Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KEPERAWATAN MANAJEMEN

KONFLIK ANTARA PERAWAT JUNIOR DAN SENIOR

DIRUANG RAWAT INAP

Disusun Oleh :

SISKA SRI MULYANI

D0019054

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DAN NERS


STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
Jl. Cut Nyak Dien Kalisapu, Slawi- Kab. Tegal
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit terdiri dari multidisiplin dari berbagai latar belakang dengan keunikannya
masing-masing yang berinteraksi untuk memberikan pelayanan yang bermutu (Al-hamdan,
Nussera, & Masa’deh, 2015). Tim kesehatan di rumah sakit memberikan pelayanan kepada
pasien secara komprehensif dengan pendekatan kerjasama dan kolaborasi interdisiplin.
Anggota tim kesehatan meliputi perawat, dokter, fisioterapi, ahli gizi, manajer dan apoteker
yang memiliki tujuan bersama dan kemitraan, saling melengkapi dan saling ketergantungan,
saling menghormati, dan pembagian kewenangan klinis (Setiawan, 2015). Dalam kerja sama
tim memerlukan kompetensi mengenai pemahaman tentang tugas, identifikasi kompetensi
anggota tim lain, pemahaman bersama tentang tujuan atau sasaran tertentu, dan rasa tanggung
jawab terhadap tugas ( Rose, 2011).

Rumah Sakit merupakan suatu organisasi yang memiliki visi, misi, struktur dan tujuan yang
jelas dalam mencapai tujuan disuatu organisasi. Organisasi merupakan tempat manusia
berinteraksi yang mempunyai kemungkinan terjadinya konflik (Kuntoro, 2010). Terlalu
banyak konflik dapat mengurangi keefektifan organisasi dan pada akhirnya melumpuhkan
pegawai, akibatnya kinerja mereka akan menurun (Marquis dan Huston, 2010) Menurut hasil
penelitian lain bahwa sumber yang paling umum dari konflik dalam fasilitas pelayanan
kesehatan adanya perbedaan pribadi, kurangnya deskripsi tugas dan tanggung jawab yang
jelas, ketidak cocokan antara tenaga kesehatan dan masalah organisasi seperti tingkat stres
yang tinggi, sumber daya yang terbatas dan ketidak pastian pekerjaan (Morrison, 2010).

Konflik yang dialami perawat disebabkan oleh stress kerja, hubungan interpersonal dengan
tim medis lain khususnya dokter, perawat dan benturan keyakinan dan nilai pribadi dengan
situasi tugas yang dihadapi. Konflik interdisiplin berdampak negatif pada tingkat stres,
kepuasan kerja dan efektivitas kinerja tim (Robbins, 2010). Hal tersebut menyebabkan tenaga
kesehatan tidak masuk bekerja dan tingginya turnover, Konflik interdisiplin dapat
mempengaruhi pelaksanaan kolaborasi, sehingga menyebabkan penurunan kualitas pelayanan
Dampak negatif konflik pelayanan kesehatan pada tingkat praktisi ditampilkan melalui
perselisihan, produktivitas yang rendah dan penurunan moril. Dampak negatif konflik
berhubungan kuat dengan produktivitas kerja, Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan
yang berkaitan dengan jasa, sehingga menejer perlu mewaspadai untuk terjadinya konflik
interpersonal agar asuhan dapat terlaksana dengan baik (C.J MBH, 2015).

Konflik secara umum didefinisikan sebagai perselisihan internal atau eksternal akibat adanya
perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih. Karena setiap individu
memiliki hubungan interpersonal dengan orang lain yang memiliki nilai, keyakinan, latar
belakang dan tujuan yang berbeda, maka konflik merupakan hal yang telah diperkirakan akan
terjadi (Kurniadi, 2013). Konflik dapat menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif
dalam setiap organisasi, tergantung seberapa sering konflik tersebut terjadi dan bagaimana
konflik tersebut dikelola konflik yang menimbulkan dampak positif bagi kelompok atau
organisasi yang bersangkutan bersifat konstruktif. Sebaliknya, konflik yang menimbulkan
dampak negatif bagi kelompok atau organisasi yang bersangkutan bersifat destruktif (Arif,
2014).

Kepala ruang memiliki peran sebagai first line manager di sebuah rumah sakit, seorang
manajer menjadi pemimpin yang efektif apabila mampu menentukan strategi yang tangguh,
menjadi perencana yang handal, menjadi organisator yang cetakan, motivator yang efektif,
pengawas yang objektif dan rasional, penilai yang tidak berpengaruh oleh pertimbangan
pertimbangan yang subjektif dan emosional disamping keahlian pribadi, sebaiknya
melakukan pencegahan konflik pada tahap antecendence (latar belakang konflik) pada tahap
ini faktor yang penyebab konflik dapat diminimalkan pengelolaan konflik dilakukan setelah
proses pencegahan gagal dilakukan dan konflik mulai ditampilkan melalui manifestasi
negatif.

Pada saat konflik telah memburuk dan pihak yang berkonflik telah kehabisan energi dalam
menyelesaikan konflik maka diperlukan alternatif penyelesaian lain seperti menghadirkan
orang ketiga sebagai mediator. Mediator harus mampu membantu menyelesaikan konflik
dengan baik sehingga memuaskan kedua belah pihak. Selanjutnya mediator membantu proses
rekonsiliasi konflik untuk membentuk hubungan baru yang lebih harmonis antara pihak yang
berkonflik. Hubungan yang harmonisantara tim pelayanan kesehatan akan menunjang
kerjasama dan kolaborasi dalam memberikan pelayanan kepada pasien. (Manggala, 2013).

Seperti fungsi dalam manajerial yang lain maka fungsi dari kepala ruang juga meliputi
komponen-komponen yang sama yaitu planning, organizing, actuating dan controling.
Pengorganisasian yang dilakukan pimpinan meliputi kewenangannya, tanggung jawabnya,
pendelegasian tugas termasuk pengorganisasian perawatan di tingkat ruang dalam
memberikan asuhan keperawatan. Fungsi pengarahan, dalam menjalankan fungsi pengarahan
kepala ruangan kepala ruangan akan melakukan kegiatan supervisi terhadap pelaksanaan
asuhan keperawatan, bimbingan terhadap staf, mengkoordinasi dan memotivasi staf
keperawatan. Fungsi pengarahan ini adalah merupakan fungsi dari kepemimpinan seorang
kepala ruangan secara menyeluruh seperti, bagaimana gaya kepemimpinannya, bagaimana
mengelola konflik dan sebagainya (Pratiwi dkk, 2010).

Seorang kepala ruang rawat inap berperan sebagai manajer keperawatan di ruangan yang
diharapkan mampu melaksanakan fungsi perencanaan, pengorganisasian dan pengarahan,
pengawasan. Selain itu dapat memadukan berbagai kegiatan pelayanan di ruang rawat inap
baik perawatan maupun medis serta kegiatan penunjang lainnya sesuai kebutuhan pasien,
Menciptakan penyelesaian konflik yang kreatif merupakan merupakan strategi manajemen
konflik yang efektif. Strategi manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi,
konflik berdampak baik ataupun buruk tergantung pada pengelolaan konflik tersebut.
Pemimpin organisasi dituntut menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat
berdampak positif untuk meningkatkan mutu organisasi. Pemimpin yang baik dapat
mengelola konflik dengan cara yang produktif dengan memperhatikan hubungan
interpersonal. (Aditama, 2010).

Keperawatan profesional dituntut untuk memiliki keahlian dalam manajemen konflik


khususnya perilaku asertif sebagai pencegahan terjadinya konflik dan keterampilan dalam
menangani situsai konflik secara efektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku asertif
memiliki korelasi positif dengan kepuasan komunikasi interpersonal yang pada akhirnya
menghasilkan pelayanan keperawatan yang berkualitas. Manajemen konflik dalam
keperawatan merupakan salah satu implementasi yang mendukung pelayanan prima . (Miyata,
2015).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mendeskripsikan tentang cara penyelesaian konflik interpersonal antara perawat oleh kepala
ruang diruang rawat inap.

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2.1 Mendeskripsikan kemampuan kepala ruang dalam menyelesaikan suatu konflik
interpersonal didalam tim
1.2.2.2 Mendeskripsikan pencegahan timbulnya konflik interpersonal oleh kepala ruang
1.2.2.3 Mendeskripsikan pengelolaan konflik interpersonal oleh kepala ruang
1.2.2.4 Mendeskripsikan pemilihan strategi manajemen konflik interpersonal oleh kepala
ruang
BAB II
KASUS
2.1 Kasus
Saya menemukam masalah saat praktik diruang rawat inap “M” ada 3 perawat yang diberi
tanggung jawab oleh kepala ruangan untuk menjadi perawat penanggung jawab pershift, 3
perawat tersebut 2 diantaranya baru kerja kurang dari 1 tahun dirumah sakit 2 perawat junior
ini merupakan lulusan SI Keperawatan sedangkan 1 perawat sudah bekerja 6 tahun dirumah
sakit dan 4 tahun diruangan “M” 3 perawat ini diberi tanggung jawab yang sama oleh kepala
ruang tetapi perawat senior selalu berpikir bahwa 2 perawat junior ini tidak sanggup jika
menjadi “PJ” diruanagan tersebut perawat senior selalu menjelek-jelekan kinerja 2 perawat
junior ini kepada kepala tim, pada suatu hari perawat senior dan junior mendapatkan masalah
karena catatan rekam medis pasien tidak diisi dengan lengkap, lalu perawat senior ketika
ditegur oleh katim perawat senior tidak terima dan marah kemudian malah menyalahkan
perawat junior, akhirnya kepala ruangan berinisiatif untuk melakukan diskusi terkait masalah
tersebut akhirnya di panggil 2 perawat junior, 1 perawat senior dan 2 kepala tim, setelah
berkumpul karu mendiskusikan masalah tersebut dan menegur perawat senior untuk tidak
mengulangi lagi, dari kejadian tersebut akhirnya kepala ruang memutuskan untuk melakukan
diskusi masalah yang ada diruanagn tersebut 1bulan sekali untuk meningkatkan kinerja
peawat, mencegah terjadinya konflik dan meningkatkan hubungan keharmonisan dalam
ruangan. Dari data diatas dibuat analisa menggunakan POSAC :
a) Planing : diadakan pertemuan atau diskusi 1 bulan sekali yang di pimpin oleh kepala ruang
untuk mendiskusikan konflik yang terjadi diruangan tersebut, agar dapat meningkatkan
kinerja perawat, dan meningkatkan hubungan keharmonisan dalam ruangan tersebut.
b) Organizing : disini kepala ruang yang bertugas memimpin jalannya diskusi diikuti oleh
kepala tim, perawat penaggung jawab dan perawat pelaksana diadakan disetiap awal bulan
dan dilakukan dishif pagi
c) Staffing : perawat yang yang shift pagi biasanya jauh lebih banyak disbanding dengn shift
siang dan malam, shift pagi biasanya 7 perawat diantaranya 1 karu, 2 katim, 2 perawat
senior dan 2 perawat junir, sedangakan shift siang hanya 4 perawat, dan shift malam 3
perawat.
d) Actuanting : setiap perawat pertugas dengan tanggung jawabnya masing-masing seperti
perawat pelaksana mereka bertugas untuk melaksankan tugas seperti memberikan
perawatan kepada pasien, sedangkan katim bertugas membagi tugas kepada perawat
pelaksana tetapi jika diruangan kondisi pasiennya penuh katim selalu membantu tugas
perawat pelaksana terutama pada shift pagi.
e) Controling : untuk mencegah terjadinya konflik katim membagi pasien untuk perawat
pelksana sehingga setiap perawat pelaksana sudah mempunyai tugasnya masing-masing
agar beban erja perawat tidak terlalu banyak dan berat.

2.2 Penyelesaian Masalah


Perawat yang diberi tanggung jawab untuk menjadi penganggung jawab pershift harus
mengisi dengan lengkap lembar rekam medis pasien agar ketika operan dengan dinas
berikutnya jauh lebih jelas, dan perawat yang berdinas selanjutnya tidak harus mengisi
lembar rekam medis yang tidak lengkap agar menghindari terjadinya perselisihan antara
teman sejawat. konflik akan mudah ditangani ketika manajer konflik (karu) dapat
mengakomodir kepentingan bersama. Manajer yang baik melakukan hal-hal manajerial
secara efektif dan efisisen dengan pengarahan yang dilakukan ke bawahannya terkait dengan
manjemen konflik khususnya dengan pendekatan akomodasi sehingga hasil yang harapkan
perawat merasa puas dalam melakukan pekerjaannya di ruangan.

2.3 Pembahasan
Manajemen konflik dalam keperawatan khususnya perilaku asertif merupakan salah satu
implementasi yang mendukung pelayanan keperawatan. Perawat baik pelaksana dan kepala
ruangan bertugas untuk memberikan motivasi, pemikiran, pengaturan untuk mencapai tujuan
dengan meminimalkan hambatan atau konflik. Pemimpin dalam perawat bertugas
memberikan motivasi kepada pelaksana untuk selalu bersikap asertif guna mencegah
terjadinya konflik. Tugas dari seorang kepala ruangan ialah memastikan bahwa unit kerjanya
kondusif. Leader atau kepala ruangan menjalankan lima fungsi POSAC dimulai dari
planning, organizing, staffing, actuating, dan controlling. Konflik dapat terjadi karena
manusia memiliki sifat dominasi, kepengaruhan, keteguhan hati dan kepatuhan, Menurut
Marquis & Huston (2010). Ada 3 kategori konflik yang utama yaitu intrapersonal,
interpersonal dan interkelompok. penyelesaian konflik dilakukan secara berjenjang, apabila
terdapat masalah di unit maka kepala ruang akan menyelesaikannya, namun jika tidak maka
akan berkoordinasi dengan koordinator instalasi rawat inap. kepala ruang perlu untuk
melakukan penilaian kinerja perawat dan malakukan evaluasi guna memastikan kondisi
tempat kerja yang kondusif. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif menjadi fungsi
pokok yang harus dikerjakan oleh manajer keperawatan dari level rendah sampai tertinggi
Konflik yang terjadi pada ruang rawat inap, antara lain konflik tugas, konflik komunikasi,
konflik struktur dan konflik variabel pribadi. Sebuah organisasi sangat dibutuhkan adanya
konflik selagi masih dalam batas kewajaran, untuk itu diperlukan suatu manajemen konflik
yang dapat mengidentifikasi dan menangani konflik lalu mengarahkan konflik menjadi hal
yang bermanfaat bagi organisasi manajemen konflik sangat penting diketahui oleh perawat
khususnya kepala ruangan guna mengatasi baik konflik tugas, konflik komunikasi, konflik
stuktur dan konflik pribadi pada unit kerjanya. Mintzberg menyatakan bahwa peran manajer
dalam menjalankan manajemen meliputi peran interpersonal, peran informasional dan peran
pengambil keputusan. Peran pengambil keputusan merupakan peran yang paling penting
dalam menyelesaikan suatu konflik proses terjadinya konflik melalui 5 tahap, dalam proses
terjadinya konflik sebaiknya leader atau kepala ruangan dapat menempatkan perannya
dengan tepat.
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Implementasi yang telah dilakukan memberikan dampak positif pada pelayanan keperawatan
yang berfokus pada pasien. Kemampuan manajemen konflik: teknik asertif bertujuan untuk
membatasi dan menghindari kekerasan, dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi
pihak-pihak terlibat khususnya perilaku asertif. Peran leader atau karu sangat penting dalam
pembinaan manajemen konflik khususnya mencegah terjadinya konflik dan menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif. Latihan asertif harus dilakukan setiap hari dengan memantau
buku saku. Kepala ruangan sebagai champion asertif di setiap unitnya diharapkan dapat
menjadi role model dan mengevaluasi perawat pelaksana.

3.2 Saran
Sebaiknya manajemen konflik untuk mengembangkan pengetahuan terkait dengan konflik
dan manajemen konflik dengan memberikan pendidikan dan pelatihan melalui acara seminar
khusus sehingga dapat meningkatkan kemampuan manajemen konflik para perawat dirumah
sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Al-hamdan, Z., Nussera, H., & Masa’deh, R. (2015). Conflict management style of Jordanian
nurse managers and its relationship to staff nurses ’ intent to stay. JJournal of
Nursing Management.

Arif Y. (2014). Efektifitas Model Strategi Manajemen Konflik Perawat Pelaksana Terhadap
Produktivitas Kerja Perawat Di Rumah Sakit Pendidikan [Disertasi]. Depok:
Universitas Indonesia.

C.J MBH (2010). Leadership Roles and Management Function in Nursing: theory and
application;5th edition.

Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Kurniadi. (2013). Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya.

Miyata, C., Arai, H., & Suga, S. (2015). Characteristics of the nurse manager’s recognition
behavior and its relation to sense of coherence of staff nurses in Japan. Collegian,
22(1).9-17.

Morrison G, Goldfarb S, Lanken PN. (2010) Team training of medical students in the 21st
century: would Flexner approve? Academic medicine : journal of the Association
of American Medical Colleges. 85(2):254-9.

Marquis H.(2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Teori dan Aplikasi.

Pratiwi, Sekar. (2010). Pengaruh Manajemen Konflik Terhadap Produktivitas Kerja


Karyawan Di Baitul Wat Tamwil (BMT) Jaringan Muamalat Center Indonesia.
[Skripsi]. Yogyakarta; Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Robbins SP, Judge T. (2015). Organizational behavior. Edition 16. ed. Boston: Pearson; 2015.
xxxiii, 709 pages p.

Rose L. Interprofessional collaboration in the ICU: how to define? Nursing in critical care.
2011;16(1):5-10.

Setiawan, A. (2015). Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Penyelesaian Konflik di PT


Tainesia Jaya Wonogiri.
Lampiran SOP Penyelesaian Konflik

Anda mungkin juga menyukai