EARLY EXPOSURE
DISUSUN OLEH:
ILFA ZAHRA
R011191074
KELAS REGULER B
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
KASUS 1
1. Dekskripsi kasus :
Seorang perempuan berusia 40 tahun sudah mengalami pra menopause dating ke poliklinik
bedah untuk melakukan pemeriksaan skirining mammogram. Hasil pemeriksaan tekanan darah
120/80 mmHg, Nadi: 80 kali/menit, Suhu 37 0C, pernafasan 20 kali/menit. Setelah mammogram
ditemukan hasil abnormalitas pada payudara kanan. Pasien telah menjalani biopsy menunjukkan
adanya kanker payudara. Pasien rencana akan dilakukan tindakan pembedahan mastektomi pada
payudara kanan. Apakah yang perlu dilakukan untuk persiapan perioperative?
Tindakan keperawatan dasar yang dilakukan: Memberi edukasi tentang gangguan Body Image
Analisa tindakan
Alasan tindakan keperawatan dasar tersebut dilakukan pada kasus : pemberian edukasi
tentang gangguan body image (citra tubuh) mencegah potensial gangguan citra tubuh yang
berhubungan dengan efek pembedahan serta menarik diri yang berhubungan dengan
penampilan.
Tujuan tindakan :
Kepercayaan diri kembali normal.
Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya
Pasien dapat mengindentifikasi potensi (aspek Positif)
Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh
Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
N TINDAKAN RASIONAL
O
1 Diskusikan dengan kilen atau orang Membantu dalammemastikan masalah
terdekat terhadap penyakitnya untuk memulai proses pemecahan
masalah
2 Tinjau ulang efek pembedahan Bimbingan antisipasi dapat membantu
pasien memulai proses adaptasi
3 Berikan dukungan emosi klien Klien bisa menerima keadaan dirinya
4 Anjurkan keluarga klien untuk selalu Klien dapat merasa masih ada orang
mendampingi klien yang memperhatikannya
2. Evidence based
Pada penelitian yang dilakukan pada 41 pasien post op masektomi, sebanyak 22 rsponden
mengalami gangguan citra tubuh, sedangkan 19 lainnya tidak. Peneliti berasumsi bahwa
rsponden yang memiliki citra tubuh negatif mungkin dapat disebabkan responden masih belum
menerima dengan perubahan struktur tubuh yang terjadi pada dirinya. Sedangkan padda
responden yang memiliki citra tubuh positif mungkin di sebabkan karena responden merasa
mendapatkan perhatian dari keluarga dan orang-orang sekitarnya sehingga responden merasa
lebih percaya diri terhadap kondisi tubuhnya.
Sari (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dukungan sosial yang diberikan kepada
pasien masektomi akan berpengaruh dalam mengatasi keadaan psikologis seseorang, terutama
pada klien yang mengalami kanker payudara dan sedang menjalani tindakan pengobatan.
Tekanan psikologi yang dialami pasien kanker payudara dapat memperburuk kondisinya,
sehingga dukungan sosial sangat dibutuhkan dalam membantu proses penyembuhan dan
mengatasi tekanan psikologis yang dialami klien.
Sumber : Rika Tri Puspita, Nurul Huda, Safri (2017) Hubungan Dukungan Sosial dengan
Citra Tubuh Pasien Kanker Payudara Post Op Masektomi. (Jurnal Ners Indonesia, Vol.8 N0.1)
https://www.researchgate.net/publication/333676131_Hubungan_dukungan_sosial_dengan_citr
a_tubuh_pasien_mastektomi.
Pembimbing
2. Deskripsi kasus :
Ny. N umur 40 tahun, masuk RS dengan keluhan lemas dan perdarahan pervaginam. Hasil
pemeriksaan darah rutin memperlihatkan leukositosis dengan nilai WBC 31x103 UL dan HGB
5.7 gr/dL (anemia). Hasil pemeriksaan USG abdomen memperlihatkan adanya asites dan
CaServix. Untuk menghentikan perdarahan saat ini pasien terpasang larutan Cocktail pada
lengan kiri per IV. Setelah melakukan visite dokter menyarankan untuk pemberian obat
antibiotic Levofloxacin dan Ceftriaxone dengan terlebih dahulu melakukan skin test.
Tindakan keperawatan dasar yang dilakukan : Melakukan skin test melalui injeksi
intracutan.
Analisa Tindakan
Alasan Tindakan keperawatan dasar tsb dilakukan pada kasus : Untuk
mengetahui apakah pasien memiliki alergi terhadap obat antibiotik Levofloxacin dan
Ceftriaxone.
Tujuan tindakan : Mengetahui apakah ada reaksi alergi pasien terhadap obat yang
akan diberikan.
Prinsip dan Rasional Tindakan :
Prinsip Rasional
Melakukan palpasi pada daerah yang Menghindari daerah yang terdapat
akan diinjeksikan. edema, jaringan parut, nyeri tekan, massa
agar tidak memperparah keadaan pasien.
Membersihkan daerah yang akan Untuk mencegah infeksi karena
diinjeksi menggunakan alkohol. kuman/bakteri dikulit.
Menandai daerah yang telah diinjeksikan. Untuk mengobservasi adanya reaksi
alergi.
Evidence Based
Perawat mengatur aktivitas perawatan untuk memastikan bahwa teknik pemberian obat aman.
Perawat juga dapat merencanakan untuk menggunakan waktu selama memberikan obat. Pada
situasi klien belajar menggunakan obat secara mandiri, perawat dapat merencanakan untuk
menggunakan semua sumber pengajaran yang tersedia. Apabila klien dirawat di rumah
sakit,sangat penting bagi perawat untuk tidak menunda pemberian instruksi sampai hari
kepulangan klien. Berbagai teknik yang dilakukan perawat untuk memberikan obat kepada
pasien, salah satunya adalah injeksi intrakutan. Injeksi intrakutan adalah injeksi kedalam jaringan
kulit. Absorpsi obat lambat, dan baik untuk melihat respon alergi setempat, mendapatkan
kekebalan (vaksin BCG) dan anastesi lokal.
Sumber : Lestari siti,2016.Farmakologi Dalam Keperawatan,Jakarta selatan:Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Farmakologi-dalam-
Keperawatan-Komprehensif.pdf
Pembimbing
3.Deskripsi kasus :
Tn. Aumur 53 tahun. Masuk RS dengandiagnosa DM Type 2 Non Obese. Setelah
dilakukan pemeriksaan, ditemukan GDS 224 gr/dL dan nilai HbA1c 10%.Dokter kemudian
menganjurkan untuk pemberian suntik insulin Novorapid 6-6-6 unit/subcutan dan Levemir 0-0-
10 unit/subcutan. Perawat kemudian melakukan pengkajian dan ditemukan bahwa Tn. A telah
mengalami DM sejak 5 tahun yang lalu dan telah 1 tahun terakhir menggunakan suntik
insulin.Dalam melakukan pemberian insulin, hal-hal apa saja yang harus diperhatikan perawat?
Evidence Based
Menurut Gklinis (2004) pasien D M Tipe 2 (DMT2) yang memiliki kontrol glukosa darah yang
tidak baik dengan penggunaan obat antidiabetik oral perlu dipertimbangkan untuk penambahan
insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat oral atau insulin tunggal. Insulin yang diberikan
lebih dini dan lebih agresif menunjukkan hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan dengan
masalah glukotoksitas. Hal tersebut diperlihatkan oleh perbaikan fungsi sel beta pancreas. Insulin
juga memiliki efek lain yang menguntungkan dalam kaitannya dengan komplikasi DM . Terapi
insulin dapat mencegah kerusakan endotel, menekan proses inflamasi, mengurangi kejadian
apoptosis, dan memperbaiki profil lipid. Dengan demikian, secara ringkas dapat dikatakan bahwa
luaran kiinis pasien yang diberikan terapi insulin akan lebih baik. Insulin, terutama insulin
analog, merupakan jenis yang baik, karena memiliki profil sekresi yang sangat mendekati pola
sekresi insulin normal atau fisiologis.
https://journal.uny.ac.id/index.php/medikora/article/view/4680
Pembimbing
4. Deskripsi kasus :
Seorang perempuan usia 54 tahun, dirawat diruang penyakit dalam karena menderita stroke,
saat dilakukan pengkajian didapatkan kelemahan pada tangan kiri dan kaki kiri dengan kekuatan
otot skala 3 mampu mengangkat tangan kiri dan kaki kiri namun tidak dapat melawan tahanan,
Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84 x/mt, Pernafasan 20 x/mt dan Suhu 36,9°C. Jelaskan
teknik ambulasi yang dapat diberikan pada kondisi pasien diatas?
Rencanakan perubahan posisi selama 24 jam Mencegah rasa tidak nyaman pada otot,
Mencegah terjadinya dekubitus,
dan lakukan secara teratur setiap 2 jam
kerusakan saraf superficial dan
(positioning) pembuluh darah, Mencegah kontraktur
dan Mempertahankan tonus otot
Evidence Based
Salah satu bentuk rehabilitasi awal pada penderita stroke adalah dengan
memberikan terapi ambulasi. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan
segera pada pasien stroke dimulai dari bangun dan duduk di sisi tempat tidur, sampai
pasien turun dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan dengan bantuan alat
sesuai kondisi pasien (Roper, 2002). Latihan gerak aktif pada lengan yang sakit atau
lumpuh dengan bantuan tangan yang sehat dapat memperbaiki kesadaran posisi lengan
(Subianto, 2012). Selain positioning penderita dilatih untuk segera mobilisasi dini karena
dengan mobilisasi akan merangsang integrasi neurologik dan merupakan latihan luas
gerak sendi yang sangat baik, sehingga memungkinkan perbaikan fungsi sensori motorik
untuk melakukan pemetaan ulang di area otak yang mengalami kerusakan. Penanganan
yang dini pada penderita stroke akan dapat memberikan hasil yang baik. Berdasarkan
data dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Rumah Sakit Wava Husada
Kepanjen jumlah pasien stroke Oktober – Desember tahun 2012 sebanyak 117 pasien,
sedangkan pada bulan Januari – Agustus tahun 2013 jumlah pasien stroke sebanyak 355
pasien. Jumlah penderita stroke satu bulan terakhir sebanyak 30 pasien. Pasien yang
dirawat hanya mendapatkan pengobatan sampai keadaan pasien lewat dari masa akut dan
belum ada terapi lanjutan sehingga pasien masih belum bisa berjalan, maka dari itu
pasien stroke ini membutuhkan terapi salah satunya adalah Terapi Latihan Ambulasi
yang dikenal dengan exercise therapy ambulation.
Pembimbing
5. Deskripsi kasus :
Seorang laki-laki usia 62 tahun, dirawat diruang High Care Unit (HCU) karena
menderita penyakit jantung, saat dilakukan pengkajian klien mengeluh sesak dan sulit
tidur bila berbaring, Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 88 x/mt, Pernafasan 32 x/mt dan
Suhu 37°C, terpasang oksigen eksternal (nasal canule) 3 liter/menit. Jelaskan posisi yang
tepat diberikan/dianjurkan perawat dengan kondisi pasien diatas?
Tindakan keperawatan dasar yang dilakukan :
Menerapkan posisi Semi Fowler kepada pasien. Semi Fowler merupakan sikap
dalam posisi setengah duduk 15-60 derajat.
Analisa Tindakan
Alasan Tindakan keperawatan dasar tersebut dilakukan pada kasus:
Karena dapat memengaruhi peningkatan saturasi oksigen dan menggunakan gaya
gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen
pada diagfragma.
Tujuan tindakan:
a. Mobilisasi
b. Memberikan perasaan lega pada klien sesak nafas
c. Memudahkan perawatan seperti memberikan makan
d. Mengurangi tegangan intra abdomen dan otot abdomen
e. Memperlancar gerakan pernafasan pada pasien bedrest total
1. Pada saat menempatkan pasien ditempat tidur, pertahankan agar kasur yang
digunakan dapat mendukung tubuh dengan baik
2. Yakinkan bahwa alas tidur tetap bersih dan kering karena alas tidur yang lembab
atau terlipat akan meningkatkan risiko terjadinya ulkus dekubitus.
No Tindakan Rasional
.
3. Letakan kepala klien diatas kasur atau Mencegah kontraktur fleksi pada servikal
bantal yang sangat kecil. vertebra klien.
7. Tempatkan bantal kecil atau gulungan Mencegah tekanan tumit terhadap kasur
handuk dibawah pergelangan kaki. yang berkepanjangan.
1. Evidence Based
Menurut penelitian Julie, (2004) yang berjudul the positioning cardiac output
measurement bahwa posisi tidur klien mempengaruhi keadaan cardiac output klien gagal
jantung. Pengukuran cardiac output merupakan keterampilan kritis yang harus dikuasai
pada saat kline supine, flat, atau adanya perubahan posisi yang signifikan. Hasil
penelitian ini menyebutkan bahwa posisi kepala dielevasikan dengan tempat tidur kurang
lebih 45 derajat akan menjaga (maintenance) cardiac output sehingga sesak napas
berkurang yang pada akhirnya kualitas tidur klien optimal.
http://proquest.umi.com/pdqweb?
index=0&did=57963661&scrhmode=1&sid=37Fmt=2&VInst=PR
Sedangkan menurut Doengoes (1999) bahwa memposisikan pasien dalam semi
fowler akan membantu menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru-
paru maksimal serta mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan
perubahan membran Alveolus. Sehingga dengan posisi semi polar sesak napas berkurang
dan sekaligus akan meningkatkan durasi tidur klien..
Sumber :
Supadi. (2008). Program pasca sarjana fakultas ilmu keperawatan kekhususan
keperawatan medikal bedah universitas Indonesia.Analisis hubungan posisi tidur semi
follower dengan kualitas tidur pada Kelayan gagal jantung di RSUD Banyumas Jawa
tengah,Jakarta: tidak d publikasikan.
Pembimbing
6. Deskripsi kasus :
Seorang laki-laki, usia 69 tahun dirawat di ruang rawat interna dengan keluhan sesak,
batuk berlendir dan susah tidur. Hasil pengkajian: riwayat batuk berlendir sejak 2 tahun yang
lalu, riwayat ketidakpatuhan mengkonsumsi OAT. Hasil pemeriksaan: Nafas pendek, krekels
pada percabangan bronkus, TTV: TD 160/90mmHg, Suhu 37,2oC, Napas: 28x/menit, N:
84x/menit. Tampak terpasang kanula nasal low flow 3L/menit..Identifikasi dan analisis tindakan
apa yang dilakukan pada kasus diatas.
Tindakan keperawatan dasar yang dilakukan : Batuk efektif dan fisioterapi dada
Analisa Tindakan
Alasan Tindakan keperawatan dasar tsb dilakukan pada kasus : Batuk efektik
untuk mengeluarkan dahak secara maksimal sedangkan fisioterapi dada yaitu dilakukan
karena adanya krekels pada percabangan bronkus.
Tujuan tindakan :
Mengeluarkan sekresi jalan napas
Mengalirkan dan mengeluarkan secret yang berlebihan
Menurunkan akumulasi secret pada pasien yang tidak sadar atau lemah
Meningkatkan efisiensi otot-otot pernafasan.
Merangsang terbukanya system kolateral
Meningkatkan distribusi ventilasi
Meningkatkan volume paru dan memfalitasi pembersihan saluran nafas
No TINDAKAN RASIONAL
.
1. Mengatur posisi duduk Mempertahankan kenyamanan pasien
2. Anjurkan klien minum air Hangat Memudahkan pengeluaran secret
3. Meminta klien meletakkan satu tangan Merasakan pergerakan dada dan
diatas dada dan satu tangan diabdomen abdomen ketika ispirasi
4. Meminta klien nafas dalam 4-5 kali Memaksimalkan pengeluaran secret
5. Menjelaskan tujuan prosedur pada Agar keluarga dan klien dapat memahami
klien dan keluarga tujuan tindakan yang dilakukan
Evidence Based :
Perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan
dasar manusia sangatlah diperlukan dalam upaya perawatan pasien dengan PPOK
sehingga kesehatan pasien dapat dioptimalkan kembali. Banyak permasalahan
keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan PPOK, diantaranya adalah gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen akibat penurunan ventilasi
paru (Brunner & Suddart, 2000), sehingga untuk mempertahankan pertukaran gas tetap
adekuat diperlukan tindakan-tindakan keperawatan yang tepat. Salah satu tindakan
mandiri keperawatan guna mempertahankan pertukaran gas adalah mengatur posisi
pasien PPOK. Pengaturan posisi dapat membantu paru mengembang dengan maksimal
sehingga dapat membantu meningkatkan pertukaran gas (Black & Hawks, 2005). Posisi
yang tepat juga dapat meningkatkan relaksasi otot-otot tambahan sehingga dapat
menurunkan usaha bernafas/dispnea (Monahan & Neighbors, 2000).
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-10/20437922-Nieniek%20Ritianingsih.pdf
Pembimbing
7. Deskripsi kasus 7 :
Seorangpasien, usia 54 tahundirawat di ruang interna dengan keluhan batuk berlendir dan
sesak nafas. Klien mengungkapkan bahwa dirinya sangat terganggu karena kesulitan
mengeluarkan sekretnya yang kental.Saat batuk pasien tampak kesulitan.Identifikasi dan analisis
tindakan apa yang dilakukan pada kasus diatas
Tindakan : RasionalTindakan :
Memberikan klien posisi semi/ fowler membantu memaksimalkan ekspansi paru untuk
Tinggi menurunkan upaya pernapasa n.
1. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea Mencegah obstruksi respirasi, penghisap an
2. penghisapan sesuai keperluan. dapat diperluka n bila pasien tidak mampu
3. mengeluar kan secret.
Evidence Based :
Latihan pernapasan merupakan tindakan keperawatan dalam penatalaksanaan pasien
dengan masalah gangguan sistem pernafasan. Termasuk di dalamnya adalah latihan
pernafasan active cycle of breathing. Latihan pernapasan avcive cycle of breathing
merupakan salah satu latihan pernapasan yang selain berfungsi untuk membersihkan
sekret juga dapat mempertahankan fungsi paru.Metode dari rancangan penugasan kajian
ini menggunakan buku teks, buku referensi, jurnal, e-journal (10 tahun terakhir) dengan
menganalis, eksplorasi dan kajian bebas. Pendekatan proses keperawatan yang dilakukan
peneliti meliputi tahapan pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan evalusi
keperawatan kepada pasien. Sedangkan pada kasus kedua pasien sudah teratasi pada hari
ke 3 dibuktikan dengan klien tampak tenang. Kesimpulan yang di dapatkan dalam
pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah mengalami peningkatan dalam mengatasi
kebutuhan oksigen dengan teknik relaksasi nafas dalam. Saran dilanjutkan kepada klien
dan keluarga agar selalu memperhatikan program pengobatan.
https://e-journal.unair.ac.id/JNERS/article/download/4975/3217
Pembimbing
8. Deskripsi kasus :
Seorang laki-laki berusia 58 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan stroke. Hasil
pengkajian ditemukan porsi makan tidak pernah dihabiskan, dan jika diberikan makan
makanan lama dikunyah kadang pada saat makan pasien tersedak. Setelah screening
disfagia + (gangguan otot menelan). Identifikasi dan analisis tindakan apa yang
dilakukan pada kasus diatas.
Tindakan keperawatan dasar yang dilakukan :
pemasangan NGT
Analisa Tindakan
Alasan Tindakan keperawatan dasar tsb dilakukan pada kasus :Karena pasein
mengalami gangguan otot pencernaan
Tujuantindakan :
Auskultasi kuadran kiri atas abdomen saat Memastikan selang berada tepat di dalam lambung
menginjeksikan udara 10-20 ml.
Evidence Based :
Menurut Robert C knies dalam tulisanya (confirming safe placement of nasogastric tubes) mengatakan
bahwa memberikan nutrisi dan obat-obatan kepda pasien yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan ,
cairan dan obat-obatan secara oral. Juga digunakan untuk mengeluarkan isi lambung (chistine, 2001) insersi
selang nasogastric meliputi pemasangan selang plastic lunak melalui nasofaring klien berongga yang
memungkinkan baik pembuangan secret gastik dan pemasukan cairan kedalam lambung
Sumber : https://anitafikumj.files.wordpress.com/2015/07/jurnal-ngt-final.pdf
Pembimbing
9.Deskripsi kasus :
Analisa Tindakan
Karena pasien mengalami gangguan kesehatan mulut yaitu mukositis, dimana pasien
mengalami kesulitan menelan sehingga aktivitas seperti pemberian makan dan juga obat-
obatan tidak di berikan melalui oral atau mulut.
Tujuan tindakan :
a. Setelah melakukan pembersihan atau menerapkan oral care pada pasien diharapkan
mukositis yang di derita pasien akan menjadi berkurang, setra saat menelan makan n
atau obat-obatan pasien tidak merasa kesakitan.
b. Setelah melakukan terapi atau pengobahan diharapkan HB dari pasien dapat meningkat
dan membuat kondisi kesehatan pasien menjadi lebih baik.
c. Melalui pemasangan selang NGT Diharapkan pasien tetap mendapatkan makanan dan
juga obat-obatan dengan baik, utamanya berat badan pasien menjadi lebih normal dan
kondisi pasien tidak tampak lemah.
Evidence Based
Mukositis oral merupakan salah satu efek samping kemoterapi maupun radioterapi yang
sering terjadi, dan berpengaruh secara signifikan pada aspek fisik maupun psikologis pada pasien
yang menjalani pengobatan kanker. Mukositis oral mempengaruhi kualitas hidup pasien , bahkan
dapat mengancam nyawa karena infeksi berat dan menimbulkan tertundanya ataupun tidak
tuntasnya pengobatan antikanker (Cawley & Benson, 2005; Bensinger, 2008; Gupta,
2013).Penatalaksanaan farmakologis mukositis oral dapat dilakukan melalui empat tindakan,
yaitu debridemen oral, dekontaminasi oral, manajemen topikal, dan mengontrol peradarahan.
Debridemen oral dilakukan dengan melepaskan pseudomembran dari lesi, dan perlu dilakukan
secara hati-hati karena pasien mukositis oral biasanya disertai dengan trombositopenia dan
neutropenia yang berisiko terjadinya perdarahan dan infeksi. Selanjutnya dekontaminasi oral
dilakukan dengan memberikan regimen antifungal, antibakteri, atau antiseptik, namun
kandungan kimia dari agen tersebut dapat menimbulkan mukosa oral kering dan mudah iritasi.
Manajemen topikal digunakan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien baik lokal
ataupun sistemik. Terakhir untuk mengontrol perdarahan, pasien diberikan antifibrinolitik
(Gupta, 2013; Lallaet al., 2014).Penatalaksanaan non farmakologis dapat dilakukan dengan
berbagai upaya, antara lain perawatan mulut, pengaturan diet, dan pencegahan infeksi.Perawatan
mulut merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kesehatan dan integritas mukosa
mulut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rubenstein et al. (2004), yaitu
intervensi perawatan mulut dapat meminimalkan risiko mukositis akibat kemoterapi karena dapat
mengurangi bakteri dan jamur sehingga meminimalkan risiko infeksi, mengurangi nyeri, dan
perdarahan. Menurut Saldanha dan Almeida(2014).
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/3eef1ac8d3e8d693a2464756e03c03da.pdf
http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/download/105/95
Pembimbing
)
KASUS 10
10.
Ny H, 57 tahun, datangdenganluka kaki diabetes pada kaki kanan plantar jarike 3. GDS 254 mg/dl, Hb 7 g/dl.
tahun yang lalu, dan saatinimenggunaanterapi insulin. Riwayat lukasebelumnyatahun 2012 pada kaki
Menurutpasienlukadiawalikarenapenggunaansepatu yang sempit.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Luka : Terdapat ulkus pada permukaan kulit bagian kaki kanan pasien
Dengan kerusakan kulit yang mencapai otot dan tulang.
Masalah Luka : Luka tersebut termasuk kedalam ulkus DM Grade II dengan kerusakan
kulit mencapai otot dan tulang
ANALISA TINDAKAN
Deskripsi kasus
Seeorang wanita berumur 57 tahun datangdenganluka kaki diabetes pada kaki kananGDS
254 mg/dl, Hb& g/dl, sertariwayatpenyakit DM 11 tahun yang lalu,
jugaterdapatriwayatlukapadatahun 2012 pada kaki kanan lateral pasien.
2. Analisa Tindakan
Alasan Tindakan keperawatan dasar tsb dilakukanpada kasus
Perawatan luka meliputi proses penggantian balutan lama, pengkajian masalah luka,
perawatan luka, evaluasi hasil perawatan, dan aplikasi balutan.
Tujuantindakan
Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing atau menjaga
agar luka senantiasa dalam keadaan lembab. Bila ulkus memproduksi secret banyak maka
untuk pembalut (dressing) digunakan yang bersifat absorben.Sebaliknya bila ulkus kering
maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan ulkus.Bila ulkus cukup lembab,
maka dipilih pembalut ulkus yang dapat mempertahankan kelembaban.Pengeloaan Ulkus
Kaki Diabetes hendaknya dilakukan melalui pendekatan patofisiologi.Prinsip pengelolaan
UKD secara terpadu ialah adekuasi penanganan iskemia, debridemen, penanganan luka,
offloading, penanganan bedah, penanganan komorbiditas, menurunkan risiko
kekambuhan dan penanganan infeksi.
Sumber :
Yuanita A.Langgi,(2011),Penatalaksanaan Ulkus Diabetes Secara Terpadu:Jurnal
Biomedika,vol 3(2),hh 95-101
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/viewFile/864/682
Pembimbing