Anda di halaman 1dari 38

MENGANALISIS PENGARUH KEPEMIMPINAN

PADA MANAGEMEN KONFLIK

Dosen Pengampu : Sri Sundari, Ns.,M.Kep


MK : Kepemimpinan dalam Keperawatan

Oleh :
Ernida Oktavia Nim. 2014101110001
Evimira Sukanti Nim. 2014101110002
Ibnu Rifaldi Nim. 2014101110004
Sayyidah Nim. 2014101110006

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
BANJARMASIN
TAHUN 2021
Kata Pengantar

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-NYA, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
Makalah tentang Menganalisis Pengaruh Kepemimpinan Pada Managemen
Konflik, dimana Pengetahuan dalam mengelola konflik merupakan pengetahuan
dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, oleh sebab itu dibutuhkan
upaya semacam strategi yang sifatnya aplikatif dan mudah diterapkan oleh setiap
orang terutama pemimpin kelompok ketika ia dihadapkan oleh serangkaian
masalah Ia diharapkan akan cepat tanggap (responsible), cepat menguasai
(awareness) dan dengan cepat pula mengatasi situasi yang terjadi (problem solve)
dengan efektif dan efisien.

Makalah ini memuat berbagai jurnal, dan bahan lainnya tentang


menganalisis pengaruh kepemimpinan pada managemen konflik, Dengan uraian
diatas Penyusun berharap, Makalah ini dapat memberi infomasi yang cukup dan
terbaru bagi perawat terutama mahasiswa keperawatan, dalam meningkatkan
kemampuan untuk managemen konflik dan mengembangkannya suatu saat nanti.

Terima kasih penyusun sampaikan kepada Ibu Sri Sundari, Ns.,M.Kep,


Selaku Dosen Mata Kuliah : Kepemimpinan Dalam Keperawatan dan semua
pihak yang telah membantu proses pengumpulan materi untuk penyusunan
Makalah ini, Untuk Kritik dan saran sangat penyusun harapkan

Banjarmasin, 07 Juli 2021

Penyusun
BAB I

A. Latar Belakang Masalah


Konflik merupakan suatu kejadian yang tidak dapat dihindari dan
terjadi baik dalam lingkup individu maupun antar manusia. Tingginya
pengguna jasa pelayanan tentu menimbulkan banyak problema dalam
profesi perawat. Oleh sebab itu konflik perlu dikelola secara positif
supaya menghasilkan dampak yang baik untuk perkembangan individu
maupun organisasi.1
Penyusun merasa perlu untuk mencari berbagai sumber dan bahan
terbaru untuk memperoleh informasi dan ketrampilan dalam mengelola
konflik secara positif agar dapat diterapkan pada tugas kelompok
melakukan Field trip pada lingkup pelayanan. Berdasarkan latar
belakang diatas, maka diperlukan standar atau petunjuk yang benar dan
terbaru sebagai acuan dalam pengembangan profesi untuk
meningkatkan kinerja perawat yang bekerja dan khususnya mahasiswa
keperawatan yang sedang menjalani pendidikan untuk memperoleh
pengetahuan dan dapat menganalisa pengaruh pemimpin dalam
mengelola konflik yang akan diterapkan pada Field trip dilingkup
pelayanan. Tugas kelompok untuk menyelesaikan tugas mata kuliah
kepemimpinan dalam keperawatan.

B. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas tentang Menganalisis Pengaruh
Kepemimpinan Pada Managemen Konflik

C. Tujuan
1
Erna Pangetuti, Duwi Basuki, and Raras Merbawani, “LITERATUR REVIEW : PENERAPAN
STRATEGI MANAJEMEN” (n.d.).
1. Tujuan Umum :
Untuk Menganalisis Pengaruh Kepemimpinan Pada Managemen
Konflik
2. Tujuan Khusus :
2.1 Menjabarkan definisi kepemimpinan dan konflik
2.2 Menjabarkan Komponen Konflik
2.3 Menjabarkan Sumber Konflik
2.4 Menjabarkan Proses Pengendalian Konflik
2.5 Menjabarkan Cara- cara Mengendalikan Konflik
2.6 Menjabarkan Gaya- gaya Pengendalian Konflik
2.7 Menjabarkan konflik, Negosiasi, dan Perilaku Antar Kelompok
2.8 Menjabarkan Pandangan Realistis Antar Kelompok
2.9 Menjabarkan Mengapa Konflik Antar Kelompok Terjadi
2.10 Menjabarkan Konsekuensi Konflik Antar Kelompok
Disfungsional
2.11 Menjabarkan Cara Mengelola Konflik Antar Kelompok
Melalui Resolusi
2.12 Menjabarkan Konflik Antar Kelompok dengan Cara
Berunding dan Negosiasi.
2.13 Contoh kasus Fieldtrip tentang Kepeminpinan dalam
Manegemen Konflik

Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian

2.1.1 Kepemimpinan

Tim yang efektif membutuhkan kepemimpinan yang efektif. Pemimpin


tim bertanggung jawab untuk menetapkan peran khusus kepada anggota tim lain
dan memantau tindakan mereka. Para pemimpin harus mempertahankan
pandangan global selama krisis dan menghindari terpaku pada detail yang
terisolasi. Mereka harus terus mensintesis informasi kunci dan beradaptasi dengan
situasi dinamis. Pemimpin tidak hanya harus terbuka untuk umpan balik tetapi
harus secara aktif melibatkan anggota tim dalam pengambilan keputusan untuk
menciptakan lingkungan kolaboratif. Akhirnya, para pemimpin harus
menyeimbangkan kepercayaan diri dan kerendahan hati sehingga mereka dapat
membuat keputusan yang tenang dan tepat waktu sambil juga menyadari
keterbatasan mereka. Penting untuk dicatat bahwa seorang pemimpin yang efektif
membutuhkan tim yang efektif. Anggota tim harus memiliki pemahaman bersama
tentang tujuan tim, mengenali peran individu mereka dalam tim, siap untuk saling
mendukung, dan merasa diberdayakan untuk berbicara untuk meminta bantuan
atau berbagi informasi.( Lei C, Palm K. 2021)

Pemimpin memiliki seperangkat karakteristik yang sama. Empat


karakteristik teratas dari pemimpin yang dikagumi tetap konsisten selama
bertahun-tahun. Pemimpin yang dikagumi adalah orang yang jujur, berpikiran
maju, kompeten, dan menginspirasi. Kualitas lain yang dicari perawat dalam
pemimpin mereka termasuk komitmen terhadap keunggulan, semangat tentang
pekerjaan mereka, visi yang jelas dan fokus strategis, kepercayaan, rasa hormat,
aksesibilitas, empati dan kepedulian, dan komitmen untuk melatih dan
mengembangkan staf. Delapan kualitas penting yang membuat seorang pemimpin
hebat adalah: antusiasme yang tulus, integritas, keterampilan komunikasi yang
hebat, loyalitas, ketegasan, kompetensi manajerial, pemberdayaan, dan karisma.
Masing-masing kualitas ini penting untuk kepemimpinan yang hebat dan
organisasi harus mempelajari cara terbaik untuk mengidentifikasi dan
mengembangkan sifat-sifat ini pada pemimpin yang ada dan yang baru muncul.
(Brunt BA, Bogdan BA. 2021)

Keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai karakteristik ini meliputi


komunikasi, menciptakan lingkungan kerja yang sehat, kolaborasi, pengambilan
keputusan bersama, pembinaan dan pendampingan, dan pendelegasian. Pemimpin
yang efektif harus memiliki keterampilan komunikasi verbal dan tertulis yang
kuat dan perlu menciptakan lingkungan kerja yang sehat yang memperhatikan
kesehatan fisik, sosial, dan mental serta kesejahteraan pasien dan staf. Ini
termasuk memberi dan meminta umpan balik. Pemimpin harus cepat
mendengarkan, lambat berbicara dan bereaksi dengan hati-hati.

Dengan lingkungan perawatan kesehatan saat ini dan fokus pada


pendidikan interprofessional, sangat penting bahwa pemimpin mengembangkan
hubungan kerja yang baik dengan anggota dari disiplin lain dalam tim kesehatan.
Pemimpin yang efektif menerapkan praktik pengambilan keputusan bersama
untuk memungkinkan partisipasi aktif dan penuh pemangku kepentingan dan terus
mendukung, melatih, dan membimbing anggota staf. Selain berperan sebagai
panutan, para pemimpin memotivasi dan memberdayakan orang-orang dengan
alat dan sumber daya yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan mereka,
kemudian menyingkir dan membiarkan mereka melakukannya. Para pemimpin
memanfaatkan peluang untuk memotivasi orang dengan mengakui nilai, layanan,
atau kontribusi mereka. Namun, karena pemimpin tidak dapat mencapai tujuan
strategis dalam ruang hampa, keterampilan pendelegasian merupakan alat penting
dalam gudang senjata pemimpin.

Banyak teks kepemimpinan menguraikan kegiatan kepemimpinan yang


serupa. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada, perencanaan strategis, pengelolaan
sumber daya manusia dan fiskal, pemindaian lingkungan, pendelegasian,
peningkatan kualitas, manajemen program dan proyek, dan mendorong inovasi.

Penting bagi para pemimpin untuk memahami budaya organisasi tempat mereka
bekerja. Mengetahui bagaimana organisasi berpikir sangat penting untuk
menyelaraskan dengan tujuannya dan membantu individu menghadapi perubahan
yang terjadi di setiap organisasi. Tujuan departemen harus konsisten dan selaras
dengan tujuan organisasi dan pemimpin harus mampu mengartikulasikan nilai
mereka kepada kepemimpinan senior.

Semua pemimpin harus mematuhi pedoman hukum dan etika dalam


menjalankan tugasnya. Dalam dunia perawatan kesehatan yang semakin
kompleks, para pemimpin dihadapkan dengan berbagai tantangan praktik etika
dan hukum. Persyaratan hukum ditentukan dalam undang-undang lokal, negara
bagian, atau nasional. Badan pengatur juga memiliki persyaratan khusus.
Pemimpin harus memastikan kepatuhan terhadap standar ini,

2.1.2 Konflik

Definisi konflik berasal dari kata confligere, conflictum yang berarti saling
berbenturan, yang dimaksud benturan disini mencakup semua bentuk dan makna
benturan seperti: tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian pertentangan,
perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonistis bertentangan.
Konflik dapat diterjemahkan sebagai oposisi, interaksi yang antagonistis atau
bertentangan, benturan antara macam-macam paham, perselisihan, kurang
mufakat, pergesekan, perkelahian, perlawanan dengan senjata dan perang
(Kartono, 2013: 234).

Banyak hal yang menjadi penyebab konflik salah satunya yaitu


komunikasi yang tidak lancar, komunikasi yang buruk juga akan menimbulkan
kesan atau dampak yang buruk pula terhadap keberlangsungan manjemen
kelompok, setidaknya ada 2 dampak akibat komunikasi yang tidak memadai:
Pertama, Timbulnya sentimen-sentimen, prasangka-prasangka, dan ketegangan-
ketegangan dikalangan para anggota kelompok/organisasi; Kedua, Memunculkan
konflik-konflik diantara bermacam-macam tingkatan dalam organisasi atau
organisasi model piramidal.

Konflik adalah ketidaksepakatan atau perbedaan pendapat antara atau di


antara individu-individu yang dapat berpotensi membahayakan organisasi mana
pun. Dalam pengaturan tempat kerja, sering kali melibatkan agenda pribadi,
wawasan, atau tujuan versus agenda, wawasan, atau tujuan kelompok atau tim.

Manajemen konflik berusaha untuk menyelesaikan ketidaksepakatan atau


konflik dengan hasil positif yang memuaskan semua individu yang terlibat atau
bermanfaat bagi kelompok. Namun, persepsi konflik seringkali negatif. Konflik
sebenarnya bisa menjadi positif jika dikelola dengan baik. Konflik dapat
meningkatkan keterampilan membangun tim, pemikiran kritis, ide-ide baru, dan
resolusi alternatif.

Manajemen konflik adalah suatu upaya untuk menciptakan, memanipulasi,


mendramatisir, danmemanfaatkan/memberdayakan konflik sebagai sarana
produktif untuk mendorong kemajuan ( progress ) tujuan kelompok yang ingin
dicapai, dapat dikatakan bahwa konflik itu sendiri merupakan emotionalbooster
yang diperlukan untuk memotivasi anggota kelompok untuk bertindak ( agent
action outcome ).

2.2 Komponen Konflik


Menurut Veithzal R & Deddy M (2003:283), secara umum konflik itu terdiri
atas tiga (3) komponen, yaitu:
2.2.1 Interest (kepentingan), yakni sesuatu yang memotivasi orang untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Motivasi ini tidak hanya dari
bagan keinginan pribadi seseorang, tetapi juga peran dan statusnya.
2.2.2 Emotion (emosi), yang sering diwujudkaan melalui perasaan yang
menyertai sebagian besar interaksi manusia seperti marah, kebencian,
takut, penolakan.
2.2.3 Values (nilai), yakni komponen konflik yang paling susah dipecahkan
karena nilai itu merupakan hal yang tidak bisa diraba dan dinyatakan
secara nyata, nilai berada pada kedalam akar pemikiran dan perasaan
tentang benar dan salah, baik dan buruk yang mengarahkan dan
memelihara perilaku manusia
2.3 Sumber Konflik
Schmuck (dalam Soetopo dan Supriyanto, 1999) mengemukakan
bahwa kategori sumber-sumber konflik ada empat, yaitu: (1) adanya
perbedaan fungsi dalam organisasi, (2) adanya pertentangan kekuatan
antar orang dan subsistem, (3) adanya perbedaan peranan, dan (4) adanya
tekanan yang dipaksakan dari luar kepada organisasi.

2.4 Proses Pengendalian Konflik

Menurut Kartono, seni manajemen konflik yaitu dengan jalan: (1)


Menstimulasi/merangsang terciptanya konflik; (2) Mengendalikan; (3)
sekaligus secara sistematis tanpa menimbulkan banyak korban dan seperti
(Kartono, 2013: h.257).kadang-kadang perlu sedikit menciptakan konflik
di dalam kelompok jika memang hal tersebut dibutuhkan, hal tersebut
biasanya dilakukan oleh pemimpin untuk menciptakan efouria terhadap
tugas yang mereka emban, pemimpin biasanya akan merekayasa konflik
melalui dialektikaemosional secara efektif tanpa menimbulkan
efeknegatif/perselisihan kelompok yang akut, berdasarkan kemampuan
tersebutlah kualitas pemimpin yang diukur atau indikator pemimpin sukses
yang mampu menciptakan sebuah determinasi konflik dengan
memanipulasi emosi anggota kelompok dan mengatasinya pada kondisi
paling gawat-kritis demi suksesnya tujuan kelompok ( goal attainment )
yang ingin dicapai.

2.5 Cara- cara Mengendalikan Konflik


Salah satu konsep strategi yang ditawarkan oleh penulis yang dapat
dipakai oleh pemimpin dalam penanggulangan konflik yaitu strategi
mendengarkan,mengklarifikasi, mengkonfirmasikan, memverifikasi,
menyelesaikan tindakan, mengevaluasi atau saya singkat dengan strategi
LCCVASE (strategi listening, clarifying, confirming, verifying, action-
solving, evaluating)
2.5.1 Listening
 Mendengar serta memahami keseluruhan informasi dari situasi,
pertanyaan atau pernyataan yang ada
 Tahap mendengarkan adalah tahap pokok sebagai dasar untuk
melakukan tahapan- tahapan selanjutnya

2.5.2 Clarifying
 Menjelaskan dengan jelas pendapat kita kepada orang lain
(Disclosuring)
 Mencatat pokok-pokok dari ide kita dan ide orang lain secara
menyeluruh namun detail
 Menggabungkan masing- masing pendapat yang telah di sharing
 Pada tahap ini keterangan masih belum terlalu jelas (Unclear) atau
abstrak masih diperlukan tahap pengembangan data

2.5.3 Confirming
 Setelah tahap klarifikasi maka Langkah selanjutnya mencari kebenaran
informasi lebih dalam melalui tahap konfirmasi (peninjauan ulang dan
pemastian kebenaran)
 Meminta keterangan yang benar dari orang lain atau meminta
konfirmasi yang shahih dengan melakukan peninjauan langsung
(surveillance) pengecekan dokumentasi
 Mencatat point-point secara lebih detail, spesifik dan subtansial (to
find problem factor and main problem)
 Initial- Crosscheking harus dilakukan dengan sabra hingga terlihat
cracking point (peluang solusi dan alternative solusi)

2.5.4 Verifying
 Tahap final- Crosscheking merupakan tahap heuristis yaitu pengecekan
ulang sebelum memberi kepastian
 Pada tahap ini yang dianalisis hanyalah point- point tertentu
 Memilih- milih dan memberi penilaian salah benar terhadap informasi
yang telah terkonfirmasi kebenarannya
 Menentukan keputusan untuk bertindak

2.5.5 Action Solving


 Pemimpin berperan untuk memberi stimulus anggotanya untuk
bertindak atas keputusan yang telah dibuat (Group decision)
 To pursuade, motivate, encourage, to facilitate act

2.5.6 Evaluating
 Bertujuan untuk individual development
 Mengkoreksi dan memberi catatan atas hasil yang telah diperoleh
 Menentukan rencana berkelanjutan

2.6 Langkah-Langkah Manajemen Konflik


 Sebelum komunikasi dimulai, tetapkan aturan komunikasi yang saling
menghormati.
 Minta semua yang terlibat untuk pendapat yang sudah terbentuk
sebelumnya tentang satu sama lain.
 Minta semua pihak untuk terlibat dalam mendengarkan secara aktif
tanpa interupsi.
 Minta semua pihak untuk menuliskan masalahnya. Kemudian nyatakan
kembali masalahnya dengan lantang. Ini memberikan pemahaman dan
kesepakatan tentang masalah yang menyebabkan konflik.
 Mintalah masing-masing pihak untuk memberikan solusi, setiap solusi
dan aspek positif dan negatif dari setiap solusi yang diusulkan untuk
didiskusikan.
2.7 Gaya- gaya Pengendalian Konflik
2.7.1 Gaya Kepemimpinan
Untuk mencegah atau membatasi konflik, kepemimpinan harus
mengupayakan penerapan yang tepat dan tidak memihak dari kode etik
profesional, aturan dasar dan disiplin. Kepemimpinan adalah proses di mana
satu orang atau kelompok menetapkan tujuan atau arah bagi orang lain dan
membantu mereka mencapai tujuan. Gaya kepemimpinan dalam perawatan
kesehatan ditemukan sangat berkorelasi dengan kualitas perawatan dan hasil
pasien, seperti kematian 30 hari, keselamatan, cedera, kepuasan pasien, dan
rasa sakit. Gaya kepemimpinan yang terbukti lebih efektif adalah gaya
kepemimpinan yang dilakukan pada proses kolaboratif, multifaset, dan
dinamis.

 Pemimpin yang Melayani dan Pemimpin yang Lean


Pelayan-pemimpin adalah di mana seseorang bercita-cita untuk
memimpin dengan penghambaan dan memastikan kebutuhan orang lain
adalah prioritas. Pemimpin yang melayani berfokus pada kebutuhan dan
pertumbuhan orang lain, mengutamakan kesejahteraan mereka, daripada
kepentingan diri mereka sendiri. Gaya kepemimpinan ini mencerminkan
pengaruh kekuasaan, memungkinkan orang lain untuk tampil di tingkat
yang lebih tinggi untuk pertumbuhan pribadi. Kepemimpinan yang
melayani dapat menyediakan sarana untuk mengembangkan pemimpin
Lean dalam organisasi. Gaya manajemen lean berfokus pada
peningkatan proses dan menghilangkan pemborosan. Kepemimpinan
yang ramping dan melayani dapat digabungkan untuk mencapai
perawatan berpusat pada pasien yang berkualitas dan hemat biaya.

 Pemimpin Transformasional
Pemimpin transformasional membantu individu dalam proses
transformasi di mana keyakinan dan nilai-nilai mereka sendiri
mendukung atau menyelaraskan dengan nilai-nilai organisasi. Seorang
pemimpin transformasional menumbuhkan kepercayaan, membangun
hubungan untuk memenuhi tujuan bersama, dan berbagi ide-ide inovatif
atau visi jangka panjang untuk organisasi.
Pemimpin transformatif dapat mengembangkan hubungan saling
percaya dengan pengikut atau anggota tim mereka, sehingga
memengaruhi tindakan mereka. Efeknya dari penyelesaian konflik
dalam lingkungan yang dibangun di atas rasa saling percaya dan
kemampuan untuk membentuk respon konflik atau stres untuk individu
adalah untuk mengatasi masalah yang dilayani. Kemampuan mengelola
konflik secara efektif adalah kualitas seorang pemimpin transformatif.
Gaya kepemimpinan ini ditunjukkan sebagai kontributor positif
terhadap iklim keselamatan.

 Pemimpin Laissez-Faire
Pemimpin Laissez-Faire menyerahkan keputusan kepada pengikut
atau anggota tim mereka, tidak memiliki otoritas nyata dalam organisasi
mereka, tetapi bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan
kelompok. Pemimpin memercayai anggota individu tim untuk
memecahkan masalah, membuat proyek baru, membuat dan memenuhi
tujuan, dan menyatukan diri sendiri. Gaya kepemimpinan ini tidak
memerlukan umpan balik yang nyata, pengawasan, kepemimpinan
langsung, disiplin, atau pujian. Dengan demikian, produktivitas
mungkin rendah di antara beberapa anggota kelompok dan
menyebabkan sumber konflik. Gaya ini terbukti berkontribusi negatif
pada unit sosialisasi dan budaya menyalahkan.

 Pemimpin otoriter
Pemimpin otoriter memimpin dengan mendikte dan mengontrol
tindakan dan kapasitas pengambilan keputusan kelompok. Gaya
kepemimpinan ini mencerminkan pilihan yang dibuat berdasarkan ide,
penilaian, dan keyakinan pribadi mereka, bukan karyawan mereka.
Pemimpin otoriter memimpin dengan penegakan dan menerima sedikit
masukan dari anggota tim atau pengikut mereka.
Mengharapkan pekerjaan, fokus pada tugas daripada individu yang
melakukan tugas itu, dan ketidakmampuan untuk menerima masukan
dan memberikan umpan balik menghasilkan lingkungan yang kurang
percaya. Anggota tim tidak dipercaya, atau diberdayakan untuk
menyelesaikan konflik sendiri. Dengan demikian, dinamika tim dapat
menderita dalam jangka panjang. Staf pergantian yang berhubungan
langsung dengan ketidakmampuan untuk mengelola dan menilai
lingkungan yang pertumbuhan positif dan menyelesaikan konflik.
Namun demikian, gaya otokratis dianggap ideal dalam keadaan darurat
ketika membuat semua keputusan tanpa memperhitungkan pendapat
staf.

 Pemimpin Transaksional
Seorang pemimpin transaksional berfokus pada alur kerja. Gaya
kepemimpinan ini mungkin berfokus pada insentif untuk
"menyelesaikan pekerjaan" secara tepat waktu dan efisien. Hadiah
untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu atau lebih cepat dari
jadwal, atau hukuman (tindakan disipliner) jika pekerjaan adalah
tindakan yang merupakan komponen dari kepemimpinan ini. Para
pemimpin ini mungkin gagal merencanakan masa depan organisasi,
hanya berfokus pada masa kini. Gaya kepemimpinan ini mungkin gagal
untuk mempromosikan dan menerapkan ide-ide kreatif dan inovatif
yang diperlukan dalam industri perawatan kesehatan yang berkembang
pesat.

 Pemimpin visioner
Seorang pemimpin visioner memiliki visi atau tujuan jangka
panjang. Para pemimpin ini memiliki wawasan, imajinasi, dan semangat
yang terkait dengan tujuan atau ide inovatif. Mereka selalu mencari
kepentingan terbaik dari tim, mempromosikan berbagi ide, tujuan
kreatif, dan rasa pemberdayaan untuk melampaui apa yang diharapkan
untuk menciptakan sesuatu yang tidak terduga.
Seorang pemimpin visioner memupuk hubungan yang sehat dengan
tim mereka. Mempromosikan ide dan visi kewirausahaan untuk masa
depan, sehingga menumbuhkan dinamika tim yang kuat yang mampu
mengelola konflik melalui komunikasi terbuka dengan cara positif dan
tidak bermusuhan

2.7.2 Gaya Manajemen Konflik (Mode Konflik Thomas-Kilman)


Gaya manajemen mengambil banyak bentuk dan mungkin
mencerminkan gaya kepemimpinan tertentu.
 Penghindaran
Dalam gaya manajemen konflik ini, beberapa atau semua orang
yang terlibat dalam konflik hanya menghindari situasi atau jika ada.
Bagi individu yang terlibat, ini adalah situasi yang merugikan dalam
jangka panjang. tidak terselesaikan. Itu terus bercokol dan membangun,
menciptakan lebih banyak konflik. Namun, gaya ini mungkin berguna
untuk meredakan situasi non-darurat yang sangat tegang.

 Akomodatif
Dalam gaya manajemen konflik ini, satu pihak menang dan satu
pihak kalah. Satu pendapat diterima, dan pendapat lainnya hilang.
Resolusi itu akan menguntungkan satu orang alih-alih semua yang
terlibat. Bagi orang yang mengelola konflik, ini menjadi titik yang
menyakitkan dan menyebabkan kebencian. Meskipun mungkin
menyelesaikan konflik, itu mungkin tidak memuaskan semua individu
yang terlibat.

 Kompetitif
Dalam gaya manajemen konflik ini, satu pihak akan menang, dan
satu pihak akan kalah. Ini akan menyelesaikan situasi, tetapi tidak akan
mempromosikan pendekatan terpadu atau tim untuk memecahkan
masalah.
 Kompromi
Dalam gaya manajemen konflik ini, tidak ada pihak yang akan
sepenuhnya puas. Hasilnya akan memendam kebencian di antara mereka
yang terlibat. Dalam sebagian, masing-masing pihak mengorbankan
sebagian dari solusi. Bagian penting dari dapat diabaikan, dan hasil
terbaik mungkin tidak berlaku.

 Kolaboratif
Dalam gaya manajemen konflik ini, semua pihak yang terlibat
dipertemukan untuk sebuah resolusi. Mendengarkan secara aktif,
komunikasi penuh rasa hormat, dan pikiran terbuka dimasukkan dalam
proses solusi untuk hasil terbaik. Semua pihak yang terlibat memiliki
suara, dan semua pihak yang terlibat dalam mencapai solusi. Solusi ini
diterima sebagai hasil terbaik untuk semua yang terlibat.

Terdapat 5 strategi manajemen konflik menurut (Rahim,2011) yaitu


gaya mengintegrasikan , gaya oblinging , gaya mendominasi , gaya
menghindari dan gaya kompromi Dari hasil penelitian jurnal artikel
tentang penerapan manajemen konflik perawat pelaksana di rumah sakit
yang telah dianalisis terdapat 5 gaya manajemen konflik yaitu gaya
integrating, gaya avoiding, gaya accommondating, gaya collaborating,
dan gaya compromising serta didapatkan bahwa pilihan perawat
pelaksana dalam mengelola konflik lebih menggunakan pendekatan
yang tidak koperatif dan asertif yaitu menghindar (40%). Dimana hasil
tersebut menunjukkan perawat dengan menggunakan gaya avoiding atau
menghindar berada di lingkup organisasi yang minim terjadinya konflik.
dan hasil penelitian (Arnold &Boggs, 2016) menghindar dimana
merupakan strategi yang paling dominan digunakan oleh mayoritas
responden. Strategi ini yang paling umum muncul untuk merespon
konflik. Strategi dimana salah satu atau kedua belah pihak sebisa
mungkin situasi menghindari konflik,berusaha tidak kooperatif dan
berperilaku tidak tegas walaupun mereka menyadari adanya konflik
(Kondalkar, 2007), Menurut peneliti gaya manajemen konflik
merupakan strategi penyelesaian untuk menyelsaikan konflik Strategi
penyelesaian konflik sangat bervariasi tergantung masing-masing
individu dalam penangannya maupun bentuk konflik yang terjadi pada
saat itu konflik berat maupun konflik ringan.(Erna Pangetuti 1)

2.8 Konflik, Negosiasi, dan Perilaku Antar Kelompok


Konflik menurut para ahli dalam https://www.merdeka.com (08-07-2021,
macam-macam konflik) :
 Stephen P. Robbins : konflik (conflict) adalah sebuah proses yang
dimulai ketika suatu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah
mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau
kepentingan pihak pertama.
 Nurdjana (1994) : mendefinisikan konflik sebagai akibat situasi
dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara
satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling
terganggu.
 Kilman dan Thomas (1978) : konflik merupakan kondisi terjadinya
ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik
yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan
orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat
mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
 Wood, Walace, Zeffane, Schermerhom, Hunt dan Osbon (1998:580) :
konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah suatu situasi dimana
dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan
yang menyangkut kepentingan organisasi dan/ atau dengan timbulnya
perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
 Stoner : konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal
alokasi sumber daya yang langka atau perselisihan soal tujuan, status,
nilai, persepsi, atau kepribadian.
 Daniel Webster : mendefinisikan konflik sebagai persaingan atau
pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain dan
keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).

Berikut ini rangkuman tentang pengertian negosiasi menurut ahli,


tahap-tahap, faktor utama, tujuan dan manfaat, seperti dikutip dari
laman Sarjana ekonomi dan Liputan6.com, Rabu (6/1/2021,
ttps://www.bola.com).
Pengertian negosiasi menurut para ahli :
 Hartman
Negosiasi merupakan suatu proses komunikasi yang di mana dua pihak
masing-masing dengan suatu tujuan dan sudut pandang mereka sendiri
berusaha akan mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah
pihak tersebut mengenai masalah yang sama.
 Henry Kissinger
Negosiasi merupakan sebuah proses untuk dapat menggabungkan
posisi konflik ke posisi umum, di bawah aturan keputusan bulat.
 Oliver
Negosiasi merupakan sebuah transaksi di mana kedua belah pihak akan
mempunyai hak atas hasil akhir.
 Casse
Negosiasi ialah suatu proses di mana paling sedikit ada dua pihak
dengan persepsi, kebutuhan, dan motivasi yang berbeda mencoba
untuk bisa bersepakat tentang suatu hal demi kepentingan bersama.
 Jackman
Negosiasi adalah satu di antara proses yang terjadi antara dua pihak
atau lebih yang pada awalnya yang memiliki pemikiran yang berbeda
hingga akhirnya dapat mencapai kesepakatan.
 Robbins
Negosiasi adalah suatu proses di mana dua pihak atau lebih bertukar
barang dan jasa dan mencoba untuk menyepakati tingkat kerja sama
untuk mereka.
Tahap-tahap Negosiasi :
 Persiapan dan Perencanaan
Tahap pertama dalam negosiasi adalah persiapan dan perencanaan.
Proses mengumpulkan data diperlukan untuk mendukung posisi
negosiator. Menyampaikan argumen dalam proses mendukung posisi
negosiator juga harus dengan bijaksana.
 Menentukan Aturan
Pada tahap ini harus menentukan garis besar dan aturan-aturan untuk
melakukan proses negosiasi, siapa yang akan menjadi bagian dari
negosiasi dan masalah apa yang akan dinegosiasikan.
 Penjelasan
Pada tahap ini, tiap pihak harus mengutarakan apa yang diinginkan.
Tiap pihak bisa memberi dokumentasi atau pemaparan yang jelas dan
diperlukan untuk mendukung posisi masing-masing pihak.
 Tawar-menawar dan Penyelesaian Masalah
Selanjutnya tahap tawar-menawar dan penyelesaian masalah. Tahap ini
bertujuan mencari solusi. Kedua belah pihak diharapkan saling fokus
pada masalah dan kepentingan, bukan pada orang atau posisi dalam
mencapai titik temu.
 Penutupan dan Implementasi
Sedangkan pada tahap ini atau tahap terakhir dari proses negosiasi.

Tujuan Negosiasi
 Untuk dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak.
 Untuk dapat menyelesaikan masalah dan menemukan solusi dari
masalah yang sedang dihadapi para pihak-pihak yang bernegosiasi.
 Untuk bisa mencapai suatu kondisi yang saling menguntungkan bagi
pihak-pihak yang akan bernegosiasi di mana semuanya mendapatkan
manfaat (win-win solution).
Manfaat Negosiasi
Menciptakan suatu jalinan kerja sama antara satu pihak dengan pihak
lainnya untuk dapat mencapai tujuan masing-masing.
 Adanya saling pengertian di antara masing-masing pihak yang akan
bernegosiasi mengenai kesepakatan yang akan diambil dan dampaknya
bagi semua pihak.
 Negosiasi akan bermanfaat bagi terciptanya suatu kesepakatan bersama
yang saling menguntungkan bagi semua pihak yang akan bernegosiasi.
 Terciptanya suatu interaksi yang positif antara pihak-pihak yang akan
bernegosiasi sehingga jalinan kerja sama akan menghasilkan suatu
dampak yang lebih luas bagi banyak orang.

Perilaku antar kelompok :


Pengertian Kelompok
Kelompok merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang
berinteraksi dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya, dan
dibentuk bersama berdasarkan pada interestatau tujuan yang
sama.Perilaku kelompok merupakan respon-respon anggota
kelompok terhadap struktur sosial kelompok dan norma yang
diadopsinya.Perilaku kolektif merupakan tindakan seseorang oleh
karena pada saat yang sama berada pada tempat dan berperilaku
yang sama pula.Jenis-Jenis Kelompok Secara umum kelompok
diartikan sebagai kumpulan orang-orang, sementara sosiolog
melihat kelompok sebagai dua atau lebih orang yang
mengembangkan perasaan kebersatuan dan yang terikat
bersama-sama oleh pola interaksi sosial yang relatif stabil.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan


kelompok
 Komposisi kelompok.
Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun
komposisi kelompok :
- Penerimaan tujuan umum; mempengaruhi kerjasama dan tukar
informasi
- Pembagian (divisibilitas) tugas kelompok; tidak semua tugas
dapat dibagi
- Komunikasi dan status struktur; biasanya yang posisinya
tertinggi paling mendominasi dalam kelompok.
- Ukuran kelompok; semakin besar kelompok semakin menyebar
opini, konsekuensinya adalah semakin lemah partisipasi
individu dalam kelompok tersebut.

 Kesamaan anggota kelompok


 Keputusan kelompok akan cepat dan mudah dibuat bila anggota
kelompok sama satu dengan yang lain.
 Pengaruh (pengkutuban) polarisasi kelompok. Seringkali
keputusan yang dibuat kelompok lebih ekstrim dibandingkan
keputusanindividu. Hal itu disebabkan karena adanya
perbadingan sosial. Tidak semua orang berada di atas rata-rata.
Oleh karena itu untuk mengimbanginya perlu dibuat keputsan

2.9 Pandangan Realistis Antar Kelompok

Macam-Macam Konflik Sosial Beserta Contohnya yang Perlu


Diketahui :

Konflik adalah bentuk rasa tidak suka yang bisa diekspresikan secara
fisik maupun psikis dari satu individu atau kelompok ke individu atau
kelompok lain. Konflik memiliki cakupan yang lebih besar, satu di antara
jenisnya ialah konflik sosial.
Konflik berasal dari bahasa Latin 'configure' yang berarti saling
memukul. Sementara secara sosiologis, konflik adalah suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana satu di antara
pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Sedangkan konflik sosial yaitu pertentangan
antar anggota atau masyarakat yang bersifat menyeluruh di kehidupan.
Konflik sosial tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat.
Munculnya konflik sosial ini biasanya karena perbedaan antarindividu
maupun kelompok. Baik itu perbedaan pendapat, penampilan, ras,
ideology, budaya, dan perbedaan lain. Konflik sebagai bentuk interaksi
sosial terdiri dari berbagai macam. Ada beberapa macam konflik sosial
yang perlu diketahui.
Berikut ini rangkuman tentang macam-macam konflik sosial, seperti
dilansir dari laman Salamadian.com, Rabu (31/3/2021).

Konflik Berdasarkan Pihak yang Terlibat di Dalamnya


 Konflik dalam Diri Individu
Konflik dalam individu ini bisa diartikan sebagai konflik yang terjadi
dalam mental seseorang karena sesuatu hal, seperti pilihan yang
berbeda dengan kata hati.
Contohnya, seseorang yang menyesal bekerja sebagai kriminal untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya. Dalam diri orang tersebut, ia
mengalami konflik antara nilai moral diri dengan tekanan ekonomi
yang harus dipenuhi.
 Konflik Antarindividu
Konflik tersebut terjadi karena perbedaan antara individu dengan
individu lain. Hal ini biasanya berupa debat dan perseteruan. Bentuk
konflik seperti ini biasanya diawali dengan satu individu tidak senang
dengan kepribadian individu lain.
 Konflik Antarindividu dan Kelompok
Konflik ini biasanya terjadi saat seseorang tidak mampu beradaptasi
dengan situasi suatu kelompok yang ia masuki. Contoh: orang asing
yang datang ke Indonesia berpakaian terlalu terbuka.
 Konflik Antarkelompok dalam Organisasi yang Sama
Konflik yang satu ini biasanya perpecahan dalam suatu lingkup payung
organisasi yang sama. Perbedaan ini bisa karena pemahaman dan
perbedaan cara dalam mencapai tujuan organisasi.

 Konflik Antarorganisasi
Konflik ini berupa tindakan yang dilakukan organisasi berefek negatif
pada organisasi lain. Contoh yang paling umum adalah peperangan
antarnegara. Serangan Jepang ke Pearl Harbor pada Perang Dunia
Kedua membuat Amerika harus ikut perang saat itu.
 Konflik Antar individu dalam Organisasi yang Berbeda
Konflik yang ini sama dengan konflik antar individu, tetapi dengan
dasar perilaku organisasi. Contoh: perdebatan dua orang individu
dalam menentukan partai mana yang paling cocok memimpin
negaranya.

Konflik Berdasarkan Fungsinya


 Konflik Konstruktif
Konflik ini biasanya memiliki nilai positif dalam pengaruhnya ke
organisasi atau kelompok. Contohnya protes yang dilakukan oleh
Gandhi di India untuk menentang Inggris. Hal ini berefek positif dalam
membangun jalan kemerdekaan India.
 Konflik Destruktif
Konflik jenis ini memiliki nilai negatif secara keseluruhan dalam
pengaruhnya ke organisasi atau kelompok. Contohnya adalah
pembantaian yang dilakukan G30SPKI dalam mengangkat ideologi
komunisme.

Konflik Berdasarkan Dampak yang Ditimbulkan


 Konflik Fungsional
Konflik ini bisa menghasilkan keuntungan jika dapat diarahkan dan
dikontrol. Contoh adalah konflik berbentuk persaingan antarkaryawan
untuk mendapat reward dari perusahaan. Kondisi tersebut tentu positif
untuk meningkatkan produksi perusahaan, selama persaingan masih
sehat.

 Konflik Disfungsional
Konflik ini tidak akan menguntungkan dalam bentuk apa pun. Contoh:
tawuran antarsekolah hanya karena kalah dalam pertandingan basket.

Konflik Berdasarkan Sumbernya


 Konflik Tujuan
Konflik yang terjadi antara individu atau kelompok dalam mencapai
tujuan tertentu. Contoh: untuk mencapai kemenangan dalam kursi
DPR, partai-partai saling berseteru untuk menjatuhkan partai lain.
 Konflik Peranan
Konflik ini muncul pada individu yang memiliki peranan ganda dalam
kehidupannya. Contoh: seorang wanita karier yang sudah berkeluarga
harus memutuskan pilihan berat antara kerja dan menjadi ibu bagi
anak–anaknya.
 Konflik Nilai
Konflik yang bisa terjadi karena gesekan nilai-nilai yang dianut oleh
individu atau kelompok. Contoh: perseteruan antaragama yang masih
sering muncul.
 Konflik Kebijakan
Konflik Kebijakan adalah konflik yang muncul karena pihak yang
berada di posisi tertinggi menentukan kebijakan tertentu. Contoh:
protes buruh saat perusahaan memutuskan kebijakan pengurangan hari
cuti.

Konflik Berdasarkan Bentuknya


 Konflik Realistis
Konflik yang terjadi karena ada kekecewaan satu pihak terhadap
sesuatu. Hal ini biasanya berhubungan dengan sesuatu yang logis dan
nyata. Contoh: protes mahasiswa saat harga BBM naik.

 Konflik Non-Realistis
Konflik yang didasari sesuatu yang tidak jelas dengan tujuan
meredakan konflik. Contoh: menyalahkan seseorang memakai ilmu
gaib karena tidak dapat menjelaskan mengapa orang tersebut tiba-tiba
menjadi kaya.
Jadi daripada mencari penjelasan, orang menyalahkan ilmu gaib
supaya orang tidak bertanya–tanya lagi.

Konflik Berdasarkan Posisi Seseorang dalam Organisasi


 Konflik Vertikal
Konflik ini berupa permasalahan antara individu yang memiliki jabatan
berbeda dalam organisasi. Contoh: perseteruan antara karyawan dan
bos perusahaan.
 Konflik Horizontal
Konflik Horizontal adalah konflik yang muncul antara seseorang yang
memiliki jabatan dan kedudukan sama. Contohnya, perseteruan antara
manajer keuangan dengan manajer operasional.
 Konflik Garis Staf
Konflik ini biasanya terjadi pada seseorang yang memegang kendali
organisasi dengan individu yang berlaku sebagai penasihat di situ.
Contohnya, perdebatan yang terjadi antara presiden dengan menteri
keuangan.
 Konflik Peran
Konflik peran adalah konflik yang terjadi pada individu yang
memegang lebih dari satu peranan dalam organisasi. Contoh: sebagai
anggota DPR, mereka harus menjunjung keinginan rakyat, tetapi hal
ini sulit dilakukan karena keterikatan orang tersebut dengan interest
partai.

2.10 Mengapa Konflik Antar Kelompok Terjadi

Faktor pertama yang menjadi sumber dari terjadinya konflik adalah


ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif dapat menyebabkan
timbulnya konflik. Keterampilan berkomunikasi yang buruk antara satu
orang dengan yang lainnya dapat memicu konflik menjadi semakin buruk.
Berdasarkan Robert Bolton,1987 dijelaskan terdapat tiga kategori utama
yang dapat melandasi komunikasi seseorang ketika sedangterlibat konflik.
Diantaranya adalah mempertimbangkan masalah, memberikan solusi dan
menghindari untuk berkontak dengan orang lain.
Ketiga perilaku ini sering digunakan sebagai batasan komunikasi
saat menghadapi konflik. Akan tetapi, bukan berarti ketiganya selalu
digunakan. penggunaan ketiga batasan ini didasarkan pada keadaan serta
respon yang diberikan pada saat konflik terjadi. Merujuk pada teori
lingkaran komunikasi, situasi dalam negosiasi dan konflik dapat
digambarkan sebagai sebuah proses yang terbentuk menjadi lapisan dari
kepribadian seperti digambarkan berikut:

Communication Onions
Berdasarkan gambar tersebut terdapat tiga lapisan kepribadian
yaitu perilaku (behavior), ide/pemikiran (thoughts), dan perasaan
(feelings). Ketiga lapisan ini menggambarkan hubungan yang terjadi
ketika seseorang berkomunikasi. Pada tahapan pertama dimulai dengan
penilaian terhadap perilaku, yang dengan mudah dapat dikomunikasikan
dan diamati. Sedangkan pemikiran dan perasaan pada umumnya
tersembunyi
Faktor kedua, konflik yang terjadi di masyarakat juga tidak terlepas
dari adanya faktor kepentingan. Faktor ini secara tidak langsung
memotivasi seseorang untuk mau berperilaku. perilaku yang dihasilkan
akan sejalan dengan pengetahuan yang dimiliki mengenai suatu
permasalahan. Faktor kepentingan merupakan sebuah faktor yang dapat
bersifat subjektif dan juga objektif. Hal ini dikarenakan faktor ini, tidak
hanya menyangkut mengenai kepribadian individu tertentu. Tetapi juga
mengenai aturan dan status yang berlaku dalam masyarakat.
Faktor ketiga, emosi adalah salah satu faktor yang berasal dari
individu. Emosi yang terdapat dalam seorang individu merupakan
perasaan yang tidak dapat dilepaskan ketika seseorang sedang berinteraksi.
Perasaan ini meliputi, kemarahan, kebencian/dendam, ketakutan,
penolakan, ketidakpastian dan kehilangan. Seluruh perasaan ini seringkali
meliputi seorang individu saat mereka sedang berinteraksi dengan orang
lainnya. Timbulnya perasaan ini terlihat dengan jelas melalui gerak tubuh
dan suara seorang individu. Emosi seringkali menguasai seorang invdividu
ketika sedang berinteraksi dan ini menjadi potensi konflik dalam realitas
nyata. Seperti yang ditemukan pada lokasi penelitian, banyak individu
dengan karakter berbeda – beda. Perbedaan karakter masing- masing
individu ini terlihat jelas ketika sedang tergabung dalam sebuah massa
seperti fenomena pada lokasi penelitian.
Faktor keempat, komponen nilai dalam konflik biasanya
merupakan sebuah faktor yang sangat sulit untuk dipahami. Nilai
menggambarkan mengenai akar dari ide dan perasaan mengenai tata
norma, etika, perilaku yang dimiliki oleh seorang individu. Pada dasarnya
individu tidak akan bergabung ke dalam massa dan melakukan kekerasan
kolektif semata – mata spontan dan naluriah. Kewajaran dalam melukai
atau menghabisi sesama manusia itu dimungkinkan karena individu –
idividu memandang tindakan kekerasannya sebagai sesuatu yang
bernilai.Fenomena yang tampaknya berlawan dengan akal sehat itu
memiliki akar antropologis yang dalam.
Akar antropologis kekerasan adalah rasa panik. Panic massa
muncul jika sistem nilai individu mengalami krisis. Dalam rasa paniknya,
manusia tidak dapat berfikir secara logis sesuai dengan akal sehatnya.
Pemikirannya secara logis tidak dapat begitu saja mengusir rasa cemasnya.
Keadaan ini menimbulkan suatu disorientasi nilai yang akan dialami oleh
individu. Inkonsistensi dan inkoherensi nilai menimbulkan rasa
ketidakpastian yang mendorong panik massa. Sehingga kekerasan mnjadi
wajar ketika dianggap sebagai sesuatu yang bernilai. Seorang individu
dapat melukai, menganiaya, atau membunuh nyawa sesamanya tanpa rasa
salah apabila tindakan itu dipandang sebagai realitas suatu nilai.
Menurut peter condliffe, menyatakan bahwa proses terjadinya
konflik diawali dengan persepsi dari konflik. Pada tahapan ini individu
yang saling berinteraksi merasakan pengalaman dari karakteristik setiap
individu yang berbeda – beda. Karakteristik yang berbeda khususnya
mengenai perasaan yang mendalam seperti frustasi, kemarahan dan
ketidakpastian. selain itu, setiap individu juga merasakan adanya
pengalaman mengenai ketidaksesuaian antar individu.ketidaksesuaian ini
merupakan akibat dari adanya usaha untuk membandingkan antara
kepentingan, nilai dan emosi. Setelah tahapan – tahapan inilah konflik
selanjutnya dapat menjadi sebuah proses yang mempunyai sebuah potensi
pemicu dan berkelanjutan sepanjang masa. Ketika ketidaksesuaian terjadi
antara apa yang dirasakan dan yang terjadi menjadi sebuah kesepakatan
dalam pikiran individu yang berinteraksi. Maka terjadinya sebuahkonflik
tidak dapat dihindari. Tahapan ini dikenal juga sebagai “ grievance phase”.
Yang mana pada fase ini kedua individu yang berkonflik mulai
menunjukkan rasa frustasi dan perasaan lainnya. Selanjutnya ketika fase
ini telah terjadi diluar kontrol, akan berujung pada kerusuhan massa yang
melibatkan banyak orang serta banyak pihak (Pramita & Suadnya,2018).

2.11 Konsekuensi Konflik Antar Kelompok Disfungsional

Suatu konflik merupahan hal wajar dalam suatu organisasi. Tjutju


Yuniarsih, dkk. (1998:115), mengemukahan bahwa honflih tidak dapat
dihindari dalam organisasi, akan tetapi konflik antar kelompok sekaligus
dapat menjadi kehuatan positif dan negatif, sehingga manajemen
seyogyarya tidak perlu menghilangkan semua konflik, tetapi hanya pada
konflik yang menimbulkan dampak gangguan atas usaha organisasi
mencapai tujuan. Beberapa jenis atau tinghatan konflik mungkin terbuhti
bermanfaat jika digunakan sebagai sarana untuh perubahan atau inovasi.
Dengan demikian konflik buhanlah sesuatu yang harus ditakutkan,
tetapi merupakan sesuatu hal yang perlu untuk dikelola agar dapat
memberihan kontribusinya bagi pencapaian tujuan organisasi. Phillip L.
Hunsaker (2001:481) mengemukakan bahwa: " Conllict are not negative;
the_v are a natural feature of every organization and can never be
completely eliminated. However, they can be managed to avoid hostility,
lack of cooperation, and failure to meet goals. When channeled properly,
conflicts can lead to creativity, innovative solving, and positive change."
Sejalan dengan pendapat di atas, Richard |. Bodine (1998:35)
mengemuhakan bahwa: " Conflict is a natural, vital part of life. When
conflict is understood, it can become an opportunity to learn and create.
The synergy of conllict can create new alternative-something that was not
possible before. The challenge for people in conllict is to apply the
principles of creative cooperation in their human relationship. Without
conllict, there would likely be no personal growth or social change"
Mengingat bahwa konflik tidah dapat dihindari, maka pendekatan
yang baik untuk diteraphan para manajer adalah pendekatan yang mencoba
memafaatkan konflik sedemikian rupa sehingga konflik dapat memberikan
sumbangan yang efektif untuk mencapai sasaran-sasaran yang diinginkan,
Konflik sesungguhnya dapat menjadi energi yang kuat jika dilakukan
dengan baik, sehingga dapat dijadikan alat inovasi. Akan tetapi sebaliknya
jika tidak dapat dikendalikan mengakibatkan kinerja organisasi rendah.
Hal senada diungkapkan oleh Depdikbud juga (1983) yang dikutip oleh
D.Deni Koswara (1994:2),bahwa selain mempunyai nilai positif, konflik
juga mempunyai kelemahan, yaitu ;
2.11.1 Konflik dapat menyebabkan timbulnya perasaan "tidak enak" sehingga
meng-hambat komunikasi.
2.11.2 Konflik dapat membawa organisasi ke arah disintegrasi.
2.11.3 Konflik menyebabkan ketegangan antara individu atau kelompok.
2.11.4 Konflik dapat menghalangi kerjasama di antara individu mengganggu
saluran komunikasi.
2.11.5 Konflik dapat memindahkan perhatian anggota organisasi tujuan
organsasi. Untuk itu pendekatan konflik sebagai bagian normal dari
perilaku dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mempromosikan dan
mencapai perubahan-perubahan yang dikehendaki sehingga tujuan
organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Berkaitan dengan hal ini Robbins (2003:162) mengemukakan


bahwa konflik dapat bersifat konstruktif maupun destruktif terhadap
berfungsinya suatu kelompok atau unit. Tingkat konflik dapat atau terlalu
tinggi atau terlalu rendah. Ekstrim manapun merintangi kinerja. Suatu
tingkat yang optimal adalah kalau ada cukup konflik untuk mencegah
kemacetan, merangsang kreativitas,memungkinkan lepasnya hete-gangar,
dan memprakarsai benih-benih untuk perubahan, namun tidak terlalu
banyak, sehingga tidak menggangu atau mencegah koordinasi kegiatan,
Tingkat konflik yang tidak memadai atau berlebihan dapat
merintangi keefektifan dari suatu kelompok atau organisasi, dengan
mengakibatkan berkurangnya kepuasan dari anggota, meningkatnya
kemangkiran dan tingkat keluarnya karyawan, dan pada akhirnya akan
menurunkan produktivitas. Tetapi bila konflik itu berada pada tingkat yang
optimal, puas-diri dan apatis seharusnya diminimalkan, motivasi
ditingkatkan lewat penciptaan lingkungan yang menantang dan
mempertanyakan dengan suatu vitalitas yang membuat kerja menarik, dan
sebaiknya ada sejumlah karyawan yang keluar untuk melepaskan yang
tidak cocok dan yang berprestasi buruh dari organisasi itu. (Wasliman,
2005)

2.12 Cara Mengelola Konflik Antar Kelompok Melalui Resolusi

Resolusi konflik merupakan kemampuan dalam menyelesaikan


perbedaan antara satu pihak dengan pihak lain. Resolusi konflik
merupakan aspek penting untuk pembangunan moral dan menjunjung rasa
keadilan (Mindes. 2006). Menurut Fisher, dkk (2001) memaparkan bahwa
resolusi konflik merupakan usaha untuk menangani penyebab munculnya
konflik dengan berupaya membangun hubungan baru yang dapat bertahan
lama diantara kelompok-kelompok yang berseteru. Resolusi konflik
merupakan sebuah upaya yang dilakukan melalui langkah-langkah
penyelidikan untuk mengetahui sebuah akar permasalahan dan berusaha
menjalin hubungan baru untuk menyelesaikan sebuah permasalahan.
Stevenin (dalam Herdinianyah, 2014) menjelaskan bahwa upaya
meredam konflik memiliki lima langkah :
2.12.1 Melakukan pengenalan kesenjangan mengenai keadaan yang
teridentifikasi secara nyata dihadapi dengan keadaan yang seharusnya
tarjadi (prisip kondisi real dan ideal)
2.12.2 Melakukan diagnosis dengan menguji mengenai siapa, apa, mengapa,
dimana, kapan dan bagaimana dengan memperhatikan masalah utama
yang terjadi (prinsip 5 W1H, who, what, why, where, when dan how )
2.12.3 Merumuskan solusi, mengumpulkan masukan untuk mencari solusi atau
jalan keluar dan menyaring penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau
tidak praktis, kemudian melakukan kesepakatan solusi terbaik.
2.12.4 Pelaksanaan solusi, dengan konsekuensi adanya keuntungan dan kerugian
atau dampak positif negative
2.12.5 Melakukan evaluasi, terutama jika solusi dan penyelesaian yang dilakukan
nampak tidak berhasil, maka kembali melakukan tahapan pada langkah
awal tersebut diatas.

Suryanto, dkk (2012) menuliskan teknik yang dapat digunakan


sebagai bentuk meredam konflik adalah true GRIT merupakan teknik yang
mengacu pada konsep unilateral dalam mewujudkan perdamaian dan
dikembangkan oleh Charles Osggod (1962). Terdapat empat komponen
yang harus dilakukan yaitu :
 Mendorong salah satu kelompok untuk mengeluarkan pernyataan umum
mengenai keinginan untuk mengurangi konflik, keinginan perdamaian.
Selanjutnya mendorong kelompok lawan untuk mengeluarkan pernyataan
yang sama. Upaya ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan dukungan
publik dan memberikan tanggung jawab yang sama pada masing-masing
kelompok untuk lebih bekerja sama mewujudkan perdamaian.
 Mendorong salah satu kelompok untuk secara konsisten menyuarakan
perdamaian meskipun tidak ada tindakan serupa kelompok lain. Tindakan
secara konsisten dari salah satu kelompok untuk menyuarakan perdamaian
merupakan upaya untuk menunjukkan kredibilitas dan menjaga
kredibilitas. Dalam hal ini sebenarnya meyakinkan kelompok yang
konsisten menyuarakan perdamaian bahwa konsistensi menyuarakan
perdamaian adalah wujud kredibilitas kelompok. Kredibilitas ini dapat
dinilai sebagai hal positif oleh kelompok lawan atau kelompok yang
bersikap netral.
 Mendorong kelompok yang terlebih dahulu menyuarakan perdamaian agar
segera memberikan respon balik jika kelompok lawan juga menyuarakan
perdamaian. Hal ini sebagai wujud kerjasama antar kelompok. Respon
positif sebagai bentuk kerja sama dari satu kelompok setidaknya sama atau
memberikan respon yang lebih positif dibandingkan kelompok lain.
 Mendorong kelompok untuk tetap menahan diri saat kelompok lawan
secara tiba-tiba menyerang. Tidak terpancing secara emosional dengan
tetap bersikap positif dengan mendorong untuk berpikir positif dan
mencapai tujuan serta manfaat positif dari bersikap menahan diri.

2.13 Konflik Antar Kelompok dengan Cara Berunding dan


Negosiasi.

Negosiasi dibutuhkan kemampuan komunikasi, mencari informasi


mengenai stereotipe, prasangka dan persepsi negatif yang berkembang
dalam suatu kelompok terhadap kelompok lain. Harapan, tujuan keinginan
antar kelompok yang bertikai penting diketahui dan dipahami. Mediator
seringkali dibutuhkan dalam proses negosiasi. Mediator merupakan pihak
ketiga yang mendengarkan kedua belah kelompok atau pihak yang
berselisih. Pihak ketiga yang disebut arbitrator bertindak menjadi hakim
dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu
perjanjian yang mengikat.
Deutsch, dkk (2011), menjelaskan terdapat sejumlah ketrampilan
yang penting dimiliki oleh negosiator atau arbitrator. Hal yang harus
dilakukan oleh negosiator atau arbitrator adalah meredakan emosi dari
anggota kelompok yang bertikai.
2.13.1 keterampilan pertama yang perlu diajarkan adalah mengelola emosi
terutama mengurangi rasa marah dan takut dari anggota kelompok,
mengelola stres, melakukan ice breaking, membangun harapan yang
realistis dan optimis antar kelompok saat melakukan negosiasi. Disarankan
pula oleh Deutsch, dkk bahwa sebelum melakukan negosiasi, sebaiknya
mengadakan gathering sosial yang bersifat informal. Hal ini dapat
meningkatkan interaksi dan menghapus persepsi negatif atau prasangka
antar kelompok. Ketrampilan melakukan ice breaking dengan melakukan
gathering merupakan ketrampilan yang sangat penting dimiliki oleh
negosiator sebagai kegiatan pranegosiasi.
2.13.2 Keterampilan kedua yang harus dimiliki oleh negosiator atau arbitrator
adalah ketrampilan mendengarkan sekaligus ketrampilan komunikasi.
Kedua ketrampilan ini penting untuk memahami minat dan nilai yang
sama dari kedua kelompok yang berseteru, hal ini karena kegiatan
gathering mengacu pada kesamaan minat dan nilai yang ada. Kedua
keterampilan juga dibutuhkan untuk memahami kebutuhan masing-masing
kelompok, memahami masing-masing perpektif atau pola pikir dari
masing-masing kelompok. Kedua keterampilan ini penting dimiliki untuk
menghindarkan negosiator atau arbitrator dari menekan individu atau
kelompok yang bertikai, memahami kemungkinan terjadinya dalah paham,
perbedaan budaya, tujuan, peka terhadap kecemasan, kekecewaan yang
muncul dari masing-masing kelompok. Pemahaman terhadap hal-hal
tersebut diatas akan memudahkan negosiator atau arbitrator mengambil
langkah untuk mereduksi kemarahan, ketakutan dan stres yang dirasakan
anggota kelompok.
2.13.3 Keterampilan ketiga yang penting dimiliki adalah mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah yang kreatif dan produktif serta
kemampuan pengambilan keputusan. Keterampilan ini termasuk
kemampuan memimpin, memahami proses dan dinamika kelompok,
mengelola diskusi kelompok yang efektif. Kemampuan memecahkan
masalah dan pengambilan keputusan penting digunakan untuk
mengidentifikasi masalah dan penyebab masalah, merumuskan sejumlah
alternatif solusi, memilih solusi, melakukan evaluasi sekaligus
melaksanakan keputusan dengan tindakan yang tepat. Hal ini tidak kalah
pentingnya selain ketiga ketrampilan tersebut diatas adalah, negosiator
atau arbitrator haruslah individu yang memiliki ketrampilan interpersonal
yang baik sehingga mampu membangun rapport (pendekatan awal) yang
baik pada kedua kelompok.

Kesimpulan

Konflik dapat dipahami sebagai suatu pertentangan yang terjadi antara apa
yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan
kenyataan apa yang diharapkannya. Jenis konflik ada lima yaitu: a). Konflik
Intrapersonal, b). Konflik Interpersonal, c). Konflik antar individu-individu dan
kelompok- kelompok, d). Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama,
e). Konflik antara organisasi. Ada banyak cara untuk menangani konflik, antara
lain: a) Pengenalan. b). Diagnosis. c). Menyepakati suatu solusi. d). Pelaksanaan.
e). Evaluasi.

Bab III

Field Trip

Field Trip

3. Tujuan
Untuk Menganalisis Pengaruh Kepemimpinan Pada Managemen Konflik
diruangan H pada RS X

3.1 Tujuan Khusus : Menjabarkan kepemimpinan dan konflik


Ruangan H dipimpin oleh Mr X selama 20 tahun lulusan D3 keperawatan
bersifat ramah, pekerja keras, unggul dalam negosiasi, tetapi bekerja dengan
anggotanya yang dipercaya saja, sehingga peran atau pekerjaan banyak yang
tidak diselesaikan dengan baik, dalam pengambilan keputusan tidak
melibatkan anggotanya apabila menguntungkan akan tetapi bila ada masalah
atau konflik pemimpin tersebut melibatkan anggotanya dalam pengambilan
keputusan akibat keputusan sendiri. Pemimpin tersebut tidak terbuka bila
ada masalah atau konflik sehingga konflik jadi besar akhirnya baru
mengambil keputusan yang akhirnya banyak dirugikan. Kepercayaan akhir
kurang antar pimpinan dan anggotanya, tugas berjalan apaadanya, sehingga
pimpinan sering merasa bosan, marah- marah dan kelelahan.

3.2 Komponen Konflik


 Interest (kepentingan), yakni sesuatu yang memotivasi orang untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Motivasi pimpinan tersebut
adalah adanya keuntungan yang didapat dan kemampuan negosiasi dengan
pimpinan lainnya
 Emotion (emosi), yang sering diwujudkaan melalui perasaan yang
menyertai sebagian besar interaksi manusia seperti marah, kebencian, takut,
penolakan.
Sifat pimpinan tidak terbuka, sering bekerja sendiri karena kurang
kepercayaan pada anggotanya sehingga sering Lelah, marah – marah tanpa
sebab.
 Values (nilai), yakni komponen konflik yang paling susah dipecahkan
karena nilai itu merupakan hal yang tidak bisa diraba dan dinyatakan secara
nyata, nilai berada pada kedalam akar pemikiran. Nilai pemikiran pimpinan
tersebut adalah tidak percaya dan mencari keuntungan pribadi

3.3 Menjabarkan Sumber Konflik


 Adanya perbedaan fungsi dalam organisasi karena banyak pekerjaan yang
terbengkalai
 Adanya pertentangan kekuatan antar orang dan subsistem baik aturan dan
etika yang tidak jelas
 Adanya perbedaan peranan, dan
 Adanya tekanan yang dipaksakan dari luar kepada organisasi berupa yang
penting selesai dan terakreditasi

3.4 Menjabarkan Proses Pengendalian Konflik


Konflik sering terjadi sehingga perselisihan antar anggota dan pimpinanpun
sering terjadi dan tujuan tidak tercapai karena tidak adanya visi dan misi ,
pimpinan hanya mengharapkan pekerjaan diruangan selesai dengan baik
tanpa evaluasi ataupun usulan untuk perbaikan.

3.5 Menjabarkan Cara- cara Mengendalikan Konflik


Berkoordinasi dengan pimpinan lainnya bila ada anggotanya tidak menurut
atau mengkritiknya, sehingga anggotanya dikeluarkan dari ruangan yang
dipimpinnya

3.6 Menjabarkan Gaya- gaya Pengendalian Konflik


Menghindari konflik untuk meredakan ketegangan antara pimpinan dan
anggotanya

Daftar Pustaka

Muftitama, Adriansyah. “Clarifying , Confirming , Verifying , Action-Solving ,


Evaluating )” 2, no. 2 (2020): 128–158.

Pangetuti, Erna, Duwi Basuki, and Raras Merbawani. “LITERATUR REVIEW :


PENERAPAN STRATEGI MANAJEMEN” (n.d.).

Lei C, Palm K. Crisis Resource Management Training in Medical Simulation.


[Updated 2020 Aug 11]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2021 Jan-.

Brunt BA, Bogdan BA. Nursing Professional Development Leadership. [Updated


2020 Sep 7]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; N2021 Jan-.6

Ronquillo Y, Ellis VL, Toney-Butler TJ. Conflict Management. [Updated 2020


Jul 7]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2021 Jan-.

Suryanto, M., Ghazali, B.A.P., Ike, H., & Ilham N.A. (2012). Pengantar Psikologi
Sosial. Surabaya: Airlangga University Press.
Fisher, Simon, dkk. 2001. Mengelola Konflik: Ketrampilan & Strategi Untuk
Bertindak. The british Council. Jakarta.

Mindes, Gayle. (2006). Teaching Young Children Social Studies. United States of
America: Praeger Publishers.

Deutsch, M. 2011. The handbook of conflict resolution; Theory and practice. PT


Coleman, EC Marcus – 2011 – books.google.com

Heridiansyah, Jefri. (2014). Manajemen Konflik dalam sebuah Organisasi. Jurnal


STIE Semarang, Vol 6, No. 1, edisi Februari 2014.

Pramita, EP & Suadnya, I wayan. 2018. Analisis Kritis Penyebab Konflik Dalam
Kelompok Masyarakat Kota Mataram Ditinjau Dari Perspektif
Komunikasi.Media Bina Ilmiah 331

Wasliman.2005.Pengaruh Konflik Terhadap Kinerja.


MANA]ERIALVol.3,No.5,lanuari 2OO5:17-29

Anda mungkin juga menyukai