Anda di halaman 1dari 15

Adult Respiratory Distress Syindrome (ARDS)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan dalam globalisasi
khususnya di bidang kesehatan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam
mencegah berbagai penyakit salah satunya ARDS yaitu merupkan Gangguan paru yang
progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat
yang menyebar dikedua belah paru akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma
jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sindrom gagal pernafasan merupakan gagal pernafasan mendadak yang timbul pada
penderita tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sindrom Gawat Nafas
Dewasa (ARDS) juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik merupakan sindroma
klinis yang ditandai penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah
penyakit atau cedera serius. Dalam sumber lain ARDS merupakan kondisi kedaruratan
paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang
sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau
nonpulmonal. Beberapa factor pretipitasi meliputi tenggelam, emboli lemak, sepsis,
aspirasi, pankretitis, emboli paru, perdarahan dan trauma berbagai bentuk. Dua kelompok
yang tampak menjadi resiko besar untuk sindrom adalah yang mengalami sindrom sepsis
dan yang mengalami aspirasi sejumlah besar cairan gaster dengan pH rendah.
Kebanyakan kasus sepsis yang menyebabkan ARDS dan kegagalan organ multiple
karena infeksi oleh basil aerobic gram negative. Kejadian pretipitasi biasanya terjadi 1
sampai 96 jam sebelum timbul ARDS.
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967. Ini
meliputi peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan edema
pulmonal nonkardiak. ARDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi pulmonal yang
berhubungan dengan masalah besar tentang oksigenasi meskipun diberi suplemen
oksigen dan pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg.
ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple dan mungkin
menjadi bagian dari gagal organ multiple. Prevalensi ARDS diperkirakan tidak kurang
dari 150.000 kasus pertahun. Sampai adanya mekanisme laporan pendukung efektif
berdasarkan definisi konsisten, insiden yang benar tentang ARDS masih belum diketahui.
Laju mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat berfariasi. ARDS adalah penyebab
utama laju mortalitas di antara pasien trauma dan sepsis, pada laju kematian menyeluruh
kurang lebih 50% – 70%. Perbedaan sindrom klinis tentang berbagai etiologi tampak
sebagai manifestasi patogenesis umum tanpa menghiraukan factor penyebab.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana memahami konsep medis dan konsep keperawatan pada Adult Respiratory
Distress Syindrome (ARDS) ?

C. TUJUAN
Agar mahasiswa memahami konsep medis dan konsep keperawatan pada Adult
Respiratory Distress Syindrome (ARDS)
BAB II

PEMBAHASAN

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Adult Respiratory Distress Syindrome (ARDS) merupakan keadaan gagal napas
mendadak yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari
sebelumnya. sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya belum
jelas dan terdapat banyak factor predisposisi seperti syok karena perdarahan, sepsis,
rudapaksa/trauma pada paru atau bagian tubuh lainnya, pancreatitis akut, aspirasi cairan
lambung, intoksikasi heroin, atau metadon.
ARDS (edema pulmonal nonkardiogenik) adalah sindrom klinis yang ditandai
dengan penurunan progresif kandungan oksigen yang terjadi setelah penyakit atau cedera
serius. Sindrom ini dapat mempunyai angka mortalitas setinggi 50-60%.

B. ETIOLOGI
Factor-faktor etiologi yang berhubungan dengan ARDS dapat dilihat pada tabel berikut :
Mekanisme Etiologi
Kerusakan paru akibat inhalasi (mekanisme Kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi
tidak langsung) gas oksigen, aspirasi asam lambung,
tenggelam, sepsis, syok (apapun
penyebabnya), koagulasi intravaskuler
tersebar (disseminated intravascular
coagulation-DIC), dan prankreatitis
idiopatik.
Obat-obatan Heroin dan salisilat
Infeksi Virus, bakteri, jamur, dan TB paru.
Sebab lain Emboli lemak, emboli cairan amnion,
emboli paru thrombosis, rudapaksa
(trauma) paru, radiasi, keracuan oksigen,
transfuse massif, kelainan metabolic
(uremia), bedah mayor.

C. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Sindrom gagal napas pada klien dewasa (ARDS) selalu berhubungan dengan
penambahan cairan dalam paru. Sindrom ini merupakan suatu edema paru yang berbeda
dari edema paru karena kelainan jantung. Perbedaanya terletak pada tidak adanya
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari segi histologis, mula-mula terjadi
kerusakan membrane kapiler-alveoli, selanjtnya terjadi peningkatan permebilitas
endothelium kapiler paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan terjadinya edema alveoli
dan interstitial. Untuk mengetahui lebih banyak mengenai edema paru pada ARDS,
penting untuk mengetahui hubungan struktur dan fungsi alveoli.
Membrane alveoli terdiri atas dua tipe sel, yaitu sel Tipe I (Tipe A), sel penyokong
yang tidak mempunyai mikrovili dan amat tipis. Sel tiep II ( Tipe B) berbentuk hampir
seperti kubus dengan mikrovili dan merupakan sumber utama surfaktan alveoli. Sekat
pemisah udara dan pembuluh darah disusun dari sel Tipe I atau Tipe II dengan membrane
basal endothelium dan sel endothelium.
Bagian membrane kapiler alveoli yang paling tipis mempunyai tabel 0,15 mm. sel
pneumosit Tipe I amat peka terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh berbagai zat yang
terinhalasi. Jika terjadi kerusakan sel-sel yang menyusun 95% dari permukaan alveoli ini,
akan amat menurunkan keutuhan sekat pemisah alveoli-kapiler. Pada kerusakan
mendadak paru, mula-mula terjadi peradangan interstisial, edema, dan perdarahan yang
disertai dengan proliferasi sel Tipe II yang rusak. Keadaan peradangan ini dapat membaik
secara lambat atau membentuk fibrosis paru yang luas.
Sel endotel mempunyai cela yang dapat menjadi lebih besar dari pada 60 A sehingga
terjad perembesan cairan dan unsure-unsur lain darah ke dalam alveoli dan terjadi edema
paru. Mula-mula cairan berkumpul di interstisium dan jika kapasitas interstisium
terlampaui, alveoli mulai terisi menyebabkan atelektasi kongesti dan terjadi hubungan
intrapulmoner (shunt).
Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan aktivasi komplemen
sebagai akibat trauma, syok, dan lain-lain. Selanjutnya aktivasi komplemen akan
menghasilkan C5a yang menyebabkan granulosit teraktivasi dan menempel serta merusak
endothelium mikrovaskular paru, sehingga mengakibatkan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Agregasi granulosit neutrofil merusak sel endothelium dengan melepaskan
protease yang menghancurkan struktur protein seperti kolagen, elastin dan fibronektin,
dan proteolitis protein plasma dalam sirkulasi seperti factor Hageman, fibrinogen dan
komplemen (Yusuf, 1996).
Beberapa hal yang menyokong peranan granulosit dalam proses timbulnya ARDS
adalah fakta adanya granulositopenia yang berat pada binatang percobaan dengan ARDS
karena terkumpulnya granulosit dalam paru.
Biopsi paru dari klien dengan ARDS menunjukkan juga adanya pengumpulan
granulosit yang tidak normal dalam parenkim paru. Granulosit yang teraktivasi mampu
melepaskan enzim proteolik seperti elastase, kolagenase, dan oksigen radikal yang dapat
menghambat aktivitas antiprotease paru.
Endotoksin bakteri, aspirasi asam lambung, dan intoksikasi oksigen dapat merusak
sel endothelium arteri pulmonalis dan leukosit neutrofil yang teraktivasi akan
memperbesar kerusakan tersebut. Histamin, serotonin atau bradikinin dapat menyebabkan
kontraksi sel endothelium dan mengakibatkan pelebaran porus interselular seta
peningkatan permeabilitas kapiler.
Adanya hipotensi dan pancreatitis akut dapat menghambat produksi surfaktan dan
fosfolipase A. selain itu, cairan edema terutama fibrinogen akan menghambat produksi
dan aktivitas surfaktan sehingga menyebabkan mikroateletasis dan sirkulasi venoarterial
bertambah. Adanya perlambatan aliran kapiler sebab hipotensi, hiperkogulabilitas dan
asidosis, hemolisis, toksis bakteri, dan lain-lain dapat merangsang timbulnya koagulasi
intravascular tersebar (disseminated intravascular coagulation/DIC).
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke
jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan atelektasi kongesti yang
luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru menjadi kaku dan komplians (compliance)
paru menurun. Kapasitas residu fungsional (functional residual capacity/FRC) juga
menurun. Hipokemia berat merupakan gejala penting ARDS dan penyebab hipoksemia
adalah ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hubungan arterio-venous (aliran darah
mengalir ke alveoli yang kolaps), dan kelainan difusi alveoli-kapiler akibat penebalan
dinding alveoli-kapiler.
Peningkatan permeabilitas membrane alveoli-kapiler menimbulkan edema
interstitial dan alveolar serta atelektasis alveolar, sehingga jumlah udara sisa pada paru di
akhir ekspirasi normal dan kapasitas residu fungsional (FRC) menurun.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala paru ARDS segera setelah cedera akut mungkin sangat minimal, karena
seringkali ada periode laten ketika penderita hanya menunjukkan distress napas
ringan yang mungkin disertai hiperventilasi.
2. Pada stadium ini aulkultasi paru-paru bersih.
3. Selama 4-24 jam berikutnya, timbul takipnea berat yang disertai ronki basah inspirasi
difus.
4. Pada stadium ini dapat diperagakan shunt intrapulmonum besar dan pemberian
tambahan oksigen dapat mengurangi gejala sementara.
5. Selanjutnya penderita secara bertahap dapat membaik, tetapi sebagian besar penderita
mengalami pemburukan menuju hipoksemia dan hiperkapnea berat.
6. Oksigen tambahan gagal memperbaiki kondisi klinis sehingga diperlukan ventilasi
mekanis.
7. Pada stadium ini banyak penderita meninggal dunia, sedangkan yang bertahan hidup
memerlukan bantuan pernapasan jangka panjang.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Mortalitas pada ARDS mencapai 50% dan tidak bergantung pada pengobatan. Oleh
karena itu, perawat perlu mengetahui tindakan pencegahan terhadap kemunculan ARDS.
Hal-hal penting yang perlu diketahui dan dipahami dengan baik adalah factor-faktor
predisposisi sperti sepsis, pneumonia aspirasi, dan deteksi dini ARDS. Pengobatan dalam
masa laten lebih besar kemungkinannya untuk berhasil dari pada jika dilakukan ketika
sudah timbul gejala ARDS.
Tujuan pengobatan adalah sama walaupun etilologinya berbeda, yaitu
mengembangkan alveoli secara optimal untuk mempertahankan gas darah arteri dan
oksigenisasi jaringan yang adekuat, keseimbangan asam-basa, dan sirkulasi dalam tingkat
yang dapat ditoleransi sampai membrane alveoli kapiler utuh kembali.
Pemberian cairan harus dilakukan secara saksama, terutama jika ARDS disertai
kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi, sebab dengan adanya kenaikan permeabilitas kapiler
paru, cairan dari sirkulasi merembes ke jaringan interstisial dan memperberat edema
paru. Cairan yang diberkan harus cukup untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat
(denyut jantung yang tidak cepat, ekstremitas hangat, dan dieresis yang baik) tanpa
menimbulkan edema atau memperberat edema paru. Jika perlu, dimonitor dengan kateter
Swan Ganz dan teknik thermodelution untuk mengukur curah jantung.
Pemberian albumin tidak terbukti efektif pada ARDS, sebab pada kelainan
permeabilitas yang luas, albumin akan ikut masuk ke ruang ekstravaskular. Peranan
kortikosteroid pada ARDS masih diperdebatkan. Kortikosteroid biasanya diberikan
dalam dosis besar, pemberian metilprednisolon 30 mg/kgBB secara intravena setiap 6
jam sekali lebih disukai, kortikosteroid terutama diberikan pada syok sepsis.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi utama ARDS meliputi :
1. Infeksi nosokomial
2. Barotrauma berat
3. Gangguan curah jantung
4. Toksisitas oksigen
5. Fibrosis paru progresif
6. Kegagalan system organ multipel (nekrosis tubulus akut, koagulopati, miokardiopati,
disfungsi hepatic, disfungsi sistem saraf pusat, perdarahan gastrointestinal, ileus), dan
7. Kematian

G. PENCEGAHAN
1. Pada klien dengan ARDS, posisi semifowler dilakukan untuk mengurangi
kemungkinan regurgitasi asam lambung.
2. Pada klien yang akan mendapat anestesia umum, dilakukan untuk menurunkan
keasaman lambung sehingga jika terjadi aspirasi, kerusakan paru akan lebih kecil.
3. Setiap keadaan syok, harus diatasi secepatnya dan harus selalu memakai filter untuk
transfusi darah, menanggulangi sepsis dengan antibiotik yang adekuat, dan jika perlu
hilangkan sumber infeksi dengan tindakan operasi.
4. Pengawasan yang ketat harus dilakukan pada klien dengan risiko ARDS selama masa
laten, jika klien mengalami sesak napas, segera lakukan pemeriksaan gas darah arteri
(Astrup).
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pokok utama pengkajian pada ARDS ini adalah
1. Distress pernapasan
2. Hipoksemia berat
3. Difusi bilateral infiltrasi alveolar pada rontgen thoraks.
Tanda utama distres pernapasan dan hipoksemia berat berubah pada tingkat
kesadaran, takikardi, dan takipnea. Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara
bermakna dengan ventilasi menjadi tinggi. Dispnea dengan sesak napas dan berhubungan
dengan retraksi interkostal adalah umum dan mungkin ditemukan sianosis. Hal ini harus
diingat, karena sianosis merupakan tanda awal dan nyata dari hipoksemia.
Berdasarkan pada pemeriksaan auskultasi dada didapatkan bunyi napas. Ronkhi
sekunder terhadap sekresi jalan napas besar, tidak terjadi. Pemeriksaan auskultasi jantung
biasanya menunjukkan bunyi jantung normal tanpa gallop atau murmur, kecuali bila ada
penyakit jantung atau mengalami trauma.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoksemia secara
reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada
status cedera kapiler paru.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan napas, dan menurunya kemampuan batuk
efektif.
3. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan edema pulmonal, penurunan
aliran balik vena, penurunan curah jantung atau terapi diuretic.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan keletihan
6. Koping keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan kurang sosialisasi,
kecemasan, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja.
C. INTERVENSI
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoksemia secara
reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada
status cedera kapiler paru.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan tidak
terjadi gangguan pertukaran gas.
Kriterial evaluasi :
- Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea.
- Klien menunjukkan tidak ada gejala distres pernapasan.
- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal.

Rencana Intervensi Rasional


Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, Aspek penting perawatan ARDS adalah
catat sianosis dan perubahan warna kulit, ventilasi mekanik. Tujuan modalitas terapi
termasuk membrane mukosa dan kuku. ini untuk memberikan dukungan ventilasi
sampai integritas membrane alveoli-kapiler
kembali baik. Dua tujuan tambahan adalah :
 Memelihara ventilasi adekuat dan
oksigenasi selama periode kritis
hipoksemia.
 Mengembalikan factor etiologi yang
mengawali penyebab distress
pernapasan.
Lakukan pemberian terapi oksigen. Akumulasi secret dan berkurangnya jaringan
paru yang sehat dapat mengganggu
oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
Lakukan ventilasi mekanik. Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik
penting dan secara potensial mempunyai
efek samping toksik. Klien tanpa dasar
penyakit paru tampak toleran dengan
oksigen 100% selama 24-72 jam tanpa
abnormalitas fisiologi klinis penting. FiO2
tinggi (misalnya > 0,5) dalam waktu lama,
namun dapat menyebabkan peningkatan
permeabilitas endothelium dan epithelium.
Jumlah oksigen yang diberikan untuk ARDS
harus paling rendah dari FiO2 yang
menghasilan kandungan oksigen adekuat
(misalnya kandungan oksihemoglobin
>90%). Intubasi hampir selalu diindikasikan
untuk mempertahankan FiO2 tetap tinggi.
Monitor kadar hemoglobin. Kebanyakan volume oksigen
ditransportasikan ke jaringan dalam darah
menurun sebagai akibat efek ventilasi
mekanik dan suplemen. Pengukuran seri
hemoglobin perlu untuk kalkulasi
kandungan oksigen yang akan menentukan
kebutuhan untuk transfuse sel darah merah.
Kolaborasi pemilihan pemberian cairan. Tujuan utama terapi cairan adalah untuk
mempertahankan parameter fisiologis
normal. Mekanisme patogenitas peningkatan
permeabilitas alveokapiler mengakibatkan
edema interstitial dan alveolar. Pemberian
cairan yang berlebihan pada orang normal
dapat menyebabkan edema paru dan gagal
napas. Pilihan koloid versus cairan kristaloid
untuk menggantikan terapi masih dianggap
controversial. Meskipun seiring
perkembangan teknologi, pengukuran berat
badan harian akurat (kecenderungan) sering
merupakan indicator penting terhadap
ketidakseimbangan cairan.
Kolaborasi pemberian terapi farmakologi Penggunaan kortikosteroid masih
controversial. Sebelumnya, terapi antibiotik
diberikan awal untuk profilaksis, tetapi
pengalaman menunjukkan bahwa ini tidak
mencegah sepsis bakteri gram negative yang
berbahaya, sehingga antibiotik profilaksis
rutin tidak lagi digunakan. Terapi
penggantian surfaktan mungkin lebih baik
dan sesuai untuk masa yang akan datang.
Penelitian saat ini terhadap binatang,
manusia, dan bahan surfaktan sintetik
berlanjut dengan baik. Data hasil penelitian
sudah cukup mendukung, tetapi terapi ini
masih belum mungkin diperluas beberapa
waktu.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya


bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan napas, dan menurunya kemampuan batuk
efektif.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan ,
kebersihan jalan napas kembali efektif.
Kriteria evaluasi :
- Klien mampu melakukan batuk efektif
- Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
Bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan pernapasan normal.
Rencana Intervensi Rasional
Kaji fungsi pernapasan (bunyi Penurunan bunyi napas menunjukkan atelaktasis, ronkhi
napas, kecepatan, irama, menunjukkan akumulasi secret dan ketidakefektifan
kedalaman, dan penggunaan otot pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan
bantu napas). penggunaan otot bantu napas dan peningkatan kerja
pernapasan.
Kaji kemampuan klien Pengeluaran akan sulit bila secret sengaja kental (efek
mengeluarkan sekresi, catat infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat). Sputum berdarah
karakter, volume sputum, dan bila ada kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronchial dan
adanya hemoptisis. memerlukan intervensi lebih lanjut.
Berikan posisi semifowler/fowler Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan
tinggi dan bantu klien latihan napas menurunkan upaya bernapas. Ventilasi maksimal membuka
dalam dan batuk efektif. area atelaktasis dan meningkatkan gerakan secret ke dalam
jalan napas besar untuk dikeluarkan.
Pertahankan intake cairan Intake cairan yang adekuat dapat membantu mengencerkan
sedikitnya 2500 ml/hari kecuali secret sehingga secret lebih mudah untuk dikeluarkan.
tidak diindikasikan.
Bersihkan secret dari mulut dan Mencegah obstruksi dan aspirasi. Pengisapan diperlukan
trachea, bila perlu lakukan bila klien tidak mampu mengeluarkan secret.
pengisapan (suction).
Kolaborasi pemberian obat sesuai Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan
indikasi: secret paru untuk memudahkan pembersihan.
Agen mukolitik
Bronkodilator Bronkodilator maningkatkan diameter lumen percabangan
trakeobronkhial sehingga menurunkan tahanan terhadap
aliran udara.
Kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan
hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

https://books.google.co.id/books?id=G3KXne15oqQC&lpg=PA221&dq=SINDROM%20
DISTRES%20PERNAPASAN%20DEWASA&hl=id&pg=PA222#v=onepage&q=SIND
ROM%20DISTRES%20PERNAPASAN%20DEWASA&f=false

https://books.google.co.id/books?id=0dRhHnfPpBgC&lpg=PA347&dq=SINDROM%20
DISTRES%20PERNAPASAN%20DEWASA&hl=id&pg=PA347#v=onepage&q=SIND
ROM%20DISTRES%20PERNAPASAN%20DEWASA&f=true

https://books.google.co.id/books?id=G3KXne15oqQC&lpg=PA221&dq=SINDROM%20
DISTRES%20PERNAPASAN%20DEWASA&hl=id&pg=PA285#v=onepage&q=SIND
ROM%20DISTRES%20PERNAPASAN%20DEWASA&f=false

https://books.google.co.id/books?id=SP3Gj97OJisC&lpg=PA491&dq=pernapasan%20ga
gal&hl=id&pg=PA491#v=onepage&q=pernapasan%20gagal&f=false

Anda mungkin juga menyukai