Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN MANAJEMEN KONFLIK DI RSUD MARDI WALUYO BLITAR, RSK

BUDI RAHAYU BLITAR, DAN RSUD NGUDI WALUYO WLINGI.


MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah


Manajemen Keperawatan
Yang dibina oleh Ibu Dr. Sri Mugianti, M.kep.

Oleh

Ella Putri Utami (1601300001) Yulia Fitriatus S (1601300007)


Vembri Rosaliani (1601300002) Putri Nurrahmah (1601300008)
Devy Arisandi (1601300003) Giana Irda F (1601300009)
Tika Nova D (1601300004) Batristya A (1601300010)
Yunda Irmawati (1601300005) Cintia Devi N (1601300011)
Dwi Sulistiani (1601300006)

KEMENTRIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN BLITAR
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BLITAR
April 2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Di suatu Rumah Sakit yang notabene adalah fasilitas pelayanan kesehatan memiliki
berbagai unit pelayanan di dalamnya. Dengan adanya berbagai macam unit yang ada dalam suatu
rumah sakit, maka muncul juga tenaga-tenaga yang diperlukan dalam melakukan pelyanan di
unit tersebut. Sumber daya manusia kesehatan yang ada dalam unit tersebut berkumpul menjadi
suatu kelompok dan berkembang menjadi organisasi – organisasi, contohnya tenaga perawat
yang ada di dalam rumah sakit bekerja di unit persalinan maka mereka akan mendirikan
kelompok perawat maternitas yang dibawahi oleh organisasi perawat PPNI ( Persatuan Perawat
Nasional Indonesia). Begitu juga dengan tenaga kesehatan atau tenaga medis mereka akan
membentuk kelompok dan organisasi. Dalam rumah sakit ada beberapa ruang yang didalamnya
terdapat berbagai macam displin ilmu berkumpul untuk memecahkan masalah kesehatan pasien.
Perawat, dokter, ahli gizi, bidan , farmasi yang bekerja di satu ruang perawatan ,rawan dengan
timbulnya konflik dan kesalah pahaman. Dengan adanya konflik dan kesalahpahaman membuat
produktivitas kerja menjadi menurun dan sering timbul kesalahan yang disengaja ataupun tidak
disengaja.
Konflik sendiri dalam pelayanan kesehatan jika tidak segera diselesaikan maka banyak
pihak yang dirugikan . Konflik bisa terjadi anatara staf dengan staf, staf dengan pasien, perawat
dengan dokter, perawat dengan pasien, perawat dengan keluarga pasien ataupun yang lainya.
Konflik juga memicu perselisihan, rasa marah, dan perasaan perasaan lain yang membuat suatu
pihak kecewa . selain diri sendiri yang dapat mengendalikan perasaan, maka diperlukan
seseorang yang dapat memimpin atau mengorganisir tenga-tenaga yang bekerja dalam unit
perawatan tersebut untuk meminimalkan konflik yang terjadi.
Pemasalahan yang muncul di ruang perawatan biasanya adalah perawat yang tidak
mematuhi jadwal dinas, staf yang salah memberi informasi pada keluarga pasien, perawat yang
lalai melakukan tindakan, dokter yang salah mendiagnosis atau memberikan pengobatan pada
pasien, kesalahpahaman antara perawat dengan perawat dalam melakukan asuhan, kepala ruang
yang tidak peka dengan permasalahan yang terjadi di ruang perawatan. Dengan semua
permasalahan tersebut maka diperlukan manajemen konflik yang tepat agar produktivitas kerja
dalam unit perawatan menjadi optimal.
Penulis meneliti tentang manajemen konflik di suatu unit ruang perawatan di RSUD
Mardi Waluyo Blitar, RSK Budi Rahayu Blitar, dan RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Bagaimana
kepala ruang memanajemen konflik yang ada dalam ruang tersebut, serta konflik apa saja yang
ada didalam ruang perawatan tersebut. Tujuan dari penelitian yang dilakukan penulis adalah
mengetahui sikap kepala ruang dalam melakukan manajemen konflik dan mengatasi masalah
yang terjadi di ruang perawatan.

1.2 Tujuan:
1. Mengetahui manajemen konflik yang ada di RS
2. Memahami metode manajemen konflik dalam menyelesaikan konflik di RS
3. Menemukan masalah yang terjadi di RS
4. Memecahkan masalah terkait dengan manajemen konflik di RS

1.3 Manfaat:
1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang manajemen konflik yang ada di RS
2. Mahasiswa mampu mengenali masalah yang ada di RS
3. Mahasiswa mampu menyelesaikan masalah yang terjadi di RS dengan metode manajemen
konflik.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Konflik
Konflik dalam pengertian yang sangat luas dapat dikatakan sebagai segala macam bentuk
antar hubungan antar manusia yang bersifat berlawanan (antagonistik). Menurut kamus besar
bahasa Indonesia, konflik adalah percekcokan, perselisihan atau pertentangan baik dari segi
pemikiran atau kebijakan. Menurut Lewis A.Coser, konflik adalah perjuangan nilai kekuasaan
dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai atau
melenyapkan lawan. Menurut Gillin dan Gillin, konflik merupakan proses interaksi yang
berlawanan . Konflik adalah proses yang dimulai ketika satu pihak menganggap pihak lain secara
negatif mempengaruhi, atau akan secara negatif mempengaruhi, sesuatu yang menjadi
kepedulian pihak pertama.
2.2 Penyebab Konflik
a. Perilaku menetang
Perilaku menetang dapat menimbulkan konflik. Yang menghasilkan perasaan bersalah
pada seseorang dimana perilaku ini di tunjukan. Manajer perawat harus menentukan perilaku
bahwa seseorang yang memperlihatkan perilaku menentang dapat menimbulkan konflik.
Menentang adalah ancaman pada suatu dialog yang rasional.
Seorang penentang menentang kewenangan manajer perawat melalui perilaku kenakalan
dan perilaku yang keras, perilaku ini mungkin berlaku verbal dan non verbal. Murfhy
menggambarkan tiga versi penentang. Pertama adalah Competitive Bomber yang mudah menolak
untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan bergumam yang dapat diterjemahkan sebagai
“urus aja sendiri”. Mereka dengan wajah cemberut pergi meninggalkan manajer perawat atau
tidak masuk kerja. Penentang kompetitif ini dapat merusak secara agresif berupa serangan yang
sengaja. Mereka berkomentar tentang kondisi kerja yang tidak adil dan kacau, manipulasi dan
jadwal kerja yang jelek. Perilaku-perilaku ini dilakukan untuk memancing respons manajerial.
Apabila mereka mendapatkan suatu respon , mereka merajuk dan memaksa untuk mendapatkan
dukungan teman-teman sejawat bahkan manajemen lebih tinggi.
Penentang kedua adalah Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu.
Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi juga sambil melakukan ejekan dan hinaan,
mereka mengeluh dan mengkritik untuk mendapat dukungan yang lain.
Yang ketiga adalah Avolder. penentang ini menghindarkan kesepakatan dan partisipasi. Mereka
tidak merespon terhadap manajer perawat. Apabila kondisi berubah maka mereka menghindar
untuk berpartisipasi.

b. Stres
Konflik menimbulkann stres, ketakutan, kecemasan dan perubahan dalam hubungan
profesional. Kondisi-kondisi ini dapat berpotensial menimbulkan konflik. Stresor termasuk
“mendapatkan tanggung jawab sedikit, kurangnya partisipasi dalam membuat keputusan,
kurangnya dukungan manajerial, keharusan untuk meningkatkan standar penampilan dan
penyesuaian dengan perubahan tekhnologi yang cepat”. Biaya stres pada tahun 1973
diperkirakan 1 sampai 3 % dari GNP (gross national product). Dan bisa saja angka tersebut
meningkat setelah tahun 1973.
Kepenatan adalah hasil dari stres. Manajer perawat merasa penat karena mencoba
mempertahankan sistem pendukung untuk memberi perawatan. Perawat klinis merasa penat
karena mencoba untuk memberikan asuhan keperawatan kualitas tinggi.
Konfrontasi, ketidak setujuan. Dan kemarahan adalah bukti dari stres dan konflik. Stres dan
konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang dilakukan manusia, termasuk harapan-
harapan yang tidak terpenuhi.
Stres pada pasien dapat menimbulkan penyakit ringan introgenik, komplikasi dan
pelambatan pemuliahan. Hal ini dapat ditimbulkan oleh depresi atau kecemasan. Dan staf yang
stres tidak dapat menghadapi pasien yang stres, dan ini dapat menimbulkan tidak efisien, ketidak
puasan kerja dan tidak mengacuhkan perawatan. Pada akhirnya staf terpancing dalam konflik.
Mereka juga dapat mengelami penyakit ringan iatrogenik seperti pasien-pasien mereka. Keluarga
pasien dapat menambah stres bila tidak ditangani dengan baik, meningkatnya stres pada pasien
dan staf menurunkan keefektifan penggunaan waktu masalah-masalah ini meningkatnya biaya
perawatan pasien, meningkatnya rasa sakit dan menurunnya efisiensi dan efektivitas perawatan.
Dimasa yang akan datang pasien dapat pergi kemana saja untuk mendapatkan perawatan, apakah
inisiatif sendiri maupun atas rekomendasi dokter, keluarga, teman atau kenalan.
c. Ruang
Apabila perawat harus bekerja dalam ruangan yang sempit, mereka harus berinteraksi
secara konstan dengan anggota staf yang lain, pengunjung dan dokter-dokter. Terutama pada
ruang/unit perawatan intensif yang penuh sesak. Menimbulkan kepenatan dan pergantian.

d. Kewenangan Dokter
Dokter-dokter dilatih untuk berwenang terhadap perawat. perawat masakini ingin
menjadi lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab profesional, dan tanggung gugat untuk
perawatan pasien. Mereka banyak menggunakan waktu berada didekat pasien dari pada dokter,
dan sering kali mempunyai usulan yang valid dalam mengubah tindakan terapi. Para dokter
terkadang melalaikan usulan-usulan mereka, yang menunjukan mereka tidak menginginkan
umpan balik. Perawat menjadi marah bila harga diri mereka menurun. Komunikasi gagal,
terutama komunikasi dua arah.

e. Keyakinan, Nilai dan Sasaran


Aktifitas atau presepsi-presepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik. Hal ini terbukti
apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang berbeda dengan manajer perawat,
doter, pasien pengunjung, keluarga, bagian administrasi, dan yang lainnya. Nilai-nilai perawat
dapat masuk kedalam konflik-konflik yang berhubungan dengan persoalan secara etika yang
termasuk perintah-perintah untuk tidak melakukan resusitasi, pernyataan-pernyataan yang tidak
manusiawi, aborsi, adiksi, AIDS, dan masalah-masalah lainnya. Sasaran pribadi sering kali
konflik dengan sasaran organisasi, terutama yang berhubungan dengan pengaturan staf,
pengaturan jadwal, dan suasana kerja.
Perawat yang harus melanggar standar pribadinya akan melawan sistem. Hal ini dapat
merendahkan mereka dan menyebabkan hilangnya harga diri dan stres emosional. Mereka harus
mengetahui bahwa keyakinan mereka, nilai-nilai dan sasaran pribadinya di hargai. Seperti orang
lain, perawat bertindak untuk melindungi citra diri atau umum dirinya bila ditekan atau di serang.
Respon mereka sesuai dengan harapan orang lain terhadap mereka, sebagai mana mereka ingin
disetujui. Mereka akan mempertahankan hak-hak dan pertimbangan profesionalnya. Egonya
mudah terluka dan menjadi masalah besar dalam konflik. Pertahanan menjadi lebih panas bila
salah satu atau kedua bagian konflik tidak di informasikan atau dimanipulasi. Bila perawat tidak
dikenal atau dihargai mereka merasa tidak berdaya bila mereka tidak mampu mengontrol situasi.

2.3 Jenis Konflik


Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian
tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan
pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari
kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh
perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan
( seperti antara manajer dan bawahan ).
3. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi
tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh,
seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena
melanggar norma – norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan
kepentingan antar kelompok atau antar organisasi.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam
sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya
pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan
sumber daya lebih efisien.

2.4 Proses Konflik


Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain :
1.       Konflik Laten
Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi. Misalnya,
kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada
ketidak stabilan suatu organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak
tampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.
2.       Konflik yang dirasakan ( felt konflik)
Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan,
tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik “affectives”. Hal ini penting
bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu
maslah/ancaman terhadap keberadaannya.

3.       Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan


Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang dilaksanakan
mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari penyelesaian konflik. Setiap orang tidak
sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik
dalam perkembangannya.

2.4   Strategi Penyelesaian Konflik


1. Menghindar
Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi
untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu
dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan
menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”
2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah,
khususnya  apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya
kerjasama dengan memberi kesempatan  pada mereka untuk  membuat keputusan. Perawat yang
menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan
kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan
keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan
nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode
yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4. Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan,
saling memberi dan menerima, serta meminimalkan  kekurangan semua pihak yang dapat
menguntungkan semua pihak.
5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi  
Pemecahan sama-sama menang  dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja
yang sama.
6. Pemecahan persoalan                        
Dalam strategi pemecahan persoalan, diambil asumsi dasar semua pihak mempunyai
keinginan menangualngi konflik yang terjadi dan karenanya perlu dicarikan ukuran-ukuran yang
dapat memuaskan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Atas dasar asumsi tersebut maka
dalam strategi pemecahan persoalan harus selalu dilalui dua tahap penting, yaitu proses
penemuan gagasan dan proses pematangannya.

7. Musyawarah
Dalam strategi ini terlebih dahulu harus ditentukan secara jelas apa sebenarnya yang
menjadi persoalan. Berdasarkan jelasnya persoalan itulah kemudian kedua belah pihak yang
sedang dalam pertikaian mengadakan pembahasan untuk mendapatkan titik pertemuan.

2.5 Negosiasi dalam penyelesaian Konflik


Negosiasi adalah proses untuk menetapkan keputusan bersama antara beberapa pihak,
dimana setiap pihak memiliki pendapat, keinginan, atau argumen yang berbeda-beda. Pihak
negosiator pada setting organisasi, dapat melibatkan dua orang.
Terdapat dua jenis negosiasi:
1. Negosiasi distributif adalah negosiasi yang menguntungkan salah satu pihak selama pihak
yang lain setuju dengan kesepakatan yang dibuat. Negosiasi distributif disebut juga distribusi
yang memaksa (forcing). Pada negosiasi ini, ada setidaknya satu pihak yang kalah, baik win-
lose atau lose-lose sehingga tujuan yang dicapai memiliki pembagian yang sudah pasti
(fixed). Bagi negosiasi distributif, kelanjutan hubungan antar pihak negosiator tidak terlalu
penting. Tiap pihak pada jenis negosiasi ini memiliki tujuan kuat untuk menang dan sangat
tertutup terhadap kemungkinan dan kesempatan lain. Karena itu, waktu negosiasi dilakukan
sesegera mungkin dan dalam jangka waktu yang relatif lebih singkat. Contoh dari negosiasi
distributif adalah negosiasi untuk menentukan jadwal kuis mahasiswa. Apabila kuis jarang
diadakan, hal ini menguntungkan para dosen karena dosen jadi tidak harus pusing
memikirkan berbagai macam soal untuk kuis beberapa kali, sedangkan mahasiswa akan
dirugikan karena semakin jarang kuis diadakan, maka akan semakin banyak bahan yang
dipelajari mahasiswa untuk sekali kuis. Begitu juga sebaliknya.
2. Negosiasi integratif. Negosiasi ini melibatkan kerja sama dua pihak untuk mencapai
kesepakatan yang menguntungkan dua belah pihak. Karena itu, negosiasi integratif disebut
juga problem solving atau pemecahan masalah. Berbeda dengan negosiasi distributif,
negosiasi ini akan menghasilkan hasil akhir bagi kedua pihak, dimana hasilnya berupa
banyak pilihan dan solusi yang kolaboratif. Hubungan sesudah negosiasi antar pihak
negosiator sangat penting sehingga selama negosiasi, kedua pihak bersikap terbuka,
komunikatif, kreatif, dan memiliki kemauan untuk berubah. Waktu yang diperlukan untuk
melakukan negosiasi ini lebih lama dibandingkan negosiasi distributif.

2.6 Prinsip Penjadualan


1. Keseimbangan kebutuhan tenaga dan pekerjaan serta rekreasi.
2. Siklus penjadualan serta jam kerja adil antar staf.
3. Semua karyawan ditugaskan sesuai siklus.
4. Jumlah tenaga serta komposisi cukup untuk tiap unit dan shift
5. Jadual harus dapat meningkatkan perawatan yang berkesinambungan dan pengembangan
kerja tim.

 Penyebab Over Staf


- Frekuensi dan variasi tidak dapat diramalkan
- Kecenderungan pimpinan membuat kompensasi dengan menghitung tenaga berdasarkan
sensus maksimal.
- Keluhan pasien tentang pelayanan.
- Delegasi untuk diagnostic.
Macam- macam cara dinas perawat
- 7 jam/shift : 6 hari kerja : 40 jam/ minggu
- 8 jam/shift : 5 hari kerja : 40 jam / minggu
- 10 jam/shift : 4 jam kerja : 4 jam / minggu

 Perhitungan Tenaga Keperawatan.


1. Peraturan Menkes RI No. 262/Menkes/Per/VII/1979, tentang perbandingan tempat tidur
dengan jumlah perawat :
RS tipe A – B, perbandingan minimal. 3 – 4 perawat : 2 tempat tidur.
2. Hasil workshop perawatan di ciloto, 1971.
Jumlah perawat : Pasien = 5 : 9/shift, dengan 3 shift/24 jam dengan perhitungan sbb :
– Hari kerja efektif/tahun : 225 – 260 hari.
– Libur mingguan : 52 hari.
– Cuti tahunan : 12 hari.
– Hari besar : 10 hari.
– Sakit/Izin : 12 hari.
– Cuti hamil rata-rata : 29 hari.
3. .Menurut Depkes Filipina tahun 1984.
-Jam rata-rata pasien dalam 24 jam.
* Interna 3,4 jam.
* Bedah 3,5 jam.
* Bedah dan interna 3,4 jam.
* Post partum 3,0 jam.
* Bayi 2,5 jam.
* Anak-anak 4,0 jam.
4. Menurut Althaus et al 1982 dan Kirk 1981 :
– Level I (Minimal) : 3,2 jam.
– Level II (Intermediate) : 4,4 jam.
– Level III (Maksimal) : 5,6 jam.
– Level IV (intensif care) : 7,2 jam.
 Klasifikasi Pasien
1. Self Care
Membutuhkan waktu 1 – 2 jam dengan waktu efektif 1,5 jam/24 jam.
2. Minimal Care.
Membutuhkan waktu 3 – 4 jam dengan waktu efektif 3,5 jam/24 jam.
3. Intermediate Care
Membutuhkan waktu 5 – 6 jam dengan rata-rata waktu efektif 5,5 jam/24 jam.
4. Modified Intensif Care.
Membutuhkan waktu 7 – 8 jam dengan waktu rata-rata 7,5 jam/24 jam.
5. Intensif Care.
Membutuhkan waktu 10 – 14 jam dengan rata-rata efektif 12 jam/24 jam.

 Cara Menghitung Jumlah Perawat/Tahun :


1. Disesuaikan dengan kebijakan RS yaitu dengan :
Menentukan jumlah perawatan efektif pasien dalam 24 jam.
Jumlah hari kerja efektif perawat dalam 1 tahun.
Penggunaan tempat tidur rata-rata.
Analisa kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
2. Jumlah jam perawatan yang dibutuhkan/tahun :
Jumlah rata-rata pasien/hari x rata-rata jam perawatan dalam 24 jam x jumlah hari dalam 1
tahun.
3. Jam kerja perawat dalam 1 tahun :
Hari kerja efektif x jam kerja sehari.
4. Tenaga yang dibutuhkan :
Jumlah jam perawatan dalam I tahun
Jumlah jam perawat dalam 1 tahun

2.6 Pengamatan Di Rumah Sakit

Di ruang Falmboyan RSUD Mardi Waluyo Blitar mahasiswa menemukan fakta mengenai
kesalahan informasi perawat ruangan dan ruang operasi. Perawat ruangan tidak memahami
informasi dengan benar dan langsung mengirim pasien ke kamar operasi, namun setelah di
konfirmasi ternyata belum ada konfirmasi dari dokter untuk operasi. Sehingga pasien harus
dikembalikan lagi ke ruangan dan menunggu konfirmasi dari dokter. Hal tersebut membuat
keluarga bingung dan gelisah. Kepala ruang segera meminta maaf pada keluarga dan menegur
perawat yang mengirim pasien ke ruang operasi tersebut untuk segera meminta konfirmasi dari
dokter tentang jadwal operasi pasien.
Selain itu, mahasiswa juga melakukan wawancara dengan kepala ruang Flamboyan menegani
jadwal dinas perawat, kepala ruang mengatakan bahwa ia mengganti jadwal dinas perawat
selama 1 bulan sekali, dan mengurus cuti perawat sebulan sebelum mengajukannya ke direktur.
Selain itu, selama ini perawat di ruang tersebut mematuhi jadwal dinas yang dibuat oleh kepala
ruang. Dan melaporkan semua masalah yang terjadi kepada kepala ruang.
Di RSK budi Rahayu tepatnya di paviliun IV yaitu ruang anak dan perinatal merupakan
salah sasaran pengamatan ini. Di ruangan ini terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
konflik baik antara perawat dengan perawat, perawat dengan pasien atau keluarga pasien,
maupun perawat dengan tenaga medis yang lain salah satu faktor yang menyebabkan konflik
yaitu adalah perbedaan presepsi maupun pendapat. Tidak menutup kemungkinan bahwa setiap
orang akan mengedepankan egonya untuk mempertahankan pendapatnya. Namun hal ini tidak
sering terjadi ruangan ini. Sangat jarang terjadi konflik di ruangan ini karena para perawat dan
tenaga medis yang lainnya sangat disiplin dan juga sangat toleransi kepada teman sejawatnya.
Namun biasanya konflik yang terjadi adalah antara perawat dengan keluarga pasien, namun para
perawat di ruang ini tetap menghadapi dengan sabar, sebagai contoh adalah ketika pemberian
asuhan keperawatan. Terkadang keluarga pasien ada yg tidak kooperatif sehingga kadang
membuat jengkel para perawat di ruang ini namun perawat di ruang ini tetap sabar dalam
menghadapinya dengan menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dengan menyeluruh.
Di RSUD Ngudi Waluyo untuk penjadualan sudah cukup baik. Yang perlu diperhatikan adalah
pada jadual sift malam pada ruang bersalin, yakni lamanya jam kerja tidak sesuai dengan jam
kerja pada umumnya (11 jam). Di ruangan tersebut perawat mulai bekerja pada pukul 8 malam
dan berakhir pukul 8 pagi yang seharusnya berakhir pada pukul 7 pagi. Dan hal ini selalu terjadi
setiap hari. Kadang jam bisa molor hingga pukul 8.30 pagi karena menunggu kepala ruangan
datang. Hal ini menimbulkan kerugian pada perawat yang sift malam karena jam kerja diluar
batas normal.
2.7 Hasil
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan mahasiswa, mahasiswa menemukan masalah
yaitu kurangnya komunikasi antar perawat yang ada di Ruang Flamboyan RSUD Mardi
Waluyo dan di ruang Paviliun IV RSK Budi Rahayu, sehingga menyebabkan kerugian pada
pasien serta keluarga. Menurut penulis perlu adanya pemecahan masalah dan musyawarah
tentang masalah yang terjadi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Dawn M. Baskerville,
1993:65) yaitu tentang tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik
yang muncul, yaitu Collaborating dengan cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan
sama-sama memperoleh hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara
sinergis dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain.
Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win solution). Serta
melakukan penyelasaian konflik dengan cara Accomodating gaya ini mengumpulkan dan
mengakomodasikan pendapat-pendapat dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik,
selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar
masukan-masukan yang diperoleh.
Sedangakan di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi penulis menemukan masalah di Ruang Bersalin
yaitu pada lamanya jam kerja saat sift malam yakni selama 12 jam sehingga, menyebabkan
kerugian pada perawat yang sift pada waktu tersebut. Selaras dengan pendapat yang
dikemukakan (Baker, Forgaty 1991) secara lebih sederhana mendefinisikan penjadwalan sebagai
aktivitas pembuatan jadwal, baik induk jadwal produksi, jadwal bengkel, jadwal perawatan dan
sebagainya. Menurut pendapat kami, perlu adanya musyawarah internal untuk masalah ini.
Adapun cara penyelesaian konflik dalam managemen waktu antara lain dengan mengelola
waktu dengan tepat, maka diperlukan pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar manajemen
waktu agar lebih berhasil dan berdaya guna. Berikut ini prinsip dasar manajemen waktu yang
penting diperhatikan :
1. Sediakan waktu untuk perencanaan dan menetapkan prioritas
2. Selesaikan tugas berprioritas tinggi sesegera mungkin dan tuntaskan tugas sebelum mulai
tugas yang lain.
3. Prioritaskan kembali tugas yang tersisa berdasarkan informasi baru yang terkait.
Maka dari itu profesionalisme kerja sangat penting yakni dapat dimulai dengan cara
bagaimana mengelola waktu secara efektif. Seorang manajer yang efektif adalah seorang
manajer yang tahu dan mampu bagaimana merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaan
secara tepat sehingga dapat mencapai hasil kerja yang memuaskan baik bagi pelaku maupun
pengguna jasa. Dalam bidang pelayanan keperawatan, oleh karena beban kerja perawat yang
tinggi dan jumlah waktu yang terbatas, maka pengelolaan waktu yang efektif sangat diperlukan
agar dapat meningkatkan kualitas kerja perawatan yang pada akhirnya dapat memberikan
kepuasan bagi klien dan perawat sendiri.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan :
Konflik dalam pengertian yang sangat luas dapat dikatakan sebagai segala macam bentuk antar
hubungan antar manusia yang bersifat berlawanan (antagonistik). Terdapat penyebab yang dapat
menimbulkan konflik, antara lain perilaku menentang, stress, ruang, kewenangan dokter,
keyakinan, nilai dan sasaran. Dibalik penyebab terjadinya konflik, disini juga terdapat strategi
dalam penanganannya yaitu dengan menghindar, mengakomodasi, kompetisi, negosiasi,
kolaborasi, pemecahan masalah dengan musyawarah.

Saran :
Menurut pendapat kelompok kami, untuk perawat harus lebih meningatkan keramahan dan
penjadwalan dalam bekerja. Karena dengan keseimbangan hal tersebut diharapkan dapat
meningkatkan proses keperawatan dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Baskerville, Dawn M. 1993. How Do You Manage Conflic?. Black Enterprise. Evert Van De
Vliert (University of Groningen) and Boris Kabanoff (University of New South Wales).
Hani Handoko. 2001. Managemnt Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE: Yogyakarta
Nursalam. 2015. Management Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Salemba Medika: Jakarta
Wahyudi. 2006. Management Konflik Dalam Organisasi. Edisi Kedua. Alfabeta: Bandung

Anda mungkin juga menyukai