Anda di halaman 1dari 41

I.

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN

TINGKAT KECEMASAN SISWA SEBELUM SIRKUMSISI DI SDN 1

LAMAPPOLOWARE KABUPATEN SOPPENG

II. RUANG LINGKUP

KEPERAWATAN KOMUNITAS

III. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sirkumsisi merupakan istilah yang paling sering didengar dikalangan

kedokteran. Pada masyarakat umum lebih dikenal dengan istilah khitan. Khitan

yang juga berarti potong berasal dari bahasa Arab. Selain itu, sirkumsisi juga

sering disebut dengan sunat untuk menjelaskan bahwa sirkumsisi merupakan

sunnah Rasul. Sirkumsisi sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu, yaitu sejak

4000 tahum SM ( seperti yang terlihat pada mumi di Mesir). Sirkumsisi kemudian

berkembang ke Yunani dan Romawi pada masa Allexander. Pada abad ke- 7

sampai abad ke-12 sirkumsisi menyebar ke Afrika Utara dan Asia seiring dengan

penyebaran Islam (Syamsir,2015).

1
Sirkumsisi sekarang sudah sedemikian populernya sehingga banyak sekali

orang yang ingin disirkumsisi. Di Amerika Serikat, pada tahun 1870 sirkumsisi

telah dilakukan pada sekitar 8% kelahiran, sedangkan pada tahun 1910 telah

mencapai 58% kelahiran. Menurut Rumah Sakit Umum Kingstone, telah

dilakukan sirkumsisi pada 349 bayi laki-laki (48% kelahiran) pada tahum 1961-

1962 (Syamsir, 2015).

Menurut World Health Organization, jumlah tahunan sirkumsisi laki-laki

di negara Afrika bagian Timur dan Selatan yang melakukan sirkumsisi pada

tahun 2015 sebanyak 2.623.698, pada tahun 2016 meningkat sebanyak

2.851.549 dan pada tahun 2017 meningkat kembali sebanyak 4.044.740. Negara

Afrika bagian Selatan yaitu Uganda yang melakukan sirkumsisi paling banyak

dari tahun 2015 sampai tahun 2017 sebanyak 1.815.638 sedangkan Ethiopia yang

melakukan sirkumsisi paling sedikit dari tahun 2015 sampai tahun 2017 hanya

87.024 yang melakukan sirkumsisi (WHO, 2018).

Secara medis tidak ada batasan umur untuk melakukan sirkumsisi. Di

Indonesia menurut WHO umur yang paling sering melakukan sirkumsisi

adalah 5-12 tahun. Angka kejadian sirkumsisi dalam setiap negara bervariasi

sesuai dengan agama, etnis, status sosial-ekonomi dengan tujuan alasan

medis, agama, sosial dan budaya. Pada tahun 2013 diketahui 2,7 juta orang di

14 negara prioritas timur dan selatan Afrika melakukan sunat pada pria

secara medis. Di Indonesia 10,2 juta melakukan sirkumsisi (WHO, 2013).

2
Penelitian yang dilakukan oleh Peltzer, et-al pada tahun 2014 mengenai

Prevalensi dan akseptabilitas sunat laki-laki di Afrika Selatan Prevalensi

keseluruhan dari sunat laki-laki yang dilaporkan sendiri sebesar 42,8% ditemukan.

Di antara kelompok populasi Afrika Hitam prevalensi sunat laki-laki adalah

48,2%, 32,1% secara tradisional dan 13,4% secara medis disunat. Di antara laki-

laki yang tidak disunat 45,7% dari 15-24 tahun menunjukkan bahwa mereka akan

mempertimbangkan untuk dikhitan dibandingkan dengan 28,3% di antara 25-49

tahun. Dalam analisis multivariat antara laki-laki yang tidak disunat Black African

dan kelompok populasi Berwarna dan telah mendengar tentang efek perlindungan

HIV dari sunat laki-laki adalah prediktor signifikan untuk penerimaan sunat laki-

laki, dan di antara perempuan dengan pasangan seksual yang tidak disunat,

kelompok populasi Black African dan Berwarna dan pendidikan tinggi adalah

prediktor untuk penerimaan sunat laki-laki (Pletzer et-al, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Yasin Aydogmus, et-al pada tahun 2016 di

Canada, mengenai Efek psikologis dan seksual dari sunat pada pria dewasa dengan

hasil penelitian Kedua kelompok itu serupa dengan data demografi. Perbandingan

skor BCS pra operasi dan LSAS dengan skor kelompok kontrol menunjukkan

perbedaan yang signifikan (p = 0,003, p <0,001, dan p <0,001, masing-masing).

Namun, skor pasca operasi mirip dengan skor yang diperoleh pada kelompok

kontrol (p = 0,768, p> 0,05, dan p> 0,05, masing-masing). Skor semua skala

menunjukkan perbaikan yang signifikan pasca operasi. Juga, skor PEDT dan IELT

berubah sebelum dan sesudah sunat signifikan dalam kelompok studi, tetapi tidak

3
bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (Yasin et-al, 2016).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sumadi tahun 2010, mengenai

hubungan fase usia anak dengan tingkat kecemasan pada anak pre operasi

sirkumsisi dipondok khitan Al-Karomah Wonosobo Jawa Tengah tahun 2010

dengan hasil penelitian fase usia prasekolah 3 anak (100%) mengalami tingkat

kecemasan tidak cemas, fase usia sekolah 6 anak (66,7%) mengalami tingkat

kecemasan cemas ringan, fase usia remaja 6 anak (46,2%) mengalami tingkat

kecemasan tidak cemas. Tingkat kecemasan anak pre operasi sirkumsisi yaitu

tidak cemas sebanyak 11 responden (44,0%), mengalami tingkat kecemasan

sedang 3 reponden (12,0%) sedangkan untuk responden yang mengalami

tingkat kecemasan berat tidak ada (0%). Hal ini membuktikan bahwa tidak

ada hubungan antara tingkat usia anak dengan tingkat kecemasan anak pre

operasi sirkumsisi di Pondok Khitan Al-Karomah Wonsobo pada tahun 2010

(Sumadi, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fidrotin Azisah, et-al tahun

2014, mengenai gambaran pengetahuan orang tua tentang perawatan luka

sirkumsisi pada anak usia sekolah (6-12 tahun) di Desa Pesen Kacamatan Kanor

Kabupaten Bojonegoro dengan hasil penelitian lebih dari sebagian memiliki

pengetahuan kurang yaitu sebanyak 31 responden (51,67%), pengetahuan cukup

18 reponden (30,00%) dan yang pengetahuan baik yaitu 11 reponden (18,33%)

(Fidrotin A et-al, 2014).

4
Berdasakan penelitian yang dilakukan oleh Selda Rizalar, et-al tahun 2017

dari anak-anak, yang berpartisipasi dalam penelitian, 64,7% menyatakan bahwa

mereka mengalami tingkat ketakutan yang berbeda selama sunat, 54,6%

menyatakan bahwa mereka mengalami tingkat rasa sakit yang berbeda dan 48,2%

menyatakan bahwa mereka merasakan kesedihan. Hubungan yang signifikan

ditemukan antara orang tersebut, yang melakukan sunat, tempat di mana itu

dilakukan, jenis anestesi yang digunakan dan tingkat rasa sakit dan kesedihan

anak; ada juga hubungan yang signifikan antara orang tersebut, yang melakukan

sunat, tempat di mana itu dilakukan, jenis anestesi yang digunakan, usia di mana

ia dilakukan dan tingkat ketakutan (P <0,05) (Selda et-al, 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suci Apriani pada tahun 2013,

mengenai hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre

operasi di ruang bedah baji kamase 1 dan 2 di RSUD Labuang Baji Makassar

dengan hasil penelitian diperoleh bahwa dukungan keluarga yang terbesar adalah

kategori kurang 56,2% dan paling sedikit adalah kategori baik 43,8%. Untuk

tingkat kecemasan kategori tertinggi adalah sedang 56,2% dan yang paling sedikit

adalah kategori ringan 43,8% (Suci A, 2013).

Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Soppeng dalam tribun-timur.com

Soppeng mengungkapkan bahwa gelaran sunatan massal gratis telah diadakan di

sekretariat Baznas Jl. Kemakmuran Soppeng pada Selasa, 24 Juli 2018. Ketua

Baznas Soppeng Sukardi Deppung mengatakan, ada sekitar 40 anak yang akan

disunat dan pada hari Selasa, ada 7 anak yang akan disunat dan dilanjutkan pada

5
hari berikutnya (Sudirman dalam Tribun Timur, 2018).

Setelah dilakukan wawancara, data mengenai sirkumsisi di Dinas

Kesehatan Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan masih belum ada. Hal ini

dikarenakan, pihak kabupaten atau kota yang ada di Sulawesi Selatan tidak

pernah melakukan pendataan terkait sirkumsisi karena sirkumsisi lebih banyak

dilakukan secara pribadi dengan dokter atau mantri dan dilakukan dirumah

masyarakat .

Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affective)

yang ditandai dengan perasaan ketakutakan atau kekhawatiran yang mendalam

dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality

Testing Ability / RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak

mengalami keretakan kepribadian/ splitting of personality), perilaku dapat

terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Dadang H, 2016).

Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kecemasan adalah adanya

hubungan keluarga. Support system keluarga atau dukungan keluarga yang

merupakan bagian dari dukungan sosial mempunyai pengaruh terhadap

kesehatan. Jika kita merasa didukung oleh lingkungan maka segala sesuatu

dapat menjadi lebih mudah pada waktu menjalani kejadian-kejadian yang

menegangkan. Dukungan tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk dukungan

emosional melalui rasa empati, dukungan maju, dukungan kontra mental

melalui bantuan langsung berupa harta atau benda dan dukungan informatif

6
melalui pemberian nasehat, saran-saran atau petunjuk.

Berdasarkan fakta yang diperoleh dari survey yang dilakukan di SDN 1

Lamappoloware Jalan Pemuda Kabupaten Soppeng, ada 2 kelas yang di survey

oleh peneliti yaitu siswa kelas IV dan V. Kebanyakan siswa yang disirkumsisi

pada saat liburan sekolah. Jumlah siswa yang belum sirkumsisi di kelas IV

sebanyak 37 siswa laki-laki dan kelas V sebanyak 30 siswa laki-laki. Setelah

dilakukan wawancara terhadap siswa, didapatkan informasi bahwa kurang

mendapatkan perhatian dari orang tuanya, dimana kedua orang tuanya bekerja

dari pagi sampai sore. Dari segi pergaulan siswa tersebut juga kurang bergaul,

sehingga kecemasan yang muncul bisa disebabkan karena kurangnya dukungan

dari orang-orang disekitarnya. Oleh karena itu siswa yang belum disirkum merasa

cemas dan membutuhkan dukungan keluarga atau support system keluarga.

Dari hasil observasi awal di lokasi penelitian, siswa merasa cemas karna

akan disirkum. Siswa mengatakan bahwa sirkumsisi atau sunat adalah hal yang

sangat ditakuti karna siswa takut akan merasa kesakitan pada saat proses sunat.

Permasalahan yang dihadapi oleh anak tersebut dapat menjadikan mereka

mengalami kecemasan yaitu mengalami gangguan rasa takut, tegang, dan gelisah

ketika akan dilakukan tindakan sirkumsisi. Mereka juga mengalami kesulitan

untuk tidur serta penyakit seperti sakit kepala, peningkatan darah dan sebagainya

disebabkan karena adanya tekanan mental saat akan dilakukan tindakan

sirkumsisi. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan support system keluarga atau

7
dukungan keluarga dalam pelaksanaan tindakan sirkumsisi agar kecemasan pada

anak dapat berkurang dan anak akan merasa tenang serta siap untuk dilakukan

sirkumsisi. Adanya permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti

”Hubungan antara Support System Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Siswa

Sebelum Sirkumsisi Di SDN 1 Lammappoloware Kabupaten Soppeng ”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian adalah

“bagaimanakah hubungan antara support system keluarga dengan tingkat

kecemasan siswa sebelum sirkumsisi di SDN 1 Lamappoloware Kabupaten

Soppeng”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara support system keluarga dengan tingkat kecemasan

siswa sebelum sirkumsisi di SDN 1 Lamappoloware Kabupaten Soppeng.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui hubungan dukungan penilaian dengan kecemasan pada siswa sebelum

sirkumsisi.

b) Mengetahui hubungan dukungan instrumental dengan kecemasan pada siswa

sebelum sirkumsisi

c) Mengetahui hubungan dukungan informasi/pengetahuan dengan kecemasan pada

siswa sebelum sirkumsisi.

d) Mengetahui hubungan dukungan emosional dengan kecemasan pada siswa

8
sebelum sirkumsisi.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Ilmiah

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi, bahan bacaan dan

masukan pembelajaran serta pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di

bidang keperawatan bagi pihak Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar.

b. Manfaat Institusi

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi

instansi terkait khususnya Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar tentang

hubungan support system keluarga dengan tingkat kecemasan siswa sebelum

sirkumsisi .

c. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan tambahan

pengetahuan, wawasan, keilmuan, dan referensi untuk selanjutnya dijadikan acuan

dalam materi tentang hubungan support system keluarga dengan tingkat

kecemasan siswa sebelum sirkumsisi

d. Manfaat Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan tambahan

pengetahuan dan pengalaman bagi masyarakat dalam pengembangan hubungan

support system keluarga dengan tingkat kecemasan siswa sebelum sirkumsisi.

9
IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Sirkumsisi

1. Defenisi Sirkum

Sirkum adalah proses memendekkan preputium sehingga glans penis tampak

terbuka, yaitu dengan cara memotong preputiumpenis sehingga bagian dalam dan

bagian luar preputium penis terputus dan kemudian menjahit antara bagian

proksimal preputium penis dengan bagian distal lapisan preputium penis

(Syamsir, 2015).

Sirkumsisi merupakan salah satu yang dipermasalahkan. Dari segi

kesehatan, sirkumsisi yang bukan merupakan indikasi medis dianggap sebagai

suatu perbuatan kejahatan di Amerika Serikat, Eropa dan Australia. Sirkumsisi

pada anak dianggap sebagai perbuatan kriminal dan menyakiti serta melanggar

hak asasi manusia. Etik tidak bisa ditentukan oleh kebiasaaan dan budaya

beberapa bangsa saja sehingga diperlukan beberapa faktor yang mendasar dan

universal yang terangkum dalam benefience, non maleficence, autonomy dan

justice. Sirkumsisi cukup ditinjau dengan tanpa tinjauan justice (Syamsir, 2015).

2. Manfaat Sirkumsisi menurut Syamsir, 2015 :

a. Terapi

Sirkumsisi dapat menjadi terapi seperti pada penyakit kondiloma akuminata dan

fimosis.

10
b. Memudahkan pembersihan penis dan menjaga penis agar tetap bersih.

c. Mencegah penyakit infeksi

d. Mencegah tumor ganas pada penis

e. Mencegah phymosis dan paraphymosis

Phymosis dan paraphymosis masih mungkin terjadi selama seseorang tidak

disirkumsisi.

3. Indikasi Sirkumsisi menurut Syamsir, 2015 :

a. Agama

1) Dalam alkitab perjanjian lama, tertulis sbb: Firman Allah kepada Abraham:” Dari

pihakmu engkau harus memegang perjanjianku yang harus kamu pegang, engkau

dan keturunanmu turun-temurun. Inilah perjanjianku yang harus kamu pegang,

perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, setiap laki-laki diantara

kamu harus disunat, haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi

tanda perjanjian antara Aku dan kamu” ) Kejadian 17:9,10) . Ketika genap

delapan hari ia harus disunat (sirkumsisi). Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang

disebut oleh malaikat sebelum ia dikandung ibunya (Lukas 2:21).

2) Nabi Muhammad SAW bersabda :

“Ibrahim berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun, Ia berkhitan dengan kampak”

(Hr.Bukhari).

Kedudukan Nabi Ibrahim dalam Al Kitab : “ Dari pihak Ku inilah perjanjian Ku

dan engkau : Engkau akan menjadi bapa dari sejumlah besar bangsa (Kejadian

17:10), sedangkan dalam Al-Quran Allah berfirman : “... Sesungguhnya Aku

11
akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia, Ibrahim berkata : “ (Dan saya

mohon juga) dari keturunanku” . Allah berfirman : “ Janji-Ku (ini) tidak

mengenai orang yang zalim ( Al-Baqarah 2:124).

b. Medis

1) Untuk kesehatan/kebersihan

2) Phimosis : suatu keadaan ketika lubang preputium penis berukuran sangat kecil

sehingga preputium tampak menggelembung pada saat buang air kecil. Phimosis

dapat menyebabkan timbulnya infeksi dan harus dilakukan tindakan sirkumsisi

bila tindakan lain tidak berhasil.

3) Paraphimosis : suatu keadaan ketika preputium penis tertarik ke arah pangkal

penis tetapi preputium menjadi edema dan menekan urethra sehingga buang air

kecil menjadi susah dan terasa sakit .

4) Condyloma acuminata : suatu penyakit kulit terjadi vegetasi seperti jengger

ayam.

4. Komplikasi Sirkumsisi menurut Syamsir, 2015 :

a. Perdarahan

Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi yaitu 1,07% -

3,33% . Perdarahan ini disebabkan oleh hemostasis yang tidak sempurna, seperti

tidak terikatnya semua pembuluh darah, adanya rembesan yang tidak diketahui

dan adanya kelainan pembekuan darah seperti hemofilia.

b. Infeksi

Infeksi yang terjadi dapat bersifat ringan sampai berat, bahkan dapat diikuti oleh

12
fibrosis serta nekrosis sebagian penis yang merupakan sumber septikemia yang

dapat menyebabkan osteomielitis femur. Dalam suatu laporan, dicatat bahwa dari

23 anak islam yang disirkumsisi oleh dukun di Cyprus, 13 orang diantaranya

menderita tetanus dan 5 orang meninggal dunia . hal ini dapat disebabkan oleh

sterilitas yang kurang dan penggunaan antibiotik yang terbatas.

c. Sirkumsisi pada penderita kelainan bawaan yang tidak diketahui.

Kelainan bawaan yang paling sering ditemukan adalah hipospadia, sedangkan

epispadia lebih jarang ditemukan. Hipospadia ditemukan pada 22 dari 5.883

kelahiran (Gee dan Julian,1989). Dari 22 anak tersebut, 13 penderita terdiagnosa

sehingga belum dapat disirkumsisi , 6 penderita tidak terdiagnosis sehingga

terlanjur di sikumsisi dan 2 penderita disirkumsisi ditempat lain. Kelainan alat

kelamin ini merupakan kontraindikasi sirkumsisi.

d. Pemotongan kulit berlebihan

Hal ini disebabkan oleh penarikan preputium yang terlalu panjang, yaitu sampai

melebihi glans penis sehingga kulit batang penis hilang setelah pemotongan.

Keadaan juga ini ditemukan pada sepsis akibat cedera penggunaan diatermi.

Trauma glans penis dapat sebagian atau seluruhnya sehingga penis diamputasi.

e. Phimosis

Phimosis merupakan alasan tersering dilakukanya sirkumsisi (82%). Namun

phimosis juga sering merupakan kompilikasi sirkumsisi. Phimosis disebabkan

oleh pemotongan preputium yang sedikit sehingga terjadi fibrosis pada saat

penyembuhan. Phimosis dapat menyebabkan penderita mengalami kesulitan

13
ereksi. Pendrita phimosis perlu disirkumsisi ulang.

f. Trauma penis

Trauma penis mencakup pemotongan preputium penis yang terlalu banyak,

terpotongnya glans penis, hingga corpus penis yang ikut terpotong.

g. Komplikasi anastesi

Anastesi umum pada sirkumsisi dapat berbahaya dan dapat menyebabkan

kematian. Anastesi lokal juga dapat berbahaya . Cairan anastesi yang masuk

sampai ke corpus cavernosum dapat menimbulkan disfungsi ereksi. Komplikasi

ini tergantung pada jenis obat anastesi yang digunakan.

h. Mortalitas atau Kematian

Kematian sering disebabkan oleh penggunaan anastesi umum. Rata-rata anak

berusia dibawah 5 tahun yang meninggal akibat anastesi umum, dari tahun 1942

sampai tahun 1947 adalah 16 anak/tahun.

B. Tinjauan tentang Kecemasan

1. Defenisi Kecemasan

Kecemasan (ansietas/anxiety) adalah gangguan alam perasaan (affective)

yang ditandai dengan perasaan ketakutakan atau kekhawatiran yang mendalam

dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality

Testing Ability / RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak

mengalami keretakan kepribadian/ splitting of personality), perilaku dapat

terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Dadang H, 2016).

14
Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek

yang spesifik sehingga orang mearaskan suatu perasaan was-was (khawatir)

seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umunya disertai gejala-

gejala otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Titik L, 2015).

Gejala kecamasan baik yang sifatnya akut maupun kronik (menahun)

merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan

(psychiatric disorder). Secara klinis gejala kecemasan dibagi dalam beberapa

kelompok, yaitu : gangguan cemas (anxiety disorder), gangguan cemas

menyeluruh (generalized anxiety disorder / GAD), gangguan panik (panik

disorder), gangguan phobik (phobic disorder) dan gangguan obsesif-komplusif

(obsessive-compulsive disorder) (Dadang H, 2016).

Menurut Titik Lestari, 2015 Kecemasan terbagi menjadi 3 yaitu :

a. Kecemasan ringan : berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-

hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan

persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan

pertumbuhan dan kreatifitas, manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah

kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk

belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.

b. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah

yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga sesorang mengalami

15
perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah,

manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan

denyut jantung, pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara

dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar tapi tidak

optimal, kemampuan konsenrasi menurun, mudah tersinggung, tidak sabar,

mudah lupa, marah dan menangis.

b. Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan

kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan

spesifik, serta tidak dapat berikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan

banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada sesuatu area yang lain.

Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala,

tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, lahan persepsi menyempit,

tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada diri sendiri dan keinginan untuk

menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung.

2. Tipe Kepribadian Pencemas menurut Dadang Hawari, 2016 :

Seseorang akan menderita gangguan cemas manakala yang bersangkutan

tidak mampu mengatasi stresor psikososial yang dihadapinya. Tetapi pada

orang-orang tertentu meskipun tidak ada stresor psikososial, yang bersangkutan

menunujukkan kecemasan juga, yang ditandai dengan corak atau kepribadian

pencemas, yaitu antara lain :

16
a. Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang ;

b. Memandang masa depan dengan rasawas-was ( khawatir ) ;

c. Kurang percaya diri, gugup apabila tampil dimuka umum (“demam panggung”) ;

d. Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain

e. Tidak mudah mengalah, suka “ngotot” ;

f. Gerakan sering serba salah, tidak tenang bila duduk, gelisah ;

g. Seringkali mengeluh ini dan itu (keluhan-keluhan somatik), khawatir berlebihan

terhadap penyakit;

h. Mudah tersinggung, suka membesar-besarkan masalah yang kecil (dramatisasi) ;

i. Dalam mengambil keputusan sering diliputi rasa bimbang dan ragu;

j. Bila mengemukakan sesuatu atau bertanya seringkali diulang-ulang;

k. Kalau sedang emosi seringkali bertindak histeris.

3. Gejala klinis cemas menurut, Dadang Hawari, 2016 :

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami

gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut :

a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung;

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah , mudah terkejut ;

c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang ;

d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan ;

e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat ;

f. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,

17
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan

pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.

Selain keluhan-keluhan cemas secara umum diatas ada lagi kelompok

cemas yang lebih berat yaitu gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik,

gangguan phobik dan gangguan obsesif- komplusif.

1) Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder/GAD)

Secara klinis selain gejala cemas yang biasa, disertai dengan kecemasan yang

menyeluruh dan menetap (paling sedikit berlangsung selama 1 bulan) dengan

manifestasi 3 dari 4 kategori gejala berikut ini :

a) Ketegangan motorik/alat gerak :

(1). Gemetar

(2). Tegang

(3). Nyeri otot

(4). Letih

(5). Tidak dapat santai

(6). Kelopak mata bergetar

(7). Kening berkerut

(8). Muka tegang

(9). Gelisah

(10). Tidak dapat diam

(11). Mudah kaget

b) Hiperakaktivitas saraf autonom (simpatis/parasimpatis)

18
(1). Berkeringat berlebihan

(2). Jantung berdebar-debar

(3). Rasa dingin

(4). Telapak tangan / kaki basah

(5). Mulut kering

(6). Pusing

(7). Kepala terasa ringan

(8). Kesemutan

(9). Rasa mual

(10). Rasa aliran panas atau dingin

(11). Sering buang air seni

(12). Diare

(13). Rasa tidak enak di ulu hati

(14). Kerongkongan tersumbat

(15). Muka merah atau pucat

(16). Denyut nadi dan nafas yang cepat waktu istirahat

c) Rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan datang (apprehensive

expectation) :

(1). Cemas, khawatir, takut

(2). Berpikir berulang

(3). Membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau orang lain

d) Kewaspadaan berlebihan :

19
(1). Mengamati lingkungan secara berlebihan sehingga mengakibatkan perhatian

mudah teralih

(2). Sukar konsentrasi

(3). Sukar tidur

(4). Merasa ngeri

(5). Mudah tersinggung

(6). Tidak sabar

Gejala-gejala tersebut diatas baik yang bersifat psikis maupun fisik (somatik)

pada setiap orang tidak sama, dalam arti tidak seluruhnya gejala itu ada. Bila

diperhatikan gejala-gejala kecemasan ini mirip dengan orang yang mengalami

stres; bedanya bila pada stres didominasi oleh gejala fisik sedangkan pada

kecemasan didominasi oleh gejala psikis.

2). Gangguan Panik

Gejala klinis gangguan panik ini yaitu kecemasan yang datangnya mendadak

disertai oleh perasaan takut mati, disebut juga sebagai serangan panik (panic

attack). Secara klinis gangguan panik ditegakkan (kriteria diagnostik) oleh

paling sedikit 4 dari 12 gejala-gejala dibawah ini yang muncul pada setiap

serangan :

a) Sesak nafas

b) Jantung berdebar-debar

c) Nyeri atau rasa tak enak di dada

d) Rasa tercekik atau sesak

20
e) Pusing, vertigo (penglihatan berputar-putar), perasaan melayang

f) Perasaan seakan-akan diri atau lingkungan tidak realistik

g) Kesemutan

h) Rasa aliran panas atau dingin

i) Berkeringat banyak

j) Rasa akan pingsan

k) Menggigil atau gemetar

l) Merasa takut mati,takut menjadi gila atau khawatir akan melakukan suatu

tindakan secara tidak terkendali selama berlangsungnya serangan panik.

3). Gangguan Phobik

Gangguan phobik adalah salah satu bentuk kecemasan yang didominasi oleh

gangguan alam pikir phobia. Phobia adalah ketakutan yang menetap dan tidak

rasional terhadap suatu obyek, aktivitas atau situasi tertentu (spesifik), yang

menimbulkan suatu keinginan mendesak untuk menghindarinya.

4). Gangguan Obsesif – Kompulsif

Obsesi adalah suatu bentuk kecemasan yang didominasi oleh pikiran yang

terpaku (persistence) dan berulang kali muncul (recurrent). Sedangkan

kompulsi adalah perbuatan yang dilakukan berulang-ulang sebagai

konsekuensi dari pikiran yang bercorak obsesif tadi. Seseorang yang

menderita gangguan obsesif-kompulsif tadi akan terganggu dalam fungsi atau

peranan sosialnya.

21
4. Alat Ukur Kecemasan

Kecemasan dapat diukur dengan alat ukur kecemasan yang disebut

HARS (Halminton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan pengukuran

kecemasan yang didasarkan pada munculnya simptom pada individu yang

mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 simptom yang

nampak pada individu yang mengalami pada individu yang mengalami

kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0

sampai 4. Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959 yang

diperkenalkan oleh Max Halminton Skala Halminton Anxiety Rating Scale

(HARS) dalam penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi :

1. Perasaan cemas : firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

2. Merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah tegang, dan lesu.

3. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan

takut pada binatang besar .

4. Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak

pulas dan mimpi buruk.

5. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

6. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby,

sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

7. Gejala somatik : nyeri pada otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan

kedutan otot.

22
8. Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan

pucat serta merasa lemah.

9. Gejala Kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan

detak jantung hilang sekejap

10. Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik

napas panjang dan merasa napas pendek.

11. Gejala gastrointestinal : sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual

dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas

diperut.

12. Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea,

ereksi lemah atau impotensi.

13. Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, mudah berkeringat, muka

merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.

14. Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi

atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori :

0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = ringan / satu dari gejala yang ada

2 = sedang / separuh dari gejala yang ada

3 = berat / lebih dari 1⁄2 gejala yang ada

4 = sangat berat / semua gejala ada

23
Penentuan derajat kecemasan dengan menjumlah nilai skor dan item 1-14

dengan hasil :

Skor < 14 = tidak ada kecemasan

Skor 14 - 20 = kecemasan ringan

Skor 21 - 27 = kecemasan sedang

Skor 28 - 41 = kecemasan berat

Skor 42 - 56 = panik / kecemasan sangat berat

C. Tinjauan tentang Support System Keluarga

1. Defenisi Support System Keluarga

System/sistem didefinisikan sebagai suatu unit kesatuan yang diarahkan pada

suatu tujuan tertentu, dibentuk dari suatu bagian bagian yang saling berinteraksi

dan saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya dan biasanya dapat

bertahan dalam jangka waktu yang ditentukan. Support System atau sistem

dukungan merupakan suatu hubungan sebagai wujud kepedulian dan perhatian

pada sekelompok orang yang mana dapat memberikan motivasi kepada anggota

yang lainnya agar bisa mengerjakan segala sesuatu secara optimal (Herlina,

2012).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat , yang terdiri dari dua

orang/lebih atas ikatan perkawinan, pertalian darah/adopsi/kesepakatan bersama

yang tinggal dalam satu atap rumah dibawah asuhan kepala rumah tangga,

dimana semuanya saling berinteraksi satu dengan yang lainnya dan setiap

24
anggota keluarga memiliki peran masing-masing serta memiliki ikatan

emosional. Keluarga bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya,

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap

anggota keluarga (Herlina, 2012).

2. Menurut Friedman, 2010 dalam Desy 2017 menerangkan bahwa dalam keluarga

memiliki fungsi supportif diantaranya adalah :

a. Dukungan informasional (keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor/pencari

dan deseminator/penyebar informasi tentang dunia).

b. Dukungan penilaian (keluarga bertindak sebagai sebuah penilaian umpan balik,

membimbing dan mempengaruhi pemecahan masalah dan sebagai sumber

validator identitas anggota keluarganya).

c. Dukungan instrumental (keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan

konkrit).

d. Sebagai dukungan emosional (keluarga sebagai tempat yang aman dan damai

untuk istirahat dan pemulihan serta membantu pengusaan terhadap emosi.

3. Menurut Donsu ( 2015) tugas keluarga :

a. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

b. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

c. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-

masing.

d. Sosialisasi antar anggota keluarga.

25
e. Pengaturan jumlah anggota keluarga.

f. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

g. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.

h. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga

4. Menurut Harnilawati (2013), keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan yaitu :

a. Dukungan Penilaian

Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian

depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi koping yang dapat

digunakan dalam mengahadapi stressor. Dukungan ini juga merupakan dukungan

yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Individu

mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi

melalui ekspresi pengharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat,

persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan perbandingan positif

seseorang dengan orang lain, misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan

keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping individu dengan startegi-

strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek yang

positif.

b. Dukungan Instrumental

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan,

bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata (Instrumental support

material support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu

memecahkan masalah praktis, termasuk didalamnya bantuan langsung, seperti saat

26
seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari,

menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit

ataupun mengalami depresi yang dapat membantu memecahkan masalah.

Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh individu dan mengurangi depresi

individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan

praktis dan tujuan nyata.

c. Dukungan Informasional

Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab

bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari maslah, memberikan

nasehat, pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh

seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang

dokter, terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk

melawan stresor. Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya

dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan

menyediakan feed back. Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai

penghimpun informasi dan pemberian informasi.

d. Dukungan Emosional

Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosiaonal,

sedih, cemas dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan

seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional memberikan

individu perasaan nyaman, merasa dicintai, empati, rasa percaya, perhatian

27
sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional

ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.

5. Instrument dukungan keluarga

a. Alat Ukur (Blue Print)

Menurut Arikunto (2011), untuk mengungkap variabel dukungan keluarga,

menggunakan skala dukungan keluarga yang diadaptasi dan dikembangkan dari

teori House. Dan aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur dukungan keluarga

adalah dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan

dukungan informatif.

Alat Ukur Dukungan Keluarga

1. Dukungan emosional

2. Dukungan penghargaan

3. Dukungan instrumental

4. Dukungan informatif

Pada pengisian skala ini, sampel diminta untuk menjawab pernyataan

yang ada dengan memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban

yang tersedia. Skala ini menggunakan skala model likert yang terdiri dari

pernyataan dari empat alternatif 1= sangat tidak setuju , 2= tidak setuju, 3= setuju,

4= sangat setuju.

28
D. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan

Salah satu respon stres adalah kecemasan. Stres adalah satu gejala

psikologis yang tidak dapat dihindari. Ketika stres terjadi secara langsung otak

akan merespon dengan memproduksi hormon yang membangun reaksi fisik pada

tubuh. Hormon adrenalin diproduksi oleh kelenjar adrenal sebagai reaksi awal

ketika stres dan reaksi pertama secara kimiawi yang muncul dari tekanan. Fungsi

adrenalin sebagai reaksi cepat tubuh ketika sebuah tekanan datang secara

mendadak. Adrenalin akan bekerja untuk menstimulasi detak jantung menjadi

beberapa kali cepat, memberi rangsangan sistem saraf pusat untuk menjadi tegang

sehingga meningkatkan kewaspadaan. Adrenalin juga menyebabkan aliran darah

menjadi lebih kuat dan dan mendorong ketegangan otot. Hormon norepinephrine

bekerja sama dengan adrenalin mempengaruhi reaksi terhadap stres. Hormon

norepinephrine ini diproduksi oleh kelenjar adrenal. Dimana kecemasan

sebenarnya merupakan efek dari stimulasi berlebihan yang dilakukan oleh hormon

norpinephrine terhadap otak dengan mendorong aliran darah lebih kuat menuju

otak dan mendorong stimulasi terhadap sistem saraf pusat yang lebih kuat.

Stirmulasi ini menyebabkan otak bekerja keras dan terfokus terhadap masalah

yang memicu stres (Cindy W, 2016).

Kondisi psikologis dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah

dukungan keluarga dimana dukungan keluarga merupakan salah satu bentuk

strategis koping yang dapat mengatasi kecemasan karena dengan adanya dukungan

29
keluarga seseorang dapat mengidentifikasi, mengekspresikan serta

mengungkapkan rasa takut dan cemasnya sehingga kecemasan dapat berkurang.

Dukungan keluarga dalam hal memotivasi dan meminimalkan rasa cemas hal yang

sangat penting dalam menunjang untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.

Dukungan keluarga yang baik maka kecemasan dapat teratasi sehingga seorang

merasa nyaman. Dengan adanya rasa nyaman akan mencegah terjadinya

penurunan sistem imun sehingga berpengaruh pada derajat atau tingkat kesehatan

individu (Miftakhul U, 2017).

Pengaruh dukungan sosial terhadap kesehatan dapat diterangkan melalui

hipotesis penyangga (Buffer hypotesis) dan hipotesis efek langsung (Direct Effect

Hypotesis). Menurut hipotesis pengganggu, dukungan sosial mempengaruhi

kesehatan dengan melindungi individu terhadap efek negatif dari stres yang berat.

Orang dengan dukungan sosial yang tinggi akan kurang menilai situasi penuh

stres, sedangkan dengan dukungan sosial yang rendah akan mengubah respon

mereka terhadap sumber stres. Hipotesis efek tidak langsung berpendapat bahwa

dukungan sosial itu bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan, tidak peduli

banyaknya stres yang dialami. Contohnya: orang yang dengan dukungan sosial

tinggi dapat memiliki penghargaan lebih tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa dukungan sosial terhadap kesehatan berkaitan dengan fungsi melindungi

seseorang terhadap gangguan psikologi (Liandi,2011).

30
Dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Liandi (2011) bahwa

dukungan keluarga sedang sebanyak 53,33% menyebabkan kecemasan sedang,

kecemasan rendah sebanyak 10% dan kecemasan sedang 6,67% didapat pada anak

yang memperoleh dukungan tinggi (baik) dari keluarga mereka.

V. KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

Support System Keluarga dalam penelitian ini adalah suatu hubungan sebagai

wujud kepedulian dan perhatian pada sekelompok orang yang mana dapat

memberikan motivasi kepada anggota yang lainnya agar bisa mengerjakan segala

sesuatu secara optimal sedangkan kecemasan (ansietas/anxiety) adalah gangguan

alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutakan atau

kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan

dalam menilai realitas (Reality Testing Ability / RTA, masih baik), kepribadian

masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting of personality),

perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.

31
B. Pola Pikir Variabel Penelitian

Variabel Independen

Dukungan Penilaian
Variabel Dependen

Dukungan Instrumental
Tingkat Kecemasan
Dukungan
Informasi/Pengetahuan
(
Dukungan Emosioanl

Keterangan :

= Variabel independen

= Variabel dependen

= Penghubung Variabel

C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Kecemasan adalah ketika orang merasakan perasaan was-was (khawatir) seolah-

olah ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi. Maka penentuan derajat kecemasan

menggunakan skala HARS (modifikasi) sebelum sirkumsisi .

Kriteria Objektif , jika :

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori :

0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = ringan / satu dari gejala yang ada

2 = sedang / separuh dari gejala yang ada

32
3 = berat / lebih dari 1⁄2 gejala yang ada

4 = sangat berat / semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan menjumlah nilai skor dan item 1-14

dengan hasil :

Skor < 14 = tidak ada kecemasan

Skor 14 - 20 = kecemasan ringan

Skor 21 - 27 = kecemasan sedang

Skor 28 - 41 = kecemasan berat

Skor 42 - 56 = panik / kecemasan sangat berat

2. Support System Keluarga

Support System atau sistem dukungan keluarga merupakan suatu hubungan

sebagai wujud kepedulian dan perhatian pada sekelompok orang yang mana dapat

memberikan motivasi kepada anggota yang lainnya agar bisa mengerjakan segala

sesuatu secara optimal .

a. Dukungan Penilaian

Kriteria Ojektif :

Mendukung : skor jawaban responden > 10

Tidak mendukung : skor jawaban responden < 10

b. Dukungan Instrumental

Kriteria Ojektif :

Mendukung : skor jawaban responden > 10

33
Tidak mendukung : skor jawaban responden < 10

c. Dukungan Informasi/Pengetahuan

Kriteria Ojektif :

Mendukung : skor jawaban responden > 10

Tidak mendukung : skor jawaban responden < 10

d. Dukungan Emosional

Kriteria Ojektif :

Mendukung : skor jawaban responden > 10

Tidak mendukung : skor jawaban responden < 10

D. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara dukungan penilaian dengan kecemasan siswa kelas IV dan

kelas V sebelum sirkumsisi SDN 1 Lamappoloware Kabupaten Soppeng.

2. Ada hubungan antara dukungan instrumental dengan kecemasan siswa kelas IV

dan kelas V sebelum sirkumsisi SDN 1 Lamappoloware Kabupaten Soppeng.

3. Ada hubungan antara dukungan informasi/pengetahuan dengan kecemasan siswa

kelas IV dan kelas V sebelum sirkumsisi SDN 1 Lamappoloware Kabupaten

Soppeng.

4. Ada hubungan antara dukungan emosional dengan kecemasan siswa kelas IV dan

kelas V sebelum sirkumsisi SDN 1 Lamappoloware Kabupaten Soppeng.

34
VI. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan

pendekatan cross-sectional dengan melakukan pengukuran yakni

menghubungkan kedua variabel yang disajikan berdasarkan tujuan penelitian

kemudian disajikan secara deskriptif untuk mengetahui bagaimana hubungan

support system keluarga dengan tingkat kecemasan siswa sebelum sirkumsisi di

SDN 1 Lamappoloware, Kabupaten Soppeng.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 1 Lamappoloware, Kabupaten Soppeng.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada September sampai Desember 2018.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV dan kelas V yang

berjenis kelamin laki-laki di SDN 1 Lamappoloware, Kabupaten Soppeng yaitu

kelas IV sebanyak 37 siswa dan kelas V sebanyak 30 siswa. Jadi jumlah

populasi sebanyak 67 siswa.

35
2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV dan kelas V yang

berjenis kelamin laki-laki di SDN 1 Lamappoloware Kabupaten Soppeng, yaitu

sebanyak 67 siswa.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu total

sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan mengambil seluruh

populasi menjadi sampel dalam penelitian ini dan dalam penelitian ini yang

menjadi sampel adalah seluruh siswa kelas IV dan kelas V yang berjenis

kelamin laki-laki di SDN 1 Lamappoloware, Kabupaten Soppeng yaitu

sebanyak 67 siswa.

4. Kriteria pengambilan sampel

a. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari satu populasi

yang akan diteliti atau sampel yang layak diteliti.

Kriteria inklusi dalam sampel ini adalah sebagai berikut:

1) Siswa kelas IV dan kelas V

2) Siswa yang berjenis kelamin laki-laki

3) Siswa yang belum disirkumsisi.

4) Siswa yang sehat fisiknya.

5) Siswa bersedia menjadi responden.

6) Siswa yang berada di tempat saat penelitian.

36
b. Kriteria eksklusi adalah karakteristik sampel yang tidak dapat dimasukkan atau

tidak layak untuk diteliti.

Kriteria eksklusi dalam sampel ini adalah sebagai berikut:

- Siswa yang sudah disirkumsisi.

D. Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data yang diperoleh sendiri secara langsung oleh peneliti sendiri melalui angket

atau kuesioner dari responden.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari institusi yang terkait atau data yang sudah ada, yaitu

berupa data laporan tahunan dari SDN 1 Lamappoloware Kabupaten Soppeng.

E. Pengelolahan Data

Pengelolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputerisasi

yaitu master tabel (Microsoft Exel) lalu dilanjutkan pada program SPSS 16.0

(Statistical Product and Service Solution 16.0). Setelah data terkumpul, lalu

dilakukan pengelolahan data sebagai berikut :

1. Editing

Editing yaitu penyuntingan dilakukan secara langsung oleh peneliti

terhadap kuesioner, editing juga diartikan sebagai proses pengecekan atau

memeriksa data yang telah berhasil dikumpulkan dari lapangan karena ada

kemungkinan data yang telah masuk tidak memenuhi syarat atau tidak

dibutuhkan. Tujuan dari pada editing yaitu untuk memastikan bahwa data yang

37
diperoleh yaitu kuesionernya telah terisi, relevan dan dapat dibaca dengan baik,

selain itu tujuan dari editing yaitu untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan dan

kekurangan data yang terdapat pada catatan lapangan.

2. Coding

Coding yaitu hasil jawaban setiap pertanyaan diberi kode sesuai dengan

petunjuk coding. Coding yang dilakukan dengan cara meneliti kembali setiap

data yang ada kemudian memberi kode pada jawaban yang telah tersedia

dilembar pertanyaan sesuai dengan jawaban responden. Pemberian kode

dilakukan untuk menyederhanak remajaan data yang diperoleh. Pemberian kode

ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.

3. Scoring

Setelah semua variabel diberi kode selanjutnya masing-masing komponen

variabel dijumlahkan untuk menentukan variabel tersebut memenuhi syarat.

4. Processing

Setelah semua jawaban terisi dan benar, langkah selanjutnya adalah

memproses data agar dapat dianalisa. Proses data dilakukan dengan cara

memasukkan data hasil kuesioner ke komputer, menggunakan software

miscosoft exel, lalu dilanjutkan ke SPSS untuk menganalisa lebih lanjut data

penelitian yang akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan

dengan tujuan yang hendak dianalisis. Apabila penelitiannya deskriptif, maka

menggunakan statistik deskriptif. Sedangkan analisa analitik akan

menggunakan statistik inferensial. Statistik deskriptif adalah statistik yang

38
membahas cara-cara meringkas, menyajikan dan mendeskripsikan suatu data

dengan tujuan agar mudah dimengerti dan lebih mempunyai makna. Statistik

inferensial (menarik kesimpulan) adalah statistik yang digunakan untuk

menyimpulkan populasi berdasarkan sampel atau lebih dikenal dengan proses

generalisasi dan inferensial.

5. Cleaning

Cleaning yaitu kegiatan pengecekan kembali data-data yang sudah

dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak ada.

F. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dengan

cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu

dengan melihat gambaran distribusi frekuensinya dalam bentuk tabel. Analisis

univariat bermanfaat untuk melihat apakah data sudah layak untuk dilakukan

analisis, melihat gambaran data yang dikumpulkan dan apakah data optimal

untuk analisis lebih lanjut.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan melihat hubungan antara variabel bebas dan

variabel terikat. Dalam penelitian ini digunakan uji Chi-Square dengan tingkat

(α = 0,05) untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel terikat dengan

variabel bebas.

39
Rumus Chi-Square :

(𝑓𝑜 −𝑓𝑒 )2
𝟐
𝝌 = ∑ 𝑓𝑒

Keterangan :

Χ2 : nilai chi-square

fe : frekuensi yang diharapkan

fo : frekuensi yang diperoleh / diamati

Interpretasi hasil uji :

Dinyatakan ada hubungan bermakna apabila ρ volume kurang dari 0,05 (ρ <

0,05).

G. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dengan bentuk tabel distribusi frekuensi yang

selanjutnya akan dianalisis dengan mengacu pada frekuensi yang telah

didapatkan dari penelitian disertai dengan narasi.

H. Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh

bertentangan dengan etik. Tujuan penelitian harus etis dalam arti hak responden

harus dilindungi, untuk itu peneliti harus mendapatkan pengantar dari STIK

Makassar yang kemudian diserahkan kepada pihak sekolah SDN 1

Lamappoloware, Kabupaten Soppeng.

Penelitian dengan menekankan masalah etika meliputi :

40
1. Lembar Persetujuan (informed consent)

Lembar persetujuan diberikan dan dijelaskan kepada responden yang akan

diteliti, disertai judul penelitian, manfaat penelitian dengan tujuan responden

dapat mengerti maksud dan tujuan penelitian. Jika responden bersedia

dilakukan penelitian maka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut,

jika tidak maka peneliti harus menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasian identitas responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data. Lembar tersebut

hanya akan diberikan kode tertentu.

3. Kerahasian (confidentiality)

Kerahasian informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin

kerahasiannya. Hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau

dilaporkan pada hasil penelitian.

41

Anda mungkin juga menyukai