kerusakan dan dampak lain
suatu bencana. Sedangkan keadaan darurat yaitu kondisi yang
diakibatkan oleh kejadian luar biasa yang berada di luar kemampuan
masyarakat untuk menghadapinya dengan sumber daya atau kapasitas
yang ada sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok
dan terjadi penurunan drastis terhadap kualitas hidup, kesehatan atau
ancaman secara langsung terhadap keamanan banyak orang di dalam
suatu komunitas atau lokasi.

Keperawatan Bencana | 11
2. Pemulihan (recovery) adalah suatu proses yang dilalui agar kebutuhan
pokok terpenuhi. Proses recovery terdiri dari:
a. Rehabilitasi : perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang
sifatnya sementara atau berjangka pendek.
b. Rekonstruksi : perbaikan yang sifatnya permanen
3. Pencegahan (prevension); upaya untuk menghilangkan atau mengurangi
kemungkinan timbulnya suatu ancaman. Namun perlu disadari bahwa
pencegahan tidak bisa 100% efektif terhadap sebagian besar bencana.
4. Mitigasi (mitigation); yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi
dampak buruk dari suatu ancaman. Misalnya: penataan kembali lahan
desa agar terjadinya banjir tidak menimbulkan kerugian besar.
5. Kesiapsiagaan (preparedness); yaitu persiapan rencana untuk bertindak
ketika terjadi (kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri
dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan darurat
danidentifikasi atas sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Perencanaan ini dapat mengurangi dampak buruk dari suatu
ancaman.

Keperawatan Bencana | 12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kepemimpinan pada saat penanganan bencana mutlak diperlukan untuk
menunjang efektifitas dan pencapaian dari pengelolaan tersebut. Situasi yang kritis,
penuh dengan ketidakpastian, tidak berfungsinya sistem dan kurangnya sumber daya,
semakin mendorong diperlukannya kepemimpinan yang efektif.
Penanganan bencana dapat dibagi menjadi beberapa fase, dimana masing- masing
fase memiliki karakteristik yang spesifik namun satu dengan yang lainnya saling
menunjang secara sekuansial. Setiap fase penanganan bencana akan melibatkan
banyak pihak yang mungkin terlibat hanya pada satu fase atau pada keseluruhan
fase. Pihak yang terlibat juga memiliki berbagai misi dan kompetensi yang berbeda.
Tipe kepemimpinan pada penanganan bencana dapat disesuaikan dengan fase
penanganan bencana. Tujuan dari penyesuaian ini adalah untuk meningkatkan
efektifitas dari kepemimpinan itu sendiri yang pada akhirnya akan meningkatkan
efektifitas dari setiap fase penanganan. Diperlukan sistem kepemimpinan bersama
untuk dapat mengaplikasikan setiap tipe kepemimpinan pada setiap fase penanganan
bencana.
Diperlukan pelatihan yang sistematik dan berkesinambungan untuk
mengembangkan kemampuan kepemimpinan para aktor yang terlibat langsung
dalam penanganan bencana. Program pelatihan dikemas untuk mengembangkan
kemampuan kepemimpinan tingkat dasar sampai dengan kemampuan lanjut untuk
menguasai berbagai variasi gaya kepemimpinan sebagai bekal untuk menerapkan
konsep contextual leadership di lapangan.

3.2 Kritik dan Saran


Gunakanlah waktu sebaik-baiknya untuk mencari ilmu untuk masa depan
yang cemerlang. Gunakanlah makalah ini sebagai sumber ilmu untuk
mempelajari tentang keperawatan bencana dengan melihat sisi dari
pentingnya kepemimpinan dalam menejemen bencana.

Keperawatan Bencana | 13
DAFTAR PUSTAKA

Meliala A. 2015. Leadership Style dalam Penanganan Bencana


Putra A., Juwita R. 2014. Peran dan Kepemimpinan Perawat dalam Manajemen
Bencana pada Fase Tanggap Darurat
Andreasta M. 2015. Style of Leadership dalam Penanganan Bencana
Kurniyanti MA. 2012. Peran Tenaga Kesehatan dalam Penanganan Manajemen
Bencana

Keperawatan Bencana | 14

Anda mungkin juga menyukai