Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manajemen merupakan proses pelaksanaan kegiatan organisasi
melalui upaya orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan
manajemen keperawatan dapat diartikan sebagai pelaksanaan pelayanan
keperawatan melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan, pengobatan dan rasa aman, kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Pengorganisasian merupakan fungsi
manajemen kedua yang penting dilaksanakan oleh setiap unit kerja
sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berdaya guna dan berhasil
guna. Pengorganisasian merupakan pengelompokan yang terdiri dari
beberapa aktifitas dengan sasaran untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan masing-masing kelompoknya untuk melakukan koordinasi
yang tepat dengan unit lain secara horizontal dan vertikal untuk mencapai
tujuan organisasi sebagai organisasi yang komplek, maka pelayanan
keperawatan harus mengorganisasikan aktivitasnya melalui kelompok-
kelompok sehingga tujuan pelayanan keperawatan akan tercapai.
Ruang rawat merupakan salah satu pusat pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh semua tim
kesehatan dimana semua tenaga termasuk perawat bertanggung jawab
dalam penyelesaian masalah kesehatan klien. Pengorganisasian pelayanan
keperawatan secara optimal akan menentukan mutu pelayanan
keperawatan yang diberikan Yang menjadi bahasan dalam pelayaan
keperawatan diruang rawat meliputi: struktur organisai ruang rawat,
pengelompokkan kegiatan (metode pengawasan), koordinasi kegiatan dan
evaluasi kegiatan kelompok kerja; yang bertujuan untuk memberikan
gambaran tentang struktur organisasi dalam pelayanan keperawatan untuk
mencapai tujuan.

1
Pengorganisasian adalah salah satu fungsi manajemen yang juga
mempunyai peranan penting seperti halnya fungsi perencanaan. Melalui
fungsi pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki oleh
organisasi (manusia dan yang bukan manusia) akan di atur penggunaannya
secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Berdasarkan definisi tersebut, fungsi pengorganisasian
merupakan alat untuk memadukan (sinkronisasi) dan mengatur semua
kegiatan yang ada kaitannya dengan personil, finansial, material dan
tatacara untuk mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati bersama
(Muninjaya, 2004).
Salah satu fungsi manajerial yang berpengaruh langsung pada
kepuasan adalah pengorganisasian.Pengorganisasian (organizing)
merupakan fungsi manajemen yang mengatur proses mobilisasi dalam
suatu organisasi. Menurut Hubber (2006) dalam Herlambang (2012)
menyatakan bahwa pengorganisasian merupakan fungsi kedua dari fungsi
manajemen setelah perencanaan yang menggerakkan seluruh sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya (material) dalam suatu organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi. Melalui fungsi ini, manajer keperawatan
akan mengatur seluruh perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
yang disesuaikan dengan karakteristik pekerjaan masing-masing sehingga
tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal. Aspek yang di
kemukakan pada pengorganisasian ini adalah struktur organisasi,
pengelompokkan kegiatan, koordinasi kegiatan, evaluasi kegiatan serta
kelompok kerja.
Keberhasilan fungsi manajerial tidak terlepas dari faktor menjaga
kualitas hubungan pimpinan dengan stafnya dalam memotivasi dan
meningkatkan kepuasan staf (Nursalam, 2008).Perilaku dan kemampuan
pemimpin merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja. Gruenberg (1980 dalam Mangkunegara, 2004)
menyebutkan bahwa hubungan yang akrab dan saling tolong menolong
dengan teman sekerja serta penyelia (pemimpin) adalah sangat penting dan

2
memiliki hubungan kuat dengan kepuasan kerja dan tidak ada kaitannya
dengan keadaan tempat kerja serta jenis pekerjaan. Disinilah peran
kepemimpinan kepala ruangan sangat penting sebagai pemimpin yang
mengatur perawat dalam memberikan pelayanan langsung pada pasien,
terutama dalam menerapkan fungsi pengorganisasian.
Keperawatan sebagai profesi bertanggungjawab meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan dan mengurangi kesakitan
yang diberikan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki
secara mandiri maupun bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lain,
sehingga mutu pelayanan keperawatan dapat dicapai dan ditingkatkan.
Disadari bahwa pelayanan keperawatan yang ada saat ini masih belum
mencapai kualitas, karena 2 belum semua jenis pelayanan keperawatan
memiliki standar, prosedur dan kriteria tertentu baik dari segi pendidikan,
pelayanan maupun kompetensi yang diharapkan.(Simanjuntak, 2011).
Hingga saat ini, Indonesia masih kekurangan tenaga perawat.Rasio
perbandingan antara jumlah perawat dan pasien yang idealnya 1:4.000, di
Indonesia masih satu perawat bisa melayani 10.000 pasien atau bahkan
lebih.Ketua Umum Persatuan Perawat Indonesia (PPNI) Dewi Irawaty
(2012) mengatakan, beban perawat yang terlalu banyak itu akhirnya
berdampak buruk pada kualitas pelayanan yang diberikan perawat kepada
pasien.
Beberapa alasan yang mendukung pendapat bahwa perawat adalah
komponen penting dalam rumah sakit adalah karena perawat adalah ujung
tombak pelayanan di rumah sakit, penerima dan sekaligus pengantar
pasien pulang rumah sakit, personil rumah sakit yang kontak terlama dan
tersering dengan pasien, jumlah perawat yang terbesar. Sebelum seorang
penderita mendapatkan pelayanan dokter, maupun rumah sakit, mereka
terlebih dahulu akan berhadapan dan melakukan kontak dengan para
perawat. Bahkan posisi perawat dapat memberikan kesan pada pelayanan
kesehatan ataupun pelayanan rumah sakit. Baik buruknya keseluruhan

3
suatu pelayanan kesehatan akan dinilai oleh konsumen berdasarkan kesan
pertama terhadap mutu pelayanan perawatnya (Sudiro, 2012).
Saat ini perawat ada diberbagai tempat dengan berbagai peran dan
berkolaborasi dengan berbagai profesi kesehatan yang ada.Praktik
keperawatan di atur oleh pihak administrasi rumah sakit, lembaga
kesehatan di wilayah dan propinsi, serta menetapkan regulasi legal yang
spesifik untuk praktik keperawatan. Selain itu organisasi profesi
keperawatan juga menetapkan standar kerja sebagai kriteria untuk asuhan
keperawatan profesional (Mubarok & Chayatin, 2009). Kepuasan perawat
adalah bagian dari rangkaian proses mutu layanan keperawatan pada
fungsi pengendalian manajemen keperawatan. Sebagai organisasi yang
bergerak dibidang jasa, rumah sakit seharusnya memperhatikan mutu
layanan karena mustahil kepuasan pasien akan optimal jika pemberi
layanan merasa tidak puas dalam bekerja. Sudah sepantasnya pihak
manajemen rumah sakit memberikan perhatian yang ekstra terhadap
tenaga perawat pelaksana, karena mereka adalah ujung tombak dalam
melayani pasien.
Perkembangan dan perubahan situasi yang berkaitan dengan
kegiatan keperawatan di masa datang, manajer keperawatan di ruangan
akan berpotensi menghadapi beberapa permasalahan untuk mengurangi
kendala dan permasalahan manajerial yang timbul sebagai akibat
perubahan peran fungsi dan tanggung jawab manajer keperawatan
diperlukan pendekatan yang tepat. Salah satu metode yang diharapkan
mampu mengakomodasi permasalahan tersebut adalah dengan
mengaplikasikan manajemen partisipatif. (Arwani dan Heru Supriyanto,
2005).
Manajer perawat yang efektif harus mampu memanfaatkan proses
manajemen dalam mencapai suatu tujuan melalui usaha orang lain. Bila
dalam memimpin anggota staf, maka manajer harus bertindak secara
terencana dan efektif serta mampu menjalankan pekerjaan bersama dengan
para perawat dari beberapa level hierarki serta berdasarkan pada informasi

4
penuh dan akurat tentang apa yang tersedia untuk melaksanakan rencana
itu. Manajer yang efektif harus mampu mempertahankan suatu level yang
tinggi bagi efesiensi pada salah satu bagian dengan cara menggunakan
ukuran pengawasan untuk mengidentifikasi masalah dengan segera dan
setelah terbentuk kemudian dievaluasi apakah rencana tersebut perlu
diubah atau prestasi karyawan perlu dikoreksi (Nursalam, 2002).
Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan
sebagai suatu metode pelaksana asuhan keperawatan secara profesional,
sehingga diharapkan keduanya dapat saling menopang sebagaimana proses
keperawatan dalam manajemen keperawatan terdiri dari pengumpulan
data, identifikasi masalah, perencanaan, dan evaluasi hasil. Di mana
manajemen keperawatan mempunyai kekhususan terhadap mayoritas
tenaga daripada seorang pegawai, maka setiap tahapan didalam proses
manajemen lebih rumit jika dibandingkan dengan proses keperawatan.
(Nursalam, 2002)
Manajemen merupakan proses pengumpulan dan mengorganisir
sumber-sumber dalam mencapai tujuan yang mencerminkan dinamika
suatu organisasi. Tujuan ini ditetapkan berdasarkan misi, filosofi dan
tujuan organisasi. Organisasi melalui fungsi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan/pengendalian sumber daya
manusia, fisik dan teknologi. (Arwani dan Heru Supriyanto, 2005).
Manajemen merupakan proses pelaksanaan kegiatan organisasi melalui
upaya orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan manajemen
keperawatan dapat diartikan sebagai pelaksanaan pelayanan keperawatan
melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan,
pengobatan dan rasa aman, kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Pengorganisasian merupakan fungsi manajemen kedua yang
penting dilaksanakan oleh setiap unit kerja sehingga tujuan organisasi
dapat dicapai dengan berdaya guna dan berhasil guna. Pengorganisasian
merupakan pengelompokan yang terdiri dari beberapa aktifitas dengan
sasaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan masing-

5
masing kelompoknya untuk melakukan koordinasi yang tepat dengan unit
lain secara horizontal dan vertikal untuk mencapai tujuan organisasi
sebagai organisasi yang komplek, maka pelayanan keperawatan harus
mengorganisasikan aktivitasnya melalui kelompok-kelompok sehingga
tujuan pelayanan keperawatan akan tercapai. (Winardi. J, 2003)
Ruang rawat merupakan salah satu pusat pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh semua tim
kesehatan dimana semua tenaga termasuk perawat bertanggung jawab
dalam penyelesaian masalah kesehatan klien. Pengorganisasian pelayanan
keperawatan secara optimal akan menentukan mutu pelayanan
keperawatan yang diberikan Yang menjadi bahasan dalam pelayaan
keperawatan diruang rawat meliputi : struktur organisai ruang rawat,
pengelompokkan kegiatan (metode pengawasan), koordinasi kegiatan dan
evaluasi kegiatan kelompok kerja ; yang bertujuan untuk memberikan
gambaran tentang struktur organisasi dalam pelayanan keperawatan untuk
mencapai tujuan. (Winardi. J, 2003)
Dalam mengimplementasikan keterampilan manajerial yang harus
dimiliki kapala ruangan sebagai manajer antara lain adalah melakukan
supervisi terhadap pelayanan keperawatan, sekaligus melakukan penilaian
kinerja tenaga keperawatan. Hal ini sesuai dengan tanggung jawabnya
dalam mengatur dan mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan di
ruang rawat inap. (Depkes, 2001).
Untuk menjalankan tugasnya kepala ruangan dibantu oleh
beberapa orang perawat pelaksana yang terdiri dari beberapa tingkat
pendidikan. Kepala ruangan mempunyai fungsi yang sangat penting
dalam menentukan baik tidaknya pelayanan keperawatan yang diberikan
agar pelayanan keperawatan dapat terlaksana dengan baik, sehingga dapat
mengikuti cepatnya perubahan yang terjadi pada system pelayanan
kesehatan maka fungsi pengorganisasia dalam pelayanan keperawatan
terlaksana dengan baik. Fungsi pengorganisasian memiliki prinsip-prinsip
yaitu pembagian kerja, pendelegasian tugas, koordinasi dan manajemen

6
waktu. Fungsi pengorganisasian dapat dilaksanakan dengan baik bila
pemimpin dapat menjalankan tugasnya dengan tepat. (Winardi, 2000)

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana perbedaan budaya dan iklim organisasi?
2. Bagaimana implementasi pengorganisasian keperawatan di ruang
rawat?

C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui perbedaan budaya dan iklim organisasi
2. Mengetahui implementasi pengorganisasian keperawatan di ruang
rawat dan puskesmas: kewenangan klinik perawat

7
BAB II

KONSEP TEORI

A. Perbedaan budaya dan iklim organisasi


1. Budaya Organisasi
a. Pengertian Budaya Organisasi
Budaya hanya sebuah asumsi penting yang terkadang jarang
diungkapkan secara resmi tetapi sudah teradopsi dari masukan anggota
organisasi lainnya. Budaya organisasi menjelaskan tentang bagaimana
bagian dari perusahaan memandang bagian lain dan bagaimana setiap
departemen berperilaku sebagai hasil pandangan tersebut. Dalam
meramalkan perilaku organisasi terlebih dahulu perlu dipahami budaya
organisasi itu sendiri, menurut Jenifer dan Gareth (Tampubolon,
2004: 188) budaya organisasi adalah informalisasi dari satuan nilai dan
norma sebagai alat kontrol bagi langkah-langkah karyawan dan
kelompoknya di dalam organisasi untuk berinteraksi secara agresif,
cepat, dan mudah dengan yang lainnya, serta dengan orang di luar
organisasi sebagai pelanggan dan pemasok.
Sedangkan menurut pandangan Victor Tan (Wibowo, 2007:379)
budaya organisasi merupakan satuan norma yang terdiri dari
keyakinan, sikap, core values, dan pola perilaku yang dilakukan orang
dalam organisasi. Keyakinan bersama, core values dan pola perilaku
mempengaruhi kinerja. 13 Menurut Wirawan (2007:10) budaya
organisasi didefinisikan sebagai nilai-nilai, asumsi, kepercayaan,
filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya, (isi budaya organisasi)
yang dikembangkan dalam jangka waktu yang lama oleh pendiri,
pemimpin dan anggota organisasi disosialisasikan dan diajarkan
kepada anggota yang baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi
sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku anggota
organisasi dalam melayani para konsumen, dan mencapai tujuan
organisasi. Dari pengertian di atas, budaya organisasi digunakan

8
sebagai acuan bersikap yang berlandaskan norma dan nilai-nilai untuk
berinteraksi dengan sesama rekan kerja, interakasi dengan pimpinan
dan interakasi dengan pihak eksternal perusahaan yaitu pasien.
Untuk mendalami pemahaman tentang budaya organisasi, di bawah
ini dikemukakan menurut para ahli yang dirangkum dalam buku profil
budaya organisasi (Wirawan, 2007:8-9) sebagai berikut:
1. Menurut H.Schei
Budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang ditemukan atau
dikembangkan oleh suatu kelompok orang selagi mereka belajar
untuk menyelesaikan problem-problem, menyesuaikan diri dengan
lingkungan eksternal, dan berintegrasi dengan lingkungan internal.
2. Menurut Robbins
Budaya organisasi adalah suatu sistem atau makna yang dianut
anggotanya yang membedakan organisasi dari organisasi lainnya.
Dari pengertian di atas dapat dipahami budaya organisasi merupakan
pola sikap, perilaku, keyakinan setiap anggota organisasi yang
mengandung norma, nilai nilai kemudian mengacu pada sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota -anggota didalam organisasi yang
membedakan organisasi itu dari organisasi lain.
Artefak yang berhubungan dengan Implementasi Renstra
Pelayanan Keperawatan Rumah sakit dalam penelitian ini adalah
ditemukannya Standar Prosedur Operasional (SPO), wewenang, tugas
pokok, tanggung jawab, renstra, dan job description. Semua ini dibuat
untuk kepentingan akreditasi rumah sakit. Setelah membuat semua
dokumen tersebut disosialisasikan sesuai implementasi rencana
strategis yang telah dibuat bekerja sama dengan semua komponen
rumah sakit.
Menurut Schein (2010), Artefak merupakan hasil budaya yang
kasat mata dan mudah diobservasi oleh seseorang atau kelompok
orang baik dalam maupun orang luar organisasi. Berikut ini adalah
contoh artefak dalam implementasi rencana strategis pelayanan

9
keperawatan Rumah Sakit Bunga Kota Citra yang masuk kategori fisik
seperti logo Rumah Sakit Bunga Kota Citra , bentuk bangunan/
dekorasi, cara berpakaian /tampilan seseorang, tata letak (layout)
bangunan, desain organisasi., visi misi, program kerja, dan format
askep.
b. Fungsi Budaya Organisasi
Dalam suatu perusahaan diperlukan suatu acuan baku sehingga
karyawan dapat diberdayakan secara optimal. Acuan baku tersebut
dapat diwujudkan dalam bentuk budaya perusahaan untuk menuntun
karyawan untuk meningkatkan komitmen kerjanya dan pada akhirnya
mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Dengan demikian budaya perusahaan memegang fungsi yang
strategis dalam operasional perusahaan. menurut Stephen P. Robbins
dalam bukunya Organizational Behavior (Tika, 2005:13) membagi
lima fungsi budaya organisasi, sebagai berikut:
1. Berperan menetapkan batasan.
2. Mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi.
3. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada
kepentingan individual seseorang.
4. Meningkatkan stabilitas sistem sosial karena merupakan perekat
sosial yang membantu mempersatukan organisasi.
5. Sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu
dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
Sedangkan Robert Kreitner dan Angelo Knichi dalam bukunya
Organizational Behaviour membagi empat fungsi budaya organisasi
menjadi (Tika, 2005: 13):
1. Memberikan identitas organisasi kepada bawahannya.
2. Memudahkan komitmen kolektif.
3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.
4. Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan
keberadaanya.

10
Kultur suatu organisasi dikemukakan menurut Siagian (2003:249)
mempunyai fungsi yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan batas-batas berperilaku dalam organisasi.
2. Menumbuhkan rasa memiliki dikalangan para anggotanya.
3. Para anggota organisasi bersedia membuat komitmen yang besar
demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya.
4. Memelihara stabilitas sosial dalam organisasi.
5. Sebagai alat pengendalian perilaku para bawahannya.
Dengan demikian fungsi budaya organisasi adalah sebagai perekat
sosial dalam mempersatukan anggota-anggotanya untuk mencapai
tujuan organisasi berupa ketentuan-ketentuan atau nilai-nilai yang
harus dikatakan dan dilakukan oleh para pegawai. Hal tersebut dapat
juga berfungsi sebagai kontrol atas perilaku pegawai.
c. Jenis-jenis Budaya Organisasi
Pihak manajemen kini menyadari bahwa keberadaan budaya
organisasi sangat penting, karena pemahaman akan norma, nilai-nilai,
kebijaksanaan, dan aturan-aturan bisa menciptakan suasana kerja yang
menyenangkan. Menurut Robert E. Quinn dan Michael R. Mcgrath
(Tika, 2005:7) membagi budaya organisasi berdasarkan proses
informasi sebagai berikut:
1. Budaya rasional
Dalam budaya ini, proses informasi individual diasumsikan sebagai
sarana bagi tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi,
produktivifitas, keuntungan atau dampak).
2. Budaya ideologis
Dalam budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari pengetahuan
yang dalam, pendapat dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana
bagi tujuan revitalisasi.
3. Budaya konsensus

11
Dalam budaya ini, pemrosesan informasi kolektif (diskusi,
partisipasi dan konsensus) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan
kohesi (iklim, moral dan kerjasama kelompok).
4. Budaya heirarkis
Dalam budaya hierarkis, pemrosesan informasi formal
(dokumentasi, komputasi dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana
bagi tujuan kesinambungan (stabilitas, control dan koordinasi).
Sedangkan menurut Budi Paramita budaya kerja dapat dibagi menjadi,
(Ndraha, 2002:81) :
1. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan pekerjaan
dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-
mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaan sendiri, atau
merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya karena untuk
kelansungan hidupnya.
2. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi,
bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang
tinggi untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu
sesama karyawan, atau sebaliknya.
Jenis budaya organisasi dapat dibedakan atas sikap dan perilaku
seseorang dalam menyikapi pekerjaannya. Dari persepsi yang berbeda-
beda setiap anggota organisasi itulah, sehingga menimbulkan beragam
pola asumsi yang kemudian terbagi-bagi menjadi beberapa kelompok
membentuk jenis budaya organisasi.
d. Karakteristik Budaya Organisasi
Meskipun pada setiap organisasi memiliki budaya organisasi,
namun tidak semua budaya organisasi memiliki dampak yang sama
terhadap perilaku orang-orang yang berada di dalam organisasi tersbut.
Organisasi memiliki ciri khas atau karakter masing-masing yang
membedakannya dengan organisasi lain. Karakter utama yang
semuanya menjadi elemen-elemen penting suatu budaya organisasi
dikemukakan oleh Robbins (2002: 279) sebagai berikut:

12
1. Inovasi dan pengambilan resiko, tingkat daya pegawai untuk
bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail, tingkat tuntutan terhadap karyawan
untuk mampu memperhatikan ketetapan dan perhatian terhadap
detail.
3. Orientasi terhadap hasil, tingkat tuntutan manajemen untuk lebih
memusatkan perhatian pada hasil, dibandingkan perhatian tekhnik
dan proses yang digunakan untuk meraih hasil.
4. Orientasi terhadap individu, tingkat keputusan manajemen dalam
mempertimbangkan efek-efek hasil terhadap individu yang ada di
organisasi.
5. Orientasi terhadap team, tingkat aktivitas pekerjaan yang diatur
didalam team bukan secara perorangan.
6. Agresifitas, tingkat tuntutan terhadap orang-orang agar bersikap
agresif dan bersaing dan tidak bersikap santai.
7. Stabilitas tingkat penekanan aktivitas organisasi dalam
mempertahankan status quo berbanding pertumbuhan.
Masing-masing karakteristik di atas berada dalam satu kesatuan,
dari tingkat yang rendah menuju tingkat yang lebih tinggi. Menilai
suatu organisasi menggunakan tujuh karakteristik ini menghasilkan
gambaran mengenai budaya organisasi tersebut.
Sedangkan menurut Victor Tan (Wibowo, 2007:379-380)
mengemukakan karakteristik suatu budaya organisasi adalah sebagai
berikut:
1. Individual Initiative, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan
kemerdekaan yang dimiliki individu.
2. Risk Tolerance, yaitu tingkat dimana pekerjan didorong mengambil
resiko, menjadi agresif dan inovatif.
3. Direction, yaitu kemampuan organisasi menciptakan tujuan yang
jelas dan menetapkan harapan kinerja.

13
4. Integration, yaitu tingkatan dimana unit dalam organisasi
didorong untuk beroperasi dengan cara terkoordinasi.
5. Management Support, yaitu tingkatan dimana manajer
mengusahakan komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan pada
bawahannya.
6. Control, yaitu jumlah aturan dan pengawasan lansung yang
dipergunakan untuk melihat dan mengawasi perilaku pekerja.
7. Identity, yaitu tingkatan dimana anggota mengidentifikasi bersama
orgasnisasi secara keseluruhan dengan kelompok kerja atau bidang
keahlian profesional tertentu.
8. Reward System, yaitu suatu tingkatan dimana alokasi reward,
kenaikan gaji atau promosi, didasarkan pada kriteria kinerja
pekerja, dan bukan pada senioritas atau favoritisme.
9. Conflict Tolerance, yaitu suatu tingkatan dimana pekerja didorong
menyampaikan konflik dan kritik secara terbuka
10. Communication Patterns, yaitu suatu tingkatan dimana komunikasi
organisasional dibatasi pada kewenangan hirarki formal.

Para karyawan secara langsung membentuk persepsi keseluruhan


mengenai organisasi berdasarkan karakteristik budaya organisasi
seperti yang telah diuraikan di atas. Persepsi yang mendukung atau
tidak mendukung karakterisktik organisasi tersebut, yang pada
akhirnya mempengaruhi kinerja anggota organisasi.
e. Indikator Budaya Organisasi
Dari pengembangan jenis budaya dan karakteristik budaya organisasi,
dipaparkan indikator budaya organisasi yang menjadi dasar
pembentukan budaya itu sendiri. Menurut Wirawan (2007:10-11)
Indikator budaya organisasi dibagi menjadi :
1. Kepercayaan.
2. Norma.
3. Nilai-nilai.

14
4. Pola perilaku.
5. Kebiasaan organisasi.
6. Etos kerja.
7. Kode etik.
f. Aspek Budaya Organisasi
Deal & Kenedy dalam bukunya Corporate Culture: The Roles and
Ritual of Corporate (Tika, 2005:16-17) membagi lima unsur
pembentukan budaya:
1. Lingkungan usaha, merupakan unsur yang menentukan terhadap
apa yang harus dilakukan perusahaan agar bisa berhasil.
2. Nilai-nilai, merupakan keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah
organisasi.
3. Pahlawan, merupakan tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan
nilai-nilai budaya kedalam kehidupan nyata.
4. Ritual, merupakan tempat dimana perusahaan secara simbolis
menghormati pahlawan-pahlawannya.
5. Jaringan budaya, jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya
merupakan saluran komunikasi primer.
g. Tipologi Budaya Organisasi
Budaya organisasi dapat dibedakan dalam beberapa tipe seperti
pendapat R.harrison (Wirawan, 2007:85-86) mengemukakan bahwa
tipologi budaya organisasi dapat dikelompokkan menjadi empat jenis
yaitu:
1. Budaya kekuasaan (power culture), merupakan budaya yang
mengemukakan kekuasaan.
2. Budaya peran (role culture), merupakan budaya organisasi
birokrasi, suatu prinsip yang logis dan rasional.
3. Budaya tugas (task culture), budaya lebih berdasarkan kepada
keahlian dibandingkan penditribusian posisi, karisma dan
kekuasaan.

15
4. Budaya orang (person culture), budaya berkembang ketika untuk
ke pentingannya, sekelompok orang mengelola organisasinya
secara kolektif bukan secara individu.
h. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Menurut Victor Tan (Wibowo, 2007:383) budaya organisasi
berdampak pada kinerja jangka panjang organisasi, bahkan mungkin
merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan atau
kegagalan organisasi. Meskipun tidak mudah untuk berubah, budaya
organisasi dapat meningkatkan kinerja sehingga produktifitas
organisasi meningkat. Dalam Tika (2005:177-178) studi di Indonesia
yang dilakukan oleh Nurfarhaty menyimpulkan bahwa:
1. Budaya organisasi mempunyai pengaruh yang erat dengan kinerja
karyawan.
2. Budaya organisasi, yang terdiri dari inovasi dan kepedulian,
perilaku pimpinan dan orientasi tim, berpengaruh terhadap kinerja
karyawan.
Berdasaskan hasil uji t variabel budaya organisasi (X2) diperoleh
nilai signifikan t 0,001 < α (0,05), maka variabel budaya organisasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Variabel budaya
organisasi mempuyai t hitung = 3,396 dan t tabel = 1,996 jadi t hitung
> t tabel, dapat dikatakan bahwa variabel budaya organisasi secara
parsial berpengaruh pada variabel dependen.
Berdasarkan analisis deskriptif dalam penelitian ini menunjukan
bahwa rata-rata jawaban item-item pada variabel budaya organisasi
adalah berkategori baik yaitu dengan grand mean 3,5. Hal ini
membuktikan bahwa karyawan PT.PG Krebet Baru Malang setuju
dalam bekerja didorong untuk menjadi karyawan yang inovatif, siap
mengambil resiko dalam melakukan pekerjaanyang menjadi tanggung
jawabnya, menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan cermat,
berusaha menganalisis tugas-tugas yang diberikan perusahaan, bekerja
dengan menekankan pada hasil yang optimal, menekankan pada hasil

16
kerja untuk mencapai hasil yang optimal, mementingkan kepentingan
perusahaan dari pada kepengtingan pribadi, melaksanakan pekerjaan
dengan kualitas yang terbaik, memiliki orang-orang dalam divisi yang
ahli dibidangnya masing-masing, perusahaan memberlakukan sistem
penilaian tiap divisi untuk mendapatkan divisi yang terbaik, bekerja
keras dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan, menyelesaikan
tugas yang diberikan pimpinan dengan baik, menerima segala jenis
pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan selama karyawan mampu
melakukannya, nyaman dengan kondisi organisasi yang ada saat ini,
dan organisasi yang ada diperusahaan tidak ada yang berubah. Dapat
disimpulkan bahwa perusahaan dimana karyawan bekerja mempunyai
budaya organisasi yang kuat.
Penelitian ini juga diperkuat oleh pendapat Deal & Kennedy (1982),
Miner (1990), Robbins (1990) dalam Sutrisno, (2010:3) bahwa budaya
organisasi yang kuat sangat berpengaruh terhadap efektivitas kinerja
karyawan. Jika budaya organisasi di suatu perusahaan itu kuat maka
kinerja karyawan didalamnya akan meningkat, dan sebaliknya jika
budaya organisasi diperusahaan itu lemah maka akan berpengaruh
pada kinerja karyawan yang akan terus menurun.

2. Iklim Organisasi
a. Pengertian Iklim Organisasi
Iklim organisasi penting untuk diciptakan karena iklim organisasi
berhubungan erat dengan persepsi individu, yaitu tentang apa yang
telah diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan
tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim organisasi ditentukan oleh
seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai organisasi itu
sendiri. Istilah Iklim organisasi (organizational climate) pertama kali
dipakai oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an, yang menggunakan
istilah iklim psikologi (psychological climate). Kemudian istilah iklim
organisasi dipakai oleh R.Tiaguri dan G. Litwin. Tiaguri

17
mengemukakan istilah untuk melukiskan perilaku dalam hubungan
dengan latar belakang atau tempat (setting) dimana perilaku muncul.
Menurut Lussier dalam Marlina (2012: 8) mengatakan bahwa
iklim organisasi adalah persepsi pegawai mengenai kualitas
lingkungan internal organisasi yang secara relative dirasakan anggota
organisasi yang kemudian mempengaruhi perilaku mereka berikutnya.
Menurut Simamora dalam Marlina (2012: 9) bahwa iklim
organisasi adalah lingkungan internal atau psikologi organisasi. Iklim
organisasi mempengaruhi praktek dan kebijakan SDM yang diterima
oleh anggota organisasi, perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan
memiliki iklim organisasi yang berbeda dengan keaneka ragaman
pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi atau sifat individu yang
ada akan menggambarkan perbedaan tersebut.
Menurut Dharma (2000:44) iklim organisasi adalah lingkungan
manusia di mana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan
mereka, pengertian ini dapat mengacu pada lingkungan suatu
departemen, unit perusahaan yang penting seperti pabrik cabang, atau
suatu organisasi secara keseluruhan. Kita tidak dapat menyentuh tetapi
ia (iklim) ada, iklim dipengaruhi oleh hampir semua yang terjadi di
lingkungan organisasi.
Iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara
individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan
dengan organisasi (misalnya pemasok, konsumen, konsultan dan
kontraktor) mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan internal
organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku
organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan
kinerja organisasi, (Wirawan,2007:122).
Dari penjelasan dari definisi di atas ada sejumlah kata kunci perlu
mendapat penjelasan mengenai definisi di atas, (Wirawan,2007:122):
1. Persepsi

18
Persepsi adalah proses orang menerima, mengorganisasi dan
menginterpretasikan informasi yang ada dilingkungannya dan
menggunakannya untuk mengambil keputusan, melakukan
aktivitas, dan sebagainya. Untuk mengetahui iklim organisasi,
peneliti dapat menjaring persepsi anggota secara individual atau
kelompok.
2. Praktik rutin
Persepsi anggota organisasi dalam persepsi rutin anggota
organisasi mengenai apa yang terjadi secara rutin dalam organisasi.
Misal: suasana organisasi menjelang hari raya dan tahun baru
berbeda dengan suasana hari-hari biasa, di kantor-kantor
pemerintah Indonesia fokus karyawan tersita untuk pulang mudik.
3. Sikap dan perilaku organisasi
Persepsi orang mengenai lingkungan organisasi mempengaruhi
sikap orang. Misalnya, orang dapat berperilaku dari sangat tidak
disiplin sampai sangat disiplin. Perilaku dapat juga dalam bentuk
sangat terbuka sampai perilaku sangat tertutup.
Sikap dan perilaku organisasi mempengaruhi kinerja mereka secara
individual dan kelompok yang kemudian mempengaruhi kinerja
organisasi. Misalnya, persepsi negatif karyawan terhadap
kepemimpinan, sistem manajemen, pelaksanaan norma, serta
peraturan organisasi dan pekerjaannya, mempengaruhi perilaku
mereka dalam melaksanakan pekerjaannya. Perilaku ini
berpengaruh terhadap produktifitas mereka yang kemudian
mempengaruhi kinerja organisasi.
b. Karakteristik Iklim Organisasi
Menurut Robert Stringer (Wirawan, 2007:131-133) berpendapat
bahwa karakteristik atau dimensi iklim organisasi mempengaruhi
motivasi anggota organisasi untuk berperilaku tertentu. Ia mengatakan
bahwa untuk mengukur iklim organisasi terdapat enam dimensi yang
diperlukan sebagai berikut:

19
1. Struktur
Struktur organisasi merefleksikan perasaan diorganisasi secara baik
dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam
lingkungan organisasi. Struktur tinggi jika anggota organisasi
merasa pekerjaan mereka didefinisikan secara baik.
2. Standar-standar
Standar-standar dalam suatu organisasi mengukur perasaan tekanan
untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki
oleh anggota organisasi dalam melakukan pekerjaan dengan baik.
Standarstandar yang tinggi artinya mencari jalan untuk
meningkatkan kinerja.
3. Tanggung jawab
Tanggung jawab merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka
menjadi “bos diri sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya di
legitimasi oleh anggota oraganisasi lainnya. Persepsi anggota
tinggi menunjukkan bahwa anggota organisasi merasa didorong
untuk memecahkan masalahnya sendiri.
4. Penghargaan
Penghargaan mengindikasikan anggota organisasi merasa dihargai
jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik. Iklim
organisasi menghargai kinerja berkarakteristik keseimbangan
antara imbalan dan kritik, penghargaan rendah artinya penyelesaian
pekerjaaan dengan baik diberi imbalan secara tidak konsisten.
5. Dukungan
Dukungan merefleksikan perasaan percaya dan saling mendukung
yang terus berlangsung diantara anggota kelompok kerja.
Dukungan tinggi jika anggota organisasi merasa bahwa mereka
bagian tim yang berfungsi dengan baik dan merasa memperoleh
bantuan dari atasannya, jika mengalami kesulitan dalam tugas.
6. Komitmen

20
Komitmen merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap
organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan
organisasi. Perasaan komitmen yang kuat berasosiasi dengan
loyalitas personal, jika level rendah komitmen artinya karyawan
merasa apatis terhadap organisasi dan tujuannya.
Sedangkan menurut Wallace et al dalam Fatmawati (2007:194)
iklim organisasi memiliki enam dimensi yaitu :
1. Fasilitas dan dukungan kepemimpinan.
2. Keja sama kelompok kerja, persahabatan dan kehangatan.
3. Konflik dan kemenduan.
4. Semangat prfesional dan organisasional.
5. Tantangan, kepentingan dan variasi kerja.
6. Mutual trust
c. Faktor-faktor Penyebab Iklim Organisasi
Menurut Robert Stringer (Wirawan, 2007:135-138)
mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang menyebabkan
terjadinya iklim suatu organisasi yaitu:
1. Lingkungan eksternal
Industri atau bisnis yang sama mempunyai iklim oraganisasi umum
yang sama. Walaupun lingkungan eksternal mempengaruhi
keenam dimensi iklim organisasi, menurut Stringer terdapat
pengaruh lansung yang paling banyak terhadap tiga dimensi yaitu:
a. Kecepatan perubahan, ketika kecepatan perubahan meningkat,
organisasi dengan kinerja tinggi mempunyai struktur lebih
rendah dan tanggung jawab lebih tinggi. Dalam jangka
panjang, organisasi dengan kinerja tinggi yang menghadapi
perubahan eksternal cepat harus memiliki kekuatan tim kerja,
kepercayaan, dan dukungan untuk struktur rendah dan
tanggung jawab tinggi.
b. Level konsolidasi dan regulasi tinggi industri tanpa adanya
persaingan dalam suatu industri sering menjadi pengaruh

21
penting terhadap pola iklim organisasi. Jika industri diregulasi
secara ketat, maka setiap orang akan mengetahui peraturan.
c. Ekonomi kuat dan pasar kerja yang baik mempengaruhi
dimensi komitmen iklim organisasi.
d. Jika karyawan memiliki peluang dan pilihan karir terpisah dari
organisasi mereka, komitmen yang menjadi rendah. Dalam
lingkungan eksternal seperti itu, kinerja tinggi bergantung pada
komitmen tinggi.
2. Strategi organisasi
Kinerja suatu perusahaan bergantung pada strategi (apa
yang diupayakan untuk dilakukan), oleh karena itu strategi
mempengaruhi iklim organisasi secara tidak lansung:
a. Praktik kepemimpinan akan bervariasi, bergantung pada
strategi yang dilaksanakan.
b. Pengaturan organisasi akan dikembangkan untuk memperkuat
strategi strategi yang berbeda.
c. Strategi jangka panjang akan memiliki dampak terhadap
kekuatan sejarah yang menentukan iklim organisasi.
3. Kekuatan sejarah
Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh
kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan
ingatan yang membentuk harapan anggota organisasi dan
mempunyai pengaruh terhadap iklim organisasinya. Terdapat lima
aspek sejarah dan budaya suatu organisasi :
a. Nilai-nilai sejarah, yaitu cara karyawan mengakses sifat,
aktivitas, atau perilaku tertentu sebagai atau buruk dan
produktif atau pemborosan.
b. Kepercayaan, yaitu pengertian karyawan mengenai cara
organisasi bekerja dan kemungkinan konsekuensi atas tindakan
yang mereka lakukan.

22
c. Mite, yaitu bahwa cerita atau legenda yang terus berlangsung
mengenai organisasi dan para pemimpinnya mampu
memperkuat nilainilai inti dan kepercayaan.
d. Tradisi, yaitu kejadian-kejadian penting yang berulang dalam
suatu organisasi yang memperkuat dan mengabadikan nilai-
nilai budaya.
e. Norma, peraturan-peraturan informal yang ada dalam suatu
organisasi mengenai pakaian, kebiasaan kerja, jam kerja,
perilaku interpersonal.
4. Kepemimpinan
Perilaku pemimpin mempengaruhi iklim organisasi yang
kemudian mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan
merupakan pendorong utama terjadinya kinerja.
d. Pengukuran Iklim Organisasi
Menurut Sumantri dalam Marlina (2012:15) pengukuran iklim
organisasi dalam beberapa hal sama dengan pengkuran kepribadian
individu. Informasi tingkat pertama diperoleh dari suatu gambaran
informal (informal description). Hal ini mencakup catatan seseorang
mengenai aktifitas organisasi yang dilakukan dengan observasi
terhadap rapat, dokumen-dookumen, surat menyurat, nota peringatan
dan bahkan interpretasi yang didasarkan pada segala sesuatu seperti
kotak telepon kantor yang selalu terkunci. Deskripsi ini memberi
bahan untuk mengambil kesimpulan organisasi mislanya demokratis,
otoriter, konservatif, ataupun non komunikatif. Selanjutnya tingkatan
yang lain dari informasi, yaitu dengan melalui orang-orang dalam
organisasi. Apa yang mungkin diberikan orang-orang yang mungkin
merasakan iklim, berbeda dalam hal bagaimana mereka menerima atau
menolak peraturan-peraturan dan khaidah-khaidah dan bagaimana
mereka memandang lingkungan sosialnya umumnya
e. Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kinerja

23
Berdasarkan hasil uji t variabel iklim organisasi (X1) diperoleh
signifikansi nilai sig t0,029 < α (0,05), maka variabel iklim organisasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Variabel iklim
organisasi mempunyai t hitung = 2,234 dan t tabel 1,996 jadi t hitung >
t tabel, dapat dikatakan bahwa variabel iklim organisasi secara parsial
berpengaruh pada variabel dependent. Berdasarkan analisis deskriptif
dalam penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata jawaban item-item
pada variabel iklim organisasi adalah berkategori baik yaitu dengan
nilai grand mean sebesar 3,5. Hal ini membuktikan bahwa karyawan
PT.PG Krebet Baru Malang setuju dalam pekerjaan yang diberikan
sesuai dengan porsi mereka, puas dengan keputusan-keputusan
penentu kebijakan, memenuhi standar kinerja yang ditetapkan,
meningkatkan kinerja dalam bekerja, memahami benar resiko
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka, menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, imbalan yang
diterima sesuai dengan kontribusinya, memberikan promosi
berdasarkan prestasi kerja, mempunyai hubungan dengan rekan kerja
dengan baik, merasa dibantu rekan kerja saat kesulitan dalam
melaksanakan pekerjaan, loyal terhadap tujuan organisasi, dan bangga
terhadap organisasi yang ada didalam perusahaan. Dapat disimpulkan
bahwa perusahaan dimana karyawan bekerja mempunyai iklim
organisasi yang kuat.
Penelitian ini juga diperkuat oleh pendapat Liliweri (2014:302)
bahwa “iklim organisasi sangat mendukung kinerja karyawan dalam
menjalankan kompetensinya untuk bekerja secara produktif”. Dengan
demikian iklim organisasi merupakan suatu nilai-nilai karakteristik
dalam organisasi yang dapat membedakan organisasi satu dengan
lainnya dan dapat mempengaruhi kinerja karyawan yang ada dalam
organisasi tersebut. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya
yang dilakukan petakasari (2009) yang menyatakan bahwa iklim

24
organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
karyawan.
3. Budaya dan Iklim Organisasi
a. Pengertian Budaya dan Iklim Organisasi
Jika penerapan budaya organisasi dapat mempengaruhi perilaku
organisasi secara positif, maka pengaruh iklim terhadap perilaku
organisasi dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Misalnya,
ruang kerja yang tidak baik, hubungan atasan dan bawahan yang
konflik, serta motivasi dan kepuasan kerja yang rendah. Iklim
organisasi seperti ini akan menciptakan kinerja anggota organisasi
yang rendah dan sebaliknya, (Wirawan, 2007:124).
Menurut pendapat Schwartz dan Davis didukung Moran dan
Volkwein dalam Fatmawati (2007:194) yang menyatakan bahwa
walaupun terdapat overlap antara budaya dan iklim organisasi, kedua
istilah tersebut berbeda. Secara luas budaya organisasi terdiri dari
sekumpulan nilai-nilai fundamental dan sistem keyakinan yang
memberi arti bagi organisasi. Sementara iklim organisasi terdiri dari
elemen-elemen yang secara empiris dapat diakses seperti
karakteristik-karakteristik perilaku dan sikap. Moran dan Volkwen
berpendapat iklim organisasi hanya muncul pada tingkat sikap dan
nilai-nilai, sementara budaya organisasi muncul sebagai sekumpulan
asumsi dasar yang melengkapi sikap dan nilai-nilai itu sendiri.
Sementara Sleutel dalam Fatmawati (2007:195) menyatakan
perbedaan budaya organisasi yaitu budaya dan iklim organisasi
berangkat dari tradisi ilimah yang berbeda, budaya berkar pada
antropologi dan telah dipelajari secara ekslusif menggunakan metode
riset kualitatif. Riset budaya mengupayakan emic atau perspektif
orang dalam sementara riset tentang iklim organisasi menggunakan
etic atau perspektif orang luar (peneliti). Meski budaya organiasasi
dan iklim organisasi sama-sama menggambarkan persepsi setiap

25
anggota organisasi, akan tetapi kedua variabel ini memiliki perbedaan,
seperti dikemukakan menurut para ahli, (Wirawan, 2007:124-126):
1. Menurut Daniel R. Deninson
Dalam apa pun budaya organisasi adalah yang bukan iklim
organisasi. Budaya organisasi menunjukkan struktur dalam
organisasi yang berakar pada nilai-nilai, kepercayaan dan asumsi
yang dikembangkan dan dipegang teguh oleh anggota organisasi,
iklim organisasi merupakan lingkungan organisasi yang relatif
statis yang berakar pada sistem nilai organisasi.
2. Menurut Robert stringer
Menyatakan bahwa budaya dan iklim organisasi merupakan dua hal
yang berbeda. Budaya organisasi menekankan pada asumsi-asumsi
tidak diucapkan yang mendasari organisasi, sedangkan iklim
organisasi berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau
dapat dinilai, terutama yang memunculkan motivasi, sehingga
berpengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa budaya organisasi dan
iklim organisasi memiliki perbedaan, budaya organisasi lebih
menekankan kepada asumsi-asumsi dasar yang membentuk pola sikap
anggota organisasi. Iklim organisasi mengarah kepada asumsi yang
lebih nyata seperti lingkungan dan suasan kerja, dimana keduanya
sama-sama mempengaruhi tingkat produktifitas atau kinerja anggota
organisasi secara keseluruhan.
b. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan

Berdasaskan hasil uji t variabel budaya organisasi (X2) diperoleh


nilai signifikan t 0,001 < α (0,05), maka variabel budaya organisasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Variabel budaya
organisasi mempuyai t hitung = 3,396 dan t tabel = 1,996 jadi t hitung
> t tabel, dapat dikatakan bahwa variabel budaya organisasi secara
parsial berpengaruh pada variabel dependen.

26
Berdasarkan analisis deskriptif dalam penelitian ini menunjukan
bahwa rata-rata jawaban item-item pada variabel budaya organisasi
adalah berkategori baik yaitu dengan grand mean 3,5. Hal ini
membuktikan bahwa karyawan PT.PG Krebet Baru Malang setuju
dalam bekerja didorong untuk menjadi karyawan yang inovatif, siap
mengambil resiko dalam melakukan pekerjaanyang menjadi tanggung
jawabnya, menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan cermat,
berusaha menganalisis tugas-tugas yang diberikan perusahaan, bekerja
dengan menekankan pada hasil yang optimal, menekankan pada hasil
kerja untuk mencapai hasil yang optimal, mementingkan kepentingan
perusahaan dari pada kepengtingan pribadi, melaksanakan pekerjaan
dengan kualitas yang terbaik, memiliki orang-orang dalam divisi yang
ahli dibidangnya masing-masing, perusahaan memberlakukan sistem
penilaian tiap divisi untuk mendapatkan divisi yang terbaik, bekerja
keras dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan, menyelesaikan
tugas yang diberikan pimpinan dengan baik, menerima segala jenis
pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan selama karyawan mampu
melakukannya, nyaman dengan kondisi organisasi yang ada saat ini,
dan organisasi yang ada diperusahaan tidak ada yang berubah.

Dapat disimpulkan bahwa perusahaan dimana karyawan bekerja


mempunyai budaya organisasi yang kuat. Penelitian ini juga diperkuat
oleh pendapat Deal & Kennedy (1982), Miner (1990), Robbins (1990)
dalam Sutrisno, (2010:3) bahwa budaya organisasi yang kuat sangat
berpengaruh terhadap efektivitas kinerja karyawan. Jika budaya
organisasi di suatu perusahaan itu kuat maka kinerja karyawan
didalamnya akan meningkat, dan sebaliknya jika budaya organisasi
diperusahaan itu lemah maka akan berpengaruh pada kinerja
karyawan yang akan terus menurun.

27
B. Implementasi pengorganisasian keperawatan di ruang rawat dan
Puskesmas: kewenangan klinik perawat
1. Organisasi dan Pengorganisasian
a. Pengertian Organisasi
Organisasi (organization), adalah suatu sistem usaha bersama

sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Sebagai wadah

atau alat organisasi bersifat statis (organisasi sebagai “Tool of

Management”). Perkataan organisasi berasal dari istilah latin

“Organon” yang dapat berarti alat, bagian, anggota, badan, atau dari

kata “Organism” yang merupakan sebuah entitas dalam bagian-

bagian yang terintegrasi demikian rupa hingga hubungan satu sama

lain dipengaruhi oleh hubungan mereka terhadap keseluruhan. (Djoko

Wijono, 2002) Pengertian organisasi banyak dikemukakan oleh para

ahli. Beberapa pengertian tersebut dikemukakan di sini untuk

memperoleh wawasan secukupnya tentang organisasi, yaitu menurut:

 James D. Mooney

Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk

mencapai suatu tujuan bersama.

 Chester I. barnard

Organisasi adalah suatu sistem tentang aktivitas-aktivitas kerjasama

dari dua orang atau lebih sesuatu yang tidak berwujud dan tidak

bersifat pribadi, sebagian besar mengenai hal hubungan-hubungan.

 Dexter Kimball & Dexter Kimball, Jr

28
Organisasi merupakan bantuan bagi manajemen, ini mencakup

kewajiban-kewajiban merancang satuan-satuan organisasi dan

pejabat yang harus melakukan pekerjaan, menentukan fungsi-

fungsi mereka dan merinci hubungan-hubungan yang harus ada

diantara satuan-satuan dan orang-orang. Organisasi sebagai suatu

aktivitas, sesungguhnya adalah cara kerja manajer.

 John Price Jones

Organisasi adalah sekelompok orang yang bersatu padu bekerja

untuk suatu tujuan bersama di bawah kepemimpinan bersama dan

dengan alat-alat yang tepat.

 Luther Gulick

Organisasi adalah alat saling berhubungan dari satuan-satuan kerja

yang memberikannya kepada orang yang ditempatkan di dalam

struktur kekuasaan (kewenangan) sehingga pekerjaan dapat

dikoordinasiakan oleh perintah atasan kepada bawahan yang

menjangkau dari puncak sampai ke bawah dari seluruh badan usaha

b. Unsur-unsur Organisasi

Secara sederhana organisasi memiliki tiga unsur, yaitu ada

orang, ada kerjasama, dan ada tujuan bersama. Tiga unsur itu tidak

berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi saling kait atau saling

berhubungan sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Adapun unsur-unsur organisasi secara terperinci adalah:

1) Man

29
Man (orang-orang), dalam kehidupan organisasi atau

ketatalembagaan sering disebut dengan istilah pegawai atau

personel. Pegawai atau personel terdiri dari semua anggota

atau warga organisasi, yang menurut fungsi dan

tingkatannya terdiri dari unsur pimpinan (admistrator)

sebagai unsur pimpinan tertinggi dalam organisasi, para

manajer yang memimpin suatu unit satuan kerja sesuai

dengan fungsinya masing-masing dan para pekerja

(nonmanajegment/workers). Semua itu secara bersama-

sama merupakan kekuatan manusiawi (man power)

organisasi.

2) Kerja sama

Kerja sama merupakan suatu perbuatan bantu-membantu

akan suatu perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama.

Oleh karena itu, semua anggota atau semua warga yang

menurut tingkatan-tingkatannya dibedakan menjadi

adminisator, manajer, dan pekerja (workers), secara

barsama-sama merupakan kekuatan manusiawi (man

power) organisasi.

3) Tujuan bersama

Tujuan merupakan arah atau sasaran yang dicapai atau yang

diharapkan. Tujuan merupakan titik akhir tentang apa yang

harus dikerjakan. Tujuan juga mengganbarkan tentang apa

30
yang harus dicapai melalui prosedur, program, pola

(network), kebijaksanaan (policy), strategi, anggaran

(budgeting), dan peraturan (regulation) yang telah

ditetapkan.

c. Struktur Organisasi

DIREKTUR RUMAH SAKIT

WAKIL DIREKTUR BIDANG PELAYANAN MEDIK /

KEPERAWATAN

KEPALA STAF BIDANG KEPERAWATAN

KEPALA RUANGAN

PERAWAT PRIMER

PERAWAT PELAKSANA

PERAWAT PEMBANTU

d. Pengertian Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan

hubungan-hubungan perilaku yang efektif antara masing-masing

orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien dan

memperoleh kepuasan dari dalam melaksakana tugas-tugas terpilih

31
di dalam kondisi lingkungan yang ada, untuk mencapai tujuan dan

sasaran. (Djoko Wijono, 2002)

e. Prinsip-prinsip Pengorganisasian

Di dalam pengorganisasian terdapat prinsip-prinsip dasar

organisasi, yaitu: (Winardi. J, 2003)

a. Pembagian kerja

Prinsip dasar untuk mencapai efisiensi yaitu pekerjaan dibagi-

bagi sehingga setiap orang memiliki tugas tertentu. Untuk ini

kepala bidang keperawatan perlu mengetahui tentang:

1) Pendidikan dan pengalaman setiap staf

2) Peran dan fungsi perawat yang diterapkan di RS

tersebut

3) Mengetahui ruang lingkup tugas kepala bidang

keperawatan dan kedudukan dalam organisasi

4) Mengetahui batas wewenang dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawabnya.

5) Mengetahui hal-hal yang dapat didelegasikan kepada

staf dan kepada tenaga non keperawatan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengelompokkan dan

pembagian kerja:

1) Jumlah tugas yang dibebankan seseorang terbatas dan

sesuai dengan kemampuannnya.

32
2) Tiap bangsal/bagian memiliki perincian aktivitas yang jelas

dan tertulis.

3) Tiap staf memiliki perincian tugas yang jelas.

4) Variasi tugas bagi seseorang diusahakan sejenis atau erat

hubungannya.

5) Mencegah terjadinya pengkotakkan antara staf/kegiatan.

6) Menggolongkan tugas berdasarkan kepentingan mendesak,

kesulitan dan waktu.

Disamping itu setiap staf mengetahui kepada siapa dia harus

melapor, minta bantuan atau bertanya, dan siapa atasan langsung

serta dari siapa dia menerima tugas.

b. Pendelegasian tugas

Pendelegasian adalah pelimpahan wewenang dan tanggung

jawab kepada staf untuk bertindak dalam batas-batas tertentu.

Dengan pendelegasian, seorang pimpinan dapat mencapai

tujuan dan sasaran kelompok melalui usaha orang lain, hal

mana merupakan inti manajemen. Selain itu dengan

pendelegasian, seorang pimpinan mempunyai waktu lebih

banyak untuk melakukan hal lain yang lebih penting seperti

perencanaan dan evaluasi. Pendelegasian juga merupakan alat

pengembangan dan latihan manajemen yang bermanfaat. Staf

yang memiliki minat terhadap tantangan yang lebih besar akan

menjadi lebih komit dan puas bila diberikan kesempatan untuk

33
memegang tugas atau tantangan yang penting. Sebaliknya

kurangnya pendelegasian akan menghambat inisiatif staf.

Dalam pendelegasian wewenang, masalah yang terpenting

adalah apa tugas dan seberapa besar wewenang yang harus dan

dapat dilimpahkan kepada staf. Hal ini tergantung pada :

1) Sifat kegiatan; untuk kegiatan rutin, delegasi wewengan

dapat diberikan lebih besar kepada staf.

2) Kemampuan staf; tugas yang didelegasikan jangan

terlalu ringan atau terlalu berat.

3) Hasil yang diharapkan; Applabaum dan Rohrs

menyarankan agar pimpinan jangan mendelegasikan

tanggung jawab untuk perencanaan strategik atau

mengevaluasi dan mendisiplin bawahan baru. Mereka

juga menyarankan agar mendelegasikan tugas yang

utuh dari pada mendelegasikan sebagian aspek dari

satuan kegiatan.

Langkah yang harus ditempuh agar dapat melakukan

pendelegasian yang efektif:

1) Tetapkan tugas yang akan didelegasikan.

2) Pilihlah orang yang akan diberi delegasi.

3) Berikan uraian tugas yang akan didelegasikan dengan

jelas.

34
4) Uraian hasil spesifik yang anda harapkan dan kapan

anda harapkan hasil tersebut.

5) Jelaskan batas wewenang dan tanggung jawab yang

dimilki staf tersebut.

6) Minta staf tersebut menyimpulkan pokok tugasnya dan

cek penerimaan staf tersebut atas tugas yang

didelegasikan.

7) Tetapkan waktu untuk mengontrol perkembangan.

8) Berikan dukungan.

9) Evaluasi hasilnya.

c. Koordinasi

Koordinasi adalah keselarasan tindakan, usaha, sikap dan

penyesuaian antar tenaga yang ada diruangan. Keselarasan ini

dapat terjalin antar perawat dengan anggota tim kesehatan lain

maupun dengan tenaga dari bagian lain.

Manfaat koordinasi:

1) Menghindari perasaan lepas antara tugas yang ada di

ruangan / bagian dan perasaan lebih penting dari yang lain.

2) Menumbuhkan rasa saling ingin membantu.

3) Manimbulkan kesatuan tindakan dan sikap antar staf.

Cara koordinasi:

Komunikasi terbuka, dialog, pertemuan/rapat, pencatatan

dan pelaporan, pembakuan formulir yang berlaku.

35
f. Manajemen waktu

Dalam mengorganisir sumber daya, sering kepala bidang

keperawatan mengalami kesulitan dalam mengatur dan

mengendalikan waktu. Banyak waktu pengelolah dihabiskan untuk

orang lain. Oleh karena itu perlu pengontrolan waktu sehingga

dapat digunakan lebih efektif.

Untuk mengendalikan waktu agar lebih efektif perlu:

1) Analisa waktu yang dipakai; membuat agenda harian untuk

menentukan kategori kegiatan yang ada.

2) Memeriksa kembali masing-masing porsi dari tiap aktivitas.

3) Menentukan proiritas pekerjaan menurut kegawasan, dan

perkembangannya serta tujuan yang akan dicapai.

4) Mendelegasikan.

g. Mempunyai Tujuan yang Jelas

Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin

dicapai, dengan demikian tidak mungkin suatu organisasi tanpa

adanya tujuan. Misalnya, organisasi pelayanan kesehatan seperti

rumah sakit dan puskesmas sebagai suatu organisasi, mempunyai

tujuan yang ingin dicapai antara lain, memberikan pelayanan

kesehatan yang berkualitas dan lain lain.

h. Skala Hirarkhi

Dalam suatu organisasi harus ada garis kewenangan yang

jelas dari pimpinan, pembantu pimpinan sampai pelaksana,

36
sehingga dapat mempertegas dalam pendelegasian wewenang dan

pertanggungjawaban, dan akan menunjang efektivitas jalannya

organisasi secara keseluruhan.

i. Rentang Pengendalian

Artinya bahwa jumlah bawahan atau staf yang harus

dikendalikan oleh seorang atasan perlu dibatasi secara rasional.

Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan tipe organisasi,

semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang cukup

banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.

j. Fungsional

Bahwa seorang pegawai dalam suatu organisasi secara

fungsional harus jelas tugas dan wewenangnya, kegiatannya,

hubungan kerja, serta tanggung jawab dari pekerjaannya.

k. Keseimbangan

Keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif

dengan tujuan organisasi. Dalam hal ini, penyusunan struktur

organisasi harus sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut.

Tujuan organisasi tersebut akan diwujudkan melalui aktivitas/

kegiatan yang akan dilakukan. Organisasi yang aktivitasnya

sederhana (tidak kompleks) contoh „koperasi di suatu desa

terpencil‟, struktur organisasinya akan berbeda dengan organisasi

koperasi yang ada di kota besar seperti di Jakarta, Bandung, atau

Surabaya.

37
l. Kepemimpinan

Dalam organisasi apapun bentuknya diperlukan adanya

kepemimpinan, atau dengan kata lain organisasi mampu

menjalankan aktivitasnya karena adanya proses kepemimpinan

yang digerakan oleh pemimpin organisasi tersebut.

2. Implementasi pengorganisasian keperawatan di Rumah Sakit Bunga

Kota Citra

Prosedur dan langkah-langkah implementasi rencana strategis pelayanan

keperawatan di Rumah Sakit Bunga Kota Citra ini terdiri dari 4 tahapan

yang meliputi:

1. Menjelaskan rencana strategis apa yang akan dilakukan;

2. Menjelaskan kepada siapa rencana strategis ini ditunjukan;

3. Membuat prosedur tentang rencana strategis tersebut;

4. Menyusun anggaran sesuai program yang akan dijalankan tersebut.

Personalia yang terlibat dalam Implementasi Renstra Pelayanan

Keperawatan Rumah Sakit Bunga Kota Citra yaitu manajer tingkat bawah

kepala ruangan dan fungsionalnya ketua tim, perawat pelaksana, prakarya,

dan cleaning service. Semua komponen dan pembantu pelayanan

keperawatan ini dilibatkan dalam implementasi rencana strategis, tapi

tetap berkoordinasi dengan bidang-bidang lain dalam pembuatan rencana

strategis pelayanan keperawatan ini. Bidang tersebut yang disebutkan

adalah bidang pelatihan di Rumah Sakit Bunga Kota Citra.

38
Strategi dan metode dalam Implementasi Renstra Pelayanan

Keperawatan Rumah Sakit Bunga Kota Citra yaitu mengembangkan

program dan menyusun anggaran. Di pelayanan keperawatan Rumah Sakit

Bunga Kota Citra ini belum terlalu memperhatikan pembuatan prosedur

sebelum melakukan sosialisasi. Tetapi mereka langsung melakukan

sosialisasi tentang program tersebut dan melakukan pelatihan tentang

program tersebut baik itu pelatihan dari luar maupun dari dalam sehingga

ini pun menyangkut anggaran yang sering dikoordinasikan dengan bagian

pelatihan Rumah Sakit Bunga Kota Citra. Memang tidak ditemukan

anggaran dalam implementasi rencana strategis pelayanan keperawatan ini

karena untuk anggaran biasanya pelayanan keperawatan berkoordinasi

langsung dengan atasan dan bagian lain menyangkut itu.

Penataan Staff dalam Implementasi Renstra Pelayanan

Keperawatan Rumah Sakit Bunga Kota Citra yaitu memberikan pelatihan

kepada para staff. Pendidikan belum merupakan hal yang utama dalam

mengangkat kepala ruangan, berdasarkan studi dokumentasi kepala

ruangan boleh berpendidikan D3. Sedangkan pada diploma tiga ini belum

ada pengetahuan tentang manajemen yang menjadi dasar implementasi

rencana strategis pelayanan keperawatan. Ini membuat penataan staff

pelayanan keperawatan ini adalah hanya memberikan pelatihan kepada

staff-staff.

Pengarahan dalam Implementasi Renstra Pelayanan Keperawatan

Rumah Sakit Bunga Kota Citra yaitu kepemimpinan dari pihak

39
manajemen. Sebagian besar informan masih berpendidikan D3 yang

belum terlalu memahami proses manajemen. Kepala ruangan banyak yang

hanya mengikuti instruksi dari pimpinan diatasnya tanpa mengetahui

fungsi kenapa jadi instruksi itu ada.

Dalam yunus (2016) ternyata yang menjadi masalah dalam implementasi

rencana strategis ini adalah budaya organisasi SDM yang terlibat dalam

40
implementasi strategi hanya mengikuti periode sebelumnya. Sejalan

dengan penelitian ini ternyata pendidikan untuk orang-orang yang

menjalankan implementasi rencana strategis masih berpendidikan D3 yang

tentunya masih belum terpapar tentang apa itu manajemen.

Sejalan dengan jurnal oleh hidayat (2016) ditemukan faktor-faktor

yang mempengaruhi implementasi rencana strategis diatas budaya

organisasi yang didalamnya banyak kepala ruangan berpendidikan D3

yang dididik tentu hanya untuk menjalankan suatu tindakan, merupakan

faktor penentu proses implementasi rencana strategis. Hal inilah yang

berdasarkan wawancara dengan informan yang mengatakan bahwa ini

merupakan fokus utama kami untuk memberikan mereka pelatihan dan

sekolah kejenjang yang lebih tinggi.

Dalam tahapan implementasi rencana strategis pelayanan

keperawatan ini, ditemukan satu tahapan yang kurang yaitu belum adanya

prosedur yang dilakukan ketika akan menjalankan rencana strategis

tersebut. Kurangnya tahapan ini disebabkan oleh pengetahuan dari

pengambil keputusan pelayanan keperawatan ini yang masih kurang.

Hidayat (2016) dalam jurnal faktor-faktor yang mempengaruhi

efektifitas implementasi rencana strategis adalah salah satunya kesiapan

SDM. Menurut penelitian ini kesiapan SDM merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi efektifitas implementasi rencana strategis karena

SDM belum siap menerima rencana strategis pelayanan keperawatan ini

dengan budaya organisasi yang mereka anut.

41
Penataan staff dan pengarahan adalah suatu tahapan dalam implementasi

rencana strategis pelayanan keperawatan penelitian ini. Penetapan syarat

pengalaman kerja dan pendidikan D3 atau diatasnya sebagai syarat kepala

ruangan dan kepala bidang keperawatan merupakan hal yang membuat

penataan staff dan pengarahan ini harus mengambil metode melatih staff

yang sudah ada dan metode kepemimpinan dari pihak manajemen. Hal ini

dibuktikan dalam studi wawancara yang sebagian besar belum terlalu

memahami manajemen karena pendidikan mereka masih D3.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi implementasi strategi.

Kaplan dan Norton (2001) menyampaikan bahwa beberapa hambatan

dalam implementasi strategi, antara lain: visi dan strategi tidak actionable,

strategi tidak terhubung ke alokasi sumber daya perusahaan dan strategi

tidak terhubung dengan tim departemen dan individu. Sedangkan,

Rajesekar (2014) dalam penelitiannya menyampaikan ada 7 (tujuh) faktor

yang mempengaruhi efektivitas implementasi strategi, yaitu:

1. leadership

2. Ketersediaan dan keakuratan informasi

3. Ketidakpastian

4. Struktur organisasi

5. Budaya organisasi

6. Sumber daya manusia dan

7. Teknologi.

42
Sejalan dengan tesis hubungan budaya organisasi dan gaya

kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja perawat di ruang rawat

inap rumah sakit daerah raden mattaher Jambi oleh sari (2009) yang

menyatakan adanya hubungan antara budaya organisasi dan gaya

kepemimpinan dengan kinerja.

Budaya organisasi yang didalamnya terdapat nilai, asumsi, artefak

dan ritual memaksa gaya kepemimpinan diimplementasi rencana

strategis pelayanan keperawatan itu harus bergaya kepemimpinan

administrator dengan ciri-ciri dari nilai-nilai yang mereka anut. Ini

membuktikan bahwa budaya organisasi ini sangat mempengaruhi gaya

kepemimpinan suatu organisasi dan akhirnya berdampak pada tahapan

implementasi rencana strategis yang dilakukan. Sesuai dengan teori

diatas ternyata leadership yang salah satu komponennya adalah gaya

kepemimpinan sangat mempengaruhi dari efeketifitas tahapan

implementasi rencana strategis tersebut. Penelitian ini pun meneliti

lebih dalam tentang gaya kepemimpinan itu dan didapatlah budaya

organisasi yang berupa nilai-nilai hanya mengikuti instruksi pimpinan

diatasnya.

Qurtubi (2016) dalam jurnalnya yang berjudul perancangan dan

pengukuran kinerja program inisiatif perspektif proses bisnis internal,

mengatakan bahwa nilai-nilai inisiatif ini berpengaruh terhadap

kemajuan dan target perusahaan. Berdasarkan monitoring dan evaluasi

program-program inisiatif nilai key performance indikator

43
berklasifikasi baik sehingga target perusahaan berpotensi akan

tercapai. Ini sejalan juga dengan Dessler (2006) menyatakan bahwa

pendidikan dan latihan, inisiatif, dan pengalaman kerja mencerminkan

ketrampilan kerja karyawan. Pernyataan tersebut dibuktikan oleh

(Ranupandoyo dan Husnan 2002) yang menyatakan bahwa

kemampuan kerja identik dengan ketrampilan kerja (skill) yang

terbentuk dari pendidikan dan latihan, inisiatif serta pengalaman kerja.

Hendry (2014) mengatakan bahwa modal budaya penelitian ini dari

semula sudah tumbuh dalam masyarakat, tapi terjadi secara sporadis

sebagai tradisi yang diwariskan secara turun temurun, Ketika

terjadinya konflik sosial, maka terjadi upaya penguatan atau

revitalisasi modal budaya tersebut menjadi modal sosial terjadinya

integrasi sosial dalam masyarakat. Ini juga diperkuat dalam jurnal arif

(2016) dengan judul analisis faktor integrasi sosio-kultural-historis

pada masyarakat multikultural yang mengatakan bahwa salah satu

faktor integrasi adalah persahabatan yang terus menerus.

Dalam jurnal Hafizh (2016) dengan judul inovasi pelayanan public,

studi deskriptif tentang penerapan layanan e-health dalam

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas pucangsewu

kota Surabaya menyatakan bahwa inovasi akan membentuk pelayanan

public yang baik. Sejalan dengan Anggraeny (2013) dengan judul

inovasi pelayanan kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan

di puskesmas jagir kota Surabaya menyatakan bahwa inovasi ini

44
sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan di puskesmas

jagir kota surabaya.

Asumsi yang berhubungan dengan Implementasi Renstra

Pelayanan Keperawatan Rumah sakit dalam penelitian ini adalah

pekerjaan masih belum semuanya didasarkan pada Standar Prosedur

Operasional (SPO) tapi pada kebiasaan dulu yang ada, program kerja

berdasarkan mutu yang dalam hal ini akreditasi, dan sebagian besar

bekerja untuk kepentingan pribadi. Asumsi mereka pada keperluan

akreditasi untuk meningkatkan mutu Rumah Sakit merupakan

semangat mereka untuk merubah Rumah Sakit ke arah lebih baik.

Asumsi dasar bisa dikatakan asumsi yang tersirat yang

membimbing bagaimana organisasi bertindak, dan berbagi kepada

anggota bagiamana mereka melihat, berfikir, dan merasakan. Asumsi

dasar seperti sebuah teori yang digunakan, tidak dapat didebatkan, dan

sulit untuk dirubah. (Schein, 2010)

Berdasarkan teori itulah asumsi ini juga penting untuk diperhatikan di

implementasi pelayanan keperawatan Rumah Sakit Bunga Kota Citra .

Asumsi ini membuat mereka merasa dan berpikir sesuai asumsi

tersebut menurut schein (2010). Ini lah yang mempuat penting untuk

diperhatikan. Menurut Beer (2000) Asumsi dasar (basic assumption),

merupakan bagian penting dari budaya organisasi. Asumsi ini

merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula dari nilai-nilai yang

didukung karena merupakan keyakinan yang dianggap sudah ada oleh

45
anggota suatu organisasi seperti kepercayaan, persepsi ataupun

perasaan yang menjadi sumber nilai dan tindakan. (Beer, 2000)

Budaya organisasi tingkat ketiga ini menetapkan cara yang tepat untuk

melakukan sesuatu dalam sebuah organisasi yang seringkali dilakukan

lewat asumsi yang tidak diucapkan. (Beer, 2000)

Ritual dalam implementasi rencana strategis pelayanan

keperawatan di Rumah sakit dalam penelitian ini dimulai dari

mendoakan secara menyeluruh ke semua orang yang ada di Rumah

sakit dalam penelitian ini. Kemudian dilanjutkan untuk masuk ke

ruangan-ruangan rawat inap untuk memberikan nasehat. cara

bagaimana rohaniawan mengajarkan ibadah untuk orang sakit adalah

ciri khas dan membuat pasien haru karena tidak pernah ada di Rumah

Sakit lain. Fungsi rohaniawan yang kedua adalah pelayanan untuk

karyawan yang dirasa sangat sulit karena terhalang oleh tidak

setujunya pimpinan dan karyawan itu sendiri dalam melakukan

pembaharuan.

Berdasarkan studi dokumentasi ternyata Rumah Sakit Bunga Kota

Citra ini adalah rumah sakit yang didirikan oleh organisasi

Muhammadiyah. Organisasi ini adalah organisasi Islam tertua yang

terang-terangan bertujuan menciptakan Islam yang sebenar-benarnya.

Maka dari itu pantaslah Rumah Sakit Bunga Kota Citra ini berasaskan

Islam sesuai pendirinya, ritual-ritual Islam pun berdasarkan

wawancara dan studi observasi mereka dibimbing oleh rohaniawan

46
yang beragama Islam dengan doa sebelum melakukan kegiatan, shalat

berjamaah, dan memperingati hari-hari besar Islam. Ritual ini sesuai

menurut Robbins (2010) ritual adalah tatacara pertemuan, terencana

dan spontan, yang diadakan untuk merayakan peristiwa penting dan

pencapaian kinerja tinggi. Ritual ini terus dikembangkan oleh

informan sehingga tidak hanya pasien sasarannya tetapi karyawan dan

pimpinan. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan dari

muhammadiyah itu sendiri dengan harapan dari kegiatan-kegiatan

tersebut kinerja karyawan akan lebih tinggi. Tetapi setelah program

kerja diajukan ke tingkat pimpinan masih belum bisa disetujui dengan

alasan belum siap menerima perubahan itu

3. Implementasi pengorganisasian keperawatan di Rumah Sakit

Islam Faisal Makassar

Berdasarkan pada hasil penelitian tentang pengaruh kinerja

perawat dan pengorganisasian terhadap pelayanan keperawatan

metode tim yang dilakukan terhadap 60 responden di RSI Faisal

Makassar sejak tanggal 21 juni sampai dengan 21 juli 2013 serta

berdasar pada hasil pengolahan data yang diarahkan sesuai dengan

tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pelayanan keperawatan

metode tim dilihat sebagai berikut :

1. Pengaruh kinerja perawat terhadap pelayanan keperawatan metode

tim

47
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari 17

orang (28,3%) responden yang rendah kinerjanya diperoleh 5

(8,3%) responden yang baik dalam hal pelayanan keperawatan

metode tim dan 12 (20,0%) yang cukup dalam hal pelayanan

keperawatan metode tim. Dan terdapat 43 (71,7%) yang tinggi

kinerjanya telah diperoleh 36 (60,0%) orang yag baik dalam hal

pelayanan keperawatan metode tim dan 7 (11,7%) orang yang

cukup dalam hal pelayanan keperawatan metode tim.. Berdasarkan

uji chi-square test didapati nilai p = 0,000 dengan nilai α = 0,05 ini

berarti ha diterima dan h0 ditolak atau ada pengaruh signifikan

antara kinerja perawat terhadap pelayanan keperawatan metode

tim. Menurut Mangkunegara (2000) kinerja berasal dari kata job

performance atau actual performance (prestasi kerja sesungguhnya

yang telah dicapai oleh seseorang) dan kinerja (prestasi kerja)

adalah hasil kerja secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai

oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hasil

penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang telah dilakukan oleh

Andi Afinda (2010) tentang Faktor- Faktor yang Berhubungan

dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Andi Makkasau Pare-Pare 2009 yang menunjukkan bahwa

perawat yang telah memperoleh pelatihan pada kategori baik

sebagian besar memiliki kinerja baik yang menginterpretasikan

48
bahwa pelatihan yang diselenggarakan kepada perawat memberi

pengaruh terhadap kualitas kerja dalammemberikan pelayanan

keperawatan di rumah sakit. Didalam lingkungan kerja, perawat

dan tim kesehatan membentuk interaksi sosial dan terapeutik

untuk membangun kepercayaan dan memperkuat hubungan.

Semua orang memiliki kebutuhan interpribadi akan penerimaan,

keterlibatan, identitas, privasi, kekuatan dan kontrol serta

perhatian (Stewart & Logan, 2005). Perawat membutuhkan

persahabatan dukungan, bimbingan dan dorongan dari pihak lain

untuk mengatasi tekanan akibat stres pekerjaan dan harus dapat

menerapkan komunikasi yang baik dengan klien, sejawat dan

rekan kerja. Perawat menjalankan peran yang membutuhkan

interaksi dengan berbagai anggota tim pelayanan kesehatan. Unsur

yang membentuk hubungan klien juga dapat diterapkan dalam

hubungan sejawat, yang berfokus pada pembentukan lingkungan

kerja yang sehat dan mencapai tujuan tatanan klinis. Kinerja

sebuah kelompok tergantung pada hubungan baik antara anggota

tim tersebut. Hubungan pribadi dalam suatu tim sulit dilakukan,

kesulitan sering disebabkan oleh adanya komunikasi yang buruk

antara tim dan antara pemimpin dengan anggota tim. Hubungan

yang buruk sulit akan memperburuk komunikasi yang telah buruk.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Estelle Lilian Mua (2011) tentang pengaruh pelatihan supervise

49
klinik kepala ruangan terhadap kepuasan kerja dan kinerja perawat

pelaksana diruang rawat inap Rumah Sakit Woodward Palu yang

menyatakan bahwa pelatihan supervise klinik kepala ruangan

secara signifikan meningkat kinerja perawat pelaksana diruang

rawat inap Rumah Sakit Woodward Palu. Berdasarkan pada

pengamatan dan asumsi peneliti bahwa, perawat di RSI Faisal

mempunyai kinerja yang tinggi. dengan kinerja yang tinggi tentu

saja asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien semakin

baik, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan

keperawatan metode tim. Sesuai dengan teori Nursalam (2012)

mengatakan bahwa kinerja seorang perawat dapat dinilai dari mutu

asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Dalam menilai

kualitas penilaian pelayanan keperawatan digunakan standar

praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat

dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

2. Pengaruh pengorgaisasian pelayanan terhadap pelayanan

keperawatan metode tim Berdasarkan hasil penelitian, didapati

dari 23 orang (38,3%) responden yang cukup pengorganisasian

pelayanannya diperoleh 21 (35,0%) responden yang baik dalam

pelayanan keperawatan metode tim dan 2 (3,3%) yang cukup

dalam pelayanan keperawatan metode tim. Dan terdapat 37

(61,7%) yang baik pengorganisasian pelayanannya telah diperoleh

20 (33,3%) orang yag baik dalam pelayanan keperawatan metode

50
tim dan 17 (28,3%) orang yang cukup dalam pelayanan

keperawatan metode tim. Berdasarkan uji chi-square test didapati

nilai p = 0,002 dengan nilai α = 0,05 ini berarti ha diterima dan h0

ditolak atau ada hubungan antara pengorganisasian pelayanan

terhadap pelayanan keperawatan metode tim. Fayol (1949)

menyatakan bahwa suatu organisasi dibentuk ketika jumlah

pekerja cukup banyak sehingga membutuhkan seorang penyelia.

Organisasi diperlukan kerena dapat menyelesaikan lebih banyak

pekerjaan daripada yang dapat dilakukan oleh individu. Organisasi

pelayanan keperawatan membutuhkan ketelitian sebab

mengemban misi mengatur sumber daya manusia yang terbesar

jumlahnya di rumah sakit. Administrasi keperawatan juga

memerlukan perhatian khusus karena menyangkut pekerjaan dan

kegiatan rumah sakit yang langsung berkaitan dengan pasien.

Karenanya untuk dapat memberikan pelayanan yang demikian

mutunya, diperlukan penerapan manajemen perawatan secara

profesional yang baik dan terarah. Menurut Azwar (1996), bahwa

suatu organisasi dinilai sebagai organisasi yang baik apabila

memenuhi prinsip pokok organisasi antara lain : mempunyai

pendukung, mempunyai tujuan, mempunyai pembagian tugas,

mempunyai perangkat organisasi, mempunyai pendelegasian

pembagian wewenang dan mempunyai kesinambungan kegiatan,

kesatuan perintah dan arah.

51
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulistiana

Rudianti (2011) tentang Hubungan Komunikasi Organisasi dengan

Kinerja Perawat Pelaksana Diruang Rawat Inap salah satu Rumah

Sakit Swasta Surabaya menyatakan bahwa komunikasi organisasi

lemah yang terjadi dalam pelayanan keperawatan bila tidak

diperhatikan dapat menjadi hambatan untuk mencapai tujuan

organisasi sesuai visi yang ditetapkan. Komunikasi organisasi

merupakan suatu proses pengalihan dan pemahaman informasi

dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama

lain dalam organisasi. Terkait dalam organisasi keperawatan yang

sering mengalami proses penyampaian dan pemahaman informasi,

komunikasi organisasi merupakan hal penting untuk memperkuat

hubungan satu sama lain dan memperlancar pelayanan

keperawatan. Berdasarkan pada pengamatan dan asumsi peneliti

bahwa, dalam pengorganisasian komunikasi merupakan salah satu

kunci untuk mempererat anggota tim sehingga saling tergantung

satu sama lain dan selalu bersama-sama terutama dalam

memberikan pelayanan keperawatan dalam metode tim

Fungsi pengorganisasian adalah fungsi manajemen yang

kedua setelah fungsi perencanaan, merupakan alat untuk

mengatur, mamadukan kegiatan yang berkaitan dengan personil,

finansial, material dan tata cara untuk mencapai tujuan organisasi

yang ditetapkan bersama. Pelaksanaan fungsi pengorganisasian di

52
ruang rawat inap mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan

yang diberikan, karena pada fungsi pengorganisasian terdapat

kegiatan pembagian kerja, pendelegasian tugas, koordinasi kerja

dan manajemen waktu yang dilakukan oleh seorang Kepala

Ruangan ( Nursalam , 2011; Simamora, 2013). Keberhasilan

Kepala Ruangan bergantung pada bagaimana kemampuannya

mempengaruhi bawahan dalam pengelolan kebutuhan

keperawatan disuatu ruang rawat atau unit ( Sitorus, 2011).

Sebaiknya Kepala Ruangan adalah individu yang segani dan

disukai oleh semua bawahannya. Menurut Sitorus (2011), Kepala

Ruangan akan mendapatkan kepercayaan dan pengaruh dari

bawahan bila mampu memimpin melalui contoh peran, artinya

Kepala Ruangan perlu melakukan sesuatu agar ditiru oleh

bawahannya seperti datang tepat waktu, berbicara sopan, membuat

perencanaan dan mampu melakukan tindakan keperawatan bila

dibutuhkan. Mempertahankan integritas diri, artinya Kepala

Ruangan selalu melakukan hal hal yang benar dan jujur, akan

meningkatkan integritas Kepala Ruangan sebagai pemimpin.

Melaksanakan sesuatu untuk suatu tujuan, artinya Kepala Ruangan

melakukan sesuatu dengan tekun dan bertanggung jawab, karena

menginginkan pelayanan keperawatan di ruangannya berkualitas,

pasien dan keluarga pasien puas dengan pelayanan yang diberikan

selanjutnya berada ditempat, artinya sebagai Kepala Ruangan

53
waktunya lebih banyak berada di ruangan bukan ditempat lain,

karena pemimpin yang efektif akan melihat dan mendengarkan

bawahannya. Menumbuhkan hubungan interpersonal, artinya

Kepala Ruangan menghargai dan menikmati kerjasama dengan

orang lain, memahami kelebihan dan kekurangan bawahannya,

memanfaatkan kelebihan bawahannya dengan optimal dan tidak

berfokus pada kelemahan dan kekurangan bawahannya. Asumsi

peneliti adanya hubungan yang signifikan antara pelaksanaan

fungsi pengorganisasian Kepala Ruangan dengan kepuasan kerja

perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Islam Ibnu

Sina Bukittinggi karena Kepala Ruangan telah mendapat

kepercayaan dari perawat pelaksana serta menjadi contoh bagi

perawat pelaksana. Keberadaannya diterima dan dihargai sehingga

apa yang disampaikan oleh Kepala Ruangan, perawat pelaksana

bisa menerima dan melaksanakannya dengan senang.

Terlaksananya fungsi pengorganisasian Kepala Ruangan secara

baik dan efektif menghasilkan peningkatkan mutu pelayanan

keperawatan yang dapat memenuhi harapan pasien sehingga

pasien merasakan puas dengan pelayanan yang diberikan oleh

perawat pelaksana.

54
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tenaga paramedis adalah


dipengaruhi oleh budaya organisasi dan iklim organisasi
2. Secara parsial budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja tenaga
paramedis begitu juga dengan iklim organisasi berpengaruh terhadap
kinerja tenaga paramedis

B. Saran

1. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan kepada kepala ruangan agar dalam

memimpin lebih melakukan pendekatan kepada perawat pelaksana

dengan menjalin komunikasi yang baik dengan perawat dan

menciptakan komunikasi yang baik juga antara sesama perawat

pelaksana sehingga akan tercipta hubungan kerja yang harmonis serta

setiap ada permasalahan yang timbul dapat diselesaikan dengan baik

dan bijaksana untuk mencapai tujuan yang diterapkan oleh rumah sakit

tentang memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin kepada

pasien.

2. Bagi Responden

Hasil penelitian dan diharapkan juga kepada perawat pelaksana, jika

ada permasalahan yang dirasakan sebaiknya langsung dibicarakan

dengan kepala ruangan untuk dicari solusi yang saling menguntungkan

untuk semua pihak, sehingga pelayanan yang diberikan kepada pasien

55
semakin baik karena kepuasan kerja perawat pelaksana bisa tercapai

dengan lingkungan kerja yang harmonis.

3. Bagi Ilmu Keperawatan

Diharapkan bisa jadi masukan untuk kemajuan ilmu keperawatan

khususnya dalam managemen keperawatan.

4. Bagi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar

meneliti mengunakan metode observasi agar mendapatkan hasil yang

lebih akurat karena penelitian bisa dilakukan di dua lokasi atau lebih.

56
DAFTAR PUSTAKA

57

Anda mungkin juga menyukai