Anda di halaman 1dari 67

1

BAHAN AJAR MATA KULIAH


MANAJEMEN PERUBAHAN
UNTUK MAHASISWA PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS

SEMESTER. III
SEMESTER GANJIL TAHUN 2023/2024

OLEH
DAMIANA,SE.,MM
DOSEN PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS KAPUAS SINTANG
2023
DAFTAR ISI
2

PENGANTAR

TUJUAN PEMBELAJARAN

BAB I MANAJEMEN

1.1 Konsep Dasar Manajemen

1.2 Manajemen Berdasar Sasaran

1.3 Manajemen Kewirausahaan

1.4 Manajemen Risiko

1.5 Manajemen Keberagaman

1.6 Manajemen Konflik

1.7 Manajemen Partisipatif

1.8 Manajemen Kinerja

1.9 Manajemen Pengetahuan

BAB II PERUBAHAN

2.1 Faktor Pendorong Perubahan

2.2 Memahami Perubahan

2.3 Resistensi Perubahan

2.4 Mengatasi Resistensi

2.5 Tantangan Perubahan

2.6 Model Perubahan

2.7 Pendekatan Perubahan

2.8 Kecepatan Perubahan

BAB III MANAJEMEN PERUBAHAN

3.1 Konsep Manajemen Perubahan


3

3.2 Memahami Manajemen Perubahan

3.3 Model Manajemen Perubahan

3.4 Peranan Manajemen dan Pihak-pihak yang Terlibat dalam Perubahan

3.5 Komitmen Manajemen Terhadap Perubahan

3.6 Tipologi Perubahan Keorganisasian

3.7 Sasaran, Tujuan dan Strategi Mengatasi Tantangan serta Problem Perubahan

BAB IV MAZHAB TEORI MANAJEMEN PERUBAHAN

4.1 Mazhab Manajemen Perubahan

4.2 Jenis Perubahan

4.3 Tipe dan Bentuk Perubahan

4.4 Kekuatan dan Resistensi Perubahan

BAB V MASALAH PERUBAHAN

5.1 Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Perubahan

5.2 Keharusan untuk Menimbulkan Perubahan

5.3 Penyebab Timbulnya Perubahan

DAFTAR PUSTAKA

PENGANTAR
Perubahan adalah transformasi dari keadaan sekarang menuju keadaan yang diharapkan
di masa yang akan datang, suatu keadaan yang lebih baik. Perubahan merupakan tanda dalam
4

kehidupan yang selalu berlangsung secara tetap. Apabila tidak terjadi perubahan, maka akan
terjadi kemandegan dan kehidupan tidak dapat berkembang.
Sebagai manusia kita hidup dalam dunia penuh perubahan. Perubahan merupakan suatu
hal yang pasti (terjadi, dan akan terjadi), hal mana sudah diketahui oleh manusia sejak zaman
dahulu, yang diungkapkan mereka melalui kata-kata “Panta Rei” (Bahasa Belanda:alles
verandert – Bahasa Inggris:everything changes).
Namun yang perlu disadari adalah bahwa perubahan demi perubahan sebenarnya telah
terjadi sejak lama, hanya intensitasnya sekarang ini cenderung semakin meningkat. Banyak
pakar mengemukakan bahwa satu-satunya yang tetap di dunia ini adalah perubahan itu sendiri.
Oleh karena itu, perubahan dapat terjadi setiap saat, kapan saja situasi memerlukan. Perubahan
terjadi, disamping karena timbulnya dorongan eksternal, tetapi juga dapat timbul dari adanya
kebutuhan internal organisasi untuk melakukan perubahan.
Dalam melihat adanya gejala perubahan, terdapat beragam pandangan tentang
bagaimana terjadinya perubahan tersebut, ada yang memandang perubahan sebagai suatu
peroses , ada yang melakukan dalam bentuk tahapan, ada yang melakukan dengan pendekatan
system, dan ada pula yang mengajukan perubahan sebagai suatu model. Oleh karena itu, suatu
negara atau organisasi dalam menyelenggarakan perubahan harus melakukan dengan
pendekatan yang tepat sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Peran dan tanggungjawab segenap
stakeholder yang terlibat dalam perubahan harus jelas. Di lain pihak, perubahan harus memiliki
rencana menyeluruh, bersifat jangka Panjang dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, perubahan perlu dikenal, dipahami, dikelola, dan bahkan diciptakan
untuk meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan yang diharapkan, baik oleh individu,
kelompok, maupun organisasi. Sumber daya manusia perlu dipersiapkan untuk menerima dan
menjalankan perubahan.

TUJUAN PEMBELAJARAN
5

1 Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan konsep dasar manajemen, perubahan dan

manajemen perubahan, masalah perubahan dan mengimplementasikan perubahan dalam

kehidupan.

2 Mahasiswa diharapkan memahami sebab-sebab organisasi berubah, jenis perubahan,

penolakan terhadap perubahan, memodelkan organisasi perubahan, mengimplementasikan

perubahan, mempertahankan perubahan.

3 Mahasiswa juga memahami peranan manajemen perubahan yaitu pengelolaan sumber daya

untuk mencapai tujuan organisasi, dalam kondisi lingkungan yang bergerak terus menerus

BAB I
6

KONSEP DASAR MANAJEMEN

1.1 Memahami Manajemen

Untuk dapat memahami manajemen dengan benar, diperlukan adanya penyamaan

persepsi tentang pengertian manajemen, fungsi manajemen, peran manajemen,

keterampilan manajemen, hierarki manajemen, dan tantangan yang dihadapi manajemen.

Terlebih lagi dengan telah berkembangnya berbagai macam ragam manajemen

memerlukan pemahaman yang lebih mendalam oleh segenap sumber daya manusia dalam

organisasi baik manajemen puncak, menengah, maupun pada tingkat operasional.

1.1.1 Pengertian Manajemen

Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan Bersama,namun untuk

mencapai tujuan secara efektif diperlukan manajemen yang baik dan benar. Terdapat

berbagai pendapat tentang pengertian manajemen, walaupun pada dasarnya

mempunyai makna yang kurang lebih sama.

Mary Parker Follrt menyatakan bahwa manajemen adalah the art of getting

tinghs done through people, yaitu sebagai suatu seni untuk mendapatkan segala

sesuatu dilakukan melalui orang lain. Hal ini meminta perhatian pada kenyataan

bahwa manajer mencapai tujuan organisasi dengan mengatur orang lain untuk

melakukan pekerjaan yang dilakukan, tanpa melakukan pekerjaan sendiri.

Menurut Drucker, manajemen merupakan praktik spesifik yang mengubah

sekumpulan orang menjadi kelompok yang efektif, berorientasi pada tujuan, dan

produktif. Sedangkan tugas manajemen adalah membuat orang mampu bekerja

Bersama, membuat efektif kekuatannya dan kelemahannya menjadi tidak relevan

(Drucker, 2003:172). Durbin (1990: 5) mengartikan manajemen sebagai suatu proses

menggunakan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi melalui

fungsi planning dan decision making, organizing, leading, dan controlling.


7

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan

mengawasi pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya

organisasi yang tersedia untuk mencapai tujuan organisasi yang dinyatakan dengan

jelas (Stoner dan Freeman, 1992: 4).

Robbins dan Coultar (1996: 6) memberikan defenisi manajemen sebagai suatu

proses untuk membuat aktivitas terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan

melalui orang lain. Efisiensi menunjukan hubungan antara input dan output dengan

mencari biaya sumber daya minimum sedangkan efektif menunjukan makna

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dubrin (1990: 5) menyatakan bahwa manajemen mempunyai tiga pengertian

lainnya, yaitu sebagai berikut:

a. Manajemen sebagai disiplin atau bidang studi

Manajemen merupakan bidang pengetahuan seperti pengetahuan lainnya yang

dapat dipelajari. Kebanyakan eksekutif puncak menguasai manajemen.

Mempelajari manajemen menghasilkan return on investment yang sangat besar.

b. Manajemen sebagai orang

Manajemen juga mengindikasikan manajer secara kolektif dalam suatu

organisasi, yaitu individu yang menjalankan manajemen.

c. Manajemen sebagai karir

Banyak organisasi merekrut lulusan perguruan tinggi dengan menawarkan

peluang karir dalam manajemen. Serangkaian pekerjaan secara progresif

mengarahkan pada tanggungjawab yang lebih besar apabila calon menunjukan

kompetensi manajerial.

1.1.2 Proses Manajemen


8

Manajemen merupakan suatu proses atau serangkaian Tindakan untuk

mencapai tujuan dengan menjalankan fungsi manajemen dan menggunakan sumber

daya. Dengan demikian, manajer menggunakan sumber daya dan menjalankan tugas

dan fungsinya. fungsi utama manajemen, yaitu planning (Perencanaan), organizing

(Pengorganisasian), leading (Terkemuka), dan controlling (Mengendalikan) untuk

mencapai tujuan organisasi.

Terdapat empat bentuk sumber daya ( Dubrin, 1990 : 13 )Yaitu sebagai berikut:

a. Human resources (Sumber Daya Manusia)

Pekerjaan yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan. Pencapaian tujuan

manajer dipengaruhi oleh pekerja yang mereka pilih.

b. Financial resources (Sumber Daya Keuangan)

Uang yang digunakan manajer dan organisasi untuk membiayai pekerjaan guna

mencapai tujuan organisasi.

c. Physical resources (Sumber Daya Fisik)

Barang dan bangunan, termasuk bahan baku, ruang kantor, fasilitas produksi,

dan peralatan kantor yang dipergunakan untuk beroperasinya organisasi.

d. Informational resources (Sumber Daya Informasi)

Data yang digunakan manajer dan organisasi sebagai dasar pertimbangan untuk

menjalakan pekerjaan dalam mencapai tujuan organisasi.

Gambar 1.1 Proses Manajmen

Resources Planning Organizing Leading Controlling


Manajer Human
Financial Goals
Physical
Information

1.1.3 Fungsi Manajemen


9

Fungsi manajemen dikemukakan dengan berbagai terminology. Apabila

George Terry membagi fungsi manajemen dalam terminolgi planning, organizing,

actuating, dan controlling, Stoner dan Freeman (1992:8) dan Robbins (2003:4) serta

Dubrin (1990:14) mengemukakan pengertian actuating menjadi leading. Pengertian

dari masing-masing fungsi manajemen pada intinya dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Planning (Perencanaan)

Planning merupakan Langkah pertama yang harus dilakukan seorang manajer.

Fungsi planning mencakup mendefenisikan tujuan organisasi, mengembangkan

strategi menyeluruh untuk mencapai tujuan, dan mengembangkan hierarki

komprehensif dari rencana untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan

kegiatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

b. Organizing (Pengorganisasian)

Organizing merupakan tanggung jawab manajer untuk mendesain struktur

organisasi dan mengatur pembagian pekerjaan. Termasuk mempertimbangkan

apa tugas yang harus dilakukan, siapa melakukan, bagaimana tugas

dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa, dan dimana keputusan dibuat.

Organizing merupakan persiapan sebelum pekerjaan sebenarnya dilakukan.

c. Staffing (Kepegawaian)

Sttafing merupakan pekerjaan manajer untuk mengisi jabatan yang tersedia

dalam organisasi. Sementara itu, kinerja seorang manajer sangat dipengaruhi

oleh kemampuan dari orang-orang yang membantunya. Oleh karena itu, manajer

harus cermat dalam memilih orang untuk didudukan dalam suatu jabatan agar

dapat membantu mencapai tujuan organisasi.

d. Leading (Terkemuka)
10

Leading atau memimpin merupakan fungsi manajer untuk mengarahkan dan

mengoordinasikan orang untuk menjalankan pekerjaan agar tujuan dapat dicapai.

Manajer memotivasi pekerja, mengarahkan aktivitas orang lain, memilih saluran

komunikasi yang efektif, atau menyelesaikan konflik di antara anggota, dan

mereka terkait untuk memimpin bawahan untuk mewujudkan tujuan organisasi.

e. Actuating (Menggerakan)

Actuating berkenaan dengan fungsi manajer untuk menjalankan Tindakan dan

melaksanakan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang ingin

dicapai oleh organisasi. Actuating merupakan implementasi dari apa yang

direncanakan dalam fungsi planning dengan memanfaarkan yang sudah

dilakukan dalam organizing.

f. Controlling (Mengendalikan)

Controlling merupakan aktivitas untuk meyakinkan bahwa semua hal berjalan

seperti seharusnya dan memonitor kinerja organisasi. Kinerja actual harus

dibandingkan dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Jika terdapay devisi

signifikan, dilakukan koreksi dan dikembalikan ke jalur yang tepat. Monitoring

merupakan alat untuk mengontrol. Dengan demikian, controlling melakukan

koleksi terhadap pelaksanaan dan untuk mengetahui apakah tujuan dapat dicapai.

1.1.4 Peran Manajemen

Banyak peranan yang harus dilakukan seorang manajer untuk mencapai tujuan

organisasi. (Mintzberg (Robbins, 2003:5) mengidentifikasikan adanya sepuluh

peran manajer yang kemudian dikelompokan menjadi tiga kategori berikut ini:

a. Interpersonal Roles (Peran antarpribadi)


11

Interpersonal Roles merupakan peran yang dilakukan manajer dalam

menjalankan hubungan antarmanusia, baik internal maupun eksternal. Terdapat

tiga macam peran yang dapat dilakukan manajer dalam peran interpersonal, yaitu

sebagai figurehead (symbol), leadersip (kepemimpinan), dan liaison

(penghubung). Semua manajer perlu menunjukan kewajiban untuk melakukan

kegiatan seremonial dan simbolik dlam berbagai acara dan dalam hal ini

berperan sebagai figurehead. Semua manajer juga mempunyai peran leadership,

peran kepemimpinan, termasuk menggunakan tenaga kerja, melakukan training,

memotivasi dan mendisiplinkan pekerjaan serta menggeraknya untuk mencapai

tujuan, peran ketiga adalah sebagai lision, yaitu sebagai penghubung yang

aktivitasnya melakukan kontak dengan pihak luar yang memberi informasi pada

manajer.

b. Informational Roles ((Peran Informasi)

Peran manajer dalam bidang informasi ada tiga macam, yaitu sebagai monitor

(mengumpulkan informasi), disseminator (penyebar informasi), dan spoke

person (juru bicara). Semua manajer mengumpulkan informasi dari organisasi

dan institusi di luarnya. Mereka mendapat informasi dari membaca majalah dan

berbicara dengan orang lain untuk mempelajari perubahan selera public, apa

yang direncanakan pesaing, dan semacamnya. Ini merupakan peran monitor.

Dalam peran sebagai disseminator, manajer juga bertindak meneruskan

informasi kepada seluruh anggota internal organisasi. Manajer juga bertindak

sebagai spoake person Ketika mewakili organisasi sebagai juru bicara

menghadapi pihak luar.

c. Decisional Roles (Peran Keputusan)


12

Terdapat empat macam peran yang harus dillakukan manajer dalam membuat

pilihan, yaitu peran sebagai entrepreneur (wirausaha), disturbance handler

(menyelesaikan masalah), resources allocator (mengalokasikan sumber daya),

dan negotiator (juru runding). Dalam peran sebagai entrepreneur, manajer

berinisiatif dan melihat kesempatan proyek baru yang akan dapat memperbaiki

kinerja organisasi. Sebagai disturbance handler, manajer melakukan Tindakan

koreksi dan mengatasi masalah sebagai respon terhadap masalah yang tidak

terduga. Sebagai resources allocator, manajer bertanggungjawab

mengalokasikan sumber daya manusia, fisik dan dana sesuai kebutuhan

organisasi secara efisien dan efektif. Dalam peran sebagai Negotiator, manajer

mendiskusikan masalah dan merundingkan atau membuat kesempatan dengan

unit atau pihak lain untuk mencapai manfaat bagi unit kerjanya.

1.1.5 Keterampilan Manajemen

Untuk menjalankan fungsi dan peran dalam manajemen seorang manajer

memerlukan penguasaan atas keterampilan tertentu. Robert Katz (Robbins, 2003:5)

mengidentifikasikan adanya tiga macam keterampilan penting yang harus dimiliki

manajer, yaitu Technical Skills (keterampilan teknis), Human Skills (Keterampilan

Kemanusiaan), dan Conceptual Skills (Keterampilan Konseptual).

a. Technical Skill (Keterampilan Teknis)

Technical Skills merupakan kemampuan teknis untuk melakukan pekerjaan yang

memerlukan pengetahuan atau keahlian khusus. Lebih merupakan kemampuan

pekerjaan yang bersifat psikometrik. Dapat diperoleh dari kursus, pelatihan atau

dari pekerjaan. Mencerminkan keahlian seorang pekerja dalam bidang teknis


13

tertentu. Pemahaman manajer akan technical skill mengandung pengertian bahwa

manajer mengetahui begaimana bawahannya menjalankan tugas-tugas teknis.

b. Human Skills (Keterampilan Manusia)

Human skills menunjukan kemampuan bekerja dengan memahami dan

memotivasi orang lain, baik secara individu maupun kelompok. Banyak orang

yang mempunyai keahlian teknis, tetapi secara interpersonal tidak kompeten.

Seorang manajer yang meninginkan dihargai oleh bawahannya, sebaiknya

manajer juga harus dapat menghargai bawahannya.

c. Conceptual Skills (Keterampilan Konseptual)

Conceptual skills merupakan kemampuan mental untuk menganallisis dan

mendiagnosis situasi yang komleks serta merumuskan konsep. Pengambilan

keputusan memerlukan manajer yang mampu menyelesaikan masalah,

menidentifikasikan alternatif yang bersifat mengoreksi, mengevaluasi alternatif

dan memilih salah satu yang terbaik, seorang manajer yang kompeten

dibidangnya.

Dubrin (1990:22) menunjukan bahwa di samping technical skill, human skill,

dan conceptual skill, manajer juga perlu mempunyai keterampilan lainnya,

dinamakan diagnostic skill dan political skill.

a. Diagnostic skill (keterampilan mendiagnosis)

Manajer sering diminta melakukan investigas masalah dan memutuskan dan

menimplemantasikan perbaikan selama melakukan tindakan. Diagnostic skill

tumpeng tindih dengan keterampilan lainnya karena manajer perlu menggunakan

keterampilan teknis, kemanusiaan, konseptual atau politis untuk mengatasi

masalah yang mereka diagnosis. Pekerjaan manajer yang paling menarik adalah
14

mendapatkan akar masalah dan merekomendasikan solusi.itulah yang dilakukan

manajer dengan menggunakan diagnosis skill.

b. Political skill (keterampilan politis)

Bagian terpenting untuk menjadi efektif dalam suatu organisasi besar adalah

apabila dapat memperoleh bagian kekuasaan dan mencegah orang lain

mengambil kekuasaan dari manajer. Political skill merupakan kemampuaan

untuk memperoleh kekuasaan yang diperoleh untuk mencapai tujuan.

Keterampilan politis lain adalah menciptakan koneksi yang benar dan

memberikan kesan baik kepada orang yang tepat. Political skill terutama

diperoleh manajer tingkat menengah karena mereka sering diharapkan meningkat

pada posisi manajemen puncak.

Sementara itu, Griffin dan Ebert (1999:121) menambahkan keterampilan

lainnya yang perlu dimiliki manajer, yaitu decision making skill dan time

management skills.

a. Decision making skills (keterampilan pengambilan keputusan)

Keterampilan membuat keputusan merupakan keterampilan dalam

mendefenisikan masalah dan menyeleksi cara untuk melakukan tindakan yang

terbaik. Terdapat tiga Langkah dasar yang dapat dilakukan untuk membuat

keputusan, yaitu : (1) mendefenisikan masalah, mengumpulkan fakta, dan

menidentifikasi alternatif solusi; (2) mengevaluasi masing-masing alternatif dan

memilih salah satu yang terbaik; dan (3) mengimplementasikan alternatif yang

dipilih, secara periodic menindaklanjuti dan mengevaluasi efektivitas dari pilihan

tersebut.

b. Time management skills (keterampilan manajemen waktu)


15

Keterampilan mengelola waktu merupakan keterampilan yang berkaitan dengan

penggunaan waktu secara produktif. Waktu sangat berharga, dan penggunaan

waktu dengan tidak baik akan menyebabkan biaya dan memboroskan

produktivitas.

Dengan demikian, terdapat tujuh macam keterampilan yang perlu dimiliki

seorang manajer, yaitu: (1) conceptual skill, (2) human relation skill, (3) technical

skill, (4) diagnostic skill, (5) political skill, (6) decision making skill, dan (7) time

management skill.

1.1.6 Hierarki Manajemen

Kedudukan manajer terdapat pada beberapa tingkatan organisasi. Pada tingkat

tertinggi organisasi sering disebut sebagai top manager (top-level-management),

selanjutnya dibawahnya adalah middle manager (middle management), dan lower-

level manager (first level management). Adapula yang melanjutkan kebawah

sebagai operational manager.

Dalam kaitannya dengan keterampilan yang harus dimiliki oleh masing-masing

tingkat manajemen, pada hakikatnya harus memiliki ketujug keterampilan tersebut

diatas., namun dengan bobot yang berbeda. Semakin tinggi tingkatan manajemen

harus memiliki bobot keterampilan terbesar pada conceptual skill. Manajemen

menengah lebih mengutamakan bobot human skills. Sementara semakin rendah

tingkatan manajemen lebih banyak technical skills.

Dubrin (1990:24) menarik kesimpulan berikut tentang hubungan keteramilan

dengan hierarki manajemen.


16

a. Technical skill menjadi kurang penting apabila seorang semakin meningkat

dalam jenjang hierarki manajemen. Walaupun demikian, seorang eksekutif

kepala masih tetap memerlukan technical skill.

b. Conceptual skill menjadi semakin penting apabila seorang menjadi meningkat

dalam jenjang hierarki manajemen.

c. Human skill penting pada semua tingkatan manajemen, tetapi menjadi prioritas

tertinggi bagi first-level manager karena tuntutan berat akan kepemimpinan

untuk melakukan pengawasan.

d. Diagnostic skill diperlukan untuk setiap tingkatan manajemen, tetapi yang

terpenting adalah pada manajemen menengah dan puncak.

e. Political skill terutama penting di tingkat manajemen menengah karena manajer

berbeda ditengah dua kekuasaan yang berusaha mengambil beberapa

kekuasaannya.

1.1.7 Tantangan Manajemen

Stoner dan Freeman (1992:16) mencirikan adanya empat tantangan penting

yang dihadapi dalam manajemen, yaitu sebagai berikut :

a. The need for vision (Perlunya Visi)

Diperlukan adanya visi dari seorang manajer yang menunjukan arah yang harus

dicapai organisasi. Oleh karena itu, manajer perlu memiliki pandangan jauh ke

depan tentang perusahaan, tujuannya dan apa yang harus dilakukan untuk

mencapainya. Visi ini akan menjadi acuan Bersama bagi segenap sumber daya

manusia dalam organisasi. Tanpa adanya visi yang jelas dari manajer, setiap

orang dapat bekerja dengan arah yang berbeda-beda.

b. The need for Ethics (Perlunya Etika)


17

Manajer menjalankan bisnis dengan bekerja sama dengan banyak pihak. Dalam

kerja sama semacam itu terdapat nilai-nilai yang diakui dan dihormati Bersama

dalam menjalankan bisnis. Kesadaran manajer menjalankan etika dalam bisnis

mencerminkan kesantunan seorang manajer.manajer perlu mempertimbangkan

praktik bisnis tentang apa yang secara etis dinyatakan sebagai benar dan tidak

benar. Manajer dalam bekerja harus berpedoman pada etika yang berlaku di

dunia bisnis.

c. The Need for Cultural Diversity (Perlunya Keberangaman Budaya)

Organisasi menghadapi keberagaman budaya dari sumber daya manusia.

Manajer perlu menunjukan komitmen yang kuat untuk memberikan kesamaan

perlakuan pada pekerjaan tanpa memandang perbedaan ras, budaya dan jenis

kelamin. Keberagaman kultural merupakan kenyataan yang harus semakin

dipertimbangkan dalam kebijakan manajemen. Tugas seorang manajer adalah

bagaimana memanfaatkan keberagaman kultural tersebut justru menjadi

kekuatan.

d. The Need for Training (Perlunya Pelatihan)

Manajer yang ingin berhasil dalam memimpin organisasi perlu menyadari akan

pentignya pengembangan diri tentang masalah-masalah yang sedang

berkembang melalui training yang dilakukan di dalam maupun di luar organisasi.

1.2 Manajemen Berdasar Sasaran

Manajemen berdasar sasaran merupakan Teknik di mana manajer dan bawahannya

bekerja Bersama menetapkan, kemudian mencapai tujuan organisasi (Greenberg dan

Baron, 2003:607). Pengertian lain diberikan Robbins (2001:190) menyatakan manajemen

berdasar sasaran sebagai suatu program yang mencakup tujuan spesifik, yang secara
18

partisipatif ditetapkan, untuk periode waktu tertentu, dengan umpan balik atas kemajuan

pencapaian tujuan.

Dalam manajemen sasaran, tujuan menyeluruh organisasi diterjemahkan dalam

tujuan spesifik untuk setiap tingkatan di bawahnya. Akan tetapi, karena manajer lebih

rendah turut serta salam menentukan tujuannya sendiri, manajemen berdasar sasaran

bekerja baik dengan pendekatan bottom up maupun top down. Hasilnya adalah hierarki

yang menghubungkan sasaran pada satu tingkatan dengan tingkatan berikutnya. Dengan

demikian, pada hakikatnya manajemen berdasar sasaran merupakan pula bentuk

manajemen partisipatif dalam suatu organisasi. Atasan membahas masalah tujuan

organisasi Bersama dengan unit-unit kerja di bawahnya.

Terdapat empat kandungan dalam program manajemen berdasar sasaran, yaitu

spesifikasi tujuan, pengambilan keputusan partisipatif, periode waktu secara eksplisit, dan

umpan balik kinerja. Tujuan yang hendak dicapai yang merupakan sasaran atau target

suatu organisasi harus dideskripsikan secara jelas, baik kuantitas maupun kualitasnya.

Tujuan menjadi ukuran keberhasilan maupun kegagalan organisasi.

Didalam menetapkan tujuan, pemimpin mengambil keputusan melalui suatu proses

yang bersifat partisipatif. Artinya bawahan diikutsertakan untuk merumuskan keputusan

tentang tujuan yang hendak dicapai. Pengambilan keputusan yang dilakukan secara

partisipatif menumbuhkan komitmen Bersama, dan semua tingkatan merasa

bertanggungjawab atas pencapaian tujuan.

Dalam manajemen berdasar sasaran, sasaran pada tingkat manajemen yang lebih

tinggi, dibagi dalam bagian sasaran dari masing-masing unit kerja di bawahnya. Penetapan

tujuan memberikan manfaat bukan hanya bagi individu, tetapi juga untuk seluruh

organisasi. Proses yang ditempuh adalah dengan cara sebagai berikut:


19

1) Mengembangkan action plan, manajer dan bawahan bekerja Bersama menetapkan

tujuan spesifik dan dapat diukur. Mereka mengembangkan rencana untuk mencapainya.

2) Implementasi rencana, kemajuan pencapaian tujuan dengan hati-hati dimonitor, dan

melakukan koreksi apabila diperlukan.

3) Mengevaluasi hasil, apabila tujuan dicapai, maka ditetapkan tujuan baru. Apabila tidak

tercapai, maka perlu mengembangkan rencana baru.

1.3 Manajemen Kewirausahaan

Kewirausahaan adalah proses mendirikan dan menjalankan bisnis atau suatu usaha.

Proses tersebut kemudian menggabungkan inovasi, kesempatan, dan cara yang lebih baik

agar memiliki nilai tambah yang lebih dalam kehidupan. Pelaku kewirausahaan pada

umumnya sebagai inovator.

Perubahan yang terjadi di pasar dewasa ini memerlukan organisasi yang mampu

bergerak melampaui kemampuan manajemen tradisional. Menghadapi kondisi pasar yang

semakin kompetitif, pengembangan manajemen konvensional dirasakan tidak cukup.

Untuk membantu kinerja manajer, diperlukan upaya mengembangkan kemampuan

kewirausahaan.

Maletz dan Katzenbach (Hesselbein dan Johnston, 2002:115) menjelaskan

bagaimana suatu organisasi menjalankan program pengembangan manajemen, termasuk

modul klasikal, kerja lapang kewirausahaan yang terdiri dari pengembangan bisnis rill,

dan dukungan coaching (adanya arahan/proses pembantuan yang dilakukan oleh orang

lain) dan monitoring (pemantauan) dari akademisi, konsultan (konsultasi), dan ekspert

industry (ahli industry).

Namun, Maletz dan Katzenbach juga mengungkapkan bahwa mereka tidak banyak

melakukan pengeluaran dalam pengembangan manajemen karena melihat bahwa orang


20

sebenarnya tidak banyak berubah. Ketika memulai bisnis mereka merasa bahwa akan

dapat mengubah setiap orang. Akan tetapi, disadari bahwa pada dasarnya orang besar atau

great people mempunyai kualitas intrinsik tertentu, seperti kecerdasan, integritas, perasaan

tentang apa yang menjadi masalah dan kemampuan berhubungan dengan orang lain.

Karakteristik ini jauh lebih penting daripada setiap keterampilan yang dikembangkan.

Organisasi yang menjalankan perubahan harus menemukan cara untuk

mengembangkan individu baru dan kemampuan institusi, tidak hanya mencapai tujuan

strategis, tetapi juga untuk menarik dan menahan orang terbaik. Dalam organisasi yang

tumbuh dengan cepat, kesempatan untu pengembangan adalah cukup berlimpah.

Management development sering disamakan dengan pelatihan formal. Karena alasan

tersebut, organisasi yang paling efektif mengembangkan proses tersebut melihat

kemampuan ini sebagai capability building atau membangun kapasitas, suatu usaha yang

luas dan terpadu yang berjalan baik, diluar training dan pengembangan diri. Kapabilitas

yang diperlukan adalah kemampuan di bidang kewirausahaan.

1) Membangun manajer Wirausaha

Suatu perusahaan multinasional dengan teknologi tinggi mencari kemampuan

pengembangan kewirausahaan dari manajer umum dengan menerapkan prinsip-prinsip

yang menjadi karakteristik program pengembangan manajemen berbaik. Masalah

besaran kelembagaan baru menjadi lebih ruwet dengan budaya birokrasi yang mau

mendengarkan dan menerima inisiatif yang dituntut oleh lingkungan baru.

Eksekutif puncak dapat mengidentifikasi bahwa tidak cukup banyak manajer

yang mempunyai kemampuan untuk melangkah segera pada posisi baru. Keutuhan

akan manajer yang mempunyai jiwa kewirausahaan cendrung akan semakin meningkat

di masa depan.

2) Pentingnya Kewirausahaan
21

Satu-satunya cara untuk maju adalah dengan mengembangkan kewirausahaan

dengan dorongan yang kuat terhadap daya saing dan focus yang kuat pada kebutuhan

pelanggan. Terlebih lagi, wirausaha dengan cepat menjadi cekatan dalam menjalankan

operasi dalam lingkungan yang berubah. Kenyataannya, mereka sering bekerja

membentuk perubahan lingkungan untuk keuntungannya, dan terobsesi dalam

memengaruhi pertumbuhan mereka.

Untuk mengembangkan kemampuan kewirausahaan, perusahaan besar

memfokus pada tiga fokus kunci, yaitu:

a. Orientasi pada tindakan, merupakan kemampuan untuk menyampaikan hasil,

adanya keinginan untuk mengambil dan mengelola risiko, melakukan inovasi dan

kreativitas.

b. Keterampilan manajemen umum, dengan memfokuskan pada pelanggan,

meningkatkan kemampuan tim, dan membangun jejaring, dan melakukan analisis

bisnis.

c. Kepemimpinan dan pengaruh, dalam membangun kapasitas dalam menetapkan

arah dan melakukan coaching untuk sukses, kemampuan untuk belajar dari

keberhasilan dan kegagalan, dan menyeimbangkan antara gambaran besar dengan

aktivitas operasional.

3) Proses Pembelajaran Kewirausahaan

Kunci dari kerja lapang adalah dengan menempatkan konsep klasikal ke dalam

praktik, kemudian mengombinasikannya dengan dukungan coaching dari virtual

faculty dari luar (akademisi, konsultan, eksper industry) dan dari dalam (manajer

senior, ahli fungsional, mentor, lulusan dan program sebelumnya). kerja lapang

merupakan sentral tujuan bisnis dari peserta. Dengan demikian, desain program adalah
22

membantu peserta bekerja lebih efektif, dan bukannya menjadi sumber tambahan

pekerjaan.

4) Prinsip untuk Sukses

Dalam prinsip kesuksesan, dalam suatu organisasi harus membangun kapabilitas

yang dapat dilakukan dengan menyebutkan setiap keterampilan yang dilakukan,

terutama yang berhubungan dengan prioritas strategis organisasi, dapat diterapkan

secara luas dalam kepemimpinan dan keunggulan operasional.

Usaha pembangunan kapabilitas secara efektif tidaklah mudah, dan untuk

melakukannya diberikan rekomendasi meliputi sepuluh prinsip di antaranya:

(1) Memfokuskan pada keterampilan yang dapat dikembangkan, daripada sekedar

menjadi ciri atau sifat atau atribut intrinsic pribadi;

(2) Mengidentifikasi komunitas spesifik dalam organisasi yang kritis terhadap

pencapaian hasil;

(3) Mempertimbangkan beberapa elemen pengembangan termasuk training,

mentoring, coacing, dan penugasan tertentu;

(4) Memastikan bahwa manajemen puncak memandang isu sebagai prioritas dan akan

secara langsung terlibat;

(5) Menggunakan proyek yang mempunyai dampak besar untuk mewujudkan konsep

dan piranti keras di dunia nyata;

(6) Mengintegrasikan pembangunan kapabilitas dengan inisiatif strategis lainnya;

(7) Membuat pembangunan kapabilitas yang sedang berjalan menjadi bagian proses

manajemen menyeluruh;

(8) Menyediakan peserta program dengan waktu yang cukup untuk refleksi, secara

individu dan dengan lainnya;


23

(9) Memastikan bahwa peserta membagikan apa yang mereka pelajari dengan orang

lainnya delam organisasi; dan

(10) Memonitor usaha pembangunan kapablitas dan memastikan kejelasan program

dan hasilnya.

5) Membangun Kapabilitas

Pendekatan terbaik membangun kapabilitas dilakukan dalam bentuk model earn

as you learn, artinya mampu menghasilkan sesuai denga napa yang dipelajari, dilakukan

disekitar proyek bisnis strategis penting. Usaha semacam ini secara serempak

mengembangkan kapabilitas yang diperlukan dan memberikan dampak pada kinerja.

Membangun kapabilitas harus diorganisasikan di sekitar komunitas sebenarnya,

kelompok kerja yang membagi nilai dan tujuan Bersama dan saling berinteraksi secara

regular. Pembangunanan kapabilitas sangat kuat jika disampaikan dengan kombinasi

pelatih antara outsider dan insider yang memberikan keahlian yang relevan, saling

pengertian secara realistis dari perusahaan, dan coasing tepat pada waktunya.

6) Menyukseskan Pembangunan Kapabilitas

Di samping hasil yang mungkin diperoleh dari pembangunan kemampuan sumber daya

manusia, masih terdapat tantangan yang mungkin dihadapi organisasi, yaitu:

a. Mengubah cara orang dan perilaku berpikir merupakan hal yang sulit. Oleh karena

itu, diperlukan waktu dan kesabaran. Pada dasarnya membuat orang suka belajar

adalah lebih sulit daripada membiarkan mereka tidak belajar.

b. Merancang pengalaman yang mendukung penemuan Dari memerlukan pemikiran

segar. Peserta dapat memfokuskan pada dampak perubahan lingkungan dan

menghindari kehilangan detailnya.

c. Pelatih sendiri kadang-kadang masih harus dilatih, pelatih yang mempunyai

kompetensi teknis belum tentu dapat menyampaikan pengetahuannya kepada


24

peserta dengan baik. Akan tetapi, pelatihan merupakan kemampuan yang dapat

dipelajari oleh banyak orang.

d. Karena memperoleh kemampuan baru dapat berisiko dan tidak nyaman,

membangun kemampuan perlu konstruksi safe evelopes dimana perilaku dan

keterampilan baru dapat dipraktikan. Dengan safe evelopes peserta tidak akan

menghadapi risiko lebih besar daripada sebelumnya.

e. Pengalaman sebelumnya dapat merupakan pembelajaran. Peserta yang bekerja

memimpin proyek perubahan menjadi focus pada keberhasilan tugas segera yang

gagal mereka wujudkan pada kesempatan pembelajaran lebih luas.

f. Peserta membangun kemampuan harus mampu menjalankan kegiatan ganda. Di

satu sisi mereka harus mencari pengalaman cara bekerja baru, sambal tetap

dihubungkan dengan cara lama yang masih ada di pekerjaan. Pernyataan dalam

program perubahan tidak menghapus kewajiban untuk menyelesaikan tugas-tugas

yang sedang berjalan.

1.4 Manajemen Risiko

Suatu usaha bisnis secara tetap menghadapi dan macam risiko sebagai akibat dari

ketidakpastian kejadian di masa depan. Pertama, adalah speculative risk (risiko

spekulatif), seperti investasi keuangan akan menyankut kemungkinan keuntungan dan

kerugian. Kedua, adalah pure risk (resiko murni) yang hanya menyangkut kemungkinan

bagi bisnis untuk rugi atau tidak rugi.

Bagi perusahaan untuk dapat bertahan dan berkembang perlu memanajemeni kedua

resiko tersebut secara efektif, risk management atau manajemen resiko merupakan proses

memelihara kemampuan menghasilkan dan aktiva perusahaan dengan menurunkan


25

hambatan kerugian karena kejadian yang tidak dapat dikendalikan (Griffin dan Ebert,

1999:592).

Proses manajemen risiko biasanya mengikuti Langkah diantaranya:

(1) Mengidentifikasi risiko dan potensi kerugian;

(2) Mengukur frekuensi dan beratnya kerugian dan dampaknya;

(3) Mengevaluasi alternatif dan memilih Teknik yang paling baik untuk menangani

kerugian;

(4) Mengimplemntasikan program manajemen risiko, dan

(5) Memonitor hasilnya.

Untuk mengendalikan risiko, manajer mempunyai pilihan untuk melakukan risk

avoidance, risk control, risk retention dan risk transfer. Risk avoidance dilakukan

perusahaan dengan mengurangi keikutsertaan atau berhenti berpartisipasi dalam aktivitas

yang berisiko. Risk control merupakan praktik untuk memperkecil frekuensi atau beratnya

kerugian dari aktivitas yang berisiko. Risk retention merupakan praktik untuk menutup

kerugian perusahaan dengan sumber dananya sendiri. Sementara itu, Risk transfer,

merupakan usaha pemindahan risiko pada perusahaan lain. Pemindahaan risiko biasanya

dilakukan apabila menyangkut risiko besar yang tidak dapat dihindarkan. Pemindahan

risiko biasanya diserahkan pada perusahaan asuransi, dan untuk itu perusahaan membayar

premi asuransi.

1.5 Manajemen Keberagaman

Keberagaman atau diversity pada awalnya hanya berarti variasi. Sekarang ini

digunakan sebagai pengertian untuk menjelaskan tempat kerja bagi orang dengan berbagai

latarbelakang dan budaya. Keberagaman tenaga kerja merupakan konsep dimana


26

organisasi menjadi lebih heterogeny dalam gender, ras, etnis dan masuknya kelompok

berbeda lainnya (Robbins, 2003:13).

Membangun budaya keberagaman akan membantu individu, tim dan organisasi

bekerja Bersama dengan cara yang memastikan bahwa orang dihargai; orang dibantu untuk

memberikan kontribusi dan merasa menjadi bagian dari organisasi; mampu

mengembangkan dan belajar dalam konteks tempat kerja; dan organisasi mendapatkan

manfaat maksimum dari budaya yang terbuka dan sukses (Speexhley dan Wheatley,

2001:4).

Mengelola keberagaman dengan baik berarti melibatkan setiap orang dalam

meningkatkan integrasi dan kohesi, dan bukan pemecahan. Persoalannya adalah

bagaimana manajemen keberagaman dapat memanfaatkan setiap orang, bukan hanya

minoritas. Mengembangkan keberagaman adalah tentang bagaimana melihat orang lain

sebagai individu, menghargai keterampilan dan kemampuan yang mereka bawa ke dalam

organisasi, dan tidak melihat orang dalam keanggotaannya dalam kelompok tertentu.

Dalam lingkungan bisnis di mana keberagaman diterima, di semua tingkatan

organisasi akan menampakan ciri-ciri sebagai berikut (Speexhley dan Wheatley, 2001:9):

a. Openness (keterbukaan), yaitu penolakan atas kerahasiaan sebagai cara dalam

melakukan pengelolaan;

b. Understanding (saling pengertian), yaitu suatu keinginan untuk menanyakan tentang

dan menggali masalah sebelum mempertimbangkan atau mengevaluasinya. Saling

pengertian meningkat dalam pola hubungan kerja yang saling memercayai;

c. Honesty (kejujuran), yaitu suatu penerimaan akan perlunya bersepakat dalam

kebenaran, meskipun tidak menyenangkan jujur mengandung makna satunya kata dan

perbuatan;
27

d. Fearlessness (ketidaktakutan), yaitu adanya lingkungan yang aman di mana orang

percaya diri untuk berkata apa yang mereka pikirkan atau rasakan;

e. Learing (pembelajaran), yaitu suatu penerimaan akan perlunya bagi setiap orang maju

ke depan dan berkembang melalui pengalaman, sksplorasi dan pembelajaran;

f. Responsibility (tanggungjawab), yaitu suatu keinginan agar setiap orang mengambil

tanggungjawab atas cara organisasi menghadapi masalah yang berhubungan dengan

budaya;

g. Highly depeloped communications (komunikasi yang sangat berkembang),

menunjukan kesiapan bekerja dengan membagi informasi secara kontinu dan interaksi

yang sangat berkualitas;

h. A lack of kneejerk blame (kurangnya kesalahan yang menyentak), yaitu suatu

keinginan menggali factor penyebab dari kesalahan atau kegagalan dan belajar

daripadanya.

1.6 Manajemen Konflik

Suatu organisasi hamper dapat dipastikan akan menghadapi konflik, baik bersifat

eksternal maupun internal, dan dapat bersifat positif maupun negatif. Konflik merupakan

suatu proses di mana suatu pihak merasa bahwa pihak lain telah atau akan mengambil

tindakan yang bertentangan dengan kepentingan pihak lain.

Konflik sering terjadi di dalam organisasi dan sekitar dua puluh persen waktu

manajer digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan konflik atau dampaknya

(Greenberg dan Baron, 2003:416).

1) Sebab Konflik

a. Perceptual Distortion (Penyimpangan Persepsi), orang cendrung bisa dalam cara

melihat seseorang atau sesuatu. Pada umumnya, kita cendrung melihat situasi
28

dengan cara yang menguntungkan kita sendiri. Hal tersebut karena terjadi distorasi

dalam persepsi kita sehingga dapat menjadi tidak objektif dalam memandang

sesuatu.

b. Grudges (Dendam), sering kali konflik disebabkan karena orang takut kehilangan

muka dalam berhubungan dengan orang lain dan berusaha berbuat sama dengan

orang tersebut dengan merencanakan bentuk pembalasan.

c. Distrust (ketidakpercayaan), semakin kuat orang menyangka bahwa apabila

individual atau kelompok meninggalkan mereka, maka hubungan antara orang dan

kelompok tersebut diliputi oleh konflik. Renggangnya hubungan antara orang atau

kelompok disebabkan oleh perasaan bahwa pihak lainnya tidak dapat dipercaya.

d. Competition over scare resources (kompetisi atas sumber daya langka), disebabkan

oleh orang yang cendrung menganggap berlebihan atas kontribusinya pada

organisasi. Menimbulkan tuntutan untuk mendapatkan sumber daya lebih banyak

sesuai dengan kontribusi yang diberikan, padahall semua orang memahami bahwa

sumber daya yang tersedia terbatas.

e. Destructive criticism (kritik bersifat merusak), krisis ini merupakan umpan balik

negative yang membuat marah mereka yang menerimanya dan bukannya

membantu mereka untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Koreksi atas

kinerja bawahan dapat bersifat kontra produktif apabila dilakukan dengan cara yang

tidak benar.

2) Konsekuensi Konflik

Konflik dapat timbul karena adanya perbedaan persepsi, pandangan, sikap atau

perilaku dari dua pihak atau lebih. Konflik tidak selalu berarti jelek. Konflik atau

perbedaan pendapat dalam mencari solusi terbaik justru sangat positif. Kata konflik

sering menimbulkan citra negative, suatu pikiran tetang kemarahan dan konfrontasi.
29

Memang perlu diakui bahwa banyak dampak negative dari suatu konlik, tetapi konflik

juga ada segi positifnya:

a. Konsekuensi konflik negatif, menimbulkan stress, bersifat problematis karena

memecah perhatian orang dari tugas yang dihadapi.

b. Konsekuensi konflik positif, apabila dibawa dalam suatu diskusi yang terarah akan

menjadi produktif mendapatkan kesimpulan yang lebih baik karena merupakan

buah pikiran dari banyak orang.

Konflik organisasional dapat menjadi sumber dari berbagai manfaat, di antarnya

sebagai berikut:

a. konflik dapat memperbaiki kualitas keputusan organisasi;

b. konflik dapat membuat terbuka persoalan yang semula diabaikan;

c. konflik dapat memotivasi orang untuk saling menghargai posisi satu sama lain

sepenuhnya;

d. konflik dapat mendorong orang untuk mempertimbangkan gagasan baru sehingga

memfasilitasi perubahan.

1.7 Manajemen Partisipatif

Manajemen partisipatif merupakan filosofi dan metode mengelola sumber daya

manusia di dalam lingkungan di mana pekerjaan dihormati dan kontribusinya dihargai dan

dimanfaatkan. Dari sudut pandang filosofis, manajemen partisipatif berpusat pada

keyakinan bahwa orang pada semua tingkatan organisasi dapat mengembangkan

kepentingan aslinya dalam keberhasilannya dan dapat melakukan lebih banyak daripada

sekedar menjalankan tugas yang diberikan.

Meskipun manajemen partisipatif mendorong keterlibatan pekerja dalam keputusan

yang meengaruhi pekerjaan, proses ini dapat menciptakan masalah apabila sifat
30

keterlibatan pekerja tidak didefinisikan dengan jelas. manajemen partisipatif tidak boleh

diracunkan dengan manajemen konsesus. mengundang partisipasi pekerja tidak berarti

bahwa manajemen melepaskan tanggungjawabnya dengan memilih untuk melibatkan

pekerja untuk mencapai keputusan. manajemen partisipatif bukanlah merupakan

pelepasan prinsip manajemen kontrol, tetapi hanya merupakan sebuah bentuk manajmene

kontrol.

Manajemen partisipatif sebenarnya sama denga manajemen berdasar sasaran.

Namun, dalam manajemen berdasar sasaran lebih diaplikasikan dalam suatu organisasi,

dimana atasan dan bawahan Menyusun Bersama tujuan organisasi. Sementara itu, dalam

manajemen partisipatif, disamping unsur internal organisasi juga melibatkan segenap

stakeholder yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Implementasi manajemen

partisipatif banyak dilakukan dalam program yang berkaitan dengan pengembangan

masyarakat, atau community development.

1.8 Manajemen Kinerja

Secara umum, manajemen kinerja merupakan suatu proses pengelolaan kinerja

organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan Bersama-sama secara partisipatif antara

pimpinan dan bawahan secara berjenjang. Pelaksanaan dilakukan melalui proses fungsi

manajemen pada umumnya. Namun satu hal yang menonjol ditekankan dalam manajemen

kinerja adalah terjadinya proses komunikasi intensif antara atasan dan bawahan, untuk

membangun penyamaan perseps, pemahaman. Dan saling pengertian tentang

tanggungjawab masing-masing untuk mencapai tujuan organisasi.

Manajemen kinerja merupakan suatu proses komunikasi yang berlangsung terus

menerus, yang dilakukan berdasar kemitraan, antara seorang pekerja dengan penyedia

langsungnya, yang menyangkut membangun harapan dan pemhaman yang jelas tentang:

1.) Fungsi kerja penting yang diharapkan dilakukan pekerja;


31

2.) Bagaimana pekerjaan pekerja memberi kontribusi pada tujuan organisasi;

3.) Apa makna konkret dari “mengerjakan pekerjaan dengan baik”;

4.) Bagaimana prestasi kerja akan diukur; dan

5.) Mengenali berbagai hambatan kinerja dan menyingkirkannya (Bacal, 1999:3)

Schwartz (1999:7) memandang manajemen kinerja sebagai gaya manajemen dengan

sebagai dasar adalah komunikasi terbuka antara manajer dan pekerja yang menyangkut

penetapan tujuan, memberikan umpan balik terus-menerus baik dari manajer kepada

pekerja dan sebaliknya, demikian pula penilaian kinerja. Manajemen kinerja yang efektif

membantu manajer dan pekerja untuk bekerja dengan cerdik, bukannya lebih keras, untuk

mencapai produktivitas dan profitabilitas.

Manajemen kinerja merupakan sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari

organisasi, tim, dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu

kerangka tujuan, standar dan persyaratan-persyaratan kompetensi terencana yang telah

disepakati. Manajemen kinerja merupakan proses penciptaan pemahaman bersama tentang

apa yang harus dicapai; dan penciptaan suatu pendekatan terhadap pengelolaan dan

pengembangan orang dengan suatu cara yang meningkatkan probabilitas bahwa

pendekatan tersebut dapat dicapai dalam waktu yang singkat dan berjangka waktu lebih

lama (Armstrong, 2004:29).

Manajemen kinerja merupakan upaya menggerakan segenap potensi sumber daya

organisasi untuk mencapai tujuan. Seberapa baik seorang pemimpin mengelola kinerja

bawahan langsung tidak hanya memengaruhi kinerja pekerja individual secara langsung

dan unit kerjanya, tetapi juga kinerja seluruh organisasi. Mengelola kinerja dilakukan

dengan membuat pekerjaan tentang Costello, 1994:7):

1.) Apa yang diharapkan dari mereka;

2.) Bagaimana mereka melakukan berdasar pada harapan tersebut;


32

3.) Bagaimana mereka menjadi lebih baik dalam bekerja, dan

4.) Kapan mereka melakukan pekerjaan dengan baik.

Adapun komponen pada manajemen kinerja terdiri dari (Bacal, 1999:27):

1.) Perencanaan kinerja;

2.) Komunikasi kinerja secara terus-menerus;

3.) Pengumpulan data; observasi dan dokumentasi;

4.) Pertemuan penilaian kinerja;

5.) Diagnosis dan coasing kinerja; dan

6.) Perencanaan Kembali.

Untuk menyelesaikan manajemen kinerja terdapat tiga siklus yang harus dilalui,

antara lain (Costello, 1994:7):

1.) Perencanaan kinerja dan pengembangan;

2.) Coasing sementara dan review kemajuan;

3.) Penilaian kinerja dan review pengembangan.

1.9 Manajemen Pengetahuan

Pada dasarnya dalam melaksanakan manajemen pada suatu instasi/perusahaan

memiliki beberapa prinsip agar manajemen tersebut dapat dilaksanakan, antara lain

sebagai berikut:

1. Pembagian Kerja (Division of work)

Pernah mendengar prinsip “the right man in the right place?”. Dalam praktiknya,

karyawan memiliki spesialisasi dalam bidang yang berbeda dan mereka memiliki

keterampilan yang berbeda pula satu sama lain. Tingkat keahlian yang berbeda dapat

dibedakan dalam bidang pengetahuan mulai dari generalis hingga spesialis,

pengembangan pribadi dan profesi harus saling mendukung. Menurut Henri Fayol,
33

meningkatkan efisiensi tenaga kerja dapat meningkatkan produktivitas. Selain itu,

spesialisasi tenaga kerja meningkatkan akurasi dan kecepatan mereka. Prinsip

manajemen ini berlaku untuk kegiatan teknis dan manajeria di setap organisasi,

2. Otoritas dan Tanggung jawab (Authority and responsibility)

Untuk menyelesaikan sesuatu dalam organisasi, manajemen memiliki wewenang untuk

memberi perintah kepada karyawan. Tentu saja ini dengan otoritas ini ada tanggung

jawab. Menurut Henri Fayol, kuasa atau kewenangan yang menyertainya memberi

manajer hak untuk memberi perintah kepada bawahan. Tanggung jawab dapat ditinjau

kembali dari kinerja dan oleh karena itu perlu membuat perjanjian atas otoritas yang

diberikan. Dengan kata lain, otoritas dan tanggung jawab berjalan bersama dan mereka

adalah dua sisi dari mata uang yang sama.

3. Disiplin (Discipline)

Prinsip ketiga dari 14 prinsip manajemen adalah tentang kedisiplinan. Hal ini sering

menjadi bagian dari nilai inti (core) misi dan visi bentuk perilaku yang baik dan

interaksi yang saling menghormati. Prinsip manajemen ini sangat penting dan dilihat

sebagai hal yang membuat organisasi berjalan lancar.

4. Kesatuan Komando (Unity of command)

Prinsip manajemen ‘Unity of command’ atau kesatuan komando adalah bahwa setiap

karyawan harus menerima perintah dari satu manajer sehingga karyawan memiliki

tanggung jawab kepada manajer tersebut. Jika tugas dan tanggung jawab yang

dipercayakan kepada karyawan diberikan oleh lebih dari satu manajer, ini dapat

menyebabkan kebingungan yang dapat menyebabkan konflik bagi karyawan. Dengan

menggunakan prinsip ini, tanggung jawab agar terhindar dari kesalahan akan bisa di

minimalisir.

5. Kesatuan Arah (Unity of direction)


34

Prinsip manajemen ini adalah tentang fokus dan kesatuan. Semua karyawan

memberikan kegiatan yang sama yang dapat dikaitkan dengan tujuan yang sama, hal

ini seperti Anda mencari North Star Metric untuk bisnis Anda. Semua kegiatan harus

dilakukan oleh satu kelompok yang membentuk tim. Kegiatan-kegiatan ini harus

dijelaskan dalam rencana aksi. Manajer pada akhirnya bertanggung jawab atas rencana

ini dan dia memantau perkembangan kegiatan yang ditentukan dan direncanakan. Area

fokus adalah upaya yang dilakukan oleh karyawan dan koordinasi.

6. Subordinasi Kepentingan Individu

Selalu ada semua jenis kepentingan dalam suatu organisasi. Agar organisasi berfungsi

dengan baik, Henri Fayol mengindikasikan bahwa kepentingan pribadi lebih rendah

daripada kepentingan organisasi (etika). Fokus utamanya adalah pada tujuan organisasi

dan bukan pada individu. Ini berlaku untuk semua tingkat dari seluruh organisasi,

termasuk para manajer.

7. Penggajian (Remuneration)

Motivasi dan produktivitas adalah dua hal yang berkaitan dalam kelancaran organisasi.

Prinsip manajemen ini menjelaskan bahwa penggajian harus cukup untuk membuat

karyawan termotivasi dan produktif. Ada dua jenis penggajian yaitu non-moneter

(pujian, tanggung jawab lebih, kredit) dan moneter (kompensasi, bonus atau

kompensasi finansial lainnya). Pada akhirnya, ini adalah tentang menghargai upaya

karyawan yang telah dilakukan.

8. Pemusatan (The Degree of Centralization)

Manajemen dan otoritas untuk memproses pengambilan keputusan harus seimbang

dalam sebuah organisasi. Ini tergantung pada volume dan ukuran organisasi tersebut.

Sentralisasi berarti meletakan konsentrasi otoritas dalam pengambilan keputusan di

manajemen puncak (dewan eksekutif). Berbagi kewenangan untuk proses pengambilan


35

keputusan dengan tingkat yang lebih rendah (manajemen menengah dan bawah),

disebut sebagai desentralisasi. Henri Fayol mengindikasikan bahwa organisasi harus

berusaha untuk melakukan keseimbangan yang baik dalam hal ini.

9. Hirarki (Scalar Chain)

Hirarki atau tingkatan hadir dalam organisasi tertentu. Hal Ini bervariasi, mulai dari

manajemen senior (dewan eksekutif) ke level terendah dalam organisasi. Prinsip

manajemen hierarki menyatakan bahwa harus ada garis yang jelas di bidang otoritas

(dari atas ke bawah dan semua manajer di semua tingkatan dan divisi). Hal Ini bisa

dilihat sebagai tipe struktur manajemen. dengan adanya hierarki ini, maka setiap

karyawan akan mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung jawab dan dari siapa ia

mendapat perintah

10. Ketertiban (Order)

Menurut prinsip ini, karyawan dalam suatu organisasi harus memiliki sumber daya yang

tepat sehingga mereka dapat berfungsi dengan baik dalam suatu organisasi. Selain

tatanan sosial (tanggung jawab manajer) lingkungan kerja harus aman, bersih dan rapi.

11. Keadilan dan Kejujuran (Equity)

Prinsip manajemen keadilan dan kejujuran sering terjadi pada nilai-nilai inti dari suatu

organisasi. Menurut Henri Fayol, karyawan harus diperlakukan dengan adil dan setara.

Karyawan harus berada di tempat yang tepat di organisasi untuk melakukan hal yang

benar. Manajer harus mengawasi dan memantau proses ini dan mereka harus

memperlakukan karyawan secara adil dan tidak memihak.

12. Stabilitas kondisi karyawan ( Stability of Tenure of Personnel )

Prinsip manajemen ini merupakan penempatan dan pengelolaan personil dan hal ini

harus seimbang dengan layanan yang disediakan dari organisasi. Manajemen berusaha

untuk meminimalkan perputaran karyawan dan memiliki staf yang tepat di tempat yang
36

tepat dan waktu yang tepat. Hal seperti perubahan posisi pada karyawan harus dikelola

dengan baik.

13. Inisiatif (Initiative)

Henri Fayol berpendapat bahwa dengan prinsip manajemen ini, karyawan harus

diizinkan untuk mengungkapkan ide-ide baru. Ini mendorong minat dan keterlibatan

dan menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Inisiatif karyawan adalah sumber

kekuatan untuk organisas, hal ini juga mendorong karyawan untuk terlibat dalam

kemajuan organisasi.

14. Semangat kesatuan (Esprit de Corps)

Prinsip manajemen ‘esprit de corps’ adalah perjuangan untuk keterlibatan dan kesatuan

karyawan. Manajer bertanggung jawab atas pengembangan moral di tempat kerja, baik

secara individual dan dalam komunikasi. Esprit de corps berkontribusi pada

pengembangan budaya dan menciptakan suasana saling percaya dan pengertian.


37

BAB II

KONSEP DASAR PERUBAHAN

2.1 Memahami Perubahan

Dalam kehidupan manusia penuh dengan perubahan. Manusia yang bijak adalah

manusia yang mampu merespons dan memanfaatkan perubahan. Perubahan dalam

kehidupan manusia terkait dengan perubahan perilak, perubahan sistem nilai, tata nilai dan

penilaian, perubahan dalam metode dan tata kerja, perubahan dalam bersikap dan berpikir,

penggunaan teknologi dan perubahan lainnya.

Perubahan juga sering diartikan sebagai “alternation, modification or addition”

(McLean 2004/2005). Sederhananya, perubahan merupakan: Suatu pergantian kondisi dari

kondisi lama ke kondisi baru. Modifikasi sebuah kondisi atau penambahan terhadap

sebuah kondisi. Dapat pula sebagai pengurangan terhadap sebuah kondisi. “Dengan kata

lain selama sesuatu itu tidak sama dengan keadaan sekarang maka itulah yang

dimaksudkan dengan perubahan. Perubahan tidak pernah terjadi jika keadaan sekarang

sama dengan keadaan pada masa lalu atau sama dengan keadaan yang akan datang”.

Pada hakekatnya kehidupan manusia maupun organisasi diliputi oleh perubahan

secara berkelanjutan. Di satu sisi karena adanya factor eksternal yang mendorong

terjadinya perubahan, di sisi lainnya perubahan justru dirasakan sebagai suatu keutuhan

internal. Oleh karena itu, perubahan perlu dipahami untuk mengurangi tekanan resistensi

terhadap perubahan. Resistensi merupakan suatu hal yang wajar dan dapat diatasi.

Perubahan dapat terjadi pada diri kita maupun di sekeliling kita, bahkan kadang-

kadang tidak kita sadari bahwa hal tersebut berlangsung. Perubahan berarti bahwa kita

harus mengubah dalam cara mengerjakan atau berpikir tentang sesuatu, yang dapat mejadi

mahal dan sulit (Pasmore, 1994:3). Perubahan adalah membuat sesuatu menjadi beda

(Robbins, 2001:542). Perubahan tersebut merupakan perubahan organisasional yang


38

merupakan transformasi secara terencana atau tidak terencana di dalam struktur organisasi,

teknologi dan/atau orang (Greenberg dan Baron, 2003:590). (Potts dan Lamarsh, 2004:36)

melihat bahwa perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi

menuju pada keadaan yang diinginkan di masa depan. Perubahan dari keadaan sekarang

tersebut dilihat dari sudut struktur, proses, orang dan budaya.

Perubahan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari karena kuatnya dorongan

eksternal dan karena adanya kebutuhan internal. Namun, sebelum menimplementasikan

perubahan, ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan (Potts dan Lamarsh, 2004:40), yaitu:

a. Bagaimana kita mengetahui adanya sesuatu yang salah pada keadaan sekarang ini?

b. Aspek apa dari keadaan sekarang ini yang tidak dapat tetap sama?

c. Seberapa serius masalah?

Fullan (2004:43) memberikan lima butir kunci tentang perubahan, yaitu:

a. Perubahan bersifat cepat dan nonlinear sehingga dapat menimbulkan suasana

berantakan. Akan tetapi, perubahan juga menawarkan potensi besar untuk terobosan

kreatif paradoks yang timbul adalah bahwa transformasi tidak mungkin terjadi tanpa

terjadi kekacauan.

b. Kebanyakan perubahan dalam setiap system terjadi sebagai respon terhadap kekacauan

dalam system lingkungan internal dan eksternal. Apabila respons terhadap gangguan

dilakukan segera dan bersifat relaktif, sering kali tidak dapat dikelola, dan masalah lain

justru dapat timbul sebagai akibatnya. Masalah juga dapat timbul Ketika seseorang

mengelola atau me-menage perubahan.

c. Factor rasioal dalam organisasi termasuk strategi dan operasi tidak terintegrasi dengan

baik; adanya perbedaan individual, cara pendekatan, dan masalah; persahabatan dan

perseteruan yang terjadi memengaruhi fungsi sub-sistem; dan factor politik, seperti

kekuasaan dan kewenangan, perlindungan, dan kompetensi atas sumber daya.


39

d. Stakeholder utama dan budaya organisasi menjadi pertimbangan pertama untuk

perubahan organisasional.

e. Perubahan tidak dapat di manage atau dikelola atau dikontrol. Akan tetapi dapat

dipahami dan mungkin memberi petunjuk. Pendapat ini sejalan dengan pendapat

Druker bahwa kita tidak sekedar mengelola perubahan, tetapi menciptakan perubahan.

1. Tujuan Perubahan

Tujuan perubahan untuk memperbaiki kemampuan organisasi untuk

menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dan di sisi lain mengupayaka

perubahan perilaku karyawan (Robbins, 2001:542). Dalam konsep perubahan itu

sendiri bahwa para ahli lebih banyak membahas lingkungan internal dan eksternal

dalam proses perubahan.

Kurt Motamendi mencari hubungan antara kedua lingkungan tersebut dalam

konsep yang disebut Adaptabilitas dan Kopabilitas (Bennis, 1990:217). Adaptabilitas

adalah kemamuan sebuah organisasi untuk merasa dan memahami baik lingkungan

internal maupun lingkungan eksternalnya dan mengambil tindakan untuk mencapai

kecocokan atau keseimbangan yang lebih baik antara kedua lingkungan tersebut.

Kopabilitas, mengacu pada kemampuan suatu sistem sosial untuk mempertahankan

identitas dan integritasnya sebagai sebuah system yang kuat sambal melakukan

penyesuaian yang diperlukan dengan lingkungan eksternal yang berubah.

Dalam mendorong perubahan organisasi memerlukan transformasi melalui

upaya-upaya reengineering, restructuring, quality programs, mergers and acquisitions,

strategic change, dan cultural change (Kotter, 1996:19). Perubahan harus dilakukan

dengan hati-hati dengan mempertimbangkan agar manfaat yang ditimbulkan oleh

perubahan lebih besar dari beban kerugian yang harus ditanggung (Greenbreg dan

Baron, 2003:604).
40

2. Sasaran Perubahan

Proses perubahan orang tidaklah mudah. Akan tetapi, Langkah dasarnya adalah

melalui unfreezing (pencairan), changing (perubahan), dan refreezing (pembekuan

Kembali). Pada dasarnya setiap orang mempunyai kebiasaan, sikap, perilaku dan

budaya yang dirasakan pali sesuai. Mereka terbiasa hidup dalam keadaan tersebut,

termasuk keberhasilan yang telah dicapainya. Namun, perubahan memerlukan kondisi

berbeda sehingga harus terdapat kesediaan orang untuk mengubah dirinya.

Proses perubahan akan berhenti Ketika kebiasaan, sikap, perilaku dan budaya

kerja baru tersebut telah mapan dan sampai pada keseimbangan baru. Setelah kondisi

tersebut tercapai, maka terjadilah pembekuan Kembali (refreezing) sehingga

keseimbangan norma yang diterima sebagai kebenaran oleh masyarakat.

Potts dan LaMarsh (2004:37) mengemukakan empat aspek sasatan perubahan,

dimana dua diantaranya sama dengan Robbins maupun Greenberg dan Baron, yaitu

struktur dan orang, dua aspek lain adalah proses dan budaya. Proses, menunjukan

apakah aliran pekerjaan dalam seluruh organisasi sudah berjalan secara efisien; apakah

terjadi hambatan dan memperlambat aliran pekerjaan. Apabila terdapat satu butir

pesanan pelanggan tidak tersedia, apakah akan menunda pengiriman seluruh pesanan.

Budaya, menyangkut budaya organisasi, apakah kepercayaan pekerja tentang

pekerjaan, pelanggan dan bisnis pada umumnya mengganggu keberhasilan. Apakah

kepercayaan ini menyebabkan orang berperilaku yang dapat menghambat keberhasilan.

Harvard Business Esentials (2003:8) mengemukakan adanya empat sasaran

perubahan, yaitu structural change, cost cutting, process change, dan cultural change.

structural change, sebagai program yang memperlakukan organisasi seperti bagian

fungsional dari model mesin. Selama proses perubahan structural, manajemen puncak

dengan dibantu konsultan, berusaha menggambarkan Kembali bagian-bagian tersebut


41

untuk mencapai kinerja yang lebih besar. cost cutting, merupakan program yang

memfokuskan pada pengurangan aktivitas yang tidak esensial atau pada metode lain

untuk menekan biaya operasi. Aktivitas dan operasi yang mendapatkan sedikit

perhatian selama bertahun-tahun yang menguntungkan, menarik perhatian untuk

dipangkas bilamana menghadapi situasi buruk. process change, merupakan program

yang memfokus pada mengubah tentang bagaimana segala sesuatu dilakukan. cultural

change, merupakan program yang memfokus pada aspek manusia dalam organisasi,

seperti pendekatan umum perusahaan dalam menjalankan bisnis atau hubungan antara

manajemen dan pekerja.

Sasaran atau perubahan suatu objek diarahkan pada struktur organisasi, teknologi,

pengaturan fisik, proses, orang, pemangkasan biaya, dan budaya dalam suatu

organisasi. Namun, sasaran perubahan pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi

merupakan kombinasi karena diantaranya saling memengaruhi.

2.2 Faktor Pendorong Perubahan

Semua organisasi menghadapi lingkungan yang dinamis dan berubah. Menghadapi pilihan

antara berubah atau mati tertekan oleh kekuatan perubahan. Menurut Hussey (2000:6)

terdapat enam factor yang menjadi pendorong bagi kebutuhan akan perubahan, yaitu

sebagai berikut:

a. Perubahan Teknologi terus meningkat

Organisasi tidak dapat mengabaikan perkembangan yang menguntungkan pesaingnya.

Perkembangan baru mengakibatkan perubahan keterampilan, pekerjaan, struktur, dan

sering kali juga budaya. Dengan demikian, sumber daya manusia harus selalu

mengikuti perkembangan teknologi agar tidak tertinggal. Di dalam dunia yang selalu

berkembang, SDM tidak boleh gagap teknologi.

b. Persaingan semakin intensif dan menjadi lebih global


42

Dalam dunia yang semakin terbuka, terjadi persaingan yang semakin tajam dengan

cakupan lintas negara. Banyak organisasi dipaksa mencapai standar kualitas dan biaya

yang telah dicapai oleh perintis industry. Apabila tidak dapat mengikuti standar

tersebut, maka akan kalah dalam bersaing.

c. Pelanggan semakin banyak tuntutan

Pelanggan tidak lagi mau menerima pelayanan yang jelek atau kualitasnya rendah.

Untuk menjadi organisasi yang kompetitif. Perusahaan harus lebih cepat dalam

merespon kebutuhan pelanggan, dan hal ini dapat berubah sepanjang waktu.

d. Profil demografis negara berubah

e. Privatisasi bisnis milik masyarakat berlanjut

Kecendrungan yang terjadi dalam dunia bisnis adalah terjadinya privatisasi yang

semakin luas. Dengan privatisasi bisnis, monopoli yang dimiliki sekelompok

masyarakat tertentu menjadi hilang. Privatisasi merupakan kecendrungan baru dunia

bisnis yang akan semakin berkembang. Walaupun kepemilikan tidak berubah, system

baru dibangun untuk menciptakan kompetisi dan tumbuhnya kekuatan pasar yang lebih

besar lagi.

f. Pemegang saham minta lebih banyak nilai

Pengaruh pasar uang pada tuntutan terhadap kinerja korporat menciptakan tekanan

untuk dilakukan perbaikan secara terus menerus pada pertumbuhan kapital dan

pendapatan korporat. Perusahaan akan berada dibawah tekanan apabila kinerjanya di

bawah harapan, meskipun usahanya masih menguntungkan. Dalam situasi seperti ini,

tekanan tidak hanya datang dari keluhan pemegang saham, tetapi karena prestasinya

rendah, dapat menjadi target untuk diambil alih perusahaan lain.


43

2.3 Tantangan Perubahan

Dalam menjalankan perubahan sering mengalami kesulitan dan bahkan kegagalan. Hal ini

dikarenakan dalam menghadapi perubahan banyak tantangan yang dihadapi. Terdapat tiga

tahap yang dihadapi dalam perubahan, yaitu:

1.) Tantangan dalam tahap Prakarsa perubahan

Tantangan pada umumnya muncul pada saat awal timbulnya gagasan, kemampuan

untuk menunjukan Prakarsa tidak dapat dibangun pelan-pelan dan gradual. Pada

tahapan untuk memulai suatu perubahan akan dihadapi empat macam tantangan, yaitu:

a. Perasaan Tidak Mempunyai Cukup Waktu

Setiap inisiatif pembelajaran yang sukses memerlukan orang kunci yang dapat

mengalokasikan waktu untuk melakukan aktivitas baru, seperti: pemikiran,

perencanaan, pekerjaan kolaborasi, dan pelatihan. Agar dapat dilakukan dengan

efektif dalam penggunaan waktu, maka diperlukan beberapa pendekatan berikut:

(1) Mengintegrasikan inisiatif;

(2) Menjadwal waktu agar lebih focus dan konsentrasi;

(3) Memercayai orang untuk mengontrol sendiri penggunaan waktunya;

(4) Menghargai waktunya yang tidak terstruktur;

(5) Membangun kapabilitas untuk menghilangkan kesibukan pekerjaan; dan

(6) Berani berkata tidak pada permintaan yang tidak penting.

b. Tidak Ada Bantuan Coaching Dan Dukungan

Proses perubahan menunjukan perlunya keterpaduan, konsistensi, coaching,

bimbingan, dan dukungan. Maka untuk melakukan perubahan dapat dilakukan

dengan cara:

(1) Investigasi atas kebutuhan bantuan lebih dini;

(2) Menciptakan kapasitas untuk coaching;


44

(3) Menemukan mitra;

(4) Membangun coaching ke dalam manajemen lini;

(5) Pengemangan sikap selalu mencari bantuan.

c. Merasa tidak relevan

Menciptakan relevansi selalu penting dalam perubahan inisiatif. Orang sekarang

ini terlalu terbebani secara berlebihan, sehingga mereka ragu-ragu untuk terkait

pada sesuatu yang baru. Oleh karena itu, harus melakukan beberapa tindakan

berikut ini agar perubahan dapat terjadi:

(1) Membangun kepedulian strategis di antara para pemimpin kunci;

(2) Dengan tegas mengajukan pertanyaan tentang relevansi dalam kelompok

pemandu;

(3) Menyediakan lebih banyak informasi bagi anggota kelompok pemandu;

(4) Menjaga pelatihan selalu terkait erat dengan hasil bisnis;

(5) Meninjau relevansi secara periodik.

d. Konsistensi nilai-nilai dan perilaku

Sering kali terdapat kesulitan untuk memenangkan perubahan yang disebabkan

oleh adanya kesenjangan antara nilai-nilai dan tindakan yang menyertainya. Untuk

itu harus melakukan:

(1) Pengembangan tujuan yang disertai nilai-nilai yang memiliki kredibilitas

dalam kualitas kehidupan organisasi;

(2) Membangun kredibilitas nilai-nilai dan tujuan organisasi melalui demonstrasi;

(3) Strategi untuk tidak melakukan sendiri, tetapi bersedia bekerja dengan mitra;

(4) Menjaga kesabaran walaupun dibawah tekanan;

(5) Mengembangkan rasa kepedulian organisasi lebih besar;

(6) Berpikir hati-hati tentang keyakinan terhadap orang;


45

(7) Membuat ruang untuk berbicara tentang nilai individual;

(8) Menjaga Kesabaran dengan atasan; dan

(9) Mempraktikkan demokrasi yang sesuai.

2.) Tantangan Dalam Meneruskan Transformasi

Kadang-kadang dalam tahun pertama atau kedua pekerjaan rintisan mungkin

muncul dari dasar inisiatif perubahan besar. Hasil bisnis dan peribadi terjadi secara

berulang-dan cukup dapat dipercaya sehingga menumbuhkan rasa percaya diri atas

kemampuan untuk menciptakannya.

Pekerjaan terasa meningkat sesuai dengan arah yang dapat disetujui dan dirasakan

dukungan yang diperlukan tersedia. Permasalahan baru dimulai pada saat lingkungan

menolak keberadaan entitas baru. Dengan demikian, perhatian berbelok pada

penghalang karena akan menghadapi penghalang internal dan eksternal.

Tantangan yang dihadapi adalah ketakutan dan kecemasan, yang dipicu oleh

keterbukaan dan keterusterangan di antara anggota kelompok. Penilaian dan

pengukuran, yang menunjukan kesenjangan antara inisiatif perubahan dengan cara

organisasi mengukur hasil. True belivers dan nonbelievers yang menunjukan

kecendrungan perubahan besar berupa peningkatan secara dinamis yang dirasakan

sebagai tantangan dan menyerang mentalitas (Senge, et.al., 1999:241)


46

BAB III

MANAJEMEN PERUBAHAN

3.1 Memahami Manajemen Perubahan

1. Konsep Dasar

Manajemen perubahan adalah suatu proses sitematis dalam menerapkan

pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan

pada orang yang akan terkena dampak dari proses tersebut (Potts dan LaMarsh,

2004:16).

Manajemen perubahan ditujukan untuk memberikan solusi bisnis yang

diperlukan dengan sukses dengan cara yang terorganisasi dan dengan metode melalui

pengelolaan dampak perubahan pada orang yang terlibat di dalamnya.

Sementara itu, perubahan selalu melalui dengan inisiatif pandangan pada hasil

positif. Hambatan paling umum untuk keberhasilan perubahan adalah resistensi

manusia, yang menyebabkan resistensi dan perubahan terjadi cepat dan lancer.

Pendekatan dalam manajemen perubahan adalah, pertama: mengidentiikasi siapa,

diantara mereka yang terkena dampak perubahan, yang mungkin menolak perubagan.

Kedua: menelusuri sumber, tipe dan tingkatan resistensi perubahan yang mungkin

ditemukan. Ketiga: mendesain strategi yang efektif untuk mengurangi resistensi

tersebut.

Dengan menerapkan manajemen perubahan, dapat memperkirakan jumlah

resistensi yang mungkin terjadi dan waktu serta uang yang diperlukan berkaitan dengan

resistensi. Hal ini memungkinkan orang yang harus melakukan perubahan mengukur

factor penting, seperti apakah perubahan berharga untuk dilakukan dan seberapa

kemungkinan keberhasilan yang diperoleh. Memahami mengapa orang menolak


47

berubah dan bagaimana mengatasi resistensi ini merupakan inti dari manajemen

perubahan.

2. Mitos Manajemen Peubahan

Pada umumnya orang di dalam organisasi cendrung resisten terhadap perubahan.

Resistensi biasanya justru datang dari manajemen senior yang mempunyai kekuasaan

dan wewenang untuk melakukan perubahan. Manajemen cendrung percaya pada

adanya mitos tentang perubahan dan manajemen perubahan (Potts dan LaMarsh,

2004:18). Adapun yang menjadi mitos pada manajemen perubahan dapat dilihat dari

ketiga hal dibawah ini:

a) Orang akan selalu menerima perubahan

Pandangan tersebut tidak benar karena orang akan cendrung sering menolak

perubahan, bahkan apabila hal tersebut berakibat merugikan organisasi. Meskipun

secara alamiah manusia adalah makhluk adapti tetapi juga harus berhati-hati pada

hal yang baru.

b) Manajer tahu bagaimana mengeloa perubahan

Banyak manajer kekurangan keterampilan dan training yang diperlukan untuk

mengelola perubahan. Terperangkap pada tugas sehari-haro yang menyebabkan

menempatkan program implementasi perubahan jauh dari pikirannya.

c) Perubahan pasti terjadi, tidak harus dikelola

Terlalu banyak factor dapat dikumpulkan dan menyabot perubahan, sehingga dalam

perubahan harus adanya suatu proses pengelolaan agar perubahan itu sesuai dengan

tujuan organisasi. Perubahan tidak terjadi begitu saja, memerlukan kerangka kerja

yang solid, termasuk sebuah rencana dan proses, seperti orang yang terampil

mendesain, menjalankan dan mengantisipasi implikasi dari rencana dan proses

tersebut.
48

3.2 Model Manajemen Perubahan

Burnes (2000:462) mengemukakan bahwa perubahan organisasional dapat dilihat sebagai

produk dari tiga proses organisasi yang bersifat interdependen, antara lain:

1. The Choice Process (proses pilihan)

Berkaitan dengan sifat, lingkup dan focus pengambilan keputusan. Terdiri dari tiga

elemen:

a. Organizational context (konteks organisasional), bahwa mereka harus tahu

kekuatan dan kelemahannya sendiri, kebutuhan pelanggan mereka dan sifat

lingkungan di mana mereka bekerja.

b. Focus of choice (fokus pilihan), organisasi yang sukses memfokuskan hanya pada

rentang yang sempit dari isu jangka pendek, menengah, dan Panjang yang

berhubungan dengan kinerja organisasi untuk membangun dan mengembangkan

kompetensi atau teknologi tertentu.

c. Organizational trajectory (Lintasan organisasional), arah organisasi dibentuk oleh

tindakan masalalu, tujuan dan strategi masa depan yang akan memberikan arah atau

kerangka kerja dimana menunjukan daya penerimaan, relevansi atau urgensi

masalah, kepentingan dan maksud tindakan.

2. The Trajectory Process (Proses Lintasan)

Berhubungan dengan masa lalu organisasi dan arah masa depan dan hal tersebut terlihat

seperti hasil dari visinya, maksud dan tujuan masa depan. Terdiri dari tiga elemen:

a. Vision (Visi), untuk membangkitkan masa depan organisasi yang berbeda, atau

realitas, dengan maksud untuk memilih salah satu yang paling baik atau cocok

untuk mendorong senior manajer untuk berpikir bebas, tanpa mempertimbangkan

hambatan sumber daya yang ada, tentang masa depan yang mungkin bagi organisasi
49

dalam jangka Panjang. Dalam mengembangkan visi, terdapat empat aspek untuk

membangun visi, yaitu:

1) Mission (misi), strategis untuk organisasi atau alasan untuk keberadaannya.

2) Valued outcomes (nilai manfaat), merupakan suatu proses dan standar untuk

mengukur progress.

3) Valued conditions (nilai kondisi), membantu mendefinisikan pernyataan

tentang masa depan yang diinginkan dimana kegiatan perubahan harus

bergerak, termasuk isu yang berhubungan dengan struktur, budaya, keterbukaan

dan gaya manajerial seperti hubungan pelanggan dengan pemasok.

4) Mid-point goals (tujuan jangka menengah), penyempuranaan pernyataan visi

dan misi yang awalnya bersifat umum untuk menghasilkan Langkah yang lebih

konkret, dapat dikelola dan menjadi benchmark untuk perubahan.

b. Strategy (strategi), arus tindakan yang masuk akala tau konsisten di mana organisasi

mengambil atau diambil untuk bergerak menuju visi. Arus tindakan dapat

direncanakan secara terpusat dan didorong, mereka dapat didelegasikan dan

dibagikan ke seluruh organisasi.

c. Change, mengidentifikasi perlunya perubahan dan dimana dilakukan, menciptakan

kondisi dan iklim dimana perubahan terjadi sehingga dapat melihat lintasan proses,

disamping memainkan peran kunci dalam membentuk pilihan, tetapi juga

merupakan suatu proses yang kompleks terdiri dari visi, strategi, dan perubahan.

3. The Change Process

Mencakup pendekatan pada mekanisme untuk mencapai dan hasil perubahan. Terdiri

dari tiga elemen, yaitu:


50

a. objectives and outcomes (tujuan dan manfaat), dimana pada perubahan harus

memiliki tujuan yang ingin dicapai, dari tujuan tersebut bagaimana perubahan itu

memberikan manfaat bagi organisasi.

b. planning the change (merencanakan perubahan), dalam perubahan terlebih dahulu

pelaku perubahan merencanakan apa yang akan dilakukan untuk mewujukan

perubahan.

c. People (orang), pada perubahan memerlukan individu dalam sikap atau perilaku

untuk menjadi pelaku perubahan.

3.3 Komitmen Manajemen Terhadap Perubahan

Keberhasilan perubahan berakar pada komitmen. Kecuali apabila peserta dalam transisi

mempunyai komitmen dalam mencapai tujuan perubahan dan membayar harga untuk

mendapatkan tujuan, proyek akan gagal sama sekali. Komitmen pada hasil secara

spesifik hanya akan menjadi kenyataan apabila:

a. Bersedia menginvestasikan sumber daya (waktu, energi, uang) untuk memastikan

outcome yang diharapkan.

b. Mengejar tujuan secara konsisten, bahkan apabila di bawah stress dan engan

perjalanan waktu.

c. Menolak gagasan atau rencana tindakan yang menjanjikan manfaat jangka pendek,

tetapi tidak konsisten dengan strategi menyeluruh untuk pencapaian tujuan terakhir.

d. Tetap cepat dalam menghadapi kesulitan, dan memfokuskan dalam pencarian

tujuan yang diharapkan.

e. Menerapkan kerativitas bersungguh-sungguh, dan mengunakan banyak akal untuk

menyelesaikan masalah yang sebaliknya akan menghalangi pencapaian tujuan.

1. Tahapan komitmen pada perubahan

a. Preparation, merupakan tahap persiapan komitmen terdiri dari dua tahap, yaitu:
51

1) Contact, usaha melakukan kontak yang dilakukan melalui rapat, pleno atau

memo.

2) Awarenss, kepedulian dalam proses komitmen apabila kita menyadari

bahwa modifikasi yang mempengaruhi operasi sedang berjalan.

b. Acceptance, mencakup dua fase, yaitu:

1) Understanding, memahami sifat dan maksud perubahan sehingga dapat

mempertimbangkan perubahan didasarkan pada persepsi tentang realitas

dari masing-masing orang.

2) Positive perception, merasakan perubahan sebagai sesuatu yang positif,

menentukan apakah akan mendukung atau tidak.

c. Commitment, meliputi tiga fase, yaitu:

1) Installation, merupakan periode percobaan, tetapi menjadi peluang pertama

tumbuhnya tindak komitmen sebenarnya. Memerlukan konsistensi maksud,

sumber daya investasi, dan subordinasi sasaran jangka pendek pada tujuan

jangka Panjang.

2) Adoption, menguji implikasi yang luas dari perubahan. Difokuskan pada

masalah mendalam dan jangka Panjang.

3) Institutionalization, terdapat harapan untuk menggunakan perubahan

sebagai masalah rutin.

d. Internalization, merupakan bentuk tahapan tertinggi dimana pekerja sangat

mempunyai komitmen pada perubahan karena mencerminkan kepentingan

pribadi, tujuan atau nilai-nilai. Merupakan komitmen yang timbul dari dalam

hati. Agar perubahan mendapatkan dukungan yang maksimum, pekerja harus

didorong oleh motivasi internal yang mencerminkan keyakinan dan keinginan

sendiri dan organisasi.


52

2. Pedoman untuk komitmen

Kurangnya komitmen pada perubahan adalah alasan utama mengapa winners

sangat jarang. Membangun komitmen perubahan tidaklah mudah. Dan dalam

prosesnya kebanyakan orang tidak dipersiapkan. Terdapat enam pedoman penting

untuk membanun komitmen yang diperlukaan untuk keberhasilan perubahan

organisasional, yaitu: (Daryl R. Conner, 1992:155

a. Organisasi merespons pada perubahan pada tingkat intelektual dan emosional

yang berbeda.

b. Komitmen adalah mahal, jangan mencobanya apabila tidak membayar.

c. Jangan mengira komitmen akan dibangkitkan tanpa rencana tindakan.

d. Ingat bahwa membangun komitmen adalah proses pengembangan.

e. Membangun komitmen atau mempersiapkan konsekuensi.

f. Perlambat meningkatkan kecepatan.


53

BAB IV

MAZHAB TEORI MANAJEMEN PERUBAHAN

4.1 Mazhab Manajemen Perubahan

Manajemen Perubahan bukanlah disiplin ilmu terpisah dengan Batasan-batasn

kaku yang terdefenisikan dengan jelas. Akan tetapi, teori dan praktik manajemen

perubahan melibatkan banyak disiplin serta tradisi ilmu-ilmu social, misalnya, teori

Pendidikan dan pembelajaran manajemen membantu kita untuk memahami perilaku

mereka yang mengelola perubahan.

Dengan demikian, tantangannya adalah cara menjangkau rentang yang cukup luas

agar dapat mencakup dasar-dasar teoritis manajemen perubahan, tanpa tersesat terlalu

jauh dalam disiplin-disiplin yang berkaitan sehingga menyebabkan hilangnya focus

serta pemahaman, maka dari itu dibatasi tiga mazhab pemikiran sebagai fondasi teori-

teori manajemen perubahan bersandar, yaitu:

1. Mazhab Perspektif Individual

Pedukung mazhab ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

a. Psikolog Behavioris Memandang perilaku sebagai hasil interaksi seseorang

dengan lingkungannya. Bagi Behavioris, semua perilaku dipelajari dan

dalam mewujudkan perubahan organisasi dengan cara mengubah stimuli

eksternal yang mampu mempengaruhi individu.

b. Gestalt-Field menyatakan bahwa perilaku seseorang merupakan produk

lingkungan dan penalaran sedang pembelajaran merupakan suatu proses

perolehan atau perubahan wawasan, pandangan, ekspektasi atau pola

pemikiran. Perilaku bukan sekedar produk stimuli eksternal, namun lebih

bisa dijelaskan dari cara individu memakai penalarannya untuk

menginterprestasikan stimuli.
54

2. Mazhab Dinamika Kelompok (Lewin)

Mazhab ini menekankan pada pencapaian perubahan organisasi melalui tim

atau kelompok kerja dibandingkan individu. Dimana perilaku individu harus

dipandang dapat dimodifikasi atau diubah dalam rangka praktik dan norma

kelompok yang berlaku. Orang-orang dalam organisasi bekerja dalam kelompok.

Perilaku kelompok merupakan seperangkat interaksi simbolik dan daya-daya

kekuatan yang tidak hanya memengaruhi struktur kelompok, namun juga mampu

mengubah perilaku individu (B.R. Hergenhah, 2008:284). Perilaku individu

merupakan fungsi dari lingkungan kelompok atau medan (field), yang didalamnya

tercipta kekuatan dan ketegangan yang bersumber dari tekanan kelompok pada

setiap anggota.

Dinamika kelompok, untuk mendorong suatu perubahan tidak ada gunanya

berkonsentrasi pada pengubahan perilaku individu. Masing-masing individu

mendapat tekanan dari kelompok sehingga harus beradaptasi. Focus perubahan

mesti dipusatkan pada tataran kelompok dan selayaknya berkonsentrasi untuk

memengaruhi dan mengubah norma, peran dan nilai kelompok (Franch dan Ball,

1982:961-981).

3. Mahzab Sistem Terbuka

Setelah membahas berbagai pendekatan terhadap perubahan yang

menekankan pentingnya kelompok dan individu, kita sekarang sampai pada satu

pendekatan yang acuan utamanya adalah organisasi secara keseluruhan. Menurut

mahzab Sistem Terbuka, Organisasi terdiri dari berbagai sub sistem yang saling

berkaitan,di mana perubahan pada salah satu bagian sistemnya akan berdampak pada

bagian-bagian lain dalam sistem, lalu akhirnya pada kinerja keseluruhan (Scott.

1987).
55

Organisasi dipandang sebagai system “terbuka”, yang dijelaskan dalam sudut

pandang, yaitu:

a. organisasi terbuka dan berorientasi dengan lingkungan eksternal;

b. organisasi terbuka secara internal saling berkaitan antara satu bagian dengan

bagian lain.

Tujuan pendekatan system terbuka adalah menata fungsi suatu Perusahaan melalui

koordinasi dan salin kebergantungan lini-lini yang didefinisikan dengan jelas.

Menurut Burke (Peter J. Burke, 1980:18), perubahan dipengaruhi oleh tiga (3)

hal, yaitu:

a. subsistem saling bergantung. Organisasi tanpa mengindahkan ketergantungan

terhadap keseluruhan organisasi maka hasilnya kemungkinan besar tidak akab

optimal.

b. Pelatihan sebagai mekanisme perubahan tidak akan berhasil tanpa dukungan

mekanisme lainnya.

c. Supaya sukses, organisasi mesti membuka sumbatan dan mengarahkan energi

serta bakat para karyawan.

Masing-masing mazhab menyatakan dirinya sebagai pendekatan yang paling

efektif dan bahkan satu-satunya pendekatan perubahan yang paling tepat. Meskipun

demikian, ketigannya saling melengkapi. Kuncinya adalah dengan cara

mengidentifikasi situasi yang paling sesuai bagi salah satu pendekatan.

4.2 Jenis Perubahan

1. Perubahan terencana dan tidak terencana

Perubahan dapat terjadi pada kegiatan yang bersifat rutin dan kontinu, terutama

pada kegiatan yang sifatnya strategic dan tidak berulang-ulang. Perubahan terencana

adalah aktivitas perubahan yang disengaja/direncanakan dan berorientasi pada tujuan.


56

Sedangkan Untuk melakukan perubahan terncana dilakukan empat fase (Wibowo,

2006), yaitu sebagai berikut.

1) Fase Eksplorasi: dalam fase ini organisasi menggali dan memutuskan untuk membuat

perubahan spesifik.

2) Fase Perencanaan: proses perencanaan menyangkut mengumpulkan informasi untuk

mendiagnosis masalahnya, menetukan tujuan perubahan dan mendesain tindakan

yang tepat untuk mencapai tujuan, dan membujuk pengambil keputusan mencapai

tujuan serta mendukung perubahan.

3) Fase Tindakan: implementasi perubahan menyangkut desain untuk menggerakkan

organisasi menuju perubahan, menciptakan pengaturan dalam mengelola proses

perubahan dan mendapat dukungan pelaksanaannya, mengevaluasi implementasi dan

umpan balik untuk penyesuaian serta perbaikan.

4) Fase Integrasi: tahapan ini berkaitan dengan konsolidasi dan stabilisasi perubahan.

Perubahan tidak terencana merupakan pergeseran aktivitas organisasional, karena

adanya kekuatan eksternal yang berada di luar kontrol organisasi.

2. Perubahan inkremental dan fundamental

1) Perubahan incremental

Hampir terjadi dengan sendirinya dan mencakup banyak situasi yang dihadapi

manajer. Termasuk didalamnya metode dan proses kerja, tata letak, produk baru, dan

situasi lain dimana orang melihat kelanjutan dan keadaan lama menuju pada keadaan

yang baru. Perkembangan perubahan inkremental terjadi melalui evolusi, tetapi

perubahan tersebut tidak berarti mudah untuk dilaksanakan atau tidak akan

menghadapi resistensi. Sifat prubahan inkremental dipengaruhi hubungan antara

tingkat urgensi dengan resistensinya.


57

2) Perubahan fundamental

Merupakan perubahan strategic, visioner dan transformasional. Perubahan ini

biasanya besar dan secara dramatis mempengaruhi operasi masa depan organisasi.

Contoh perubahan ini, antara lain adalah hasil proses reengineering yang mengubah

seluruh cara bisnis beroperasi, merger dengan organisasi lain, atau pergerakan

organisasi ke dalam aktivitas yang berbeda total.

3. Tempered radical change

Meyerson (2002) memperkenalkan tempered radical change. Ia berpendapat

bahwa strategi perubahan merupakan suatu kontinum dari sifatnya sangat pribadi

sampai pada sangat umum. Bentuk perubahan yang terjadi dapat berupa disruptive

self-expression, verbal jujitsu, variable-term opportunism, dan strategic alliance

building.

a. Disruptive self-expression merupakan ekspresi diri yang ditunjukkan secara pelan-

pelan, namun dapat mempengaruhi orang lain. Kadang-kadang dilakukan secara

sederhana, namun secara perlahan mengubah iklim kerja.

b. Verbal jujitsu merupakan upaya pembelaan diri secara lisan untuk mengarahkan

perubahan situasi. Orang dapat bereaksi atas pernyataan yang tidak diinginkan dan

mengalihkan menjadi peluang untuk perubahan yang diharapkan akan diperhatikan

orang lain.

c. Variable-term opportunism merupakan upaya untuk mengubah sesuatu yang sudah

menjadi kebiasaan sejak lama dan secara kreatif membuka peluang baru. Bila

diberikan kesempatan kepada bawahan menyampaikan presentas dihadapan

pimpinan, yang biasanya selalu harus dilakukan sendiri yang merupakan

penyimpangan dari kebiasaan.


58

d. Strategic alliance building merupakan perubahan yang dilakukan dengan

membangun kerja sama dengan orang lain, untuk mendapatkan legitimasi, akses

sumber daya dan kontrak, bantuan teknis, serta dukungan emosional.

4. Perubahan struktural dan siklikal

Dalam perubahan struktural terjadi kenaikan atau penurunan yang berarti yang

menghasilkan perubahan kualitas, sehingga diperlukan penyesuaian secara kontinu.

Sebagai contoh, teknologi komunikasi makin canggih sehingga tidak mungkin

mundur kembali. Perubahan siklikal mengikuti pola dalam fluktuasinya, kembali

secara regular pada tahap sebelumnya. Sebagai contoh, perubahan mode sifatnya

sementara dan suatu saat akan kembali pada desain lama.

5. Tipologi Perubahan

Kritner dan Kinicki (2001) mengelompokkan perubahan ke dalam tiga tipologi,

yaitu.

1) Adaptive change merupakan perubahan yang paling rendah tingkat

kompleksitasnya dan ketidakpastiannya.

2) Innovative change memperkenalkan praktik baru dalam organisasi. Perubahan ini

berada di tengah kontinum diukur dari kompleksitas, biaya dan ketidakpastiannya.

3) Radically innovative change merupakan jenis perubahan yang paling sulit

dilaksanakan, cenderung paling menakutkan bagi manajer untuk melaksanakan,

karena memberikan dampak kuat pada keamanan kerja karyawan.

4.3 Tipe dan Bentuk Perubahan

Perubahan yang direncanakan normalnya ditujukan untuk meningkatkan

keefektifan terhadap satu atau lebih dari tingkatan yang ada didalam organisasi, yaitu:

1. Sumber Daya Manusia


59

Perubahan yang dilakukan ditujukan langsug untuk SDM, termasuk investasi baru

dalam bentuk pelatihan dan pengembangan aktivitas agar para pekerja dapat

mendapatkan keahlian dan kemampuan baru.

2. Sumber Daya Fungsional

Suatu organisasi dapat meningkatkan nilai yang dapat menciptakan perubahan

dengan mengubah struktur, budaya, dan teknologi dari organisasi tersebut.

3. Kemampuan Teknologi

Memberikan organisasi kapasitas yang luar biasa untuk mengubah dirinya dalam

rangka mengeksplorasi kesempatan pasar.

4. Kemampuan Organisasi

Mengubah hubungan antarorang-orang dalam organisasi, misalnya dengan

mengubah hubungan dalam tim kerja, meningkatkan integrasi antardivisi, dan

mengubah budaya dengan mengubah tim manajemen puncak.

4.4 Kekuatan dan Resistensi Perubahan

Lingkungan organisasi selalu mengalami perubahan sehigga organisasi harus bisa

menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan agar mampu bertahan dengan berbagai

kekuatan yang ada dilingkungan sekitar organisasi antara lain, kekuatan kompetitif,

kekuatan ekonomi, politik dan global, kekuatan demografi dan social, serta kekuatan

etika.

Pada sisi lain, perubahan organisasi juga menimbulkan dampak negative dengan

mendatangkan masalah bagi organisasi. Selain itu, resistensi dapat membuat efektivitas

suatu organisasi menjadi sangat rendah dan mengurangi kesempatannya untuk

bertahan. Resistensi atau halangan untuk berubah yang dapat menyebabkan inertia

dapat ditemukan dalam organisasi, kelompok ataupun individu dalam organisasi.

1. Definisi Resistensi
60

• Resistensi (Inggris: resistance) atau resistansi[1] berasal dari kata resist +

ance adalah menunjukan pada posisi sebuah sikap untuk berperilaku

bertahan, berusaha melawan, menentang atau upaya oposisi pada umumnya

sikap ini tidak berdasarkan atau merujuk pada paham yang jelas. Proses

implementasi transformasi organisasional tidak selalu menuju sukses, ada

banyak hambatan dalam proses perubahan tersebut. Hambatan terbesar yang

sering ditemukan adalah adanya resistensi (penolakan) anggota organisasi

terhadap perubahan tersebut. Resistensi atau penolakan terhadap perubahan

(resistance to change) adalah suatu hal yang sering terjadi dan bersifat

alamiah jika dalam suatu organisasi terjadi perubahan (Reksohadiprojo dan

Handoko, 2001: 324).

• Resistensi terhadap perubahan menurut Oreg (2003) adalah perilaku

karyawan yang ditandai dengan munculnya reaksi emosi negatif terhadap

perubahan, enggan melakukan suatu perubahan, memiliki fokus jangka

pendek ketika bekerja, dan memiliki pemikiran yang kaku (tidak open mind).

• Resistensi terhadap perubahan juga diartikan sebagai sikap atau perilaku

yang mengindikasikan tidak adanya keinginan untuk mendukung atau

membuat sebuah perubahan (Mullins; Schermerhorn; Hunt & Osborndalam

Yilmaz & Kilicoglu, 2013).

• Resistensi terhadap perubahan juga terkait dengan perlawanan yang

dilakukan karena adanya kekhawatiran akan kehilangan sesuatu yang

berharga yang sudah diketahui sebelumnya dan akan digantikan dengan

sesuatu yang baru yang belum diketahui (Yilmaz & Kilicoglu, 2013).
61

• Resistensi terhadap perubahan menurut Lines (dalam Erwin & Garman,

2010) adalah perilaku yang memperlambat atau mengakhiri usaha

perubahan.

2. Gejala-gejala Resistensi

a. Gejala Aktif

• Sangat kritis, atau aktif mengkritik

• Mencari-cari kesalahan

• Suka mencela

• Suka menakut-nakuti

• Menggunakan fakta secara selektif

• Menyalahkan orang lain

• Sabotase

• Mengintimidasi atau mengancam

• Memanipulasi keadaan

• Mendistorsi fakta

• Memblokir atau menghalang-halangi

• Membuat rumor negatif

• Suka berargumentasi

b. Gejala Pasif

• Secara verbal setuju dengan perubahan tetapi pada kenyataannya tidak

mengikuti proses perubahan

• Gagal mengimplementasikan perubahan

• Menunda-nunda proses perubahan

• Berpura-pura bodoh

• Menahan informasi, sara, bantuan atau dukungan


62

• Membiarkan perubahan mengalami kegagalan

3. Mengapa Karyawan Resistensi terhadap perubahan?

• Tidak suka perubahan

• Tidak nyaman dengan ketidakpastian.

• Persepsi terhadap dampak negatif perubahan bagi kepentingan karyawan.

• Keterkaitan dengan budaya berjalan.

• Persepsi tentang pelanggaran kontrak psikologis

• Tidak yakin bahwa perubahan memang dibutuhkan

• Tidak jelas apa yang diharapkan dari perubahan

• Adanya keyakinan bahwa perubahan yang diusulkan tidak tepat.

• Keyakinan bahwa waktu perubahan tidak tepat

• Perubahan dianggap berlebihan

• Dampak menyeluruh perubahan terhadap kehidupan pribadi

• Dianggap berbenturan dengan etika

• Pengalaman perubahan sebelumnya

• Tidak sepakat dengan cara mengelola perubahan

4. Taktik Mengatasi Penolakan terhadap Perubahan

• Pendidikan dan Komunikasi

• Partisipasi dan Keterlibatan

• Fasilitas dan Dukungan.

• Negoisasi dan Kesepakatan

• Manipulasi (menutupi keadaan sesungguhnya) dan Kooptasi (Memberikan

kedudukan penting dalam mengambil keputusan)

• Paksaan (baik secara eksplisit maupun implisit)


63

BAB IV

MASALAH PERUBAHAN

5.1 Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Perubahan

Perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi-organisasi ditimbulkan oleh

aneka macam kekuatan eksternal dan internal, yang sering kali berinteraksi hingga mereka

saling memperkuat satu sama lainnya. Reaksi para manajer terhadap perubahan sering

menimbulkan dampak penting atas individu-individu yang ada dalam organisasi

bersangkutan.

Guna bertahan dan berkembang, maka organisasi-organisasi perlu bereaksi dan

menyesuaikan diri terhadap berbagai macam kekuatan tersebut. Perlu melaksanakan

kegiatan inovasi, dan secara kesinambungan memperbaiki produk serta jasa-jasa, guna

memenuhi permintaan konsumen yang berubah dan guna menghadapi pihak pesaing,

teknologi yang digunakan perlu disesuaikan dan perlu diketemukan cara-cara yang lebih

baru dan lebih baik, untuk melaksanakan kegiatan pengorganisasian dan manajemen.
64

Tabel 5.1
Aneka Macam Kekuatan dan Perubahan (Cook, Hunsaker, 2001:530)
No. Kekuatan Perubahan
1 Teknologi a. Internet dan World Wide Web
b. Teknologi Informasi
c. Genetic Engineering
d. Komputer-komputer dan Robot-robot
e. Teknik-teknik Manajemen Kualitas
Statistikal.
f. Prosess Reengineering.
2 Kondisi Ekonomi a. Resesi atau ekspansi
b. Fluktuasi-fluktuasi suku bunga
c. Tingkatan tenaga kerja internasional
d. Regulasi dan Tindakan-tindakan peradilan
3 Kompetisi Global a. Keberhasilan ekonomi negara-negara di
Asia
b. Unifikasi Uni Eropa (dan Timur/Barat)
c. Merger-merger dan konsolidasi-konsolidasi
4 Perubahan Sosial dan Demografik a. Perhatian yang makin meningkat terhadap
persoalan-persoalan lingkungan.
b. Diversitas kultural yang makin meningkat.
c. Tingkat-tingkat yang meningkat, para
tenaga kerja.
d. Kesenjanagn yang makin meningkat antara
kelompok orang-orang kaya dan orang
miskin.
5 Tantangan Internal a. Masalah-masalah
behavioral:keluar/masuknya karyawan
dengan kecepatan tinggi, absentisme,
pemogokan-pemogokan, sabotase.
b. Problem-problem yang menyangkut proses:
kebekuan komunikasi dan pengambilan
keputusan atau inovasi-inovasi.
c. Pertentangan-pertentangan antara etika
kerja, dan etika social pada banyak negara.
d. Politik keorganisasian dan konflik-konflik
keorganisasian yang bersifat destruktif.

5.2 Keharusan untuk Menimbulkan Perubahan

Setiap orang yang mengabaikan konsep perubahan akan mengalami dampak

negative yang timbul oleh karenanya. Organisasi modern dewasa ini harus menghadapi

dan menyelesaikan sejumlah persoalan, yang menyebabkan terciptanya kebutuhan akan

perubahan internal. Terdapat 6 macam perubahan eksternal (McCalman, Paton, 1992:4-

5):
65

1. Akan timbul sebuah pasar global yang lebih luas, yang menjadi lebih “kecil” karena

meningkatnta unsur persaingan dalam negeri.

2. Makin perlu diperhatikannya lingkungan sebagai sebuah variable penting.

3. Kesadaran akan kesehatan, sebagai sebuah perkembangan jangka panjang (trend) antar

semua kelompok usia pada negara-negara yang telah berkembang.

4. Slump demografik, di dunia “barat” berarti bahwa makin sedikit penduduk yang berusia

antara 16-19 tahun.

5. Kaum wanita dalam jajaran manajemen akan menjadi semacam perkembangan (trend)

sekitar tahunsembilan puluhan.

Sudah tentu ada berbagai persoalan lain, yang menyebabkan timbulnya keharusan

untuk mengadakan perubahan. Di negara-negara yang sedang berkembang macam-macam

persoalan yang muncul, menyebabkan timbulnya keharusan untuk menimbulkan

perubahan-perubahan di dalam organisasi-organisasi. Di antara isu-isu yang muncul dapat

disebut:

1. Tuntutan-tuntutan para karyawan untuk mendapatkan bagian dari laba yang dicapai

oleh Perusahaan-perusahaan mereka.

2. Tuntutan-tuntutan karyawan untuk mendapatkan saham dari perusahan-perusahan di

mana mereka bekerja.

3. Tuntutan-tuntutan untuk mendapatkan lebih banyak “suara” dalam pengambilan

keputusan manajemen.

4. Tuntutan-tuntutan untuk mendapatkan imblan dan penghargaan lebih baik.

5. Tuntutan-tuntutan untuk turut melestarikan lingkungan dalam arti yang seluas-luasnya.

5.3 Penyebab Timbulnya Perubahan

Perlu diketahu bahwa banyak factor yang menyebabkan organisasi-organisasi perlu

melakukan perubahan. Dan yang paling jelas adalah factor yang berhubungan dengan
66

perubahan yang terjadi dalam lingkungan eksternal yang mengharuskan adanya

perubahan. Seperti sudah diketahui, perubahan-perubahan dalam sikap dan tekad untuk

memelihara dan melestarikann lingkungan, menyebabkan organisasi/Perusahaan harus

mengikuti aneka macam peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Perubahan-perubahan didalam sebuah organisasi terjadi, baik sebagai reaksi

terhadap kejadian-kejadian bisnis, maupun kejadian-kejadian ekonomi, dan terhadap

proses-proses persepsi manajemen, pilihan serta Tindakan-tindakan (Pettigrew, 1985).

Para manajer dalam arti demikian, melihat timbulnya kejadian-kejadian, yang menurut

mereka merupakan isyarat bagi mereka untuk melakukan perubahan. Dalam persepsi

mereka, mereka juga memandang konteks perubahan internal berkaitan dengan struktur,

kultur system kekuasaan, dan control. Hal tersebut memberikan petunjuk lebih lanjut

kepada mereka tentang apakah perlu adanya Upaya menciptakan perubahan (atau tidak).

Perubahan-perubahan internal dapat disebabkan karena reaki terhadap dunia luar,

dan dianggap sebagai pemicu-pemicu eksternal (external triggers). Tetapi, disamping itu

ada pula sejumlah besar factor yang menyebabkan timbulnya pemicu-pemicu internal

(internal triggers) bagi perubahan.

Adapun penyebab akhir perubahan di dalam organisasi-organisasi adalah dimana

organisasi itu sendiri berupaya untuk mendahului perubahan itu sendiri, melalui Tindakan-

tindakan yang bersifat proaktif. (mengantisipasi perubahan-perubahan akan terjadi

dikemudian hari).
67

DAFTAR PUSTAKA

Ian Palmer, Richard Dunford, Gib Akin. “Managing Organizational Change”. 2009. Mc

Graw Hill Publisher. (Printed in Singapore)

Wibowo. Manajemen Perubahan. Edisi Ketiga. 2012. Penerbit Rajawali Press, Jakarta.

Winardi. Manajemen Perubahan. 2008. Penerbit Kencana, Jakarta.

John P. Kotter. “Leading Change: Menjadi Pionir Perubahan”. 1987. Penerbit Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Nawawi. Manajemen Perubahan “Teori dan Aplikasi pada Organisasi Publik dan Bisnis”.

2014. Ghalia Indonesia., Bogor.

Anda mungkin juga menyukai