Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGARUH KEPEMIMPINAN DALAM PENYELESAIAN


MASALAH SDM KEPERAWATAN

Di Susun Oleh :
KELOMPOK 3

1. Mohamad Taufik (NIM.202106031)


2. Sulistiawati Ningsih (NIM. 202106017)
3. Anita Munjiati (NIM.202106010)
4. Kristina (NIM.202106025)
5. Nurul Rachmaningsih (NIM.202106020)
6. Siti Hidayatul Badriyah (NIM.202106009)
7. Srieti Wijayaningsih (NIM.202106008)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


STIKES BINA SEHAT PPNI
KAB. MOJOKERTO
TAHUN 2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Rumah sakit terdiri dari multidisiplin dari berbagai latar belakang dengan
keunikannya masing-masing yang berinteraksi untuk memberikan pelayanan yang bermutu
(Aboshaiqah et al., 2014). Konflik sebagai hasil dari suatu interaksi adalah hal yang sulit
dihindari dan menjadi tantangan bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya. Oleh
karena semua hal menyangkut konflik dapat membuat ketidaknyamanan secara emosi serta
mengancam hubungan atau relasi dengan orang lain (Ika et al., 2019). Dengan demikian,
perlu mengidentifikasi faktor penyebab konflik di rumah sakit. Prevalensi kejadian konflik
di rumah sakit dilaporkan cukup sering, baik itu dengan pasien dan keluarga, perawat, dokter
maupun dengan tenaga kesehatan yang lain (Simamora, 2015). Faktor individu, organisasi,
dan relasi interpersonal secara statistik terbukti menjadi pemicu kejadian konflik di
lingkungan kerja (Alfred et al., 2015). Berbagai dampak konflik seperti menyebabkan
ketidakpuasan anggota, hilangnya kepercayaan, pertengkaran, tidak adanya rasa keterikatan,
bahkan kehancuran kelompok. Sehingga perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian konflik dan mengenali strategi yang digunakan dalam penyelesaian
konflik. Hal ini karena, konflik sendiri tidak berhubungan langsung dengan dampak positif
ataupun negatif, namun kemampuan manajemen konflik yang efektiflah yang menjadi
penentu hasil akhir dari konflik (Mugiarti, 2016).
Terdapat lima jenis manajemen konflik yang sering digunakan yaitu avoiding,
competing, accomodating, compromising, dan collaborating yang dinilai dalam dimensi
koperatif dan asertif (Nursalam, 2016). Namun demikian strategi konflik dapat berubah-
ubah dan sangat bergantung pada situasi konflik dan pihak yang menangani konflik
(Aboshaiqah et al., 2014). Manajemen konflik yang efektif mampu memberikan efek berupa
adanya kepuasan kerja, keinginan untuk bertahan pada pekerjaan, meningkatkan kualitas
pelayanan, dan menurunkan kejadian medication error (Jodar I Solà et al., 2016). Namun
manajemen konflik tidak tertangani dengan baik diidentifikasi menjadi persoalan yang
terbukti berpengaruh negatif terhadap hasil perawatan pasien, komitmen kepada organisasi,
keinginan seseorang untuk bertahan pada suatu organisasi dan juga menyebabkan perasaan
tertekan dalam bekerja (Doris, 2019).
Organisasi yang berupaya mengimplementasikan strategi manajemen konflik
ternyata mampu menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan adanya sikap saling
menghargai perbedaan, mau menerima masukan untuk kebaikan tujuan organisasi, saling
menjaga dan menghargai perasaan satu sama lain serta saling membangun komunikasi
terbuka dengan penuh keikhlasan (Jodar I Solà et al., 2016). Konflik tidak bisa di hindari
tetapi, dengan mengelolanya secara efektif terutama perawat harus dilatih dengan baik untuk
mengenali konflik sejak dini dan menanganinya secara efektif, selain itu mngupayakan
pelayanan secara maximal serta mengoptimalkan fasilitas rumah sakit sesuai standart untuk
meminimalisir terjadi komplain dari pasien ataupun keluarga pasien dan yang terakhir
membina dan menerapkan komunikasi secara efektif untuk mengelola konflik sedemikian
rupa sehingga tidak ada masalah yang tidak terselsaikan yang dapat menimbulkan ancaman
bagi instansi terkait. Hasil penelitian Baharudin et al., (2015) terkait dengan manjemen
konflik interpersonal di rumah sakit, menunjukkan bahwa konflik interpersonal di tatanan
rumah sakit dengan penyelsaian gaya manajemen konflik dengan 75 responden (100%)
didapatkan bahwa manajemen konflik interpersonal yang berkerja di pelayanan rumah sakit
dalam menghadapi konflik interpersonal umumnya menggunakan gaya integriting dengan
44 responden (58,7%), gaya obling 17 responden (22,7%), gaya compromising 9 responden
(12%), gaya dominating 5 responden (6,7%) serta gaya avoiding sebesar 0 responden (0%).
Gaya yang dominan adalah gaya integriting. Gaya ini berupaya menciptakan kepuasan
pihak-pihak yang terlibat konflik dan mengutamakan win-win solution.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dianalisis terdapat beberapa
instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur atau menilai strategi konflik yang
digunakan seseorang dalam hal ini tenaga kesehatan adalah The Rahim Organizational
Conflict Inventory II (ROCI II) (n=7), kuesioner Tenglilimoglu dan Kisa (2005) (n=3), dan
kuesioner yang yang dikembangkan oleh Mohamed (2000) (n=1). Kuesioner ROCI II
merupakan instrumen yang paling banyak digunakan dan dikembangkan oleh Rahim yang
bertujuan untuk menilai strategi yang digunakan seseorang dalam mengelola konflik
interpersonal dalam suatu organisasi, terdiri dari 28 item pertanyaan yang dibagi menjadi 5
subskala untuk menilai strategi manajemen konflik yaitu integrating, obliging, dominating,
compromising, dan avoiding, pengisian kuesioner ini membutuhkan waktu 6-8 menit untuk
menyelesaikannya dan menggunakan skala likert (1-5) dimana skor 1 (sangat tidak setuju)
dan skor 5 (sangat setuju), skor tertinggi dalam salah satu kategorinya menentukan strategi
manajemen konflik yang diadopsi.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Menggambarkan gaya kepemimpinan transformasional dalam penngambilan keputusan
2. Menggambarkan kasus permasalahan SDM keperawatan dan penyelesaiannya
berdasarkan pengambilan keputusan (dilema etik)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gaya Kepemimpinan Transformasional


2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Transformasional
Gaya kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang merangasang dan
menginspirasi (mentransformasi) pengikutnya untuk hal yang luar biasa. Gaya
kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin yang menginspirasi para
pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki
kemampuan mempengaruhi yang luar biasa. Kepemimpinan transformasional
menginspirasi pengikut mereka tidak hanya untuk mempercayai dirinya sendiri secara
pribadi, tetapi juga mempercayai potensi mereka sendiri untuk mebayangkan dan
menciptakan masa depan organisasi yanh lebih baik. Pemimpin transformasional
mencipkan perubahan besar, baik dalam diri maupun organisas.
2.1.2 Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional
Empat ciri yang dimiliki oleh seorang pemimpin sehingga memiliki kualitas
transformasional, antara lain:
1. Pengaruh Ideal (Idealized influence) yaitu perilaku yang membangkitkan emosi dan
identifikasi yang kuat dari para pengikut terhadap pemimpin
2. Pertimbangan Individual (Individualized consideration) meliputi pemberian dukungan,
dorongan, dan pelatihan bagi para pengikut
3. Motivasi Inspirasional (Inspirational motivation) meliputi penyampaian visi yang
menarik, dengan menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya bawahan
4. Stimulasi Intelektual (Intellectual stimulation) yaitu perilaku yang meningkatkan
kesadaran pengikut akan permasalahan dan mempengaruhi para pengikut untuk
memandang masalah dari perspektif yang baru
Menurut Emron Edison dkk (2016, p.98-99) ada beberapa karakteristik
kepemimpin transformasional yaitu:
1. Memiliki strategi yang jelas
Pemimpin melakukan dan memiliki rencana perubahan beasar dan terarah
terhadap visi, misi dan strategi organisasi serta dikomunikasi dengan baik kepada
anggotanya
2. Kepedulian
Pemimpin memiliki kepedulian terhadap setiap permasalahan yang dihadapi
oleh para anggota dan memotivasi serta perduli
3. Merangsang anggota
Permimpin merangsang dan membantu anggota untuk tujuan-tujuan positif dan
menghindari hal-hal yang tidak produktif.
4. Menjaga kekompakan tim
Pemimpin selalu menjaga kekompakan tim dan tidak ingin terjebak dalam
pemikiran anggota.
5. Menghargai perbedaan dan keyakinan
Pemimpin menghargai setiap perbedaan pendapat untuk tujuan ke arah yang
lebih baik, dan mengajak seluruh anggotanya untuk menghormati perbedaan dan
keyakinan.

2.2 Konsep Pengambilan Keputusan


2.2.1 Pengertian
Pengambilan keputusan merupakan suatu pendekatan sistematis untuk
menyelesaikan suatu masalah. Proses pengambilan keputusan merupakan komponen
penting dalam proses keperawatan, sehingga dibutuhkan pengetahuan dan kemampuan
perawat. Jika perawat memiliki keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, maka hal
tersebut dapat menghambat perawat dalam mengambil keputusan mengenai perawatan
yang akan diberikan kepada klien yang akan berakibat fatal terhadap klien.
Proses pengambilan keputusan dalam praktik klinik keperawatan dipahami sebagai
serangkaian keputusan yang dibuat oleh perawat dalam interaksinya dengan pasien
mengenai jenis pengamatan yang akan dilakukan dalam situasi yang dialami klien
(pengkajian keperawatan), perumusan diagnosa keperawatan, rencana tindakan
keperawatan yang harus diambil, tindakan keperawatan yang akan diambil serta evaluasi.
2.2.2 Permsalahan Etik
Permasalahan etik yang terjadi dalam praktik keperawatan professional menuntut
perawat berkewajiban dan bertanggung jawab menerapkan prinsip/asas etik dan kode etik
serta mematuhi aspek legal keperawatan yang diatur dalam Kep.Menkes 148/2010 dan
UU Kes 36/2009 dalam melaksanakan tugas perawat harus memperhatikan dan
menghindari yang disebut dengan negligence (kealpaan), commision dan ommision.
Pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan membutuhkan pemikiran
kritis dan analisis yang dapat ditingkatkan dalam praktek. Pengambilan keputusan
merupakan upaya pencapaian tujuan dengan menggunakan proses yang sistematis dalam
memilih alternatif. Tidak semua pengambilan keputusan dimulai dengan situasi masalah.
Untuk melakukan pengambilan keputusan yang tepat menggunakan suatu pendekatan
yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan
data. Dalam menentukan alternatif yang matang untuk mengambil suatu tindakan yang
tepat didasarkan pada kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang sesuai (George
R. Terry, 2019).
Pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah membutuhkan kemampuan
yang mendasar bagi praktisi kesehatan, khususnya dalam asuhan keperawatan (Dolan,
2017). Pengambilan keputusan tidak hanya berpengaruh pada proses pengelolaan asuhan
keperawatan, tetapi penting untuk meningkatkan kemampuan merencanakan perubahan.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan, yaitu:
1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan
2. Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan pada
sistematika tertentu:
a. Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil
b. Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia
c. Falsafah yang dianut organisasi
d. Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi
dan manajemen di dalam organisasi
3. Masalah harus diketahui dengan jelas
4. Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan
sistematis
5. Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif yang
telah dianalisa secara matang.
2.2.3 Dilema Etis
Setiap masalah atau dilema etis berbeda cara pendekatannya, namun dalam situasi
apapun perawat dapat menggunakan panduan berikut ini untuk pemrosesan dan
pengambilan keputusan etis, yaitu:
1. Menunjukkan maksud baik
Penting bagi perawat dan semua tim yang terlibat mengikuti diskusi etik
dengan anggapan bahwa semua tim menemukan apa yang baik bagi tidakan yang akan
diberikan kepada klien. Diskusi harus dimulai dengan etika baik dan kepercayaan pada
semua anggota tim, jika tidak dimulai dengan saling percaya dan prinsip berbuat baik
maka hasil yang diputuskan tidak akan memberikan kebaikan pada klien dan
mencegah terjadinya kesalahan dan kejahatan pada klien dan keluarganya.
2. Mengidentifikasi semua orang penting
Sebelum pengambilan keputusan etis, perawat hendaknya mengingatkan bahwa
semua orang/anggota tim ikut serta dalam proses pengambilan keputusan adalah
penting. Tidak menilai seberapa besar porsi nilai yang diberikan oleh masing-masing
anggota tim, prinsipnya bahwa keputusan yang diambil adalah keputusan bersama atau
keputusan tim.
3. Mengumpulkan informasi yang relevan
Menggali atau mengumpulkan semua informasi sangatlah penting sebelum
keputusan etis diambil. Informasi yang relevan meliputi data tentang pilihan klien,
sistem keluarga, diagnosa dan prognosa medis, pertimbangan sosial dan dukungan
lingkungan. Perawat atau tim perawat tidak dapat mengambil keputusan yang baik jika
berdasarkan data-data atau informasi yang lemah. Oleh karena itu, perawat harus
mampu mengumpulkan informasi yang paling relevan sebagai dasar pengambilan
keputusan etis bagi klein.
4. Mengidentifikasi prinsip etis yang penting
Keputusan etis harus didasari dengan prinsip etis yang sesuai, walaupun prinsip
etis yang umum dan universal tidak dapat menunjukkan pada perawat apa yang harus
ia lakukan dalam situasi kritis. Tetapi prinsip etis tersebut tetap harus dijadikan standar
pegangan bagi perawat untuk mengambil keputusan etis, karena dapat membantu
menilai dalam situasi dilema tersebut. Sehingga dapat mencari solusi untuk
mengesampingkan atau menghilangkan hal yang dapat menghalangi norma dan nilai
keputusan etis akan menjadi lebih baik.
5. Mengusulkan tindakan alternatif
Perawat seringkali sulit mengatasi masalah etis yang dihadapi karena mereka
hanya dapat melihat satu tindakan yang mungkin dapat diberikan kepada klien. Tanpa
memberikan kebebasan untuk menentukan pilihan yang masuk akal yang dapat
melindungi nilai kemanusiaan yang pada orang-orang yang terlibat.
6. Melakukan tindakan
Begitu keputusan etis telah diambil berdasarkan hasil diskusi tim yang
dilakukan secara terbuka dengan melibatkan semua unsur yang terkait, maka perawat
atau tim dapat mengimplementasikannya dalam bentuk tindakan keperawatan sesuai
dengan standar asuhan keperawatan.
Dalam membuat keputusan etis, ada beberapa unsur yang mempengaruhi, yaitu
nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral perawat, serta prinsip
etis dan model kerangka keputusan etis. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang
harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
Menurut Kozier and Erb (1989) kerangka pemecahan masalah atau dilema etis
sebagai berikut:
1. Mengembangkan data dasar
2. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
3. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
4. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat
5. Mendefinisikan kewajiban perawat
6. Membuat keputusan
BAB 3
KASUS DILEMA ETIK

Dalam melakukan prosedur tindakan komunikasi perawat di Rumah Sakit Universitas


Tanjungpura, masih dirasakan kurang. Perawat kurang menjelaskan segala sesuatu terkait dengan
tindakan yang akan dilakukan, dalam wawancara diambil satu contoh tindakan yaitu melakukan
injeksi obat pada pasien. Perawat memang terlihat sopan dan menyampaikan kata permisi kepada
pasien saat melakukan injeksi, namun perawat tidak menjelaskan jenis obat, indikasi ataupun
efek samping obat yang diberikan kepada pasien. Perawat hanya menjelaskan jika pasien
bertanya. Menurut sebagian pasien, jawaban perawat masih kurang detail sehingga pasien
terkesan masih belum merasa puas dengan jawaban yang disampaikan oleh perawat. Keharusan
perawat untuk memberikan penjelasan sesuai dengan hak pasien sebenarnya telah tertulis pada
pedoman kerja komite etika Rumah Sakit Universitas Tanjungpura, yang menyatakan bahwa
setiap pasien berhak mendapat informasi yang benar dan jelas tentang penyakitnya serta tindakan
yang akan dan setelah dilakukan, namun hal tersebut belum diterapkan oleh perawat. Masih
kurangnya penerapan sikap profesional perawat dapat disebabkan oleh banyak faktor termasuk
komunikasi terapeutik dan kompetensi yang dimiliki.
Penerapan pemecahan masalah atau dilema etis dari kasus tersebut yaitu:
1. Mengembangkan data dasar
 Orang yang terlibat: klien, kepala ruang rawat dan perawat primer
 Tindakan yang diusulkan: perawat tidak menjelaskan jenis obat, indikasi ataupun efek
samping obat yang diberikan kepada pasien
 Maksud dari tindakan tersebut: mungkin untuk mencegah pasien terlalu menanyakan
kondisinya terlalu sering dan menghindari rasa cemas pasien
 Konsekensi tindakan yang diusulkan: bila informasi tidak diberitahu, klien akan terus
cemas, marah dan mungkin akan menolak tindakan yang akan dilakukan dan akibatnya
proses penyembuhan akan terganggu
2. Identifikasi konflik akibat situasi tersebut
 Konflik tentang efek yang mungkin timbul pada klien jika klien diberitahu atau tidak
diberitahu
3. Pikirkan tindakan alternatif terhadap tindakan yang diusulkan dan pertimbangkan konsekuensi
tindakan alternatif tersebut. Konsekuensi tindakan ini yaitu:
 Resiko sebagai perawat yang tidak asertif
 Mengingkari nilai pribadi untuk menyatakan hal yang sebenarnya pada klien
 Mungkin menguntungkan pada kesehatan pasien
 Mungkin membuat kesehatan pasien bertambah buruk
 Mendiskusikan hal tersebut lebih lanjut dengan kepala ruang rawat dengan menegaskan
hak pasien, untuk mendapatkan informasi dan penghargaan atas otonominya.
4. Menetapkan siapa pembuat keputusan yang tepat. Dalam hal ini perlu dipikirkan:
 Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa?
 Untuk siapa saja keputusan itu dibuat?
 Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (sosial, ekonomi, fisiologi,
psikologik, peraturan/hukum)
 Sejauh mana persetujuan klien dibutuhkan?
 Apa prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang diusulkan?
5. Mendefinisikan kewajiban perawat
Untuk membantu memutuskan, perawat perlu membuat daftar kewajiban perawat yang
harus diperhatikan, contoh kewajiban tersebut adalah:
 Meningkatkan kesejahteraan klien
 Membuat keseimbangan antara kebutuhan klien tentang otonomi dan tanggung jawab
keluarga tentang kesehatan klien
 Melaksanakan peraturan RS
 Melindungi standar keperawatan
6. Membuat keputusan
Dalam suatu masalah atau dilema etis, tidak ada jawaban yang benar atau salah.
Mengatasi hal ini, tim kesehatan perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling
menguntungkan / paling tepat untuk klien. Jika keputusan sudah ditetapkan, secara konsisten
keputusan tersebut dilaksanakan dan apapun yang diputuskan untuk kasus tersebut, itulah
tindakan etis dalam keadaan tersebut.
BAB 4
PEMBAHASAN

Konflik merupakan kondisi yang muncul karena adanya perbedaan ide, nilai, perasaan
antara dua orang atau lebih. Nilai yang berbeda, komunikasi yang tidak memadai, saling
ketergantungan disertai dengan perubahan telah menjadi beberapa sumber utama konflik (Mito
Julianto, 2016). Organisasi profesi yang berperan besar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
di rumah sakit adalah keperawatan yang juga berpotensi mengalami konflik. Konflik
mengakibatkan kerugian diantaranya stres kerja pada perawat pelaksana. Manajemen konflik
merupakan prioritas utama kepala ruangan untuk mengatasi hal tersebut (Hasibuan et al., 2021).
Kepala ruangan bertanggung jawab atas keputusan perawatan pasien. Keputusn yang diambil
kepala ruangan akan berpengaruh kepada kepuasan pasien, perawat dan keluarga pasien. Dalam
menghadapi suatu masalah etik, kepala ruangan dapat mengambil keputusan etik dengan
menggunakan gaya kepemimpinannya dalam melakukan pendekatan masalah tersebut (Rathi et
al., 2021).
Gaya kepemimpinan adalah gaya pemimpin dalam memberikan arahan, implementasi
rencana, dan memotivasi orang lain (Gani, 2017). Penerapan gaya kepemimpinan dikaitkan tidak
hanya dengan situasi tertentu, tetapi juga dengan faktor latar belakang tertentu, seperti
pengalaman bertahun-tahun dalam menjabat kepala ruangan, pengalaman perawat bekerja di
rawat inap dan kejadian dilema etik. Hasil penelitiannya ditemukan gaya kepemimpinan yang
sering digunakan perawat kepala dalam mengambil keputusan dilema etik adalah demokratis,
afiliatif, dan transformasional ketika menyelesaikan dilema etik (Suweko & Dwiantoro, 2020).
Implementasi gaya kepemimpinan transformasional berdampak pada peningkatan mutu
asuhan keperawatan Rumah Sakit. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian sebelumnya
yang menunjukkan bahwa pengaruh ideal, motivasi inspirasional, stimulasi intelektual, dan
pertimbangan individual berpengaruh signifikan dan positif terhadap pembelajaran organisasi
dan mutu pelayanan (Ahmad & Abazeed, 2018). Penelitian lain juga didapatkan korelasi yang
positif antara gaya kepemimpinan transformasional yang diambil perawat manajer untuk
mengeksplor praktik keperawatan yang lebih baik (Aboshaiqah et al., 2014). Gaya
kepemimpinan transformasional memberikan dampak positif terhadap mutu asuhan keperawatan
Rumah Sakit (Karaca & Durna, 2019). Beberapa Rumah sakit menyatakan bahwa telah
diterapkan gaya kepemimpinan transformasional, akan tetapi penerapanya belum pernah dinilai
sesuai atau tidak dengan teori yang ada, dengan demikian penting dikaji bagaimana penerapan
gaya kepemimpinan tersebut. Penerapan gaya kepemimpinan transformasional menjadi salah
satu tolak ukur mutu asuhan keperawatan suatu rumah sakit untuk memberikan kepuasan pada
pengguna jasa dan pemberi jasa itu sendiri.
Fungsi pelayanan di rumah sakit perlu ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan
efisien serta memberikan kepuasan terhadap perawat (Yulina & Ginting, 2019). Kepuasan
perawat dan pasien merupakan salah satu alat ukur untuk menilai mutu pelayanan kesehatan,
maka dari itu pemberi layanan harus meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan cara
dilihat dari kinerja pelayanan yang telah diberikan kepada pasien (Rustifani et al., 2017).
Kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan
harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa, dan apabila
kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan puas (Hafid, 2017). Pelayanan dengan
mengedepankan kepuasan pelanggan diperlukan paradigma dan sikap mental yang berorientasi
melayani, serta pengetahuan dan ketrampilan yang memadai dalam melaksanakan pelayanan
prima. Pelanggan akan memilih rumah sakit yang mampu melayani dengan baik sesuai dengan
keiginan atau harapannya. Agar tetap dapat eksis melayani pelanggannya, rumah sakit harus
memiliki kemauan dan kemampuan dalam memberikan pelayanan yang prima serta sumber daya
manusia yang berkualitas (Anggarawati & Wulan Sari, 2016). Hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan peran penting yang dimainkan kepemimpinan transformasional untuk
meningkatkan kondisi dan suasana kerja, yang memungkinkan perawat menjalin hubungan baik
dengan pasien dan meningkatkan kualitas perawatan dan kepuasan pasien (Asif et al., 2019).
Peningkatan pelayanan tersebut tidak lepas dari seorang pemimpin dalam mengambil gaya
kepemimpinan yang tepat dalam mengatasi dilema etik.
Kode etik keperawatan di Indonesia, terdapat point yang mengatur hubungan antara
perawat dan pasien, dimana perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai
harkat dan martabat manusia, keunikan pasien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan
kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut
serta kedudukan sosial (Damin & Sudarmawan, 2010). Perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya,
adat-istiadat, dan kelangsungan hidup beragama dari pasien. Tanggung jawab utama perawat
adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan. Perawat wajib merahasiakan
segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali
jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (Nursalam,
2016). Untuk itu pengambilan keputusan etik yang diambil kepala ruangan dalam dilema etik
haruslah mengidentifikasi masalah dan menerima pendapat dari perawat lain untuk menjadi
dasar pertimbangan pemikirannya dalam membuat keputusan etik.
BAB 5
KESIMPULAN

Dari hasil analisis yang telah dilakukan pada kajian ini maka dapat diambil kesimpulan
kepala ruangan dalam mengidentifikasi dan mengambil keputusan etik menerapkan gaya
kepemimpinan yang transformasional ketika menyelesaikan dilema etik. Gaya kepemimpinan
transformasional berdampak dalam mutu asuhan keperawatan di rumah sakit, dimana kepuasan
pasien dan keluarga mengalami peningkatan, serta peningkatan kepatuhan perawat terhadap
standar keperawatan. Rekomendasi yang dapat diberikan bahwa implementasi gaya
kepemimpinan transformasional sangat disarankan sebagai salah satu bentuk seorang pemimpin
untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Aboshaiqah, A. E., Hamdan-Mansour, A. M., Sherrod, D. R., Alkhaibary, A., & Alkhaibary, S.
(2014). Nurses’ Perception of Managers’ Leadership Styles and Its Associated Outcomes.
American Journal of Nursing Research, 2(4), 57–62. https://doi.org/10.12691/ajnr-2-4-1
Ahmad, R., & Abazeed, M. (2018). Impact of Transformational Leadership Style On
Organizational Learning. International Journal of Business and Social Science, 9(1), 24–31.
Alfred, D., Chilton, J., Connor, D., Deal, B., Fountain, R., Hensarling, J., & Klotz, L. (2015).
Preparing for disasters: Education and management strategies explored. Nurse Education in
Practice, 15(1), 82–89. https://doi.org/10.1016/j.nepr.2014.08.001
Anggarawati, T., & Wulan Sari, N. (2016). Kepentingan Bersama Perawat-Dokter Dengan
Kualitas Pelayanan Keperawatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 12(1), 44–54.
https://doi.org/10.26753/jikk.v12i1.139
Asif, M., Jameel, A., Hussain, A., Hwang, J., & Sahito, N. (2019). Linking transformational
leadership with nurse-assessed adverse patient outcomes and the quality of care: Assessing
the role of job satisfaction and structural empowerment. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 16(13). https://doi.org/10.3390/ijerph16132381
Baharudin, Kurdi, & Leonardo. (2015). Analisis perbedaan tipe kepribadian A dan B terhadap
manajemen konflik interpersonal pada pegawai rumah sakit khusus mata provinsi sumatera
selatan. Jurnal Psikologis, 1(2).
https:/jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/psikis/article/view/565/502
Damin, & Sudarmawan. (2010). Pendidikan Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ), Etika, Perilaku
Motivasional, dan Mitos. Alfabeta.
Doris, A. (2019). Analisis Hubungan Manajemen Konflik Kepala Ruangan dengan Kepuasan
Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Tk. III Reksodiwiryo Padang.
NERS Jurnal Keperawatan, 15(2), 155. https://doi.org/10.25077/njk.15.2.155-162.2019
Gani, A. A. (2017). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Dan Disiplin Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai. Bisma: Jurnal Manajemen, 5(1), 9–16.
Hafid, M. A. (2017). Hubungan kinerja perawat terhadap tingkat kepuasan pasien pengguna
yankestis dalam pelayanan keperawatan di rsud syech yusuf kab.gowa. Jurnal Kesehatan,
VII(2), 1–8.
Hasibuan, E. K., Saragih, M., Gulo, A. R. B., & Sapitri, H. (2021). Keterkaitan Metode Asuhan
Keperawatan Profesional (MAKP) TIM dengan Kepuasan Perawat. Jurnal Ilmu
Keperawatan, 1(2), 151–166.
Ika, W. C., Enie, N., & Sri, P. (2019). Optimalisasi Manajemen Konflik : Perilaku Asertif Dalam
Keperawatan Conflict Management Optimization : Asertive Behavior In Nursing. Jurnal
Kesehatan Saelmakers Perdana, 2, 111–120. http://ojs.ukmc.ac.id/index.php/JOH
%0AOptimalisasi
Jodar I Solà, G., Gené I Badia, J., Hito, P. D., Osaba, M. A. C., & Del Val Garciá, J. L. (2016).
Self-perception of leadership styles and behaviour in primary health care Organization,
structure and delivery of healthcare. BMC Health Services Research, 16(1), 1–9.
https://doi.org/10.1186/s12913-016-1819-2
Karaca, A., & Durna, Z. (2019). Patient satisfaction with the quality of nursing care. Nursing
Open, 6(2), 535–545. https://doi.org/10.1002/nop2.237
Mito Julianto. (2016). Peran dan fungsi manajemen keperawatan dalam manajemen Konflik.
Fatmawati Hospital Journal, 1–7.
http://jurnal.fatmawatihospital.com/pdf/PerandanFungsiManajemenKeperawatandalamMan
ajemenKonflik.pdf
Mugiarti, S. (2016). Manajemen dan Kepemimpinan dalam Praktek Keperawatan. Kementerian
Kesehatan RI.
Nursalam. (2016). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional
(5th ed). Salemba Medika.
Rathi, N., Soomro, K. A., & Rehman, F. U. (2021). Transformational or Transactional:
Leadership Style Preferences During Covid-19 Outbreak. Journal of Entrepreneurship,
Management, and Innovation, 3(2), 451–473. https://doi.org/10.52633/jemi.v3i2.87
Rustifani, Y., Rumana, N. A., & Anggraini, M. (2017). Hubungan Kinerja Pelayanan Dengan
Kepuasan Pasien Di Bagian Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan di Rsud Tulehu.
Jurnal Inohim, 3(1), 1–8.
Simamora, R. H. (2015). Upaya Pembinaan Perawat di Rumah Sakit Ngesti Waluyo Parakan
Temanggung Jawa Tengah. Jurnal Keperawatan Soedirman, 8(2), 105–119.
Suweko, H., & Dwiantoro, L. (2020). Kepemimpinan Transformasional Dalam Meningkatkan
Kepuasan Kerja Perawat: Literature Review. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan,
11(1), 106. https://doi.org/10.26751/jikk.v11i1.775
Yulina, Y., & Ginting, R. (2019). Hubungan Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien Rawat
Jalan di Puskesmas Belawan Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Masyarakat & Gizi (Jkg), 2(1),
26–33. https://doi.org/10.35451/jkg.v2i1.204

Anda mungkin juga menyukai