Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

SISTEM PENGORGANISASIAN ASUHAN KEPERAWATAN

Disusun Oleh :

KELAS D KELOMPOK I

1. ADE SRI UTARI 21706141


2. ANDI IRMAN ALFISYAHRIN 21706146
3. CHAIRUNNISA FARADIBA 21706159
4. ISMANIAR ANNISA 21706150
5. MUH.ALAMSYAH NUR 21706158
6. NUR RISKA 21706163
7. RISKA D 21706169
8. SRI SARTIKA JR 21706173
9. SUTIANA S. 21706177
10. WAHYUDI 21706182
11. MUHIRAWATI 21706319

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR


YAYASAN PENDIDIKAN MAKASSAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan limpahan
rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini . sebagai tugas kelompok mata
kuliah Biostatik Dan Demografi. Judul dari makalah ini adalah “ S I S T E M P E N G O R G A N I S A S I A N
ASUHAN KEPERAWATAN “. Kami berharap penyusunan makalah ini dapat
bermanfaat sebagai refrensi atau bahan bahan bagi semua pihak yang ingin mempelajari system
pengorganisasian asuhan keperawatan
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya. Mohon maaf bila ada kesalahan kata dari penulis. Akhir kata semoga ilmu dalam makalah ini
dapat bermanfaat. Sekian dan terimakasih.
wassalamualaikumwarahmatullahiwabarokatu.

Makassar, 30 November 2018

Kelompok 1
DAFTAR ISI

SAMPUL .................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengorganisasian pelaksanaan asuhan keperawatan ........................................... 4
B. Defenisi metode kasus, keuntungan, kerugian dan contoh penerapannya ...... 4
C. Defenisi metode fungsional, keuntungan, kerugian dan contoh penerapannya 6
D. Dari metode tim, keuntungan, kerugian dan contoh penerapannya .................. 9
E. Dari metode primer, keuntungan, kerugian dan contoh penerapannya ............ 20
F. Dari metode modifikasi, keuntungan, kerugian dan contoh penerapannya ..... 22
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................................... 25
B. Saran ............................................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 26
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peningkatan profesionalisme keperawatan di Indonesia dimulai sejak diterima dan

diakuinya keperawatan sebagai profesi pada Lokakarya Nasional Keperawatan (1983).

Sejak saat itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional,

Departemen Kesehatan dan organisasi profesi, diantaranya adalah dengan membuka

pendidikan pada tingkat sarjana, mengembangkan Kurikulum Diploma III keperawatan,

mengadakan pelatihan bagi tenaga keperawatan, serta mengembangkan standar praktik

keperawatan. Upaya penting lainnya adalah dibentuknya Direktorat Keperawatan di

Departemen Kesehatan di Indonesia. Semua upaya tersebut bertujuan untuk meningkatkan

profesionalisme keperawatan agar mutu asuhan keperawatan dapat ditingkatkan.

Walaupun sudah banyak hal positif yang telah dicapai di bidang pendidikan

keperawatan, tetapi gambaran pengelolaan layanan keperawatan belum memuaskan.

Layanan keperawatan masih sering mendapat keluhan masyarakat, terutama tentang sikap

dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien atau

keluarga.

Layanan keperawatan yang ada di Rumah Sakit masih bersifat okupasi. Artinya,

tindakan keperawatan yang dilakukan hanya pada pelaksanaan prosedur, pelaksanaan tugas

berdasarkan instruksi dokter. Pelaksanaan tugas tidak didasarkan pada tanggung jawab

moral serta tidak adanya analisis dan sintesis yang mandiri tentang asuhan keperawatan.

Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan restrakturing, reengineering, dan redesigning


system pemberian asuhan keperawatan melalui pengembangan Model Metode Praktik

Keperawatan Profesional (MPKP) yang akan dibahas dalam makalah ini.

Peningkatan profesionalisme keperawatan di Indonesia dimulai sejak diterima dan

diakuinya keperawatan sebagai profesi pada Lokakarya Nasional Keperawatan (1983).

Sejak saat itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional,

Departemen Kesehatan dan organisasi profesi, diantaranya adalah dengan membuka

pendidikan pada tingkat sarjana, mengembangkan Kurikulum Diploma III keperawatan,

mengadakan pelatihan bagi tenaga keperawatan, serta mengembangkan standar praktik

keperawatan. Upaya penting lainnya adalah dibentuknya Direktorat Keperawatan di

Departemen Kesehatan di Indonesia. Semua upaya tersebut bertujuan untuk meningkatkan

profesionalisme keperawatan agar mutu asuhan keperawatan dapat ditingkatkan. Walaupun

sudah banyak hal positif yang telah dicapai di bidang pendidikan keperawatan, tetapi

gambaran pengelolaan layanan keperawatan belum memuaskan.

Layanan keperawatan masih sering mendapat keluhan masyarakat, terutama tentang

sikap dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien atau

keluarga. Layanan keperawatan yang ada di Rumah Sakit masih bersifat okupasi. Artinya,

tindakan keperawatan yang dilakukan hanya pada pelaksanaan prosedur, pelaksanaan tugas

berdasarkan instruksi dokter. Pelaksanaan tugas tidak didasarkan pada tanggung jawab

moral serta tidak adanya analisis dan sintesis yang mandiri tentang asuhan keperawatan.

Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan restrakturing, reengineering, dan redesigning

system pemberian asuhan keperawatan melalui pengembangan Model Metode Praktik

Keperawatan Profesional (MPKP) yang akan dibahas dalam makalah ini.


B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah pengorganisasian pelaksanaan asuhan keperawatan?

2. Apakah defenisi metode kasus, keuntungan, kerugian dan contoh penerapannya?

3. Apakah defenisi metode fungsional, keuntungan, kerugian dan contoh penerapannya?

4. Apakah defenisi dari metode tim, keuntungan, kerugian dan contoh penerapannya?

5. Apakah defenisi metode primer, keuntungan, kerugian dan contoh penerapannya?

6. Apakah defenisi metode modifikasi, keuntungan, kerugian dan contoh penerapannya?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengorganisasian pelaksanaan asuhan keperawatan.

2. Untuk mengetahi defenisi, keuntungan, kerugian dan contoh pnerapan dari metode kasus.

3. Untuk mengetahui defenisi, keuntungan, kerugian dan contoh penerapan dari metode

fungsional.

4. Untuk mengetahui defenisi, keuntungan, kerugian dan contoh penerapan dari metode tim.

5. Untuk mengetahui defenisi, keuntungan, kerugian dan contoh penerapan dari metode

primer.

6. Untuk mengetahui defenisi, keuntunga, kerugian dan contoh penerapan dari metode

modifikasi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengorganisasian pelaksanaan asuhan keperawatan


Hoffart dan Woods(1996) mendefinisikan Model Praktek Keperawatan Profesional
(MPKP) sebagai suatu system (struktur, proses nilai-nilai professional) yang memungkinkan
perawat professional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk
mendukung pemberian asuhan keperawatan, MPKP terdiri dari elemen sub system antara
lain:
a) Nilai-nilai professional (Inti MPKP)
b) Pendekatan manajemen
c) Metode pemberian asuhan keperawatan
d) Hubungan professional
e) System kompensasi
Dalam system pemberian asuhan keperawatan ada beberapa teori mengenai metode
asuhan keperawatan. Menurut Gilles (1989) metode asuhan keperawatan terdiri dari metode
kasus, metode fungsional, metode tim, metode primer,dan metode modifikasi
B. DEFENISI METODE KASUS, KEUNTUNGAN, KERUGIAN DAN CONTOH

PENERAPAN

1. Defenisi

Metode ini merupakan sistem pelayanan keperawatan, dimana para manajer kasus

(case manager) bertanggung jawab terhadap muatan kasus pasien selama dirawat. Para

manejer dapat terkait dengan muatan kasus dalam beberapa cara seperti:

1) Dengan dokter dan pasien tertentu

2) Dengan pasien secara geografis berada dalam satu unit atau unit – unit

3) Dengan mengadakan diagnosa

Metode ini mempertahankan filsafat keperawatan primer dan membutuhkan

seorang sarjana keperawatan atau perawat dengan pendidikan tingkat master untuk
mengimplementasikan praktek keperawatan dengan budget yang tinggi. Metode kasus

merupakan metode yang berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan.

Parawat beratanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu. Rasio

pasien perawat adalah 1 : 1. Setiap pasien ditugaskan kepada semua perawat yang

melayani seluruh kebutuhannya pada saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat

yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh

orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus dapat diterapkan satu

pasien untuk satu perawat, umumnya dilakukan untuk perawat privat atau untuk

perawatan khusus, seperti isolasi atau intensive care ( Nursalam, 2012 ).

Model Kasus merupakan model pemberian asuhan yang pertama digunakan.

Sampai Perang Dunia kedua model tersebut merupakan model pemberian asuhan

keperawatan yang paling banyak digunakan. Pada model ini satu perawat akan

memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara total dalam satu periode

dinas. Jumlah pasien yang dirawat oleh satu perawat sangat tergantung kepada

kemampuan perawat dan kompleksnya masalah dan pemenuhan kebutuhan pasien.

Model Kasus ini diharapkan yaitu, dimana perawat mampu memberikan asuhan

keperawatan yang mencakup seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan pasien. Model

ini perawat memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara menyeluruh,

sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap pasien dengan baik, sehingga

pasien merasa puas dan merasakan lebih aman karena mengetahui perawat yang

bertanggung jawab atas dirinya. Dengan model ini menuntut seluruh tenaga keperawatan

mempunyai kualitas profesional dan membutuhkan jumlah tenaga keperawatan yang

banyak. Model ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang
perawatan intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan sebagainya (

Zaidin Ali, 2001 ).

2. Keuntungan

a) Perawat lebih memahami kasus per kasus

b) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih muda

3. Kerugian

a) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab

b) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yanga sama

c) Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas sehingga tidak

mampu memberikan asuhan secara menyeluruh

d) Beban kerja tinggi terutama jika jumlah pasien banyak sehingga tugas rutin yang

sederhana terlewatkan

e) Pendelegasian perawatan pasien hanya sebagian selama perawat penaggung jawab

pasien bertugas.

4. Contoh Penerapan

C. DEFENISI METODE FUNGSIONAL, KEUNTUNGAN, KERUGIAN DAN CONTOH

PENERAPAN

1. Defenisi Metode Fungsional

Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan

keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Terbatasnya jumlah

dan kemampuan perawat saat itu, maka setiap perawat hanya melakukan 1 – 2 jenis

intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal. Model ini berdasarkan orientasi
tugas dari filosofi keperawatan, perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu

berdasarkan jadwal kegiatan yang ada (Nursalam, 2002).

Metode fungsional penugasan asuhan keperawatan terdiri dari pemisahan tugas

keperawatan yang terlibat dalam setiap perawatan pasien dan penugasan masing-masing

anggota, staf keperawatan untuk melakukan satu atau dua fungsi bagi semua pasien

dalam sebuah unit. Sistem tugas mengacu pada ilmu manajemen dalam bidang

administrasi bisnis yang berfokus pada tugas yang harus diselesaikan. Perawat dengan

pendidikan kurang akan melakukan tindakan yang lebih ringan dibandingkan dengan

perawatan profesional. Model ini dibutuhkan pembagian tugas (job description),

prosedur, kebijakan dan alur komunikasi yang jelas. Metode ini cukup ekonomis dan

efisien serta mengarahkan pemusatan pengendalian. Kelemahan dari metode ini adalah

munculnya fragmentasi keperawatan dimana pasien menerima perawatan dari berbagai

kategori tenaga keperawatan.

2. Keuntungan

a. Menerapkan manajemen kalasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang

jelas dan pengawasan yang baik.

b. Perawat senir menyibukkan diri dengan tuga manajerial, sedangakan perawatan

pasien diserahkan kepada perawat junior dan atau perawat yan belum berpengalaman.

Sangat cocok untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga.

c. Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman

untuk satu tugas yang sederhana.


d. Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta didik yang praktek

untuk ketrampilan tertentu.

3. Kerugian

a. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat.

b. Pelayanan keperawatan terpisah – pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan.

c. Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan

saja.

d. Kebutuhan pasien secara individu sering terabaikan

e. Pelayanan pasien secara individu sering terabaikan

f. Pelayanan terputus-putus

g. Kepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai

4. Contoh Penerapan

a. Kepala Ruangan :

Tugasnya adalah merencanakan pekerjaan, menentukan kebutuhan perawatan pasien,

membuat penugasan, melakukan supervise, menerima instruksi dokter.

b. Perawat Staf :

Melakukan askep langsung pada pasien, membantu revisi askep yang diberikan oleh

pembantu tenaga keperawatan.

c. Perawat Pelaksana :

Melaksanakan askep langsung pada pasien, melaksanakan askep pasien dalam masa

pemulihan kesehatan, melaksanakan askep pada pasien dengan penyakit kronik dan

membantu tidakan sederhana (ADL).

d. Perawat Pembantu :
Membantu pasien dengan melaksanakan perawatan mandiri untuk mandi, membanatu

perawat untuk membenahi tempat tidur, membantu membagikan alat tenun pasien.

D. DEFENISI METODE TIM, KEUNTUNGAN, KERUGIAN DAN CONTOH

PENERAPAN

1. DEFENISI METODE TIM

Metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat professional

memimpin sekelompok tenaga keperawatan dengan berdasarkan konsep kooperatif &

kolaboratif (Douglas, 1992).

Metode ini dirancang oleh Elanor Lambertson pada tahun 1950-an yang

digunakan untuk mengatasi fragmentasi dari metode orientasi pada tugas dan memenuhi

peningkatan tuntutan kebutuhan perawat profesional yang muncul karena kemajuan

teknologi, kesehatan dan peralatan. Tim keperawatan terdiri dari perawat profesional

(registered nursing), perawat praktis yang mendapat izin serta pembantu perawat. Tim

bertanggung jawab dalam memberikan asuhan keperawatan kepada sejumlah pasien

selama 8-12 jam. Metode ini lebih menekankan segi manusiawi pasien dan para perawat

anggota dimotivasi untuk belajar (Nursalam, 2007).

Pokok yang harus diketahui adalah konfrensi tim yang dipimpin ketua tim,

rencana asuhan keperawatan dan keterampilan kepemimpinan. Tujuan metode

keperawatan tim adalah untuk memberikan perawatan yang berpusat pada klien.

Perawatan ini memberikan pengawasan efektif dari memperkenalkan semua personil

adalah media untuk memenuhi upaya kooperatif antara pemimpin dan anggota tim.

Melalui pengawasan ketua tim nantinya dapat mengidentifikasi tujuan asuhan

keperawatan, mengidentifikasi kebutuhan anggota tim, memfokuskan pada pemenuhan


tujuan dan kebutuhan, membimbing anggota tim untuk membantu menyusun dan

memenuhi standar asuhan keperawatan.

Pengembangan metode tim ini didasarkan pada falsafah mengupayakan tujuan

dengan menggunakan kecakapan dan mampuan anggota kelompok. Metode ini juga

didasari atas yakinan bahwa setiap pasien berhak memperoleh pelayanan baik. Selain itu,

setiap staf berhak menerima bantuan melaksanakan tugas memberi asuhan keperawatan

yang baik sesuai kemampuannya. Dalam keperawatan, metode diterapkan dengan

menggunakan sama tim perawat yang terogen, terdiri dari perawat profesional, non-

profesional, dan pembantu perawat untuk memberikan asuhan keperawatan pada

sekelompok pasien. Ketua tim (perawat profesional) memiliki tanggung jawab dalam

perencanaan, kelancaran, dan iluasi dan asuhan keperawatan untuk semua pasien yang di

lakukan oleh tim di bawah tanggung jawabnya. Di samping itu, ketua tim mempunyai

tugas untuk melakukan supervise kepada semua anggota tim dalam implementasi dan

tindakan keperwatan, dan melakukan evaluasi hasil dan asuhan keperwatan.

Tujuan pemberian metode tim dalam asuhan keperawatan adalah untuk

memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan objektif pasien sehingga

pasien merasa puas. Selain itu, metode tim dapat meningkatkan kerja sama dan

koordinasi perawat dalam melaksanakan tugas, memungkinkan adanya transfer of

knowledge dan transfer of experiences di antara perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dan motivasi perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan.

Sesuai dengan tujuan tersebut maka tugas dan tanggung jawab keperawatan harus

benar-benar diarahkan dan direncanakan secara matang untuk keberhasilan asuhan ke


perawatan.sebagaimana diketahui bahwa satu tim keperawatan terdiri dan 2 orang

perawat atau lebih yang bekerja sama dalam pemberian asuhan keperawatan. Ketua tim

seharusnya perawat profesional yang sudah berpengalaman dalam memberikan asuhan

keperawatan dan ditunjuk oleh perawat kepala ruang (nurse unit manager). Selanjutnya,

ketua tim akan melaksanakan tugas yang didelegasikan oleh perawat kepala ruang

bersama-sama dengan anggota tim. Tugas dan tanggung jawab ketua tim menjadi hal

yang harus diperhitungkan secara cermat. Tugas dan tanggung jawab tersebut diarahkan

untuk melakukan pengkajian dan penyusunan rencana keperawatan untuk setiap pasien

yang berada di bawah tanggung jawabnya, membagi tugas kepada semua anggota tim

dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki anggota tim dan kebutuhan pasien

yang harus dipenuhi mengontrol dan memberikan bimbingan kepada anggota tim dalam

melaksanakan tugasnya apabila diperlukan, melakukan evaluasi terhadap hasil kerja

anggota tim, menerima laporan tentang perkembangan kondisi pasien dan anggota tim.

Tugas dan tanggung jawab lain yang harus diperhatikan oleh ketua tim adalah

mengontrol perkembangan kesehatan setiap pasien, mencatat hal-hal yang terjadi pada

pasien terutama yang tidak diinginkan, melakukan revisi rencana keperawatan apabila

diperlukan, melaporkan perkembangan pasien kepada perawat kepala ruang serta

kesulitan yang dihadapi apabila ada. Selain itu, tugas dan tanggung jawab ketua tim, yaitu

memimpin pertemuan tim untuk menerima laporan, memberi pengarahan serta membahas

masalah yang dihadapi, menjaga komunikasi yang efektif, melakukan pengajaran kepada

pasien, keluarga pasien dan anggota tim serta melengkapi catatan yang dibuat anggota

tim apabila diperlukan.


Dalam memberikan asuhan keperawatan dengan metode ini, ketua tim harus

memiliki kemampuan untuk mengikut sertakan anggota tim dalam memecahkan masalah.

Ketua tim juga harus dapat menerapkan pola asuhan keperawatan yang di anggap sesuai

dengan kondisi pasien dan minat pemberi asuhan. Oleh karena itu, pembuatan keputusan,

otoritas, dan tanggung jawab ada pada tingkat pelaksana. Hal ini akan mendukung

pencapaian pengetahuan dan keterampilan profesional.

Dalam ruang perawatan mungkin diperlukan beberapa tim keperawatan.

pembagian tugas dalam tim keperawatan dapat dilakukan dengan jalan perawat kepala

ruang akan menentukan jumlah tim yang diperlukan berdasarkan beberapa factor, antara

lain memperhitungkan jumlah tenaga perawat profesional, jumlah tenaga yang ada, dan

jumlah pasien. Pembagian tugas dalam tim keperawatan dapat didasarkan pada

tempat/kamar pasien tingkat penyakit pasien, jenis penyakit pasien, dan jumlah pasien

yang di rawat.

Berdasarkan hal-hal tersebut maka ketua tim harus memiliki kemampuan sebagai

berikut:

1. Mengomunikasikan dan mengoordinasikan semua kegiatan tim.

2. Menjadi konsultan dalam asuhan keperawatan.

3. Melakukan peran sebagai model peran.

4. Melakukan pengkajian dan menentukan kebutuhan pasien.

5. Menyusun rencana keperawatan untuk semua pasien.

6. Merevisi dan menyesuaikan rencana keperawatan sesuai kebutuhan pasien.

7. Melaksanakan observasi baik terhadap perkembangan pasien maupun kerja dari anggota

tim.
8. Menjadi guru pengajar.

9. Melaksanakan evaluasi secara baik dan objektif.

Bila kemampuan tersebut dapat dimiliki oleh ketua tim,akan berdampak secara

positif dalam pemberian asuhan keperawatan. Dengan demikian, masalah dalam asuhan

keperawatan cepat teratasi mutu asuhan keperawatan terpeliharanya perawat terbiasa

bekerja secara terorganisasi, terarah, dan memahami tujuan kerja sama antar perawat

meningkat kepuasan kerja meningkat pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman semua

perawat meningkat serta kaderisasi kepemimpinan terjadi.

Di bandingkan dengan metode fungsional, metode tim lebih banyak memberikan

tanggung jawab, otoritas, dan tanggung gugat kepada anggota tim. Tugas perawat

menjadi lebih kompleks, anggota tim lebih terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi. Apabila kerja dan tim berhasil dan memuaskan, pola ini member pengkayaan

pengalaman dan perluasan wawasan kerja bagi pelaksana khususnya anggota tim

tingkat yang rendah.

2. Konsep Metode Tim Menurut Kron & Gray (1987)

a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik

kepemimpinan.

b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.

c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.

d. Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik jika

didukung oleh kepala ruang.

Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam

memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi


menjadi 2-3 tim / grup yang terdiri dari tenaga profesional, tehnikal dan pembantu dalam

satu grup kecil yang saling membantu.

3. Kelebihan :

1. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.

2. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.

3. Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberikan

kepuasan kepada anggota tim.

Dapat memberikan kepuasan kepada pasien dan perawat. Pasien merasa di

perlakukan lebih manusiawi karena pasien memiliki sekelompok perawat yang lebih

mengenal dan memahami kebutuhannya.

Perawat dapat mengenali pasien secara individual karena perawatannya

menangani pasien dalam jumlah yang sedikit. Hal ini, sangat memungkinkan merawat

pasien secara komprehensif dan melihat pasien secara holistic. Perawat akan

memperlihatkan kerja lebih produktif melalui kemampuan dalam bekerja sama dan

berkomunikasi dalam tim. Hal ini akan mempermudah dalam mengenal kemampuan

anggota tim yang dapat dimanfaatkan secara optimal.

4. Kelemahan :

1. Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang

biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk

(memerlukan waktu ).

2. Perawat yang belum terampil & kurang berpengalaman cenderung untuk

bergantung/berlindung kepada perawat yang mampu.

3. Jika pembagian tugas tidak jelas, maka tanggung jawab dalam tim kabur
Sebagaimana metode fungsional, metode tim juga tidak mengandung beberapa

kerugian. Selain itu, metode ini di anggap memerlukan biaya yang lebih tinggi karena

kotaknya distribusi tenaga, metode ini juga tidak efektif bila pengaturannya tidak baik.

Pelaksanaan asuhan keperawatan menggunakan metode tim memerlukan banyak kerja

sama dan komunikasi serta kecenderungan banyak kegiatan keperawatan di lakukan oleh

perawat non profesional. Ketua tim perlu waktu yang lebih banyak untik melaksanakan

tugas manajeria, seperti mengkaji, mendelegasikan, dan mengontrol kerja kelompok.

Ketua tim dapat mengalami kebinguangan karena tugas disampaikan melalui beberapa

orang anggota, terlebih apabila komposisi anggota tim sering diubah.

Peran perawat kepala ruang

Peran perawat kepala ruang dalam aplikasi metode tim diarahkan pada

keterampilan dan minat yang dimilikinya di samping itu, perawat kepala ruang harus

mampu mengoptimalkan fungsi tim melalui orientasi anggota tim dan pendidikan

berkelanjutan, mengkaji kemampuan anggota tim dan membagi tugas sesuai dengan

keterampilan anggotanya hal yang tidak kalah pentingnya adalaah perawat kepala ruang

harus mampu sebagai model peran.

Metode tim dalam pemberian asuhan keperawatan dapat diterapkan bila ada

tenaga profesional yang mampu dan mau memimpin kelompok kecil, dapat bekerja sama

dan membimbing tenaga keperawatan yang lebih rendah. Di samping itu, perawat kepala

ruang harus mau membagi tanggung jawab dan tugasnya kepada orang lain. Satu tim

keperawatan dapat terdiri dan tiga sampai lima perawat untuk bertanggung jawab

memberikan asuhan keperawatan kepada 10 sampai 15 pasien.

Tanggungjawab Kepala ruang :


a. Menentukan standar pelaksanaan kerja.

b. Supervisi dan evaluasi tugas staf

c. Memberi pengarahan ketua tim.

Uraian tugas Kepala Ruang :

a. Perencanaan

1. Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masingmasing

2. Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya.

3. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien.

4. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkanaktifitas dan kebutuhan

klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan.

5. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan

6. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi,patofisiologi,tindakan medis yang

dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan

yang akan dilakukan terhadap pasien.

7. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan .

8. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri.

9. Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan.

10. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan RS.

b. Pengorganisasian

1. Merumuskan metode penugasan yang digunakan

2. Merumuskan tujuan metode penugasan

3. Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas
4. Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi 2 ketua tim dan ketua tim

membawahi 2-3 perawat.

5. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan : membuat proses dinas, mengatur

tenaga yang ada setiap hari dll.

6. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan

7. Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek

8. Mendelegasikan tugas saat kepala ruang tidak berada ditempat kepada ketua tim

9. Memberikan wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien.

10. Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya

11. Identifikasi masalah dan cara penanganan

c. Pengarahan

1. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim

2. Memberi pujian kepada anggota yang melaksanakan tugas dengan baik

3. Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap

4. Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan

keperawatan pasien

5. Melibatkan bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya.

6. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

d. Pengawasan

1. Melalui komunikas : Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim

maupun pelaksanan mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien

2. Melalui superfisi : Pengawasan langsung dan tidak langsung.


3. Evaluasi : Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana

keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim serta melakukan Audit

keperawatan.

Tanggung jawab ketua tim :

1. Mengatur jadwal dinas timnya yang dikoordinasikan dengan kepala ruangan.

2. Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang didelegasikan

oleh kepala ruangan.

3. Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi asuhan keperawatan

bersama-sama anggota timnya,.

4. Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.

5. Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan bimbingan melalui

konferens.

6. Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang diharapkan serta

mendokumentasikannya.

7. Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang pelaksanaan asuhan

keperawatan.

8. Menyelenggarakan konferensi .

9. Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan.

10. Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi tanggungjawab timnya.

11. Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan.

Tanggung jawab anggota tim

1. Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan.


2. Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan

berdasarkan respon klien.

3. Berpartisipasi dalam setiap memberiikan masukan untuk meningkatkan asuhan

keperawatan

4. Menghargai bantuan dan bimbingan dan ketua tim.

5. Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.

6. Memberikan laporan

E. DEFENISI METODE PRIMER, KEUNTUNGAN, KERUGIAN DAN CONTOH

PENERAPAN

1. Defenisi

Menurut Gillies (1986), perawat yang menggunakan metode keperawatan primer

dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse). Metode

keperawatan primer terdapat kontinutas keperawatan dan bersifat komprehensif serta

dapat dipertanggung jawabkan, setiap perawat primer biasanya mempunyai 4 – 6 klien

dan bertanggung jawab selama 24 jam selama klien dirawat dirumah sakit. Perawat

primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam

merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang klien jika

diperlukan. Saat perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan akan

didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse).

Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama

24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar

rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara si pembuat

rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan
kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan,

melakukan dan koordinasi keperawatan selama pasien dirawat.

2. Keuntungan

a) Bersifat kontunuitas dan komprehensif

b) Perawata primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan

memungkinkan pengembangan diri

c) Mendorong kemandirian perawat

d) Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat

e) Memberikan kepuasan kerja bagi perawat

f) Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan keperawatan.

Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa di manusiawikan karena terpenuhinya

kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi dan tercapai

pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi.

3. Kerugian

a) Hanya dapat di lakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang

memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang

tepat, menguasai keperawatan klinis, akuntabel, serta mampu berkolaborasi dengan

berbagai disiplin ilmu

b) Perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat

c) Hanya dapat dilakukan oleh perawat professional

d) Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.

4. Contoh Penerapan
F. DEFENISI METODE MODIFIKASI, KEUNTUNGAN, KERUGIAN DAN CONTOH

PENERAPAN

1. Defenisi

Metode primer modifikasi adalah metode gabungan antara metode penugasan tim

dengan metode perawatan primer. Metode ini menugaskan sekelompok perawat merawat

pasien dari datang sampai pulang. Pada model ini, digunakan secara kombinasi dari

kedua sistem. Menurut Ratna S.Sudarsono (2000), penerapan sistem model ini didasarkan

pada beberapa alasan :

a. Keperawatan primer tidak di gunakan secara murni, karena perawat primer harus

mempunyai latar belakang pendidikan S1 Keperawatan atau setara.

b.Keperawatan tim tidak di gunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan

keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim

c. Melalui kombinasi kedua model tersebut di harapkan komunitas asuhan keperawatan

dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer.

Disamping itu, karena saat ini perawat yang ada di rumah sakit sebagain besar

adalah lulusan SPK, maka akan mendapat bimbingan dari perawat primer/ ketua tim

tentang asuhan keperawatan. Untuk ruang model ini di perlukan 26 perawat. Dengan

menggunakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan 4 (empat) orang

perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di samping seorang kepala ruang rawat,

juga Ners, Perawat Associate(PA) 21 orang, kualifikasi pendidikan perawat asosiasi

terdiri atas lulusan D3 Keperawatan ( 3orang) dan SPK (18 orang).

2. Keuntungan
a) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh

b) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan

c) Memungkinkan komunikasi antar tim, sehinggah konflik mudah di atasi dan

memberikan kepuasaan pada anggota tim

d) Saling memberi pengalaman antar sesama tim

e) Bersifat kontunuitas dan komprehensif

f) Mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan memungkinkan

pengembangan diri Mendorong kemandirian perawat

g) Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat

3. Kerugian

a) Kelemahan metode primer modifikasi

b) Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi tanggung

jawabnya

c) Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan atau

terburu-buru sehingga dapat mengakibatkan kimunikasi dan koordinasi antar anggota

tim terganggu sehingga kelancaran tugas terhambat

d) Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau

berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim

e) Perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat

f) Hanya dapat dilakukan oleh perawat professional

g) Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.

4. Contoh Penerapan

1.berbeda bertanggung jawab terhadap sekelompok pasien


2.Metode Primer adalah seorang perawat profesional bertanggung jawab member

perawatan secara menyeluruh selama 24 jam pada 4-6 pasien dalam satu unit sejak

pasien masuk sampai pulang

3.Metode Kasus adalah satu perawat merawat satu pasien (total patient care)

4.Metode Primer-modifikasi adalah gabungan metode tim dan metode primer.


BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Dalam system pemberian asuhan keperawatan ada beberapa teori mengenai metode

asuhan keperawatan. Menurut Gilles (1989) metode asuhan keperawatan terdiri dari metode

kasus, metode fungsional, metode tim, metode primer,dan metode modifikasi.

B.Saran

Adapun saran penulis terhadap pembaca, yaitu agar memahami mengenai system

perorganisasian dalam manajemen keperawatan dan juga mengetahui faktor – faktor yang

mempengaruhi terjadinya system organisasi dan juga mengetahui beberapa metode- metode

yang ada dalam manajemen keperawatan. Perbedaan kelima metode praktik keperawatan

harus dipahami oleh pembaca dan mampu mengaplikasikannya dengan sebaik mungkin serta

tidak menjadikan kelemahan-kelemahan metode untuk memberikan pelayanan yang optimal.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2001. Dasar – Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta : Widya Medika.

Nursalam. 2012. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan

Profesional Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan

Profesional. Jakarta : Salemba Medika.

Muninjaya Gde. 2004. Manajemen Kesehatan Cetakan I Edisi 2. Jakarta : EGC

Sitorus Ratna. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di RS. Jakarta : EGC.

Gilles, A.G. 1994. Nursing Management: A.System Approach, 3rdedition , Philadelphia: WB

Company Saunders.

Anda mungkin juga menyukai