Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN

Identifikasi dan Analisis Kasus

EARLY EXPOSURE

Mata kuliah Keperawatan Dasar 2

Dosen Pembimbing : Ns.Framita Rahman,S.Kep., MN

DISUSUN OLEH:

ILFA ZAHRA

R011191074

KELAS REGULER B

PRODI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2020
KASUS 1

1. Dekskripsi kasus :
Seorang perempuan berusia 40 tahun sudah mengalami pra menopause dating ke poliklinik
bedah untuk melakukan pemeriksaan skirining mammogram. Hasil pemeriksaan tekanan darah
120/80 mmHg, Nadi: 80 kali/menit, Suhu 37 0C, pernafasan 20 kali/menit. Setelah mammogram
ditemukan hasil abnormalitas pada payudara kanan. Pasien telah menjalani biopsy menunjukkan
adanya kanker payudara. Pasien rencana akan dilakukan tindakan pembedahan mastektomi pada
payudara kanan. Apakah yang perlu dilakukan untuk persiapan perioperative?
Tindakan keperawatan dasar yang dilakukan: Memberi edukasi tentang gangguan Body Image
 Analisa tindakan
Alasan tindakan keperawatan dasar tersebut dilakukan pada kasus : pemberian edukasi
tentang gangguan body image (citra tubuh) mencegah potensial gangguan citra tubuh yang
berhubungan dengan efek pembedahan serta menarik diri yang berhubungan dengan
penampilan.
Tujuan tindakan :
 Kepercayaan diri kembali normal.
 Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya
 Pasien dapat mengindentifikasi potensi (aspek Positif)
 Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh
 Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.

Prinsip dan Rasional tindakan :

N TINDAKAN RASIONAL
O
1 Diskusikan dengan kilen atau orang Membantu dalammemastikan masalah
terdekat terhadap penyakitnya untuk memulai proses pemecahan
masalah
2 Tinjau ulang efek pembedahan Bimbingan antisipasi dapat membantu
pasien memulai proses adaptasi
3 Berikan dukungan emosi klien Klien bisa menerima keadaan dirinya
4 Anjurkan keluarga klien untuk selalu Klien dapat merasa masih ada orang
mendampingi klien yang memperhatikannya

2. Evidence based
Pada penelitian yang dilakukan pada 41 pasien post op masektomi, sebanyak 22 rsponden
mengalami gangguan citra tubuh, sedangkan 19 lainnya tidak. Peneliti berasumsi bahwa
rsponden yang memiliki citra tubuh negatif mungkin dapat disebabkan responden masih belum
menerima dengan perubahan struktur tubuh yang terjadi pada dirinya. Sedangkan padda
responden yang memiliki citra tubuh positif mungkin di sebabkan karena responden merasa
mendapatkan perhatian dari keluarga dan orang-orang sekitarnya sehingga responden merasa
lebih percaya diri terhadap kondisi tubuhnya.
Sari (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dukungan sosial yang diberikan kepada
pasien masektomi akan berpengaruh dalam mengatasi keadaan psikologis seseorang, terutama
pada klien yang mengalami kanker payudara dan sedang menjalani tindakan pengobatan.
Tekanan psikologi yang dialami pasien kanker payudara dapat memperburuk kondisinya,
sehingga dukungan sosial sangat dibutuhkan dalam membantu proses penyembuhan dan
mengatasi tekanan psikologis yang dialami klien.

Sumber : Rika Tri Puspita, Nurul Huda, Safri (2017) Hubungan Dukungan Sosial dengan
Citra Tubuh Pasien Kanker Payudara Post Op Masektomi. (Jurnal Ners Indonesia, Vol.8 N0.1)

https://www.researchgate.net/publication/333676131_Hubungan_dukungan_sosial_dengan_citr
a_tubuh_pasien_mastektomi.

Pembimbing

(Ns.Framita Rahman,S.Kep., MN)


KASUS 2

2. Deskripsi kasus :

Ny. N umur 40 tahun, masuk RS dengan keluhan lemas dan perdarahan pervaginam. Hasil
pemeriksaan darah rutin memperlihatkan leukositosis dengan nilai WBC 31x103 UL dan HGB
5.7 gr/dL (anemia). Hasil pemeriksaan USG abdomen memperlihatkan adanya asites dan
CaServix. Untuk menghentikan perdarahan saat ini pasien terpasang larutan Cocktail pada
lengan kiri per IV. Setelah melakukan visite dokter menyarankan untuk pemberian obat
antibiotic Levofloxacin dan Ceftriaxone dengan terlebih dahulu melakukan skin test.

 Tindakan keperawatan dasar yang dilakukan : Melakukan skin test melalui injeksi
intracutan.
 Analisa Tindakan
Alasan Tindakan keperawatan dasar tsb dilakukan pada kasus : Untuk
mengetahui apakah pasien memiliki alergi terhadap obat antibiotik Levofloxacin dan
Ceftriaxone.
Tujuan tindakan : Mengetahui apakah ada reaksi alergi pasien terhadap obat yang
akan diberikan.
Prinsip dan Rasional Tindakan :

Prinsip Rasional
Melakukan palpasi pada daerah yang Menghindari daerah yang terdapat
akan diinjeksikan. edema, jaringan parut, nyeri tekan, massa
agar tidak memperparah keadaan pasien.
Membersihkan daerah yang akan Untuk mencegah infeksi karena
diinjeksi menggunakan alkohol. kuman/bakteri dikulit.
Menandai daerah yang telah diinjeksikan. Untuk mengobservasi adanya reaksi
alergi.

Evidence Based

Perawat mengatur aktivitas perawatan untuk memastikan bahwa teknik pemberian obat aman.
Perawat juga dapat merencanakan untuk menggunakan waktu selama memberikan obat. Pada
situasi klien belajar menggunakan obat secara mandiri, perawat dapat merencanakan untuk
menggunakan semua sumber pengajaran yang tersedia. Apabila klien dirawat di rumah
sakit,sangat penting bagi perawat untuk tidak menunda pemberian instruksi sampai hari
kepulangan klien. Berbagai teknik yang dilakukan perawat untuk memberikan obat kepada
pasien, salah satunya adalah injeksi intrakutan. Injeksi intrakutan adalah injeksi kedalam jaringan
kulit. Absorpsi obat lambat, dan baik untuk melihat respon alergi setempat, mendapatkan
kekebalan (vaksin BCG) dan anastesi lokal.
Sumber : Lestari siti,2016.Farmakologi Dalam Keperawatan,Jakarta selatan:Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Farmakologi-dalam-
Keperawatan-Komprehensif.pdf

Pembimbing

(Ns.Framita Rahman,S.Kep., MN)


KASUS 3

3.Deskripsi kasus :
Tn. Aumur 53 tahun. Masuk RS dengandiagnosa DM Type 2 Non Obese. Setelah
dilakukan pemeriksaan, ditemukan GDS 224 gr/dL dan nilai HbA1c 10%.Dokter kemudian
menganjurkan untuk pemberian suntik insulin Novorapid 6-6-6 unit/subcutan dan Levemir 0-0-
10 unit/subcutan. Perawat kemudian melakukan pengkajian dan ditemukan bahwa Tn. A telah
mengalami DM sejak 5 tahun yang lalu dan telah 1 tahun terakhir menggunakan suntik
insulin.Dalam melakukan pemberian insulin, hal-hal apa saja yang harus diperhatikan perawat?

 Tindakan keperawatan dasar yang dilakukan : Melakukan injeksi subkutan dalam


pemberian obat insulin
 Analisa Tindakan
Alasan Tindakan keperawatan dasar tsb dilakukan pada kasus :Untuk membantu
mengontrol gula darah pada pasien serta menjaga agar kadar gula dalam darah tetap
dalam keadaan normal.
Tujuan tindakan
 Mempercepat penyembuhan
 Menjaga agar kadar gula dalam darah tetap dalam keadaan normal
 Membantu untuk mengontrol gula darah pada pasien diabetes
 Mengurangi komplikasi dari gula darah tinggi
 Memenuhi pasokan insulin pada penderita diabetes

Prinsip dan Rasional Tindakan :

PRINSIP TINDAKAN RASIONAL


Memeriksa apakah Novolet berisi tipe insulin Menerapkan prinsip pemberian obat 6 benar
yang sesuai dengan kebutuhan.
Memilih lokasi suntikan. Periksa apakah -Mencegah terjadinya infeksi dan menjaga
diperlukaan kulitnya terdapat kebiruan,dan kebersihan sebelum dilakukan tindakan
inflamasi,atau edema -Agar klien tidak merasa sakit dan
mempermudah melakukan penusukan
Mendesinfeksi area penyuntikan dengan kapas -Mencegah transmisi mikroorganisme
alcohol/alcohol swab,dimulai dari bagian -Menjaga kebersihan dan Kenyamanan
tengah secara sirkuler ± 5 cm
Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan Menghindari terjadinya iritasi dilokasi
insulin. penyuntikan yang mempengaruhi penyerapan
insulin
Mencubit kulit tempat area penyuntikan pada Memastikan obat masuk ke area subcutan
klien yang kurus dan regangkan kulit pada
klien yang gemuk dengan tangan yang tidak
dominan
Tahan jarum Insulin pen selama 5-10 detik Agar insulin masuk kedalam tubuh secara
didalam kulit klien sebelum dicabut supaya maksimal dan tidak ada insulin yang terbuang.
tidak ada sisa obat yang terbuang
Mencabut jarum dengan cepat, tidak boleh Agar tidak menghambat penyerapan insulin.
dimassage, hanya dilalukan penekanan pada
area penyuntikan dengan menggunakan kapas
alkohol.

Evidence Based

Menurut Gklinis (2004) pasien D M Tipe 2 (DMT2) yang memiliki kontrol glukosa darah yang
tidak baik dengan penggunaan obat antidiabetik oral perlu dipertimbangkan untuk penambahan
insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat oral atau insulin tunggal. Insulin yang diberikan
lebih dini dan lebih agresif menunjukkan hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan dengan
masalah glukotoksitas. Hal tersebut diperlihatkan oleh perbaikan fungsi sel beta pancreas. Insulin
juga memiliki efek lain yang menguntungkan dalam kaitannya dengan komplikasi DM . Terapi
insulin dapat mencegah kerusakan endotel, menekan proses inflamasi, mengurangi kejadian
apoptosis, dan memperbaiki profil lipid. Dengan demikian, secara ringkas dapat dikatakan bahwa
luaran kiinis pasien yang diberikan terapi insulin akan lebih baik. Insulin, terutama insulin
analog, merupakan jenis yang baik, karena memiliki profil sekresi yang sangat mendekati pola
sekresi insulin normal atau fisiologis.

Sumber : Rismayanthi Cerika,(2010),Terapi Insulin Sebagai Alternatif Pengobatan Bagi


Penderita Diabetes,vol.7 No. 2,hh 29-36

https://journal.uny.ac.id/index.php/medikora/article/view/4680

Pembimbing

(Ns.Framita Rahman,S.Kep., MN)


KASUS 4

4. Deskripsi kasus :

Seorang perempuan usia 54 tahun, dirawat diruang penyakit dalam karena menderita stroke,
saat dilakukan pengkajian didapatkan kelemahan pada tangan kiri dan kaki kiri dengan kekuatan
otot skala 3 mampu mengangkat tangan kiri dan kaki kiri namun tidak dapat melawan tahanan,
Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 84 x/mt, Pernafasan 20 x/mt dan Suhu 36,9°C. Jelaskan
teknik ambulasi yang dapat diberikan pada kondisi pasien diatas?

 Tindakan keperawatan dasar yang dilakukan


Ambulasi dini: tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien stroke dimulai
dari bangun dan duduk di sisi tempat tidur, sampai pasien turun dari tempat tidur,
berdiri dan mulai belajar berjalan dengan bantuan alat sesuai kondisi pasien. Latihan
gerak aktif pada lengan yang sakit atau kaku dengan bantuan tangan yang sehat dapat
memperbaiki kesadaran posisi lengan.
 Analisa Tindakan
Alasan Tindakan keperawatan dasar tsb dilakukan pada kasus:
- Mempertahankan tonus otot, memelihara dan meningkatkan pergerakan dari
persendian
- Mengurangi komplikasi respirasi dan sirkulasi
- Mengurangi tekanan pada kulit/decubitus
- Penurunan intensitas nyeri
- Memperathankan kondisi homeostatis dari frekuensi nadi dan suhu

Tujuan tindakan : Ambulasi dilakukan untuk mempertahankan kekuatan otot dan


meningkatkan kemampuan perempuan berusia 54 tahun di atas untuk melakukan aktivitas
berjalannya setelah lewat dari masa akut perawatannya.
Prinsip dan RasionalTindakan :

Prinsip Rasional Tindakan


Ambulasi dini Pasien yang dirawat hanya
- Duduk diatas tempat tidur mendapatkan pengobatan sampai
keadaan pasien lewat dari masa akut
- Duduk di tepi tempat tidur dan belum ada terapi lanjutan sehingga
- Memindahkan Pasien dari Tempat pasien masih belum bisa berjalan, maka
dari itu pasien stroke ini membutuhkan
Tidur ke Kursi Terapi Latihan Ambulasi
- Membantu Berjalan
- Memindahkan Pasien dari Tempat
Tidur ke Brancard
- Melatih Berjalan dengan menggunakan
Alat Bantu Jalan

Range Of Motion Menggunakan prinsip Berguna menjaga kelenturan otot dan


RentangGerakPasif persendian dengan menggerakkan otot
orang lain secara pasif. Dengan
Rasional dilakukannya hal tersebut
karena perempuan pada kasus tersebut
menderita stroke artinya tidak dapat
menggerakkan tubuhnya sendiri. Oleh
karena itu, diperlukan bantuan perawat
dalam latihan Range Of Motion.

Rencanakan perubahan posisi selama 24 jam Mencegah rasa tidak nyaman pada otot,
Mencegah terjadinya dekubitus,
dan lakukan secara teratur setiap 2 jam
kerusakan saraf superficial dan
(positioning) pembuluh darah, Mencegah kontraktur
dan Mempertahankan tonus otot

Evidence Based
Salah satu bentuk rehabilitasi awal pada penderita stroke adalah dengan
memberikan terapi ambulasi. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan
segera pada pasien stroke dimulai dari bangun dan duduk di sisi tempat tidur, sampai
pasien turun dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan dengan bantuan alat
sesuai kondisi pasien (Roper, 2002). Latihan gerak aktif pada lengan yang sakit atau
lumpuh dengan bantuan tangan yang sehat dapat memperbaiki kesadaran posisi lengan
(Subianto, 2012). Selain positioning penderita dilatih untuk segera mobilisasi dini karena
dengan mobilisasi akan merangsang integrasi neurologik dan merupakan latihan luas
gerak sendi yang sangat baik, sehingga memungkinkan perbaikan fungsi sensori motorik
untuk melakukan pemetaan ulang di area otak yang mengalami kerusakan. Penanganan
yang dini pada penderita stroke akan dapat memberikan hasil yang baik. Berdasarkan
data dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Rumah Sakit Wava Husada
Kepanjen jumlah pasien stroke Oktober – Desember tahun 2012 sebanyak 117 pasien,
sedangkan pada bulan Januari – Agustus tahun 2013 jumlah pasien stroke sebanyak 355
pasien. Jumlah penderita stroke satu bulan terakhir sebanyak 30 pasien. Pasien yang
dirawat hanya mendapatkan pengobatan sampai keadaan pasien lewat dari masa akut dan
belum ada terapi lanjutan sehingga pasien masih belum bisa berjalan, maka dari itu
pasien stroke ini membutuhkan terapi salah satunya adalah Terapi Latihan Ambulasi
yang dikenal dengan exercise therapy ambulation.

Source: Nurjanah Anita,2016,Efektivitas Terapi Latihan Ambulasi Terhadap Tingkat


Mobilitas Pasien Stroke Dirumah Sakit Wava Husada Kepanjen [skripsi],Malang
(ID):Universitas Muhammadiyah Malang. http://eprints.umm.ac.id/25878

Kelemahan otot merupakan dampak terbesar pada pasien stroke. Guna


mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, mobilitas persendian, dan menstimulasi
sirkulasi, maka diperlukan Range Of Motion (ROM). Peningkatan angka kejadian stroke
dan kecacatan yang ditimbulkan dapat diatasi dengan Range of Motion(ROM). Terdapat
pengaruh antara Range Of Motion (ROM) terhadap kekuatan otot pada pasien stroke
karena setiap responden mengalami peningkatan skala kekuatan otot. Dari penjelasan
terkait hal di atas dapat disimpulkan bahwa gerak sendi pasien harus dilatih untuk
mempertahankan tonus otot dan fungsi tubuh guna memenuhi kebutuhan dasar pasien.
Source: Susanti,Difran Novel Bastara,(2019),”Pengaruh Range Of Motion Terhadap
Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke”:Jurnal Kesehatan Vokasional,vol.4(6):112-
116 ,https://jurnal.ugm.ac.id/jkesvo/article/download/44497/24660

Pembimbing

(Ns.Framita Rahman,S.Kep., MN)


KASUS 5

5. Deskripsi kasus :

Seorang laki-laki usia 62 tahun, dirawat diruang High Care Unit (HCU) karena
menderita penyakit jantung, saat dilakukan pengkajian klien mengeluh sesak dan sulit
tidur bila berbaring, Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 88 x/mt, Pernafasan 32 x/mt dan
Suhu 37°C, terpasang oksigen eksternal (nasal canule) 3 liter/menit. Jelaskan posisi yang
tepat diberikan/dianjurkan perawat dengan kondisi pasien diatas?
 Tindakan keperawatan dasar yang dilakukan :
Menerapkan posisi Semi Fowler kepada pasien. Semi Fowler merupakan sikap
dalam posisi setengah duduk 15-60 derajat.

 Analisa Tindakan
Alasan Tindakan keperawatan dasar tersebut dilakukan pada kasus:
Karena dapat memengaruhi peningkatan saturasi oksigen dan menggunakan gaya
gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen
pada diagfragma.
Tujuan tindakan:
a. Mobilisasi
b. Memberikan perasaan lega pada klien sesak nafas
c. Memudahkan perawatan seperti memberikan makan
d. Mengurangi tegangan intra abdomen dan otot abdomen
e. Memperlancar gerakan pernafasan pada pasien bedrest total

Prinsip dan Rasional Tindakan :


Prinsip:

1. Pada saat menempatkan pasien ditempat tidur, pertahankan agar kasur yang
digunakan dapat mendukung tubuh dengan baik

2. Yakinkan bahwa alas tidur tetap bersih dan kering karena alas tidur yang lembab
atau terlipat akan meningkatkan risiko terjadinya ulkus dekubitus.

3. Letakkan alat-alat bantu ditempat-tempat yang membutuhkan, sesuai dengan jenis


posisi
4. Jangan meletakkan satu bagian tubuh diatas bagian tubuh yang lain, terutama
dengan daerah penonjolan tulang.

5. Rencanakan perubahan posisi selama 24 jam dan lakukan secara teratur.


( Yulia Suparmi, 2008 )

No Tindakan Rasional
.

1. Baringkan klien terlentang dengan Mencegah klien meluncur kearah kaki


kepalanya dekat papan kepala tempat tidur ketika bagian kepala tempat
tidur ditinggikan.

2. Tinggikan kepala tempat tidur 45 sampai Meningkatkan kenyamanan klien


60 derajat. memperbaiki pernafasan, dan
meningkatka kesempatan untuk
bersosialisasi, rileks atau menonton
televisi.

3. Letakan kepala klien diatas kasur atau Mencegah kontraktur fleksi pada servikal
bantal yang sangat kecil. vertebra klien.

4. Gunakan bantal untuk menyangga tangan Mencegah dislokasi bahu kebawah


dan lengan klien bila klien tidak karena tarikan gravitasi dari lengan yang
mempunyai control volunteer atau tidak disangga, meningkatkan sirkulasi
menggunakan lengan dan tangan. dengan mencegah pengumpulan darah
dalam vena, menurunkan edema pada
lengan dan tangan, dan mencegah
kontraktur fleksi pergelangan tangan

5. Letakkan bantal pada punggung bawah Menyangga vertebra lumbar dan


klien. menurunkan fleksi vertebra.

6. Tempatkan bantal kecil atau gulangan Mencegah hiperekstensi lututdan oklusi


handuk dibawah paha klien,. Bila arteri popliteal yang disebabkan oleh
ekstremitas bawah pasien mengalami tekanan dari berat badan. Gulungan
paralisa atau ia tidak mampu untuk trokanter untuk mencegah rotasi tungkai.
mengontrol ekstremitas bawah, gunakan
gulungan trokanter selain tambahan
bantal dibawah panggulnya.

7. Tempatkan bantal kecil atau gulungan Mencegah tekanan tumit terhadap kasur
handuk dibawah pergelangan kaki. yang berkepanjangan.

8. Tempatkan papan kaki pada dasar kaki Mempertahankan kaki dorsofleksi.


pasien. Menurunkan resiko drop-floot.

1. Evidence Based
Menurut penelitian Julie, (2004) yang berjudul the positioning cardiac output
measurement bahwa posisi tidur klien mempengaruhi keadaan cardiac output klien gagal
jantung. Pengukuran cardiac output merupakan keterampilan kritis yang harus dikuasai
pada saat kline supine, flat, atau adanya perubahan posisi yang signifikan. Hasil
penelitian ini menyebutkan bahwa posisi kepala dielevasikan dengan tempat tidur kurang
lebih 45 derajat akan menjaga (maintenance) cardiac output sehingga sesak napas
berkurang yang pada akhirnya kualitas tidur klien optimal.
http://proquest.umi.com/pdqweb?
index=0&did=57963661&scrhmode=1&sid=37Fmt=2&VInst=PR
Sedangkan menurut Doengoes (1999) bahwa memposisikan pasien dalam semi
fowler akan membantu menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paru-
paru maksimal serta mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan
perubahan membran Alveolus. Sehingga dengan posisi semi polar sesak napas berkurang
dan sekaligus akan meningkatkan durasi tidur klien..

Pemberian posisi semu fowler akan mengakibatkan peningkatan venous return ke


jantung tidak terjadi secara cepat (Tjokronegoro, 1998; Smeltzer, 2005; Sudoyo,et all,
2006). Venous return yang lambat maka peningkatan jumlah cairan yang masuk ke paru
berkurang sehingga udara di alveoli mampu mengabsorbsi oksigen atmosphere

Sumber :
Supadi. (2008). Program pasca sarjana fakultas ilmu keperawatan kekhususan
keperawatan medikal bedah universitas Indonesia.Analisis hubungan posisi tidur semi
follower dengan kualitas tidur pada Kelayan gagal jantung di RSUD Banyumas Jawa
tengah,Jakarta: tidak d publikasikan.

Pembimbing

(Ns.Framita Rahman,S.Kep., MN)


KASUS 6

6. Deskripsi kasus :

Seorang laki-laki, usia 69 tahun dirawat di ruang rawat interna dengan keluhan sesak,
batuk berlendir dan susah tidur. Hasil pengkajian: riwayat batuk berlendir sejak 2 tahun yang
lalu, riwayat ketidakpatuhan mengkonsumsi OAT. Hasil pemeriksaan: Nafas pendek, krekels
pada percabangan bronkus, TTV: TD 160/90mmHg, Suhu 37,2oC, Napas: 28x/menit, N:
84x/menit. Tampak terpasang kanula nasal low flow 3L/menit..Identifikasi dan analisis tindakan
apa yang dilakukan pada kasus diatas.

 Tindakan keperawatan dasar yang dilakukan : Batuk efektif dan fisioterapi dada
 Analisa Tindakan
Alasan Tindakan keperawatan dasar tsb dilakukan pada kasus : Batuk efektik
untuk mengeluarkan dahak secara maksimal sedangkan fisioterapi dada yaitu dilakukan
karena adanya krekels pada percabangan bronkus.
Tujuan tindakan :
 Mengeluarkan sekresi jalan napas
 Mengalirkan dan mengeluarkan secret yang berlebihan
 Menurunkan akumulasi secret pada pasien yang tidak sadar atau lemah
 Meningkatkan efisiensi otot-otot pernafasan.
 Merangsang terbukanya system kolateral
 Meningkatkan distribusi ventilasi
 Meningkatkan volume paru dan memfalitasi pembersihan saluran nafas

Prinsip dan Rasional Tindakan :

No TINDAKAN RASIONAL
.
1. Mengatur posisi duduk Mempertahankan kenyamanan pasien
2. Anjurkan klien minum air Hangat Memudahkan pengeluaran secret
3. Meminta klien meletakkan satu tangan Merasakan pergerakan dada dan
diatas dada dan satu tangan diabdomen abdomen ketika ispirasi
4. Meminta klien nafas dalam 4-5 kali Memaksimalkan pengeluaran secret
5. Menjelaskan tujuan prosedur pada Agar keluarga dan klien dapat memahami
klien dan keluarga tujuan tindakan yang dilakukan

Evidence Based :
Perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan
dasar manusia sangatlah diperlukan dalam upaya perawatan pasien dengan PPOK
sehingga kesehatan pasien dapat dioptimalkan kembali. Banyak permasalahan
keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan PPOK, diantaranya adalah gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen akibat penurunan ventilasi
paru (Brunner & Suddart, 2000), sehingga untuk mempertahankan pertukaran gas tetap
adekuat diperlukan tindakan-tindakan keperawatan yang tepat. Salah satu tindakan
mandiri keperawatan guna mempertahankan pertukaran gas adalah mengatur posisi
pasien PPOK. Pengaturan posisi dapat membantu paru mengembang dengan maksimal
sehingga dapat membantu meningkatkan pertukaran gas (Black & Hawks, 2005). Posisi
yang tepat juga dapat meningkatkan relaksasi otot-otot tambahan sehingga dapat
menurunkan usaha bernafas/dispnea (Monahan & Neighbors, 2000).

Sumber : Nieniek Ritianigsih.2008.Pengaruh Posisi Duduk High Fowler Dan Orthopneic


Terhadap Fungsi Ventilasi Paru Pada Asuhan Keperawatan Pasien PPOK Di Rs.Paru
Dr.M.Goenawan Partowidigdo Bogor [Tesis].Depok (ID):Universitas Indonesia

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-10/20437922-Nieniek%20Ritianingsih.pdf

Pembimbing

(Ns.Framita Rahman,S.Kep., MN)


KASUS 7

7. Deskripsi kasus 7 :
Seorangpasien, usia 54 tahundirawat di ruang interna dengan keluhan batuk berlendir dan
sesak nafas. Klien mengungkapkan bahwa dirinya sangat terganggu karena kesulitan
mengeluarkan sekretnya yang kental.Saat batuk pasien tampak kesulitan.Identifikasi dan analisis
tindakan apa yang dilakukan pada kasus diatas

 Tindakankeperawatan dasar yang dilakukan: Berikan klien posisi semi/fowler


tinggi,Bersihkan sekret dari mulut dan trakea penghisapan sesuai keperluan,Diskusikan
perbedaan individu dalam kebutuhan tidur berdasarkan hal usia tingkat aktivitas, gaya
hidup tingkat stress
 Analisa Tindakan
Alasan Tindakan keperawatan dasar tsb dilakukanpada kasus :
Karena klien mengeluh batuk berlendir ,Sesak nafas dan menganggu kenyaman klien di
karenakan oleh factor sekret yang kental.
Tujuantindakan :

 Tindakan keperawatan yang dilakukan diharapkan bersihan jalan napas efektif


dengan KH : pasien dapat mempertahankan jalan napas dan mengeluarkan sekret
tanpa bantuan
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur terpenuhi dengan
KH: pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun

Prinsip dan RasionalTindakan :

Tindakan : RasionalTindakan :

Memberikan klien posisi semi/ fowler membantu memaksimalkan ekspansi paru untuk
Tinggi menurunkan upaya pernapasa n.

1. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea Mencegah obstruksi respirasi, penghisap an
2. penghisapan sesuai keperluan. dapat diperluka n bila pasien tidak mampu
3. mengeluar kan secret.

Diskusikan perbedaan individu dalam Perbedaan usia dapat mempengaruhi kebutuhan


kebutuhan tidur berdasarkan halusia tidur
tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat
stress karena Gangguan pola istirahat
tidur

Evidence Based :
Latihan pernapasan merupakan tindakan keperawatan dalam penatalaksanaan pasien
dengan masalah gangguan sistem pernafasan. Termasuk di dalamnya adalah latihan
pernafasan active cycle of breathing. Latihan pernapasan avcive cycle of breathing
merupakan salah satu latihan pernapasan yang selain berfungsi untuk membersihkan
sekret juga dapat mempertahankan fungsi paru.Metode dari rancangan penugasan kajian
ini menggunakan buku teks, buku referensi, jurnal, e-journal (10 tahun terakhir) dengan
menganalis, eksplorasi dan kajian bebas. Pendekatan proses keperawatan yang dilakukan
peneliti meliputi tahapan pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan evalusi
keperawatan kepada pasien. Sedangkan pada kasus kedua pasien sudah teratasi pada hari
ke 3 dibuktikan dengan klien tampak tenang. Kesimpulan yang di dapatkan dalam
pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah mengalami peningkatan dalam mengatasi
kebutuhan oksigen dengan teknik relaksasi nafas dalam. Saran dilanjutkan kepada klien
dan keluarga agar selalu memperhatikan program pengobatan.

Sumber : Sukartini Tintin,Sriyono,Sasmita Widia Iwan.(2008).ACTIVE CYCLE


OF BREATHING MENURUNKAN KELUHAN SESAK NAFAS PENDERITA
TUBERKULOSIS PARU.Vol.3(1).hh 21-25

https://e-journal.unair.ac.id/JNERS/article/download/4975/3217

Pembimbing

(Ns.Framita Rahman,S.Kep., MN)


KASUS 8

8. Deskripsi kasus :

Seorang laki-laki berusia 58 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan stroke. Hasil
pengkajian ditemukan porsi makan tidak pernah dihabiskan, dan jika diberikan makan
makanan lama dikunyah kadang pada saat makan pasien tersedak. Setelah screening
disfagia + (gangguan otot menelan). Identifikasi dan analisis tindakan apa yang
dilakukan pada kasus diatas.
 Tindakan keperawatan dasar yang dilakukan :
pemasangan NGT
 Analisa Tindakan
Alasan Tindakan keperawatan dasar tsb dilakukan pada kasus :Karena pasein
mengalami gangguan otot pencernaan
Tujuantindakan :

- Agar nutrisi pasien tetapterjaga


- Mencegah distensi gaster
- Memasukan makkanan ,obat pasein yang tidak bisa dimakan melalui mulut
melalui ngt
-
Prinsip dan RasionalTindakan :

Prinsip Rasional Tindakan


Menginstruksikan klien untuk memfleksikan Fleksi kepala dan menelan membantu agar selang
kepalanya dan meminta klien menelan saat selang NGT tidak masuk ke trakea dan tepat masuk
berada diatas orofaring esophagus dan lambung.

Auskultasi kuadran kiri atas abdomen saat Memastikan selang berada tepat di dalam lambung
menginjeksikan udara 10-20 ml.
Evidence Based :

Menurut Robert C knies dalam tulisanya (confirming safe placement of nasogastric tubes) mengatakan
bahwa memberikan nutrisi dan obat-obatan kepda pasien yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan ,
cairan dan obat-obatan secara oral. Juga digunakan untuk mengeluarkan isi lambung (chistine, 2001) insersi
selang nasogastric meliputi pemasangan selang plastic lunak melalui nasofaring klien berongga yang
memungkinkan baik pembuangan secret gastik dan pemasukan cairan kedalam lambung

Sumber : https://anitafikumj.files.wordpress.com/2015/07/jurnal-ngt-final.pdf

Pembimbing

(Ns.Framita Rahman,S.Kep., MN)


KASUS 9

9.Deskripsi kasus :

Seorang perempuan berusia 32 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan


HIV/AIDS. Hasil pengkajian ditemukan : lidah berwarna keputihan dan menebal, terasa perih
jika makan, mukositis (+), klien tampak sangat kurus dan lemah, Hb : 6,8 gr/dl, terpasang NGT.
Klien diberikan diet tinggi protein dan diberikan susu 350 ml 3x sehari. Identifikasi dan analisis
tindakan apa yang dilakukan pada kasus diatas

 Tindakan keperawatan dasar yang dilakukan :


a) Melakukan perawatan mulut atau oral hygiene dengan cara membersihan bagian-bagian
mulut utamanya lidah yang terdapat bercak putih (Leukoplakia/lesi).
b) Melakukan terapi Antiretroviral (ART) dengan cara memberikan obat melalui selang
NGT atau melaui Injeksi Intravena,Injeksi Intramuskular,Injeksi Subkutan,dan Injeksi
Intradermal.

 Analisa Tindakan

Alasan Tindakan keperawatan dasar tsb dilakukan pada kasus :

Karena pasien mengalami gangguan kesehatan mulut yaitu mukositis, dimana pasien
mengalami kesulitan menelan sehingga aktivitas seperti pemberian makan dan juga obat-
obatan tidak di berikan melalui oral atau mulut.

Tujuan tindakan :

a. Setelah melakukan pembersihan atau menerapkan oral care pada pasien diharapkan
mukositis yang di derita pasien akan menjadi berkurang, setra saat menelan makan n
atau obat-obatan pasien tidak merasa kesakitan.
b. Setelah melakukan terapi atau pengobahan diharapkan HB dari pasien dapat meningkat
dan membuat kondisi kesehatan pasien menjadi lebih baik.
c. Melalui pemasangan selang NGT Diharapkan pasien tetap mendapatkan makanan dan
juga obat-obatan dengan baik, utamanya berat badan pasien menjadi lebih normal dan
kondisi pasien tidak tampak lemah.

Prinsip dan Rasional Tindakan :

Prinsip Rasional Tindakan


Bersih Untuk memastikan kualitas makanan dan obat-obatan yang masuk
kedalam tubuh pasien.
Benar Posisi 1. Memastikan posisi pasien saat pesangan atau pemberian
tindakan perawatan utamanya saat pemasangan selang NGT
pasien dalam posisi fleksi hal ini akan mempermudah perawatan
memasang selang NGT dan juga membuat pasien lebih nyaman.

2. Memastikan posisi atau letak dari alat perawatan yang diberikan


pada pasien telat benar atau berada di tempat yang tepat.
Pengkajian Alergi Hal ini dilakukan Untuk memastikan pemberian layanan
kesehatan yang baik dan benar.
Ketetapan Ukuran dan Untuk memastikan bahwa pemberian makanan dan obat-obatan
Dosis sesuai dengan yang di butuhkan oleh pasien.

Evidence Based

Mukositis oral merupakan salah satu efek samping kemoterapi maupun radioterapi yang
sering terjadi, dan berpengaruh secara signifikan pada aspek fisik maupun psikologis pada pasien
yang menjalani pengobatan kanker. Mukositis oral mempengaruhi kualitas hidup pasien , bahkan
dapat mengancam nyawa karena infeksi berat dan menimbulkan tertundanya ataupun tidak
tuntasnya pengobatan antikanker (Cawley & Benson, 2005; Bensinger, 2008; Gupta,
2013).Penatalaksanaan farmakologis mukositis oral dapat dilakukan melalui empat tindakan,
yaitu debridemen oral, dekontaminasi oral, manajemen topikal, dan mengontrol peradarahan.
Debridemen oral dilakukan dengan melepaskan pseudomembran dari lesi, dan perlu dilakukan
secara hati-hati karena pasien mukositis oral biasanya disertai dengan trombositopenia dan
neutropenia yang berisiko terjadinya perdarahan dan infeksi. Selanjutnya dekontaminasi oral
dilakukan dengan memberikan regimen antifungal, antibakteri, atau antiseptik, namun
kandungan kimia dari agen tersebut dapat menimbulkan mukosa oral kering dan mudah iritasi.
Manajemen topikal digunakan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien baik lokal
ataupun sistemik. Terakhir untuk mengontrol perdarahan, pasien diberikan antifibrinolitik
(Gupta, 2013; Lallaet al., 2014).Penatalaksanaan non farmakologis dapat dilakukan dengan
berbagai upaya, antara lain perawatan mulut, pengaturan diet, dan pencegahan infeksi.Perawatan
mulut merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kesehatan dan integritas mukosa
mulut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rubenstein et al. (2004), yaitu
intervensi perawatan mulut dapat meminimalkan risiko mukositis akibat kemoterapi karena dapat
mengurangi bakteri dan jamur sehingga meminimalkan risiko infeksi, mengurangi nyeri, dan
perdarahan. Menurut Saldanha dan Almeida(2014).

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/3eef1ac8d3e8d693a2464756e03c03da.pdf

Pengobatan antiretroviral (ARV) kombinasi merupakan terapi terbaik bagi pasien


terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) hingga saatini.Tujuan utama pemberian ARV
adalah untuk menekan jumlah virus (viral load), sehingga akan meningkatkan status imun pasien
HIV dan mengurangi kematian akibat infeksi oportunistik. Pada tahun 2015, menurut World
Health Organization (WHO) antiretroviral sudah digunakan pada 46% pasien HIV di berbagai
negara.Penggunaan ARV tersebut telah berhasil menurunkanangkakematianterkait HIV/AIDS
dari 1,5jutapadatahun 2010 menjadi 1,1 jutapadatahun 2015. Antiretroviral selainsebagai
antivirus juga berguna untuk mencegah penularan HIV kepada pasangan seksual, maupun
penularan HIV dari ibu keanaknya.Hingga pada akhirnya diharapkan mengurangi jumlah kasus
orang terinfeksi HIV baru di berbagainegara.

http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/download/105/95

Pembimbing

(Ns.Framita Rahman,S.Kep., MN)

)
KASUS 10

10.

STUDI KASUS PERAWATAN LUKA

Ny H, 57 tahun, datangdenganluka kaki diabetes pada kaki kanan plantar jarike 3. GDS 254 mg/dl, Hb 7 g/dl.
tahun yang lalu, dan saatinimenggunaanterapi insulin. Riwayat lukasebelumnyatahun 2012 pada kaki
Menurutpasienlukadiawalikarenapenggunaansepatu yang sempit.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Luka : Terdapat ulkus pada permukaan kulit bagian kaki kanan pasien
Dengan kerusakan kulit yang mencapai otot dan tulang.

FaktorPenghambatPenyembuhan : Berdasarkan data daripasien factor yang


menghambat penyembuhan luka tersebut diketahui bahwa pasien
memiliki riwayat penyakit DM 11 tahun yang lalu serta dari data
subjektif yang didapatkan pasien yang mengatakan bahwa penggunaan
sepatu yang sempit menjadi penyebab awal munculnya luka.

Masalah Luka : Luka tersebut termasuk kedalam ulkus DM Grade II dengan kerusakan
kulit mencapai otot dan tulang

TujuanPerawatan : Untuk mencegah terjadinya perluasan luka serta menghindari


faktor- faktor yang dapat memghambat proses penyembuhan luka

Debridement : Proses debridemen yang dapat dilakukan adalah dengan cara


Mechanical Debridement atau Surgical Debridement
Pencucian : Metode yang pertama adalah metode irigasi yaitu dengan mencuci luka
cairan NaCl 0.9% pada bilasan awal dan betainepolyhexanide (PH
(perlakuan) dengan kekuatan penuh sesuai dengan panjang,
Lebar dan kedalaman luka kaki diabetik.
Metode yang kedua adalah dengan metode kompres yaitu menjaga
kelembapan dasar luka dengan cara memasang kasa yang telah direndam
dengan cairan kemudian diperas dan ditempelkan pada dasarluka.

Dressing : Absorbent dressing

ANALISA TINDAKAN

Deskripsi kasus

Seeorang wanita berumur 57 tahun datangdenganluka kaki diabetes pada kaki kananGDS
254 mg/dl, Hb& g/dl, sertariwayatpenyakit DM 11 tahun yang lalu,
jugaterdapatriwayatlukapadatahun 2012 pada kaki kanan lateral pasien.

1. Tindakankeperawatan dasar yangdilakukan


Melakukanperawatanlukapadaluka diabetes yang terdapatpada kaki pasien.

2. Analisa Tindakan
Alasan Tindakan keperawatan dasar tsb dilakukanpada kasus
Perawatan luka meliputi proses penggantian balutan lama, pengkajian masalah luka,
perawatan luka, evaluasi hasil perawatan, dan aplikasi balutan.

Tujuantindakan

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya perluasan luka serta


menghindari faktor - faktor yang dapat memghambat proses penyembuhan luka

Prinsip Dan Rasional Tindakan.

PrinsipPerawatan Luka RasionalTindakan


Mencuci Luka Merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka sertamenghindari
kemungkinan terjadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan
untuk membuang nekrosis, cairan luka yang berlebihan,
sisabalutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada
permukaan luka
Debridement Debridement dilakukan bertujuan untuk menghindari infeksi atau
selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan
adanya peningkatan jumlah bakteri.
Terapi Antibiotika Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi
antibiotik dapat diberikan perparental yang sesuai dengan
kepekaan kuman
Pemilihan jenis balutan Ketepatan jenis balutan yang diberikan tentu saja akan
berpengaruh terhadap perawatan luka pasien. memilih jenis
balutan yang mempertahankan suasana lingkungan luka yang
dalam keadaan lembab sertamempercepat prosespenyembuhan
hingga 50%.
Evidence Based

Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing atau menjaga
agar luka senantiasa dalam keadaan lembab. Bila ulkus memproduksi secret banyak maka
untuk pembalut (dressing) digunakan yang bersifat absorben.Sebaliknya bila ulkus kering
maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan ulkus.Bila ulkus cukup lembab,
maka dipilih pembalut ulkus yang dapat mempertahankan kelembaban.Pengeloaan Ulkus
Kaki Diabetes hendaknya dilakukan melalui pendekatan patofisiologi.Prinsip pengelolaan
UKD secara terpadu ialah adekuasi penanganan iskemia, debridemen, penanganan luka,
offloading, penanganan bedah, penanganan komorbiditas, menurunkan risiko
kekambuhan dan penanganan infeksi.
Sumber :
Yuanita A.Langgi,(2011),Penatalaksanaan Ulkus Diabetes Secara Terpadu:Jurnal
Biomedika,vol 3(2),hh 95-101
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/viewFile/864/682

Pembimbing

(Ns.Framita Rahman,S.Kep., MN)

Anda mungkin juga menyukai