Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

MANAJEMEN KONFLIK KEPERAWATAN

DOSEN PENGAMPU:

Rizki Yeni Wulandari, S.Kep., Ners., M.Kep

Kelas A

Disusun Oleh: Kelompok 6

1. AFIF GHARIZA (1801002)


2. ANDRIYANTI A.G (1801005)
3. ARDY PRAMUDYA EKA P (1801008)
4. ECHA SECHONDELA F.F (1801022)
5. HADIAN FIRDAUS (1801027)
6. LILI NURROHMAH (1801034)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2021/2022


ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
limpahan rahmat-Nya makalah tentang “Manajemen Konflik Keperawatan” ini
dapat terselesaikan dengan baik. Meskipun masih banyak kekurangan baik dari
isi, sistematika, maupun cara penyajiannya. Makalah tentang “Manajemen
Konflik Keperawatan” ini adalah sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
Manajemen Keperawatan. Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Rizki
Yeni Wulandari, S.Kep., Ners., M.Kep selaku dosen pembimbing Mata Kuliah
Manajemen Keperawatan. Serta bagi semua pihak yang turut mendukung dalam
pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam


mempelajari materi tentang “Manajemen Konflik Keperawatan”. Semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lain yang akan menulis tentang tema
yang sama, khususnya bagi kami sendiri sebagai penyusun.

Pringsewu, 7 Maret 2022

Penyusun
Kelompok 6
iii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
C. Tujuan ................................................................................................. 4

BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 5


A. Definisi ................................................................................................ 5
B. Sejarah Terjadinya .............................................................................. 6
C. Sumber Konflik ................................................................................... 7
D. Kategori Konflik ................................................................................. 8
E. Proses Konflik ..................................................................................... 9
F. Penyelesaian Konflik ......................................................................... 11
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konflik ...................................... 14

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 18


A. Kesimpulan ........................................................................................ 18
B. Saran ................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 20


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) di
Makassar, fenomena yang terjadi saat ini menyangkut perawat yaitu
seringkali terjadi ketidakseimbangan insentif atau reward antar kelompok
dokter, perawat dan yang setara dengan perawat, tenaga administrasi serta
tingkatan manajer rumah sakit sehingga menyebabkan terjadinya konflik.
Konflik yang berkepanjangan menyebabkan menurunnya komitmen
karyawan terhadap organisasi, khususnya perawat. Dengan menurunnya
komitmen tersebut, maka kinerja perawat pun menjadi menurun atau
kurang. Perawat dalam menjalankan profesinya sangat relevan terhadap
stres, kondisi ini dipicu karena adanya tuntutan dari pihak organisasi dan
interaksinya dengan pekerjaan yang sering dilakukan oleh perawat
(Nursalam, 2002) adalah bersifat fisik seperti mengangkat pasien,
mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien,
mendorong brankart dan bersifat mental yaitu kompleksitas pekerjaan
misalnya keterampilan, tanggung jawab terhadap kesembuhan, mengurus
keluarga serta menjalin komunikasi dengan pasien. Menurut Marquis dan
Houston (1998, dalam Nursalam, 2007), konflik sebagai masalah internal
dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-
nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. Konflik sering terjadi pada
setiap tatanan keperawatan. Konflik terjadi dalam setiap hubungan,
termasuk perawat ditempat kerja. Prevalensi konflik di tempat kerja secara
statistik menunjukkan bahwa 24-60% waktu dari manajemen dihabiskan
terkait dengan konflik. Peran kepemimpinan dalam konflik merupakan
elemen penting. Kemampuan mereka akan mempengaruhi strategi mereka
dalam konflik dan meningkatkan staf untuk bekerja secara efektif sehingga
dapat terwujud pelayanan keperawatan yang bermutu.
2

Hasil survey awal Danur Azissah menunjukkan bahwa dari 9


orang perawat terdapat 6 orang perawat yang mengalami stres kerja
seperti mudah marah, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap
tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat dan kesulitan
dalam masalah tidur, serta ada dua orang yang sering tidak masuk
kerja. Di samping itu stress kerja perawat disebabkan konflik antara
perawat dan tenaga kesehatan lain maupun dengan pasien. Bentuk
konflik yang sering terjadi adalah masalah pembagian tugas dan
insentif yang tidak jelas dan tidak merata, sering tidak bertanggung
jawab terhadap tugas serta menyalahkan rekan kerja yang lain. Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar (78,3%) responden
mengatakan manajemen konflik kurang baik. Dari 18 orang
responden yang mengatakan manajemen konflik kurang baik, ada 10 orang
(55,6%) responden mengalami stres kerja, sedangkan dari 5 orang
responden yang mengatakan manajemen konflik kurang baik, ada 1
orang (20%) responden mengalami stres kerja.

Setiap organisasi dimana di dalamnya terjadi interaksi antara


satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik.
Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik
antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan
keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya
yang mana situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik.
Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk
perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan
juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan
tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan
tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan
kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas
kerja komunitas secara tidak langsung dengan melakukan banyak
kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu
komunitas, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh
3

suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru,


persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta
berbagai macam kepribadian individu ( Swanburg, 1993). Sebagai
manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan
nyata asuhan keperawtan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai
dua asumsi dasar tentang konflik. Asumsi dasar yang pertama
adalah konflik adalah hal yang tidak dapat dihindari dalam suatu
organisasi. Asumsi yang kedua adalah jika konflik dapat dikelola
dengan baik, maka dapat menghasilkan suatu penyelesaian yang kreatif
dan berkualitas, sehingga berdampak terhadap peningkatan dan
pengembangan produksi. Disini peran manajer sangat penting dalam
mengelola konflik. Manajer berusaha menggunakan konflik yang
konstruktif dalam menciptkan lingkungan yang produktif. Jika konflik
mengarah ke suatu yang menghambat, maka manajer harus
mengidentifikasikan sejak awal dan secara aktif melakukan intervensi
supaya tidak berefek pada produktifitas dan motivasi kerja (Nursalam,
2011).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konflik?
2. Bagaimana sejarah terjadinya konflik?
3. Apa saja sumber konflik berasal?
4. Apa saja macam – macam kategori konflik ?
5. Bagaimana proses konflik terjadi?
6. Bagaimana penyelesaian dari konflik?
7. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi dari manajemen
konflik?
4

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang pengertian manajemen konflik
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui sejarah terjadinya konflik
2. Mengetahui sumber-sumber konflik
3. Mengetahui macam-macam kategori konflik
4. Mengetahui proses konflik itu terjadi
5. Mengetahui cara penyelesaian dari konflik
6. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dari
manajemen konflik
5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konflik
Menurut Marquis dan Hutson (1998) mendefinisikan konflik
sebagai masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari
perbedaan pendapat, nilai-nilai atau keyakinan dari dua orang atau
lebih (Nursalam, 2011).

Menurut Littlefield (1995) mengatakan bahwa konflik dapat


dikategorikan sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu
kejadian, konflik terjadi akibat ketidaksetujuan antara dua orang atau
organisasi yang merasa kepentingannya terancam. Sebagai proses,
konflik dimanifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang
dilakukan dua orang atau kelompok, dimana setiap orang atau
kelompok berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan dari pihak
lawan. Sumber konflik dalam sebuah organisasi dapat ditemukan pada
kekuasaan, komunikasi, tujuan seseorang dan organisasi, ketersediaan
sarana, perilaku kompetisi dan kepribadian, serta peran yang
membingungkan (Nursalam, 2011).

Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap


tatanan asuhan keperawatan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai
dua asumsi dasar tentang konflik. Asumsi dasar yang pertama adalah
konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam suatu
organisasi. Asumsi yang kedua adalah jika konflik dapat dikelola
dengan baik, maka dapat menghasilkan suatu penyelesaian yang kreatif
dan berkualitas, sehingga berdampak terhadap peningkatan dan
pengembangan produksi. Di sini, peran manajer sangat penting dalam
mengelola konflik. Manajer berusaha menggunakan konflik yang
konstruktif dalam menciptakan lingkungan yang produktif. Jika konflik
6

mengarah ke suatu yang menghambat, maka manajer harus


mengidentifikasi sejak awal dan secara aktif melakukan intervensi
supaya tidak berefek pada produktivitas dan motivasi kerja.
Belajar menangani konflik secara konstruktif dengan menekankan pada
win-win solution merupakan keterampilan kritis dalam suatu
manajemen.

B. Sejarah Terjadinya Konflik


Sejarah terjadinya suatu konflik pada suatu organisasi dimulai
seratus tahun yang lalu, dimana konflik adalah suatu kejadian yang
alamiah dan peristiwa yang terjadi di organisasi. Pada awal abad ke 20,
konflik diindikasikan sebagai suatu kelemahan manajemen pada suatu
organisasi yang harus dihindari (Nursalam, 2011).

Pada awal abad ke 19, ketika ketidakpuasan staf dan umpan balik
dari atasan tidak ada, maka konflik diterima secara pasif sebagai suatu
kejadian yang normal dalam organisasi. Oleh karena itu seorang manajer
harus belajar bagaimana menyelesaikan konflik tersebut daripada
berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam sebuah organisasi
merupakan suatu unsur penghambat staf dalam melaksanakan tugasnya,
tetapi diakui bahwa konflik dan kerjasama dapat terjadi secara
bersamaan (Nursalam, 2011).

Teori interaksi pada taguh 1970 mengemukan bahwa konflik


merupakan suatu hal yang penting dan secara aktif mengajak organisasi
untuk menjadikian konflik sebagai salah satu petumbuhan produksi.
Teori ini menekankan bahwa konflik dapat mengakibatkan pertumbuhan
produksi sekaligus kehancuran organisasi, keduanya tergantung
bagaimana manajer mengelolanya (Nursalam, 2011).

Menurut Erwin (1992), konflik dapat berupa sesuatu yang


kualitatif atau kuantitatif. Meskipun konflik berakibat pada stress, tetapi
dapat juga mmeningktakan produksi dan kreativitas. Manajemen konflik
7

yang konsrtruktif akan menghasilkan lingkungan yang kondusif untuk


didiskusikan sebagai suatu fenomena utama, komunikasi yang terbuka
melaui pengutaraan perasaan, dan tukar pikiran serta tanggung jawab
yang menguntungkan dalam menyelesaikan suatun perbedaan (Nursalam,
2011).

C. Sumber Konflik
Beberapa sumber konflik dalam organisasi dapat disebabkan oleh
beberapa hal berikut:
1. Keterbatasan sumber daya
2. Perbedaan tujuan
3. Ketidakjelasan peran
4. Hubungan dalam pekerjaan
5. Perbedaan antar individu
6. Masalah organisasi
7. Masalah dalam komunikasi. (Nursalam. 2011).

Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut:


1. Batasan pekerjaan yang tidak jelas
Pendeskripsian batasan pekerjaan yang tidak jelas dapat memicu
munculnya konflik dikarenakan adanya orangCindividu yang tidak
tahu pekerjaanya dan dapat mengganggu tugas dan wewenang dari
orang lain.
2. Hambatan komunikasi
Konflik juga dapat terjadi jika komunikasi dalam suatu komunitas
tidak berjalan lancar kondisi yang seperti ini akan menimbulkan
misumderstanding atau kesalahpahaman.
3. Tekanan waktu
Tekanan waktu juga dapat memicu adanya konflik, jika dalam suatu
komunitas tidak dapat memanage waktu dengan baik dan
menggunakannya secara efektif dalam mencapai target yang
ditentukan.
4. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
8

Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal, juga dapat
memicu konflik dikarenakan adanya standar, peraturan dan kebijakan
yang tidak dapat diwujudkan.
5. Pertikaian antar pribadi
Pertikaian antar pribadi juga dapat memicu adanya konflik karena
akan muncul tidak adanya sinergi kerjasama antara pribadi yang
bertikai dan mencari pembenaran pribadi masing-masing.
6. Perbedaan status
Perbedaan status juga termasuk pemicu munculnya konflik,
karena adanya yang merasa superioritas/diatas daripada yang lain.
7. Harapan yang tidak terwujud
Harapan yang tidak terwujud akan memicu konflik karena akan
menjadi halangan tersendiri bagi komunitas atau individu ketika
adanya harapan yang tidak terwujud dapat menurunkan self
confidance/kepercayaan dirinya menurun sehingga terjadi
kesusahan dalam mempercayai diri maupun orang lain.
8. Perilaku menentang
Perilaku menentang dapat menimbulkan konflik yang menghasilkan
perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku itu ditunjukkan.

D. Kategori Konflik
Menurut Marquis dan Huston (1998), konflik dipandang secara
vertikal dan horisontal. Konflik vertikal terjadi antara atasan dan bawahan
sedangkan konflik horisontal terjadi antara staf dengan posisi dan
kedududukan yang sama. Konflik dapat dibedakan menjadi tiga yakni:
1. Konflik Intrapersonal
Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi pada individu itu
sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal untuk
mengklarifikasi masalah nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi.
Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari manifestasi peran.
Misalnya, manajer mungkin merasa mempunyai konflik intrapersonal
dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap
9

pekerjaan, loyalitas kepada pasien.


2. Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai,
tujjuan dan keyakinan berbeda. Konlfik ini seering terjadi karena
seseorang dengan konstan berinteraksi denagn orang lain sehingga
ditemukan perbedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konflik
dengan teman sesama manajer, atasan, dan bawahannya.
3. Konflik Antar kelompok (Intergroup)
Konflik yang terjadi antara dua atau lebih kelompok, departemen
atau organisasi. Sumber konflik ini adalah hambatan dalam mencapai
kekuasaan dan otoritas (kualitas layanan), serta keterbatasan
prasarana (Nursalam, 2011).

E. Proses Konflik
Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan, yakni :
1. Konflik Laten
Tahapan konflik yang terjadi terus-menerus (Laten) dalam suatu
organisasi. Misalnya, kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan
yang cepat. Kondisin tersebut memicu terhadap ketidakstabilan
organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik yang ada
terkadang tidak nampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.
2. Konflik yang dirasakan (Felt Conflict)
Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai
ancama, ketakutan, tidak percaya dan marah. Konflik ini disebut juga
sebagai konflik affectiveness. Hal ini penting bagi seseorang untuk
menerima konflik dan tidak merasakn konflik tersebut sebagai
suatu masalah/ancaman terhadap keberadaannya.
3. Konflik yang tampak/Sengaja Dimunculkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan
yang dilakukan mungkin menghindar, kompetisi, debat, atau mencari
penyelesaian konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar
menggunakan kompetisi, kekuatan, dan agresivitas dalam
10

menyelesaikan konflik. Sementara itu, penyelesaian konflik dalam


suatu orgasnisasi memerlukan upaya dan strategi sehingga dapat
mencapai tujuan organisasi.
4. Resolusi Konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara
memuasakan semua orang terlibat didalamnya dengan prinsip win-
win solution. Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :
a. Konflik itu sendiri
b. Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
c. Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
d. Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
e. Ketersediaan waktu dan tenaga.
5. Konflik aftermath
Konflik aftermath merupakan konflik yang terjadi akibat dari tidak
terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi
masalah besar dan bisa menjadi penyebab dari konflik yang
utama bila tidak segera diatasi atau dikurangi. (Nursalam, 2011).
11

F. Penyelesaian Konflik

1. Langkah – Langkah
Menurut Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan
suatu konflik meliputi pengkajian, identifikasi, dan intervensi.
a. Pengkajian
1) Analisis situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menetukan waktu yang
diperlukan, setelah dilakukan pengumpulan fakta dan
memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih
mendalam. Kemudian siapa yang telibat dan peran
masing-masing. Tentukan jika situasinya dapat diubah.
2) Analisis dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritaskan fenomena yang terjadi.
Tentukan masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian
yang dimulai dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian
malasah dalam satu waktu.
3) Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai (Nursalam, 2011).
12

b. Identifikasi
1) Mengelola perasaan
Hindari respons emosional: marah, sebab setiap orang
mempunyai resp-on yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi,
dan tindakan (Nursalam, 2011).
2) Intervensi
a) Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaiakan
dengan mudah atau baik. Selanjutnya identifikasi hasil
yang positif yang akan terjadi.
b) Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik.
Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-
beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk menyeleksi
konflik yang terjadi (Nursalam, 2011).

2. Kunci Langkah dalam Manajemen Konflik


a. Set the tone: kendalikan diri dan jangan ada ancaman.
b. Get the feeling: beri kesempatan untuk mengekspresikan perasaan.
c. Get the fact: mendengarkan dan mengamati dengan saksama.
d. Ask for help: beri kesempatan karyawan untuk mencari solusi yang
terbaik dan gali konsekuensi dari keputusan yang akan dibuat.
e. Get a commitment: komitmen dan pengorbanan.
f. Follow up: tindak lanjuti secara konsisten.

3. Beberapa Strategi dalam Penyelesaian Konflik


a. Kompromi atau negosiasi
Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua pihak yang
terlibat saling menyadari dan sepakat pada keinginan bersama.
Strategi ini biasa disebut dengan lose-lose situation. Kedua belah
pihak yang terlibat saling menyerah dan menyepakati hal yang
telah dibuat. Didalam manajemen keperawatan, strategi ini biasa
digunakan oleh middle dan top manajer keperawatan.
13

b. Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai win-lose situation. Penyelesaian
ini menekankan hanya ada satu orang atau kelompok yang menang
tanpa mempertimbangkan kalah. Akibat negatif dari strategi ini
adalah kemarahan, putus asa, dan keinginan untuk perbaikan
dimasa mendatang.
c. Akomodasi
Istilah lain yang sering digunakan adalah cooperative situation.
Konflik ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini
seseorang berusaha mengakomodasi permasalahan, dan memberi
kesempatan pada orang lain untuk menang. Pada strategi ini,
masalah utama yang terjadi sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi
ini biasanya digunakan dalam dunia politik untuk merebut
kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.
d. Smoothing
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara
mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini,
individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai
kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan
introspeksi diri. Strategi ini bisa diterapakan pada konflik yang
ringan tetapi tidak dapat dipergunakian pada konflik yang besar,
misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi.
e. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari
tentang masalah yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar
atau tidak menyelesaikan masalah. Strategi ini biasanya dipilih bila
ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian
lebih besar daripada menghindar, atau perlu orang ketiga dalam
menyelesaiaknnya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan
sendirinya.
f. Kolaborasi
Menurut Bowditch dan Buono (1994) strategi ini merupakan
14

strategi win-win solution. Dalam kolaborasi, kedua belah pihak


yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam
mencapai suatu tujuan. Karena keduanyan yakin akan tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan. Strategi kolaborasi tidak akan
berjalan jika kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut,
kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam
menyelesaikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua
kelompok/seseorang (Nursalam, 2011).

4. Konfik Positif
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif
apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu
perubahan :
a. Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang
perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
b. Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
c. Menumbuhkan semangat baru pada staf.
d. Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
e. Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata
dalam organisasi.

G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya manajemen konflik
antara lain:
1. Asumsi mengenai konflik
Asumsi seseorang mengenai konflik akan mempengaruhi pola
perilakunya dalam menghadapi situasi konflik. Ketika seseorang telah
memiliki asumsi pandangan tentang konflik maka ia akan berfikir
bagaimana caranya mengatasi konflik tersebut.
2. Persepsi mengenai penyebab konflik
Persepsi seseorang mengenai penyebab konflik akan memengaruhi
gaya manajemen konfliknya. Persepsi seseorang yang menganggap
penyebab konflik menentukan kehidupan atau harga dirinya akan
15

berupaya untuk berkompetisi dan memenangkan konflik. Sebaliknya,


jika orang menganggap penyebab konflik tidak penting bagi
kehidupan dan harga dirinya, ia akan menggunakan pola perilaku
menghindar dalam menghadapi konflik.
3. Ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya
Seseorang yang menyadari bahwa ia menghadapi konflik akan
menyusun strategi dan taktik untuk menghadapi lawan konfliknya.
Karena dengan menyusun strategi dan taktik merupakan suatu unsur
penting dalam manajemen konflik, yang pada intinya untuk
mencapai tujuan yang diinginkan yaitu konflik yang dihadapi
terselesaikan.
4. Pola komunikasi dalam interaksi konflik
Konflik merupakan proses interaksi komunikasi diantara pihak-pihak
yang terlibat konflik. Jika proses komunikasi berjalan dengan baik,
pesan kedua belah pihak akan saling dimengerti dan diterima secara
persuasif, tanpa gangguan dan menggunakan humor yang segar.
Dengan menggunakan komunikasi interpersonal yang dianggap
efektif, akan dapat memahami pesan dengan benar, dan
memberikan respon sesuai dengan yang diinginkan.
5. Kekuasaan yang dimiliki
Konflik merupakan permainan kekuasaan di antara kedua belah pihak
yang terlibat konflik. Jika pihak yang terlibat konflik merasa
mempunyai kekuasaan lebih besar dari lawan konfliknya,
kemungkinan besar, ia tidak mau mengalah dalam interaksi konflik.
6. Pengalaman menghadapi situasi konflik.
Proses interaksi konflik dan gaya manajemen konflik yang digunakan
oleh pihak-pihak yang terlibat konflik dipengaruhi oleh pengalaman
mereka dalam menghadapi konflik dan menggunakan gaya
manajemen konflik tertentu.
7. Sumber yang dimiliki
Gaya manajemen konflik yang digunakan oleh pihak yang terlibat
konflik dipengaruhi oleh sumber-sumber yang dimilikinya. Sumber-
16

sumber tersebut antara lain kekuasaan, pengetahuan, pengalaman, dan


uang.
8. Jenis kelamin
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin pihak
yang terlibat konflik mempunyai pengaruh terhadap gaya manajemen
konflik yang digunakannya.
9. Kecerdasan emosional
Banyak artikel dan penelitian yang berkesimpulan bahwa dalam
memanajemen konflik diperlukan kecerdasan emosional. Kecerdasan
emosional merupakan kemampuan seseorang mengatasi dan
mengontrol emosi dalam menghadapi konflik, menggunakan dan
memanfaatkan emosi untuk membantu pikiran.
10. Kepribadian
Kepribadian seseorang mempengaruhi gaya manajemen konfliknya.
Seseorang yang punya pribadi pemberani, garang, tidak sabar, dan
berambisi untuk menang cenderung memilih gaya kepemimpinan
berkompetisi. Sedangkan orang yang penakut dan pasif cenderung
untuk menghindari konflik.
11. Budaya organisasi sistem sosial
Budaya organisasi sistem sosial (organisasi tentara, tim olah raga,
pondok pesantren, dan biara) dengan norma perilaku yang berbeda
menyebabkan para anggotanya memiliki kecenderungan untuk
memilih gaya manajemen konflik yang berbeda. Dalam masyarakat
barat, anak semenjak kecil diajarkan untuk berkompetisi. Disisi lain,
di masyarakat Indonesia, anak diajarkan untuk berkompromi atau
menghindari konflik.
12. Prosedur yang mengatur pengambilan keputusan jika terjadi Konflik
Organisasi birokratis atau organisasi yang sudah mapan umumnya
mempunyai prosedur untuk menyelesaikan konflik. Dalam prosedur
tersebut, gaya manajemen konflik pimpinan dan anggota
organisasi akan tercermin.
13. Situasi konflik dan posisi dalam konflik
17

Seseorang dengan kecenderungan gaya manajemen konflik


berkompetisi akan mengubah gaya manajemen konfliknya jika
menghadapi situasi konflik yang tidak mungkin ia menangkan.
Oleh karena itu, situasi konflik sangat mempengaruhi gaya
manajemen konflik itu sendiri agar situasi konflik itu dapat
dimenangkan.
14. Pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen konflik
Jika A terlibat konflik dengan B, C, dan D serta dapat
memenangkan konflik dengan menggunakan gaya manajemen
konflik kompetisi, ia memiliki kecenderungan untuk menggunakan
gaya tersebut bila terlibat konflik dengan orang yang sama atau orang
lain.
15. Keterampilan berkomunikasi
Keterampilan berkomunikasi seseorang akan memengaruhinya dalam
memilih gaya manajemen konflik. Seseorang yang kemampuan
komunikasinya rendah akan mengalami kesulitan jika
menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi, kolaborasi, atau
kompromi. Ketiga gaya manajemen konflik tersebut memerlukan
kemampuan komunikasi yang tinggi untuk berdebat dan berinisiasi
dengan lawan konflik.
1

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Konflik adalah suatu masalah internal dan eksternal yang terjadi
sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai atau keyakinan
dari dua orang atau lebih.
2. Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut:
batasan pekerjaan yang tidak jelas, hambatan komunikasi, tekanan
waktu, standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal,
pertikaian antar pribadi, perbedaan status, harapan yang tidak
terwujud.
3. Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan: disiplin,
pertimbangan Pengalaman dalam tahapan kehidupan, komunikasi
dan mendengarkan secara aktif.
4. Strategi dalam penyelesaian konflik:
b. Menghindar
c. Mengakomodasi
d. Kompetisi
e. Kompromi atau Negosiasi

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa keperawatan hendaknya lebih semangat membaca dan
memahami tentang manajemen konflik sehingga kelak menjadi
seorang tenaga perawat yang profesional kita dapat
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan profesi kita
semaksimal mungkin dalam tugas.
2

2. Bagi Pembaca
Diharapkan setelah memahami mampu memahami tentang
manajemen konflik sehingga dapat menerapkannya bila terjadi
konflik di organisasi.

3. Bagi Institusi
Diharapkan agar fasilitas seperti buku-buku di perpustakaan
ditambahkan agar mahasiswa lebih mudah mendapatkan informasi
mengenai manajemen konflik.
3

DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, 2011. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik


Keperawatan Profesional Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

www.kmpk.ac.id/data/SPMK/MANAJEMENKONFLIK.doc, diakses
pada tanggal 7 Maret 2022.

Wirawan, 2010. Konflik & Manajemen Konflik : Teori, Aplikasi, &


Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika
4

ANALISIS JURNAL

"ANALISIS HUBUNGAN KEMAMPUAN MANAJEMEN KONFLIK


KEPALA RUANGAN DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT
PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT TK.III
REKSODIWIRYO PADANG"

A. P (Problem)
Dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh konflik antara lain
menurunnya produktivitas kerja, seperti mempengaruhi hubungan kerja
tim sehingga berdampak pada kepuasan kerja perawat pelaksana, dan
proses kegiatan pelayanan yang dilakukan menjadi terhambat.

B. I (Intervention)
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei s/d Juni 2018 di Rumah Sakit
TK.III Reksodiwiryo Padang yaitu diruang rawat inap yang terdiri dari
ruang I, ruang II, ruang III, ruang IV ruang V, ruang paru, Ruang paviliun,
ruang HCU dan HWS dengan jumlah sampel sebanyak 83 responden.
Pengambilan sampel diambil secara proporsional simple random sampling
yaitu dari 105 populasi didapatkan sampel sebanyak 83 responden. Setelah
peneliti menemukan responden dengan kriteria penelitian maka peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, memberikan informed consent
meminta responden untuk menandatanganinya. Peneliti memberikan
kuesioner yang terdiri dari kuesioner karakteristik perawat serta kuesioner
untuk mengetahui strategi manajemen konflik. Lalu peneliti melakukan
observasi apakah terdapat hubungan yang signifikan pada kemampuan
manajemen konflik kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat
pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Tk.III Reksodiwiryo Padang.

C. C (Comparison)
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Daniyanti (2016) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan manajemen
5

konflik dengan kepuasan kerja (p-value = 0,032). Dari 40 perawat yang


manajemen konfliknya baik, (55,0%) perawat merasa puas dengan
pekerjaannya. Sedangkan dari 33 perawat yang manajemen konfliknya
kurang baik, (72,3%) perawat merasa kurang puas dengan pekerjaannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik strategi kompromi
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja perawat.

D. O (Outcome)
Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara manaJemen konflik dengan kepuasan kerja di RS Tk III
Dr.Reksodiwiryo (p-value 0,000 < 0,05), strategi kompromi strategi
kompetensi (p=0,025), strategi akomodasi (p=0,000), strategi menghindar
(0,017), strategi kolaborasi (p=0,021).

E. Tipe Of Study
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan
cross sectonal.
6

DAFTAR PUSTAKA

Daniyanti, Mrya. (2016). Hubungan Manajemen Konflik Dengan Kepuasan Kerja


Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Doris, Astri, dkk. (2019). Analisis Hubungan Kemampuan Konflik Kepala


Ruangan dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Tk.III Reksodiwiryo Padang

Anda mungkin juga menyukai