Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MANDIRI

DISUSUN

OLEH

EKA SURYA

NIM: 042019144

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV/SARJANA KEBIDANAN

TAHUN AJARAN 2020


KETIDAKTAHUAN PESERTA TENTANG KELEBIHAN KONTRASEPSI

AKDR

A. Latar Belakang

Pengetahuan tentang alat/cara KB merupakan hal yang penting

dimiliki sebagai bahan pertimbangan sebelum menggunakannya.

Informasi mengenai pengetahuan dan pemakaian alat/cara KB

diperlukan untuk mengukur keberhasilan Program Kependudukan,

Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) (Survei

Demografi dan Kesehatan Indonesia, 2017).

Pengetahuan tentang alat/cara KB sudah umum di Indonesia.

Hal ini ditunjukkan oleh hampir semua wanita, wanita kawin, dan pria

kawin pernah mendengar minimal satu alat/cara KB modern. Rata-

rata alat/cara KB yang diketahui oleh wanita kawin (8 alat/cara KB)

lebih banyak dari pada pria kawin (6 alat/cara KB). Empat persen

wanita (semua wanita dan wanita kawin) dan 5 persen pria kawin

mengetahui semua alat/cara KB modern. Alat/cara KB pil dan suntik

KB tidak hanya populer di antara wanita, namun juga pada pria. Suntik

KB (29%) merupakan alat/cara KB yang paling banyak digunakan oleh

wanita kawin, diikuti oleh pil (12%), susuk KB dan IUD (masing-

masing 5%), dan MOW (4%). Bersama MOP, susuk KB, IUD dan

MOW merupakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yang

dianjurkan penggunaannya dalam Program KKBPK (Survei Demografi

dan Kesehatan Indonesia, 2017).

Alat kontrasepsi yang mempunyai efektifitas cukup tinggi dan

merupakan alat kontrasepsi non hormonal diantaranya AKDR. Alat


kontrasepsi dalam rahim (AKDR) merupakan alat konrasepsi yang

tidak mengandung hormonal. AKDR terbuat dari bahan plastik yang

biasanya mengandung tembaga/hormon steroid dipasang didalam

cavum uteri. AKDR yang mengandung tembaga seperti CuT 380 A

terutama bekerja dengan cara mencegah sperma dengan sel telur

bertemu, mengurangi jumlah dan aktivitas sperma yang mencapai

tuba. Keuntungan dari dari AKDR ini selain lebih efektif, tidak

mempengaruhi kualitas dalam volume ASI bagi ibu yang menyusui,

penyulit tidak terlalu berat, dan pulihnya kesuburan setelah

pencabutan alat kontrasepsi berlangsung baik, aman, mudah

digunakan, karena tidak harus mengingat jadwal suntik atau minum pil

KB (Sri Mularsih, dkk, 2018).

Berdasarkan data dari Profil KesehatanIndonesia tahun 2017,

peserta KB AKDR di Indonesia menempati urutan ke 4 (7,15%) dari 6

kontrasepsi yang umum digunakan di Indonesia seperti suntik

(62,77%), pil (17,24%), implan (6,99%), kondom (1,22%), MOW

(Metode Operasi Wanita) (2,78%), MOP (Metode Operasi Pria)

(0,53%). (Infodatin, 2017).

Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI),

menemukan sekitar 9% peserta AKDR berhenti menggunakan AKDR

dengan alasan karena efek samping. Walaupun kontrasepsi AKDR

sangat efektif dan berjangka waktu lama, AKDR ini kurang begitu

diminati masyarakat karena prosedur pemasangannya yang dianggap

tidak nyaman, harus dikerjakan oleh tenaga medis terlatih dan

terkesan tabu karena alat kontrasepsi dimasukkan kedalam kemaluan

sehingga wanita seringkali takut selama pemasangan. Hal ini


menyebabkan pengguna AKDR makin mengalami penurunan

(Infotadin, 2017).

B. Pendekatan Keluarga Yang Dilakukan Sebagai Seorang Bidan

Banyak suami di Indonesia kurang mendapatkan informasi

tentang alat kontrasepsi. Ada beberapa anggapan atau isu yang

terjadi di masyarakat diantaranya ketidaknyamanan saat

berhubungan, dirasakan mengganggu atau menyebabkan rasa tidak

enak, cara pemasangan yang dianggap tabu. Sehingga hal ini

menyebabkan rendahnya dukungan dari suami dalam pemilihan alat

kontrasepsi salah satunya adalah AKDR. Suami sebagai kepala

rumah tangga dapat berperan dalam pengambilan keputusan inti

dalam ber-KB. Bentuk peran serta tersebut dapat berupa pemberian

ijin dan dukungan serta perhatian terhadap KB. Faktor ini

menyebabkan AKDR turun dari tahun ke tahun. Penyebab isu ini

dikarenakan kurangnya pengetahuan, sikap, dukungan suami, dan

konseling yang kurang optimal (Sri Mularsih, dkk, 2018)..

Sesuai dengan Rencana Aksi Nasional Pelayanan KB 2014-

2015, salah satu strateginya adalah peningkatan ketersediaan,

keterjangkauan, dan kualitas pelayanan KB melalui pelayanan

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dan konseling secara

sistematis dengan salah satu program utama adalah memastikan

seluruh penduduk mampu menjangkau dan mendapatkan pelayanan

KB. Komunikasi, Informasi dan Edukasi adalah proses yang sangat

penting dalam pelayanan KB. Pengertian komunikasi adalah

penyampaian pesan secara langsung/tidak langsung melalui saluran

komunikasi kepada penerima pesan untuk mendapatkan suatu efek.


Dalam bidang kesehatan kita mengenal komunikasi kesehatan yaitu

usaha sistematis untuk mempengaruhi perilaku positif masyarakat,

dengan menggunakan prinsip dan metode komunikasi baik

menggunakan komunikasi individu maupun komunikasi massa.

Sementara informasi adalah keterangan, gagasan maupun kenyataan

yang perlu diketahui masyarakat (pesan yang disampaikan) dan

edukasi adalah proses perubahan perilaku ke arah yang positif.

Proses yang diberikan dalam KIE, salah satunya adalah konseling.

Melalui konseling pemberian pelayanan membantu klien memilih cara

KB yang cocok dan membantunya untuk terus menggunakan cara

tersebut dengan benar. Konseling adalah proses pertukaran informasi

dan interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu klien

mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat

keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi.

Pelayanan konseling KB memegang peranan yang sangat penting,

oleh karena itu untuk meningkatkan keberhasilan konseling KB dapat

digunakan media KIE dengan menggunakan lembar balik Alat Bantu

Pengambilan Keputusan (ABPK)-KB. Konseling KB dapat

dilaksanakan bagi wanita dan pasangan usia subur, ibu hamil, ibu

bersalin dan ibu nifas (Pedoman Manajemen Pelayanan Keluarga

Berencana, 2014).

C. Manfaat Dari Pendekatan Keluarga Yang Dilakukan

Dukungan suami adalah dukungan yang diberikan oleh suami

dalam bentuk verbal dan non verbal, saran, bantuan yang nyata

berupa tingkah laku atau kehadiran yang dapat memberikan

keuntungan emosional dan mempengaruhi tingkah laku istrinya.

Menurut Friedman (1998), ada 4 dukungan yang dapat diberikan


suami kepada istrinya yaitu dukungan emosional, dukungan

penghargaan atau penilaian, dukungan Instrumental dan dukungan

infomatif. Dukungan suami dapat diterjemahkan sebagai sikap penuh

pengertian yang ditunjukkan dalam bentuk kerja sama yang positif,

ikut membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, serta

memberikan dukungan moral dan emosional terhadap karir atau

pekerjaan istrinya. Tanggung jawab pria/suami dalam keterlibatan dan

keikutsertaan ber-KB, serta perilaku seksual yang sehat dan aman

bagi dirinya, pasangannya dan keluarganya. Bentuk partisipasi pria/

suami dalam ber-KB dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung (Sri Mularsih, dkk, 2018).

D. Daftar Pustaka

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2017.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta

Junita, Dewi. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan

Kontrasepsi Akdr (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) Di Bps

Rosmala Aini Palembang. 2018. Scientia Journal Vol. 7 No. 01

Universitas Adiwangsa Jambi

Kemeterian Kesehatan RI. 2017. Data dan Informasi Profil Kesehatan

Indonesia. Kementerian Kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Manajemen Pelayanan

Keluarga Berencana. Jakarta : Kementerian Kesehatan.

Mularsih, Sri. Laelatul Munawaroh, Dewi Elliana. 2018. Hubungan

Pengetahuan Dan Dukungan Suami Dengan Pemilihan Alat

Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Pada Pasangan Usia Subur

(Pus) Di Kelurahan Purwoyoso Kecamatan Ngaliyan Kota

Semarang. Jurnal Kebidanan, 7 (2), 2018, 144-154


Hiperemesis Gravidarum

A. Latar Belakang

Kehamilan dengan hiperemesis gravidarum menurut World

Health Organization (WHO) mencapai 12,5% dari seluruh jumlah

kehamilan di dunia dengan angka kejadian yang beragam yaitu

mulai dari 0,3% di Swedia, 0,5% di California, 0,8% di Canada,

10,8% di China, 0,9% di Norwegia, 2,2% di Pakistan, dan 1,9% di

Turki. Sedangkan angka kejadian hiperemesis gravidarum di

Indonesia adalah mulai dari 1-3% dari seluruh kehamilan

(Masruroh dan Ikke R, 2016).

Kehamilan dengan komplikasi hiperemesis gravidarum

berdasarkan data provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018 dari 43

Puskesmas di Kota Makassar sebanyak 26.772 orang atau

62,99% (http://dinkes.sulselprov.go.id/#).

Mual muntah berlebihan merupakan salah satu komplikasi

kehamilan yang mempengaruhi status kesehatan ibu dan tumbuh

kembang janin, dimana kejadian ini dapat dideteksi dan dicegah

pada masa kehamilan, mual dan muntah merupakan gangguan

yang paling sering dijumpai pada kehamilan trimester I

(Syamsuddin Syahril, 2018).

Pada kehamilan trimester I mual biasa terjadi pada pagi hari,

malam hari bahkan setiap saat. Gejala-gejala ini terjadi kurang

lebih 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung

selama kurang lebih 10 minggu. Mual dan muntah terjadi pada 60-

80% primigravida dan 40-60% multigravida. Perasaan mual ini

disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon esterogen


dan Hormon Chorionic Gonadotropin (HCG). Keadaan inilah yang

disebut dengan hiperemesis gravidarum (Dahlan, Andi Kasrida,

2017).

Kehamilan dengan komplikasi mual muntah merupakan gejala

yang umum terjadi pada sekitar 70% sampai 85% dari seluruh

kehamilan. Insidensi terjadinya kasus hiperemesis gravidarum

sebesar 0,8% sampai 3,2% dari seluruh kehamilan atau sekitar 8

sampai 32 kasus per 1000 kehamilan (Nisak Ana Zumrotun dan

Wigati Atun, 2018).

B. Pendekatan Keluarga Yang Dilakukan Sebagai Seorang Bidan

Dukungan keluarga terutama suami merupakan unsur penting

dalam membantu individu menyelesaikan suatu masalah. Dengan

dukungan yang diterima seorang individu dalam hal ini ibu hamil

dengan hiperemesis gravidarum akan meningkatkan rasa percaya

diri dan motivasi untuk menghadapi masalahnya yaitu gejala mual

muntah beserta keluhan lainnya. Ibu hamil dengan hiperemesis

gravidarum membutuhkan dukungan suami dan keluarga yang

tinggal dalam satu rumah. Bentuk dukungan yang telah diterima

berupa kesiapan mengantar ke tempat periksa, memberikan

nasihat berkenaan dengan keluhan yang dirasakan, menyiapkan

segala keinginan termasuk kebutuhan nutrisi (Siti Rofi’ah, dkk,

2019).

C. Manfaat Dari Pendekatan Keluarga Yang Dilakukan

Kehamilan trimester awal merupakan masa adaptasi sehingga

dukungan suami dan keluarga sangat diperlukan oleh ibu hamil.

Selain itu, ibu hamil juga membutuhkan dukungan dari berbagai

pihak, termasuk tetangga, saudara, maupun petugas kesehatan.


Dengan dukungan yang diterima maka ibu hamil dapat terbebas

dari stress dan menerima kehamilannya yang pada akhirnya bisa

mencegah dan mengatasi terjadinya hipermemesis gravidarum.

Bentuk dukungan yang diberikan oleh petugas kesehatan pada ibu

hamil berupa support dan nasihat berkenaan dengan keluhan yang

dirasakan (Siti Rofi’ah, dkk, 2019).

D. Daftar Pustaka

Dahlan, Andi Kasrida, U. a. (2017). Faktor yang berhubungan

dengan pengetahuan ibu hamil primigravida dalam

pengenalan tanda bahaya kehamilan. Jurnal Voice of

Midwifery, Vol 07 No.09 , 1-14.

http://dinkes.sulselprov.go.id/#

Masruroh, R. I. (2016). Hubungan Antara Umur Ibu Dan Gravida

Dengan Kejadian Hiperemesis Gravidarum Di RSUD

Ambarawa Kabupaten Semarang. MUSWIL IPEMI Jateng ,

204-211.

Nisak Ana Zumrotun, W. A. (2018). Status Kadar Hemoglobin

Pada Ibu Hamil trimester I Dengan Hiperemesis Gravidarum.

Indonesia Jurnal Kebidanan Vol.2 No.2 , 63-68.

Rofi’ah, Siti, Sri Widatiningsih, Arfiana. 2019. Studi Fenomenologi

Kejadian Hiperemesis Gravidarum Pada Ibu Hamil Trimester

I. Jurnal Riset Kesehatan, 8 (1), 2019, 41 - 52

Syamsuddin Syahril, L. H. (2018). Hubungan Antara Gastritis,

Stres, dan Dukungan Suami Pasien Dengan Sindrom

Hiperemesis Gravidarum di Wilayah Kerja Puskesmas

Poasia Kota Kendari. Jurnal Penelitian dan Pengembangan

Pelayanan Kesehatan, Vol.2 No.2 , 102-107

Anda mungkin juga menyukai