KEPERAWATAN MANAJEMEN
MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN
Fasilitator:
Eka Mishbahatul Mar’ah Has, S.Kep., Ns., M.Kep.
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
“Manajemen Konflik Dalam Keperawatan” ini tepat waktu. Meskipun banyak hambatan
yang kami alami dalam proses pengerjaannya.
Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah
ini, makapenulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Eka Mishbahatul Mar’ah Has, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku fasilitator mata
kuliah Keperawatan Manajemen di Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga, yang memberikan bimbingan dan saran.
2. Teman-teman anggota kelompok 4 kelas A1-2017 Program Studi S1
Kperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, yang memberikan
kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungannya kepada
penulis.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari rekan-rekan sangat kami butuhkan demi
penyempurnaan makalah ini.
Kami berharap agar makalah ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita
semua. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................4
1.3 Tujuan......................................................................................................................4
1.3.1 Tujuan Umum...................................................................................................4
1.3.2 Tujuan Khusus..................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Konflik dalam Pelayanan Keperawatan...................................................................5
2.1.1 Definisi Konflik................................................................................................5
2.1.2 Jenis-Jenis Konflik dalam Pelayanan Keperawatan..........................................6
2.2 Kepemimpinan Profesi Perawat...............................................................................7
2.2.1 Definisi Kepemimpinan....................................................................................7
2.2.2 Peran Kepemimpinan dalam Keperawatan.......................................................8
2.2.3 Jenis-Jenis Gaya Kepemimpinan......................................................................8
2.3 Manajemen Konflik dalam Pemberian Layanan Keperawatan.............................10
2.3.1 Kode Etik dalam Pemberian Asuhan Keperawatan........................................10
2.3.2 Tahapan Manajemen Konflik Keperawatan....................................................12
2.3.3 Strategi Manajemen Konflik Keperawatan.....................................................13
2.3.4 Pendekatan Penyelesaian Konflik Keperawatan.............................................14
2.4 Contoh Kasus.........................................................................................................15
BAB 3 PENUTUP 20
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................20
3.2 Saran.....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
Penyelesaian konflik diharapkan bersifat sealami mungkin dengan tujuan
meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi dalam
menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang (Shetach, 2012). Oleh karena itu
seorang pemimpin perlu memiliki pemahaman yang cukup tentang pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap penyelesaian konflik individu ataupun organisasi (Utami, 2016).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran secara nyata dan mengembangkan pola pikir ilmiah dalam
menerapkan model manajemen konflik di seluruh tatanan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan tentang konsep dasar konflik dalam pelayanan keperawatan
2. Menjelaskan pengaruh kepemimpinan dalam manajemen konflik.
3. Mampu menjelaskan manajemem konflik yang terjadi dalam pemberian layanan
keperawatan
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
dalam suatu organisasi, asumsi yang kedua jika konflik dapat dikelola dengan baik
maka dapat menghasilkan suatu penyelesaian yang kreatif dan berkualitas, sehingga
berdampak pada peningkatan produksi (Riski, K dan Wijaya, 2018).
6
Jika dilihat dari berfungsi atau tidaknya konflik, maka konflik itu dapat dibagi
menjadi 2 yaitu :
1. Konflik Fungsional, yaitu konflik yang memang bertujuan dan mempunyai dampak
atau kegunaan yang positif bagi pengembangan dan kewajaran organisasi. Persoalan
yang menyebutkan terjadinya konflik hanya semata-mata pada persoalan bagaimana
organisasi dapat mencapai suatu taraf kemajuan tertentu yang diinginkan bersama
oleh seluruh para anggota organisasi, bukanlah segolongan atau kelompok tertentu.
Jadi hanya berhubungan dengan prospek kemajuan organisasi secara keseluruhan di
masa datang.
2. Konflik non fungsional, yaitu konflik yang sama sekali tidak berkaitan dengan
prospek kemajuan organisasi. Konflik yang terjadi hanya benar - benar berkaitan
dengan misalnya "human interest", sentimen pribadi para anggota organisai.
Demikian pula atas intrik – intrik pribadi, golongan yang human interestnya sama,
Permasalahan kurang adanya relevansi dengan prospek organisasi (Riski, K dan
Wijaya, 2018).
7
Dari beberapa pengertian kepemimpinan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
kepemimpinan berarti kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain sebagai
pengikutnya.
8
Bisa disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan seseorang merupakan fungsi dari
ketiga variabel di atas. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing variable tersebut
melalui pemahaman teori-teori gaya kepemimpinan :
a) Teori Bakat
Teori bakat dikenal dengan “Great Man Theory”. Teori bakat muncul karena
adanya keyakinan bahwa kemampuan memimpin hanya dimiliki oleh orang yang
dilahirkan dengan bakat tersebut. Teori ini tidak sepenuhnya benar sebab setiap
orang bisa menjadi pemimpin, dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan
kepemimpinannya.
b) Teori Perilaku, yang biasa digunakan Kurt Lewin (1960)
1) Otokratik : Pada gaya otokratik pemimpin melakukan kontrol maksimal
terhadap staf, membuat keputusan sendiri dalam menentukan tujuan kelompok.
Lebih menekankan pada penyelesaian tugas dari pada hubungan interpersonal.
Gaya ini cenderung menyebabkan permusuhan dan agresif atau apatis sampai
menurunnya inisiatif.
Contoh Kepala Ruang menetapkan jadwal dinas, sanksi sesuai aturan, tanpa
mempertimbangkan alasan staf perawat yang mengajukan ijin
2) Demokratik : Pemimpin mengikut sertakan bawahan dalam proses pengambilan
keputusan. Lebih menekankan pada hubungan interpersonal dan kerja
kelompok. Pemimpin menggunakan posisinya untuk mendapatkan pandangan
dan pemikiran bawahan serta memotivasi mereka untuk menentukan tujuan dan
mengembangkan rencana. Hal ini cenderung meningkatkan produktivitas dan
kepuasan kerja.
Contoh : Kepala Bidang Keperawatan selalu meminta Kepala Ruang
memberikan masukan untuk sebuah perubahan kebijakan
3) Laissez Fair : Pemimpin memberikan kebebasan bertindak, menyerahkan
perannya sebagai pemimpin kepada bawahan tanpa diberi petunjuk atau
bimbingan serta pengawasan. Pemimpin sangat sedikit merencanakan dan
membuat keputusan. Gaya kepemimpinan ini efektif bila bawahan mempunyai
9
kemampuan dan tanggung jawab yang tinggi. Bila kemampuan dan tanggung
jawab bawahan kurang cenderung menimbulkan keresahan dan frustasi.
Contoh : Kepala Ruang tidak pernah mau tahu apa yang sedang terjadi di
ruangan, staf perawat yang tidak disiplin tidak mendapat teguran yang penting
aman
c) Teori Situasional
Pemimpin berubah dari satu gaya ke gaya lainnya sesuai dengan perubahan
situasi yang terjadi. Jadi seseorang pemimpin yang efektif pada situasi tertentu
belum tentu mampu bersikap dan bertindak efektif pada situasi lain.
10
a. Perawat dan Klien
1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan
martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan
kebangsaan, kesukuan, warnakulit, umur, jeniskelamin, aliran politik dan agama
yang dianutserta kedudukan sosial.
2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara
suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan
kelangsungan hidup beragama klien.
3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan
asuhan keperawatan.
4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan dengan
tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
b. Perawat dan Praktik
1) Perawat memlihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan melalui
belajar terus-menerus
2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai
kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta ketrampilan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
3) Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan
mempertimbangkan kemampuan sertakualifikasi seseorang bilamelakukan
konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain
4) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan
selalu menunjukkan perilaku profesional.
c. Perawat dan Masyarakat
Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan
mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan
masyarakat.
11
d. Perawat dan Teman Sejawat
1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesame perawat maupun
dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana
lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
keseluruhan.
2) Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal.
e. Perawat dan Profesi
1) Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan
pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan
pendidikan keperawatan
2) Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi
keperawatan
3) Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan
memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan
yang bermutu tinggi (PPNI, 2020).
12
2.3.3 Strategi Manajemen Konflik Keperawatan
Teori perilaku konflik (Conflict Behavior) menjelaskan terdapat beberapa strategi
penyelesaian konflik, yaitu :
1. Kompromi atau Negosiasi
Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling
menyadari dan sepakat tentang keinginan bersama. Penyelesaian seperti ini sering
diartikan sebagai “lose-lose situation” kedua unsur yang terlibat menyerah dan
menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam manajemen keperawatan strategi ini
sering digunakan oleh middle dan top manajer keperawatan.
2. Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian konflik.
Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang
menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah
kemarahan, putus asa dan keinginan untuk perbaikan di masa mendatang.
3. Akomodasi
Istilah yang lain sering digunakan adalah “cooperative”. Konflik ini berlawanan
dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha mengakomodasi
permasalahan-permasalahan dan memberi kesempatan orang lain untuk menang.
Masalah utama pada strategii sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya
sering digunakan dalam suatu politik untuk suatu kekuasaan dengan berbagai
konsekuensinya.
4. Smoothing
Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional dalam konflik.
Pada strategi ini individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai
kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri.
Strategi ini bisa ditetapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang
besar misalnya persaingan pelayanan/ hasil produksi dan tidak dapat dipergunakan.
5. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah
yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan
13
masalahnya. Strategi ini dipilih bila ketidaksepakatan dapat membahayakan kedua
pihak, biaya penyelesaian lebih besar daripada menghindar, atau perlu orang ketiga
dalam menyelesaikan atau jika ada masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
6. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution” pada kolaborasi kedua unsur
terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan.
Karena keduanya meyakini akan mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Strategi kolaborasi tidak akan berjalan jika kompetisi insentif sebagai bagian dari
situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak memiliki kemampuanan dalam
menyelesaikan masalah dan tidak adanya kepercayaan dari kedua belah pihak
(Wahyudi, 2006).
14
berkonflik untuk diminta pendapatnya secara langsung dalam rapat atau sidang, dan
pimpinan bertindak sebagai moderator.
4. Tawar menawar
Tawar menawar adalah pengendalian konflik melalui proses pertukaran
persetujuan dengan maksud mencapai keuntungan kedua belah pihak yang sedang
berkonflik (win-win solution). Dalam proses ini masing-masing pihak tidak
mendapatkan secara penuh apa yang diinginkan, akan tetapi tujuan dapat tercapai
dengan mengorbankan sedikit kepentingannya. Inti dari tawar-menawar adalah
tidak mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk menyerahkan sesuatu yang
dianggap penting bagi kelompoknya.
5. Kompromi
Pendekatan ini dilakukan untuk mengatasi konflik dengan cara mencari jalan
tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bertentangan. Sikap yang
diperlukan agar dapat melaksanakan kompromi adalah salah satu pihak harus
bersedia mengerti dan merasakan keadaan pihak lain. Kedua belah pihak tidak ada
yang menang maupun kalah, masing-masing memberikan kelonggaran dan konsesi.
15
langsung. Perawat R pun merasa terpaksa harus menemui Perawat J, dan dalam pertemuan
tersebut terjadi perbedaan pendapat antara keduanya, dimana kedua belah pihak
beranggapan bahwa renovasi di unit perawatan mereka lebih penting dari renovasi di unit
perawatan lainnya. Perawat J juga menganggap perawat R tidak berkewenangan untuk
melakukan negosiasi dengannya, yang memiliki kewenangan tersebut adalah direktur
keperawatan. Konflik ini berdampak pula pada kinerja staf perawat yang bekerja di unit
masing-masing terutama dalam hal kolaborasi. Direktur keperawatan merasa bertanggung
jawab terhadap kondisi ini, dan ingin segera menyelesaikannya.
Analisa Kasus
1. Analisa Gaya Kepemimpinan
Dalam kasus diatas teori keperawatan yang dapat diterapkan adalah participative
theories dimana pemimpin yang baik mempertimbangkan apa yang orang lain miliki
sebagai masukan. Jenis kepemimpinan pada teori ini memberikan kepercayaan terhadap
bawahan untuk bersama-sama menyelesaikan konflik. Sedangkan gaya kepemimpinan
yang sesuai dipakai oleh direktur keperawatan untuk menyelesaikan kasus di atas adalah
democratic style dimana pemimpin mendorong partisipasi bawahan untuk berkontribusi
pada proses pengambilan keputusan. Direktur keperawatan tetap membuat keputusan
akhir tetapi kedua manajer keperawatan terlibat dalam brainstorming dan diskusi.
Direktur keperawatan juga harus menjalankan perannya sebagai seorang pemimpin
dalam menyelesaikan konflik pada kasus di atas, yaitu:
a. Peran interpersonal
Untuk menyelesaikan konflik pada kasus diatas, seorang direktur keperawatan
harus bisa menjalankan fungsinya sebagai seorang leader, dimana direktur
keperawatan harus bisa mengajak perawat R dan perawat J untuk duduk bersama
dalam menyelesaikan konflik. Selain itu direktur keperawatan harus menjadi
fasilitator antara kedua manager keperawatan dalam menyelesaikan konflik tersebut.
16
b. Peran informasional
Direktur keperawatan harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan langsung
ke ruangan neuroscience dan ruangan orthopedic untuk mendapatkan informasi yang
valid, yakni melihat ruangan mana yang lebih prioritas untuk dilakukan renovasi.
c. Peran pembuat keputusan
Direktur keperawatan harus menjalankan fungsinya sebagai pembuat keputusan,
dimana direktur keperawatan harus memilih ruangan mana yang akan di renovasi
terlebih dahulu agar tidak salah dalam mendistribusikan sumber dana yang ada.
Direktur keperawatan harus mampu melakukan negosiasi kepada perawat R dan
perawat J selaku manager keperawatan terkait sumber dana yang ada, sehingga
dihasilkan keputusan yang win-win solution antara kedua belah pihak.
2. Analisa Strategi Penyelesaian Konflik
Berdasarkan kasus di atas, berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan sebagai
bentuk strategi penyelesaian konflik.
a. Diagnosis (Measurement dan analisis)
1) Identifikasi batasan konflik
Berdasarkan kasus di atas, terdapat 2 jenis konflik yang terjadi antara lain
konflik interpersonal dan konflik antar kelompok. Konflik interpersonal yang terjadi
adalah antara Perawat J dan Perawat R yang sebelumnya sudah pernah berkonflik
dan jarang menjalin komunikasi satu sama lain. Konflik kedua adalah konflik antar
kelompok. Konflik ini dapat timbul ketika masing-masing kelompok bekerja untuk
mencapai tujuan kelompoknya masing-masing, dalam kasus ini kelompok yang
dimaksud adalah kelompok perawat yang bekerja di unit perawatan neuroscience
dan perawat yang bekerja di unit perawatan bedah ortopedi yang sama-sama
menuntut adanya renovasi di unit perawatan masing-masing.
2) Identifikasi penyebab konflik
Konflik dapat muncul karena ada kondisi yang melatarbelakanginya (antecedent
conditions). Dalam kasus di atas sumber terjadinya konflik adalah 3 kategori
tersebut. Kurangnya komunikasi yang terjalin antara Perawat J dan Perawat R
menyebabkan komunikasi dua arah sulit tercapai. Perbedaan jenis kelamin menjadi
17
salah satu penghambat dalam berkomunikasi asertif, dimana laki-laki cenderung
agresif, independen, dan jarang melibatkan emosi, sebaliknya wanita cenderung
pasif, dependen, dan melibatkan emosi. Kemudian untuk perbedaan kepentingan
dapat dilihat dari adanya dua kelompok perawat yang memiliki tujuan dan
kepentingan yang berbeda (terkait posisi, peran, status, dan tingkat hirarki).
3) Identifikasi sumber daya yang dapat dioptimalkan dan yang dapat menjadi
penghalang untuk manajemen konflik
Sebelum menentukan strategi-strategi dalam penyelesaian konflik, Direktur
keperawatan harus melakukan pengkajian faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
penyelesaian konflik, salah satunya sumber daya manusia yaitu terkait kemampuan,
peran dan fungsi kepemimpinan, serta gaya kepemimpinannya yang selanjutnya
mempengaruhi pilihan strategi manajemen konflik yang dihadapi.
4) Identifikasi strategi penyelesaian konflik
Konflik dapat menjadi konstruktif atau destruktif tergantung dari cara
menyelesaikan atau memanajemen konflik. Berdasarkan kasus di atas, gaya
penyelesaian konflik yang dipilih adalah berdasarkan suasana komunikasi bukan
berdasarkan gender, yaitu compromising. Gaya ini menempatkan seseorang pada
posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan
kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima
(give and take approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Outcome resolusi konflik
yang diharapkan dari kasus di atas adalah win-win solution.
b. Intervensi
Dalam hal ini kesepakatan yang mungkin ditawarkan dengan menggunakan prinsip
kompromi adalah :
1. Melakukan renovasi tahap pertama di kedua unit dengan biaya operasional dibagi 2,
yaitu 50% untuk unit neuroscience, kemudian 50% untuk unit bedah ortopedi,
kemudian di tahun selanjutnya renovasi dilanjutkan kembali.
2. Unit perawatan bedah ortopedi melakukan renovasi fisik dengan biaya 75%, sedangkan
unit neuroscience membeli perlengkapan sekunder untuk unitnya dengan biaya 25%, di
tahun berikutnya dilakukan barter, unit neuroscience mendapatkan 75% untuk renovasi
18
fisik, dan unit bedah ortopedi mendapat 25% untuk melengkapi sarana dan prasarana
lainnya.
c. Evaluasi
Setelah strategi-strategi manajemen konflik dilaksanakan, pemimpin melakukan evaluasi:
1) Evaluasi proses
Evaluasi terhadap keseluruhan proses manajemen konflik yang terdiri dari:
- Bagaimana proses berjalan?
- Terdapat progress atau tidak?
- Berapa orang yang terlibat?
- Apakah option yang ditawarkan diterima oleh pihak yang berkonflik?
- Bagaimana reaksi pihak yang berkonflik (negatif/positif, verbal/nonverbal)?
- Apakah strategi yang dipilih mengarah pada penyelesaian masalah atau memunculkan
masalah baru?
- Apakah terdapat hambatan dalam implementasi strategi yang direncanakan dalam
intervensi?
2) Evaluasi hasil
Membandingkan hasil yang didapatkan dengan indikator yang telah direncanakan
dalam intervensi. Hal yang perlu dievaluasi adalah apakah hasil manajemen konflik
mengarah pada proses yang konstruktif atau destruktif. Manajemen konflik yang
konstruktif bisa diidentifikasi dari adanya proses kreativitas di dalamnya, penyelesaian
masalah dilakukan secara bersama-sama, dimana konflik dianggap sebagai suatu
masalah yang berkualitas terhadap perkembangan individu atau suatu organisasi yang
harus ditemukan pemecahan masalahnya. Sedangkan konflik bersifat destruktif bila
berfokus hanya pada satu individu saja, menggunakan emosi yang bersifat negatif, dan
menurunkan fungsi suatu grup atau organisasi (Utami, 2016).
19
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide, nilai-nilai,
keyakinan, dan perasaan antara dua orang atau lebih. Seorang pemimpin memiliki
peran yang besar dalam mengelola konflik yang konstruktif dalam pengembangan,
peningkatan, dan produktivitas suatu organisasi. Gaya kepemimpinan seseorang sangat
mempengaruhi pemilihan strategi penanganan konflik (integrating, obliging,
dominating, avoiding, dan compromising). Salah satu model penyelesaian konflik yang
digunakan adalah Model Rahim (2002), yang terdiri atas proses diagnosis, intervensi,
dan evaluasi. Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan langkah-langkah identifikasi,
antara lain identifikasi batasan konflik, sumber konflik, potensi sumber daya manusia,
dan identifikasi strategi yang akan dilakukan. Proses selanjutnya adalah intervensi.
Terdapat bermacam-macam strategi intervensi konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi,
konsiliasi, mediasi, arbitrasi, litigasi, dan force yang dapat dipilih berdasarkan gaya
kepemimpinan seseorang. Intervensi yang dipilih bersifat sealami mungkin dan mampu
memperbaiki keadaan dalam suatu organisasi dan meningkatkan proses belajar dan
pemahaman individu atau organisasi dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun
yang akan datang. intervensi juga diharapkan dapat memperbaiki struktur organisasi,
seperti dalam hal mekanisme integrasi dan diferensiasi, hirarki, prosedur, reward
system, dan lain sebagainya. Proses terakhir adalah evaluasi sebagai mekanisme umpan
balik terhadap proses diagnosis dan intervensi yang telah dilakukan.
3.2 Saran
Perlu adanya kegiatan pelatihan dasar kepemimpinan yang berkelanjutan bagi
profesi keperawatan, khususnya sebagai perawat pengelola (manajer) untuk dapat
menerapkan gaya kepemimpinan yang baik dalam menentukan strategi penyelesaian
konflik.
20
DAFTAR PUSTAKA
21