Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut WHO 2015, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10

hingga 19 tahun. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 25 tahun

2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun. Sementara itu,

menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),

rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Masa ini

merupakan periode persiapan menuju masa dewasa yang akan melewati

beberapa tahapan perkembangan penting dalam hidup. Selain kematangan fisik

dan seksual, remaja juga mengalami tahapan menuju kemandirian sosial dan

ekonomi, membangun identitas, akuisis kemampuan (skill) untuk kehidupan

masa dewasa serta kemampuan bernegosiasi (WHO, 2015).

Pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik,

psikis, dan kematangan fungsi seksual. Istila pubertas dapat digunakan untuk

menyatakan perubahan biologis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi

dengan pesat dari masa anak menuju dewasa, terutama pada perubahan

kelamin dari tahap anak ke dewasa. Pertumbuhan organ reproduksi mengalami

perubahan yang sangat cepat dan sudah memiliki kemampuan untuk

bereproduksi tetapi fenomena untuk memperlihatkan sebagai remaja belum

mengetahui tentang kesehatan reproduksi. Banyak remaja putri yang tidak

menyadari bahwa telah memproduksi sel telur, yang remaja khawatirkan takut

akan menghadapi pubertas (Sumari et al., 2018).


Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus,

disertai pelepasan endometrium. Pada waktu menstruasi remaja tersebut juga

akan mengalami nyeri menstruasi (dysmenorhea) (Fidiarti et al., 2018).

Sementara Disminorea adalah nyeri pada saat menstruasi. Nyeri dirasakan pada

perut bagian bawah yang terkadang rasa nyeri tersebut meluas hingga

kepinggang dan punggung. Terdapat dua tipe disminorea yaitu disminorea

primer dan disminorea sekunder. Disminorea primer adalah nyeri haid tanpa

kelainan alat-alat genitalia yang nyata, disminorea primer terjadi beberapa waktu

setelah menarche. Disminorea sekunder adalah adanya kelainan pada organ

genitalia dalam rongga pelvis, disminorea ini disebut juga sebagai disminorea

organik (Dewi & Runiari, 2019).

Jumlah kejadian di dunia mengatakan prevalensi dismenore primer masih

mencapai 90% pada wanita aktif. Di Amerika Serikat angka presentasenya

sekitar 60%. Prevalensi dismenore di Indonesia sebesar 64,25% terdiri dari

dismenore primer 54,89% dan 9,36% Dismenore sekunder. Dismenore primer

dialami oleh 60-75% remaja, dengan tiga seperempat dari jumlah remaja

mengalami sakit ringan hingga parah dan seperempat lagi menderita sakit parah.

Di Surabaya diperoleh sebesar 1,07-1,31% dari total kunjungan ke dokter

kandungan seorang penderita dismenore. 30-60% dari remaja melaporkan

seorang wanita mengalami dismenore, sebanyak 7-15% tidak bersekolah atau

bekerja. Berdasarkan studi pendahuluan di SMK Bhakti Noble Pare Kediri pada 5

Januari 2017 dengan melakukan wawancara dengan Ketua Departemen

Keperawatan tersebut Diperoleh data bahwa jumlah siswa tahun ajaran


2017/2018 jurusan keperawatan di SMK Bhakti Noble Pare sebanyak 87 siswa.

Pelajar yang pernah mengalami dismenore menstruasi waktu sebanyak 54 siswa

(60%) dan memiliki tingkat rasa sakit yang bervariasi setiap siswa. istirahat

sebanyak 33 siswa (40%) saat menstruasi (Ismanto & Behar, 2018).

Menurut data dari WHO 2014 didapatkan kejadian sebesar 1.769.425

jiwa (90%) wanita yang mengalami disminore dengan 10-15% mengalami

disminore berat. Rata-rata lebih dari 50% perempuan disetiap negara mengalami

disminore. Selain ketidakhadiran siswa disekolah, disminore ini juga berdampak

pada kerugian ekonomi negara Amerika Serikat tiap tahun yang diperkirakan

mencapai 600 juta jam kerja dan dua miliar dolar. Angka kejadian nyeri

menstruasi di dunia sangat besar. Lebih dari 50% perempuan di setiap Negara

mengalami nyeri menstruasi. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan

bahwa jumlah penduduk Indonesia yaitu sebesar 237.641.326 jiwa, dan 63,4 juta

atau 27% di antaranya adalah remaja umur 10-24 tahun. Di Indonesia angka

kejadian disminore sebesar 107.673 jiwa (64,25%), yang terdiri dari 59.671 jiwa

(54,89%) mengalami disminore primer dan 9.496 jiwa (9,36%) mengalami

disminore sekunder. Berdasarkan hasil penelitian Pusat Informasi Dan Konseling

Kesehatan Reproduksi Remaja (PIKKRR) di Indonesia yang dilakukan pada

tahun 2009, didapatkan angka kejadian disminore terdiri dari 72,98% mengalami

disminore primer, dan 27,11% mengalami disminore sekunder. Sedangkan

angka kejadian disminore mencapai 45-95% dikalangan usia produktif

(Paramitha, 2018).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Firsty Ayu Paramitha pada tanggal 31

maret 2017 di SMAN I VII Koto Sei.Sarik dan SMAN II VII Koto Sei.Sarik

Kab.Padang Pariaman. Pada SMAN I VII Koto Sei.Sarik didapatkan jumlah siswi

kelas X sebanyak 110 siswi sedangkan pada SMAN II VII Koto Sei.Sarik

didapatkan jumlah siswi kelas X sebanyak 100 siswi. 10 orang siswi SMAN I VII

Koto Sei.Sarik kelas X, mengatakan mereka mengalami nyeri pada saat haid,

dan dari 10 siswi tersebut tidak mengetahui cara mengurangi nyeri dismenore

tersebut, dan mereka cenderung membiarkan nyeri tersebut sehingga seringkali

mengganggu aktivitas sehari-hari. Hasil analisa tabel setelah dilakukan uji

statistik didapatkan P =0.000. Hal ini berarti P Value lebih kecil dari nilai α = 0,05

sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, artinya bahwa ada perbedaan efektifitas

waktu pemberian terapi musik klasik (mozart) terhadap tingkat nyeri haid

(dismenorhe) pada remaja putri siswi kelas X Di SMAN 1 VII Koto Sei.Sarik

Kab.Padang Pariaman Tahun 2017. Setelah dilakukan uji statistik lanjut maka

didapatkan ada perbedaan atau lebih efektif apabila terapi musik klasik (mozart)

didengarkan selama 30 menit. (Paramitha, 2018).

Tidak ada angka pasti prevalensi penderita disminorea di Sulawesi

Selatan. Namun dari analisis kasus yang dilakukan oleh Susanto Tahun 2008 di

Kota Makassar dari 997 remaja putri yang menjadi responden, terdapat 93,8%

diantaranya mengalami disminorea primer. Dari hasil penelitian yang dilakukan

oleh Andi Tahun 2012, pada 40 responden ditemukan sebesar 65% responden

mengalami disminorea dengan tingkat nyeri yang berbeda-beda. Responden

dengan disminorhea yang merasakan nyeri ringan sebesar 57,7%, nyeri sedang
38,5% dan nyeri berat sebesar 3,8%. Hal ini menunjukkan tingginya prevalensi

kejadian disminorhea di Sulawesi Selatan (Hasnah & Harmina, 2017).

Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan nyeri dapat dikurangi atau

dihentikan dengan dua terapi yaitu terapi farmakologis dan non farmakologis.

Terapi farmakologis dilakukan dengan cara pemberian obat analgesik, yang

digunakan untuk memblok transmisi stimulus agar terjadinya perubahan persepsi

dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri. Sedangkan terapi non

farmakologis dengan cara mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri.

(Aprilyadi et al., 2018).

Disminorhea pada remaja harus ditangani meskipun hanya dengan

pengobatan sendiri atau non farmakologi untuk menghindari hal-hal yang lebih

berat. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa banyak cara menghilangkan atau

menurunkan disminorhea, baik secara farmakologis maupun non farmakologis.

Secara non farmakologis meliputi edukasi, dukungan moral, pemijatan,

aromaterapi, audioterapi, serta terapi panas dan dingin. Untuk mengurangi nyeri

salah satunya dengan teknik audioterapi atau distraksi. Adapun teknik distraksi

yang paling efektif untuk mengurangi nyeri adalah mendengarkan musik (Fidiarti

et al., 2018) (Rehatta et al., 2019).

Mendengarkan musik dapat memproduksi zatendorphins (substansi

sejenis morfin yang disuplai tubuh yang dapat mengurangi rasa sakit/nyeri) yang

dapat menghambat transmisi impuls nyeri di system saraf pusat, sehingga

sensasi nyeri menstruasi dapat berkurang, musik juga bekerja pada system

limbic yang akan dihantarkan kepada system saraf yang mengatur kontraksi otot-
otot tubuh, sehingga dapat mengurangi kontraksi otot. Musik terbukti

menunjukkan efek yaitu menurunkan frekuensi denyut jantung, mengurangi

kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri, dan menurunkan tekanan darah.

Pada dewasa ini banyak jenis musik yang dapat diperdengarkan namun musik

yang menempatkan kelasnya sebagai musik bermakna medis adalah musik

klasik, karena musik ini magnitude yang luar biasa dalam perkembangan ilmu

kesehatan, diantaranya memiliki nada yang lembut, nadanya memberikan

stimulus gelombang alfa, ketenangan, dan membuat pendengarnya lebih rileks

(Heryani & Utari, 2017).

Musik klasik adalah esensi keteraturan dan membaca pada semua hal

yang baik, adil dan indah. Musik klasik akhir-akhir ini mulai diperkenalkan dan

dipopulerkan setelah banyak penelitian yang membahas dan mengkaji lebih

dalam tentang pengaruh positif musik klasik terhadap kehidupan baik untuk

kesehatan ataupun juga peranannya dalam pembelajaran (Mahatidanar & Nisa,

2017).

Penelitian yang dilakukan oleh Sari, P. (2012) dengan judul Perbedaan

Terapi Musik Klasik Mozart Dengan Terapi Musik Kesukaan Terhadap Intensitas

Nyeri Haid Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 5 Denpasar di dapatkan hasil

bahwa ada perubahan dalam intensitas nyeri haid setelah diberikan musik klasik

Mozart dan terapi music kesukaan (Vianti & S, 2018).

Berdasarkan data awal yang didapatkan pada lokasi penelitian, jumlah

remaja putri pada Jurusan Teknik Informatika di Sekolah SMK Negeri 5

Makassar adalah sebanyak 33 orang dan yang mengalami disminore 23 orang,


kemudian yang mengalami dismenore primer adalah sebanyak 18 orang siswi.

Lama terjadinya nyeri haid atau disminore yang dirasakan berdasarkan hasil

wawancara pada beberapa remaja putri ini adalah berkisar 2-3 hari setelah

keluarnya darah menstruasi, adapun cara menghilangkan nyeri yang mereka

biasa lakukan adalah dengan cara membiarkan nyeri dan ada juga yang

tengkurap karna menahan nyeri serta mengkonsumsi obat herbal maupun obat

farmakologis. Berdasarkan beberapa data yang melatar belakangi dilakukanya

penelitian ini.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka perlu diteliti apakah

ada Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Disminore

Primer Pada Remaja Putri.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan

Nyeri Haid (Disminore) Primer Pada Remaja Putri SMK Negeri 5 Makassar.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui skala nyeri sebelum dilakukan terapi musik klasik pada

remaja putri SMK Negeri 5 Makassar.

b. Untuk mengetahui skala nyeri haid setelah dilakukan terapi musik klasik

pada remaja putrid SMK Negeri 5 Makassar.


c. Untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan skala

nyeri dismenore primer pada remaja putri SMK Negeri 5 Makassar.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis

Hasil penilitian ini dapat dijadikan tambahan perpustakaan dalam

pengembangan ilmu kesehatan khususnya di bidang keperawatan untuk

penerapan pelaksanaan asuhan keperawatan secara professional.

2. Manfaat praktis

a. Bagi siswi SMK Negeri 5 Makassar

Menjadi bahan masukan dalam menambah pengatahuan ilmu terutama

mengenai pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan nyeri haid

(dismenore).

b. Bagi pelayanan kesehatan

Manfaat bagi klien tentang pengaruh terapi musik klasik terhadap

penurunan nyeri haid (dismenore).

c. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil ini diharapkan dapat menambah wawasan/pengetahuan penelitian

tentang pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan nyeri haid

(dismenore).
DAFTAR PUSTAKA

Aprilyadi, N., Feri, H. J., & Ridawati, I. D. (2018). Efektifitas hypnotherapi terhadap

penurunan nyeri dismenorea pada siswi sma. Perawat Indonesia, 2(1), 11.

Araujo, G. A. . De, Hariyanto, T., & Ardiyani, V. M. (2017). HUBUNGAN LAMA

MENDENGARKAN MUSIK KLASIK DENGAN PENURUNAN DISMINORE PADA

REMAJA PUTRI IMMALA (IKATAN MAHASISWA MALAKA) DI TLOGOMAS

MALANG. Nursing News, 2, 303.

Dewi, N. L. Y. J., & Runiari, N. (2019). Derajat disminorea dengan upaya penanganan

pada remaja putri. Jurnal Gema Keperawatan, 12, 115.

Fidiarti, M., Widyoningsih, & Engkartini. (2018). PENGARUH LATIHAN ABDOMINAL

STRETCHING DAN MUSIK KLASIK TERHADAP INTENSITAS NYERI HAID

PADA REMAJA PUTRI. Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan Vol.9, 9(2), 134.

Hasnah, & Harmina. (2017). EFEKTIFITAS TERAPI ABDOMINAL STRETCHING

EXERCISE DENGAN SEMANGKA TERHADAP DISMENORHOE. JOURNAL OF

ISLAMIC NURSING, 2, 2.

Heryani, R., & Utari, M. D. (2017). EFEKTIVITAS PEMBERIAN TERAPI MUSIK

(MOZART) DAN BACK EXERCISE TERHADAP PENURUNAN NYERI

DYSMENORRHEA PRIMER. IPTEKS TERAPAN, 4, 284.

Ismanto, V. T., & Behar, A. N. (2018). Influence the Awarding of a Dried Dinger Against

a Decrease in Pain Dysmenorrhea in Young Women at SMK Bhakti Mulia Pare-

Kediri. Joint International Conferences, Vol. 2(3), 793–794.

Paramitha, F. A. (2018). PERBEDAAN WAKTU PEMBERIAN TERAPI MUSIK KLASIK

(MOZART) TEHADAP TINGKAT NYERI HAID (DISMENORHE) PADA REMAJA


PUTRI. MENARA Ilmu, XII(4), 47.

Rehatta, N. M., Hanindito, E., & Tantri, A. R. (2019). No Title Anestesiologi Dan Terapi

Intensif Buku Teks Kati-Perdatin. gramedia pustaka utama.

Sumari, R., Simon, M., & Rosdiana. (2018). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP

TERHADAP RESPON PERUBAHAN FISIK PUBERTAS PADA ANAK USIA 11-13

TAHUN DI SMP NEGERI 12 MAKASSAR. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 12,

42.

Vianti, R. A., & S, D. A. (2018). Penurunan Nyeri Saat Dismenore Dengan Senam Yoga

Dan Teknik Distraksi ( Musik Klasik Mozart ). Jurnal Litbang Kota Pekalongan, 14,

15.

Anda mungkin juga menyukai