Anda di halaman 1dari 24

RANCANGAN APLIKASI: INTERDISCIPLINARY BEDSIDE

ROUNDS (SIBR) DALAM MENINGKATKAN KOMUNIKASI


INTERDISIPLIN DALAM PEMBERIAN
ASUHAN KEPADA PASIEN

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Mata Kuliah:


“Manajemen dan Kepemimpinan”

Dosen: Agus Santoso, S. Kp., M. Kep

Oleh :
Candra Dewi Rahayu NIM.22020114410051

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
1

HALAMAN PENGESAHAN

MATA KULIAH : Manajemen dan Kepemimpinan


DOSEN : Agus Santoso, S. Kp., M. Kep
PENYUSUN :
Candra Dewi Rahayu NIM.22020114410051

PERTANYAAN:
Bagaimana pelaksanaan Structured Interdisciplinary Bedside Rounds (SIBR)
dalam melakukan hubungan indisisiplin antara dokter, perawat, manajer dan pasien
sehingga dapat menjaga kualitas hubungan interpersonal, meningkatkan kinerja
dan pelayan yang efektif dan efisien?

Semarang,
Dosen Mata Kuliah
Manajemen dan Kepemimpinan

Agus Santoso, S. Kp., M. Kep


NIP.

i
2

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...……………………………………………….... i
DAFTAR ISI …………………………………………………………….……... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………….……. 1
B. Tujuan Penulisan ……………………………………………………….. 3
C. Manfaat Penulisan ……………………………..………………………... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Organisasi
1. Organisasi Rumah Sakit
2. Peran Komunikasi Dalam Organisasi
B. Komunikasi Interpersonal
1. Teknik Komunikasi Interpersonal
2. Komuniasi Interpersonal dalam Hubungan Interdisiplin
3. Faktor yang Menghambat komunikasi Interpersonal
4. Dampak Ketidak Efektifan Komunikasi Interpersonal
BAB III STRATEGI APLIKASI
A. Pendekatan Komuniaski dalam Hubungan Interdisiplin
B. Upaya Meningkatkan Hubungan Interdisiplin
BAB V APLIKASI
A. Peran Structured Interdisciplinary Bedside Rounds (SIBR) dalam komunikasi
Interdisiplin
B. Teknik penggunnaan Structured Interdisciplinary Bedside Rounds (SIBR) dalam
Komunikasi Interdisiplin
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

ii
3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Komunikasi adalah hal penting dalam melakukan sebuah hubungan profesional.


Adanya kesamaan pemahaman antara satu individu dengan individu lainnya, antara
manajemen dengan perawat dalam bekerja sangat penting. Komunikasi interpersonal juga
memiliki kemanfaatan dalam organisasi yakni menjalin hubungan dengan pihak-pihak
yang terkait seperti komunikasi interdisiplin dalam rumah sakit yaitu antara manager,
perawat, dokter dan pasien.

Komunikasi interdisiplin harus dibangun dari komunikasi interpersonal yaitu


kemampuan seseorang dalam berinteraksi atau membina hubungan dengan orang lain
melalui komunikasi dimana komunikasi interpersonal ini dipengaruhi oleh kesadaran
emosi, empati dan hubungan sosial (Sri Mulyani, 2008). Setiap permasalahan yang terjadi
akan sangat mempengaruhi keberadaan komitmen seseorang terhadap institusi ataupun
profesinya. Jadi keberadaan proses komunikasi interpersonal sangat dibutuhkan dalam
menciptakan suasana yang nyaman di tempat kerja, dimana hal ini akan berpengaruh
terhadap kualitas dari pegawai dalam hal ini adalah profesi yang berada di dalam rumah
sakit tersebut.

Komunikasi mempunyai peran yang kosntitutif dalam organisasi komunikasi


berkaitan dengan transformasi dan manajemen perencanaan dalam sebuah hubungan
profesional. Komunikasi yang tidak efektif menyebabkan perencanaan yang kurang efektif
pula yang selanjutnya berdampak terhadap implementasi yang buruk, konsekuensi yang
merugikan, potensi yang tidak diinginkan serta berdampak terhadap kualitas dan
keamanan bagi pasien. Dengan komunikasi yang baik akan memicu keberhasilan
meningkatkan daya inovasi dari semua komponen dalam hubungan profesional ( Andrew,
Geourgiou. 2012).

Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sangatlah penting dalam hubungan


interdisiplin, bahkan menjadi tuntutan. Komunikasi menjadi titik sentral dalam
menciptakan situasi dan lingkungan yang kondusif, menjalin komunikasi
berkesinambungan, meningkatkan kepercayaan publik, meningkatkan citra baik
4

perusahaan/ organisasi bahkan membantu mempromosikan dan meningkatkan permasaran


suatu produk/jasa. Oleh karena itu komunikasi harus dipahami dengan benar, diaplikasikan
serta dikembangkan oleh siapapun baik perorangan, masyarakat dan organisasi.
lingkungan kerja yang bagus akan mengikuti harapan peran meliputi nilai, norma dan
aspek yang lain dari budaya pekerjan yang positif meliputi: kerjasama, komunikasi yang
jelas dan saling menghargai dan perilaku diantara kolega dan residance, akan membuat
sebuah kepuasan dari perawat dan profesional komitmen. Dimensi ini dalam budaya
keperawatan akan mendukung sebuah perkembangan yang efektif dari long term care.
Berhasilnya mengadopsi berdasar evidance base menghargai penghargaan dari perawatan
yang berkualitas dan penampilan perawat yang optimal (Tracei El. Yap, 2014)

Komunikasi yang efektif dan kerjasama tim penting dalam rangka peningkatan
kualitas pelayanan dan perawatan pasien yang aman termasuk komunikasi dalam
berkolaborasi antara perawat-dokter. Kegagalan dalam komunikasi akan menyebabkan
ketidakpuasan yang bisa mengancam pasien. Kompleksitas pengobatan dan performance
yang kurang mendukung, menyebabkan pentingnya komunikasi interpersonal yang
dilakukan dalam melakukan kolaborasi dalam merawat klien sehingga individu bisa
berfokus untuk mengungkapkan dan menyebarkan “critical languange” untuk
mengingatkan anggota team pada situasi yang tidak aman (Leonard, 2004).

Data yang didapatkan dari hasil berdikusi dari beberapa Rumah Sakit di kawasan
Kabupaten Wonososbo dan beberapa RS ibu kota serta RS luar pulau jawa, kecenderungan
komunikasi antar antar tenaga pelayanan kurang efektif. Disampaiakan bahwa terkadang
terjadi salah faham antara perawat dan dokter dalam pemberian asuhan. Salah faham pada
saat pendelegasian pemberian asuhan keperawatan pihak manajer dan atau dokter kepada
perawat pelaksana. Manajer juga beraggapan bahwa perawat kurang faham dengan apa
yang diharapkan pihak manajer kepada perawat dalam hal pemberian asuhan keperawatan
pada pasien. Sedangkan di pihak lain perawat merasa selalu disalahkan oleh pihak
manajer, manajer selalu ingin dimengerti tanpa melihat beban kerja perawat. Perawat
merasa instruksi yang diberikan dari atasan kurang jelas dan tidak ada aturan yang
mengatur tentang hal yang berkaitan. Menurut Pace and Faules tahun 2011 menyatakan
bahwa Organisasi harus selalu memberikan informasi kepada karyawan tentang program-
program perusahaan, masalah yang dihadapi perusahaan, perubahan-perubahan yang
dilakukan serta alasan atau segala hal yang menarik minat karyawan. Bila karyawan selalu
5

diberi informasi, maka karyawan akan merasa lebih dihargai, dipercaya dan akan lebih
kooperatif mencurahkan usaha dan tujuan organisasi

Dari hasil diskusi tersebut pelaksanaan komunikasi interdisiplin didapat simpulan


bahwa prinsip utamanya adalah penggunaan komunikasi misal pada saat serah terima
pasien antar ruang perawatan (dari UGD atau poli ke IRNA/ Instalasi Rawat Inap) saat
komunikasi tidak berjalan dengan efekif dapat mebahayakan keselamatan pasien, begitu
juga komunikasi antara dokter dengan perawat komunikasi yang tidak difahami pada
proses ini bisa menyebabkan informasi yang salah terhadap pemberian asuhan kepada
pasien untuk itu diperlukan adanya sistem yang mengatur bagaimana agar komunikasi
interpersonal dalam hubungan interdisiplin bisa berjalan dengan baik dan profesional
terutama pada unit-unit pelayan khusus yang memerlukan pelayan kesehatan lebih
intensive. Kolaborasi sangat dibuhkan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien,
akan tetapi yang terjadi pada saat ini kolaborasi yang dilakukan kurang optimal karena
belum adanya sistem serta komunikasi yag terjadin interdisiplin tersebut belum efektif
sehingga hal ini jika dibiarkaan lebih lebih lanjut akan berdampak terhadap proses
perawatan kepada pasien yang selanjukan akan merusak sistem yang ada baik dari pasien,
perawat, dokter maupun rumah sakit itu sendiri

Penelitian yang dilakukan oleh Yvonne Brubetto pada tahun 2011 menyebutkan
bahwa komunikasi yang kurang efektif antara supervisor dan perawat menujukan
ketidakjelasan peran supervisor, perawat juga cenderung enggan untuk berkomunikasi
dengan supervisor mereka. Beberapa susrvei juga menunjukan kurang evektifnya
komunikasi antara dokter dengan perawat komunikasi tersebut hanya terjadi komunikasi
satu arah. Hal ini menyebabkan kurangnya otonomi perawat-supervisor yang akan
berdampak terhadap komitmen mereka terhadap rumah sakit. Beberapa hasil penelitian
mengidentifikassi berbagai faktor yang akan berpengaruh terhadap komitmen perawat
terhadap rumah sakit yaitu meminimalisir ambivalensi peran dengan meningkatkan
kualitas perawat dan komunikasi yang efektif. Dengan adanya komitmen perawat terhadap
rumah sakit akan menekan angka turn over rumah sakit yang akan berpengaruh terhadap
mutu dan pencapaian hasil akreditassi rumah sakit tersebut.

Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa komunkasi yang terjalin
dalam hubungan interpersonal kurang efektif, terdapat hubungan kerjasama atau
kolaborari yang belum profesional antara perawat-dokter selain itu juga kurang adanya
6

koordinasi dalam meberikan asuhan kepada pasien. Darai alasan tersebut dibutuhkan suatu
sistem yang dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baiak salah satunya dalam
berkomunikasi. Salah satu teknik yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunkan SIBR
Communication Structure.

B. Tujuan Penulisan
1. Sesuai dengan masalah yang di angkat, maka makalah ini penulis kemukakan tujuan
yang ingin dicapai yaitu untuk memberi informasi mengenai cara meningkatkan
komunikasi antara : manajer dengan staf (perawat), perawat dengan dokter serta
manajer dengan dokter.
2. Dapat meningkatkan komunikasi efektif dalam hubungan interdisiplin
3. Menegtahai teknik komunikasi yang tepat dalam hubungan interdisiplin
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Organisasi
1. Organisasi Rumah Sakit
Organisasi di rumah sakit adalah sebuah struktur yang di bangun oleh suatu
elemen perusahaan atau dari rumah sakit sendiri tersebut yang memiliki tingkatan-
tingkatan dan juga memiliki tugas masing-masing dan mereka saling membutuhkan
satu sama lain. Organisasi rumah sakit mempunyai bentuk yang unik, yang berbeda
dengan organisasi lain pada umumnya. Rumah sakit mempunyai kekhususan yang
lahir dari adanya hubungan yang terjadi antara Medical Staff ( kelompok dokter),
Perawat dan CEO ( manajemen).
Perawat dan Dokter dalam kaitannya sebagai profesional tidak tepat jika
ditempatkan secara hirarki piramidal dalam struktur organisasi rumah sakit. Rumah
sakit memang merupakan sebuah organisasi yang memiliki tingkat kompleksitas tinggi
akibat adanya hubungan-hubungan tersebut, dimana otoritas formal yang
direpresentasikan oleh Administrator atau CEO ( manajemen) harus mengakomodasi
otoritas keilmuan dan keahlian yang dimiliki oleh kelompok perawat dan dokter,
dimana secara historis mereka memegang peran yang sangat besar dalam organisasi
rumah sakit dan mendapatkan otoritasnya. Untuk menjaga agar hubungan ketiganya
berjalan harmonis maka dipelukan komunikasi interpersonal dalam setiap melakukan
aktifitas dalam organisasi rumah sakit tersebut.

2. Peran komunikasi dalam organisasi


Komunikasi dalam suatu organisasi selalu merupakan komunikasi timbal balik,
demi kepentingan semua pihak. Dalam berkomunikasi kita menciptakan persamaan
pengertian, ide, pemikiran, dan sikap tingkah laku kita terhadap orang lain. Jadi
komunikator dan komunikan mempunyai kesamaan dan kesepakatan pesan sehingga
menimbulkan suatu pengertian. Dalam proses komunikasi melibatkan beberapa
komponen yaitu
a. Komunikator (sumber).
8

b. Pesan.
c. Saluran.
d. Komunikan (organisasi/publik)
e. Efek

Komponen-komponen tersebut sama penting meskipun bisa salah satu akan


mendapat tekanan pada situasi tertentu, komponen ini berperan sebagai suatu proses
komunikasi yang sederhana dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gb. 1 Model Komunikasi Laswell

Gb. 2 Model Komunikasi Menurut Schramm

Dari beberapa komponen di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi


timbal balik itu memiliki peranan yang sangat penting di dalam organisasi, tanpa
komunikasi organisasi tidak mungkin akan bisa terbentuk, karena komunikasi
interpersonal sangat menentukan keberhasilan komunikasi timbal balik dalam
organisasi.

B. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi sangat berperan dalam mendukung pencapaian efektivitas organisasi.
Efektivitas organisasi dapat dicapai tentunya melalui pelaksanaan komunikasi yang
terbuka dengan semua anggota organisasi yang terlibat. Dengan komunikasi yang baik,
manajemen dapat menyampaikan maksud dan tujuan yang ingin dicapai organisasi. Dalam
hal ini peran komunikasi interpersonal sangat penting, agar tidak terjadi salah persepsi
diantara pegawai, sehingga masing-masing dari mereka mengerti akan tugas-tugas dan
9

kewajibannya, sehingga setiap kegiatan organisasi dapat berjalan dengan efektif dan
memudahkan organisasi dalam mencapai sasaran yang ada.
Ketemapilan berkomunikasi sangat, terasuk kesadaran diri, manajemen konflik,
negosiasi, advokasi dan mendengarkan. Dalam Joint Commission on the Accreditation of
Healthcare Organizations (2009) mengakui pentingnya komunikasi unuk keselamatan
pasien dengan menetapkan tujuan keselamatan pasien dengan meningkatkan efektifitas
komunikasi anatar pemberi layanan kesehatan/perawat (Ruth Mc Caffey, Rose Marie
Hayes at all, 2012)
1. Teknik Komunikasi Intrepersonal
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya
yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan
organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang
berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa
yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan
sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk
bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu
organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup
organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilakukan.

2. Komunikasi Interpersonal dalam Kolaborasi


Dalam manajemen pelayanan seorang manajer harus memeperhatikan tiga
aspek yang akan saling mempengaruhi yaitu input-proses-output. Sehingga dengan
memperhatikan aspek tersebut proses manajemen dapat berjalan dengan baik dan lebih
mudah untuk menentukan rencana tindak lanjut dari masalah yang muncul. Dalam
memberikan pelayanan kepada pasien konvergen antara asuhan keperawatan dan
pelayanan medik sehingga dibutuhkan kolaborasi antara perawat-dokter. Kolabrasi
yang ciptakan harus berpusat pada pasien (konvergen) untuk itu dibutuhkan
komunikasi interpersonal antara perawat-dokter dalam menciptkan kolaborasi
tersebut.
Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan kepada pasien/klien dalam melakukan diskusi tentang
diagnosa, melakukan kerjasama dalam memberikan asuhan kesehatan, saling
berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada
pekerjaannya.
10

Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan


atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Kolaborasi
merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan yang
direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat
pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik
bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek
profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk
pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh pertukaran suatu
negara dimana pelayanan diberikan. Bagi perawat, hubungan kerjasama dengan dokter
sangat penting apabila ingn menunjukkan fungsinya secara independen. Tujuan
kolaborasi perawat adalah untuk membahas masalah-masalah tentang klien dan untuk
meningkatkan pamahaman tentang kontrbusi setiap anggota tim serta untuk
mengidentifikasi cara-cara meningkatkan mutu asuhan klien. Agar hubungan
kolaborasi dapat optimal, semua anggota profesi harus mempunyai keinginan untuk
bekerjasama. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega,
bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagai
nilainilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkonstribusi
terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.

3. Faktor Penghambat Interpersonal dalam Kolaborasi Perawat dengan Dokter


Hubungan perawat-dokter adalah suatu bentuk hubungan interaksi yang telah
cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang
berbeda dalam memandang pasien, dalam praktiknya menyebabkan munculnya
hambatan-hambatan tehnik dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala psikologi
keilmuan dan individual, faktor sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini
memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya
lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.
Hambatan kolaborasi perawat dengan dokter sering dijumpai pada tingkat
professional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber
utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian professional dalam aplikasi
kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik
lebih besar dibandingkan perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih mendukung
dominasi dokter karena hal ini akan berpengaruh terhadap komunikasi yang terjadi
11

pada sat berinteraksi. Inti sesungguhnya dari konflik perawat dengan dokter terletak
pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara berkomunikasi
diantara keduanya. Dari hasil observasi di rumah sakit terlihat perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi
khususnya dengan dokter.
Perawat bekerja memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan instruksi
medis yang juga didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi asuhan
keperawatan meliputi proses keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara
peneliti dengan beberapa perawat rumah sakit pemerintah dan swasta, mereka
menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kolaborasi,
diantaranya pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa perawat merupakan
tenaga vokasional, perawat sebagai asistennya, tidak adanya komunikasi yang fektif
antara dokter dengan perawat serta kebijakan rumah sakit yang kurang mendukung.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan
dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang
membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan dari
keperawatan sebagai profesi.
Pentingnya komunikasi yang efektif dalam kolaborasi sehingga komunikasi
yang efektif harus diterapkan dalam dalam kolaborasi perawat dengan dokter. Stategi
yang tepat dalam komunikasi dalam kolaorasi harus dirancang dengan tepat pula
sehingga proses pemberian pelanan kesehatan kepada pasien dapat berjalan dengan
baik.
Pertemuan profesional dokter dengan perawat dalam situasi klinik dirumah
sakit merupakan salah satu strategi yang dapat dikembangkan dalam meningkatkan
kemampuan komunikasi interpersonal sehingga kolaborasi dapat berjalan dengan
efektif. Dalam hal ini pihak manajemen rumah sakit menjadi fasilitator. Salah satu
tindakan yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan ronde bersama antar dokter-
perawat yang diikuti oleh mahasiswa keperawatan dan mahasiswa kedokteran
harapannya hal ini akan menjadi role model untuk mahasiswa sehingga kedepannya
kolaborasi antara perawat-dokter lebih efektif.
Tujuan dari kegiatan ronde ini adalah melakukan evealuasi pelayanan kesehatan
yang telah dilakukan kepada pasien baik itu pelayanan keperawatan maupun pelayanan
medis. Dokter dan perawat saling bertukar informasi untuk mengatasi permasalahan
secara efektif. Kegiatan ini juga merupakan suatu upaya untuk menanamkan sejak dini
12

pentingnya kolaborasi bagi kemajuan proses penyembuhan pasien. Kegiatan ronde


bersama dapat ditindak lanjuti dengan pertemuan berkala untuk membahas kasus-
kasus tertentu sehingga terjadi transfer pengetahuan antara anggota tim.

4. Dampak Ketidak Efektifan Komuniakasi dalam Hubungan Interdisiplin


Pentingnya komunikasi dalam organisasi teruma dalam melakukan kolaborasi dapat
dilihat dalam bagan berikut:
13

Gambar 3. Gambaran dampak komunikasi interpersonal terhadap organisasi


rumah sakit

Faktor-faktor yang Situasi klinik Dampak


mepengaruhi
1. Sahah faham saat 1. Penyelesaian tugas
komunikassi
pendelegasian tugas. kurang optimal
interpersonal 2. Perawat merasa manajer 2. Ketidaknyamanan
1. Status efek selalu menyalahkan kerja
2. Somatik problem perawat saat terjadi 3. Kolaborassi tidak
masalah diklinik padahal efektif
3. Perceptualdistotsion
tidak sepenuhnya
4. Cultural difference/
kesalahan perawat karena
hubungan sosial perawat merasa tidak ada
5. Physical distraktion instruksi dari atasan.
6. Poor choir of Upaya peningkatan
3. Komunikasi saat operan
comunication chanel pasien dari satu ruang ke 1. Kepercayaan
7. No feed back ruang yang lain kurang interpersonal dan
8. Empati jelas misal dari ugd ke keterbukaan
9. Kesadaran emosi ruang rawat atau dari
2. Hubungan
poliklinik ke ruang rawat.
interpersonal yang
4. Kolaborasi yang dilakukan
efektif (empati, saling
antara dokter perawatn
tidakan medis bukan menghargai dan
tindakan keperawatan percaya
5. Dokter tidak mengetahui 3. Kerangka acuan
kondisi pasien 4. Jarak kognitif
sepenuhnya karena hanya 5. empathy
visit dan tidak ada diskusi
khusus terkait dengan
kondisi pasien
Komunikasi interpersonal
efektif

Pasien perawat

Patient Peningkatan Peningkatan nilai Kerjasama tim Motovasi kerja


safety empathy perawat kemanusiaan meningkat meningkat

Morbiditas Kepausan Menciptakan Kinerja staf


dan mortalitas pasien ling. Kerja meningkat
menurun positif
Citra RS meningkat Mutu
pelayanan
keperawat
meningkat
14

BAB III

STRATEGI APLIKASI

A. Pendekatan Komunikasi dalam Kolaborasi

Berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai visi dan misinya secara


berkelanjutan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusianya (SDM). Dalam
suatu organisasi baik bisnis maupun publik agar dapat bertahan dan konsisten harus
menjadi learning organization. Menurut Senge (2001) sumber daya manusia yang
berkualitas harus memiliki antara lain:

1. System thinking, yaitu kemampuan berfikir secara sistem, mencakup makna


kemampuan untuk selalu berfikir dan bertindak dengan pendekatan yang
menyeluruh dan mampu menimbang segala unsur yang saling berkaitan atau
sistemik.
2. Personal mastery, yaitu derajat kemampuan/ keahlian kerja setiap anggota tim,
mencakup makna semangat menemukan proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik
dari sebelumnya serta derajat kemampuan atau keahlian kerja dari setiap anggota.
3. Shared vision, yaitu kemampuan dan kemauan setiap anggota untuk menumbuhkan
persamaan pandangan masa depan kemudian menumbuhkan kesadaran komitmen,
mencakup makna adanya kesepakatan seluruh anggota tim untuk menjadikan proses
berbagai kebiasaan kerja sehari-hari.
4. Mental model, yaitu keserasian nilai-nilai antar anggota tim, mencakup makna
adanya keserasian nilai-nilai yang dianut dalam menyikapi proses pembelajaran
5. Team learning, yaitu kemampuan dan kemauan untuk belajar dan bekerja sama
dalam satu tim, mencakup makna derajat semangat seluruh anggota tim untuk saling
berbagi pengetahuan dan saling mengajarkan berbagai cara, serta derajat
kemampuan seluruh anggota tim untuk belajar dan bekerjasama sebagai satu
kesatuan.

Berkenaan tersebut, maka kemampuan sumber daya manusia (perawat-dokter)


dalam suatu organisasi tidak lepas dari kemampuan melakukan komuniasi dan
menumbuhkan motivasi atau dorongan untuk berprestasi agar mampu mengelola segala
tindakannya untuk meningkatkan kinerjanya. Hal ini dapat dilakukan dengan ronde
bersama antara tim keperawatan dan tim dokter dalam menyelesaiakan masalah
kesehatan pada pasien.
15

Hasil penelitian yang dilakukan oleh ingela thylefors pada tahun 2012 yang
dilakukan pada 226 profesional dan 44 tim interpersonal menunjukan hasil bahwa
terdapat tiga cara dalam memperkuat kerjasama tim yaitu mengembangkan iklim dan
komunikasi, koordinasi antara manajer dan pengaturan diri. Hasil penelitian lain yang
menunjukan bahwa komunikassi interpersonal dan kolaborasi interprofesional
mempunyai dampak positif terhadap pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan
(Zwatentein, Gold Man man and Reeves cit Gorri Limb and James Sharaiki. 2012)

Komunikasi dalam kolaborasi interdisiplin sangat penting dalam meberikan


perawatan berkualitas. Kerjasama tim menciptakan lingkungan kerja yang positif,
mengurangi biaya, meningkatkan kepuasan kerja, meningkatkan perawatan pasien serta
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien (Ruth Mc. Caffey att all 2011).
Komunikasi yang buruk dan kurangnya kerjasama tim merupakan suatu masalah yang
terus menerus dalam kesehatan. Keterampilan berkomunikasi sangat penting dalam
manajemen konflik, negosiasi, advokasi dan pendelegasian. Joint Comition International
Acreditation (JCI) mengakui pentingnya komunikasi untuk keselamatan pasien.
Dienetapkan keselamatan pasien nasioanal untuk tahun 2007 dengan meningkatkan
efektifitas komunikasi antar perawat dan pemberi layanan kesehatan yang lain.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Merrick Zwarenstein tahun 2013


menunjukan bahwa komunikasi yang dilakukan antara dokter dengan perawat terjalin
sangat singkat yang berisi laporan, permintaan informasi dan perintah layanan yang harus
dilakukan perawat kepada pasien. Diskusi interpersonal jarang terjadi hal ini pula yang
sering terjadi di rumahsakit indonesia. Padahal dari beberapa hasil penelitian
menunjukan bahwa komunikasi interpersonala yang ditunjukan dengan kolaborassi
antara perawat dan dokter sangat penting untuk dilakukan guna meningkatkan pelayanan
kesehatan pada pasien. Dalam artikel yang ditulis oleh Cassandra Lee Flicek (2012)
mengungkapkan bahwa bentuk komunikasi interpersonal dalam kolaborasi perawat-
dokter dapat dilakukan pada kegiatan yang menggunkana komunikasi terstruktur seperti:
diskusi refleks kasus (DRK), komunikasi SBAR dan bedside roundsi (SIBR)

B. Upaya Meningkatkan Hubungan Kolaborasi

Salah satu upaya dalam meningkatkan komunikasi interpersonal dalam hubungan


interdisiplin (perawat-dokter) yaitu dengan menggunkan komunikasi yang terstruktur
denga bedside rounds . Bentuk komunikasi ini ini berisi penjelaskan tindakan yang sudah
16

dilakukan baik tindakan keperawatan maupun tindakan medik. Diagnosa keperawatan


yang muncul diagnosa kedokteran serta rencana tindakan yang sudah dilakukan,
melakukan evaluasi dari masing-masing implementasi yang sudah dilakukan. Serta
merencanakan tindakan keperawatan dan tindakan medis selanjutnya dalam mengatasi
masalah pada klien. Ronde bersama ini diharapakan akan memberikan asuhan kepeda
pasien secara terintegrasi dan meningkatkan profesionalisme perawat.

Bedside rounds membuktikan adanya efektifitas kerja dan meningkatkan


pemberiana asuhan dan layanan kepeda pasien. Dengan sistem ini, komunikasi efektif dan
tatap muka antar perawat dan dokter meningkatkan kejelasan dalam pemberian asuhan dan
juga mengurangi komunikasi yang dilakukan melalui telephon (C.J. Tang att all 2013:
Burns 2011; Vazirani et al. 2005). Penelitian yang sama yang dilakukan oleh
Schmalenberg & Kramer’s (2009) menunjukan bahwa komunikasi interpersonal yang
dilkuakan dengan ronde secara bersama-sama antara dokter-perawat yang dilakukan
disamping tempat tidur pasien terbukti signifikan dalam meningkatkan hubungan
kolaborassi antara dokter dengan perawat.

Dari beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa bedside rounds ini salah satu
meoda yang paling efektif dalam mengatassi komunikasi interdisiplin yang belum
terlakssana dengan efektif. Menurut burn (2011) komunikasi ini akan meningkatkan
tingkat keselamatan dan kepusan pasien serta meningkatkan hubungan profesionalisme
antara perawat dan dokter karena disini mereka terjalin komunikasi langsung yang dapat
disaksikan oleh pasien. Sehingga tekning komunikassi ini merupakan teknik yang paling
tepat untuk meningkatkan komunikasi interpersonal dalam hubungan interdisplin.
17

BAB IV

APLIKASI

A. Peran Structured Interdisciplinary Bedside Rounds (SIBR) dalam Komunikasi


Interpersonal
Dalam melakukan asuhan keperawatan perawat memberikan asuhan selama 24 jam
jam tanpa henti, sedangkan dokter cenderung mempunyai waktu yang lebih sedikit
dibanding perawat. Pada awalnya metoda SBAR merupakan metoda yang efektif dalam
berkomunikasi interdisplin akan tetapi metoda ini sering dilaksanakan pada saat tidak
bertatap muka langsung sedangkan pada saat tatap muka metoda ini dirasa kurang efektif
dirasakan oleh perawat. Dilain pihak perawat menginginkan adanya komunikasi yang
lebih efektif antra dokter dengan perawat sehingga dikembangkan metoda bedside round
dalam komunikasi antara perawat dan dokter atau yang dikenal dengan Structured
Interdisciplinary Bedside Rounds (SIBR).
Efisiensi, tindakan yang akurat komunikasi efektif merupakan hal wajib sebagai
indikator kualitas pelayanan kepada pasien. Komunikasi merupakan kunci untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan kepada pasien. Hubungan interdisiplin memerlukan
teknik komunikassi yang efektif sehingga tercipta hubungan profesional. Hassil penelitian
yang dilakukan oleh oleh Gausvik et all (2015) dengan komunikasi interdisiplin
menngunakan metoda SIBR di ruang ruang perawatan khusus meningkatkan kualitas
pelayanan kepada pasien serta kepuasan pasien selain itu SIBR juga meningkatkan
keamanan pasien sehingga menurunkan LOS. Hasil penelitian tersebut menunjukan
kualitas ganda yaitu untuk pasien terkait dengah kepuasan, untuk tim kesehatan
meningkatkan profesionalisme sedangkan bagipihak rumah sakit hal ini akan menekan
pembiayaan pasien karena LOS menurun. Dapat disimpulkan komunikasi merupakan
kunci untuk mendapatkan lingkungan rumah sakit yang aman dan berkualitas.
By Cynthia R. Bascara (2011) mengemukakan komunikasi interdisiplin yang
dilakukan kepada pasien memberikan beberapa keuntungan yaitu: menurunkan Length Of
Stay (LOS), dapat mengidentifikasi kemungkinan pasien untuk mendapatkan perawatn
yang lebih intensif atau justru sebaliknya kondisi pasien sudah stabil, menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas, penilaian/diagnosos cepat, dapat mengontrol keadaan
18

lingkungan, keselamatan passien, regulasi, kepuasan pasien dan kepuasan pemberi layanan
kesehatan.

B. Teknik Penggunaan Structured Interdisciplinary Bedside Rounds (SIBR) dalam


komunikasi interpersonal
Sebelum melakukan melakukan SIBR perawat primer harus melakukan pencatanan
terkait dengan perkembangan pasien terakhir, kebutuhan perawatan tindak lanjut kepada
pasien pada lembar SIBR, sehingga pada saat pelaksanaan SIBR komunikasi berjalan
efektif. Kemudian setiap anggota tim memberikan rekomendasi terkait dengan rencana
tindakan yang akan dilakukan kepada pasien pada hari itu. komunikasi yang efektif,
konsistensi dan tindak lanjut adalah kunci keberhasilan. Diskusi diadakan dalam ruang
kecuali untuk keadaan khusus, seperti masalah isolasi atau privasi. Rencana tersebut
diubah jika ada Kode Biru atau darurat medis pada unit terkarkait.
Koordinator klinis mendokumentasikan diskusi, kemudian menindaklanjuti
rekomendasi dan memfasilitasi perawatan pada pasien. Setelah bedsides roend ini selai,
para anggota tim dan staf unit berkolaborasi untuk melaksanakan dan mengevaluasi
rencana saat perawatan seperti yang dibahas.
Gambar 3. Teknik pelaksaan Structured Interdisciplinry Bedside Rounds (SIBR)
19

Protokol lembar komunikasi Structured Interdisciplinary Bedside Rounds (SIBR)

Tim akan perlu menyepakati waktu mulai kegiatan ini (misal 5-7 hari per minggu
kemudian tentukan harinya). Kesepakatan eaktu juga terkait dengan jam mulai pelaksanaan
misal jam 09.00 atau jam 10.00 waktu yang dipilih harus selalu tetap setiap harinya. Durasi
harus tidak lebih dari 1 jam

Waktu mulai
Durasi

Tim perlu memutuskan peran yang berbeda selama pelaksanaan SIBR.

Dokter
Nurse
Partisipan Keluarga pasien
Tenaga kesehatan lain
20

Prosedur dalam berkomunikasi

1. Prosedur dalam berkomunikasi harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan dimana
pasien mendapatkan perawatan
2. Prosedur komunikasi dengan menggunakan format ISBAR dan harus harus konsisten
dalam mengisi format tersebut. Akan tetapi bisa disesuaikan sesuai dengan kondisi
paisen dan dimana pasien dilakukan perawatan

Pemeperbarui status dan meberikan cek list keselamatan pasien

1. Menyedian satu item untuk perbarui status pasien dan item yang lain untuk keselamatan
pasien akan tetapi harus meperhatikan item yang lain.
2. Item ini tercermin dalam lembar catatan keperawatan
3. Item yang dipilih harus berkorelasi dengan protokolperawtan yang sudah ada

Perbaruan status passien Item 1


Item 2
Item 3
Item 4
dst
Cek list keselamatan pasien Tem 1
Item 2
Item 3
Item 4
dst

Simpulkan rencana untuk perawatan

Ringkasan menggunakan semua masukan interdisipliner harus terverbalisasi sebelum


bedside rounds selesai. Ringkasan ini akan mencakup rencana untuk perawatan pada hari
itu.

Prosedur Komunikasi dengan SIBR

I Introduction ≤ 15 detik
1. Mebawa tim keruang pasien
2. Memperkenalkan anggita tim
21

S Review of issues, test results ≤ 45 detik


B 1. Menyimpulkan masalah yang tejadi
2. Masukan dari hasil analisa pengkajian
(masalah)
3. Tindakan apa yang akan dilakukan
4. Menerima masukan dari pasien dan keluarga
pasien
A Update current Status ≤ 45 detik
1. .......
2. ......
3. ......
Patient safety checklist ≤ 30 detik
1. ......
2. ......
3. ......
Allied Health input ≤ 60 detik
1. Meperkenalkan tim penyusun recana tindakan
2. Memperbaiki rencana tindakan
R Summarise plan for care ≤ 30 detik
1. Menyimpulkan rencana tindakan harian
2. Engelompokan rencana tindakan harian
3. Menentukan penanggung jawab dari rencana
22

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sudiro. 2012. Pengaruh Komunikasi Efektif Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan.
Jurnal Aplikasi Manajer Vol 3.

Andrew Georgiou, Johanna I Westbrook and Jettrey Braithwaite. 2012. An Emapically –


Devired approach For Investigation Technologi:The Elementaly Entangled
Organisation Communication (EEOC) frame work. BMC : Medical Information and
Dicision Making.

Aprilia Fitiani, Fathurahman pamungkas dkk. 2012. Model Komunkasi Schramm.


https://commsciencegroup.wordpress.com/2012/10/01/model-komunikasi-model-
schramm/. Diaakses tanggal 7 Apri 2015

Aris Febri Rahmanto.2004. Peran Komunikasi Dalam Organisasim: Jakarta

Aliya Disa Putri, Devicitra Fatma Wijayanti dkk. 2012. Model Komunikasi Lasswell.
http://commsciproject.blogspot.com/2012/09/model-komunikasi-lasswell.html.
Diakses tanggal 7 April 2015

Cassandra Lee Flicek. 2012. Communication: A Dynamic Between Nurses and Physicians.
Medsurgery Nursing

Cynthia R. Bascara. 2011. Walking Interdisciplinary Rounds. Anvence Healrcare

Gausvik C, Lautar A, Miller L et all. 2015. Structured nursing communication on


interdisciplinary acute care teams improves perceptions of safety, efficiency,
understanding of care plan and teamwork as well as job satisfaction.. Journal Of
Multidisciplinary Healthcare (J Multidiscip Healthc)

Ingela Thylefors. 2012. Does time matter? Exploring the relationship between interdependent
teamwork and time allocation in Swedish interprofessional teams. Journal of
Interprofessional Care. Informa Healt Care: Informa Ltd.

Jason Stein, 2011. Improving hospital outcomes through Teamwork in an Accountable Care
Unit. Associate Vice Chair for Quality, Department of Medicine: Emory University
School of Medicine
23

Gerri Lamb and James Shraiky. 2013. Designing for competence: spaces that enhance
collaboration readiness in healthcare. Journal of Interprofessional Care. Informa Healt
Care: Informa Ltd.

Louise Rose. 2011. Interprofessional collaboration in the ICU: how to define?. Nursing in
Critical Care: British Association of Critical Care Nurses

Merrick Zwarenstein, Kathleen Rice att all. 2013. Disengaged: a qualitative study of
communication and collaboration between physicians and other professions on
general internal medicine wards. BMC Health Services Research

Ruth Mc Caffey, Rose Marie Hayes, Asenath Cassell, at all. 2011. The effect of an educational
programme on attitudes of nurses and medical residents towards the benefits of
positive communication and collaboration. Journal Of Advenced Nursing: Blackwell
Publishing Ltd.

Sri Mulyani. 2008. Analisis Faktor-Faktor Kecerdasan Emosi Terhadap Komunikasi


Interpersonal Perawat Dengan Pasien di Unit Rawat Inap RSDJ Dr. Amimo
Gondohutomo Semarang. Tesis: UNDIP

C.J. Tang, S.W. Chan, W.T. Zhou, & S.Y. Liaw. 2013. Collaboration between hospital
physicians and nurses: An integrated literature review. International Nursing Review:
International Council of Nurses

Younne Brunetto, Rod Farr-Wharton, Kate Shacklock. 2011. Supervisor – Subordinate


Comunication Relathionship Role Ambiguity, Autonomi and Effective commitment.
Conten Manajemen Comtemporari Nurse.

________. In Safe Hands – Structured Interdisciplinary Bedside Rounds – Sample


Implementation Templates. Communication Protocol Worksheet

Anda mungkin juga menyukai