Oleh :
Ernida Oktavia Nim. 2014101110001
Evimira Sukanti Nim. 2014101110002
Ibnu Rifaldi Nim. 2014101110004
Sayyidah Nim. 2014101110006
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-NYA, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
Makalah tentang Menganalisis Pengaruh Kepemimpinan Pada Managemen
Konflik, dimana Pengetahuan dalam mengelola konflik merupakan pengetahuan
dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, oleh sebab itu dibutuhkan
upaya semacam strategi yang sifatnya aplikatif dan mudah diterapkan oleh setiap
orang terutama pemimpin kelompok ketika ia dihadapkan oleh serangkaian
masalah Ia diharapkan akan cepat tanggap (responsible), cepat menguasai
(awareness) dan dengan cepat pula mengatasi situasi yang terjadi (problem solve)
dengan efektif dan efisien.
Penyusun
BAB I
B. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas tentang Menganalisis Pengaruh
Kepemimpinan Pada Managemen Konflik
C. Tujuan
1
Erna Pangetuti, Duwi Basuki, and Raras Merbawani, “LITERATUR REVIEW : PENERAPAN
STRATEGI MANAJEMEN” (n.d.).
1. Tujuan Umum :
Untuk Menganalisis Pengaruh Kepemimpinan Pada Managemen
Konflik
2. Tujuan Khusus :
2.1 Menjabarkan definisi kepemimpinan dan konflik
2.2 Menjabarkan Komponen Konflik
2.3 Menjabarkan Sumber Konflik
2.4 Menjabarkan Proses Pengendalian Konflik
2.5 Menjabarkan Cara- cara Mengendalikan Konflik
2.6 Menjabarkan Gaya- gaya Pengendalian Konflik
2.7 Menjabarkan konflik, Negosiasi, dan Perilaku Antar Kelompok
2.8 Menjabarkan Pandangan Realistis Antar Kelompok
2.9 Menjabarkan Mengapa Konflik Antar Kelompok Terjadi
2.10 Menjabarkan Konsekuensi Konflik Antar Kelompok
Disfungsional
2.11 Menjabarkan Cara Mengelola Konflik Antar Kelompok
Melalui Resolusi
2.12 Menjabarkan Konflik Antar Kelompok dengan Cara
Berunding dan Negosiasi.
2.13 Contoh kasus Fieldtrip tentang Kepeminpinan dalam
Manegemen Konflik
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian
2.1.1 Kepemimpinan
Penting bagi para pemimpin untuk memahami budaya organisasi tempat mereka
bekerja. Mengetahui bagaimana organisasi berpikir sangat penting untuk
menyelaraskan dengan tujuannya dan membantu individu menghadapi perubahan
yang terjadi di setiap organisasi. Tujuan departemen harus konsisten dan selaras
dengan tujuan organisasi dan pemimpin harus mampu mengartikulasikan nilai
mereka kepada kepemimpinan senior.
2.1.2 Konflik
Definisi konflik berasal dari kata confligere, conflictum yang berarti saling
berbenturan, yang dimaksud benturan disini mencakup semua bentuk dan makna
benturan seperti: tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian pertentangan,
perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonistis bertentangan.
Konflik dapat diterjemahkan sebagai oposisi, interaksi yang antagonistis atau
bertentangan, benturan antara macam-macam paham, perselisihan, kurang
mufakat, pergesekan, perkelahian, perlawanan dengan senjata dan perang
(Kartono, 2013: 234).
2.5.2 Clarifying
Menjelaskan dengan jelas pendapat kita kepada orang lain
(Disclosuring)
Mencatat pokok-pokok dari ide kita dan ide orang lain secara
menyeluruh namun detail
Menggabungkan masing- masing pendapat yang telah di sharing
Pada tahap ini keterangan masih belum terlalu jelas (Unclear) atau
abstrak masih diperlukan tahap pengembangan data
2.5.3 Confirming
Setelah tahap klarifikasi maka Langkah selanjutnya mencari kebenaran
informasi lebih dalam melalui tahap konfirmasi (peninjauan ulang dan
pemastian kebenaran)
Meminta keterangan yang benar dari orang lain atau meminta
konfirmasi yang shahih dengan melakukan peninjauan langsung
(surveillance) pengecekan dokumentasi
Mencatat point-point secara lebih detail, spesifik dan subtansial (to
find problem factor and main problem)
Initial- Crosscheking harus dilakukan dengan sabra hingga terlihat
cracking point (peluang solusi dan alternative solusi)
2.5.4 Verifying
Tahap final- Crosscheking merupakan tahap heuristis yaitu pengecekan
ulang sebelum memberi kepastian
Pada tahap ini yang dianalisis hanyalah point- point tertentu
Memilih- milih dan memberi penilaian salah benar terhadap informasi
yang telah terkonfirmasi kebenarannya
Menentukan keputusan untuk bertindak
2.5.6 Evaluating
Bertujuan untuk individual development
Mengkoreksi dan memberi catatan atas hasil yang telah diperoleh
Menentukan rencana berkelanjutan
Pemimpin Transformasional
Pemimpin transformasional membantu individu dalam proses
transformasi di mana keyakinan dan nilai-nilai mereka sendiri
mendukung atau menyelaraskan dengan nilai-nilai organisasi. Seorang
pemimpin transformasional menumbuhkan kepercayaan, membangun
hubungan untuk memenuhi tujuan bersama, dan berbagi ide-ide inovatif
atau visi jangka panjang untuk organisasi.
Pemimpin transformatif dapat mengembangkan hubungan saling
percaya dengan pengikut atau anggota tim mereka, sehingga
memengaruhi tindakan mereka. Efeknya dari penyelesaian konflik
dalam lingkungan yang dibangun di atas rasa saling percaya dan
kemampuan untuk membentuk respon konflik atau stres untuk individu
adalah untuk mengatasi masalah yang dilayani. Kemampuan mengelola
konflik secara efektif adalah kualitas seorang pemimpin transformatif.
Gaya kepemimpinan ini ditunjukkan sebagai kontributor positif
terhadap iklim keselamatan.
Pemimpin Laissez-Faire
Pemimpin Laissez-Faire menyerahkan keputusan kepada pengikut
atau anggota tim mereka, tidak memiliki otoritas nyata dalam organisasi
mereka, tetapi bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan
kelompok. Pemimpin memercayai anggota individu tim untuk
memecahkan masalah, membuat proyek baru, membuat dan memenuhi
tujuan, dan menyatukan diri sendiri. Gaya kepemimpinan ini tidak
memerlukan umpan balik yang nyata, pengawasan, kepemimpinan
langsung, disiplin, atau pujian. Dengan demikian, produktivitas
mungkin rendah di antara beberapa anggota kelompok dan
menyebabkan sumber konflik. Gaya ini terbukti berkontribusi negatif
pada unit sosialisasi dan budaya menyalahkan.
Pemimpin otoriter
Pemimpin otoriter memimpin dengan mendikte dan mengontrol
tindakan dan kapasitas pengambilan keputusan kelompok. Gaya
kepemimpinan ini mencerminkan pilihan yang dibuat berdasarkan ide,
penilaian, dan keyakinan pribadi mereka, bukan karyawan mereka.
Pemimpin otoriter memimpin dengan penegakan dan menerima sedikit
masukan dari anggota tim atau pengikut mereka.
Mengharapkan pekerjaan, fokus pada tugas daripada individu yang
melakukan tugas itu, dan ketidakmampuan untuk menerima masukan
dan memberikan umpan balik menghasilkan lingkungan yang kurang
percaya. Anggota tim tidak dipercaya, atau diberdayakan untuk
menyelesaikan konflik sendiri. Dengan demikian, dinamika tim dapat
menderita dalam jangka panjang. Staf pergantian yang berhubungan
langsung dengan ketidakmampuan untuk mengelola dan menilai
lingkungan yang pertumbuhan positif dan menyelesaikan konflik.
Namun demikian, gaya otokratis dianggap ideal dalam keadaan darurat
ketika membuat semua keputusan tanpa memperhitungkan pendapat
staf.
Pemimpin Transaksional
Seorang pemimpin transaksional berfokus pada alur kerja. Gaya
kepemimpinan ini mungkin berfokus pada insentif untuk
"menyelesaikan pekerjaan" secara tepat waktu dan efisien. Hadiah
untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu atau lebih cepat dari
jadwal, atau hukuman (tindakan disipliner) jika pekerjaan adalah
tindakan yang merupakan komponen dari kepemimpinan ini. Para
pemimpin ini mungkin gagal merencanakan masa depan organisasi,
hanya berfokus pada masa kini. Gaya kepemimpinan ini mungkin gagal
untuk mempromosikan dan menerapkan ide-ide kreatif dan inovatif
yang diperlukan dalam industri perawatan kesehatan yang berkembang
pesat.
Pemimpin visioner
Seorang pemimpin visioner memiliki visi atau tujuan jangka
panjang. Para pemimpin ini memiliki wawasan, imajinasi, dan semangat
yang terkait dengan tujuan atau ide inovatif. Mereka selalu mencari
kepentingan terbaik dari tim, mempromosikan berbagi ide, tujuan
kreatif, dan rasa pemberdayaan untuk melampaui apa yang diharapkan
untuk menciptakan sesuatu yang tidak terduga.
Seorang pemimpin visioner memupuk hubungan yang sehat dengan
tim mereka. Mempromosikan ide dan visi kewirausahaan untuk masa
depan, sehingga menumbuhkan dinamika tim yang kuat yang mampu
mengelola konflik melalui komunikasi terbuka dengan cara positif dan
tidak bermusuhan
Akomodatif
Dalam gaya manajemen konflik ini, satu pihak menang dan satu
pihak kalah. Satu pendapat diterima, dan pendapat lainnya hilang.
Resolusi itu akan menguntungkan satu orang alih-alih semua yang
terlibat. Bagi orang yang mengelola konflik, ini menjadi titik yang
menyakitkan dan menyebabkan kebencian. Meskipun mungkin
menyelesaikan konflik, itu mungkin tidak memuaskan semua individu
yang terlibat.
Kompetitif
Dalam gaya manajemen konflik ini, satu pihak akan menang, dan
satu pihak akan kalah. Ini akan menyelesaikan situasi, tetapi tidak akan
mempromosikan pendekatan terpadu atau tim untuk memecahkan
masalah.
Kompromi
Dalam gaya manajemen konflik ini, tidak ada pihak yang akan
sepenuhnya puas. Hasilnya akan memendam kebencian di antara mereka
yang terlibat. Dalam sebagian, masing-masing pihak mengorbankan
sebagian dari solusi. Bagian penting dari dapat diabaikan, dan hasil
terbaik mungkin tidak berlaku.
Kolaboratif
Dalam gaya manajemen konflik ini, semua pihak yang terlibat
dipertemukan untuk sebuah resolusi. Mendengarkan secara aktif,
komunikasi penuh rasa hormat, dan pikiran terbuka dimasukkan dalam
proses solusi untuk hasil terbaik. Semua pihak yang terlibat memiliki
suara, dan semua pihak yang terlibat dalam mencapai solusi. Solusi ini
diterima sebagai hasil terbaik untuk semua yang terlibat.
Tujuan Negosiasi
Untuk dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak.
Untuk dapat menyelesaikan masalah dan menemukan solusi dari
masalah yang sedang dihadapi para pihak-pihak yang bernegosiasi.
Untuk bisa mencapai suatu kondisi yang saling menguntungkan bagi
pihak-pihak yang akan bernegosiasi di mana semuanya mendapatkan
manfaat (win-win solution).
Manfaat Negosiasi
Menciptakan suatu jalinan kerja sama antara satu pihak dengan pihak
lainnya untuk dapat mencapai tujuan masing-masing.
Adanya saling pengertian di antara masing-masing pihak yang akan
bernegosiasi mengenai kesepakatan yang akan diambil dan dampaknya
bagi semua pihak.
Negosiasi akan bermanfaat bagi terciptanya suatu kesepakatan bersama
yang saling menguntungkan bagi semua pihak yang akan bernegosiasi.
Terciptanya suatu interaksi yang positif antara pihak-pihak yang akan
bernegosiasi sehingga jalinan kerja sama akan menghasilkan suatu
dampak yang lebih luas bagi banyak orang.
Konflik adalah bentuk rasa tidak suka yang bisa diekspresikan secara
fisik maupun psikis dari satu individu atau kelompok ke individu atau
kelompok lain. Konflik memiliki cakupan yang lebih besar, satu di antara
jenisnya ialah konflik sosial.
Konflik berasal dari bahasa Latin 'configure' yang berarti saling
memukul. Sementara secara sosiologis, konflik adalah suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana satu di antara
pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Sedangkan konflik sosial yaitu pertentangan
antar anggota atau masyarakat yang bersifat menyeluruh di kehidupan.
Konflik sosial tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat.
Munculnya konflik sosial ini biasanya karena perbedaan antarindividu
maupun kelompok. Baik itu perbedaan pendapat, penampilan, ras,
ideology, budaya, dan perbedaan lain. Konflik sebagai bentuk interaksi
sosial terdiri dari berbagai macam. Ada beberapa macam konflik sosial
yang perlu diketahui.
Berikut ini rangkuman tentang macam-macam konflik sosial, seperti
dilansir dari laman Salamadian.com, Rabu (31/3/2021).
Konflik Antarorganisasi
Konflik ini berupa tindakan yang dilakukan organisasi berefek negatif
pada organisasi lain. Contoh yang paling umum adalah peperangan
antarnegara. Serangan Jepang ke Pearl Harbor pada Perang Dunia
Kedua membuat Amerika harus ikut perang saat itu.
Konflik Antar individu dalam Organisasi yang Berbeda
Konflik yang ini sama dengan konflik antar individu, tetapi dengan
dasar perilaku organisasi. Contoh: perdebatan dua orang individu
dalam menentukan partai mana yang paling cocok memimpin
negaranya.
Konflik Disfungsional
Konflik ini tidak akan menguntungkan dalam bentuk apa pun. Contoh:
tawuran antarsekolah hanya karena kalah dalam pertandingan basket.
Konflik Non-Realistis
Konflik yang didasari sesuatu yang tidak jelas dengan tujuan
meredakan konflik. Contoh: menyalahkan seseorang memakai ilmu
gaib karena tidak dapat menjelaskan mengapa orang tersebut tiba-tiba
menjadi kaya.
Jadi daripada mencari penjelasan, orang menyalahkan ilmu gaib
supaya orang tidak bertanya–tanya lagi.
Communication Onions
Berdasarkan gambar tersebut terdapat tiga lapisan kepribadian
yaitu perilaku (behavior), ide/pemikiran (thoughts), dan perasaan
(feelings). Ketiga lapisan ini menggambarkan hubungan yang terjadi
ketika seseorang berkomunikasi. Pada tahapan pertama dimulai dengan
penilaian terhadap perilaku, yang dengan mudah dapat dikomunikasikan
dan diamati. Sedangkan pemikiran dan perasaan pada umumnya
tersembunyi
Faktor kedua, konflik yang terjadi di masyarakat juga tidak terlepas
dari adanya faktor kepentingan. Faktor ini secara tidak langsung
memotivasi seseorang untuk mau berperilaku. perilaku yang dihasilkan
akan sejalan dengan pengetahuan yang dimiliki mengenai suatu
permasalahan. Faktor kepentingan merupakan sebuah faktor yang dapat
bersifat subjektif dan juga objektif. Hal ini dikarenakan faktor ini, tidak
hanya menyangkut mengenai kepribadian individu tertentu. Tetapi juga
mengenai aturan dan status yang berlaku dalam masyarakat.
Faktor ketiga, emosi adalah salah satu faktor yang berasal dari
individu. Emosi yang terdapat dalam seorang individu merupakan
perasaan yang tidak dapat dilepaskan ketika seseorang sedang berinteraksi.
Perasaan ini meliputi, kemarahan, kebencian/dendam, ketakutan,
penolakan, ketidakpastian dan kehilangan. Seluruh perasaan ini seringkali
meliputi seorang individu saat mereka sedang berinteraksi dengan orang
lainnya. Timbulnya perasaan ini terlihat dengan jelas melalui gerak tubuh
dan suara seorang individu. Emosi seringkali menguasai seorang invdividu
ketika sedang berinteraksi dan ini menjadi potensi konflik dalam realitas
nyata. Seperti yang ditemukan pada lokasi penelitian, banyak individu
dengan karakter berbeda – beda. Perbedaan karakter masing- masing
individu ini terlihat jelas ketika sedang tergabung dalam sebuah massa
seperti fenomena pada lokasi penelitian.
Faktor keempat, komponen nilai dalam konflik biasanya
merupakan sebuah faktor yang sangat sulit untuk dipahami. Nilai
menggambarkan mengenai akar dari ide dan perasaan mengenai tata
norma, etika, perilaku yang dimiliki oleh seorang individu. Pada dasarnya
individu tidak akan bergabung ke dalam massa dan melakukan kekerasan
kolektif semata – mata spontan dan naluriah. Kewajaran dalam melukai
atau menghabisi sesama manusia itu dimungkinkan karena individu –
idividu memandang tindakan kekerasannya sebagai sesuatu yang
bernilai.Fenomena yang tampaknya berlawan dengan akal sehat itu
memiliki akar antropologis yang dalam.
Akar antropologis kekerasan adalah rasa panik. Panic massa
muncul jika sistem nilai individu mengalami krisis. Dalam rasa paniknya,
manusia tidak dapat berfikir secara logis sesuai dengan akal sehatnya.
Pemikirannya secara logis tidak dapat begitu saja mengusir rasa cemasnya.
Keadaan ini menimbulkan suatu disorientasi nilai yang akan dialami oleh
individu. Inkonsistensi dan inkoherensi nilai menimbulkan rasa
ketidakpastian yang mendorong panik massa. Sehingga kekerasan mnjadi
wajar ketika dianggap sebagai sesuatu yang bernilai. Seorang individu
dapat melukai, menganiaya, atau membunuh nyawa sesamanya tanpa rasa
salah apabila tindakan itu dipandang sebagai realitas suatu nilai.
Menurut peter condliffe, menyatakan bahwa proses terjadinya
konflik diawali dengan persepsi dari konflik. Pada tahapan ini individu
yang saling berinteraksi merasakan pengalaman dari karakteristik setiap
individu yang berbeda – beda. Karakteristik yang berbeda khususnya
mengenai perasaan yang mendalam seperti frustasi, kemarahan dan
ketidakpastian. selain itu, setiap individu juga merasakan adanya
pengalaman mengenai ketidaksesuaian antar individu.ketidaksesuaian ini
merupakan akibat dari adanya usaha untuk membandingkan antara
kepentingan, nilai dan emosi. Setelah tahapan – tahapan inilah konflik
selanjutnya dapat menjadi sebuah proses yang mempunyai sebuah potensi
pemicu dan berkelanjutan sepanjang masa. Ketika ketidaksesuaian terjadi
antara apa yang dirasakan dan yang terjadi menjadi sebuah kesepakatan
dalam pikiran individu yang berinteraksi. Maka terjadinya sebuahkonflik
tidak dapat dihindari. Tahapan ini dikenal juga sebagai “ grievance phase”.
Yang mana pada fase ini kedua individu yang berkonflik mulai
menunjukkan rasa frustasi dan perasaan lainnya. Selanjutnya ketika fase
ini telah terjadi diluar kontrol, akan berujung pada kerusuhan massa yang
melibatkan banyak orang serta banyak pihak (Pramita & Suadnya,2018).
Kesimpulan
Konflik dapat dipahami sebagai suatu pertentangan yang terjadi antara apa
yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan
kenyataan apa yang diharapkannya. Jenis konflik ada lima yaitu: a). Konflik
Intrapersonal, b). Konflik Interpersonal, c). Konflik antar individu-individu dan
kelompok- kelompok, d). Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama,
e). Konflik antara organisasi. Ada banyak cara untuk menangani konflik, antara
lain: a) Pengenalan. b). Diagnosis. c). Menyepakati suatu solusi. d). Pelaksanaan.
e). Evaluasi.
Bab III
Field Trip
Field Trip
3. Tujuan
Untuk Menganalisis Pengaruh Kepemimpinan Pada Managemen Konflik
diruangan H pada RS X
Daftar Pustaka
Suryanto, M., Ghazali, B.A.P., Ike, H., & Ilham N.A. (2012). Pengantar Psikologi
Sosial. Surabaya: Airlangga University Press.
Fisher, Simon, dkk. 2001. Mengelola Konflik: Ketrampilan & Strategi Untuk
Bertindak. The british Council. Jakarta.
Mindes, Gayle. (2006). Teaching Young Children Social Studies. United States of
America: Praeger Publishers.
Pramita, EP & Suadnya, I wayan. 2018. Analisis Kritis Penyebab Konflik Dalam
Kelompok Masyarakat Kota Mataram Ditinjau Dari Perspektif
Komunikasi.Media Bina Ilmiah 331