Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2017)

organisasi pelayanan keperawatan merupakan salah satu bagian penting

dalam organisasi pelayanan kesehatan. Perawat adalah profesi/tenaga

kesehatan yang jumlah dan kebutuhannya paling banyak di antara tenaga

kesehaan lainnya yaitu sebesar 29,66% dari seluruh rekapitulasi tenaga

kesehatan di Indonesia per Desember 2016. Bahkan menurut Asmuji

(2014:83) pelayanan kesehatan dirumah sakit sebanyak 90% berupa

pelayanan keperawatan.

Pelayanan keperawatan merupakan sistem yang terdiri dari individu

profesional dan non-profesional, kelompok profesional dan non-profesional,

dan kelompok pengguna/konsumen. Interaksi antar-individu maupun

kelompok memungkinkan terjadinya konflik dalam pelayanan kesehatan

terkhusus di ruang perawatan antara lain perawat dengan perawat, perawat

dengan tim kesehatan lain, perawat dengan staf administrasi, perawat dengan

pasien ataupun keluarga pasien, dan lainnya (Asmuji, 2014:114).

Salah satu konflik skala international yakni konflik yang terjadi di

Rumah Sakit Jiwa Mathari, Kenya sekitar 5.000 dokter, apoteker, dokter gigi

dan perawat melakukan aksi mogok kerja setelah perundingan antara serikat

pekerja dan pemerintah tentang kenaikan gaji gagal, menyebabkan lebih dari

100 pasien jiwa kabur dari rumah sakit (Liputan6, 2012).

1
Di Indonesia, konflik perawat mulai dari konflik perseorangan di unit

pelayanan, sampai skala nasional banyak dijumpai. Dokter serta perawat

Rumah Sakit Umum Muyang Kute Kabupaten Bener Meriah, Aceh

melakukan aksi mogok kerja akibatnya pasien yang dirawat terpaksa

dipulangkan dari rumah sakit (Serambi News, 2017). Di Rumah Sakit Karya

Bhakti Pertiwi (KBP) dan Medika Dramaga, Kabupaten Bogor, salah seorang

pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

menyampaikan keluhannya kepada sejumlah awak media karena merasa tidak

mendapatkan pelayanan yang maksimal dan fasilitas medis yang tidak

memadai (IGS Berita, 2017).

Di Sulawesi Selatan Rumah Sakit (RS) Wahidin Sudirohusodo, Makassar

pihak keluarga pasien komplain terhadap pelayanan, korban kebakaran yang

awalnya dirawat di ruang ICU RS Wahidin. Sepekan pasca dirawat, pasien

yang menggunakan BPJS tersebut malah dipindahkan di lantai 2 IGD dengan

penanganan lamban hingga meninggal dunia (Kabar News, 2018). Selain itu,

di RSUD. Haji Makassar pegawai negeri sipil dan karyawan melakukan aksi

mogok kerja, sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadap Direktur RSUD.

Haji Makassar karena tidak transfaran dalam memimpin rumah sakit yakni

adanya iuran PNS kepada manajemen rumah sakit dan tidak meratanya

pembagian dana jasa pelayanan (Tribun Makasssar, 2015). Konflik yang

penulis sebutkan merupakan sebagian kecil dari jumlah dan jenis konflik

yang mencuat ke permukaan dan konflik yang tidak sampai mencuat lebih

banyak lagi.

2
Menurut Swanburg (2000:357) konflik bila tidak dikelola dengan baik

dapat mengganggu fungsi, mengancurkan, menghabiskan energi, dan

mengurangi keefektifan organisasi. Menurut penelitian Purbah dan Fathi

(2010) Konflik yang berkelanjutan dapat merusak kesatuan unit kerja dan

seringkali menimbulkan situasi yang tidak menyenangkan, sehingga

mengganggu hubungan kerja dan menurunkan produktivitas.

Menurut hasil penelitian Daniyanti dan Kamil (2016) secara umum dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan intensitas konflik dengan kinerja dalam

suatu kelompok atau organisasi. Menurut penelitian Hasby (2017) Penyebab

stress kerja perawat dipengaruhi salah satunya oleh konflik kerja. Konflik

bisa terjadi karena kesalahpahaman, ketidakjelasan, atau ketidakadilan yang

dirasakan seseorang. Konkritnya seperti perasaan kurang dihargai, merasa

diabaikan, beban kerja yang berlebihan, dan pertikaian yang menimbulkan

kemarahan (Bakri, 2017:55).

Munculnya konflik dalam organisasi pelayanan keperawatan harus selalu

diantasipasi oleh kepala ruangan. Peran kepala ruangan sangat menentukan

hasil akhir pelayanan yang dipengaruhi konflik dengan demikian, kepala

ruangan harus dapat mengendalikan konflik sejak awal munculnya konflik

karena konflik yang terjadi dapat mempengaruhi pelayanan asuhan

keperawatan diruangan (Asmuji, 2014:114).

Berdasarkan hasil penelitian Purba dan Fathi (2010) manajemen konflik

kepala ruangan yang dipersepsikan 72 perawat pelaksana di ruang rawat inap

instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan adalah kompromi (44,4 %).

Hasil penelitian Lombogia (2014) menunjukkan manajemen konflik yang

3
dilakukan oleh kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Bethesda Tomohon

adalah manajemen konflik kolaborasi yaitu 48,4% dan menunjukkan bahwa

ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan dengan manajemen

konflik kepala ruangan di RSUD Bethesda Tomohon.

Menurut Nursalam (2015:156) Penanganan konflik yang terjadi harus

diselesaikan dengan strategi yang tepat. Adapun beberapa stategi penanganan

konflik yang dapat digunakan yaitu persaingan, kolaborasi, penghindaran,

akomodasi, kompromi, dan negosiasi. Menurut hasil penilitian Sinaga (2010)

menyatakan bahwa manajemen konflik kolaborasi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja karyawan, sedangkan manajemen konflik

kompetisi, menghindar dan akomodasi tidak berpengaruh signifikan terhadap

kinerja karyawan.

Menurut Asmuji (2014:89) Seorang pemimpin harus dapat menentukan

gaya kepemimpinan yang tepat untuk digunakan tergantung situasi dan

kondisi yang ada. Dimana gaya kepemimpinan yang tepat dapat

meningkatkan produktivitas dalam organisasi, mencegah dan menyelesaikan

konflik yang terjadi. Menurut Bakri (2017:19) terdapat tiga gaya

kepemimpinan yaitu: otoriter, demokratis, liberal.

Hasil penelitian Lombogia (2014) dari 60 orang perawat pelaksana

menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan dilakukan oleh kepala ruangan di

Rumah Sakit Umum Bethesdha Tomohon adalah gaya kepemimpinan

demokrasi yaitu 75%. Berdasarkan hasil penelitian Purba dan Fathi (2010)

dari 72 perawat pelaksana mempersepsikan 70,8% gaya kepemimpinan

kepala ruangan diterapkan di ruang rawat inap instalasi Rindu A RSUP H.

4
Adam Malik Medan adalah partisipatif. Kepala ruangan yang menerapkan

sikap partisipatif apabila bawahannya yakni perawat pelaksana ditegur oleh

profesi lain atas kesalahan yang dilakukan perawat pelaksana tersebut, kepala

ruangan akan berdiskusi dan membantu untuk mengambil keputusan yang

tepat untuk bawahannya.

Gaya kepemimpinan menentukan pula timbulnya konflik dalam

organisasi. Dimana ketidakjelasan peran dan tanggung jawab pemimpin dapat

meningkatkan konflik dalam organisasi. Gaya kepemimpinan tertutup dan

pengamatan ketat secara terus-menerus dapat meningkatkan potensi konflik.

Dan gaya kepemimpinan yang terlalu mengandalkan partisipasi juga dapat

merangsang konflik (Asmuji, 2014:116).

Menurut hasil penelitian Siritoitet (2016) tentang hubungan gaya

kepemimpinan kepala ruangan dengan strategi penyelesaian konflik Di

RSUD. Kabupaten Kepulauan Mentawai menunjukkan bahwa 53,2% kepala

ruangan dengan gaya kepemimpinan demokratik 42,6% strategi penyelesaian

konflik kompetisi. Hasil akhir terdapat hubungan yang bermakna antara gaya

kepemimpinan kepala ruangan dengan strategi penyelesaian konflik. Menurut

hasil penelitian Mirja (2014) dari analisa univariat menunjukkan bahwa gaya

kepemimpinan yang digunakan adalah partisipatif (32,4%) dan manajemen

konflik pada kategori kurang baik (54,9%). Hasil penelitian analisa bivariat

menunjukkan bahwa terdapat hubungan gaya kepemimpinan Kepala Ruang

dengan manajemen konflik di Ruang Rawat Inap RSUD. dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh tahun 2014.

5
Studi pendahuluan 5 sebtember 2018 Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Haji Makassar sebagai salah satu rumah sakit milik instansi

pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, rumah sakit tipe B yang mendapatkan

akreditasi paripurna di tahun 2017. Memiliki fasilitas pelayanan instalasi

rawat inap meliputi: Ruang perawatan Rinra Sayang 1, Rinra Sayang 2, Al-

Kautsar, Ad-Dhuha, Ar-Raodha 1, Ar-Raodha 2, Ar-Raodah 3, Al-Fajar, Ar-

Rahman dan ICU dengan jumlah total perawat pelaksana di ruang rawat inap

131 orang.

Hasil wawancara dengan dua orang kepala ruangan mengatakan bahwa

ada konflik di ruangan yang mereka pimpin. Kepala ruangan mengatakan

mereka menggunakan gaya kepemimpinan demokratis dan liberal dan strategi

penyelesaian konflik yang sering digunakan untuk menyelesaikan konflik

tergantung masalah yang terjadi yang paling sering digunakan seperti

kolaborasi dan kompromi.

Hasil wawancara dengan 5 perawat pelaksana, diketahui bahwa 3

diantaranya mengatakan pernah mengalami konflik karena kesalahpahaman

ataupun ketidakjelasan dan 2 diantaranya mengatakan bahwa terkadang

kepala ruangan tidak mencoba menyelesaikan konflik yang terjadi dan

perawat lainnya mengatakan kepala ruangan menyelesaikan konflik, yaitu

dengan mendiskusikan konflik atau masalah yang terjadi diruangan dan

mencari solusinya bersama.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang gambaran gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan penanganan

konflik di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar.

6
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis menetapkan permasalahannya

sebagai berikut: “Bagaimana Gambaran Gaya Kepemimpinan Kepala

Ruangan dalam Penanganan Konflik Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

Umum Daerah Haji Makassar ?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran gaya kepemimpinan kepala ruangan dalam

penanganan konflik di ruang rawat inap RSUD. Haji Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui gambaran gaya kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap

RSUD. Haji Makassar.

b. Diketahui gambaran penanganan konflik kepala ruangan di ruang rawat inap

RSUD. Haji Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Sebagai bacaan ilmiah dan meningkatkan ilmu pengetahuan dibidang

kesehatan terutama yang terkait dengan gambaran gaya kepemimpinan kepala

ruangan dan penanganan konflik di ruang rawat inap rumah sakit.

2. Manfaat Institusi

Sebagai bacaan mahasiswa-mahasiswi dan sumber informasi bagi peneliti-

peneliti berikutnya untuk melakukan intervensi lebih jauh berkaitan dengan

gambaran gaya kepemimpinan kepala ruangan dan penanganan konflik di

ruang rawat inap rumah sakit.

7
3. Manfaat Praktis

Memperluas wawasan, bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut,

serta referensi untuk penelitian yang sejenis mengenai gambaran gaya

kepemimpinan kepala ruangan dan penanganan konflik di ruang rawat inap

rumah sakit.

4. Manfaat Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan penyuluhan dan

referensi bagi masyarakat tentang gambaran gaya kepemimpinan kepala

ruangan dan penanganan konflik di ruang rawat inap rumah sakit.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Manajemen Konflik

1. Definisi Konflik

Istilah konflik berasal dari bahasa Inggris conflict yang berarti “perkelahian,

peperangan, perjuangan, atau konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Konflik

adalah kejadian alamiah dalam hubungan pekerjaan, yang terjadi ketika dua

atau lebih pihak mempunyai pandangan yang berbeda tentang suatu situasi

(Sitorus & Panjaitan, 2011).

Menurut Asmuji (2014:115) konflik merupakan proses yang bermula

ketika interaksi dari dua orang atau lebih memunculkan masalah internal

maupun eksternal sebagai akibat pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan-

keyakinan yang berbeda.

Nursalam (2015:153) mengemukakan bahwa konflik bisa dilihat dari

dua pendekatan, yakni sebagai sebuah kejadian dan konflik sebagai proses.

Sebagai suatu kejadian, konflik bisa bermula dari suatu ketidaksetujuan

antara dua orang atau organisasi dimana orang tersebut menerima sesuatu

yang mengancam kepentingannya. Sedangkan sebagai proses, konflik

dimanifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua

orang atau kelompok yang berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan

dari seseorang.

9
2. Faktor-faktor Terjadinya Konflik

Menurut Bahri (2017:58) faktor-faktor penyebab konflik antara lain:

a. Faktor Manusia

1) Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.

2) Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.

3) Timbul karena ciri-ciri kepribadian individual, antara lain sikap egoistis,

tempramental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.

b. Faktor Organisasi

1) Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan,

pegawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik

antar unit/departemen.

2) Interpendendi tugas. Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan

antara satu kelompok dengan kelompok lainnnya. Kelompok yang satu tidak

dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.

3) Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak

jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.

4) Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit/departemen

mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen

yang lain menganggap sabagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam

status hirarki organisasi.

5) Perbedaan nilai dan persepsi. Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi

yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para

manajer yang relatif muda memiliki persepsi bahwa mereka mendapat tugas-

10
tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior

mendapat tugas yang ringan dan sederhana.

6) Perbedaan tujuan antara unit-unit organisasi. Tiap-tiap unit dalam organisasi

mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini

sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut.

7) Persaingan dalam menggunakan sumberdaya. Apabila sumberdaya baik

berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat

timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya

konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.

3. Kategori konflik

Menurut Nursalam (2015:155) ada beberapa kategori konflik, yaitu:

a. Konflik intrapersonal adalah konflik internal yang terjadi dalam diri

seseorang. Konflik intrapersonal akan terjadi ketika individu harus memilih

dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan dan bimbang mana yang harus

dipilih.

b. Konflik interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antar individu. Konflik

interpersonal bisa terjadi jika ada perbedaan pendapat isu, tindakan, dan

tujuan tertentu di dalam lingkup organisasi.

c. Konflik intragrup, yaitu konflik antara anggota dalam satu kelompok. Setiap

kelompok dapat mengalami konflik substatif dan efektif. Konflik substantif

yaitu konflik karena latar belakang keahlihan yang berbeda. Sedangkan

konflik efektif terjadi karena tanggapan emosional berlebih terhadap suatu

situasi tertentu dalam suatu kelompok di sebuah organisasi.

11
d. Konflik intergrup, yaitu konflik yang terjadi antara kelompok. Konflik

intergrup terjadi karena adanya saling ketergantungan, perbedaan persepsi,

perbedaan tujuan, hingga meningkatnya tuntutan akan keahlian di suatu

organisasi.

e. Konflik intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadi antar bagian dalam suatu

organisasi. Konflik intraorganisasi meliputi konflik vertikal, yang terjadi

antara pipinan dan bawahan. Konflik horizontal yang terjadi karyawan atau

departemen yang memiliki hierarkhi yang sama dalam organisasi. Konflik

lini-staf yang sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang

keterlihatan staf dalam proses pengambilan keputusan oleh manejer lini.

Konflik peran, yang terjadi karena seseorang memiliki lebih dari satu peran.

f. Konflik interorganisasi, yang terjadi antar organisasi. Konflik interorganisasi

terjadi karena anggota diantara dua organisasi memiliki saling ketergatungan

satu sama lain, sehingga menyebabkan dampak negatif terhadap

organisasinya masing-masing jika kebutuhan tidak terpenuhi.

4. Proses konflik

Proses konflik terdiri dari lima tahap berikut:

a. Tahap I: Potensi oposisi atau ketidakcocokan

Tahap pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang menciptakan

kesempatan munculnya konflik. Pada tahap ini, kondisi yang memengaruhi

timbulnya konflik adalah variabel komunikasi, struktur, dan variabel

individu, seperti pada penjelasan ada sumber konflik. Variabel-variabel

tersebut mendorong terjadinya konflik (Asmuji, 2014:117).

12
b. Tahap II: Kognisi dan personalisasi

Tahap kedua merupakan wujud adanya oposisi dan ketidakcocokan dalam

kondisi anteseden. Pada tahap ini, terdapat dua macam konfik, yaitu konflik

yang dipersepsikan dan konflik yang dirasakan. Kesadaran individu

diperlukan untuk dapat mempersepsikan adanya konflik. konflik yang

dipersepsikan muncul jika adanya kesadaran salah satu pihak atau lebih atas

adanya kondisi yang menciptakan peluang terjadinya konflik (Asmuji,

2014:118). Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan

sebagai ancaman ketakutan, tidak percaya dan marah. Konflik ini disebut juga

sebagai konflik affectiveness (Nursalam, 2015:156).

c. Tahap III: Menentukan maksud

Maksud (keinginan, niat) merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara

tertentu guna menangani konflik yang dirasakan. Penanganan konflik yang

dirasakan dan sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya dapat dilakukan

dengan cara bersaing, kerjasama, berkompromi, menghindar, atau

mengakomodasi (Asmuji, 2014:118). Setiap orang secara tidak sadar belajar

menggunakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan

konflik. Sementara itu penyelesaian konflik dalam organisasi memerlukan

upaya dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan organisasi (Nursalam,

2015:156).

d. Tahap IV: Perilaku

Tahap ini merupakan suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan

semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip win-win solution

(Nursalam, 2015:156).

13
e. Tahap V: Hasil

Tahap ini menghasilkan konsekuensi yang telah dibuat oleh pihak yang

terlibat konflik. Hasil yang diperoleh dapat bersifat fungsional (meningkatkan

kinerja) atau disfungsional (merintangi kinerja kelompok) (Asmuji,

2014:118).

5. Manajemen Konflik

Menurut Setiadi (2016:116) ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk

menangani konflik antara lain adalah:

a. Menerima dan mendefinisikan pokok masalah yang menimbulkan

ketidakpuasan, langkah ini sangat penting karena kekeliruan dalam

mengetahui masalah yang sebenarnya akan menimbulkan kekeliruan pula

dalam merumuskan cara pemecahanya.

b. Mengumpulkan keterangan/fakta, dimana fakta yang dikumpulkan haruslah

lengkap dan akurat, tetapi juga harus dihindari tercampurnya dengan opini

atau pendapat.

c. Menganalisis dan memutuskan, dengan diketahuinya masalah dan

terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai melakukan evaluasi terhadap

keadaan. Sering kali dari hasil analisas bisa mendapatkan berbagai alternatif

pemecahan masalah.

d. Memberikan jawaban, meskipun manajemen kemudian sudah memutuskan,

keputusan ini haruslah diberitahukan kepada pihak karyawan.

e. Tindak lanjut, langkah ini diperlukan untuk mengawasi akibat dari keputusan

yang telah diperbuat.

14
f. Pendisiplinan, konflik dalam organisasi apabila tidak ditangani dengan baik

bisa menimbulkan tindakan pelecehan terhadap aturan main yang telah

disepakati bersama agar peraturan tersebut memiliki wibawa.

g. Evaluasi hasil penyelesaian konflik.

6. Penanganan Konflik

Penanganan konflik dapat dilakukan dengan beberapa maksud, antara lain

sebagai berikut:

a. Persaingan

Persaingan merupakan penanganan konflik yang mempunyai keinginan untuk

memuaskan kepentingan seseorang tanpa memedulikan dampak pada pihak

lain dalam konflik tersebut. Penanganan konflik ini disebut win-lose solution.

Persaingan dilakukan jika suatu persoalan memerlukan tindakan secara cepat

dan tegas atau juga dapat dilakukan jika persoalanya vital dianggap darurat

untuk segera dipecahkan (Asmuji, 2014:120).

b. Kolaborasi

Pola menyelesaikan konflik dengan menghadapi masalah secara langsung dan

mencari solusi yang memuaskan kedua belah pihak (win-win outcome)

(Marquiz & Huston, 2003).

Dalam kolaborasi, kedua pihak terlibat menentukan tujuan bersama dan

bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Oleh karena keduanya yakin akan

tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Strategi kolaborai tidak akan

bisa berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut,

kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan

15
masalah, dan tidak adanya kepercayaan kedua kelompok/seseorang

(Nursalam, 2015:159)

c. Penghindaran

Merupakan cara yang sering digunakan untuk mencegah terjadinya

konfrontasi. Menghindar merupakan keinginan untuk menjauhkan diri atau

menekan konflik. Cara ini dapat digunakan manajer jika masalahnya tidak

menggangu pekerjaan, dan diharapkan masalahnya dapat diselesaikan atau

hilang sendiri (lose-lose situation) (Marquiz & Huston, 2003).

d. Akomodasi

Suatu pola dimana satu pihak menerima kepentingan pihak lain diatas

kepentingan sendiri dan ini dilakukan bila masalah tersebut bukan masalah

penting atau satu pihak adalah pihak yang kuat (lose-win outcome) (Marquiz

& Huston, 2003).

e. Kompromi

Kompromi merupakan penanganan konflik, yaitu masing-masing pihak yang

terlibat konflik bersedia mengorbankan sesuatu dan sepakat untuk

kepentingan bersama. Penaganan ini sering disebut lose-lose situation

(Asmuji, 2014:120). Kedua pihak yang terlibat saling menyerah dan

menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam manajemen keperawatan,

strategi ini sering digunakan oleh middle dan top manajer keperawatan

(Nursalam, 2015:158).

f. Smoothing

Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi

komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat

16
dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan

penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa diterapkan pada konflik

yang ringan, tetapi tidak dapat dipergunakan pada konflik yang besar,

misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi (Nursalam, 2015:159).

7. Peran Pimpinan Dalam Penyelesaian Konflik

Menurut Setiadi (2016:117) ada beberapa peran pimpinan dalam penyelesaian

konflik antara lain adalah:

a. Pemimpin perlu menganalisas jumlah dan tipe konflik yang terjadi dalam

organisasi sehingga bisa fokus mengatasinya.

b. Kepala ruangan seharusnya mengevaluasi setiap level konflik yang terjadi

dan melihat apakah organisasinya kuat dalam menghadapi konflik.

c. Ketika kepala ruangan terlibat konflik seharusnya berfikir eksplisit tentang

sejauhmana perhatian mereka terhadap organisasi. Ini menjadi salah satu

kunci untuk menentukan strategi pengelolahan konflik.

d. Kepala ruangan perlu menentukan dan mengidentifikasi isu yang pasti akan

dinegosiasikan.

e. Kepala ruangan seharusnya hati-hati menentukan apakah sikap dalam

negosiasi telah memenuhi standar normal sebelum bernegosiasi.

f. Kepala ruangan seharusnya tidak terlalu tertekan dalam mempersiapkan

sebagai negosiasi.

g. Jika seorang kepala ruangan melibatkan pihak ketiga dalam penanganan

konflik mereka harus mengontrol proses dan hasil dari perdebatan/diskusi.

17
B. Tinjauan Tentang Kepemimpinan

1. Definisi Kepemimpinan

Menurut Marquis dan Huston (2003) Pemimpin adalah seseorang yang

berpengaruh dan mengarahkan, beropini dan bertindak. Menurut Suarli dan

Bahtiar (2009:20) kepemimpinan adalah kemampuan memberi inspirasi

kepada orang lain untuk bekerja sama sebagai suatu kelompok, agar dapat

mencapai satu tujuan umum. Menurut Bakri (2017:17) kepemimpinan adalah

mengatur dan mengarahkan bawahan agar bersedia menerima pengarahan

dari pemimpinya yang menandakan keefektifan kepemimpinan seorang

manajer keperawatan.

Pemimpin yang efektif adalah seseorang yang mampu

membangkitkan tenaga pekerja dalam menyatukan usaha kerja pekerja yang

memiliki berbagai macam ketermpilan, serta seseorang yang berperan

sebagai penghubung dalam memudahkan interaksi yang efektif diantara

tenaga kerja, bahan dan waktu (Gillies, 1996).

2. Sifat-sifat Kepemimpinan

Edwin Ghisseli (1999) dalam Bakri (2017:18) berpendapat bahwa seorang

manajer bisa menjadi peimpin yang efektif apabila dapat membangun sifat-

sifat berikut:

a. Mempunyai kemampuan dalam pengawasan (supervisiory ability) atas

pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen khususnya dalam pengarahan dan

pengawasan terhadap pekerjaan bawahan.

18
b. Mengerti kebutuhan akan prestasi kerja dalam pekerjaan. Pemimpin yang

efektif bertanggungjawab terhadap pekerjaannya dan mempunyai keinginan

untuk maju dan sukses.

c. Mempunyai kecerdasan. Pemimpin yang efektif harus mampu merumuskan

dan membuat kebijakan dengan daya pikir yang kreatif

d. Mempunyai ketegasan (decisivenees). Ketegasan adalah kemampuan dalam

membuat keputusan dan memecahkan masalah secara cakap dan tepat.

e. Mempunyai kepercayaan diri. Kepercayaan diri adalah kunci seorang

pemimpin dalam memandang dirinya untuk menghadapi masalah.

f. Mempunyai inisiatif. Artinya seorang pemimpin harus mampu bertindak

secara mandiri, mampu megembangkan berbagai kegiatan dengan cara-cara

yang baru dan inovatif.

3. Kriteria Pemimpin

Menurut Suarli dan Bahtiar (2009:23) pemimpin yang berkualitas harus

memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Mempunyai keinginan untuk menerima tanggung jawab,

b. Mempunyai kemampuan untuk perceptive insight atau persepsi intro-spektif,

c. Mempunyai kemampuan untuk menentukan prioritas,

d. Mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi.

4. Gaya-gaya Kepemimpinan

Menurut Bakri (2017:19) terdapat tiga gaya kepemimpinan, sebagai berikut:

a. Gaya Kepemimpinan Otoriter

Menurut Gillies (1994) kepemimpinan otoriter merupakan gaya seorang

pemimpin utama yang berorientasi pada tugas, menggunakan jabatan dan

19
kekuasaan pribadinya dengan cara otoriter, mempertahankan tanggung jawab

untuk semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan serta memotivasi

bawahan dengan menggunakan sanjungan, kesalahan dan penghargaan.

Menurut Suni (2018) gaya kepemimpinan otoriter adalah pemimpin

yang langsung mengatur segala hal, serta kepemimpinan yang ekstrem

“diktator”. Pemimpin mengasumsikan pengontrolan ketat secara berlebihan

dalam keputusan dan aktivitas kelompok. Menurut Bakri (2017:19) ciri lain

yakni:

1) Wewenang sepenuhnya berada di tangan pemimpin.

2) Segala bentuk keputusan ditentukan oleh pimpinan.

3) Kebijakan orgaisasi/perusahaan diputuskan oleh pimpinan.

4) Komunikasi berlangsung satu arah, dari pimpinan kepada bawahan.

5) Sikap, tingkah laku, kegiatan bawahan diawasi secara ketat oleh pimpinan.

6) Bawahan tidak memiliki kesempatan untuk memberikan saran dan

pertimbangan.

7) Tugas-tugas bawahan diberikan melalui instruksi searah.

8) Lebih sering memberi kritik daripada pujian.

9) Pimpinan menuntut prestasi kerja kepada bawahan.

10) Cenderung kasar dalam bersikap.

11) Tanggung jawab keberhasilan organisasi berada di tangan pimpinan.

b. Gaya Kepemimpinan Demokratis

Menurut Gillies (1996) kepemimpinan demokratis merupakan gaya seorang

pemimpin yang menghargai karakteristik dan kemampuan seseorang.

Pemimpin demokratis menggunkan kekuasaan pribadi serta kekuatan

20
jabatannya untuk menarik gagasan dari pegawai, serta memotivasi anggota

kelompok untuk memiliki tujuan, mengembangkan rencana dan mengontrol

kerja mereka sendiri.

Menurut Suarlin dan Bahtiar (2009:24) gaya kepemimpinan

demokratis merupakan gaya seorang pemimpin yang menggunakan kekuatan

pribadi dan kekuatan jabatan untuk menarik gagasan dari pegawai dan

memotivasi anggota kelompok kerja untuk menentukan tujuan,

mengembangkan rencana, dan mengontrol praktik mereka sendiri. Menurut

Bakri (2017:19) gaya kepemimpianan demokratis memiliki ciri seperti:

1) Wewenang sepenuhnya tidak berada di tangan pimpinan.

2) Segala bentuk keputusan ditentukan melalui diskusi dan musyawarah.

3) Kebijakan berlangsung dua arah atau timbal balik.

4) Sikap, tingkah laku, kegiatan bawahan diawasi secara wajar oleh pimpinan.

5) Bawahan diberi kesempatan untuk memberikan saran dan pertimbangan.

6) Tugas-tugas bawahan diberikan melalui rapat/musyawarah bersama.

7) Pujian dan kritik diberikan sewajarnya dan seimbang.

8) Pimpinan menuntut prestasi kerja kepada bawahan berdasarkan kapasitas

bawahan.

9) Pimpinan menghendaki komitmen dan kesetiaan dengan wajar.

10) Keberhasilan organisasi menjadi tanggung jawab bersama.

c. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire

Menurut Gillies (1996) kepemimpinan Laissez Faire disebut juga gaya

kepemimpinan bebas, dimana pemimpin memberi kebebasan pada anggota

untuk bekerja tanpa pengarahan, supervisi atau kordinasi. Memaksa pekerja

21
untuk merencanakan, melakukan dan menilai pekerjaan mereka sendiri yang

menurut mereka tepat.

Menurut Suni (2018:16) gaya kepemimpinan Laissez Faire atau

dikenal pula sebagai Free-Rein merupakan gaya kepemimpinan bebas

kendali, serba memperbolehkan, dan sangat liberal kepada bawahannya.

Pemimpin memberikan kekuatan seluruh kelompok. Menurut Bakri (2017:19)

ciri dari gaya kepemimpinan ini adalah:

1) Pimpinan cenderung melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada

bawahannya.

2) Pemimpin yang membebaskan bawahannya dalam melakukan tugas hampir

tanpa pengarahan/bimbingan terhadap bawahan.

3) Keputusan kerja/organisasi lebih banyak disusun oleh bawahan.

4) Tidak ada pengawasan atas kinerja bawahan.

5) Prakarsa dan ide kerja mayoritas muncul dari inisiatif bawahan.

6) Peranan pimpinan sangat minim dalam pekerjaan kelompok.

7) Kepentingan pribadi lebih terlihat menonjol daripada kepentingan kelompok.

8) Tanggung jawab atas keberhasilan organisasi berada di tangan perorangan.

C. Tinjauan Tentang Kepala Ruangan

1. Definisi Kepala Ruangan

Menurut Setiadi (2016:175) kepala ruangan adalah seorang profesional yang

diberi wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di satu

ruangan.

Menurut Suarli dan Yayan (2009:47) kepala ruangan adalah seorang

tenaga perawatan profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang

22
dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di satu ruang rawat. Dan

Menurut Nursalam (2015) Kepala ruangan bertugas untuk membantu

pembinaan dan peningkatan kemampuan pihak dalam pengawasan agar

mereka dapat melaksanakan tugas kegiatan yang telah ditetapkan secara

efisien dan efektif.

2. Tanggung Jawab Kepala Ruangan

Menurut Suarli dan Yanyan (2009:47) tanggung jawab kepala ruangan

terbagi menjadi empat, yaitu:

a. Perencanaan

Perencanaan seharusnya menjadi tanggung jawab kepala ruangan pada tahap

perencanaan. Tugas bagian perencanaan ialah:

1) Menunjuk ketua tim untuk bertugas di ruangan masing-masing,

2) Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya,

3) Mengindentifikasi tingkat ketergantungan klien, seperti pasien gawat,

pasien transisi, atau pasien persiapan pulang, bersama ketua tim,

4) Mengindentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas

dan kebutuhan klien bersama ketua tim, serta mengatur

penugasan/penjadwalan,

5) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan,

6) Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan

medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan

dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien,

7) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan. Dalam hal ini, yang

dapat dilakukan yaitu membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan,

23
membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan

keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan, membimbing

penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan,

mengadakan diskusi unutk pemecahan masalah, serta memberikan

informasi kepada pasien atau keluarga yang baru,

8) Membantu mengembangkan niat untuk mengikuti pendidikan dan

pelatihan diri,

9) Membantu membimbing peserta didik keperawatan,

10) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit.

b. Pengorganisasian

Tahap pengorganisasian dalam melaksanakan tugas meliputi:

1) Merumuskan metode penugasan yang digunakan,

2) Merumuskan tujuan metode penugasan,

3) Membuat rentang kendali kepala ruangan yang membawahi dua ketua tim

dan ketua tim yang membawahi 2-3 perawat,

4) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas,

5) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas,

mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain-lain,

6) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan,

7) Mengatur dan megendalikan situasi tempat praktik,

8) Mendelegasikan tugas saat tidak berada di tempat kepada ketua tim,

9) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien,

10) Mengatur penugasan jadwal pos dari pakarnya,

11) Mengidentifikasi masalah dan cara penanganan.

24
c. Pengarahan

Tahap Pengarahan meliputi:

1) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim,

2) Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik,

3) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap,

4) Menginformasikan hal-hal yuang dianggap penting dan berhubungan dengan

asuhan keperawatan pasien,

5) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan,

6) Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melakukan

tugasnya,

7) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

d. Pengawasan

Pengawasan terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1) Melalui komunikasi

Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana

mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

2) Melalui supervisi

Supervisi dapat dilakukan dengan cara:

a) Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui

laporan lansung secara lisan dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-

kelemahan yang ada saat itu juga,

b) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim,

membaca, dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat

25
selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan).

Selain itu mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas,

c) Evaluasi, yaitu mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan

rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim,

d) Audit keperawatan.

26
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat

ditentukan beberapa variabel tentang gambaran gaya kepemimpinan kepala

ruangan dalam penanganan konflik di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum

Daerah Haji Makassar sebagai berikut :

1. Gaya kepemimpinan otoriter merupakan gaya kepemimpinan dimana

wewenang, keputusan, kebijakan dan tanggung jawab keberhasilan suatu

organisasi ditentukan oleh pemimpin (Bakri, 2017:19).

2. Gaya kepemimpinan demokratis merupakan gaya kepemimpinan dimana

setiap keputusan, kebijakan dan tanggung jawab senantiasa di

musyawarahkan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi baik

pemimpin ataupun bawahannya demi mencapai keberhasilan suatu organisasi

(Bakri, 2017:19).

3. Gaya kepemimpinan Laissez Faire merupakan gaya kepemimpinan dimana

keputusan, kebijakan dan tanggung jawab diserahkan sepenuhnya kepada

bawahan tanpa pengarahan atau pengawasan oleh pemimpin (Bakri,

2017:19).

4. Penanganan konflik merupakan pendekatan atau tindakan yang dilakukan

untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam organisasi (Asmuji,

2014:119).

27
B. Pola Pikir Variabel Yang Diteliti

Pola pemikiran dalam penelitian ini disusun kedalam model

hubungan antar variabel yang digambarkan sebagai berikut :

Gaya Kepemimpinan:
1. Otoriter Penanganan
2. Demokratis Konflik
3. Laissez Faire

(Gambar 1 Pola Pikir Variabel Yang Diteliti)

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Gaya Kepemimpinan Otoriter (a)

Gaya kepemimpinan otoriter merupakan gaya kepemimpinan yang

terpusat pada pemimpin, serta kewenangan dan keputusan yang mutlak di

pegang pemimpin.

Kriteria objektif untuk mengukur gaya kepemimpinan otoriter

menggunakan skala Guttman.

a. Diterapkan : apabila persepsi perawat atau bawahan tentang gaya

kepemimpinan otoriter di atas rata-rata atau sama dengan

gaya kepemimpinan demokratis dan laissez faire (a ≥ b

b. Tidak Diterapkan : apabila


dan c). persepsi perawat atau bawahan di bawah rata-rata

dibandingkan gaya kepemimpinan demokratis dan laissez

faire (a < b dan c).

28
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis (b)

Gaya kepemimpinan demokratis merupakan gaya kepemimpinan

dimana pemimpin dapat mempengaruhi orang lain untuk bersedia bekerja

sama mewujudkan tujuan organisasi serta rencana kerja dan berbagai

kegiatan organisasi diputuskan bersama antara pimpinan dan bawahan.

Kriteria objektif untuk mengukur gaya kepemimpinan demokratis

menggunakan skala Guttman.

a. Diterapkan : apabila persepsi perawat atau bawahan tentang gaya

kepemimpinan demokratis di atas rata-rata atau sama dengan

gaya kepemimpinan otoriter dan laissez faire (b ≥ a dan c).

b. Tidak Diterapkan : apabila persepsi perawat atau bawahan di dibawah rata-

rata dibandingkan gaya kepemimpinan otoriter dan liberal

3. Gaya Kepemimpinan(bLaissez
< a danFaire
c). (c)

Gaya kepemimpinan laissez faire merupakan gaya kepemimpinan

yang cenderung memberi kebebasan pada bawahan dalam melakukan tugas

hampir tanpa pengarahan/bimbingan terhadap bawahan.

Kriteria objektif untuk mengukur gaya kepemimpinan liberal

menggunakan skala Guttman.

a. Diterapkan apabila
: persepsi perawat atau bawahan tentang gaya

kepemimpinan liberal di atas rata-rata atau sama dengan

gaya kepemimpinan demokratis dan otoriter (c ≥ a dan b).

b. Tidak Diterapkan : apabila persepsi perawat atau bawahan di bawah rata-rata

dibandingkan gaya kepemimpinan demokratis dan otoriter

(c < a dan b).

29
4. Penanganan Konflik

Penanganan konflik adalah pendekatan atau penanganan yang

dilakukan dalam menyelesaikan atau menangani konflik yang ada di dalam

ruangan.

Kriteria objektif untuk mengukur manajemen konflik menggunakan skala

Guttman.

a. Baik : apabila kepala ruangan mampu menyelesaikan segala

bentuk konflik yang terjadi dengan skor ≥ 12 (> 50%).

b. Kurang baik : apabila kepala ruangan tidak mampu menyelesaikan

segala bentuk konflik yang terjadi dengan skor < 12

(≤50%).

30
BAB VI

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif kuantitatif yakni membuat gambaran atau deskripsi

antara dua variabel pada sekelompok subjek (Elfindri, dkk, 2012:186) dengan

desain cross sectional study yakni rancangan penelitian dengan melakukan

pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (Hidayat. 2017:44) .

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Haji

Makassar di jalan Daeng Ngeppe Nomor 14 Kelurahan Jongaya Kecematan

Tamalate. Pemilihan tempat penelitian berdasarkan pada RSUD. Haji

Makassar merupakan rumah sakit tipe B, rujukan untuk wilayah makassar,

rumah sakit pendidikan dan berdasarkan studi pendahuluan pernah

mengalami konflik internal. Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2018.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek yang akan diteliti

9Elfindri, dkk, 2012:159). Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat

pelaksana di ruang rawat inap RSUD. Haji Makassar tahun 2018 sebanyak

131 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan teknik Total

31
Sampling yakni cara pengambilan sampel dengan mengambil anggota

pupolasi semua menjadi sampel (Hidayat, 2017:78). Alasan mengambil total

sampling agar hasil penelitian lebih akurat dan meningkatkan reprsentativitas

sampel dimana total sampel yang akan diteliti yakni 131 orang.

D. Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah pengambilan data secara langsung dari responden

dengan menggunakan lembar kuesioner yang diisi oleh responden.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diambil dari instansi tempat

penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data yang diperoleh yaitu

data tentang jumlah perawat pelaksana disetiap ruangan.

2. Prosedur Pengumpulan Data

a. Pengambilan dan pengumpulan data diperoleh setelah sebelumnya

mendapatkan izin dari pihak RSUD. Haji Makassar.

b. Pemilihan responden secara total sesuai jumlah perawat pelaksana di setiap

ruangan.

c. Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian dilakukan.

d. Menanyakan kesediaan sampel untuk menjadi responden dalam penelitian.

e. Responden mengisi kuesioner yang diberikan.

f. Melakukan pendokumentasian.

g. Kemudian menghimpunnya kembali setelah terisi dan mentabulasikannya.

32
3. Intrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan

oleh Mirja (2014) terdiri dari:

a. Karakteristik responden,

b. Variabel dependen gaya kepemimpinan 20 pernyataan bentuk positif 15 dan 1

negatif. Pengukuran gaya kepemimpinan diukur dengan skala nominal,

jawaban diukur dengan pernyataan positif Ya skor 1 dan Tidak skor 0,

sedangkan pernyataan negatif Ya skor 0 dan Tidak skor 1.

c. Variabel Independen penanganan konflik terdiri dari 22 pernyataan, 19

pernyataan positif dan 3 penyataan negatif. Pengukuran manajemen konflik

diukur dengan skala nominal, jawaban diukur dengan pernyataan positif Ya

skor 1 dan Tidak skor 0, sedangkan pernyataan negatif Ya skor 0 dan Tidak

skor 1. Matriks kisi-kisi kuesioner diatas secara rinci ditunjukkan dalam

Tabel 4.2 Lampiran 1.

E. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan diolah secara manual dengan

melakukan:

1. Penyuntingan (Editing)

Memeriksa kelengkapan kuesioner sesuai karakteristiknya dan

keragamanya masing-masing.

2. Pengkodean (Coding)

Pemberian nomor halaman, pengelompokkan pertanyaan

berdasarkan variabel, skor respon dan nomor urut responden pada lembar

33
kuesioner yang dikembalikan oleh perawat pelaksana ruang rawat inap

RSUD. Haji Makassar.

3. Pemasukan data (Entry Data)

Hasil respon sampel di input kedalam tabel tabulasi data yang telah

disiapkan dalam bentuk soft file prgram microsoft excel dan program tabulasi

di komputer.

4. Pembersihan (Cleaning)

Pengecekan kembali kemungkinan kesalahan seperti kode,

kelengkapan, dan sebagainya.

F. Analisa Data

Peneliti menggunakan analisis univariat yaitu data yang diperoleh

dari hasil pengumpulan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

(Saryono, 2011:99). Dengan mencari mean atau rata-rata nilai proporsi

melalui rumus (Hidayat, 2017:102):

Keterangan : Mean = Rata-rata,

∑ xi = Jumlah peruangan,

N = Jumlah sampel.

Selanjutnya dikategorikan berdasarkan teknik kategori jenjang ordinal

dengan menghitung persentase (%) nilai proporsi melalui rumus :

Keterangan : P = Persentase yang dicari,

34
f = Frekuensi teramati,

N = Jumlah sampel.

G. Penyajian Data

Data akan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi

frekuensi.

H. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu meminta

rekomendasi izin penelitian dari Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Haji

Makassar. Penelitian dilaksanakan dengan mengutamakan etika yakni:

a. Informed Consent (surat persetujuan)

Berupa judul penelitian dan lembar kuesioner yang diberikan pada

responden yang telah memenuhi kriteria inklusi, responden yang menolak

maka peneliti tidak memaksakan kehendak dan tetap memperhatikan hak-hak

responden.

b. Anonymity (tanpa nama)

Peneliti berupayah menjaga kerahasiaan, dengan tidak

mencantumkan nama responden melainkan hanya diberi nomor kode

responden.

c. Comfidentiality (kerahasiaan)

Peneliti memberikan jaminan bahwa isi laporan hasil penelitian

hanya memuat hasil penelitian yang gambaran gaya kepemimpinan kepala

ruangan dengan penanganan konflik di ruang rawat inap RSUD. Haji

Makassar.

35
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haji

Makassar. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif kuantitatif yakni membuat gambaran atau deskripsi

antara dua variabel pada sekelompok subjek dengan desain cross sectional

study sehingga diketahui gambaran gaya kepemimpinan kepala ruangan

dalam penanganan konflik di ruang rawat inap RSUD. Haji Makassar.

Penelitian dilakukan dengan mengambil data primer yang dikumpulkan

langsung dari subjek penelitian sebanyak 131 responden. Hasil penelitian ini

menggambarkan deskripsi gaya kepemimpinan kepala ruangan dalam

penanganan konflik di ruang rawat inap RSUD. Haji Makassar. Adapun hasil

penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada uraian berikut:

1. Karakteristik Responden

Tabel 1
Distribusi Karakteristik Responden di RSUD Haji Makassar Tahun 2019

Variabel N %
Umur (Tahun)
21-25 tahun 19 14,5
26-35 tahun 58 44,3
> 35 tahun 54 41,3
Jenis Kelamin
Laki-Laki 116 88,5
Perempuan 15 11,5
Status Kepegawaian
PNS 78 59,5
NON PNS 53 40,5
Pendidikan Terakhir

36
DIII Keperawatan 84 64,1
SI Keperawatan 18 13,7
Ners 29 22,1
SII Keperawatan 0 0
Masa Kerja
1 – 5 tahun 32 24,4
6 – 10 tahun 42 32,1
> 10 tahun 57 43,5
Masa kerja dibawah kepemimpinan kepala ruangan
1 – 5 tahun 69 52,7
6 – 10 tahun 59 45,0
> 10 tahun 3 2,3
TOTAL 131 100.0
Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan dari 131

responden didapatkan data karakteristik responden berdasarkan kelompok

umur, yaitu kelompok umur yang paling banyak adalah 26 - 35 tahun

sebanyak 58 responden (44,3%) dan yang paling sedikit yaitu kelompok umur

21-25 tahun tahun sebanyak 19 responden (14,5%). Berdasarkan jenis

kelamin paling banyak yaitu perempuan 116 responden (88,5%) dan yang

paling sedikit yaitu laki-laki sebanyak 15 responden (11,5%). Berdasarkan

status kepegawaian PNS sebanyak 78 responden (59,5%) dan NON PNS 53

responden (40,5%). Berdasarkan pendidikan terakhir paling banyak yaitu DIII

Keperawatan sebanyak 84 responden (64,1%), kedua profesi Ners sebanyak

29 responden (22,1%). Berdasarkan lama kerja di RSUD Haji Makassar

kelompok >10 tahun sebanyak 57 responden (43,5%) dan masa kerja dibawah

kepemimpinan kepala ruangan kelompok 1-5 tahun sebanyak 69 responden

(52,7%).

37
2. Analisis Univariat

a. Gambaran Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan

Tabel 2
Distribusi Responden Berdasarkan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di
Ruang Rawat Inap RSUD Haji Makassar 2019

Gaya Kepemimpinan N %
Otoriter 14 10,7
Demokratis 112 85,5
Laissez Faire 5 3,8
Jumlah 131 100,0
Sumber : Data Primer

Pada tabel 2 diatas menunjukkan data 131 responden. Berdasarkan

gaya kepemimpinan kepala ruangan menunjukkan 112 (85,5%) reponden

mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala ruangan yang diterapkan di

ruangan rawat inap RSUD Haji adalah Demokratis.

b. Gambaran Penangan Konflik Kepala Ruangan

Tabel 3
Distribusi Responden Berdasarkan Penangan Konflik Kepala Ruangan di
Ruang Rawat Inap RSUD Haji Makassar 2019

Penangan Konflik N %

Baik 123 93,9


Kurang Baik 8 6,1
Jumlah 131 100,0
Sumber : Data Primer

Pada tabel 3 diatas menunjukkan data 131 responden. Berdasarkan

penangan konflik kepala ruangan menunjukkan 81 (61,8%) reponden

mempersepsikan penangan konflik kepala ruangan pada kategori Baik.

38
Tabel 4
Subvariabel Penangan Konflik Kepala Ruangan di Ruang Rawat Inap RSUD
Haji Makassar 2019

Tidak
Diterapkan Jumlah
Penangan Konflik diterapkan
N % N % n %
Kompromi 81 61,8 50 38,2
Kompetisi 19 14,5 112 85,5
Akomodasi 131 100,0 0 0
131 100,0
Smoothing 123 93,9 8 6,1
Menghindar 31 23,7 100 76,3
Kolaborasi 131 100,0 0 0
Sumber : Data Primer

Pada tabel 4 diatas menunjukkan data berdasarkan penangan konflik

kepala ruangan 131 (100,0%) reponden mempersepsikan kepala ruangan di

ruang rawat ini RSUD Haji Makassar menerapkan kolaborasi dan akomodasi.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan dari 131 responden didapatkan data

karakteristik responden berdasarkan kelompok umur yaitu kelompok umur

yang paling banyak adalah 26 - 35 tahun sebanyak 58 (44,3%) responden.

Penelitian ini juga dilakukan wawancara dengan kepala ruangan dan

didapatkan semua kepala ruangan berumur diatas 40 tahun. Wawan dan Dewi

(2011) menyatakan bahwa umur seseorang erat kaitannya dengan

pengetahuan dan pengalaman. Semakin cukup umur seseorang, tingkat

pengetahuannya akan lebih matang dalam berfikir, mengambil keputusan dan

bertindak serta akan memiliki pengalaman yang lebih banyak.

Berdasarkan jenis kelamin paling banyak yaitu perempuan 116 (88,5%)

responden dan yang paling sedikit yaitu laki-laki sebanyak 15 (11,5%)

39
responden. Praktik keperawatan memiliki hubungan yang sangat erat dengan

gender dan didalam dunia keperawatan persepsi mengenai gender memang

didominasi oleh perempuan (Prananingrum, 2011). Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Purba (2012) dengan judul gambaran gaya

kepemimpinan kepala ruangan dan manajemen konflik yang dipersepsikan

oleh perawat pelaksana di instalasi rindu A RSUP H. Adam Malik Medan

menyatakan bahwa sebagian besar perawat yakni 69 (95,8%) responden

berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan status kepegawaian PNS sebanyak 78 (59,5%) responden

ini sejalan dengan penelitian Purba (2012) dengan judul gambaran gaya

kepemimpinan kepala ruangan dan manajemen konflik yang dipersepsikan

oleh perawat pelaksana di instalasi rindu A RSUP H. Adam Malik Medan.

Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar perawat yakni 52 (72,2%)

responden adalah PNS.

Berdasarkan pendidikan terakhir paling banyak yaitu DIII Keperawatan

sebanyak 84 (64,1%) responden, kedua profesi Ners sebanyak 29 (22,1%)

responden. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mendapatkan

informasi yang akan menjadi pengetahuan, baik pengetahuan umum maupun

tentang kesehatan. Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku maupun sikap

seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah

menerima informasi dan semakin banyak pengetahuan yang dimiliki sehingga

akan mempengaruhi sikap dan perilaku (Wawan dan Dewi, 2011).

Pendidikan yang tinggi akan memiliki kemampuan dan analisa yang baik

40
terhadap masalah dan dalam pengambilan keputusan dipengaruhi latar

belakang pendidikan.

Berdasarkan lama kerja di RSUD Haji Makassar kelompok >10 tahun

sebanyak 57 (43,5%) responden dan masa kerja dibawah kepemimpinan

kepala ruangan kelompok 1-5 tahun sebanyak 69 (52,7%) responden. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki lama kerja

dibawah kepemimpinan kepala ruangan selama 1-5 tahun lama kerja hal

tersebut erat kaitannya dengan pengalaman. Menurut Gillies (1996) gaya

kepemimpinan dapat diidentifikasi berdasarkan perilaku pemimpin itu

sendiri, dimana perilaku seseorang dipengaruhi oleh adanya pengalaman

bertahun-tahun dalam kehidupannya seseorang akan mempengaruhi gaya

kepemimpinan yang digunakan. Semakin lama perawat pelaksana bekerja

dibawah kepemimpinan kepala ruangannya, maka perawat pelaksana akan

lebih mengenal gaya kepemimpinan dan manajemen konflik yang digunakan

oleh kepala ruangannya. Hasil penelitian ini sejalan degan penelitian yang

dilakukan oleh Mirja (2014) hubungan gaya kepemimpinan kepala ruang

dengan manajemen konflik di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah

DR. Zainoel Abidin RN Banda Aceh. Hasil penelitian menyatakan bahwa

dari 71 responden 40 (56,3%) responden memiliki masa kerja dibawah

kepemimpinan kepala ruangan 1- 5 tahun.

2. Gambaran gaya kepemimpinan kepala ruangan

Menurut Nursalam (2015) gaya kepemimpinan merupakan perilaku individu

yang menjadi pemimpin, dan perilaku seorang pemimpin dipengaruhi oleh

adanya pengalaman bertahun-tahun dalam kehidupannya. Seorang pemimpin

41
harus mampu mengarahkan dan mempengaruhi bawahnya untuk memiliki

motivasi dalam mencapai suatu tujuan organisasi. Gaya bersikap dan

bertindak akan tampak dari cara memberi tugas, perintah, berkomunikasi,

membuat keputusan, memberikan bimbingan dan menegur kesalahan

bawahan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa mayoritas gaya

kepemimpinan kepala ruangan di RSUD. Haji adalah demoratis yakni 112

(85,5%) reponden.

Menurut Suarlin dan Bahtiar (2009:24) gaya kepemimpinan

demokratis merupakan gaya seorang pemimpin yang menggunakan kekuatan

pribadi dan kekuatan jabatan untuk menarik gagasan dari pegawai dan

memotivasi anggota kelompok kerja untuk menentukan tujuan,

mengembangkan rencana, dan mengontrol praktik mereka sendiri.

Kepemimpinan demokrasi membantu perawat mencapai tujuan kelompok,

mengekspresikan bakat dan kemampuannya tanpa rasa takut, moral kelompok

tinggi dan belajar memecahkan masalah serta menerapkan proses

kepemimpinan tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan kepala ruangan

RSUD. Haji Makassar yang menerapkan gaya kepemimpinan demokratis

dapat dilihat dari persepsi perawat pelaksana dibuktikan dari instrument ukur

yang terdiri dari 5 pernyataan diantaranya yakni kepala ruangan menerima

saran dari perawat (94,7%), kepala ruangan percaya kepada perawat

pelaksana (93,9%) dan kepala ruangan bekerja sama dengan bawahan dalam

membuat keputusan (85,5%). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas kepala

ruangan di RSUD. Haji Makassar memiliki kemampuan dalam

mempengaruhi orang lain untuk bersedia bekerja sama mewujudkan tujuan

42
organisasi dimana setiap keputusan, kebijakan, dan peraturan senantiasa

dikomunikasikan bersama sehingga keberhasilan organisasi dapat menjadi

tanggung jawab bersama. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Lombogia (2014) menunjukkan bahwa persepsi perawat pelaksana tentang

gaya kepemimpinan kepala ruangan rawat inap di RSU Bethesda Tomohon,

yakni gaya kepemimpinan demokratis berjumlah 45 (75%) responden.

Kepala ruangan di RSUD. Haji Makassar menerapkan gaya

kepemimpinan demokrasi mengingat visi rumah sakit yakni meningkatkan

kualitas peayanan melalui pengembangan SDM dan meningkatkan

kesejahteraan karyawan sebagai aset berharga rumah sakit. Kepala ruangan

dirumah sakit ini berupaya agar mampu mengembangkan, meningkatkan

produktivitas dan kepuasan bawahanya, selama masa kepemimpinannya

karena kesejahteraan bawahannya adalah aset berharga rumah sakit.

Kepemimpinan kepala ruangan di rumah sakit ini tidak mengutamakan

perintah kebawahan, tetapi usulan bawahan dipertimbangkan dan diputuskan

bersama antara kepala ruangan dan perawat pelaksana.

Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa meskipun lebih dari

setengah responden mempersepsikan gaya kepemimpinan kepala ruangannya

demokratis, ada juga perawat pelaksana yang mempersepsikan gaya

kepemimpinan kepala ruangannya otoriter yakni 14 (10,7%) responden.

Menurut Suni (2018) gaya kepemimpinan otoriter adalah pemimpin yang

langsung mengatur segala hal, serta kepemimpinan yang ekstrem “diktator”.

Pemimpin mengasumsikan pengontrolan ketat secara berlebihan dalam

keputusan dan aktivitas kelompok. Hasil penelitian ini menunjukkan kepala

43
ruangan RSUD. Haji Makassar yang menerapkan gaya kepemimpinan

demokratis dapat dilihat dari persepsi perawat pelaksana dibuktikan dari

instrument ukur yang terdiri dari 5 pernyataan diantaranya yakni (46,6 %)

menyatakan keputusan diambil oleh kepala ruangan, (45,8%) kepala ruangan

tidak memberi kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan

kreatifitas bawahan dan (15,3%) menyatakan peraturan dibuat mutlak kepala

ruangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mirja (2014) mengenai

hubungan gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan manajemen konflik di

ruang rawat inap RSUD. DR. Zainoel Abidin RN Banda Aceh dimana 13

(18,3%) responden berpendapat kepala ruangannya bergaya kepemimpinan

otoriter. Walaupun gaya kepemimpinan otoriter cenderung terlihat kasar dan

tidak fleksibel menurut Bahri (2017) gaya kepemimpinan otoriter dapat

diterapkan secara efektif pada tahap awal beroperasinya suatu organisasi atau

ketika terjadi konflik yakni memberikan imbalan atau hukuman kepada

bawahannya sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan 5 (10,7%) responden

berpendapat bahwa kepala ruangannya bergaya kepemimpinan Laisse Faire.

Menurut Gillies (1996) kepemimpinan Laissez Faire disebut juga gaya

kepemimpinan bebas, dimana pemimpin memberi kebebasan pada anggota

untuk bekerja tanpa pengarahan, supervisi atau kordinasi. Gaya

kepemimpinan Laisse Faire dibuktikan dari instrument ukur yang terdiri dari

5 pernyataan yakni diketahui kepala ruangan tidak melakukan pengawasan

(9,2%) dan kepala ruangan tidak memberikan pengarahan kepada Perawat

Pelaksana (7,6%). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa masih ada kepala

44
ruangan di RSUD. Haji Makassar yang cenderung melimpahkan wewenang

sepenuhnya kepada bawahan, peranan pemimpin sangat minim dan

keberhasilan organisasi berada ditangan perseorangan.

3. Gambaran Penanganan Konflik kepala ruangan di ruang rawat inap

Ruang perawatan merupakan suatu sistem tempat manusia berinteraksi yang

memungkinkan terjadinya konflik. Menurut Marquis dan Huston (2010)

konflik sebagai masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari

perbedaan pendapat, nila-nilai, atau keyakinan antara dua atau lebih individu.

Munculnya konflik dalam pelayanan keperawatan mengaruskan kepala

ruangan untuk mampu mengatasi dan mengelola konflik sehingga tidak

mempengaruhi kualitas pelayanan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penganan konflik kepala

ruangan di ruang rawat inap RSUD. Haji Makassar dalam ketegori baik yakni

123 (93,9%) responden. Menurut Nursalam (2015) menyatakan sebagai

kepala ruangan ada dua asumsi dasar tentang konflik yang harus dipahami

yakini pertama konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam

organisasi dan kedua jika kepala ruangan dapat mengelola konflik dengan

baik maka, dapat menghasilkan penyelesaian yang kreatif dan berkualitas,

sehingga berdampak pada peningkatan dan pengembangan pelayanan

keperawatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Daniyanti dan

Kamil (2016) mengenai manajemen konflik dengan kepuasan kerja perawat

pelaksana di RSUD. dr. Zainoel abidin banda aceh dimana manajemen

konflik perawat pelaksana dalam kategori baik yakni 40 (54,8%).

45
Kepala ruangan memiliki peranan yang sangat penting dalam

mengelola konflik. Berdasarkan hasil penelitian ini munjukkan kepala

ruangan RSUD. Haji Makassar (100,0%) menerapkan penangan konflik

kolaborasi dibuktikan dari instrument ukur yang terdiri dari 3 pernyataan

penganan konflik yakni diketahui penyelesaian masalah berorientasi pada

kebutuhan organisasi (100,0%), kepala ruangan menyatakan pandangan

kedua belah pihak (100,0%) dan kepala ruangan membiarkan para pihak yang

terlibat untuk mengembangkan pikiran dalam mengambil keputusan yang

tepat (90,8%). Kepala ruangan harus dapat mengelola konflik bahkan sejak

awal munculnya konflik. Kepala ruangan perlu menerapkan penangan konflik

secara konstruktif yakni win-win solution.

Menurut Nursalam (2015) kolaborasi merupakan penanganan win-win

solution dimana kepala ruangan harus menyelesaikan masalah secara

langsung dengan mencari solusi melibatkan kedua belah pihak dengan hasil

memuaskan pula kedua pihak. Walaupun sangat sulit bagi semua pihak untuk

mengesampingkan tujuan awal, kolaborasi tidak dapat terjadi jika hal itu

tidak dilakukan, dan untuk mencapai tujuan baru harus focus pada

menyelesaikan masalah, kolaborasi membutuhkan rasa saling menghormati,

komunikasi terbuka dan jujur juga kekuasaan pengambilan keputusan sama

besarnya, kolaborasi menjadi alternative terbaik untuk penyelesaian masalah

yang rumit. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lombogia

(2014) menunjukkan bahwa dari 60 responden persepsi perawat pelaksana

tentang manajemen konflik kepala ruangan di RSU Bethesda Tomohon

46
sebagian besar responden berpendapat, kepala ruangan menerapkan

manajemen konflik kolaborasi, yaitu berjumlah 29 (48,3%) responden.

Berdasarkan hasil penelitian ini, juga didapatkan penganan konflik

kepala ruangan di ruang rawat inap RSUD. Haji Makassar tidak menerapkan

strategi kompetisi (85,5%) dibuktikan dari 4 instrumen ukur yang terdiri dari

4 pertanyaan diantaranya (52,7%) kepala ruangan menyelesaikan masalah

dengan wewenangnya, (24,4%) berpendapat konflik diselesaikan sesuai

dengan pendapat kepala ruangan dan (6,9%) konflik diselesaikan tanpa

mendengar penjelasan kedua pihak. Menurut Nursalam (2015) strategi ini

menekankan hanya satu orang atau kelompok yang menang tanpa

mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah

kemarahan, putus asa dan keinginan untuk membalas sehingga hal ini akan

berdampak negatif pula pada menurunnya kualitas pengelolaan pelayanan

keperawatan.

Jenis konflik yang muncul di rumah sakit ini antara lain konflik

intrapersonal yakni konflik internal yang terjadi dalam diri seseorang dimana,

terkadang timbul perasaan untuk malas datang ketempat bekerja karena sudah

mendapatkan tawaran bekerja dirumah swasta yang lebih maju dengan gaji

lebih tinggi dan konflik antar perorangan, dimana antara perawat dengan

keluarga pasien yakni keluarga pasien mengharapkan tindakan yang segera

tanpa harus ditunda, sementara perawat juga diperhadapkan dengan pasien

yang jauh lebih membutuhkan dari pasien tersebut. Jenis penanganan konflik

yang tepat untuk konflik seperti ini adalah Smoothing. Berdasarkan hasil

penelitian ini menurut persepsi responden yakni 123 (93,9%) responden

47
kepala ruangan rawat inap RSUD. Haji Makassar menerapkan manajemen

konflik Smoothing. Menurut Nursalam (2015) strategi Smoothing merupakan

penyelesaian konflik dengan cara mengurangi komponen emosional dalam

konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat dalam konflik berupaya

mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan

introspeksi diri. Strategi ini bisa diterapkan pada konflik yang ringan dan

peran kepala ruangan pada strategi smoothing sangat dibutuhkan. Kepala

ruangan berperan untuk menenangkan, memberikan pandangan, motivasi dan

penyelesaian konfllik yang terjadi. Sehingga, pihak yang terlibat konflik

dapat meredakan emosinya dan berfikir lebih tenang dalam menyelesaikan

masalahnya sehingga masalah dapat selesai tanpa mempengaruhi

produktivitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Berdasarkan hasil penelitian ini juga didapatkan penganan konflik

kepala ruangan di ruang rawat inap RSUD. Haji Makassar dalam ketegori

kurang baik yakni 8 (6,1%) responden. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Mirja (2014) mengenai hubungan gaya kepemimpinan kepala

ruangan dengan manajemen konflik di ruang rawat inap RSUD. DR. Zainoel

Abidin RN Banda Aceh dimana manajemen konfliknya berada dalam

kategori kurang baik yakni 39 (54,9%) responden. Kepala ruangan

mempunyai peran yang sangant penting dalam menyelesaikan konflik.

Menurut Swanburg (2000) konflik dapat menjadi sumber energi dan

kreativitas yang positif dan membangun jika dikelola dengan baik. Namun

jika tidak, konflik dapat mengganggu fungsi dan menghancurkan,

menghabiskan energi, serta mengurangi keefektifan organisasi. Penanganan

48
konflik yang tidak baik dikarenakan kepala ruangan memiliki pengetahuan

kurang tentang manajemen konflik dan kurang memahami peran dalam

memecahkan masalah, sehingga akan mempengaruhi asuhan keperawatan

pada pasien karena semangat kerja dari perawat menurun akibat masalah

yang tidak terselesaikan.

Berdasarkan hasil penelitian ini munjukkan kepala ruangan RSUD.

Haji Makassar tidak menerapkan strategi penangan konflik kompromi yakni

(38,2%) responden. Menurut Nursalam (2015) kompromi merupakan strategi

penganan konflik dimana semua yang terlibat konflik saling menyadari dan

sepakat pada keinginan bersama. hasil penelitian ini munjukkan kepala

ruangan RSUD. Haji Makassar tidak menerapkan penangan konflik

kompromi dibuktikan dari instrument ukur yang terdiri dari 4 pernyataan

penganan konflik yakni diketahui kepala ruangan menyalahkan satu pihak

(18,3%), kepala ruangan tidak melibatkan dua pihak yang terlibat (17,6%),

kepala ruangan tidak mendengarkan penjelasan dari kedua belah pihak

(13,7%), dan kepala ruangan tidak memadukan kepentingan kedua belah

pihak (12,2%).

Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil bahwa (100%) kepala

ruangan rawat inap RSUD. Haji Makassar menerapkan strategi penanganan

konflik Akomodasi. Menurut Marquiz & Huston (2003) akomodasi

merupakan suatu pola dimana satu pihak menerima kepentingan pihak lain

diatas kepentingan sendiri (lose-win outcome). Hal ini dibuktikan dari 3

penyataan instrumen ukur penanganan konflik akomodasi yakni Kepala

Ruangan tidak mempertahankan kerjasama antara 2 belah pihak (7,6%),

49
kepala ruangan memberikan gambaran mengenai kebutuhan yang harus

dilakukan (100,0%) dan kepala ruangan tetap mempertahankan kerjasama

antara 2 belah pihak (100,0%). Dalam hal ini kepala ruangan sebagai pihak

yang menyadari, mengakomodasi masalah dan menerima keputusan demi

terselesainya masalah.

Berdasarkan penelitian ini pula didapatkan hasil 31 (23,7%)

responden berpendapat kepala ruangannya menerapkan penangan konflik

menghindar. Hal ini dibuktikan dari instrumen ukur penanganan konflik

yakni kepala ruangan tidak menyelesaikan pokok masalah (15,3%), kepala

ruangan membiarkan kedua belah pihak terlibat konflik dalam waktu yang

lama (21,4%) dan kepala ruangan tidak menyatukan pandangan kedua belah

pihak (13,0%). Menghindar merupakan keinginan untuk menjauhkan diri

atau menekan konflik. Menurut Marquiz & Huston (2003) cara ini dapat

digunakan manajer jika masalahnya tidak menggangu pekerjaan dan

diharapkan masalahnya dapat diselesaikan atau hilang sendiri (lose-lose

situation). Pada umumnya kepala ruangan menerapkan manajemen konflik

penghindaran disebabkan kepala ruangan beranggapan masalah tersebut bisa

diselesaikan sendiri oleh perawat pelaksana yang terlibat, dan masalah yang

terjadi merupakan masalah yang ringan dan tidak berdampak pada pelayanan

keperawatan.

50
BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian Gambaran Gaya Kepemimpinan Kepala

Ruangan Dalam Penanganan Konflik Di Ruang Rawat Inap RSUD. Haji

Makassar Tahun 2019, disimpulkan bahwa :

1. Gambaran Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Di Ruang Rawat Inap

RSUD. Haji Makassar Tahun 2019, menunjukkan 112 (85,5%) reponden

mempersepsikan kepala ruangan menerapkan gaya kepemimpinan

demokratis.

2. Gambaran Penangan Konflik Kepala Ruangan Di Ruang Rawat Inap RSUD.

Haji Makassar Tahun 2019, menunjukkan 81 (61,8%) reponden

mempersepsikan kepala ruangan menerapkan penangan konflik pada kategori

baik.

B. Saran

1. Bagi bidang ilmiah disarankan untuk meningkatkan sumber informasi dan

referensi bagi tenaga kesehatan bidang keperawatan mengenai gaya

kepemimpinan dan penanganan konflik, agar dapat meningkatkan

pengetahuan dan pengalaman kepala ruanagan maupun perawata pelaksana

dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan yang profesional.

2. Bagi Institusi disarankan kepada masasiswa-mahasiswi keperawatan agar

melakukan intervensi lebih jauh berkaitan dengan gambaran gaya

kepemimpinan kepala ruangan dan penanganan konflik di ruang rawat inap

rumah sakit.

51
3. Bagi Peneliti Selanjutnya disarankan dapat melengkapi penelitian ini dengan

mencari faktor-faktor penyebab konflik, penelitian tentang pengaruh gaya

kepemimpinan kepala ruangan dan penanganan konflik yang dipersepsikan

oleh pasien selaku penerima pelayanan langsung. Pada peneliti selanjutan

diharapkan menggunakan metode lain dalam pengumpulan data, observasi

dan wawancara yang lebih mendalam agar hasil yang didapat maksimal.

4. Bagi praktisi disarankan Sebagai praktisi perawat yang bergerak dibidang

manajemen terkhusus kepala ruangan harus mampu untuk mengatur

bawahannya dan harus mampu menangani konflik dengan baik dalam

berbagai kondisi.

52
Tabel Sintesa Penelitian

Jenis Populasi dan


No Judul Penelitian Hasil
Penelitian Sampel
1 Marya Daniyanti Jenis Populasi Hasil penelitian secara
& Hajjul Kamil Penelitian penelitianadalah umum dapat
(Manajemen kuantitatif; seluruh perawat disimpulkan bahwa ada
Konflik Dengan deskriptif pelaksana di hubungan manajemen
Kepuasan Kerja korelatif ruang rawat konflik dengan
Perawat Pelaksana dengan inap kelas III kepuasan kerja (p-
Di RSUD Dr. desain RSUD dr. value = 0,032).
Zainoel Abidin cross Zainoel Sedangkan secara
Banda Aceh sectional Abidin Banda khusus didapatkan
Tahun 2016) study. Aceh berjumlah hasil ada hubungan
264 orang. manajemen konfik;
Penentuan kompromi (p-value =
sampel 0,000),
menggunakan kompetisi (p-value =
rumus Slovin 1,000), akomodasi (p-
dengan jumlah value = 0,937),
73orang, tehnik melembutkan (p-
pengambilan value=0,006),
sampel menghindar (pvalue
menggunakan = 0,397) dan
proportional kolaborasi (p-value =
sampling dan 0,000) dengan
purposive kepuasan kerja
sampling. kepuasan kerja perawat
pelaksana di Ruang
Rawat Inap Kelas III
RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh.
2 Yessy Frenzesly Jenis Populasi Hasil penelitian
Siritoitet penelitian penelitian ini menunjukkan bahwa
(Hubungan Gaya ini adalah adalah seluruh 53,2% kepala ruangan
Kepemimpinan analitik perawat dengan gaya
Kepala Ruangan dengan pelaksana kepemimpinan
Dengan Strategi pendekatan dengan jumlah demokratik. 42,6%
Penyelesaian Cross sampel 47 strategi penyelesaian
Konflik Di RSUD sectional. orang perawat. konflik kompetisi.
Kabupaten Terdapat hubungan
Kepulauan yang bermakna
Mentawai Tahun antaragaya
2016) kepemimpinan kepala
ruangan dengan
strategi penyelesaian
konflikdengannilai
p=0,023 (p<α).

53
3 M. Hasby Jenis Pengambilan Penelitian ini
(Pengaruh Konflik penelitian sampel menyimpulkan bahwa
Kerja, Beban ini dilakukan konflik kerja, beban
Kerja Dan kuantitatif. dengan cara kerja dan komunikasi
Kominikasi Metode simple rendom berpengaruh positif
Terhadap Stres analisis sampling, dan signifikan terhadap
Kerja Perawat data peneliti stres kerja perawat.
Bagian Rawat menggunak menggunakan Koefisien determinasi
Inap RSUD. an analisis semua diperoleh stres kerja
Patala Bumi regresi responden, perawat 0,936, yang
Pekanbaru. JOM linier yaitu sebanyak berarti bahwa konflik
Fekon, Vol. 4 No. berganda. 58 perawat tenaga kerja, beban
1. Tahun 2017) bagian rawat kerja dan komunikasi
inap. telah memberikan
kontribusi pengaruh
terhadap variabel
dependen yaitu sebesar
93,6% sedangkan
sisanya 6,4%
dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak
termasuk dalam model
regresi dan juga tidak
diperiksa dalam hasil
penelitian. Penelitian
yang telah dilakukan
sesuai dengan uji
regresi (uji t) dan (uji f)
menunjukkan variabel
independen yang
diteliti adalah konflik
kerja, beban kerja dan
komunikasi memiliki
pengaruh yang
signifikan terhadap
variabel dependen stres
perawat.
4 Moudy Lombogia Jenis desain Jumlah sampel Hasil penelitian
(Hubungan Gaya penelitian 60 orang menunjukkan bahwa
Kepemimpinan Cross perawat gaya kepemimpinan
Dengan Sectional pelaksana dilakukan oleh kepala
Manajemen sebagai ruangan adalah gaya
Konflik Kepala responden yang kepemimpinan
Ruangan Di diambil secara demokrasi yaitu 75%,
Rumah Sakit proportional dan untuk manajemen
Umum Bethesda sampling dan konflik yang dilakukan
Tomohon Tahun memenuhi oleh kepala ruangan

54
2014) kriteria inklusi. adalah manajemen
konflik kolaborasi
yaitu 48,4%. Uji
Pearson Chi Square
didapatkan hasil
p=0,000 artinya ada
hubungan yang
signifikan antara gaya
kepemimpinan dengan
manajemen konflik
kepala ruangan di RSU
Bethesda Tomohon.
5 Fajar Mirja Jenis Teknik Hasil penelitian analisa
(Hubungan Gaya penelitian pengambilan univariat menunjukkan
Kepemimpinan kuantitatif; sampel adalah bahwa gaya
Kepala Ruang deskriptif teknik kepemimpinan yang
Dengan korelatif accidental digunakan adalah
Manajemen dengan sampling partisipatif (32,4%)
Konflik Di Ruang desain dengan jumlah dan manajemen konflik
Rawat Inap cross sampel 71 pada kategori kurang
Rumah Sakit sectional orang. baik (54,9%). hasil
Umum Daerah study. penelitian analisa
DR. Zainoel bivariat menunjukkan
Abidin RN Banda bahwa terdapat
Aceh Tahun 2014) hubungan gaya
kepemimpinan kepala
ruang dengan
manajemen konflik di
ruang rawat inap
rumah sakit umum
daerah dr. zainoel
abidin banda aceh
tahun 2014 dengan p-
value 0,001.
6 Juli Rostandi Desain Sampel 72 Hasil analisis univariat
Purba & Achmad yang orang perawat dari gaya
Fathi (Hubungan digunakan pelaksana, kepemimpinan kepala
Gaya dalam dengan ruangan yang
Kepemimpinan penelitian menggunakan dipersepsikan perawat
Dengan ini adalah metode pelaksana adalah
Manajemen deskriptif sampling partisipatif (70,8%)
Konflik Kepala proportionate dan manajemen konflik
Ruangan Di staratified yang dipersepsikan
Instalasi Rindu A random perawat pelaksana
RSUP H . Adam sampling. adalah kompromi (44,4
Malik Medan %).
Tahun 2010)
Tabel Kisi-kisi Kuosiner

55
Nomor Soal
No Variabel Pernyataan Pernyataan
Positif Negatif
Gaya Kepemimpinan
1, 2, 3, 4 5
Otoriter
Gaya Kepemimpinan
1 6, 7, 8, 9, 10 -
Demokratis
Gaya Kepemimpinan
11, 12, 13, 14, 15 -
Laissez Faire
1, 3, 5, 6, 7, 8, 9,
10, 11, 12, 13, 14,
2 Penanganan Konflik 2, 4, 17
15, 16, 18, 19, 20,
21, 22

56
DAFTAR PUSTAKA

Asmuji. 2014. Manajemen Keperawatan Konsep dan Aplikasi. Cetakan Kedua.


Ar-Ruzz Media. Jogjakarta.
Hidayat, A. A. 2017. Metodologi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan.
Salemba Medika. Jakarta Selatan.
Basuki, D. 2018. Buku Ajar Manajemen Keperawatan Untuk Mahasiswa Dan
Praktisi. Edisi Pertama. Indomedia Pustaka. Sidoarjo.
Daniyanti, M. dan Kamil, H. 2016. Manajemen Konflik Dengan Kepuasan Kerja
Perawat Pelaksana Di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
http://jim.unsyiah.ac.id/FKep/article/download/1675/2902. Diakses 1
September 2018 (08.00).
Elfindri., Hasnita., Abidin, Z., dkk. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Baduose Media. Jakarta.
Siritoitet, Y. F. 2016. Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Dengan
Strategi Penyelesaian Konflik Di RSUD Kabupaten Kepulauan
Mentawai. E-Skripsi Universitas Mentawai.
http://scholar.unand.ac.id/5770/. Diakses 1 September 2018 (08.00).
Bakri, M. H. 2017. Manajeme Keperawatan Konsep dan Aplikasi Dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Gillies, D.A. (1996). Manajemen keperawatan: Suatu pendekatan system. (edisi
kedua). (Dika Sukmana & Rika Widya Sukmana, Penerjemah). Jakarta:
(Karya asli diterbitkan 1994).
Hasby, M. 2017. Pengaruh Konflik Kerja, Beban Kerja Dan Kominikasi
Terhadap Stres Kerja Perawat Bagian Rawat Inap RSUD. Patala Bumi
Pekanbaru. JOM Fekon, Vol. 4 No. 1.
https://media.neliti.com/media/publications/116708-ID-pengaruh-
konflik-kerja-beban-kerja-dan-k.pdf. Diakses 1 September 2018 (08.05).
IGS Berita. 2017. Pasien BPJS Keluhkan Pelayanan RS KBP dan Medika
Dramaga Bogor. http://igsberita.com/pasien-bpjs-keluhkan-pelayanan-rs-
kbp-dan-medika-dramaga-bogor/. Diakses 1 September 2018 (08.10).
Kabar News. 2018. Pelayanan RS Wahidin Disoal, Dokter Lambat dan Perawat
Tidur saat Pasien Meninggal. https://kabar.news/pelayanan-rs-wahidin-
disoal-dokter-lambat-dan-perawat-tidur-saat-pasien-meninggal. Diakses
1 September 2018 (08.15).
Liputan6. 2012. Dokter Mogok Kerja, Ratusan Pasien RS Jiwa Kabur.
https://www.liputan6.com/health/read/2670850/dokter-mogok-kerja-
ratusan-pasien-rs-jiwa-kabur. Diakses 1 September 2018 (08.20).

57
Lombogia, M. 2014. Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Manajemen Konflik
Kepala Ruangan Di Rumah Sakit Umum Bethesda Tomohon. Digitalisasi
Perpustakaan Pusat UNHAS.
http://repository.unhas.ac.id:4002/digilib/gdl.php?mod=browse&op=read
&id=--moudylombo-
2584&PHPSESSID=f528421bf0dc3de9d7c91897eaa649fc. Diakses 1
September 2018 (08.25).

Marquis, B.L. & Huston, C.J. 2010. Kepemimpinan dan manajemen keperawatan:
Teori dan aplikasi (edisike-4). (Widyawati, Wilda Eka handayani &
Fruriolina Ariani, Penerjemah). EGC: Jakarta. (Karya asli diterbitkan
2003).

Mirja, F, 2014. Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang dengan


Manajemen Konflik Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah
DR. Zainoel Abidin RN Banda Aceh. Electronic These And Dissetations
(ETD). http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=6695.
Diakses 1 September 2018 (08.30).

Nursalam. 2015. Manajemen Keperwatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Edisi 5. Salemba Medika. Jakarta

Purba, J. R. dan Fathi, A. 2010. Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan


Manajemen Konflik Kepala Ruangan Di Instalasi Rindu A RSUP H.
Adam Malik Medan. Jurnal Keperawatan Holistik.
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jkh/article/download/177/131. Diakses
1 September 2018 (08.35).

Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Mitra Cendikia Press.


Yogyakarta.

Setiadi. 2016. Manajemen dan Kepemimpinan Dalam Keperawatan. Indomedia


Pustaka. Yogyakarta.
Serambi News. 2017. Dokter Dan Perawat Mogok, Pasien RSU Muyang Kute
Dipulangkan. http://aceh.tribunnews.com/2017/03/03/breaking-news-
dokter-dan-perawat-mogok-pasien-rsu-muyang-kute-dipulangkan.
Diakses 1 September 2018 (08.40).

Sinaga, H. H. 2010. Pengaruh Manajemen Konflik Terhadap Kinerja Karyawan


Pada PT. BPR Mitradana Madani Medan. www.repositoryusu.ac.id.
Diakses 1 September 2018 (08.45).

Sitorus, R. & Panjaitan, R. (2011). Manajemen keperawatan: Manajemen


keperawatan di ruang rawat. Jakarta: Sagung Seto.

Suarli, S dan Bahtiar, Y. 2009. Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan


Praktis. PT Penerbit Erlangga. Jakarta.

58
Suni, A. 2018. Kepemimpinan dan Manajemen Teori dan Aplikasi dalam Praktik
Klinik Manajemen Keperawatan. Bumi Medika. Jakarta.
Swanburg, R. C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan
Untuk Perawat Klinis. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Tribun Makasssar. 2015. Kecewa, Karyawan RS Haji Makassar Mogok Kerja.
http://makassar.tribunnews.com/2015/05/04/kecewa-karyawan-rs-haji-
makassar-mogok-kerja. Diakses 1 September 2018 (08.50).
Pawerusi, E. P, dkk. 2017. Pedoman Penulisan Skripsi. Edisi 16 Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Makassar. Makassar.
Pusat Data dan Informasi Kementeran Kesehatan RI. 2017. Situasi Tenaga
Keperawatan Indonesia.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodati
n%20perawat%202017.pdf. Diakses 1 September 2018 (09.00).
Wawan, A dan Dewi M. 2011. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Manusia. Nuha Medika: Yogyakarta.

59
Lampiran 1

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,

Bapak/Ibu Perawat Pelaksana

Di RSUD. Haji Makassar,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Badriyani Norsyam

Nim : 21706149

Mahasiswi Program Studi S1 Keperawatan Jurusan Keperawatan Sekolah


Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar Yayasan Pendidikan Makassar mengharapkan
partisipasi Bapak/Ibu dalam urusan penelitian saya yang berjudul : “Gambaran
Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dalam Penangan Konflik Di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar”.
Dan mengharapkan tanggapan dan jawaban yang diberikan sesuai dengan
pendapat yang saudara ketahui tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Kami menjamin
kerahasiaan jawaban dan identitas Saudari atas informasi yang anda berikan hanya
akan dipergunakan untuk kebutuhan penelitian dan bukti sahih dalam penelitian
ini.
Apabila Saudara bersedia, mohon ditanda tangani lembar persetujuan dan
mengisi kuesioner yang disertakan dalam lembaran ini. Demikian atas perhatian
dan kesediaan Bapak/Ibu diucapkan terima kasih.

Makassar, Desember 2018

Hormat Saya,

( BADRIYANI NORSYAM )

60
Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

“Gambaran Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan Dalam Penanganan


Konflik Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar”

Disusun Oleh :

BADRIYANI NORSYAM

21706149

Setelah saya membaca maksud dan tujuan dari penelitian ini, maka saya
dengan sadar menyatakan bahwa bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Tanda tangan saya dibawah ini, menandakan bukti kesediaan saya menjadi
responden penelitian.

Makassar, Desember 2018

No. Responden :
Tanda Tangan

Nama :

61
Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN

GAMBARAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN DALAM


PENANGANAN KONFLIK DI RUANG RAWAT INAP
RSUD. HAJI MAKASSAR

No Responden:

Petunjuk :
1. Bacalah pertanyaan dengan baik dan telitilah sebelum anda menjawab.
2. Untuk kelancaran penelitian ini, mohon isilah jawaban sesuai dengan
pengetahuan anda, tidak perlu bertanya dengan teman dan jawab dengan
jujur apa adanya.
3. Kerahasiaan anda akan tetap terjamin.
A. Karakteristik Responden
Isilah data-data dibawah ini :
1. Usia :
2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Status Kepegawaian : PNS Non PNS
4. Tingkat Pendidikan : D-III Keperawatan S-I Keperawatan
Ners S-II Keperawatan
5. Bertugas di Ruang :
6. Lama kerja di RS : Bulan/Tahun
7. Masa Kerja sebagai Perawat Pelaksana dibawah kepemimpinan Kepala
Ruangan :
A. Kuesioner Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan
1. Pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai pendapat saudara dengan
memberi tanda ceklist () pada jawaban yang anda pilih.
2. Apabila responden ingin menggangti jawaban karna jawaban pertama
salah, cukup membuat tanda sama dengan (=) di atas jawaban pertama.
3. Periksa dan baca sekali lagi serta yakinkan setiap pernyataan telah
terjawab semuanya sebelum dikumpulkan.
No PERTANYAAN Ya Tidak
Gaya Kepemimpinan Otoriter
Kepala Ruangan memaksa bawahan untuk melaksanakan
1
perintahnya
2 Keputusan diambil oleh kepala ruangan
3 Peraturan dibuat mutlak Kepala ruangan
4 Bawahan dibolehkan memberi pendapat
Kepala Ruangan tidak memberikan kesempatan kepada para
5
bawahan untuk mengembangkan kreatifitas bawahan

62
Gaya Kepemimpinan Demokratis
Kepala Ruangan bekerja sama dengan bawahan dalam
6
membuat keputusan
7 Kepala Ruangan percaya kepada Perawat Pelaksana
8 Kepala Ruangan mendelegasikan tugas pada bawahan
9 Peratuan dibuat bersama
10 Kepala Ruangan menerima saran dari perawat
Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
11 Keputusan kerja sepenuhnya diambil oleh bawahan
12 Kepala Ruangan hanya berkomunikasi jika diperlukan
13 Kepala Ruangan jarang berada di tempat
14 Kepala Ruangan tidak melakukan pengawasan
Kepala Ruangan memberikan pengarahan kepada Perawat
15
Pelaksana

B. Kuesioner Manajemen Konflik


1. Pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai pendapat saudara dengan
memberi tanda ceklist () pada jawaban yang anda pilih.
2. Apabila responden ingin menggangti jawaban karna jawaban pertama
salah, cukup membuat tanda sama dengan (=) di atas jawaban pertama.
3. Periksa dan baca sekali lagi serta yakinkan setiap pernyataan telah
terjawab semuanya sebelum dikumpulkan.
No PERTANYAAN Ya Tidak
Kompromi
1 Kepala Ruangan melibatkan dua pihak yang terlibat
Kepala Ruangan tidak mendengarkan penjelasan dari kedua
2
belah pihak
3 Kepala Ruangan memadukan kepentingan kedua belah pihak
4 Kepala ruangan tidak menyalahkan satu pihakpun
Kompetisi
5 Kepala Ruangan menunjukkan kekuasaanya
Kepala Ruangan menyelesaikan masalah dengan
6
wewenangnya
7 Konflik diselesaikan tanpa mendengar penjelasan kedua pihak
8 Konflik diselesaikan sesuai dengan pendapat Kepala Ruangan
Akomodasi
Kepala Ruangan tetap mempertahankan kerjasama antara 2
9
belah pihak
Kepala ruangan mengembangkan kedua belah pihak dalam
10
membuat keputusan
11 Kepala ruangan memberikan gambaran mengenai kebutuhan

63
yang harus dilakukan
Smoothing
Kepala Ruangan mengambil keputusan berorientasi
12
memuaskan kedua belah pihak
Kepala Ruangan memberikan gambaran mengenai persamaan
13
kedua belah pihak
14 Kepala Ruangan mendorong terjadinya kerjasama
Kepala Ruangan menyelesaikan masalah dalam rentang waktu
15
sementara
Menghindar
16 Kepala Ruangan menghindari masalah yang sulit
17 Kepala Ruangan tidak menyelesaikan pokok masalah
Kepala Ruangan membiarkan kedua belah pihak terlibat dalam
18
waktu yang lama
19 Kepala Ruangan menyatukan pandangan kedua belah pihak
Kolaborasi
20 Penyelesaian masalah berorientasi pada kebutuhan organisasi
21 Kepala Ruangan menyatakan pandangan kedua belah pihak
Kepala Ruangan membiarkan para pihak yang terlibat untuk
22 mengembangkan pikiran dalam mengambil keputusan yang
tepat.

Terima Kasih Atas Partisipasi Saudara/i

64
BIODATA ALUMNI STIK MAKASSAR

Nama : BADRIYANI NOSYAM

Stambuk : 21706149

Tempat/Tgl Lahir : DILI, 29 JULI 1995

Agama : ISLAM

Alamat Makassar : BTN. RESTIKA INDAH BLOK. E4 NO.19

Telepon/HP : 081356922440

Nama Orang Tua/ No HP

Ayah : Drs. SYAMSUDDIN, M.Pd / 081342665457

Ibu : SITI NORMA INTANG, SH / 082187658610

Alamat Ayah dan Ibu : BTN. RESTIKA INDAH BLOK. E4 NO.19

Jumlah SKS :

IPK : 3, 93

Program Studi : S1 KEPERAWATAN

Peminatan : MANAJEMEN KEPERAWATAN

Pembimbing I : H. HAMZAH TASA, S.Kep. Ns. M.Kes

Pembimbing II : IRWAN, S.Kep, M.Kes

Punguji I : ESSE PUJI PAWENRUSI, SKM, M.Kes

Penguji II : RAHMA YULIS, S.Kep, Ns., M.Kep

Judul : GAMBARAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA

RUANGAN DALAM PENANGAN KONFLIK DI RUANG

RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI

MAKASSAR

Makassar, 9 Maret 2019

(BADRIYANI NORSYAM)

65

Anda mungkin juga menyukai