Anda di halaman 1dari 17

MATA KULIAH : ISLAM DISIPLIN ILMU KEPERAWATAN

DOSEN : Dr SAMSUL ALAM S.KM S.KEP NS M.KES

12 TEORI KEPERAWATAN SPIRITUAL

DI SUSUN OLEH :

ERLIN EVO MUALIA [142 2016 0001]

NURMALA [142 2016 0002]

FASRIANTI [142 2016 0003]

ALHAMIDA SALNAF ITUGA [142 2016 0004]

YULI SAFIRA [142 2016 0005]

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2018
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Spiritual adalah sesuatu yang berhubungan dengan spirit, semangat
untuk mendapatkan keyakinan, harapan dan makna hidup. Spiritualitas
merupakan suatu kecenderungan untuk membuat makna hidup melalui
hubungan intrapersonal, interpersonal dan transpersonal dalam mengatasi
berbagai masalah kehidupan. Manusia adalah mahluk Tuhan yang paling
sempurna. Tidak hanya terdiri dari seonggok daging dan tulang, tetapi terdiri
dari komponen menyeluruh biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural.
Tuntutan keadaan, perkembangan, persaingan dalam berbagai aspek
kehidupan dapat menyebabkan kekecewaan, keputusasaan, ketidak berdayaan
pada manusia baik yang sehat maupun sakit. Selama dalam kondisi sehat wal-
afiat, dimana setiap komponen biologis, psikologis, sosial, kultural dan
spiritual dapat berfungsi dengan baik, sering manusia menjadi lupa, seolah
hidup memang seharusnya seperti itu. Tetapi ketika salah satu fungsi
komponen tubuh terganggu, maka tejadilah stresor, menuntut setiap orang
mampu beradaptasi, pulih kembali dengan berbagai upaya, sehingga
kehidupan dapat berlanjut dengan baik. Ketika gangguan itu sampai
menghentikan salah satu fungsi dan upaya mencari pemulihan tidak
membuahkan hasil, disitulah seseorang akan mencari kekuatan lain diluar
dirinya, yaitu kekuatan spiritual.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling lama berada disamping
klien, tugas utamanya adalah mempelajari bentuk dan sebab tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Memberikan bantuan asuhan
keperawatan mulai dari tingkat sistem organ fungsional sampai molekuler,
untuk memenuhi kebutuhan dan kemandirian klien dalam merawat dirinya.
Idealnya, seluruh komponen kebutuhan dasar manusia menjadi fokus kajian
utama dalam menentukan ruang lingkup pekerjaan profesi (Yusuf, 2015).
Hasil analisis situasi menunjukan, asuhan keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan spiritual belum diberikan oleh perawat secara optimal.
Hasil survey Kementerian Kesehatan terhadap Rumah Sakit di Indonesia
tahun 2014 (Puskom Depkes) diketahui sekitar 54 – 74 % perawat
melaksanakan instruksi medis, 26 % perawat melaksanakan pekerjaan
administrasi rumah sakit, 20 % melaksanakan praktik keperawatan yang
belum dikelola dengan baik, dan 68 % tugas keperawatan dasar yang
seharusnya dikerjakan perawat dilakukan oleh keluarga pasien. Keadaan ini
memacu seluruh pilar kehidupan profesi keperawatan untuk bahu-membahu,
secara bersama membangun kembali profesi keperawatan sesuai kaedah
profesi. Berbagai pilar itu terdiri dari institusi pendidikan, pelayanan, dan
organisasi profesi. Institusi pendidikan difokuskan pada penataan struktur
kurikulum sesuai kompetensi pada level program pendidikan dan
penyelenggaraan proses pembelajaran untuk menyiapkan lulusan yang
handal. Intitusi pelayanan keperawatan (rumah sakit atau puskesmas)
difokuskan pada pengembangan sistem penugasan keperawatan, fasilitasi
jenjang karier keperawatan, dan menjadi sarana proses sosialisasi profesi bagi
para peserta didik melalui pembelajaran klinik. Organisasi profesi bertugas
menetapkan, mengembangkan standar profesi keperawatan dan
mengevaluasi untuk menjamin agar setiap perawat bekerja sesuai standar
profesi.
BAB 2
PEMBAHASAN

A. SPIRITUALITAS ATAU KEYAKINAN SPIRITUAL


Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang
Maha Kuasa dan Maha Pencipta. Sebagai contoh seseorang yang percaya
kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa.
Menurut Burkhardt (1993), spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut :
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian
dalam kehidupan.
2. Menemukan arti dan tujuan hidup.
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan
dalam diri sendiri.
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang
Maha Tinggi.

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau


mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta
kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai,
menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson, 1989).

Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti memercayai atau


mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Secara umum,
agama atau keyakinan spiritual merupakan upaya seseorang untuk
memahami tempat seseorang di dalam kehidupan, yaitu bagaimana
seseorang melihat dirinya dalam hubungannya dengan lingkungan secara
menyeluruh.

Agama merupakan suatu system ibadah yang terorganisasi atau


teratur. Agama mempunyai keyakinan sentral, ritual, dan praktik yang
biasanya berhubungan dengan kematian, perkawinan, dan
keselamatan/penyelamatan (salvation).
B. KARAKTERISTIK SPIRITUALITAS
Dalam upaya memudahkan pemberian asuhan keperawatan dengan
memerhatikan kebutuhan spiritual penerima pelayanan keperawatan,
perawat mutlak perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi atau
mengenal karakteristik spiritualitas yang disajikan sebagai berikut :
1. Hubungan dengan diri sendiri. Kekuatan dalam atau/dan self-reliance :
a. Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya)
b. Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa
depan, ketenangan pikiran, harmoni/keselarasan dengan diri
sendiri).
2. Hubungan dengan alam harmonis :
a. mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, dan iklim.
b. berkomunikasi dengan alam (bertanam dan berjalan kaki),
mengabadikan, dan melindungi alam.
3. Hubungan dengan orang lain harmonis/suportif :
a. Berbagi waktu, pengetahuan, dan sumber secara timbal balik.
b. Mengasuh anak, orang tua dan kematian (mengunjungi, melayat,
dan lain-lain).

Bila tidak harmonis akan terjadi :

a. Konflik dengan orang lain.


b. Resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.
4. Hubungan dengan ketuhanan. Agamis atau tidak agamis :
a. Sembahyang/berdoa/meditasi
b. Perlengkapan keagamaan
c. Bersatu dengan alam

Secara ringkas, dapat dinyatakan bahwa seseorang terpenuhi


kebutuhan spiritualnya jika mampu :

1. Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya


di dunia/kehidupan.
2. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu
kejadian atau penderitaan.
3. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa
percaya, dan cinta.
4. Membina integritas personal dan merasa diri berharga.
5. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
6. Mengembangkan hubungan antar-manusia yang positif.

C. PERKEMBANGAN SPIRITUAL
1. Bayi dan Todler (0-2 Tahun)
Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya kepada
yang mengasuh yang sejalan dengan perkembangan rasa aman dan
dalam hubungan interpersonal, karena sejak awal kehidupan manusia
mengenal dunia melalui hubungannya dengan lingkungan, khususnya
orang tua. Bayi dan toddler belum memiliki rasa salah dan benar, serta
keyakinan spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa
mengerti arti kegiatan tersebut serta ikut ke tempat ibadah yang
memengaruhi citra diri mereka.
2. Prasekolah
Sikap orang tua tentang kode moral dan agama mengajrkan kepada
anak tentang apa yang dianggap baik dan buruk. Anak prasekolah
meniru apa yang mereka lihat bukan yang dikatakan orang lain.
Permasalahan akan timbul apabila tidak ada kesesuaian atau bertolak
belakang antara apa yang dilihat dan yang dikatakan kepada mereka.
Anak prasekolah sering bertanya tentang moralitas dan agama, seperti
perkataan atau tindakan tertentu dianggap salah. Juga bertanya “apa itu
surge?” Meraka meyakini bahwa orang tua mereka seperti Tuhan.
Menurut Kozier, Erb, Blais, dan Wilkonson (1995), pada usia ini
metode pendidikan spiritual yang paling efektif adalah meberi
indoktrinasi dan memberi kesempatan kepada mereka untuk memilih
caranya. Agama merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Mereka
percaya bahwa Tuhan yang membuat hujan dan angin. Hujan dianggap
sebagai air mata Tuhan.
3. Usia Sekolah
Anak usia sekolah mengharapkan Tuhan menjawab doanya, yang
salah akan dihukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada masa
prapubertas, anak sering mengalami kekecewaan karena mereka mulai
menyadari bahwa doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara
mereka dan mulai mencari alas an tanpa mau menerima keyakinan
begitu saja.
Pada usia ini, anak mulai mengambil keputusan akan melepaskan
atau meneruskan agama yang dianutnya karena ketergantungannya
kepada orang tua. Pada masa remaja, mereka membandingkan standar
orang tua mereka dengan orang tua lain dan menetapkan standar apa
yang akan diintegrasikan dalam perilakunya. Remaja juga
membandingkan pandangan ilmiah dengan pandangan agama serta
mencoba untuk menyatukannya. Pada masa ini, remaja yang
mempunyai orang tua berbeda agama, akan memustukan pilihan
agama yang akan dianutnya atau tidak memilih satupun dari kedua
gama orang tuanya.
4. Dewasa
Kelompok usia dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan
bersifat keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang pernah
diajarkan kepadanya pada masa kanak-kanak dahulu, lebih dapat
diterima pada masa dewasa dari pada waktu remaja dan masukan dari
orang tua tersebut dipakai untuk mendidik anaknya.
5. Usia Pertengahan
Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak
waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama
yang diyakini oleh generasi mudah. Perasaan kehilangan karena
pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara,
sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan
filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua
untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan
merasa berharga. Serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu
yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan.

D. FAKTOR YANG MEMENGARUHI SPIRITUALITAS


Menurut Taylor, Lillis & Le Mone (1997), dan Craven & Himle (1996),
factor penting yang dapat memengaruhi spiritualitas seseorang adalah
pertimbangan tahap perkembangan, keluarga, latar belakang atnik dan
budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis, terpisah dari ikatan
spiritual, isu moral terkait dengan terapi, serta asuhan keperawatan yang
kurang tepat. Untuk lebih jelas, factor-faktor penting tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Tahap perkembangan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat gama
yang berbeda ditemukan bahwa mereka yang berbeda menurut usia,
seks, agama, dan kepribadian anak. Tema utama yang diuraikan oleh
semua anak tentang Tuhan, mencakup hal-hal berikut ini :
a. Gambaran tentang Tuhan yang bekerja melalui kedekatan dengan
manusia dan saling keterikatan dengan kehidupan.
b. Memercayai bahwa Tuhan terlibat dalam perubahan dan
pertumbuhan diri serta transformasi yang membuat dunia tetap
segra, penuh kehidupan, dan berarti.
c. Meyakini Tuhan mempunyai kekuatan dan selanjutnya merasa
takut menghadapi kekuasaan Tuhan.
d. Gambaran cahaya/sinar
2. Keluarga
Peran orang tua sangat menentukan perkembangan spiritualitas anak.
Yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya
tentang Tuhan, tetapi apa yang anak pelajari mengenai Tuhan,
kehidupan, dan diri sendiri dari perilaku orang tua mereka. Oleh
karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman
pertama anak dalam memersepsikan kehidupan di dunia, pandangan
anak pada umumnya diwarnai oleh pengalaman mereka dalam
berhubungan dengan orang tua dan saudaranya.
3. Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan, dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan
social budaya. Pada umumnya, seseorang akan mengikuti tradisi
agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan
kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan
peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan. Perlu
diperhatikan apapun tradisi agama atau sitem kepercayaan yang dianut
individu, tetap saja pengalaman spiritual adalah hal unik bagi tiap
individu.
4. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup, baik yang positif maupun pengalaman negative
dapat memengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya, juga
dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual
kejadian atau pengalaman tersebut. Sebagai contoh, jika dua orang
wanita yang percaya bahwa Tuhan mencintai umatnya, kehilangan
anak mereka karena kecelakaan. Salah satu dari mereka akan bereaksi
dengan mempertanyakan keberadaan Tuhan dan tidak mau
sembahyang lagi. Sebaliknya, wanita yang sat uterus berdoa dan
meminta Tuhan membantunya untuk mengerti dan menerima
kehilangan anaknya.
Begitu pula pengalaman hidup yang menyenangkan sekalipun,
seperti pernikahan, pelantikan kelususan, kenaikan pangkat atau
jabatan dapat menimbulkan perasaan bersyukur kepada Tuhan, tetapi
ada juga yang merasa tidak perlu mensyukurinya. Peristiwa dalam
kehidupan sering dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan
kepada manusia untuk menguji kekuatan imannya. Pada saat ini,
kebutuhan spiritual akan meningkat yang memerlukan kedalaman
spiritual dan kemampuan koping untuk memenuhinya.
5. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual
seseoran (Toth, 1992) dan Craven & Hirnle (1996). Krisis sering
dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses
penuaan, kehilangan, dan bahkan kematian, khsusnya pada klien
dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk.
Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut
merupakan pengalaman spiritual selain juga pengalaman yang bersifat
fisik dan emosional.
Krisis dapat berhubungan dengan perubahan patofisiologi,
terapi/pengobatan yang diperlukan, atau situasi yang memengaruhi
seseorang. Diagnosis penyakit atau penyakit terminal pada umumnya
akan menimbulkan pertanyaan tentang system kepercayaan seseorang.
Jika klien dihadapkan pada kematian, keyakinan spiritual dan
keinginan untuk sembahyang/berdoa lebih tinggi dibandingkan pasien
yang berpenyakit bukan terminal.
6. Terpisah dari ikatan spiritual.
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat
individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan
system dukungan social. Klien yang dirawat merasa terisolasi dalam
ruangan yang asing baginya dan merasa tidak aman. Kebiasaan hidup
sehari-hari juga berubah, antara lain, tidak dapat menghadiri acara
resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul
dengan keluarga atau teman dekat yang biasa member dukungan setiap
saat diinginkan. Terpisahnya klien dari ikatan spiritual dapat berisiko
terjadinya perubahan fungsi spiritualnya.
7. Isu moral terkait dengan terapi.
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara
Tuhan untuk menunjukkan kebesarannya walaupun ada juga yang
menolak intervensi pengobatan. Prosedur medic sering kali dapat
dipengaruhi oleh pengajaran agama, misalnya sirkumsisi, transplantasi
organ, pencegahan kehamilan, dan sterilisasi. Konflik antara jenis
terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga
kesehatan.
8. Asuhan keperawatan yang kurang sesuai.
Ketika member asuhan keperawatan kepada klien, tetapi dengan
berbagai alas an ada kemungkinan perawat justru menghindari untuk
member asuhan spiritual. Alasan tersebut, antara lain
Karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan
spiritualnya, kurang menganggap penting kebuthan spiritual, tidak
mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan,
atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan
menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama.
Lima isu nilai yang mungkin timbul antara perawat dank lien adalah
sebagai berikut :
a. Pluralisme : perawat dank lien menganut kepercayaan dan iman
dengan spectrum yang luas.
b. Fear : berhubungan dengan ketidakmampuan mengatasi situasi,
melanggar privasi klien, atau merasa tidak pasti dengan system
kepercayaan dan nilai diri sendiri.
c. Kesadaran tentang pertanyaan spiritual : apa yang memberi arti
dalam kehidupan, tujuan, harapan, dan merasakan cinta dalam
kehidupan pribadi perawat.
d. Bingung : bingung terjadi karena adanya perbedaan antara agama
dan konsep diri.
E. 12 TEORI YANG MENJELASKAN TENTANG KEPERAWATAN
SPIRITUAL
1. Menurut King and Koenig, 2009
spiritualitas adalah pencarian pribadi untuk memahami jawaban
sebagai tujuan akhir dalam hidup, tentang makna, dan tentang
hubungan suci atau transenden, yang mana (atau mungkin juga tidak)
memimpin pada atau bangun dari perkembangan ritual keagamaan dan
bentukan komunitas.[ CITATION Yus16 \l 2057 ]

2. Menurut Florence Nightingale,


Spirituality adalah proses kesadaran menanamkan kebaikan secara
alami, yang mana meemukan kondisi terbaik bagi kualitas
perkembangan yang lebih tinggi. Spiritualitas mewakili totalitas
keberadaan seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong
yang menyatukan berbagai aspek individual. [ CITATION Yus16 \l 2057 ]

3. Menurut Dossey, 2005


spiritualitas dalam keperawatan, adalah konsep yang luas meliputi
nilai, makna dan tujuan, menuju inti manusia seperti kejujuran, cinta,
peduli, bijaksana, penguasaan diri dan rasa kasih; sadar akan adanya
kualitas otoritas yang lebih tinggi, membimbing spirit atau transenden
yang penuh dengan kebatinan, mengalir dinamis seimbang dan
menimbulkan kesehatan tubuh-pikiran-spirit. Keterkaitan spiritualitas
dengan proses penyembuhan dapat dijelaskan dengan konsep holistik
dalam keperawatan. Konsep holistik merupakan sarana petugas
kesehatan dalam membantu proses penyembuhan klien secara
keseluruhan. Pelayanan holistik yang dimaksud adalah, dalam
memberikan pelayanan kesehatan semua petugas harus memperhatikan
klien dari semua komponen seperti biologis, psikologis, sosial, kultural
bahkan spiritual. [ CITATION Yus16 \l 2057 ]
4. Erb. Blais & Wilkinson, 1995 Murray & Zontner, 1993,
mengemukakan fungsi spiritual meliputi: Mempertahankan
keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk
menjawab atau mendapatkan kekuatan dalam menghadapi stress
emosional, penyakit fisik dalam menghathpi kematian. [CITATION Kho \l
2057 ]

5. Mickley 1992,
mengemukakan bahwa demensi spiritual meliputi: demensi ekstensial
dan agama. Demensi ekstensial berfokus pada tujuan dan arti
kehidupan. Maksudnya hubungan manusia dengan manusia lain,
lingkungan baik eksternal maupun eksternal (hablum minannas),
sedangkan demensi agama berfokus pada hubungan seseorang dengan
tuhannya (hablum minallah).[ CITATION Kho \l 2057 ]

6. Teori Stoll, 1989


konsep spiritual mencakup 2 demensi yaitu demensi vertical yaitu
hubungan dengan tuhan yang maha esa atau yang maha tingi yang
menuntun kehidupan seseorang, sedangkan demensi horizontal yaitu
hubungan seseorang dengan din sendiri, orang lain dan Iingkungan,
kedua demensi tersebut dilaksanakan secara kontinyu.[ CITATION Kho \l
2057 ]

7. Menurut Clifford Geertz, 1973


religion/agama mengacu pada satu set berbagai keyakinan yang
terorganisir tentang hubungan antara alam dan aspek supranatural dari
realitas, dan tentang peran manusia dalam hubungan ini. Konsep
religion memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan
untuk menjelaskan makna hidup dan / atau untuk menjelaskan asal
usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang
alam semesta, sifat manusia, asal usul kejadian manusia dan sistem
moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup.
Beberapa ahli memberikan definisi tentang spiritualitas dengan
pendekatan yang berbeda-bedaberpendapat bahwa spiritualitas adalah
aspek kemanusiaan yang mengacu pada cara individu mencari dan
makna tersurat dan tujuan dan cara mereka mengalami keterhubungan
mereka untuk saat ini, untuk diri, orang lain, dengan alam, dan dengan
kebermaknaan atau suci (Christina Puchalski, MD, Director of the
George Washington Institute for Spirituality and Health)

8. Menurut Mario Beauregard and Denyse O’Leary,


researchers and authors of The Spiritual Brain berpendapat bahwa
Spiritualitas berarti pengalaman yang berpikir untuk membawa
mengalaminya ke dalam kontak dengan Tuhan (dengan kata lain,
bukan hanya pengalaman yang terasa bermakna). Ruth Beckmann
Murray dan Judith Proctor menulis bahwa dimensi spiritual mencoba
untuk menjadi selaras dengan alam semesta, dan berusaha untuk
jawaban tentang yang tak terbatas, dan datang ke dalam fokus ketika
seseorang menghadapi stres emosional, penyakit fisik, atau kematian.
(Krentzman, 2013)

9. Delgado (2002),
mengidentifikasi empat karakteristik spiritualitas yang dianggap
penting :
a. Spiritualitas memerlukan sistem kepercayaan (kemauan untuk
percaya) dan apa yang diyakini sebagai kebenaran ( keyakinan ada
kekuatan yang lebih tinggi atau adanya agama berdasarkan
keyakinan inti).
b. Spiritualitas melibatkan kondisi individu dalam pencarian makna
dan tujuan keterikatan transenden atau misi individu yang
merasakan terpanggil karena takdir atau nasib dan bergeser dari
nilai-nilai material kepada nilai-nilai idealis.
c. Spiritualitas meliputi kesadaran keterikatan dengan orang lain yang
didapatkan melalui instropeksi diri. Dalam konteks non religion,
kondisi ini dapat dijelaskan sebagai rasa kagum, apresiasi dan rasa
hormat. Dalam konteks agama, itu termasuk hubungan yang tinggi
dengan Tuhannya yang di hubungkan dengan doa dan meditasi.
Spiritualitas melibatkan proses rekonsiliasi keyakinan dan praktek
pada saat individu dihadapkan pada kesulitan dan kondisi sakit.
d. Spiritualitas adalah kepercayaan bahwa seseorang dapat
melampaui batas dirinya dalam dimensi yang lebih tinggi, adanya
keinginan untuk sebuah kebenaran dan kesucian dan keyakinan
bahwa seseorang dapat menyelesaikan kesulitan,kerugian dan rasa
sakit dengan kepercayaan tersebut.

Lebih lanjut Delgado dijelaskan bahwa, selain empat karakteristik


tersebut, ada beberapa manfaat yang dirasakan dari keterikatan
spiritual (spiritual connections) yaitu ;

a. Meningkatkan perasaan akan kedamaian diri dan kekuatan batin,


meningkatkan kesadaran pribadi, penerimaan yang baik tentang
kehidupan dunia, kemampuan untuk mengatasi ketidakpastian
hidup dan ambiguisitas, kemampuan menerima kondisi seperti
kemerosotan fisik karena usia, kondisi sakit terminal dan keadaan
stres.
b. Kemampuan beradaptasi dengan baik ( successful adaptation ) dan
pemulihan kesehatan bersama dengan harmoni alam sangat
diperlukan untuk kesehatan. Upaya lain adalah melalui restorasi
doa dengan tuhan sebagai perantara perjanjian dengan tuhannya
sehingga dapat diberikan kesehatan.

Henery (2003, seperti dalam Delgado,2005) mengidentifikasi tiga


asumsi tentang spiritualitas :
a. Spiritualitas semakin penting untuk teori dan praktek.
b. Spiritualitas biasanya di anggap bagian dari pasien.
c. Memenuhi kebutuhan spiritual pasien adalah membantu pasien
mengatasi penderitaan (karena penyakit kronis) dan kehilangan.

10. Menurut Kozier (1997),


Bahwa asuhan keperawatan pada pasien tidak hanya terfokus
spiritualitas adalah merupakan konsep dua dimensi, yaitu dimensi
vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal adalah dimensi yang
berkaitan dengan hubungan seseorang dengan Tuhan yang menuntun
kehidupannya, dan dimensi horizontal adalah dimensi yang berkaitan
dengan hubungan seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Hubungan ini berjalan sepanjang hidup manusia (Stoll
dalam Hamid 1999).

11. Menurut Dadang H (2005),


Pakar dan praktisi konseling dan psikoterapi islam, menyatakan bahwa
doa dapat memberikan rasa optimis, semangat hidup dan
menghilangkan perasaan putus asa ketika seseorang menghadapi
keadaan atau masalah-masalah yang kurang menyenangkan baginya
(Bachtiar, 2012). Namun masih banyak pasien yang perilakunya dalam
pemenuhan kebutuhan spiritual ridak menempuh cara ini.

12. Achir Yani H 2008,


Spiritualitas meliputi aspek berhubungan dengan sesuatu yang tidak
diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan, menemukan arti dan
tujuan hidup, menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan
kekuatan dalam diri sendiri, mempunyai perasaan keterikatan dengan
diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi
BAB III

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai