Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih, 2010)
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena
usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalm
system imun sektorik di saluran pencernaan. Namun, pengangkatan apendiks tidak
menimbulkan efek fungsi system imun yang jelas (syamsyuhidayat, 2005).
Insiden apendisitis di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang.
Namun, dalm tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna.
Hal ini di duga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada
diit harian (Santacroce,2009).
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis
akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk
dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendisitis di Indonesia
menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya (Depkes 2008).
Dinkes jateng menyebutkan pada tahun 2009 jumlah kasus apendisitis di jawa tengah
sebanyak 5.980 penderita, dan 177 penderita diantaranya menyebabkan kematian.
Pada periode 1 Januari sampai 31 Desember 2011 angka kejadian appendisitis di
RSUD salatiga, dari seluruh jumlah pasien rawat inap tercatat sebanyak 102 penderita
appendisitis dengan rincian 49 pasien wanita dan 53 pasien pria. Ini menduduki
peringkat ke 2 dari keseluruhan jumlah kasus di instalsi RSUD Salatiga. Hal ini
membuktikan tingginya angka kesakitan dengan kasus apendiksitis di RSUD Salatiga.
Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologik juga
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan
implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. Berlanjutnya kondisi
apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan pembentukan masa
periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga
abdomen lalu memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi
peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan material abses, maka akan
memberikan manifestasi nyeri local akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan
memberikan respons peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah
nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005).
Tujuh persen penduduk di Amerika menjalani apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dengan insidens 1,1/1000 penduduk pertahun, sedang di
negara-negara barat sekitar 16%. Di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan
tetapi cenderung meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat
(www.ilmubedah.info.com, 2011).

B. Tujuan
Untuk mengetahui konsep medis dan konsep keperawatan pada penyakit appendicitis

C. Rumusan Masalah
1. Konsep Medis
a. Apa defenisi dari apendisitis ?
b. Apa etiologi dari apendisitis ?
c. Bagaimana patofisiologi apendisitis ?
d. Apa manifestasi klinis apendisitis ?
e. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang ?
f. Apa saja penatalaksanaan medis dari apendisitis ?
g. BagaimanaPencegahan apendisitis ?
2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
b. Diagnose keperawatan
c. Intervensi keperawatan
d. Patoflow diagram/penyimpangan KDM
BAB II
KOSEP MEDIS

A. Defenisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30
tahun (Mansjoer, 2000).
Menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), apendisitis adalah penyebab paling umum
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab
paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Berdasarkan defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa apendisitis adalah kondisi
dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang
paling sering terjadi.
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain :
1. Apendisitis akut
Adalah peradangan apendiks yang timbul meluas dan mengenai peritoneum pariental
setempat sehingga menimbulkan rasa sakit di abdomen kanan bawah.
2. Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)
Apendisitis infiltrat atau masa periapendikuler terjadi bila apendisitis ganggrenosa di
tutupi pendinginan oleh omentum.
3. Apendisitis perforata
Ada fekalit didalam lumen, Umur (orang tua atau anak muda) dan
keterlambatan diagnosa merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi
apendiks.
4. Apendisitis rekuren
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan, namun
apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan
parut. Resikonya untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%.
5. Apendisitis kronis
Fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
B. Etilogi
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya
apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor pencetus
terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis juga
merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis
akut (Sjamsuhidayat, 2004).

C. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi
mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas
berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks
hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada
apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum
lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

D. Manifestasi Klinik
Menurut Arief Mansjoer (2002), keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri
di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2 – 12
jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila
berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tak terlalu
tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan
muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap
namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif dan
dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal
perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri.
Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare (2002),apendisitis akut sering
tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang
memberikan tanda setempat. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh
demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang
terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney
yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan,
spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya
infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri tekan terasa
didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya
pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat
rektum. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan
kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat
terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila
apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus
paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis
dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan
obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala
sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada
lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak
secepat pasien-pasien yang lebih muda.
Menurut Diane C. Baughman dan JiAnn C. Hackley (2000), manifestasi klinis
apendisitis adalah sebagai berikut:
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual,
dan seringkali muntah
2. Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku
dari bagian bawah otot rektus kanan
3. Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan sejumlah nueri tekan,
spasme otot, dan konstipasi serta diare kambuhan
4. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah , yang
menyebabkan nyeri kuadran kiri bawah)
5. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar; terjadi distensi
abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga
appendicitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktive (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap sebagian besar pasien biasanya ditemukan jumlah
leukosit di atas 10.000 dan neutrofil diatas 75 %. Sedangkan pada pemeriksaan CRP
ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi
jaringan.
2. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti
infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir
sama dengan appendisitis.
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga
appendicitis akut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada appendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan apendicalith serta perluasan dari appendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.
4. Pemeriksaan USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai
untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.
5. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

F. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik
sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin
untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi
umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan
metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak
dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya
dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan
bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan
laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan
operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah sebagai
berikut:
1. Tindakan medis
a. Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering tidak
terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan observasi yang cermat.
Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun melalui mulut. Bila
diperlukan maka dapat diberikan cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik
jika memungkinkan, tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak
karena merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel darah
putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu dilakukan foto abdomen dan
thorak posisi tegak pada semua kasus apendisitis, diagnosa dapat jadi jelas dari
tanda lokalisasi kuadran kanan bawah dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.
b. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau toksitas yang
menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat menggangu. Pada penderita
ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika diperlukan. Penderita dibawa kekamar
operasi dengan pipa tetap terpasang.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik dengan toksitas
yang berat dan demam yang tinggi .
2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah terkontrol
ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik lainnya. Biasanya
hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang direncanakan secara dini baik
mempunyai praksi mortalitas 1 % secara primer angka morbiditas dan mortalitas
penyakit ini tampaknya disebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang
terjadi akibat yang tertunda.
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan
didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket sonde lambung bila
pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien
dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.
Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada
perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan saring, dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan
duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang.
G. Pencegahan
1. Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan makanan
dalam saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama dan mengeras.
2. Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga akan
membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian Fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal
yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun
selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita akan
lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat
dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang
memperberat dan memperingan.
4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga
pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
b. Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah
akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing
(Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan
terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg
sign).
c. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak
apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini
terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis.
Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.
d. Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan
gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan
nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika
5. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges (2000) adalah
sebagai berikut :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi.
c. Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal.
Diare (kadang-kadang).
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan.
: Penurunan atau tidak ada bising usus.
d. Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia.
: Mual/muntah.
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak antara umbilikus
dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas
dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks).
Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas (berhubungan dengan lokasi
apendiks, contoh : retrosekal atau sebelah ureter).
Tanda : Perilaku berhati-hati ; berbaring ke samping atau telentang dengan
lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak.: Nyeri lepas pada sisi kiri diduga
inflamasi peritoneal.
f. Pernapasan
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal.
g. Keamanan
Tanda : Demam (biasanya rendah).

B. Diagnose
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamansi, adanya
insisi bedah. (Doenges, 2000)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan sekunder terhadap luka post
operasi dimulai dengan tidak diterapkannya adanya tanda dan gejala yang
membuat diagnose actual. (Doenges, 2000)
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan sekunder
terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru. (Ulric, 1990)

C. Intervensi
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamansi, adanya
insisi bedah
Tujuan : Nyeri dapat berkurang
KH : Nyeri hilang, skala 0, pasien tampak rileks, mampu tidur/istarahat
Dengan tepat
Intervensi :
a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)
Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan. Perubahan pada karakterisktik nyeri menunjukkan terjadinya
abses/peritonitis.
b. Pertahankan istrahat dengan posisi semi fowler
Rasional : menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi
terlentang

2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan sekunder terhadap luka post


operasi
Tujuan : tidak terjadi tanda-tanda infeksi
KH : tidak ditemukan tanda-tanda dan gejala infeksi
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : dengan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses, peritonitis
b. Observasi tanda dan gejala infeksi
Rasional : memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan sekunder
terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru
Tujuan : klien dapat mempertahankan pola nafas yang efektif.
KH : kecepatan dan kedalaman pernafasan normal.
Intervensi :
a. Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pola nafas
Rasional : penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis
b. Atur posisi klien semi fowler
Rasional :posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkannya upaya pernafasan
D. Penyimpangan KDM
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30
tahun (Mansjoer, 2000).
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain :
1. Apendisitis akut
2. Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)
3. Apendisitis perforata
4. Apendisitis rekuren
5. Apendisitis kronis
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya
apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor pencetus
terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis juga
merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit ini.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

B. Saran
Jagalah kesehatan dengan minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda
buang air besar juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara
keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku
untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
_____________2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2,
Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN PENYAKIT APPENDICITIS DIRUANGAN DAHLIA RUMAH SAKIT


PELAMONIA

CI Lahan CI Institusi

( ) ( )

DI SUSUN OLEH

ALHAMIDA SALNAF ITUGA

14220160004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TAHUN 2018
RESUME KEPERAWATAN

DENGAN PENYAKIT APPENDICITIS PADA AN.M DIRUANGAN DAHLIA


RUMAH SAKIT PELAMONIA

CI Lahan CI Institusi

( ) ( )

DI SUSUN OLEH

ALHAMIDA SALNAF ITUGA

14220160004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TAHUN 2018

Anda mungkin juga menyukai