Dosen Pembimbing:
Ns. Suriani, S.Kep, M.Kep
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Muhammad Syamsibar
Nurul Ahya
Putri Rahmadani
Rauzatul Jannah
Reza Rizqullah
1. Pengertian Konflik
Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari
perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. (Marquis
& Huston 1998).
Konflik dapat di kategorikan sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu
kejadian, konflik terjadi dari suatu ketidak setujuan antara dua orang atau
organisasi dimana seseorang tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam
kepentingannya. Sebagai proses, konflik di manifestasikan sebagai suatu rangkaian
tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau kelompok berusaha menghalangi atau
mencegah kepuasan diri seseorang.
Konflik adalah suatu hal yang penting dan secara aktif mengajak organisasi
untuk terjadinya suatu konflik yang berarti juga sebagai pertumbuhan produksi.
Teori ini menekankan bahwa konflik dapat berakibat pertumbuhan produksi dan
kehancuran organisasi, tergantung bagaimana manajer mengolahnya. Karena
konflik adalah suatu yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu organisasi, maka
manajer harus mengolahnya dengan baik.
2. Kategori Konflik
Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
1) Intrapersonal
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah
internal untuk mengklarifikasikan nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi.
Hal ini sering di manifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya,
manajer mungkin merasa konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap
profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan dan loyalitas kepada
pasien.
2) Interpersonal
Konflik yang terjadi antar dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan dan
keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan
berinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan.
Manajer sering mengalami konfik dengan teman sesama manajer, atasan dan
bawahannya.
3) Intergroup ( Antar Kelompok )
Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen atau
organisasi. Sumber jenis konflik ini adalah hambatan dalam mencapai
kekuasaan dan otoritas ( kualitas jasa layanan ), keterbatasan prasarana.
Konflik yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan konflik intrapersonal,
interpersonal dan antar kelompok. Tapi dalam organisasi konflik dipandang
sebagai konflik secara vertikal dan horizontal (Marquis & Huston, 1998).
Konflik vertikal terjadi atasan dan bawahan. Konflik horizontal terjadi antara
staf dengan kedudukan atau posisi yang sama. Misalnya konflik horizontal ini
meliputi wewenang, keahlian dan praktik.
3. Penyebab Konflik
a. Perilaku menetang
Perilaku menetang dapat menimbulkan konflik. Yang menghasilkan
perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku ini di tunjukan. Manajer
perawat harus menentukan perilaku bahwa seseorang yang memperlihatkan
perilaku menentang dapat menimbulkan konflik. Menentang adalah ancaman
pada suatu dialog yang rasional.
Seorang penentang menentang kewenangan manajer perawat melalui
perilaku kenakalan dan perilaku yang keras, perilaku ini mungkin berlaku verbal
dan non verbal.
Murfhy menggambarkan tiga versi penentang. Pertama adalah Competitive
Bomber yang mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu
dengan bergumam yang dapat diterjemahkan sebagai “urus aja sendiri”.
Mereka dengan wajah cemberut pergi meninggalkan manajer perawat atau
tidak masuk kerja. Penentang kompetitif ini dapat merusak secara agresif
berupa serangan yang sengaja. Mereka berkomentar tentang kondisi kerja yang
tidak adil dan kacau, manipulasi dan jadwal kerja yang jelek. Perilaku- perilaku
ini dilakukan untuk memancing respons manajerial. Apabila mereka
mendapatkan suatu respon , mereka merajuk dan memaksa untuk
mendapatkan dukungan teman-teman sejawat bahkan manajemen lebih tinggi.
Penentang kedua adalah Martyred Accomodator yang menggunakan
kepatuhan palsu. Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi juga sambil
melakukan ejekan dan hinaan, mereka mengeluh dan mengkritik untuk
mendapat dukungan yang lain.
Yang ketiga adalah Avolder. penentang ini menghindarkan kesepakatan dan
partisipasi. Mereka tidak merespon terhadap manajer perawat. Apabila kondisi
berubah maka mereka menghindar untuk berpartisipasi.
b. Stres
Konflik menimbulkann stres, ketakutan, kecemasan dan perubahan dalam
hubungan profesional. Kondisi-kondisi ini dapat berpotensial menimbulkan
konflik. Stresor termasuk “mendapatkan tanggung jawab sedikit, kurangnya
partisipasi dalam membuat keputusan, kurangnya dukungan manajerial,
keharusan untuk meningkatkan standar penampilan dan penyesuaian dengan
perubahan tekhnologi yang cepat”. Biaya stres pada tahun 1973 diperkirakan 1
sampai 3 % dari GNP (gross national product). Dan bisa saja angka tersebut
meningkat setelah tahun 1973.
Kepenatan adalah hasil dari stres. Manajer perawat merasa penat karena
mencoba mempertahankan sistem pendukung untuk memberi perawatan.
Perawat klinis merasa penat karena mencoba untuk memberikan asuhan
keperawatan kualitas tinggi.
Konfrontasi, ketidak setujuan. Dan kemarahan adalah bukti dari stres dan
konflik. Stres dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang
dilakukan manusia, termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi.
Stres pada pasien dapat menimbulkan penyakit ringan introgenik,
komplikasi dan pelambatan pemuliahan. Hal ini dapat ditimbulkan oleh depresi
atau kecemasan. Dan staf yang stres tidak dapat menghadapi pasien yang stres,
dan ini dapat menimbulkan tidak efisien, ketidak puasan kerja dan tidak
mengacuhkan perawatan. Pada akhirnya staf terpancing dalam konflik. Mereka
juga dapat mengelami penyakit ringan iatrogenik seperti pasien-pasien mereka.
Keluarga pasien dapat menambah stres bila tidak ditangani dengan baik,
meningkatnya stres pada pasien dan staf menurunkan keefektifan penggunaan
waktu masalah-masalah ini meningkatnya biaya perawatan pasien,
meningkatnya rasa sakit dan menurunnya efisiensi dan efektivitas perawatan.
Dimasa yang akan datang pasien dapat pergi kemana saja untuk mendapatkan
perawatan, apakah inisiatif sendiri maupun atas rekomendasi dokter, keluarga,
teman atau kenalan.
c. Ruang
Apabila perawat harus bekerja dalam ruangan yang sempit, mereka harus
berinteraksi secara konstan dengan anggota staf yang lain, pengunjung dan
dokter-dokter. Terutama pada ruang/unit perawatan intensif yang penuh sesak.
Menimbulkan kepenatan dan pergantian.
d. Kewenangan Dokter
Dokter-dokter dilatih untuk berwenang terhadap perawat. perawat
masakini ingin menjadi lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab profesional,
dan tanggung gugat untuk perawatan pasien. Mereka banyak menggunakan
waktu berada didekat pasien dari pada dokter, dan sering kali mempunyai usulan
yang valid dalam mengubah tindakan terapi. Para dokter terkadang melalaikan
usulan-usulan mereka, yang menunjukan mereka tidak menginginkan umpan
balik. Perawat menjadi marah bila harga diri mereka menurun. Komunikasi
gagal, terutama komunikasi dua arah.
e. Nilai dan Sasaran
Aktifitas atau presepsi-presepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik. Hal
ini terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang
berbeda dengan manajer perawat, doter, pasien pengunjung, keluarga, bagian
administrasi, dan yang lainnya. Nilai-nilai perawat dapat masuk kedalam konflik-
konflik yang berhubungan dengan persoalan secara etika yang termasuk
perintah-perintah untuk tidak melakukan resusitasi, pernyataan-pernyataan
yang tidak manusiawi, aborsi, adiksi, AIDS, dan masalah-masalah lainnya.
Sasaran pribadi sering kali konflik dengan sasaran organisasi, terutama yang
berhubungan dengan pengaturan staf, pengaturan jadwal, dan suasana kerja.
Perawat yang harus melanggar standar pribadinya akan melawan sistem.
Hal ini dapat merendahkan mereka dan menyebabkan hilangnya harga diri dan
stres emosional. Mereka harus mengetahui bahwa keyakinan mereka, nilai-nilai
dan sasaran pribadinya di hargai. Seperti orang lain, perawat bertindak untuk
melindungi citra diri atau umum dirinya bila ditekan atau di serang. Respon
mereka sesuai dengan harapan orang lain terhadap mereka, sebagai mana
mereka ingin disetujui. Mereka akan mempertahankan hak-hak dan
pertimbangan profesionalnya. Egonya mudah terluka dan menjadi masalah
besar dalam konflik. Pertahanan menjadi lebih panas bila salah satu atau kedua
bagian konflik tidak di informasikan atau dimanipulasi. Bila perawat tidak dikenal
atau dihargai mereka merasa tidak berdaya bila mereka tidak mampu
mengontrol situasi.
4. Proses Konfllik
Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain :
a) Konflik Laten
b) Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi.
Misalnya, kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi
tersebut memicu pada ketidak stabilan suatu organisasi dan kualitas produksi,
meskipun konflik yang ada kadang tidak tampak secara nyata atau tidak pernah
terjadi.
c) Konflik yang dirasakan ( felt konflik)
d) Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman,
ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik
“affectives”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak
merasakan konflik tersebut sebagai suatu maslah/ancaman terhadap
keberadaannya.
e) Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan
f) Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang
dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari penyelesaian
konflik. Setiap orang tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan dan
agresivitas dalam menyelesaikan konflik dalam perkembangannya. Sedangkan
penyelesaian konflik dalam suatu organisasi, memerlukan suatu upaya dan
strategi untuk mencapai tujuan organisasi.
g) Resolusi konflik
h) Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan
semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-win solution” .
i) Konflik “Aftermatch”
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama.
Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi atau dikurangi
penyebab dari konflik yang sama.
5. Penyelesaian Konflik
a. Langkah-langkah
Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik meliputi :
1) Pengkajian
a) Analisa situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan. Setelah
fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih
mendalam. Kemudian siapa yang terlihat dan peran masing-masing.
Tentukan jika situasinya bisa berubah.
b) Analissa dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah
utama yang memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari masalah tersebut.
Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.
c) Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
2) Identifikasi
a) Mengelola perasaan
Hindari suatu respon emosional : marah, dimana setiap orang mempunyai
respon yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.
3) Intervensi
a) Masuk pada konflik
Diyakini dapat diselesaikan dengan baik.
Identifikasi hasil yang positif yang akan
terjadi.
b) Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik
Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi
metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.
b. Strategi Penyelesaian Konflik
Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6 :
1) Kompromi atau Negosiasi
Suatu srtategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling
menyadari dan sepakat tentang keinginan bersama. Penyelesaian seperti ini
sering diartikan sebagai “lose-lose situation” kedua unsur yang terlibat
menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Didalam manajemen
keperawatan strategi ini sering digunakan oleh midle – dan top manajer
keperawatan.
2) Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian konflik.
Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok
yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari
strategi ini adalah kemarahan, putus asa dan keinginan untuk perbaikan da
masa mendatang.
3) Akomodasi
Istilah yang lain sering digunakan adalah ”cooprative”. Konflik ini berlawanan
dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha mengakomodasi
permasalahan-permasalahan dan memberi kesempatan orang lain untuk
menang. Masalah utama pada strategi sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi
ini biasanya sering digunakan dalam suatu politik untuk suatu kekuasaan
dengan berbagai konsekwensinya.
4) Smoothing
Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional dalam konflik.
Pada strategi ini individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai
kebersamaan dari pada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi
diri. Strategi ini bisa ditetapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik
yang besar misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi dan tidak dapat
dipergunakan.
5) Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang
masalah yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak
menyelesaikan masalahnya. Strategi ini dipilih bila ketidaksepakatan adalah
membahayakan kedua pihak,biaya penyelesaian lebih besar dari pada
menghindar, atau maslah perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya atau jika
masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
6) Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution” pada koloaborasi kedua
unsur terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai
suatu tujuan. Karena keduanya meyakini akan mencapai suatu tujuan yang
telah ditetapkan, masing-masing meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan
berjalan jika kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok
yang terlibat tidak memiliki kemampuandalam menyelesaikan masalah dan
tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok / seorangan (Bowditch &
Buono, 1994).
6. Hasil Manajemen Konflik
Apabila perhatian diberikan terhadap peranan manajer perawat dalam
meningkatkan suasana kerja perawat yang produktif, banyak kasus-kasus konflik
yang dapat di selesaikan. Pengetahuan dan keterampilan manajer konflik yang
terjadi adalah peran yang aktif dari manajer perawat.
Zamke menunjukan bahwa stres dan tekanan didalam merupakan
perangsang. Yang membuat nanajer lebih positif, lebih hati-hati dan pedulli
terhadap karyawannya. Dalam surveinya, ia menemukan bahwa dalam penurunan
memotivasi kinerja yang baik, memperbaiki keluaran, dan menghilangkan
pekerjaann yang tidak produktif yang dapat menimbulkan masalah moral dan
konflik. Dengan perubahan sistem pembayaran kembali dirumah sakit, manajer
perawat akan dihadapkan pada stres, tekanan kerja, penurunan hasil kerja.
Konflik dapat menjadi sumber energi dan kreatifitas yang positif dan
membangun bila dikelola dengan baik. Jika tidak, konflik akan mengganggu fungsi,
dan menghancurkan, menghabiskan energi serta mengurangi keefektifan organisasi
dan pribadi.
Konflik dapat menghancurkan inisiatif atau kreatifitas, menyebabkan
perilaku bermusuhan dan kekacauan, hilangnya semangat tim dan hilangnya
keinginan untuk bekerja kearah pencapaian tujuan bersama, mengakibatkan jalan
buntu dan kemacetan. Kelola konflik jangan sampai meluas.
BAB III
KEGIATAN SUPERVISI
A. Pelaksanaan
Topik : Pemasangan infus pada Tn. R dengan diagnosa demam tipoid
Hari/Tanggal : Rabu, 10 Agustus 2022
Waktu : 15.00 wib
Tempat : Akper kesdam im lhokseumawe
Pelaksana : Karu,PP,PA
Sasaran : Klien dan keluarga
B. Metode
1. Observasi
2. Diskusi dan tanya jawab
C. Instrumen
1. Status klien
2. Instrumen supervisi
D. Struktur Pengorganisasian
Kepala ruangan : Putri rahmadani
Perawat primer : Nurul ahya
Perawat asociate : Rauzatul jannah
Pasien : Reza rizqullah
Keluarga pasien : Muhammad Syamsibar
Skenario :
Suatu malam di RSU “A”, datang pasien demam tipoid bernama Tuan Reza
yang berusia 25 tahun, kondisi Tn.R sedang dalam keadaan lemas dan demam
tinggi. Kebetulan malam itu yang berjaga adalah perawat Ahya dan perawat
rauza yang baru bekerja 1 bulan di rumah sakit tersebut karena baru lulus dari
jenjang pendidikanya.
Berhubung perawat rauza baru menyelesaikan pendidikannya, dia masih
gugup untuk melaksanakan tindakan maka terjadilah kejadian yang tidak di
inginkan.
Tn. Syamsibar : Selamat malam , apa ada orang?
Perawat Ahya : (Membuka pintu ruang perawat) iya pak, ada yang
bisa di bantu?
Tn. Syamsibar : Tolong bu, adik saya sedang demam
tinggi keadaanya pun lemas. Jadi saya membawa adik saya
kemari agar di rawat di rumah sakit ini.
Perawat Ahya : Baik pak. Silahkan baring ditempat tidur dulu pak,
saya akan konsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Tn. Syamsibar : Baik pak.
Perawat ahya pun menemui dokter jaga sedangkan perawat rauza membantu
membaringkan pasien di tempat tidur pasien. Setelah di lakukan pemeriksaan
dokter memberikan pengarahan kepada perawat ahya dan perawat rauza
untuk melakukan pemasangan infus.
Perawat ahya : Tidak apa apa , saya yakin kamu bisa . Hitung hitung
sekalian melancarkan kemampuan pemasangan infus yang kamu punya.
Perawat rauza : T-tapi perawat ahya...... (gugup)
Perawat ahya : Sudah lakukan saja , saya ingin mengabari ruangan
terlebih dahulu sekaligus mempersiapkan data data pasien untuk di berikan
ke ruangan.
Perawat rauza : Baiklah akan saya lakukan.
Perawat rauza pun mempersiapkan alat untuk melakukan pemasangan infus
pada pasien Tn.Reza. Setelah selesai mempersiapkan alat, perawat rauza pun
melakukan pemasangan infus pada pasien.
Perawat rauza pun memulai tindakan dan mulai mencari vena pada tangan
Tn.R . Awalnya berjalan dengan baik sampai pada akhirnya perawat rauza lupa
menekan bagian tangan yang sudah di pasang abouqet ketika ingin
menyambungkan ke selang infus menyebabkan keluar nya darah dari tangan
pasien.
Mendengar keributan yang sedang terjadi perawat ahya pun datang dan
terkejut melihat tempat tidur pasien yang sudah berlumuram darah.
Perawat ahya : Loh bagaimana bisa terjadi seperti ini perawat rauza?
Perawat rauza : (panik tidak bisa berkata kata sambil fokus
memperbaiki pemasangan infus)
Perawat ahya dan perawat rauza mulai mebersihkan sisa sisa noda darah
yang tertinggal. Setelah selesai mereka berdua masuk ke ruangan dimana
sudah ada kepala ruangan bersama keluarga pasien.
Dan akhirnya konflik pun dapat terselesaikan dengan cara negoisasi antara
pihak rumah sakit dan keluarga pasien.