Anda di halaman 1dari 27

TBL 1.

1
Peran pembangunan dan batas-batasan pada tim
interprofesi primary health care
Tentir: Chita Yumina
QC: Fatimah Syakura

Kolaborasi interprofesi yang baik dapat:


 Meningkatkan promosi dan mekanisme untuk menghadap tatangan sistem pelayanan
kesehatan dengan mengurangi biaya
 meningkatkan kualitas pelayanan
 meningkatkan kedekatan staff dan dan kepuasan dalam bekerja.

Professional role construction: pembentukan dan negosiasi dari tugas pekerjaan (taskwork),
Maksudnya, bagi-bagi peran dan tugas oleh masing-masing profesi. Misalnya dokter ranahnya
apa, ahli kesmas ranahnya apa, dll.

Primary health care memiliki mandat untuk meyediakan layanan dengan tim professional yang
kolaboratif sambil meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan status kesehatan pasien.

Kolaborasi: adalah proses interpersonal yang memerlukan keterlibatan pada aktivitas


intelektual yang bersifat independen dan interdependent.

Batas-batasan antara profesi pada suatu tim dapat terbentuk tidak hanya melalui interaksi tetapi
juga pada distribusi tanggung jawab. Hal ini dapat menurunkan role blurring (peran yang
terangkap) di antara tiap profesi.

Role blurring ini terjadi karena kompetensi yang tumpang tindih antarprofesi. Ini dianggap
menguntungkan bagi sebagian profesi dan ditentang bagi sebagian yang lain karena
membingkungkan.

Role boundaries (Batasan-batasan Peran)

1. Hal-hal yang mempengaruhi batasan peran

1. Elemen structural (karakteristik tempat kerja) seperti beban kerja dan kondisi fisik
(ruang/tempat kerja).
2. Elemen interpersonal (dinamika antar anggota tim) termasuk kepemimpinan dan
edukasi.
3. Sifat individu (dinamika individu yang terlibat dalam tim interprofessional) seperti
sikap, perilaku dan nilai.
Pengaruh Struktural
a. Kondisi fisik ruang  kedekatan jarak antar anggota tim.
Contoh : tim 1 memiliki physical space yang lebih kecil maka akan mudah dalam proses
berinteraksi dan bertatap muka.
Tim 2 yang bekerja dilain lantai dan gedung akn lebih sulit untuk berinteraksi secara
langsung.

b. Beban kerja
Tim 1: Beban kerja memengaruhi pembangunan frekuensi interaksi antara tim kesehatan dan
distribusi tanggung jawab.
Contoh :
Pekerjaan yang terlalu berat dapat mengurangi kesempatan untuk berinteraksi dengan yang
lain.
Strategi :
Saat pasien menunggu terlalu lama dalam jadwal pertemuan dengan aliansi tenaga kesehatan
biasanya cenderung untuk menciptakan situasi dengan perawat dan pisician untuk membantu
pekerjaan tenaga kesehatan lain sehingga pasiaen tsb dapat menghindari penungguan.

c. Turnover/berganti peran (missal: pergantian pemimpin)


Pergantian peran yang cepat melemahkan kepercayaan, karena peran pekerjaan berubah dalam
waktu yang singkat.

Ketika komposisi profesional berubah, tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu mungkin
juga bergeser.
Contoh :
adaptasi dapat terjadi karena anggota tim baru memiliki lebih banyak pengetahuan di bidang
pelayanan kesehatan. Perbedaan kombinasi profesi pada tim, termasuk jenis profesi dan
jumlah
jam kerja, menghasilkan interaksi dan distribusi tanggung jawab yang berbeda di antara
anggota tim.

“Terdapat dinamika kuasa yang jelas. Saya rasa secara umum dokter cenderung lebih
berkuasa.” Team 1, Mental health counselor - Participant 12

Pengaruh Interpersonal
Dinamika interpersonal adalah dinamika antar tim anggota dan termasuk unsur-unsur seperti
profesional pendidikan dan saling memahami peran, kepercayaan, kepemimpinan, dan
konsultasi satu sama lain berdasarkan relevansi pengetahuan profesi tersebut.

1. Edukasi penting untuk mengetahui tanggungjawab dari semua profesi dan bagaimana
mengikutsertaka pelayanan yang profesioanl kepada pasien. Edukasi memengaruhi batasan
peran yang autonomous-collaborative.

2. Kepercayaan (trust) adalah faktor relasional yang mempengaruhi sejauh mana seorang
profesi bersifat kolaboratif dan bersedia untuk mendelegasikan dan berbagi tanggung jawab.
Kehadiran dari kepercayaan membuat anggota merasa lebih nyaman dalam mengandalkan
tentang keahlian satu sama lain dan dapat mendorong pembagian tanggung jawab yang lebih
besar.
3. Kepemimpinan (leadership) dapat mempengaruhi distribusi tanggung jawab dan
menumbuhkan sifat kolaboratif tim. Pemimpin dapat menjadi kunci dalam membantu
berintegrasi tenaga profesi baru ke dalam tim dan menciptakan rasa memiliki dalam tim.
Kepemimpinan juga dapat memfasilitasi peluang untuk interaksi interprofessi
Pemimpin dapat berkontribusi untuk membuat ruang pertemuan bagi anggota tim untuk
meningkatkan kolaborasi tim.

4. Relevansi pengetahuan profesional mempengaruhi kolaboratif batasan peran karena


tenaga kesehatan cenderung lebih sering berkolaborasi dengan tenaga yang bisa memberi
mereka tambahan pengetahuan dan informasi untuk menginformasikan keputusan perawatan
mereka dan sebaliknya.

Misal:
“Saya benar-benar bergantung pada apoteker untuk memastikan… saya menggunakan
obat yang optimal untuk seorang pasien ... jadi saya berinteraksi banyak dengan dia. Saya
berinteraksi dengan ahli gizi untuk membantu saya dalam peran."
Tim 2, NP - Peserta 4

Relevansi profesional pengetahuan dan keahlian dapat berdampak pada


frekuensi interaksi antara berbagai profesi dalam tim. Dinamika ini dapat berkontribusi pada
konstruksi lebih otonom atau lebih kolaboratif dalam batasan peran.

Pengaruh Individu
Sifat Individual, seperti :
- Pendekatan individu untuk peduli dan berinteraksi dengan aggota tim lain dapat
menentukan bagaimana anggota tim dapat bekerja secara kolaboratif.
- Sifat individu seperti malu-malu dan percaya diri dapat memengaruhi integrasi anggota
tim dan interaksi dengan tenaga kesehatan lain.

2. Kategori Batasan Peran


Peran batasan peran dikategorikan dengan 2 dimensi :
1. Autonomous atau Collaborative :
Autonomous menunjukkan kurang berinteraksi pada interprofesi, ada yang
memberikan perintah secara satu arah, diskusi sedikit.
Collaborative menunjukkan lebih berinteraksi pada interprofesi, lebih banyak
berdiskusi.

 Collaborative : terjadi pada anggota tim yg memiliki frekunsi interaksi dan bertukar
pengetahuan.
Contoh: “ saya sangat menyadari beratnya orang-orang yang bekerja disini, saya sering
berbagi penemuan saya pada pasien dengan rekan sejawat atau terkadang mereka yang
bercerita kepada saya.”
 Autonomous : terjadi pada anggota tim yg memiliki sidikit interaksi, kurang kolaboratif
dan bekerja secara independen (note : autonomy masih memiliki potensial dalam
kelengakapan tim/ masih diperlukan)
Contoh: “ saya selalu bersama pasien tiap hari, saya tidak akan duduk disini dan
berbicara tentang pekerjaan dengan siapapun, sungguh,, saya lebih baik sendiri”

2. Interchangeable atau Differentiated.


- Differentiation = pembagian tanggung jawab anggota tim
- Interchangeability = 1 profesi memiliki bebarapa tugas yang sama seperi yang lain.
(overlapping responsibilities)

Manfaat interchangeable:
 Pertukaran tanggung jawab dapat meringankan beban kerja tenaga kesehatan lain
 Meningkatkan keakraban dengan seluruh tim perawatan karena pertukaran tanggung
jawab.

Tetapi tanggung jawab yang tumpang tindih juga bisa timbul kebingungan seputar
peran. Manfaat Differentiated:
 Para profesi menjadi lebih fokus pada bidang keahlian khusus dalam tim
(memaksimalkan keterampilan).
 Mengurangi kemungkinan perebutan kekuasaan terkait dengan tanggung jawab yang
tumpang tindih.

Referensi:

MacNaughton, K., Chreim, S., & Bourgeault, I.L. (2013) Role construction and boundaries in
interprofessional primary health care teams: a qualitative study. 13(1), 1-13.
TBL 1.2
Faktor yang Mempengaruhi Kolaborasi
Interprofesional
di Pusat Kesehatan Indonesia

Tentir: Caroline Augustine A


QC: Nur Shafira Febrianti

Latar belakang : Beban kesehatan di Indonesia membutuhkan peningkatan pelayanan


kesehatan primer melalui kolaborasi interprofesional.
Tujuan : Mencari faktor yang mempengaruhi kolaborasi interprofesional dalam
pusat kesehatan di Indonesia.
Hasil : Kolaborasi dipengaruhi oleh tiga lapisan, yakni;

1. Personal : Interaksi pelayan kesehatan dengan mempertimbangkan hirarki dan


kurangnya pengertian mengenai peranan sebagai penghalang
interaksi.
2. Organisasi : Lingkungan sekitar pusat kesehatan (Kultur organisasi, manajemen
kelompok, ruang fisik, mekanisme komunikasi dan koordinasi).
3. Sistem kesehatan : Kebijakan dan peraturan pemerintah.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


1. Level individu : Kurangnya interaksi interprofesional di
Indonesia terjadi karena adanya hirarki dan kurangnya pemahaman peran di antara
profesi yang berbeda di pusat kesehatan Indonesia.
2. Hirarki : Di Indonesia, dokter dianggap berada pada
hirarki posisi paling atas. Akibatnya, profesi kesehatan lain sering diposisikan sebagai
staf pendukung dokter daripada profesi independen yang berkontribusi sesuai
pengetahuan dan keterampilan mereka masing-masing.
3. Pemahaman peran : Memahami peran profesi masing-masing dan
mendukung peran profesi lain merupakan prasyarat penting agar interaksi interprofesi
dapat terjadi. Studi membuktikan bahwa peran farmasis masih kurang dipahami oleh
dokter, perawat, dan bidan. Mereka menganggap farmasis sebagai pengelola pasokan
obat, memastikan ketersediaan dan aksesibilitas obat serta memberi informasi tentang
cara menggunakan obat padahal mereka memiliki peran yang lebih klinis seperti
meninjau preskripsi (pemberian dosis, interaksi dll), dan konseling pasien untuk
mengurangi kesalahan pembacaan resep.
4. Lingkungan pusat kesehatan : Faktor lain selain interaksi interprofesional.
5. Kultur organisasi : Kebiasan yang harus dibangun adalah tidak
menyalahkan orang lain, bertanya, berbagi ilmu.
6. Mekanisme koordinasi dan komunikasi: Pembuatan sistem informasi penting untuk
memastikan kejelasan dan kelanjutan informasi. Strategi lain adalah dengan
menjalankan pertemuan kelompok secara rutin.
7. Lingkungan fisik : Desain ruangan akan mempengaruhi pertukaran
informasi antara profesi kesehatan dengan bidang yang berbeda dan antara profesi
kesehatan dengan pasien.
8. Manajemen Staf : Kolaborasi yang kuat menuntut manajemen staf
dalam pembagian tugas yang efektif sehingga mereka memiliki cukup waktu untuk
berbagi informasi antar profesi dan mengembangkan hubungan interpersonal.
9. Kebijakan pemerintah : Perundang-undangan dan kebijakan yang
diadopsi oleh pemerintah adalah kunci untuk menciptkan sistem yang sesuai dengan
interprofesi. JKN adalah salah satu contoh sistem dan sistem itu membutuhkan peran
interaksi antar profesi kesehatan.

Referensi:
Setiadi, A.P. 2017. Factors contributing to interprofessional collaboration in Indonesian
health centres: A focus group study. URL:
https://scele.ui.ac.id/mod/resource/view.php?id=559515. [Accessed 21 May 2018].
TBL 1.3 Being An Effective Player

Tentir : Sabila Ainaya


QC : Nya’ Jeumpa Madani

A. Tim Pelayanan Kesehatan


1. Apa itu tim?
Tim memiliki sifat yang bervariasi. Tim dapat berupa tim multidisiplin atau tim
tim profesi tunggal, tim dapat bekerja dalam satu tempat atau dalam satu wilayah
geografi yang sama, tim dapat terdiri dari anggota-anggota yang sudah tetap atau yang
masih dapat diubah-ubah.
Karakteristik tim :
- Setiap anggota memiliki peran masing-masing untuk mencapai tujuan yang
sama
- Pembuatan keputusan
- Memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus
- Bertindak sebagai unit kolektif karena antar-anggota tim saling bergantung
satu sama lain
Definisi tim menurut Salas adalah satu rangkaian yang terdiri dari dua atau lebih
orang yang berinteraksi secara dinamis, saling bergantung dan adaptif terhadap
tujuan umum, dan masing-masing memiliki peran khusus atau fungsi untuk
melakukan dan yang memiliki jangka waktu keanggotaan.

2. Tipe-tipe Tim Pelayanan Kesehatan


Dalam sebuah tim, peran anggota sebagai seorang profesional akan bervariasi,
sedangkan peran anggota sebagai individu akan lebih fleksibel dan oportunitik.
Contohnya adalah peran pemimpin tim. Selain itu, dalam tim kesehatan, pasien dan
keluarga pasien perlu dilibatkan sebagai anggota aktif tim kesehatan untuk mendukung
pelayanan kesehatan yang berpusat pada keselamatan pasien serta untuk mendukung
pengambilan keputusan dan persetujuan pasien.
Team STEPPS telah mengidentfikasikan beberapa jenis tim, yaitu :
- Tim Inti, merupakan tim yang terdiri dari pemimpin tim dan anggota yang terlibat
langsung dalam merawat pasien. Anggota tim inti meliputi penyedia layanan
langsung seperti perawat, apoteker, dokter, dokter gigi, asisten dan, pasien atau
pengasuhnya. Anggota tim inti dapat berubah sesuai dengan kebutuhan pasien.
- Tim Koordinasi, merupakan kelompok yang bertanggung jawab untuk
manajemen operasional sehari-hari, memiliki fungsi koordinasi dan pengelolaan
sumber daya untuk tim inti. Terdiri dari perawat atau manajer pelayanan kesehatan,
dokter, atau tenaga medis lainnya.
- Tim Kontingensi, merupakan tim yang terbentuk untuk peristiwa medis tertentu,
contohnya bencana alam.
- Tim Layanan Tambahan, merupakan tim yang terdiri dari individu-individu
seperti pembersih atau staf rumah tangga yang memberikan langsung setelah
pelayanan medis, serta mendukung layanan utama dan memfasilitasi pelayanan
pasien. Tim layanan tambahan berfungsi secara indepenen dan mendukung tim inti.
- Tim Layanan Pendukung, merupakan tim yang terdiri dari individu yang
memberikan langsung jasa atau memiliki tugas tertentu di fasilitas pelayanan
kesehatan, membantu untuk memfasilitasi pengalaman pelayanan kesehatan yang
optimal bagi pasien dan keluarga, mengelola lingkungan, aset dan logistik dalam
fasilitas medis.
- Administrasi, merupakan pemimpin eksekutif dari unit atau fasilitas medis
tertentu, memiliki 24 jam akuntabilitas fungsi secara keseluruhan dalam
manajemen organisasi, bertugas membentuk iklim dan budaya sistem kerja sama
tim, mengembangkan dan menegakkan kebijakan, menyediakan sumber daya yang
diperlukan, menetapkan peran dan tanggung jawab anggota tim, dan memegang
tanggung jawab atas kinerja anggota.

3. Tim yang Efektif


Keselamatan pasien dalam sistem pelayanan kesehatan memerlukan kerja sama tim
yang efektif untuk meminimalkan kecelakaan medis yang disebabkan oleh
miskomunikasi. Pasien juga memiliki peran dalam pelayanan mereka sendiri dan harus
menjadi bagian dari jalur komunikas. Keterlibatan mereka dapat meminimalkan
kesalahan dan potensi kecelakaan medis.
Tantangan-tantangan tersebut membutuhkan pendekatan yang terkoordinasi dan
lintas multidisiplin. Salah satunya adalah melalui pelatihan tenaga medis sebagai tim
yang merupakan strategi yang efektif untuk meningkatkan keselamatan pasien dan
mengurangi kesalahan medis.
Meningkatkan kerja sama tim dapat memberi manfaat peningkatan hasil
pelayananpasien dan keselamatan. Berikut adalah manfaat dari tim pelayanan
kesehatan yang efektif.
4. Pembentukan dan Perkembangan Tim

5. Karakteristik Tim yang Sukses


- Memiliki tujuan yang sama dan jelas yang mencakup kepentingan bersama
- Memiliki tujuan yang terukur dan fokus
- Memiliki kepemimpinan yang efektif yang mengatur dan memelihara struktur,
mengelola konflik, mendengarkan anggota dan mengakomodir kepercayaan dan
dukungan anggota
- Memiliki komunikasi yang efektif
- Memiliki anggota tim yang semangat tinggi dan memiliki keinginan untuk terus
bekerja sama bersama
- Memiliki anggota tim yang saling mengormati peras dan tugas masing-masing
serta saling menghargai kontribusi masing-masing anggota
Syarat tambahan :
- Kemampuan tugas individu
- Motivasi tugas
- Fleksibilitas
- Kemampuan untuk memantau kinerja mereka sendiri
- Resolusi efektif dan belajar dari konflik
- Keterlibatan dalam pemantauan situasi.

6. Pemimpin yang Efektif


• Menerima peran kepemimpinan
• Meminta bantuan yang sesuai;
• Terus-menerus memantau situasi;
• Prioritas mengatur dan membuat keputusan;
• Memanfaatkan sumber daya untuk memaksimalkan kinerja
• Menyelesaikan konflik tim
• Menyeimbangkan beban kerja dalam tim
• Mendelegasikan tugas
• Melakukan briefing
• Anggota tim bisa berbicara secara bebas dan mengajukan pertanyaan
• Menyelenggarakan kegiatan peningkatan dan pelatihan bagi tim
• Inspirasi anggota lain dari tim dan mempertahankan budaya kelompok yang positif
• Memastikan bahwa tim tetap di jalur dan memenuhi hasil yang diharapkan
7. Teknik Komunikasi bagi Tim Pelayanan Kesehatan
Salah satu teknik yang dideskripsikan oleh STEPPS adalah teknik ISBAR, yaitu
teknik untuk mengkomunikasikan informasi penting tentang kekhawatiran pasien yang
membutuhkan perhatian dan tindakan segera. Teknik ini dimaksudkan untuk
memastikan bahwa informasi yang benar dan tingkat kepedulian dikomunikasikan
antara tenaga medis.
I - Introduction
S – Situation (Apa yang terjadi dengan pasien?)
B – Background (Apa latar belakang klinis dan konteksnya?)
A – Assesment (Apa masalah yang terpikir?)
R – Recommendation (Apa yang saya lakukan untuk memperbaikinya?)
Teknik lainnya adalah dengan melakukan beberapa hal di bawah ini.
a. Panggilan, yaitu strategi untuk mengkomunikasikan informasi penting atau
kritis kepada semua anggota tim secara bersamaan selama situasi genting,
membantu anggota tim mengantisipasi langkah berikutnya , dan mengarahkan
tanggung jawab kepada individu tertentu yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan tugas
b. Memeriksa kembali, yaitu teknik untuk memastikan bahwa informasi yang
disampaikan oleh pengirim dipahami oleh penerima.
Langkah satu: Sender memulai pesan
Langkah dua: Penerima menerima pesan dan memberikan umpan balik.
Langkah ketiga: Pengirim mengecek ulang untukmemastikan bahwa
pesan telah dipahami.
c. Serah-Terima Pasien, yaitu saat untuk pertukaran informasi yang akurat yang
mengacu pada pengalihan tanggung jawab untuk beberapa atau semua aspek
pelayananatas pasien kepada tenaga medis lain. Dalam hal ini, terdapat strategi
agar serah terima pasien berjalan efektif, yaitu dengan strategi I PASS THE
BUTTON

8. Memecahkan Pertentangan dan Konflik Tim


Terdapat beberapa protokol untuk untuk membantu anggota tim untuk
menumbuhkan keprihatinan dalam menyelesaikan masalah demi keberhasilan tim.
a. Keselamatan Psikologi, adalah sejauh mana orang memandang lingkungan kerja
mereka sebagai lingkungan yang kondusif untuk mengambil risiko interpersonal
b. Aturan Dua-Tantangan, adalah aturan yang memberdayakan semua anggota tim
untuk menghentikan kegiatan jika merasakan atau menemukan adanya
pelanggaran keselamatan. Hal ini membutuhkan seseorang dari dalam tim untuk
menyuarakan keprihatinan nya dengan menegaskan perhatian setidaknya dua kali
jika pernyataan awal diabaikan.
c. CUS
I am Concerned = Aku khawatir
I am Uncomfortable = Saya tidak nyaman
This is a Safety issue = Ini adalah masalah Keselamatan
d. Script DESC
Describe : Gambarkan situasi tertentu atau sikap yang berisi bukti nyata atau data.
Express : Ungkapkan bagaimana situasi yang anda rasakan dan apa kekhawatiran
Anda.
Suggest : Sarankan alternatif lain dan mencari kesepakatan.
Consequences : Konsekuensi harus dinyatakan efeknya pada tujuan tim yang
dibentuk atau efek terhadap keselamatan pasien.

9. Tantangan Kerjasama Tim


- Perubahan peran
Hal ini dapat menjadi masalah ketika terdapat perubahan peran dari seorang
anggota yang tidak atau kurang terampil dengan perannya yang baru. Maka dari
itu, mereka perlu untuk dilatuh dan didukung oleh anggota tim yang lainnya.
- Perubahan tata letak dan kelola
Perubahan ini mengakibatkan adanya modifikasi ulang tim yang ada sesuai dengan
perannya dan pengembangan tim baru
- Hierarki pelayanan kesehatan
Hal ini menjadi kontraproduktif dan berefek adanya stigma bahwa seorang
pemimpin haruslah seorang dokter. Padahal, semua anggota harus
dipertimbangkan dan pemimpin tim belum tentu seorang dokter.
- Sifat individual pelayanan kesehatan
Salah satu masalah yang sering terjadi adalah beberapa profesi (dokter, peawat,
dan yang lainnya) bekerja secara otonom dan kurang mampu bekerja sama
- Ketidakstabilan tim

Referensi :

World Health Organization. 2011. Patient Safety Curiculum Guide: Multi-Profesional Edition.
Malta: Switzerland.
TBL 2.1
ABC of Clinical Leadership

Tentir: Griselda Qonitah W.


QC: Ayesha Nuraini

Chapter 3
Teori dan Konsep Kepemimpinan

1. Trait Theory
Trait theory menyatakan bahwa seorang pemimpin memiliki banyak kualitas personal. Bukti
yang paling meyakinkan tentang teori ini adalah 5 besar faktor personal, seperti tingkat
ekstrovert dari seseorang, neurotisisme, keterbukaan terhadap pengalaman baru,
kesungguhan, dan kesetujuan.

Daftar kecerdasan emosi dan kepemimpinan:

 Kesadaran diri  Kepekaan social


- Emosi kesadaran diri - Empati
- Penilaian diri yang akurat - Kesadaran organisasi
- Kepercayaan diri - Berorientasi pada
pelayanan
 Manajemen diri
- Control diri  Social skill
- Kepercayaan - Visi
- Kesungguhan - Mempengaruhu
- Kemampuan adaptasi - Komunikasi
- Berorientasi pada tujuan - Membangun relasi
- Inisiatif - Manajemen konflik
- Kerjasama dan kolaborasi

2. Gaya Kepemimpinan

Pemikiran demokratis tentang kepemimpinan menyatakan bahwa kepemimpinan fokus


terhadap apa yang pemimpin kerjakan dibandingkan siapa pemimpinnya itu sendiri. Teori
gaya kepemimpinan biasanya mengelompokkan masalah menjadi 2 kelompok besar, yaitu
bagaimana keputusan dibuat dan dimana fokus perhatian berada.

Tannenbaum dan Schmidt mengelompokkan cara membuat keputusan dari autocratic


(lakukan apa yang saya perintahkan) hingga abdicatory (kebebasan bagi untuk melakukan
apapun).
Blake dan Mounton membuat sebuah kerangka manajemen tim seperti pada gambar di
bawah

Adair menyatakan bahwa kepemimpinan yang efektif membutuhkan keseimbangan


perhatian tugas antara individu dan tim.
3. Teori Kontingensi

Gagasan bahwa seorang pemimpin harus menyesuaikan gayanya dengan kompetensi serta
komitmen dari staff atau situasi kelompok yang dipimpinnya. Menghasilkan adanya 4 gaya
dalam memimpin: mengarahkan, melatih, mendukung dan mendelegasikan.

4. Transformational Leadership
Bass dan Avolio merangkum konsep ini menjadi 4I, yaitu
- Idealised influence;
- Inspirational motivation;
- Intellectual stimulation;
- Individual consideration;

Dalam model transformasi, pemimpin bertindak untuk mengeluarkan potensi manusia yang
ada lewat pemberdayaan dan pembangunan dari pengikutnya sehingga dapat menghasilkan
sebuah perubahan kearah yang lebih baik. Model ini sudah dilakukan di negara maju, seperti
pada United Kingdom, yatiu NHS Leadership Qualities Framework.
5. Kepemimpinan Karismatik

Merupakan gabungan kepribadian kepecayaan diri yang dominan dan kemampuan


memengaruhi orang lain, pengambilan peran yang kuat, memiliki harapan yang tinggi, dan
mencapai tujuan ideologis dengan kemauan yang kuat. Jika gaya ini terlalu diterapkan, dapat
menjadikan kesombongan, arogansi, dan obsesi diri. Kebalikan dari karismatik adalah
narcissism.

6. Servant Leadership
Kepemimpinan ini diterapkan di kementerian dan sektor public. Pemimpin bertindak seperti
pramugari, yaitu melayani kebutuhan masyarakat yang dipimpin, memfasilitasi pertumbuhan
dan pengembangan, membujuk bukan memaksa, mendengarkan, dan bertindak secara
empatik.

7. Distributed Leadership
Kepemimpinan dianggap tidak berada dalam satu individu, keahlian diakui untuk
didistribusikan, tidak ada batasan kepemimpinan (terbuka) dan kepemimpinan muncul dari
dalam koneksi organisasi.

8. Apakah Kepemimpinan Dapat Dipelajari?


Posner dan Kouzes menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan hal yang dapat diobservasi
dan dipelajari. NHS Institute for Innovation and Improvement, membuat bagan bagaimana
kepemimpinan dapat dipelajari. Dalam model ini juga ditemukan perbedaan yang jelas antara
sifat dan kompetensi. Sifat merupakaan bawaan, tetapi kompetensi hasil dari pembelajaran.
Chapter 10
Leading for Collaboration and Partnership Working

1. Apa itu kolaborasi dan kemitraan?

Kolaborasi adalah proses yang melibatkan komitmen dan budaya terhadap prinsip-prinsip dan
praktik kemitraan yang bekerja dalam kepentingan bersama untuk hasil yang baik bagi
pengguna dan seluruh komunitas (McKimm et al., 2008). Hasil dapat dicapai lewat:
- Pihak-pihak yang saling mendukung pengambilan keputusan bersama
- Tanggung jawab yang sama atas hasil
- Kepemilikan bersama atas keputusan
- Bekerja melewati batas professional dan fungsional
- Menetapkan faktor pendukung seperti sumber daya, sistem dan proses (Liedtka
dan Whitten, 1998).

Kemitraan mendeskripsikan hubungan yang butuh dicapai, pertahankan, dan ditinjau


kembali, biasanya melalui perjanjian formal.

2. Konteks Kebijakan

‘Agenda modernisasi’ (kebijakan NHS ‘supertanker’) menekankan akuntabilitas yang lebih


besar dari para profesional dan organisasi, mengambil pendekatan manajerial melalui
pengesahan ulang layanan, penerapan tindakan termasuk penetapan target dan ‘penilaian
terbaik’ dan penunjukan manajer non-klinis.

3. Praktik Kolaboratif
Praktik kolaboratif adalah ketika beberapa pekerja layanan kesehatan yang berasal dari
background professional yang berbeda bekerja bersama pasien, keluarga, dan komunitas
untuk menyampaikan kualitas layanan kesehatan yang terbaik. WHO mendeskripsikan
komponen interdependen dari sistem kesehatan yang kompleks sebagai pelayanan
kesehatan, tenaga kerja kesehatan, informasi kesehatan, produk medis, vaksin, teknologi,
pembiayaan kesehatan, serta kepemimpinan dan pemerintahan.

4. Keuntungan dari kolaborasi


Menurut WHO, keuntungan dari kolaborasi, yaitu:
 Meningkatkan perawatan pasien
- tingkat kepuasan yang lebih tinggi
- penerimaan perawatan yang lebih baik
- peningkatan hasil kesehatan
 Peningkatan akses ke dan koordinasi layanan kesehatan
 Penggunaan sumber daya klinis spesialis yang lebih tepat (mis. Di daerah pedesaan
atau terpencil)
 Peningkatan keamanan dan pengurangan kesalahan klinis
 Menurunkan:
- Komplikasi pada pasein
- Lama tinggal di rumah sakit dan waktu perawatan
- Administrasi rumah sakit
- Kunjungan rawat jalan
- Tingkat mortalitas
- Perputaran staf
- Keseluruhan biaya perawatan
 Hibah dan pendanaan sering diarahkan untuk kerja sama dan kemitraan, sehingga
mendukung peningkatan dan inovasi layanan non-inti.

5. Pendekatan Kepemimpinan

6. Personal Skills
Personal skills yang dibutuhkan untuk kolaborasi adalah:
- Mampu meminta maaf
- Rendah hati
- Memberikan sudut pandang tanpa melukai perasaan orang lain
- Bersikap jelas
- Mampu mengontrol emosi
- Mendengarkan secara aktif
- Bertanya bila tidak mengerti
- Pahami niat bersama dan menerapkannya dalam tindakan
- Menyampaikan cerita
- Mampu menyelesaikan banyak hal
- Networking
- Mau belajar
- Tangguh
7. Budaya dan Perubahan
Budaya adalah cara kita melakukan sesuatu disini. Budaya juga bisa didefinisikan sebagai
hasil yang muncul dari negosisasi dan percakapan yang berkelanjutan tentang nilai dan
makna. Jika ingin merubah budaya, maka sistem, proses, percakapan dan cerita juga perlu
diubah.

8. Memimpin secara kolaboratif untuk menghasilkan perubahan


Para pemimpin kolaboratif memastikan bahwa semua orang yang terkena dampak keputusan
(para pemangku kepentingan) adalah bagian dari proses perubahan. Inisiatif kolaboratif
mensyaratkan adanya identifikasi awal dari semua pemangku kepentingan agar peluang dapat
dimanfaatkan untuk memasukkan, memengaruhi, dan pertukaran ide melalui membangun
sistem komunikasi dan pembangunan tepat waktu untuk diskusi, tanggapan, dan perubahan.

9. Kekuasaan, otoritas, dan pengaruh


Para pemimpin kolaboratif harus merasa nyaman dengan memperoleh dan menggunakan
kekuatan dan pengaruh, dan waspada terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan.

Kepemimpinan yang efektif membutuhkan kredibilitas untuk dibentuk, seringkali dengan


individu dan kelompok yang berbeda. Menurut Kanter, kekuasaan dapat diperoleh melalu
memberi.

10. ‘Gap’ Kepemimpinan


Dalam kepemimpinan medis, biasanya terdapat bentuk dari kepemimpinan yang ‘command
and control’.
11. Sistem baru dan cara kerja baru
Sistem yang baru ditetapkan dengan kurang bergantung pada status organisasi melainkan
lebih pada hubungan yang dibentuk melalui interdependensi formal:
- Jaringan
- Aliansi (persatuan kepentingan yang memiliki karakter serupa)
- Koalisi (aliansi sementara dengan tujuan tertentu)
- Konsorsium (asosiasi/kelompok yang memiliki minat serupa)
- Komunitas praktik (model kerja kolaboratif)

Cara kerja baru:

- Boundary Spanners’- percaya pada kolaborasi, menunjukkan kemampuan untuk


mendapatkan dan mendistribusikan informasi secara strategis, melihat masalah dari
sudut pandang baru.
- Tempered radicals – mengambil resiko yang besar, namun berhasil bekerja dalam
organisasi
- Broker, mediator, negotiator - semakin diakui, direkrut, dan dilatih untuk peran-
peran spesifik

12. Strategi Kolaborasi


Kegiatan yang dapat dilakukan, yaitu:
 meningkatkan kesadaran Anda tentang tanggung jawab dan kekuatan organisasi dan
profesional
 mempelajari sistem, proses dan cara kerja (budaya) untuk mengidentifikasi dan
mengatasi hambatan struktural dan sosial untuk kolaborasi
 memikirkan bagaimana mekanisme pendanaan dapat digunakan di seluruh
kolaborasi dengan menyelaraskan, mengumpulkan atau memilah dana
 menstimulasi kerja lintas-fungsional dan organisasional melalui keterlibatan dalam
proyek-proyek baru atau inovasi-inovasi kesehatan
 menggunakan manajemen produksi untuk mencapai kecanggihan kolaborasi melalui
'koalisi pemandu', keterlibatan pemangku kepentingan, visi yang jelas, keuntungan
bersama (keuntungan bersama) dan kemenangan yang dapat dilihat
 memetakan sistem dan koneksi Anda dengan orang lain untuk membantu
mengidentifikasi jaringan di mana perubahan dapat dilakukan.
Referensi:

Swanwick, Tim, & McKimm, Judy. (2011) ABC of Clinical Leadership.United Kingdom:
Wiley Blackwell.
TBL 2.2
Kegagalan Komunikasi pada Ruang Operasi
(Operating Room)
Tentir: Chita Yumina
QC: Fatimah Syakura

1. Jenis Kegagalan Komunikasi

Dari 421 kejadian komunikasi yang tercatat, 129 dikategorikan sebagi kegagalan komunikasi.

Jenis kegagalan :
‘‘occasion’’ (45.7% of instances)  timing buruk
‘‘content’’ (35.7%)  informasi kurang lengap atau tidak akurat
‘‘purpose’’ (24.0%)  masalah tidak terselesaikan
‘‘audience’’ (20.9%)  individu yang ahli dalam bidangnya tidak ikut dalam penanganan
36.4% kegagalan memberi efek yang jelas kepada sistem, seperti ketidakefisienan,
ketegangan tim, prosedur eror, sumber terbuang, keterlambatan, ketietidaknyamanan pasien,
dll.

Jenis kegagalan komunikasi (Definisi dan Contoh)


Kegagalan Definisi Ilustrasi contoh
Kegagalan saat kejadian Masalah pada situasi/konteks Ahli bedah bertanya kepada anestesis
(Occasion failures) kejadian komunikasi apakah antibiotic telah dimasukkan.
Saat pertanyaan itu ditanyakan,
prosedur operasinya telah berlangsung
selama 1 jam. Padahal antibiotic
secara optimal diberikan dalam waktu
30 menit insisi. (Intinya timing salah,
sudah telat).
Kegagalan konten Tidak cukup/ tidak akurat pada Seorang ahli anestesi bertanya kepada
(Content failures) informasi yang disalurkan staff ahli bedah apakah paseien
memilki tempat tidur di ICU. Staff ahli
bedah menjawab : “tempat tidur
kemungkinan tidak diperlukan, dan
sepertinya sudah tidak ada persedian
lagi. jadi mari lanjut
saja.”(Pertanyaannya tidak terjawab,
informasi kurang)
Kegagalan audiens Kesenjangan komposisi grup Perawat dan ahli anestesi
(Audience failures) yang terlibat dalam komunikasi mendiskusikan bagaimana pasien
(ada anggota yang absen) harus diposisikan untuk pembedahan
tanpa ada ahli bedah saat diskusi.
Kegagalan tujuan Komunikasi yang tujuannya Saat pengeluaran donor hati, perawat
(Purpose failures) tidak jelas, tidak dicapai atau mendiskusikan apakah es diperlukan
tidak tepat. utuk preparat hati tersebut. Tidak
seorangpun yang tau.  tujuan
komunikasi : mencari jika es
dibutuhkan atau tidak dicapai.

2. Efek kegagalan komunikasi

Efek kegagalan komunikasi (Definisi dan Contoh)


Efek dan definisi Contoh ilustrasi
Ketidakefisienan Dokter bedah meminta '‘wishbone’. Namun, yang
(inefficiency): Kegagalan tersedia bukan yang dia inginkan. Perawat baru
komunikasi mengharuskan menjelaskan bahwa ia kesulitan mengubah peralatan
anggota tim untuk mengulang yang diminta,
atau membatalkan langkah Case percakapan :
prosedural; langkah Ahli bedah staf berseru: ''Yah ini bodoh, kami memesan
membutuhkan lebih banyak barang baru dan mendapatkan barang lama. ’
tindakan atau pembicaraan dari Perawat scrub bertanya: '' Ada yang ingin memanggil
biasanya. CPD (departemen pemrosesan pusat) LAGI? ’’
(Komunikasi baru muncul pada saat dibutuhkan,
menciptakan inefisiensi pembicaraan dan tindakan.)
Ketegangan (tension): Dalam contoh tentang wishbone (di atas), seorang
Tanggapan emosional terhadap perawat yang baru pada divisinya, merespons bahwa dia
kegagalan komunikasi; akan memanggil CPD.
dapat beriak ke anggota /
lingkungan lain Perawat tampak cemas ketika dia ditelfon. Ketika dia
mengangkat telepon
ahli bedah mengatakan '‘well ??’
ahli bedah merasa kesal sebagai tanggapan atas masalah
sumber daya yang berulang yang belum ditangani secara
proaktif. Hal ini membuat perawat dan CPD frustasi.
Keterlambatan (delay): Pada asus yang staf bedah belum hadir untuk diskusi
kegagalan komuniaksi pemosisian kerja, penjelasan akan diulang. Upaya
menyebabkan keterlambatan pengerjaan ulang seperti ini menunda dimulainya
prosedur bedah prosedur, di samping menciptakan efek ketidakefisienan
dalam praktik kerja.
Workaround : kegagalan Setelah pasien dibius, perawat memberitahu ahli bedah
komunikasi menimbulkan bahwa formulir persetujuan menggunakan singkatan
sebuah budaya untuk menerima bukan nama prosedur lengkap, dan menambahkan
pelanggaran regulasi karena bahwa ini bertentangan dengan peraturan. Ahli bedah
mempertahankan workflow menjawab: '' Kuncinya adalah, apakah menurut Anda dia
yang efisien . tahu apa yang akan dia lakukan untuk pagi ini? ''
Perawat meyakinkan:
(semacam membuat alasan '' Ya, kami tidak menunda kasus karena itu ... ’.
pembelaan diri)
(Anggota membuat perjanjian diam-diam untuk bekerja
di sekitar peraturan rumah sakit dengan berpura-pura
menginformasi izin untuk memastikan OR tetap sesuai
jadwal.)
Pemborosan sumber daya: Sebuah simpanan sel, sumber daya peralatan yang
Kegagalan komunikasi penting dan terbatas, dipesan dan disiapkan. Ketika
menghasilkan penggunaan perawat yang bertugas ditanya tim bedah saat mereka
peralatan atau personel yang akan menggunakan peralatan ini, rekan bedah menjawab
tidak diperlukan bahwa mereka tidak akan menggunakannya sama sekali.
Kemudian perfusionist masuk dan bertanya: ''Anda tidak
membutuhkan sel penyimpan ini?” Untuk yang mana
ahli bedah staf menanggapi dengan penuh maaf, ''Tidak,
itu adalah kasus kanker. Saya harus mengatakan itu pada
mereka. ’

Jika informasi ini diberitahu lebih awal, peralatan


tersebut tidak akan dicari dan tidak tersedia karena
memang tidak diperlukan.
Ketidaknyamanan pasien: Seorang pasien telah tiba di ruang operasi dan memiliki
Kegagalan komunikasi IV saluran infus yang telah terpasang. Kemudian, ahli
menciptakan ketegangan yang anestesi berkomunikasi kepada perawat bahwa informasi
tidak semestinya atau jenis darah pasien hilang.
pembebanan pada pasien Penanganan pasien harus dihentikan sementara pasien
menunggu di meja operasi agar darah diambil sehingga
membuat pasien merasa tidak nyaman.)
Kesalahan prosedur: Ahli anestesi menyisipkan lumen triple pada pasien.
Kegagalan komunikasi Dokter bedah tiba dan berkata: 'Aku mau sebuah [Swan-
berkontribusi untuk kesalahan Ganz line]. ’'Menunjuk, dia berkata:' 'IV itu tidak sesuai
dalam untuk transplantasi.' 'Teman anestesi, bergabung dengan
pengambilan keputusan atau staf anestesi, menghilangkan lumen triple dan
kegagalan teknik menggantinya dengan garis Swan-Ganz, proses yang
membutuhkan lebih dari 30 menit.

(Contoh ini mengilustrasikan kesalahan prosedural


dalam penyisipan garis yang tidak sesuai sehingga
mengharuskan penghapusan dan reintegrasi, setiap
langkah yang dapat meningkatkan risiko pada pasien.)

Referensi:

Lingard, L. (2004). Communication failures in the operating room: an observational


classification of recurrent types and effects. Qual Saf Health Care. 13, 330-334. doi:
10.1136/qshc.2003.008425
TBL 2.3
Tipe Manajemen Konflik pada Profesi Kesehatan

Tentir: Caroline Augustine A


QC: Nur Shafira F

Latar belakang : Pemberian pelayanan kesehatan sangat rawan terhadap


dampak negatif dari adanya konflik.
Definisi Tipe Manajemen Konflik :
 COMPETING : Seseorang berusaha mempertahankan kepentingannya dibanding
kepentingan orang lain dengan berbagai kekuatan, dengan kata lain melawan.
 COLLABORATING : Bekerjasama mencari solusi yang sesuai dengan kepentingan kedua
belah pihak.
 COMPROMISING : Berkompromi mencari solusi jalan tengah secara cepat yang tidak
sepenuhnya memuaskan kedua pihak.
 AVOIDING : Menghindari permasalahan.
 ACCOMODATING : Mengakomodasi kepentingan orang lain dan mengorbankan
kepentingan sendiri.
Konsep :

Konflik dapat diartikan sebagai kesulitan yang ditemui antara dua pihak yang saling
bergantung satu sama lain yang melihat tujuan yang berbeda, sumber yang berbeda, dan terdapat
campur tangan orang lain untuk mencegah mereka mencapai tujuan mereka.
Hasil :
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara prevalen tipe manajemen konflik yang dipilih
oleh perawat, ahli radiologi, dan pusat pernapasan. Oleh karena itu, status pendidikan mereka tidak
berbeda secara signifikan dalam partisipasi pemilihan tipe manajemen konflik.

Referensi:
Sportsman, S. CONFLICT MANAGEMENT STYLES IN THE HEALTH PROFESSIONS.
URL: https://scele.ui.ac.id/mod/resource/view.php?id=559520. [Accessed 21 May 2018].

Anda mungkin juga menyukai