Anda di halaman 1dari 78

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu
keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya
sesuatu tujuan (Kirsmansa. 2008). Seorang pemimpin yang baik adalah
pandai dalam mengambil keputusan yang tepat dan berorientasi pada
tindakan/action. Untuk dapat mengambil keputusan dan bertindak dengan
baik maka seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan, kesadaran diri,
kemampuan berkomunikasi dengan baik, energi, dan tujuan yang jelas.
Seorang pemimpin harus menjadi role model yang baik dalam cara
kepemimpinannya, dalam pelaksanaan tugas maupun dalam membangun
kerja sama dan bekerja sama dengan orang lain termasuk dengan
bawahannya. Selain itu seorang pemimpin yang efektif harus memiliki
kualitas diri dan kualitas perilaku sebagai berikut : integritas, berani
mengambil resiko, inisiatif, energi, optimis, pantang menyerah
(perseverance), seimbang, kemampuan menghadapi stress, dan kesadaran
diri serta memiliki kualitas perilaku seperti: berpikir kritis, menyelesaikan
masalah (solve problem), menghormati/menghargai orang lain, kemampuan
berkomunikasi yang baik, punya tujuan dan mengkomunikasikan visi dan
meningkatkan kemampuan diri dan orang lain (Warta Wargana, 2010).

2. Fungsi Kepemimpinan
Tercapainya keefektifan dalam kelompok atau organisasi, maka seorang
pemimpin harus melaksanakan dua fungsi utama yaitu sebagai berikut
(Soekarso, 2015):

1
a. Fungsi yang berhubungan dengan tugas (task related) arau pemecahan
masalah, ini mencakup penetapan struktur tugas, pemberian saran
penyelesaian, informasi dan pendapat.
b. Fungsi yang berhubungan dengan pemeliharaan kelompok (group
maintenance) atau sosial, mencakup segala sesuatu yang dapat membantu
kelompok atau organisasi berjalan lebih baik atau efektif, persetujuan
dengan kelompok lain, pencegahan pendapat dan sebagainya.
Berdasakn fungsi utama tersebut, maka dapat diuraikan fungsi
kepemimpinan kedalam beberapa bagian yaitu: fungsi pengambilan
kepetusan(decision making), fungsi pengarahan(directing), fungsi
pendelegasian(delegation), fungsi pemberdayaan(empowerment), fungsi
fasilitasi(fasilitation), dan fungsi pengendalian(controling).

3. Teori Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan


Teori kepemimpinan merupakan generalisasi dari suatu seri
perilakupemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan
menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan,
persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya
serta etikaprofesi kepemimpinan (Bessie & Huston, 2009).
Untuk dapat mengambil keputusan dan bertindak dengan baik maka
seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan, kesadaran diri, kemampuan
berkomunikasi dengan baik, energi, dan tujuan yang jelas. Seorang
pemimpin harus menjadi role model yang baik dalam cara
kepemimpinannya, dalam pelaksanaan tugas maupun dalam membangun
kerja sama dan bekerja sama dengan orang lain termasuk dengan
bawahannya.
Selain itu seorang pemimpin yang efektif harus memiliki kualitas diri
dan kualitas perilaku sebagai berikut : integritas, berani mengambil resiko,
inisiatif, energy, optimis, pantang menyerah(perseverance), seimbang,

2
kemampuan menghadapi stress, dan kesadaran diri serta memiliki kualitas
perilaku seperti: berpikir kritis, menyelesaikan masalah (solve problem),
menghormati/menghargai orang lain, kemampuan berkomunikasi yang baik,
punya tujuan dan mengkomunikasikan visi dan meningkatkan kemampuan
diri dan orang lain (Wargana, 2010).

4. Tipologi Kepemimpinan
Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang
beberapa tipe kepemimpinan, diantaranya adalah sebagian berikut (Siagian,
2008):
a. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki
kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai
pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan
organisasi; Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau
menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu tergantung kepada
kekuasaan formalnya; Dalam tindakan pengge-rakkannya sering
memperguna-kan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan
bersifat menghukum.
b. Tipe Militeristis.
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari
seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin
organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah
seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut: Dalam
menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan;
Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan
jabatannya, senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, menuntut
disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, sukar menerima kritikan
dari bawahannya, menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.

3
c. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang
paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut :
menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap
terlalu melindungi (overly protective); jarang memberikan kesempatan
kepada bawahannya untuk mengambil keputusan; jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan
daya kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.
d. Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-
sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma.
Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya
tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai
pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun parapengikut itu
sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut
pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab seseorang
menjadi pemimpin yang karismatik, maka seringhanya di katakana
bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra
natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat
dipergunakan sebagai criteria untuk karisma.
e. Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe
pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi
modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki
karakteristik sebagai: dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik
tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di
dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan
organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada

4
bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari
bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork
dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang
kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang
sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu
berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan
berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

B. Manajemen Pelayanan Rawat Inap


1. Pengertian pelayanan rawat inap
Rawat inap (opname) ialah istilah yang berarti perawat pasien oleh tenaga
kesehatan profesional akibat penyakit tertentu , dimana pasien diinanpkan
dalam suatu ruangan rumah sakit. Ruang rawat inap adalah ruang tempat
pasien di rawat.
Rawat inap merupakan suatu bentuk perawatan, dimana pasien dirawat dan
tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu. Selama pasien dirawat,
rumah sakit harus memberikan pelayanan terbaik kepada pasien(Posma 2001
yang dikutip dari Anggraini 2008).
Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit
yangmenempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa,
terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya(Depkes RI 1997
yang dikutip dari suryanti 2002).

2. Tujuan pelayanan rawat inap


a) Membantu penderita memenuhi kebutuhannya sehari-hari sehubungan
dengan penyembuhan penyakitnya.
b) Mengembangkan hubungan kerja sama yang produktif antara unit
maupun profesi.

5
c) Menyediakan tempat/ latihan / praktek bagi siswa perawat
d) Memberikan kesempatan kepada kepada tenaga perawat untuk
meningkatkan ketrampilannya dalam hal keperawatan
e) Meningkatkan suasana yang memungkinkan timbul dan berkembangnya
gagasan yang kreatif.
f) Mengandalkan evaluasi yang terus menerus mengenai metode
keperawatan yang di pergunakan untuk usaha peningkatan.

3. Standar Minimal Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit


a) Pemberian layanan rawat inap adalah dokter spesialis dan perawat dengan
minimal pendidikan D3.
b) Penangggung jawab pasien rawat inap 100% adalah dokter
c) Ketersediaan pelayanan rawat inap terdiri dari anak, penyakit dalam,
kebidanan dan bedah.
d) Jam kunjungan dokter spesialis adalah 08.00-14.00 setiap hari kerja
e) kejadian infeksi pasca operasi kurang dari

4. Prosedur Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit


Alur proses pelayanan pasien unit rawat inap akan mengikuti alur sebagai
berikut:
a) Bagian penerimaan pasien (Admission Department)
b) Ruang perawatan
c) Bagian administrasi dan keuangan

5. Klasifikasi Rawat Inap di Rumah Sakit


a) berdasarkan fasilitas
klasifikasi perawatan rumah sakit telah ditetapkan berdasarkan tingkat
fasilitas palayanan yang disediakan oleh rumah sakit yaitu sebagai berikut:
-Kelas utama (termasuk VIP)

6
-Kelas I
-Kelas II
-Kelas III
b) Klasifikasi pasien berdasarkan kedatangannya:
- Pasien baru
-Pasien lama
c) Klasifikasi pasien berdasarkan pengirimnya:
-Dikirim oleh dokter rumah sakit
-Dikirim oleh dokter luar
-Rujukan dari puskesmas dan rumah sakit lain
-Datang atas kemauan sendiri

C. Model Pelayanan Keperawatan Profesional


Berikut ini, merupakan penjabaran secara rinci tentang metode pemberian
asuhan keperawatan professional. Ada lima metode pemberian asuhan
keperawatan professional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di
masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan.
1. Fungsional (bukan model MAKP)
Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua . Pada
saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka
setiap perawat hanya melakukan satu atau dua jenis intervensi keperaatan
saja (misalnya, merawat luka) kepada semua pasien bangsal.

7
Kepala Ruang

Perawat Perawat Perawat Perawat

pengobatan Merawat luka Instrument Kebutuhan dasar

Pasien / Klien

Figur 9.2Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis


dan Huston, 1998 : 138)
Kelebihan:
a) Manajemen klasik yang menekan efisiensi, pembagian tugas yang
jelas dan pengawasan yang baik.
b) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.
c) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan
perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan atau belum
berpengalaman.
Kekurangan :
a) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat.
b) Pelayanan keperawatan terpisa-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan.
c) Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan
keterampilan saja.

8
2. MAKP Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap kelompok pasien.
Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/group yang terdiri atas tenaga
professional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang
saling membantu. Metode ini bisa digunakan pada pelayanan keperawatan
di unit rawat inap, unit rawat jalan dan unit gawat dalurat.
Konsep metode tim:
a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinana;
b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin;
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua;
d. Peran kepala ruang penting dalam model tim,model tim akan berhasil
bila di dukung oleh kepala ruang.
Kelebihannya :
a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh;
b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan;
c. Memungkinkan komunikasi antar tim , sehinga konflik mudah di atasi
dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
Kelemahan:
Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi
tim ,yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk di laksanakan
pada waktu-waktu sibuk.
Konsep metode tim:
a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinana;
b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontuitas rencana
keperawatan terjamin;

9
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;
d. Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berhasil
bila didukung oleh kepala ruang.
Tanggung jawab anggota tim:
a. Memberikan asuhan keperawatanpada pasien di bawah tanggung
jawabnya;
b. Kerja sama dengan anggota tim dan antartim;
c. Memberikan laporan .
Tanggung jawab ketua tim:
a. Membuat perencanaan ;
b. Membuat penugasan ,supervisi,dan evaluasi;
c. Mengenal / mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat
kebutuhan pasien;
d. Mengembangkan kemampuan anggota;
e. Menyelenggarakan konferensi.

3. MAKP Primer
Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggungjawab penuh
selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk
sampai rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan
antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai
dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat
yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan
keperawatan selama pasien di rawat.

10
Figure 9.4 Bagan Pengembangan MAKP (Nursalam 2009)

Figure 9.5 Diagram Sistem Asuhan Keperawatan Primer (Marquis dan


Huston, 1998:138)
Kelebihan: 
a. Bersifat kontinuitas dan komprehensif hasil, dan 
b. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap
memungkinkan pengembangan diri 
c. Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, er, dan rumah sakit
(Gillies, 1989). 
Keutungan yang dirasakan adalah pasien merasa di manusiawikan karena
terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan
bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan

11
kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi
tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.
Kelemahannya adalah hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria assertif, self
direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mampu berkolaborasi dengan
berbagai disiplin ilmu.
Konsep dasar metode primer:
a. Ada tanggungjawab dan tanggung gugat.
b. Ada otonomi
c. Ketertiban pasien dan keluarga
Tugas perawat primer:
a. Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan
c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas
d. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikanpelayananyang diberikan
oleh disiplin lain maupun perawat lain
e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
f. Menerima dan menyesuaikan rencana
g. Menyiapkan penyuluhan untuk pulang
h. Melakukan rujukan kepada pekerja social, kontak dengan lembaga
social di masyarakat
i. Membuat jadwal perjanjian klinis
j. Mengadakan kunjungan rumah
Peran kepala ruang atau bangsal dalam metode primer:
a. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
b. Orientasi dan merencanakan karyawan baru
c. Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten
d. Evaluasi kerja

12
e. Merencanakan atau menyelenggarakan pengembangan staf
f. Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang
terjadi
Ketenagaan metode primer:
a. Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada dekat
dengan pasien
b. Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer
c. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
d. Perawat primer dibantu oleh perawat professional lain maupun non
professional sebagai perawat asisten

4. MAKP Kasus
Setiap perawat untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas.
Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sift, dan tidak
ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari
berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu
perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau
pribadi dalam memberikan asuhan keperawatan khusus seperti kasus isolasi
dan perawatan intensif (intensive care).
Kelebihannya:
a. Perawat lebih memahami kasus per kasus
b. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah
Kekurangannya:
a. Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab
b. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar
yang sama

13
Figur 9.6 Sistem asuhan Keperawatan “Case Method Nursing” (Marquis
dan Huston, 1998:136)

5. Modifikasi: MAKP Tim-Primer


Model MAKP Tim dan primer digunakan secara kombinasi dari kedua
sistem. Menurut Sitorus (2002) penetapan sistem model MAKP ini
didasarkan pada beberapa alasan berikut:
a) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat
primer harus mempunyai latar belakang S-1 keperawatan atau secara
setara.
b) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab
asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai Tim.
c) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akuntabilitasi asuhan keperawatan terdapat pada
primer, karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah
lulusan D-3, bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh
perawat primer/ ketua tim.Contoh (dikutip dari Sitorus,2002)

Model MAKP ini ruangan memerlukan 26 perawat. Dengan menggunakan


model modifikasi keperwatan primer ini diperlukan empat orang perawat
prime (PP) dengan kualifikasi Ners, disamping seseorang kepala ruang rawat
yang juga Ners. Perawat pelaksana (PA) 21 orang, kualifikasi pendidikan

14
perawat pelaksana terdiri atas lulusan D3 Keperawatan (tiga orang) dan SPK
(18 orang). Pengelompokkan tim pada setiap sift jaga terlihat pada figure 9.7

Figur 9.7Metode Tim Primer (Modifikasi)

6. Model Asuhan Keperawatan Modular


Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari primary
nursing yang digunakan dalam keperawatan dengan melibatkan tenaga
professional dan non professional. Model modular mirip dengan model
keperawatan tim, karena tenaga profesional dan non profesional bekerjasama
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada beberapa pasien dengan
arahan kepemimpinan perawat profesional. Model modular mirip juga
dengan model primer, karena tiap 2-3 perawat bertanggung jawab terhadap
asuhan beberapa pasien sesuai dengan beban kasus,sejak pasien masuk,

15
pulang dan setelah pulang serta asuhan lanjutan kembali kerumah sakit. Agar
model ini efektif maka Kepala Ruangan secara seksama menyusun tenaga
profesional dan non profesional serta bertanggungjawab supaya kedua
tenaga tersebut saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian, terutama
kepemimpinan.
Dalam menerapkan model modular, 2-3 tenaga keperawatan bisa
bekerjasama dalam tim, serta diberi tanggung jawab penuh untuk mengelola
8-12 kasus. Seperti pada model primer, tugas tim keperawatan ini harus
tersedia jugaselama tugas gilir (shift) sore-malam dan pada hari-hari libur,
namun tanggung jawab terbesar dipegang oleh perawat profesional. Perawat
profesional bertanggung jawab untuk membimbing dan mendidik perawat
non profesional dalam memberikan asuhan keperawatan. Konsekuensinya
peran perawat profesionaldalam model modular ini lebih sulit dibandingkan
dengan perawat primer. Model modular merupakan gabungan dari model tim
dan primary model. Peran perawat kepala ruang (nurse unit manager)
diarahkan dalam halmembuat jadwal dinas dengan mempertimbangkan
kecocokan anggota untuk bekerjasama, dan berperan sebagai fasilitator,
pembimbing serta motivasi.

D. Manajemen Resiko dan Keselamatan pasien


Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai
dan menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk menghilangkan atau
meminimalkan dampaknya. Manajemen risiko rumah sakit adalah kegiatan
berupa identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi risiko cedera dan kerugian
pada pasien, karyawan rumah sakit, pengunjung dan organisasinya sendiri (The
Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations/JCAHO).

Manajemen Risiko Terintegrasi adalah proses identifikasi, penilaian, analisis


dan pengelolaan semua risiko yang potensial dan kejadian keselamatan pasien.

16
Manajemen risiko terintegrasi diterapkan terhadap semua jenispelayanan
dirumah sakit pada setiap level.

Jika risiko sudah dinilai dengan tepat, maka proses ini akan membantu rumah
sakit, pemilik dan para praktisi untuk menentukan prioritas dan perbaikan dalam
pengambilan keputusan untuk mencapai keseimbangan optimal antara risiko,
keuntungan dan biaya.

Dalam praktek, manajemen risiko terintegrasi berarti:

• Menjamin bahwa rumah sakit menerapkan system yang sama untuk mengelola
semua fungsifungsi manajemen risikonya, seperti patient safety, kesehatan
dan keselamatan kerja, keluhan, tuntutan (litigasi) klinik, litigasi karyawan,
serta risiko keuangan dan lingkungan.
• Jika dipertimbangkan untuk melakukan perbaikan, modernisasi dan clinical
governance, manajemen risiko menjadi komponen kunci untuk setiap desain
proyek tersebut.
• Menyatukan semua sumber informasi yang berkaitan dengan risiko dan
keselamatan, contoh: “data reaktif” seperti insiden patient safety, tuntutan
litigasi klinis, keluhan, dan insiden kesehatan dan keselamatan kerja, “data
proaktif” seperti hasil dari penilaian risiko; menggunakan pendekatan yang
konsisten untuk pelatihan, manajemen, analysis dan investigasi dari semua
risiko yang potensial dan kejadian aktual.
• Menggunakan pendekatan yang konsisten dan menyatukan semua penilaian
risiko dari semua jenis risiko di rumah sakit pada setiap level.
• Memadukan semua risiko ke dalam program penilaian risiko dan risk register
• Menggunakan informasi yang diperoleh melalui penilaian risiko dan insiden
untuk menyusun kegiatan mendatang dan perencanaan strategis.

17
Identifikasi risiko adalah usaha mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan
cedera, tuntutan atau kerugian secara finansial. Identifikasi akan membantu langkah-
langkah yang akan diambil manajemen terhadap risiko tersebut.

Instrument:

1. Laporan Kejadian(KTD+KNC+Kejadian Sentinel+dan lain-lain)


2. Review Rekam Medik (Penyaringan Kejadian untuk memeriksa dan mencari
penyimpanganpenyimpangan pada praktik dan prosedur)
3. Pengaduan (Complaint) pelanggan
4. Survey/Self Assesment, dan lain-lain

Pendekatan terhadap identifikasi risiko meliputi:

• Brainstorming
• Mapping out proses dan prosedur perawatan atau jalan keliling dan
menanyakan kepada petugas tentang identifikasi risiko pada setiap lokasi.
• Membuat checklist risiko dan menanyakan kembali sebagai umpan balik

Penilaian risiko (Risk Assesment) merupakan proses untuk membantu organisasi


menilai tentang luasnya risiko yg dihadapi, kemampuan mengontrol frekuensi dan
dampak risiko risiko. RS harus punya Standard yang berisi Program Risk Assessment
tahunan, yakni Risk Register:

1. Risiko yg teridentifikasi dalam 1 tahun


2. Informasi Insiden keselamatan Pasien, klaim litigasi dan komplain, investigasi
eksternal & internal, external assessments dan Akreditasi
3. Informasi potensial risiko maupun risiko actual (menggunakan RCA&FMEA)

Penilaian risiko Harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak yang terlibat
termasuk Pasien dan publik dapat terlibat bila memungkinkan. Area yang dinilai:

18
• Operasional
• Finansial
• Sumber daya manusia
• Strategik
• Hukum/Regulasi
• Teknologi

Manfaat manajemen risiko terintegrasi untuk rumah sakit

1. Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan sifat risiko
terhadap pasien dapat dinilai dengan tepat.
2. Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di area risiko yang
lain.
3. Pendekatan yang konsisten untuk identifikasi, analisis dan investigasi untuk
semua risiko, yaitu menggunakan RCA.
4. Membantu RS dalam memenuhi standar-standar terkait, serta kebutuhan
clinical governance.
5. Membantu perencanaan RS menghadapi ketidakpastian, penanganan dampak
dari kejadian yang tidak diharapkan, dan meningkatkan keyakinan pasien dan
masyarakat.

Risk Assessment Tools yang digunakan dalam menangani risiko yang terjadi :

• Risk Matrix Grading


• Root Cause Analysis
• Failure Mode and Effect Analysis

19
A. Identifikasi Risiko dan Penilaian Risiko (Risk Assessment)

Dalam hal ini, risiko dapat dibedakan menjadi risiko potensial (dengan pendekatan
pro-aktif) dan insiden yang sudah terjadi (dengan pendekatan reaktif / responsif).

Risiko potensial dapat diidentifikasi dari berbagai macam sumber, misalnya:

20
a. Informasi internal (rapat bagian / koordinasi, audit, incident report, klaim,
komplain)
b. Informasi eksternal (pedoman dari pemerintah, organisasi profesi, lembaga
penelitian)
c. Pemeriksaan atau audit eksternal
Risiko atau insiden yang sudah teridentifikasi harus ditentukan peringkatnya
(grading) dengan memperhatikan:

1. Tingkat peluang / frekwensi kejadian (likelihood)


Tingkat dampak yang dapat / sudah ditimbulkan (consequence)
Pengukuran kualitatif frekuensi /kemungkinan (likehood)

Tingkat Deskripsi Nilai

Jarang Terjadi pada keadaan khusus 1

Kadang-kadang Dapat terjadi sewaktu-waktu 2


(unlikely)
Mungkin (Possible) Mungkin terjadi sewaktu-waktu 3

Mungkin sekali Mungkin terjadi pada banyak keadaan tapi tidak 4


(likely) menetap
Hampir pasti Dapat terjadi pada tiap keadaan dan menetap 5
(Almost certain)

21
Pengukuran kualitatif konsekuensi / dampak

Tingkat Deskriptor Contoh Deskriptor


1 Tidak bermakna Tidak ada cedera, kerugian keuangan kecil
2 Rendah Pertolongan pertama dapat diatasi,
kerugian keuangan sedang
3 Menengah Memerlukan pengobatan medis, kerugian
keuaangan besar
4 Berat Cedera luas, kehilangan kemampuan
produksi, kerugian keuangan besar
5 Katastropik Kematian, kerugian keuangan sangat besar.

Identifikasi dampak
Dampak
Kemungkinan Sangat Rendah Sedang Besar Ekstrim/

(likelihood) rendah Catarastopik

Jarang 1 2 3 4 5
Kadang-kadang 2 4 6 8 10
Mungkin 3 6 9 12 15
Mungkin sekali 4 8 12 16 20
Hampir pasti 5 10 15 20 25

Nilai
1–3 4–6 8 – 12 15 – 25
Rendah Sedang Bermakna Tinggi

22
Contoh risiko potensial berdasarkan area pelayanan :

NO AREA RISIKO
.
Akses Pasien:
1 1. Proses pemulangan pasien lama
2. Pasien pulang paksa
3. Kegagalan merujuk pasien
4. Ketidaktersediaan tempat tidur
5. Proses transfer pasien yang tidak baik

Kecelakaan:
2 1. Tersengat listrik
2. Terpapar dengan bahan berbahaya
3. Tertimpa benda jatuh
4. Tersiram air panas
5. Terpeleset

Asesmen dan Terapi


3 1. Kesalahan identifikasi pasien
2. Reaksi transfusi darah
3. Kesalahan pelabelan spesimen laboratorium
4. Kegagalan konsultasi interdisiplin pasien 5. Code blue
4 Masalah administrasi keuangan pasien
1. Kesalahan estimasi biaya
2. Pengenaan tagihan yang sama 2 x
3. Kesalahan input data tagihan

4. Perbedaan tarif dan tagihan


5. Transaksi tidak terinput

23
5 Kejadian Infeksi
1. Kegagalan / kontaminasi alat medis
2. Infeksi luka operasi
3. Needlestick injury
4. Kesalahan pembuangan limbah medis
5. Infeksi nosokomial

6 Rekam medik
1. Kegagalan memperoleh informed consent
2. Kesalahan pelabelan rekam medik
3. Kebocoran informasi rekam medik
4. Ketidaklengkapan catatan dalam rekam medik
5. Kehilangan / kesalahan penyimpanan rekam medic

7 Obat
1. Penulisan resep yang tidak baik
2. Riwayat alergi obat tidak teridentifikasi
3. Kesalahan dosis obat
4. Obat rusak / expired
5. Kesalahan identifikasi pasien dalam pemberian obat
6. Kegagalan memonitor efek samping obat

8 Keamanan
1. Pencurian
2. Pasien hilang
3. Lingkungan yang tidak aman

B. Analisis Risiko
Analisa dilakukan dengan menentukan score risiko atau insiden tersebut untuk
menentukan prioritas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggung

24
jawab untuk mengelola / mengendalikan risiko / insiden tersebut termasuk dalam
kategori hijau / kuning /ungu/ merah.

TINGKAT RISIKO DESKRIPSI PELUANG/FREKWENSI


1 Sangat jarang/ rare (> 5 tahun/kali)
2 Jarang/unlikely (> 2 – 5 tahun/kali)
3 Mungkin/ Posible (1 -2 tahun/kali)
4 Sering/Likely (beberapa kali/tahun)
5 Sangat sering/ almost certain (tiap minggu/ bulan)

Tingkat Risiko Deskripsi Dampak


1 Tidak signifikan Tidak ada cedera
2 Minor Cedera ringan, misal luka lecet
Dapat diatasi dengan P3K

3 Moderat Cedera sedang, mis : luka robek


Berkurangnya fungsi motorik/sensorik/psikologis atau
intelektual ( reversible). Tidak berhubungan dengan
penyakit
Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
4 Mayor Cedera luas/berat, misal : cacat, lumpuh
Kehilangan fungsi motorik/sensorik/psikologis atau
intelektual ( reversible). Tidak berhubungan dengan
penyakit
Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
5 Katarastopik Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan
penyakit

25
Hal ini akan menentukan evaluasi dan tata laksana selanjutnya. Untuk risiko / insiden
dengan kategori hijau dan kuning maka evaluasi cukup dengan investigasi sederhana
sedangkan untuk kategori ungu dan merah perlu dilakukan evaluasi lebih mendalam
dengan metode RCA (root causeanalysis – reaktif / responsive) atau HFMEA
(healthcare failure mode effect analysis – proaktif)

C. Evaluasi Risiko
1. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai skor
dan grading yang didapat dalam analisis.
SKOR RISIKO = DAMPAK X PELUANG
2. Pemeringkatan memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai, dan
meliputi proses berikut :
a. Menilai secara obyektif beratnya / dampak / akibat dan menentukan suatu
skor
b. Menilai secara obyektif kemungkinan / peluang / frekuensi suatu peristiwa
terjadi dan menentukan suatu skor
c. Mengalikan dua parameter untuk memberi skor risiko
3. Penilaian risiko akan dilaksanakan dalam dua tahap.
a. Tahap pertama akan diselesaikan oleh penilai risiko yang terlatih, yang akan
mengidentifikasi bahaya, efek yang mungkin terjadi dan pemeringkatan
risiko.
b. Tahap kedua dari penilaian akan dilakukan oleh Kepala Unit Kerja
yang akan melakukan verifikasi tahap pertama dan membuat suatu rencana
tindakan untuk mengatasi risiko.
D. Kelola Risiko
Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
pengelolaan risiko atau insiden dengan target menghilangkan atau menekan risiko

26
hingga ke level terendah (risiko sisa) dan meminimalisir dampak atau kerugian yang
timbul dari insiden yang sudah terjadi.

E. Investigasi Sederhana
Dalam pengelolaan risiko / IKP yang masuk dalam kategori hijau dan kuning, maka
tindak lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi sederhana,
melalui tahapan:

1. Identifikasi inside
dan di-grading

2. Mengumpulkan data
dan informasi:

- observasi
- Telaah dokumen
- Wawancara
3. Kronologi kejadian
4. Analisa dan evaluasi sederhana:
a. penyebab langsung:
- individu
- peralatan
- lingkungan tempat kerja
- prosedur kerja
b. penyebab tidak langsung:
- individu
- tempat kerja
5. Rekomendasi: jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang

27
E. Manajemen mutu dan Audit
1) Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu merupakan suatu tatanan yang menjamin
tercapainya tujuan dan sasaran mutu yang direncanakan termasuk di
dalam pelayanan keperawatan (Semuel dan Zulkarnain, 2011)
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit masih tergolong
rendah (Andersson,2013). Salah satu masalah yang terjadi adalah
rendahnya sistem manajemen mutu pelayanan keperawatan. Mutu
pelayanan kesehatan dirumah sakit terdiri dari 40–60% merupakan
peningkatan mutu berkelanjutan merupakan strategi yang tepat
(McLaughlin, Johnson, &Sollecito, 2011).

a. Faktor - faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan rumah sakit


Faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan terdiri atas unsur masukan
meliputi tenaga, dana dan sarana, unsur lingkungan meliputi kebijakan,
organisasi dan manajemen, dan unsur proses meliputi tindakan medis
dan tindakan non medis (Azwar 1996). Dalam unsur masukan terdapat
tenaga dan kepemimpinan mutu.Untuk itu salah satu yang dapat
digunakan untuk mengatasi masalah mutu pelayanan adalah melalui
perbaikan kepemimpinan yang berbasis mutu, hal jugadapat ditemukan
pada penelitian yang dilakukan (Dhinamita Nivalinda, M.C. Inge
Hartini 2013) bahwa kepemimpinan kepala ruang yang efektif akan
mempengaruhi upaya menggerakkan perawat dalam lingkup
wewenangnya untuk menerapkan budaya keselamatan pasien. Perawat
dengan motivasi baik akan menerapkan budaya keselamatan pasien
dengan baik.

28
b. Sistem Pendukung Manajemen Mutu
Sistem pendukung suatu model manajemen mutu adalah hal-hal yang
dapat mendukung tercapainya manajemen mutu. Dalam model
manajemen mutu pelayanan kesehatan yang dikembangkan ini
dibutuhkan sistem pendukung sebagai berikut:
1) Panduan Mutu (quality manual) yang memuat: Kebijakan kualitas
dan memberikan tinjauan umum dari proses-proses inti dalam
organisasi.
2) Prosedur mutu (quality procedure) yang memuat: prosedur-
prosedur standar yang mendefinisikan bagaimana eksekusi
berbagai tanggung jawab dari unit terkait yang relevan dengan
investigasi mutu.
3) Instruksi kerja (work instruction) yang memuat: instruksi kerja
dalam suatu unit organisasi.
4) Catatan mutu (quality record) yang terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama meliputi formulir-formulir yang diperlukan untuk
mendukung SMM, serta dokumen-dokumen pendukung terkait.
Bagian kedua meliputi record yang berfungsi sebagai bukti bahwa
langkah-langkah inti SMM telah terpenuhi. Record berguna untk
analisis data dan peningkatan berkesinmbungan.
5) Peningkatan mutu (quality improvement) yang berisi
langkahlangkah dalam melakukan peningkatan mutu, alat-alat
yang digunakan dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu.

2) Audit Sistem

29
Audit secara umum adalah proses terpadu dalam pengumpulan dan
penilaian terhadap informasi sebagai satu kesatuan organisasi oleh
seorang ahli . Pengertian audit sistem informasi adalah proses
pengumpulan dan evaluasi bukti-bukti untuk menentukan apakah sistem
komputer yang digunakan telah dapat melindungi aset milik organisasi,
mampu menjaga integritas data, dapat membantu pencapaian tujuan
organisasi secara efektif, serta menggunakan sumber daya yang dimiliki
secara efisien (Weber, 1999).

Tahapan Audit Sistem Informasi

1. Tahap Perencanaan Audit Sistem Informasi Pada tahap perencanaan,


audite harus mengetahui tentang auditee (how your auditee). Audite
harus mampu mempelajari tentang proses bisnis perusahaan yang
diaudit. Pada tahap ini ditentukan ruang lingkup dantujuan dari audit
sistem informasi yang hendak dikerjakan.
2. Tahap Persiapan Audit Sistem InformasiPada tahap persiapan, audite
merencanakan dan memantau pelaksanaan audit sistem informasi
secara terperinci. Lalu audite mempersiapkan kertas kerja audit
sistem informasi yang akan dipakai.
3. Tahap Pelaksanaan Audit Sistem InformasiPada tahap pelaksanaan,
audite melakukan pengumpulan dan evaluasi bukti dan data audit
sistem informasi yang dilakukan, serta melakukan uji kepatutan
(complience test), yakni dengan menyesuaikan keadaan ada dengan
standar pengelolaan proses TI yang didefinisikan dalam kerangka
kerja COBIT.Selanjutnya dilakukan penyusunan temuan serta
rekomendasi guna diberikan kepada auditee.

30
4. Tahap Pelaporan Audit Sistem InformasiPada tahap pelaporan, audite
membuat draft pelaporan yang objektif dan komperehensif yang
nantinya ditunjukan ke audite
.
F. Manajemen SDM Keperawatan
Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan
Sumber Daya Manusia (SDM) dan sumber-sumber daya lainnya secara
efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.Menurut Stoner
manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang
berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu perusahaan dengan
orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang
tepat pada saat organisasi memerlukannya.
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dapat pula diartikan sebagai
proses pendayagunaan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi,
agar potensi fisik dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal
bagipencapaian tujuan perusahaan.Faktor manajemen sumber daya
manusia terdiri dari perencanaan, pegorganisasian, pengarahan,
pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian.

a. Perencanaan
Perencanaan SDM (Sumber Daya Manusia) adalah perencanaan
tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan
perusahaan dan membantu terwujudnya tujuan perusahaan.
b. Pengorganisasian

31
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasikan semua
karyawan dengan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi
wewenangan, integrasi, dan koordnasi dalam bagian organisasi.
c. Pengarahan
Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau
bekerjasama dan bekerja efektif dan efisien dalammembantu
tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Pengarahan dlakukan oleh pemimpin dengan menugaskan bawahan
agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik.
d. Pengendalian
Pengendalian adalah kegiatan pengendalian semua karyawan agar
menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan
rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalaha, diadakan
tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian
karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama,
pelaksanaan kerja dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
e. Pengadaan
Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi,
dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu
terwujudnya tujuan perusahaan.
f. Pengembangan
Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis,
teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan
pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai
dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
g. Kompensasi

32
Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak
langsung, uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa
yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil
dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak
diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman
pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan
eksternal konsistensi.
h. Pengintegrasian
Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan
perusahaan dan kebutuhan karyawan agar tercipta kerjasama yang
serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba,
karyawan dapat memenuhi kebutuhan dan hasil pekerjaannya.
i. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan
kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan agar mereka tetap mau
bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan
dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian
besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal
konsistensi.
j. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM (Manajemen Sumber Daya
Manusia) yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa
disiplin sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah
keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan-peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial.
k. Pemberhentian

33
Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari
perusahaan. Pemberhentian disebabkan oleh keinginan karyawan,
keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-
sebab lainnya.
G. Pengembangan profesional berkelanjutan
PKB merupakan proses pengembangan sistematis yang meliputi berbagai
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang perawat praktis untuk
mempertahankan dan meningkatkan profesionalismenya sesuai standar
kompetensi yang di tetapkan (PPNI,2016). PKB menjadi kewajiban yang
harus diikuti oleh perawat sebagai petugas kesehatan dan dilaksanakan
oleh rumah sakit dan pengembangan staf.
a. Pengembangan Profesional dalam Standar Kompetensi Perawat
Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati
sedangkan kompetensi dapat di artikan sebagai kemampuan seseorang
terobservasi mencangkup pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja yang
di tetapkan. Standar kompetensi perawat merefleksikan kompetensi
yang diharapkan dimiliki oleh individu yang akan bekerja di bidang
pelayanan atau pada saat memberikan asuhan keperawatan
(Lawton&Wimpenny,2003).

1. Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


a) Pengertian
MPKP adalah suatu sistem (struktur, proses, dan nilai-nilai
profesional) yang memungkinkan perawat profesional
mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk
lingkungan, yang dapat menopang pemberian asuhan tersebut.

34
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu
sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang
memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian
asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan
tersebut diberikan.
Unsur strukturyang harus disiapkan untuk dapat
melaksanakan MPKP, yaitu :
 Menetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan
jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien.
Penetapan jumlah tenaga keperawatan menjadi penting
karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah
tenaga yang dibutuhkan , maka tidak ada waktu bagi
perawat untuk melakukan tindakan keperawatan yang
seharusnya dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan.
Akibatnya perawat hanya melakukan tindakan kolaboratif
dan tidak sempat melakukan tindakan terapi keperawatan,
observasi, dan pemberian pendidikan kesehatan.
 Menetapkan jenis tenaga keperawatan di ruang rawat, yaitu
Kepala Ruang, Perawat Primer dan perawat Asosiate,
sehingga peran dan fungsi masing masing tenaga sesuai
dengan kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang
jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
 Menyusun standar rencana keperawatan. Dengan standar
renpra, maka PP hanya me lakukan validasi terhadap
ketepatan penentuan diagnosis berdasarkan pengkajian
yang sudah dilakukan, sehingga waktu tidak tersita untuk
membuat penulisan renpra yang tidak diperlukan.

35
b) Peran dan Tanggung Jawab dalam MPKP
1) Peran Kepala Ruangan (Karu)
 Sebelum melakukan sharing dan operan pagi, KARU
melakukan ronde keperawatan kepada pasien yang
dirawat, meliputi : menanyakan keadaan pasien dan
kebutuhannya serta mengobservasi keadaan infuse,
tetesan infus dan bila ada obat yang belum diminum
oleh pasien segera diberikan dengan memberikan
motivasi kepada pasien tentang kegunaan obat.
 Memimpin sharing pagi
 Memimpin operan pagi
 Memastikan pembagian tugas perawat yang telah
dibuat oleh Kepala Tim dalam pemberian asuhan
keperawatan pada hari itu.
 Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi
dengan baik, meliputi : pengisian Askep, Visite
Dokter (Advise), pemeriksaan penunjang (hasil Lab),
dan lain-lain.
 Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai
dengan kebutuhan.
 Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik
yang terjadi di area tanggung jawabnya.
 Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.

2) Ketua Tim (KATIM)


a) Tugas Utama: Mengkoordinir pelaksanaan Askep sekelompok
pasien oleh Tim keperawatan dibawah koordinasinya.

36
b) Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien yang
dikoordinirnya pada saat Pre Confrence.
c) Memastikan seluruh PP membuat rencana asuhan yang tepat
untuk setiap pasiennya.
d) Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan keperawatan
sesuai rencana yang telah dibuat PP
e) Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien
dibawah koordinasinya pada saat Post Confrence.

3) Penanggung Jawab Shift ( PJ Shift )


a) Tugas Utama: Menggantikan fungsi pengatur pada saat shift
sore/malam dan hari libur.
b) Memimpin kegiatan operan shift sore-malam.
c) Memastikan PP melaksanakan follow up pasien tanggung
jawabnya
d) Memastikan seluruh PA melaksanakan Askep sesuai rencana
yang telah dibuat PP
e) Mengatasi permasalahan yang terjadi diruang perawatan
f) Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan.

4) Perawat Pelaksana (PP) & Perawat Asosiet (PA) :


a) Tugas Utama :Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan
pasien yang menjadi tanggung jawabnya, merencanakan
asuhan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan dan
melakukan evaluasi (follow up) perkembangan pasien.
b) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
oleh PA

37
c) Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana.

c) Metode MPKP
Macam-macam Metode MPKP (Marquis & Huston, 2010).
a) Metode Fungsional
Bentuk pengelolaan semacam ini karena diasumsikan saat perang
berakhir, rumah sakit tidak lagi membutuhkan petugas tambahan.
Sebagian besar mempertimbangkan keperawatan fungsional sebagai
cara hemat biaya dalam memberikan asuhan. Hal ini berlaku jika
kualitas asuhan dan perawatan holistik tidak dianggap sebaagai hal
yang esensial. Salah satu keuntungan utama keperawaan fungsional
adalah efisiensinya, tugas diselesaikan dengan cepat, dengan
kebingunan tanggung jawab yang kecil. Keperawatan fungsional
cenderung mengarah ke asuhan yangterpecah dan kemungkinan
mengabaikan kebutuhan prioritas pasien. Keperawatan fungsional juga
dapat menimbulkan kepeuasan kerja yang rendah karena sebagian
petugas merasa kurang tertantang dan kurang dirangsang daklam
melakukan peran mereka.
1) Keuntungan
Keuntungan metode fungsional diantaranya perawat terampil
untuk tugas /pekerjaan tertentu, mudah memperoleh kepuasan
kerja bagi perawat setelah selesai tugas, kekurangan tenaga yang
ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman
untuk satu tugas yang sederhana dan memudahkan kepala ruangan
untuk mengawasi staf atau peserta didik yang praktek untuk
keterampilan tertentu.

38
2) Kerugian
Kerugiannya pelayanan keperawatan terpilah-pilah atau total
sehingga proses keperawatan sulit dilakukan, apabila pekerjaan
selesai cenderung meninggalkan klien dan melakukan tugas non
keperawatan, kepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai dan sulit
diidentifikasi kontribusinya terhadap pelayanan dan Perawat
hanya melihat asuhan keperawatan sebagai keterampilan saja.
b) Metode Tim (Marquis & Huston, 2010)
Keperawatan tim dikembangkan pada tahun 1950-an dalam upaya
untuk mengurangi masalah yang berkaitan dengan pengaturan
fungsional asuhan pasien. Dalam keperawatan tim, petugas
bantuan bekerja sama dengan memberikan asuhan kepeda
sekelompok pasien di bawah arahan perawat profesional. Sebagai
pemimpin tim, tersebut perawat bertanggung jawab mengetahui
keadaan dan kebutuhan semua pasien yang termasuk dalam tim
dan merencanakan asuhan individual.
Tim keperawatan terdiri dari perawat profesional (registered
nurses), perawat praktis yang mendapat ijin, dan sering pembantu
perawat. Indonesia suatu tim keperawatan dapat disusun dan
terdiri dari perawat sarjana atau perawat diploma sebagai ketua
tim, perawat lulusan SPK sebagai anggota dan dibantu pekerja
kesehatan atau pembantu perawat. Tim bertanggung jawab dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada sejumlah pasien selama
8 atau 12 jam. Metode ini lebih menekankan segi manusiawi
pasien dan para perawat anggota dimotivasi untuk belajar. Hal
pokok yang harus ada pada metode tim keperawatan adalah

39
konferensi tim yang dipimpin ketua tim, rencana keperawatan dan
keterampilan kepemimpinan.
Kerugian keperawatan tim terutama dihubungkan dengan
penerapannya yang kurang tepat, bukan filosofi keperawatan tim
itu sendiri. Seringkali tidak tersedia waktu yang adekuat untuk
merencanakan asuhan dan melakukan komunikasi tim.
c) Metode Kasus (Marquis & Huston, 2010)
Metode kasus adalah rancangan kerja terakhir yang diusulkan
untuk memenuhi kebutuhan pasien. Dapat didefinisikan sebagai
proses kolaborasi yang mengkaji, merencanakan,
mengimplementasikan, mengoordinasikan, memantau dan
mengevaluasi pilihan layanan dan layanan untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan seorang individu melalui komunikasi dan
sumber daya yang tersedia guna meningkat hasil yang berkualitas
dan efektif biaya.

Figur 9.6
Sistem asuhan Keperawatan “Case Method Nursing” (Marquis dan
Huston, 1998:136)

40
d) Metode Perawat Primer (Marquis & Huston, 2010)
Keperawatan primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an,
menggunakan sebagian konsep asuhan keperawatan total dan membawa
kembali perawat terdaftar kepelayanan untuk memberikan perawatan
klinis.
Perawat primer mempunyai tugas mengkaji dan membuat prioritas
setiap kebutuhan pasien, mengidentifikasi diagnosa keperawatan,
mengembangkan rencana keperawatan dan mengevaluasi keefektivitasan
perawatan. Sementara perawat yang lain menjalankan tindakan
keperawatan, perawat primer mengkoordinasi perawatan dan
menginformasikan tentang kesehatan pasien kepada perawat atau tenaga
kesehatan lainnya. Keperawatan primer melibatkan semua aspek peran
profesional, termasuk pendidikan kesehatan, advokasi, pembuatan
keputusan, dan kesinambungan perawatan. Perawat primer merupakan
manager garis terdepan bagi perawatan pasien dengan segala akuntabilitas
dan tanggung jawab yang menyertainya.
e) Model Modular
Model modular adalah pengorganisasian pelayanan atau asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat profesional dan non
profesional (terampil) untuk sekelompok klien dari mulai masuk rumah
sakit sampai pulang disebut tanggung jawab total atau keseluruhan.
Metode ini diperlukan perawat yang berpengetahuan, terampil dan
memiliki kemampuan kepemimpinan. Idealnya 2-3 perawat untuk 8-12

41
klien. Keunggulan dan kekurangan metode ini sampai dengan gabungan
antara metode tim dan metode perawatan primer (Arwani, 2006).
Metode keperawatan moduler adalah suatu variasi dari metode
keperawatan primer. Metode ini merupakan gabungan antara metode tim
dengan metode primer. Metode ini sama dengan metode tim karena baik
perawat profesional maupun non-profesional bekerja bersama dalam
memberikan asuhan keperawatan dibawah kepemimpinan seorang
perawat profesional. Di samping itu, dikatakan memiliki kesamaan
dengan metode keperawatan primer karena dua atau tiga orang perawat
bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasien sejak masuk dalam
perawatan hingga pulang, bahkan sampai dengan waktu follow up care
(Arwani, 2006).
Perawat profesional juga memiliki kewajiban untuk membimbing dan
melatih non-profesional. Apabila perawat profesional sebagai ketua tim
dalam keperawatan modular ini tidak masuk, tugas dan tanggung jawab
dapat digantikan oleh perawat profesional lainnya yang berperan sebagai
ketua tim. Peran perawat kepala ruang diarahkan dalam hal membuat
jadwal dinas dengan mempertimbangkan kecocokan untuk bekerja sama,
dan berperan sebagai fasilitator, pembimbing serta memotivator (Arwani,
2006):
Bagan 2.1 Struktur Model Modular

Kepala

PJ Shift PJ Shift
PJ Shift

42
PP PP PP PP PP PP PP PP PP

TIM I
TIM II TIM III

Sumber : Nursalam, 2011

H. Penggunaan penelitian yang efektif sebagai pengambilan keputusan klinis

Perawat merupakan salah satu komponen vital dalam dunia kesehatan karena
perawat yang pertama kali menjalin kontak dengan klien dan yang terlama bersama
klien terkhusus untuk klien yang harus dirawat inap dan klien yang harus selalu
dipantau. Perawat juga diharapkan memiliki pemikiran yang rasional dan reflektif
dalam mengambil keputusan klinis berdasaran pengamatan dan informasi yang
dikumpulkan sepanjang proses keperawatan menggunakan kemampuan berpikir kritis
yang dimiliki perawat.

Berpikir kritis penting untuk dimiliki oleh perawat dalam mengidentifikasi


permasalahan klien dan menentukan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan
klien (Sumijatun, 2009). Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan yang
harus dikuasai dan ditingkatkan oleh perawat dalam pengambilan keputusan klinis
yang berkaitan dengan perawatan klien. Kemampuan berpikir kritis sebelum
mengambil keputusan klinis penting dilakukan agar tidak terjadi kesalahan yang tidak
diinginkan dalam pemberian asuhan keperawatan. Oleh karena itu, perawat dituntut
untuk mengusai serta memperbaharui pengetahuannya dan tidak hanya berpatokan

43
menggunakan informasi yang diperoleh dari instansi pendidikan keperawatan atau
yang dijelaskan dalam buku.

Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki perawat dapat menghambat perawat


dalam mengambil keputusan mengenai perawatan yang akan diberikan kepada klien
yang akan berakibat fatal terhadap klien (Kozier et al, 2010).

Dalam berpikir kritis, kreativitas menjadi komponen utama yang dipadukan


dengan pengetahuan perawat dapat menghasilkan suatu solusi baru dan unik untuk
masalah yang unik. Kreativitas dalam pengambilan keputusan merupakan
kemampuan dalam memecahkan suatu masalah dan mengimplementasikan
pemecahan yang lebih baik. Kreativitas dibutuhkan oleh perawat apabila terjadi
situasi baru atau saat intervensi tradisional tidak efektif dilakukan terhadap klien
(Kozier et al, 2010).

Dalam pengambilan keputusan klinis perawat dipengaruhi oleh dua faktor yang
meliputi:

1. Faktor individu yang termasuk didalamnya mengenai komunikasi baik verbal


maupun nonverbal.
Faktor individu berfokus pada pembuat keputusan dan properti yang
mendukung pemerosesan informasi.
2. Faktor lingkungan yang berkaitan dengan tekanan selama bekerja dan
otonomi profesional.
Faktor lingkungan berfokus pada informasi yang akan diproses.

Kedua faktor ini saling mempengaruhi dalam pengambilan keputusan klinis


sehingga tidak mungkin dapat dipisahkan (Baumgardner, 2018).

44
Cooke & Slack (1991) menjelaskan 9 tahap yang dilalui individu dalam
mengambil keputusan yaitu:

a. Observasi.
Individu memperhatikan bahwa ada sesuatu yang keliru atau kurang sesuai,
sesuatu yang merupakan kesempatan untuk memutuskan sedang terjadi pada
lingkungannya. Suatu kesadaran bahwa keputusan sedang diperlukan.
Kesadaran ini diikuti oleh satu periode perenungan seperti proses inkubasi.
b. Mengenali masalah.
Sesudah melewati masa perenungan, atau karena akumulasi dari banyaknya
bukti-bukti atau tanda-tanda yang tertangkap, maka individu semakin
menyadari bahwa kebutuhan untuk memutuskan sesuatu menjadi semakin
nyata.
c. Menetapkan tujuan.
Fase ini adalah masa mempertimbangkan harapan yang akan dicapai dalam
mengambil keputusan. Tujuan pada umumnya berkaitan dengan kesenjangan
antara sesuatu yang telah diobservasi dengan sesuatu yang diharapkan,
berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi.
d. Memahami masalah.
Merupakan suatu kebutuhan bagi individu untuk memahami secara benar
permasalahan, yaitu mendiagnosa akar permasalahan yang terjadi. Kesalahan
dalam mendiagnosa dapat terjadi karena memformulasikan masalah secara
salah, karena hal ini akan mempengaruhi rangkaian proses selanjutnya.
Jawaban yang benar terhadap pemahaman masalah yang salah memiliki
makna/akibat sama seperti halnya jawaban yang salah terhadap pemahaman
masalah yang benar.
e. Menentukan Pilihan‐pilihan.

45
Jika batas-batas keputusan telah didefinisikan dengan lebih sempit maka
pilihan-pilihan dengan sendirinya lebih mudah tersedia. Namun, jika
keputusan yang diambil masih didefinisikan secara luas maka proses
menetapkan pilihan merupakan proses kreatif.
f. Mengevaluasi Pilihan‐pilihan.
Fase ini melibatkan penentuan yang lebih luas mengenai ketepatan masing-
masing pilihan terhadap tujuan pengambilan keputusan.
g. Memilih.
Pada fase ini salah satu dari beberapa pilihan keputusan yang tersedia telah
dipilih, dengan pertimbangan apabila diterapkan akan menjanjikan suatu
kepuasan.
h. Menerapkan.
Fase ini melibatkan perubahan-perubahan yang terjadi karena pilihan yang
telah dipilih. Efektivitas penerapan ini bergantung pada ketrampilan dan
kemampuan individu dalam menjalankan tugas serta sejauh mana kesesuaian
pilihan tersebut dalam penerapan.
i. Memonitor.
Setelah diterapkan, maka keputusan tersebut sebaiknya dimonitor untuk
melihat efektivitas dalam memecahkan masalah atau mengurangi
permasalahan yang sesungguhnya.

Terdapat beberapa model dalam pengambilan keputusan (Reed, 2000), namun


dapat dibedakan dalam dua kategori utama yaitu model pengambilan keputusan tanpa
mempertimbangkan kemungkinan (probabilitas) dan model pengambilan keputusan
dengan mempertimbangkan kemungkinan (probabilitas).

a. Tanpa mempertimbangkan probabilitas

46
Model pengambilan keputusan tanpa mempertimbangkan probabilitas berpijak
pada asumsi bahwa individu mengetahui nilai dari dimensi-dimensi yang
relevan, seperti harga, bentuk, mutu, desain dan sebagainya. Pada proses
memilih ini terdapat dua model utama yaitu model pengganti (compensatory
model) dan model tanpa pengganti (non ‐ compensatory model).

1) Model pengganti (compensatory model)


Model pengambilan keputusan dengan memasukkan atribut yang
menarik/positif untuk menggantikan yang tidak menarik/negatif.
Model ini pernah dilakukan oleh Benjamin Franklin (dalam Reed,
2000) dengan mengkombinasikan sisi pro dan kontra

untuk masing-masing alternatif. Salah satu jenis dari model


pengganti (compensatory model) adalah model aditif (additive
model). Model aditif adalah sebuah strategi dengan memberikan
penilaian kepada masing-masing atribut pilihan sehingga mencapai
total skor yang dijumlahkan. Model lain yang hampir serupa dengan
model aditif adalah perbedaan aditif (additive difference), model ini
membandingkan dua alternatif yang tersedia dengan melihat selisih
nilai antara skor total penjumlahan dari masing-masing atribut pada
tiap-tiap alternatif.

2) Model tanpa pengganti (non compensatory model)

Sebuah strategi pengambilan keputusan dengan memberikan


sumbangan yang besar, khususnya pertimbangan berdasarkan
keahlian, ketika individu menghadapi situasi yang tidak jelas untuk
melakukan eksekusi pengambilan keputusan. Peran kelompok yang
lain adalah mengakomodasi kepentingan individu dalam suatu forum

47
untuk menjembatani kelancaran komunikasi antar individu dalam
menyusun suatu standar atau norma yang akan dijadikan sebagai
acuan pengambilan keputusan individu bagi kepentingan bersama.

I. Manajemen system informasi klinis


a. Sistem informasi Medis/Klinis
Informasi merupakan hasil pengelolahan data dari satu atau sumber yang
kemudian diolah, sehingga menghasilkan nilai arti dan manfaat
(Pratama,2014)
Sistem informasi ini merupakan Sistem informasi yang meliputi proses
penyimpanan dan pengambilan informasi dalam membantu kegiatan
langsung kepada pasien. Termasuk didalamnya adalah system informasi
pembantu diagnose, system informasi pembantu pengobatanlangsung dan
tindak lanjut, system informasi pemantauan pasien dan system informasi
rekammedis.
SIM (sistem informasi manajemen) dapat didefenisikan sebagai kumpulan
dari interaksi sistem-sistem informasi yang bertanggung jawab
mengumpulkan dan mengolah data untuk menyediakan informasi yang
berguna untuk semua tingkatan manajemen di dalam kegiatan perencanaan
dan pengendalian. SIM dapat didefenisikan sebagai kumpulan dari interaksi
sistem-sistem informasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan
mengolah data untuk menyediakan informasi yang berguna untuk semua
tingkatan manajemen di dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian.
(Pangestu,2007).
Sistem informasi adalah suatu sistem di organisasi yang mempertemukan
kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi informasi
organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu

48
organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan
laporan-laporan yang diperlukan (Sutabri, 2005).

Sistem informasi manajemen kesehatan


Sistem informasi manajemen kesehatan adalah sebagai bagian dari sebuah
sistem administrasikesehatan merupakan kesatuan/rangkaian kegiatan-
kegiatan yang mencakup seluruh jajaranupaya kesehatan diseluruh jenjang
administrasi yang mampu memberikan informasi kepadaseluruh komponen
pelayanan kesehatan diantaranya adalah :
1. Pengelola data user, yaitu para administrator atau manajer kesehatan
untuk dasar pertimbangan menentukan kebijakan dan pengambilan
keputusan dalam menjalankan fungsi-fungsi administrasinya sebagai
pengelola dan pelayanan kesehatan.
2. Masyarakat, dalam upaya untuk meningkatkan kemampuannya untuk
menolong dirinyasendiri dalam memenuhi kebutuhan
kesehatannya.Sumber daya organisasi antara lain untuk mendukung
sebuah sistem yang baik antara lain, man,money, macine, method,
material, dan juga data/informasi. Peran utama dari data/informasi
padahakekatnya adalah pada dukungannya terhadap fungsi-fungsi
administrasi/manajemen dalam pengelolaan data dan informasi program
kesehatan.Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita rasakan bagaimana
sulitnya menentukan kebijakan atau pengambilan keputusan yang baik
bila data/informasi yang akan dipakai untuk mendasarinyakurang atau
tidak cukup tersedia ketika dibutuhkan.
b. Sistem informasi Manajemen
Sistem Informasi Manajemen adalah sebuah sistem informasi yang
berfungsi mengelola informasi bagi manajemen organisasi. Peran informasi

49
di dalam organisasi dapat diibaratkan sebagai darah pada tubuh manusia.
Konsep sistem informasi manajemen sebenarnya telah ada sebelum
komputer muncul yaitu dimana segala macam informasi di dalam
organisasi harus 34/156 cepat, teliti dan andal (Nugroho, 2010:17).
Sistem infromasi manajemen mempunyai pengertian sebagai metode
formal untuk menyediakan infromasi yang akurat dan tepat waktu bagi
manajemen diperlukan untuk mempermudah proses pengambilan
keputusan dan memungkinkan fungsi perencanaan, pengendalian dan
operasi organisasi yang bersangkutan dapat dilakukan secara efektif
(Husda, Wangdra, 102-103).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem infromasi manajemen
merupakan media yang menyajikan infromasi bagi manajemen organisasi
yang harus diolah dengan cepat dan teliti yang diperlukan untuk
mempermudah dalam pengambilan keputusan.

J. Analisis SWOT dalam kajian situasi


1. Pengertian Analisis SWOT
SWOT adalah akronim dari strengths (kekuatan), weaknesses (kelemahan),
opportunities (peluang), dan threats (ancaman), dimana SWOT
dijadikan sebagai suatu model dalam menganalisis suatu organisasi yang
berorientasi pada profit dan non profit dengan tujuan utama untuk mengetahui
keadaan organisasi tersebut secara lebih komprehensif.
Dalam proses perumusan strategi yang jitu, maka dilakukan pengintegrasian
kedua analisis, yaitu analisis internal perusahaan dan analisis eksternal
perusahaan.
Analisis internal perusahaan digunakan untuk mengidentifikasi keunggulan
dan kelemahan perusahaan sedangkan analisis eksternal digunakan untuk

50
mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal. Dengan pengintegrasian
kedua analisis tersebut maka diperoleh analisis ULPA yaitu Keunggulan,
Kelemahan, Peluang, dan Ancaman. Analisis ULPA umumnya dikenal
dengan Analisis SWOT.
Menurut salah satu pakar SWOT, Fredy Rangkuti, analisis SWOT
adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada hubungan atau interaksi
antara unsur internal, yaitu kekuatan dan kelemahan, terhadap unsur-unsur
eksternal yaitu peluang dan ancaman.
Analisis SWOT merupakan bentuk analisis situasi dan kondisi yang
bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisis ini menempatkan situasi dan
kondisi sebagai faktor masukan, kemudian dikelompokkan menurut
kontribusinya masing-masing. Analisis SWOT adalah alat analisis yang
ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi atau mungkin
akan dihadapi oleh organisasi. Analisis ini didasarkan agar dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), yang
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman
(threats).
Analisis SWOT terdiri atas empat komponen dasar, yaitu: (a)
Strengths (S) adalah situasi atau kondisi kekuatan organisasi atau program
pada saat ini; (b) weaknesses (W) adalah situasi atau kondisi kelemahan dari
organisasi atau program pada saat ini; (c) opportunities (O) adalah situasi atau
kondisi peluang yang berasal dari luar organisasi, dan threats (T) adalah
situasi ancaman bagi organisasi yang datang dari luar organisasi dan dapat
mengancam eksistensi organisasi pada masa depan.
Metode analisis SWOT dianggap sebagai metode analisis yang paling
dasar, yang berguna untuk melihat suatu topik atau permasalahan dari empat

51
sisi yang berbeda. Hasil analisis adalah menambah keuntungan dari peluang
yang ada, dengan mengurangi kekurangan dan menghindari ancaman.
3. Manfaat Analisis SWOT
Manfaat atau kegunaan analisis SWOT adalah:
a) Mampu memberikan gambaran suatu organisasi dari empat sudut
dimensi, yaitu strengths, weaknesses, opportunities, dan threats.
Sehingga pengambil keputusan dapat melihat dari empat dimensi ini
secara lebih komprehensif.
b) Dapat dijadikan sebagai rujukan pembuatan rencana keputusan jangka
panjang.
c) Mampu memberikan pemahaman kepada para stakeholders‟ yang
berkeinginan menaruh simpati bahkan bergabung dengan perusahaan
dalam suatu ikatan kerjasama yang salling menguntungkan.
d) Dapat dijadikan penilai secara rutin dalam melihat progress report dari
setiap keputusan yang telah dibuat selama ini.
4. Tujuan Analisis SWOT
Penerapan SWOT pada perusahaan bertujuan untuk memberikan
suatu panduan agar perusahaan menjadi lebih fokus, sehingga dengan
penempatan analisis SWOT dapat dijadikan sebagai perbandingan pikir
dari berbagai sudut pandang, baik dari segi kekuatan dan kelemahan serta
peluang dan ancaman. Tujuan lain diperlakukannya analisis SWOT adalah
dimana setiap produk yang ditawarkan pasti akan mengalami pasang surut
atau yang lebih dikenal dengan istilah daur hidup produk (life cycle
product).
5. Fomula Analisis SWOT

52
Untuk menganalisis secara lebih dalam tentang SWOT, maka perlu
dilihat faktor eksternal dan internal sebagai bagian penting dalam analisis
SWOT, yaitu:
a) Faktor Eksternal
Faktor eksternal ini mempengaruhi terbentuknya opportunities and
threats (O and T). dimana faktor ini menyangkut dengan kondisikondisi
yang terjadi di luar perusahaan yang mempengaruhi dalam
pembuatan keputusan perusahaan. Faktor ini mencakup lingkungan
industri (industry environment), ekonomi, politik, hukum, teknologi,
kependudukan, dan sosial budaya.
b) Faktor internal
Faktor ini akan mempengaruhi terbentuknya strength and weaknesses
(S dan W) dimana faktor ini menyangkut kondisi yang terjadi dalam
perusahaan, dimana hal ini turut mempengaruhi terbentuknya
pembuatan keputusan (decision making) perusahaan. Faktor internal
ini meliputi semua manajemen fungsional: pemasaran, keuangan, operasi,
sumberdaya manusia, penelitian dan pengembangan, sistem
informasi manajemen, dan budaya perusahaan (corporate culture).
Matriks SWOT digunakan untuk menyusun strategi organisasi
atau perusahaan yang menggambarkan secara jelas peluang dan
ancaman yang dihadapi organisasi/perusahaan sehingga dapat
sisesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan organisasi/perusahaan.
Matriks ini meghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yaitu
strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T dan strategi W-T.
Keterangan:
1) Strategi SO

53
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu
dengan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2) Strategi ST
Merupakan strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki
perusahaan untuk mengatasi ancaman.
3) Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada
dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4) Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan
berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari
ancaman.
K. Perumusan masalah di Unit Rawat Inap
Ruang C4 adalah ruang rawat inap kelas I dan III dengan fokus bidang pelayanan
pasien pria dan wanita kategori dewasa yang mengalami kasus multi non bedah,
dimana telah disediakan ruangan khusus isolasi pasien PDP. Jumlah tenaga
perawat sebanyak 25 orang dengan tingkat Pendidikan DIII Keperawatan dan 4
orang dengan Pendidikan Ners. Masa kerja perawat yaitu 2 sampai 8 tahun.
Pembagian jadwal dinas terbagi menjadi 3 shif yaitu dinas pagi, sore dan malam.
Sistem penjadwalan yang digunakan yaitu Kepala ruangan memberikan
kesempatan menuliskan permintaan waktu dinas berupa pilihan hari, shift, dan
libur. Berdasarkan wawancara, Perawat junior merasa kepala ruangan tidak adil.
Perawat junior lebih banyak berdinas shift sore dan malam hari dibandingkan
perawat senior. Ruang C4 memiliki 58 bed dengan BOR 57%, terdiri dari 6
ruangan (204-209) kelas I, 4 ruangan kelas III (212-215) dan 2 ruangan isolasi
(210-211). Derajat ketergantungan pasien terdiri dari minimal care 7 orang,
partial care 14 dan total care 13 orang. Berdasarkan hasil telusur ditemukan

54
bahwa terdapat pasien dan keluarga tidak jujur pada perawat terkait informasi
penting saat melakukan skrining Covid-19, sehingga perawat yang melakukan
kontak erat di ruang C4 dengan pasien tersebut menyandang status ODP. Perawat
terlihat stress, tidak memiliki waktu cukup mendengarkan keluhan pasien dengan
baik serta jarang melakukan edukasi pada pasien saat melakukan perawatan di
ruangan.
Berdasarkan kasus diatas dapat dilihat:

Masalah Mg SV Mn Nc Af Skor Ket


Belum efektifnya peran kepala 5 5 5 5 5 25 I
ruangan dalam pembagian shift di
ruang rawat inap C4
Belum optimalnya pelaksanaan 4 5 5 5 4 23 II
komunikasi terapeutik di ruang C4
Belum optimalnya pelaksanaan 4 4 3 5 3 19 III
edukasi penanganan pencegahan
covid 19

Mg = Magnetude merupakan kecenderungan besar dan seringnya masalah terjadi


SV = Severy : Besarnya kerugian ynag ditimbulkan dari masalah ini
Mn = Manageability: Berfokus pada keperawatan sehingga dapat diatur untuk
perubahan
Nc = Nursing Concent: Melibatkan pertimbangan dan perhatian perawat
Af = Affability : Ketersediaan sumber daya

Rentang nilai yang digunakan adalah 1-5


Sangat penting :5
Penting :4

55
Cukup penting :3
Kurang penting :2
Sangat kurang penting :1

L. Analisa Fishbone terhadap temuan masalah


Diagram Cause and Effect atau Diagram Sebab Akibat adalah alat yang
membantu mengidentifikasi, memilah, dan menampilkan berbagai penyebab
yang mungkin dari suatu masalah atau karakteristik kualitas tertentu. Diagram ini
menggambarkan hubungan antara masalah dengan semua faktor penyebab yang
mempengaruhi masalah tersebut. Jenis diagram ini kadang‐kadang disebut
diagram “Ishikawa" karena ditemukan oleh Kaoru Ishikawa, atau diagram
“fishbone” atau “tulang ikan" karena tampak mirip dengan tulang ikan.

Diagram fishbone ini dapat digunakan ketika kita perlu:

 Mengenali akar penyebab masalah atau sebab mendasar dari akibat,


masalah, atau kondisi tertentu
 Memilah dan menguraikan pengaruh timbal balik antara berbagai faktor
yang mempengaruhi akibat atau proses tertentu
 Menganalisa masalah yang ada sehingga tindakan yang tepat dapat
diambil
 Manfaat menggunakan diagram fishbone ini:
 membantu menentukan akar penyebab masalah dengan pendekatan yang
terstruktur
 Mendorong kelompok untuk berpartisipasi dan memanfaatkan
pengetahuan kelompok tentang proses yang dianalisis

56
 Menunjukkan penyebab yang mungkin dari variasi atau perbedaan yang
terjadi dalam suatu proses
 Meningkatkan pengetahuan tentang proses yang dianalisis dengan
membantu setiap orang untuk mempelajari lebih lanjut berbagai faktor
kerja dan bagaimana faktor‐faktor tersebut saling berhubungan
 Mengenali area dimana data seharusnya dikumpulkan untuk pengkajian
lebih lanjut

Cara menggunakan diagram fishbone:

Ketika Anda menggunakan diagram ini, sebenarnya Anda sedang menyusun


sebuah tampilan bergambar yang terstruktur dari daftar penyebab yang
terorganisir untuk menunjukkan hubungannya terhadap sebuah akibat tertentu.

Langkah‐langkah untuk menyusun dan menganalisa diagram fishbone sebagai


berikut:

1. Identifikasi dan definisikan dengan jelas hasil atau akibat yang akan
dianalisis
 Hasil atau akibat disini adalah karakteristik dari kualitas tertentu,
permasalahan yang terjadi pada kerja, tujuan perencanaan, dan
sebagainya.
 Gunakan definisi yang bersifat operasional untuk hasil atau akibat agar
mudah dipahami.
 Hasil atau akibat dapat berupa positif (suatu tujuan, hasil) atau negatif
(suatu masalah, akibat). Hasil atau akibat yang negatif yaitu berupa
masalah biasanya lebih mudah untuk dikerjakan. Lebih mudah bagi
kita untuk memahami sesuatu yang sudah terjadi (kesalahan) daripada
menentukan sesuatu yang belum terjadi (hasil yang diharapkan) .

57
 Kita bisa menggunakan diagram pareto untuk membantu menentukan
hasil atau akibat yang akan dianalisis

Diagram Fishbone
2. Gambar garis panah horisontal ke kanan yang akan menjadi tulang belakang.
 Disebelah kanan garis panah, tulis deskripsi singkat hasil atau akibat
yang dihasilkan oleh proses yang akan dianalisis
 Buat kotak yang mengelilingi hasil atau akibat tersebut.

58
Diagram FishBone

MAN MATERIAL
MONEY

Ruang C4 terdiri dari 3


Tidak terkaji Ruangan:
Kurangnya tenaga -Kelas I (6 Kamar)
keperawatan S1 -Kelas III (3 Kamar)
Ners -Isolasi (2 Kamar)

58 Bed Belum Efektifnya Peran Kepala Ruangan di Rua

Perawat Junior lebih


banyak dinas malam Perawat terlihat stress, tidak
memiliki waktu cukup
dibanding perawat
mendengarkan keluhan pasien
Penerapan MAKP senior dengan baik serta jarang
di Ruang C4 melakukan edukasi pada
pasien saat melakukan Ruang C4 fokus bidang
menggunakan perawatan di ruangan pelayanan pasien pria dan
Pembagian shift yang tidak wanita kategori dewasa
penerapan metode adil oleh kepala ruangan yang mengalami kasus
TIM multi non bedah

MECHINE ENVIROMMENT
METHODE

59
M. Perumusan Solusi Pemecahan Masalah
Definisi
Perencanaan adalah menetapkan hal-hal yang akan datang dan tidak akan
dilakukan pada menit, jam atau waktu yang akan datang. Perencanaan merupakan
jembatan antara dimana kita sekarang dengan dimana kita saat yang akan datang.
Perencanaan merupakan proses intelektual yang didasarkan pada fakta dan informasi,
bukan emosi dan harapan (Douglas, 1992; Gillies, 1994).
Perencanaan adalah proses penyusunan rencana yang digunakan untuk mengatasi
masalah kesehatan di suatu wilayah tertentu. Suatu perencanaan kegiatan perlu
dilakukan setelah suatu organisasi melakukan analisis situasi, menetapkan prioritas
masalah, merumuskan masalah, mencari penyebab masalah dengan salah satunya
memakai metode fishbone, baru setelah itu melakukan plan of action.Planning of
Action (PoA) atau disebut juga Rencana Usulan Kegiatan (RUK) merupakan sebuah
proses yang ditempuh untuk mencapai sasaran kegiatan. Rencana kegiatan dapat
memiliki beberapa bentuk, antara lain:
a. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu lebih pendek
b. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya alternatif
pemecahan masalah
c. Rencana kegiatan yang memiliki jangka waktu spesifik, kebutuhan sumber
daya yang spesifik, dan akuntabilitas untuk setiap tahapannya.
Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), Perlu beberapa hal yang
dipertimbangkan sebelum menyusun Plan of Action (POA), yaitu dengan
memperhatikan kemampuan sumber daya organisasi atau komponen masukan (input),
seperti: Informasi, Organisasi atau mekanisme, Teknologi atau cara, dan Sumber
Daya Manusia (SDM).
1. Tujuan Planning Of Action
a. Mengidentifikasi apa saja yang harus dilakukan

60
b. Menguji dan membuktikan bahwa:
1) Sasaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah dijadualkan
2) Adanya kemampuan untuk mencapai sasaran
3) Sumber daya yang dibutuhkan dapat diperoleh
4) Semua informasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dapat
diperoleh
5) Adanya beberapa alternatif yang harus diperhatikan
c. Berperan sebagai media komunikasi
1) Hal ini menjadi lebih penting apabila berbagai unit dalam organisasi
memiliki peran yang berbeda dalam pencapaian
2) Dapat memotivasi pihak yang berkepentingan dalam pencapaian sasaran.
2. Kriteria POA yang Baik
Dalam penerapannya, Plan of Acton (POA) harus baik dan efektif agar kegiatan
program yang direncanakan dapat dijalankan sesuai dengan tujuan. Berikut ini
beberapa kriteria Plan of Acton (POA) dikatakan baik, antara lain:
a. Spesific (Spesifik)
Rencana kegiatan harus spesifik dan berkaitan dengan keadaan yang ingin
dirubah. Rencana kegiatan perlu penjelasan secara pasti berapa Sumber
Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan, siapa saja mereka, bagaimana dan
kapan mengkomunikasikannya.
b. Measurable (Terukur)
Rencana kegiatan harus dapat menunjukkan apa yang sesungguhnya telah
dicapai.
c. Attainable/achievable (dapat dicapai)
Rencana kegiatan harus dapat dicapai dengan biaya yang masuk akal. Ini
berarti bahwa rencana tersebut harus sederhana tetapi efektif, tidak harus

61
membutuhkan anggaran yang besar. Selain itu teknik dan metode yang
digunakan juga harus yang sesuai untuk bisa dilakukan.
d. Relevant (sesuai)
Rencana kegiatan harus sesuai dan bisa diterapkan di suatu organisasi atau di
suatu wilayah yang ingin di intervensi. Harus sesuai dengan pegawai atau
masyarakat di wilayah tersebut.
e. Timely (sesuai waktu)
Rencana kegiatan harus merupakan sesuatu yang dibutuhkan sekarang atau
sesuatu yang segera dibutuhkan. Jadi waktu yang sesuai sangat diperlukan
dalam rencana kegiatan agar kegiatan dapat berjalan efektif.
3. Langkah POA
a. Mengidentifikasi masalah dengan pernyataan masalah (Diagram 6 kata:
What, Who, When, Where, Why, How), sebagai berikut:
1) Masalah apa yang terjadi?
2) Dimana masalah tersebut terjadi?
3) Kapan masalah tersebut terjadi?
4) Siapa yang mengalami masalah tersebut?
5) Mengepa masalah tersebut terjadi?
6) Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?
b. Setelah masalah diidentifikasi, tentukan solusi apa yang bisa dilakukan.
c. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK).
Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menyusun Plan of Action atau Rencana Usulan Kegiatan
(RUK), antara lain:
1) Pembahasan ulang masalah
Setelah menentukan masalah dan melakukan analisis penyebab masalah,
dapat dilihat keadaan atau situasi yang ada saat ini dan mencoba

62
menggambarkan keadaan tersebut nantinya sesuai dengan yang
diharapkan.
2) Perumusan Tujuan umum
Dengan melihat situasi yang ada saat ini dengan gambaran situasi yang
diharapkan nantinya dan juga atas dasar tujan umum pembangunan
kesehatan, maka dapat dirumuskan tujuan umum program atau kegiatan
yang akan dilaksanakan.Tujuan umum adalah suatu pernyataan yang
bersifat umum dan luas yang menggambarkan hasil akhir (outcome atau
dampak) yang diharapkan.
3) Perumusan Tujuan khusus
Tujuan khusus merupakan pernyataan yang bersifat spesifik, dapat
diukur (kuantitatif) dengan batas waktu pencapaian untuk mencapai
tujuan umum. Bentuk pernyataan dalam tujuan khusus sifatnya positif,
merupakan keadaan yang diinginkan. Penentuan indikator tujuan khusus
program dapat menggunakan kriteria SMARTS (Smart, Measurable,
Attainable, Realistic, Time-bound, Sustainable)
4) Penentuan Kriterian Keberhasilan
Penentuan kriteria keberhasilan atau biasa disebut indikator keberhasilan
dari suatu rencana kegiatan, perlu dilakukan agar organisasi tahu
seberapa jauh program atau kegiatan yang direncanakan tersebut
berhasil atau tercapai. Menentukan kriteria atau indikator keberhasilan
disesuaikan dengan tujuan khusus yang telah ditentukan.
Pada program kegiatan yang diusulkan harus mengandung unsur 5W+1H,
yaitu:
a) Who : Siapa yang harus bertanggung jawab untuk melaksanakan
rencana kegiatan?
b) What : Pelayanan atau spesifik kegiatan yang akan dilaksanakan

63
c) How Much : Berapa banyak jumlah pelayanan atau kegiatan yang
spesifik?
d) Whom : Siapa target sasaran atau populasi apa yang terkena program?
e) Where : Dimana lokasi atau daerah dimana aktivitas atau program
dilaksanakan?
f) When : Kapan waktu pelaksanaan kegiatan atau program?

No
Masalah Tujuan Strategi Kegiatan Sasaran Metode Media

1 Belum 1. Diharapka 1. Sebagai 1. Menetapkan 1. Ners 4 Miniseminar Diskusi


efektifnya n Kepala seorang masalah orang,
peran ruangan pemimpin dalam 2. D-III
kepala dapat kepala kepemimpinan Kepera
ruangan meningkat ruamgan 2. Menetapkan watan
kan diharapkan penyebab 25
keefektifa mampu masalah orang,
n kerjanya menerapkan terkait
sebagai komunikasi kepemimpinan
pemimpin yang efektif 3. Menetapkan
terkait dalam cara
pelaksanaan penyelesaian
tugas dan masalah
tanggung kepemimpinan

Melak
jawab nya
sebagai kepala 4.

ruangan,

64
sanak
seperti
komunikasi
tentang
organisasi, an
kegiatan
organisasi dan
pelaksanaan
cara
penye
perubahan
serta
pengembanga
n organisasi lesaia
yang
melibatkan
staf di ruang
n
masal
perawatan.
2. Dalam
pengambilan
keputusan dan ah
perencanaan
5. Menumbuhka
sebagai kepala
ruangan n&

diharapkan meningkatkan

mampu komitmen
berpikir ulang pimpinan &
dan menyusun penyelenggar
kembali a
prioritas pelayanannan

65
masalah kesehatan
disuatu 6. Membentuk
ruangan dan tim yang
cepat tanggap bertanggung
terhadap jawab
perubahan 7. Mengadakan
yang tidak pelatihan
diharapkan program
seperti dalam pelayanan
melakukan 8. Menetapkan
pembagian batas,
shift tindakan wewenang,
keperawatan tanggung
sesuai dengan jawab,
prioritas mekanisme
utama pasien. kerja tim
3. Dalam 9. Menetapkan
hubungan//ko jenis & ruang
munikasi lingkup
diharapkan pelayanan
seorang yang
pemimpin diprioritaskan
memilliki 10. Mensialisasika
empati bisa n standar &
mendengar indikator yang
keluhan dan
digunakan
tanggap
11. Menilai hasil

66
terhadap yg dicapai
pernyataan 12. Menyusun
staf, mampu saran tindak
menciptakan lanjut
situasi yang
kondusif serta
mengembang
kan proses
hubungan
yang baik
dalam
organisasi.
4. Dalam proses
pengembanga
n diharapkan
pemimpin
mampu
mengembang
kan tim kerja
yang efektif
5. Dalam proses
pengembanga
n diharapkan
pemimpin
mampu
memberiikan
umpan balik

67
yang positif
seperti
keluhan,
pernyataan,
saran yang
disampaikan
oleh rekan
sejawat.
6. Dalam hubu
ngan
personality
diharapkan
pemimpin
mampu
mengambil
keputusan
yang tepat
dalam setiap
adanya
masalah yang
ditemukan di
ruangan.
7. Dalam
hubungan
personality
diharapkan`
pemimpin

68
mampu
mengelola
stress individu
dan
menggunakan
koping yang
efektif dalam
setiap masalah
8. Dalam
negosiasi
diharapkan
seorang
pemimpin
mampu
mengidentifik
asi dan
mengelola
konflik yang
terjadi
9. dalam
negosiasi
diharapkan
seorang
pemimpin
mampu
melakukan
negosiasi

69
dengan baik
terhadap staf,
kelompok,
dan organisasi
lain.
10. Dalam
negosiasi
pemimipin
mampu
mengklarifika
si kejadian
yang
melibatkan
seluruh staff
serta menjadi
mediator bila
terjadi antara
staff dan
kelompok.

70
N. Keterampilan Manajemen Klinik

Keterampilan manajerial adalah keterampilan untuk mengatur. Mengkoordinasikan


dan menggerakkan para bawahan kearah pencapaian tujuan yang telah ditentukan
organisasi. Kemampuan ini lahir dari suatu proses panjang yang terjadi secara
perlahan melalui pengamatan dan pembelajaran.

Seorang manajer keperawatan yang efektif harus memiliki kombinasi dari kualitas:
kepemimpinan, kemampuan klinis, dan kemampuan bisnis yang sama baiknya.
Kepemimpinan: semua orang yang ingin menjadi manajer yang efektif harus
mempunyai kemampuan dalam memimpin.

Seorang manajer dituntut untuk memiliki keterampilan khusus yang bersifat


manajerial sesuai dengan tingkatan dan kedudukannya dalam organisasi. Di dalam
organisasi yang besar kedudukan manajer akan dibedakan ke dalam tiga tingkatan,
yaitu; manajer tingkat tinggi (top level manager), manajer tingkat menengah (middle
level manager) dan manajer tingkat bawah (low level manager). (Duwi Basuki,
2016)

1. Jenis Keterampilan Manajer


Berdasarkan tingkatan tersebut keterampilan atau kemampuan manajer juga akan
berbeda. Keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang manajer yaitu:
keterampilan manajerial (management skill), keterampilan melakukan hubungan
antar manusia (human relation skill), dan keterampilan teknis (technical skill),
untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan dibawah ini.

Jenis Keterampilan Manajer

Top manager Conseptual skill

71
Midlle manager
Management skill
Low manager
Tehnical skill

Gambar 1.3 di atas, terlihat bahwa makin tinggi jabatan seseorang dalam
organisasi, akan semakin dituntut mempunyai keterampilan konseptual dan
semakin rendah kedudukan seseorang dalam organisasi semakin dituntut
mempunyai keterampilan secara teknik. Tetapi dalam setiap tingkatan manajer
tersebut harus dimiliki keterampilan dalam melakukan hubungan antara manusia.
Keterampilan Konseptual, adalah keterampilan dimana seorang manajer harus
mempunyai pengetahuan tentang keseluruhan (kompleksitas) dari organisasi
yang dipimpinnya, antara lain; merumuskan visi, misi dan strategi organisasi,
serta kebijakan untuk merealisasikannya. Keterampilan hubungan antar manusia,
adalah kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain, yaitu dengan
melakukan komunikasi yang efektif, memotivasi staf sehingga mampu
menerapkan kepemimpinan secara efktif. Keterampilan teknis, adalah
kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, metoda, teknik atau peralatan
yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi. ( Duwi Basuki,
2016 ).

2. Fungsi manajerial keperawatan


Fungsi perawat antara lain: planning, organizing, actuating, staffing, directing,
dan controlling.
a) Planning (Perencanaan) Kemampuan menetapkan pekerjaan yang wajib
dilakukan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan didasarkan

72
atas rencana yang logis dan bukan perasaan merupakan perencanaan yang
harus dimiliki seorang menejer keperawatan
b) Organizing (Pengorganisasian) Proses ini merupakan mengalokasikan
pekerjaan, wewanang, mengatur dan pengelolaan sumber daya keperawatan
dalam mencapai tujuan keperawatan.
c) Actuating (Gerak aksi) Actuating adalah kegiatan yang dilakukan oleh
menejer keperawatan untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang
sudah ditetapkan menggunakan perencanaan dan pengorganisasian untuk
mendapatkan tujuan yang sudah direncanakan.
d) Staffing (Pengelolaan staf) Fungsi staffing meliputi mempertahankan
anggota/staff sesuai posisi yang dibutuhkan dalam pekerjaan keperawatan,
menempatkan dan memperoleh.
e) Directing (Pengarahan) Kemampuan seorang menejer keperawatan untuk
mengarahkan staff keperawatan (perawat) yang berintelektual dan mampu
bekerja secara efektif untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
f) Controlling (Pengendalian) Merupakan pemantauan kelanjutan tugas staff
keperawatan apakah sudah berjalan sesuai rencana.

3. Peran Perawat Manajer

Peran manajer di lingkungan perawatan kesehatan pada saat ini mengalami


perubahan yang berarti, dimana organisasi perawat kesehatan ini melakukan
desentralisasi fungsi manajemen dan pengorganisasian tiap unit oleh seorang
manajer perawatan. Adapun beberapa tanggung jawab yang diberikan kepada
perawat manajer ( Potter & Perry, 2005), antara lain tanggung jawab untuk :

73
a) Mempekerjakan, mengembangkan dan mengevaluasi stafnya.

Pengembangan anggaran tahunan unit yang dipimpinnya dan memegang


kewenangan untuk mengatur unit sesuai dana tersebut.

b) Memantau kualitas perawatan, menghadapai masalah tenaga kerjanya, dan


melakukan hal-hal tersebut dengan biaya yang efektif.

Selanjutnya Potter & Perry (2005), menyatakan bahwa yang harus dilakukan
perawat profesional dalam perannya sebagai manajer asuhan keperawatan adalah :

a) Perencanaan / penetapan tujuan : Membantu pasien dan keluarga dalam


merumuskan gambaran mereka tentang kesehatan setelah kembali dari
perawatan di rumah sakit
b) Pengajaran/orientasi: Memahami informasi untuk mendorong fungsi &
kesehatan pasien / keluarga : Koordinasi dengan pelayanan Membantu
keluarga dalam pemanfatan pelayanan pendukung (pemuka agama, perawatan
di rumah) dan penjadwalan perawatan pasien.
c) Pengembangan sistem pendukung: Menekankan pada pasien dan keluarga
untuk memikirkan tanggung jawab yang lebih besar dalam mempertahankan
kesehatannya
d) Perwalian kelompok atau profesi kerja: Aktif berpartisipasi dalam tugas
kelompok atau berpartisipasi dalam aktivitas di masyarakat

4. Kompetensi Perawat Manajer


Menurut Potter & Perry (2005), menyebutkan ada beberapa kompetensi yang
harus dimiliki seorang Manajer Keperawatan dalam meningkatakan keefektifan
kerjanya :

74
a) Kepemimpinan
 Berkomunikasi tentang organisasi, kegiatan organisasi dan pelaksanaan
perubahan
 Mendelegasikan tugas dan menerima tanggung jawab
 Menciptakan budaya organisasi yang kondusif dan efektif
 Menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif
 Melibatkan staf dalam pengembangan organisasi
 Fleksibilitas dalam pelaksanaan peraturan

b) Pengambilan keputusan dan perencanaan


 Berpikir ulang dan menyusun kembali prioritas organisasi
 Cepat tanggap terhadap perubahan yang tidak diharapkan
 Mengantisipasi perencanaan perubahan anggaran
 Memberikan pedoman tentang keputusan organisasi
 Menginterpretasi perubahan ekonomi staf
c) Hubungan / Komunikasi
 Empati, mendengar dan tanggap pernyataan staf
 Menciptakan situasi kondusif dalam komunikasi
 Menunjukkan rasa percaya diri melalui kemampuan berkomunikasi
 Mengembangkan proses hubungan yang baik dalam organisasi
d) Anggaran
 Mengontrol budget
 Menginterpretasi penggunaan anggaran sesuai kebutuhan
 Merencanakan angaran tahunan ( 5 tahun )
 Mengkonsultasikan tentang masalah keuangan
e) Pengembangan

75
 Mengembangkan tim kerja yang efektif
 Mengembangkan hubungan profesional antar staf
 Memberikan umpan balik yang positif
 Menggunakan sistem pemberian penghargaan yang baik
f) Personaliti
 Mengambil keputusan yang tepat
 Mengelola stress individu
 Menggunakan koping yang efektif dalam setiap masalah
g) Negosiasi
 Mengidentifikasi dan mengelola konflik
 Memfasilitasi perubahan
 Melakukan negosiasi dengan baik terhadap staf, kelompok, dan
organisasi lain
 Mengklarifikasi kejadian yang melibatkan seluruh staf
 Menjadi mediator bila terjadi konflik antara staf atau kelompok

5. Proses Manajemen Keperawatan

Menurut Nursalam (2002), proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses


keperawatan sebagai suatu metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara
profesional, sehingga diharapkan keduanya dapat saling menunjang.
Sebagaimana proses keperawatan, dalam manajemen keperawatan terdiri dari :
pengumpulan data, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

a) Pengumpulan data (Pengkajian)

76
Pada tahap ini seorang manajer dituntut tidak hanya mengumpulkan informasi
tentang keadaan pasien, tetapi juga mengenai tenaga keperawatan,
administrasi & keuangan yang mempengaruhi fungsi organisasi keperawatan
secara keseluruhan. Perawat manajer yang efektif harus mampu
memanfaatkan proses manajemen dalam mencapai suatu tujuan melalui usaha
orang lain, sehingga harus bertindak secara terencana dan efektif, serta
mampu menjalankan pekerjaan bersama dengan staf perawatnya.

b) Perencanaan
Perencanaan dimaksud adalah menyusun rencana strategi untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Perencanaan disini mencakup :

 Menentukan kebutuhan dalam asuhan keperawatan


 Menegakkan tujuan
 Mengalokasikan anggaran belanja
 Memutuskan ukuran dan tipe tenaga keperawatan yang dibutuhkan
 Membuat pola struktur organisasi

c) Pelaksanaan
Karena manajemen keperawatan memerlukan kerja melalui orang lain, maka
pada tahap pelaksanaan dalam proses manajemen adalah bagaimana
memimpin orang lain untuk menjalankan tindakan sesuai rencana yang telah
ditetapkan.
d) Evaluasi
Tahap akhir dari proses manajerial adalah mengevaluasi seluruh kegiatan
yang telah dilaksanakan. Tujuan evaluasi disini adalah untuk menilai seberapa
jauh staf mampu melaksanakan perannya sesuai tujuan organisasi, serta

77
mengidentifikasi faktor-faktor penghambat maupun faktor pendukung dalam
pelaksanaanya

78

Anda mungkin juga menyukai