1
Peran pembangunan dan batas-batasan pada tim
interprofesi primary health care
Tentir: Chita Yumina
QC: Fatimah Syakura
Professional role construction: pembentukan dan negosiasi dari tugas pekerjaan (taskwork),
Maksudnya, bagi-bagi peran dan tugas oleh masing-masing profesi. Misalnya dokter ranahnya
apa, ahli kesmas ranahnya apa, dll.
Primary health care memiliki mandat untuk meyediakan layanan dengan tim professional yang
kolaboratif sambil meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan status kesehatan pasien.
Batas-batasan antara profesi pada suatu tim dapat terbentuk tidak hanya melalui interaksi tetapi
juga pada distribusi tanggung jawab. Hal ini dapat menurunkan role blurring (peran yang
terangkap) di antara tiap profesi.
Role blurring ini terjadi karena kompetensi yang tumpang tindih antarprofesi. Ini dianggap
menguntungkan bagi sebagian profesi dan ditentang bagi sebagian yang lain karena
membingkungkan.
1. Elemen structural (karakteristik tempat kerja) seperti beban kerja dan kondisi fisik
(ruang/tempat kerja).
2. Elemen interpersonal (dinamika antar anggota tim) termasuk kepemimpinan dan
edukasi.
3. Sifat individu (dinamika individu yang terlibat dalam tim interprofessional) seperti
sikap, perilaku dan nilai.
Pengaruh Struktural
a. Kondisi fisik ruang kedekatan jarak antar anggota tim.
Contoh : tim 1 memiliki physical space yang lebih kecil maka akan mudah dalam proses
berinteraksi dan bertatap muka.
Tim 2 yang bekerja dilain lantai dan gedung akn lebih sulit untuk berinteraksi secara
langsung.
b. Beban kerja
Tim 1: Beban kerja memengaruhi pembangunan frekuensi interaksi antara tim kesehatan dan
distribusi tanggung jawab.
Contoh :
Pekerjaan yang terlalu berat dapat mengurangi kesempatan untuk berinteraksi dengan yang
lain.
Strategi :
Saat pasien menunggu terlalu lama dalam jadwal pertemuan dengan aliansi tenaga kesehatan
biasanya cenderung untuk menciptakan situasi dengan perawat dan pisician untuk membantu
pekerjaan tenaga kesehatan lain sehingga pasiaen tsb dapat menghindari penungguan.
Ketika komposisi profesional berubah, tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu mungkin
juga bergeser.
Contoh :
adaptasi dapat terjadi karena anggota tim baru memiliki lebih banyak pengetahuan di bidang
pelayanan kesehatan. Perbedaan kombinasi profesi pada tim, termasuk jenis profesi dan
jumlah
jam kerja, menghasilkan interaksi dan distribusi tanggung jawab yang berbeda di antara
anggota tim.
“Terdapat dinamika kuasa yang jelas. Saya rasa secara umum dokter cenderung lebih
berkuasa.” Team 1, Mental health counselor - Participant 12
Pengaruh Interpersonal
Dinamika interpersonal adalah dinamika antar tim anggota dan termasuk unsur-unsur seperti
profesional pendidikan dan saling memahami peran, kepercayaan, kepemimpinan, dan
konsultasi satu sama lain berdasarkan relevansi pengetahuan profesi tersebut.
1. Edukasi penting untuk mengetahui tanggungjawab dari semua profesi dan bagaimana
mengikutsertaka pelayanan yang profesioanl kepada pasien. Edukasi memengaruhi batasan
peran yang autonomous-collaborative.
2. Kepercayaan (trust) adalah faktor relasional yang mempengaruhi sejauh mana seorang
profesi bersifat kolaboratif dan bersedia untuk mendelegasikan dan berbagi tanggung jawab.
Kehadiran dari kepercayaan membuat anggota merasa lebih nyaman dalam mengandalkan
tentang keahlian satu sama lain dan dapat mendorong pembagian tanggung jawab yang lebih
besar.
3. Kepemimpinan (leadership) dapat mempengaruhi distribusi tanggung jawab dan
menumbuhkan sifat kolaboratif tim. Pemimpin dapat menjadi kunci dalam membantu
berintegrasi tenaga profesi baru ke dalam tim dan menciptakan rasa memiliki dalam tim.
Kepemimpinan juga dapat memfasilitasi peluang untuk interaksi interprofessi
Pemimpin dapat berkontribusi untuk membuat ruang pertemuan bagi anggota tim untuk
meningkatkan kolaborasi tim.
Misal:
“Saya benar-benar bergantung pada apoteker untuk memastikan… saya menggunakan
obat yang optimal untuk seorang pasien ... jadi saya berinteraksi banyak dengan dia. Saya
berinteraksi dengan ahli gizi untuk membantu saya dalam peran."
Tim 2, NP - Peserta 4
Pengaruh Individu
Sifat Individual, seperti :
- Pendekatan individu untuk peduli dan berinteraksi dengan aggota tim lain dapat
menentukan bagaimana anggota tim dapat bekerja secara kolaboratif.
- Sifat individu seperti malu-malu dan percaya diri dapat memengaruhi integrasi anggota
tim dan interaksi dengan tenaga kesehatan lain.
Collaborative : terjadi pada anggota tim yg memiliki frekunsi interaksi dan bertukar
pengetahuan.
Contoh: “ saya sangat menyadari beratnya orang-orang yang bekerja disini, saya sering
berbagi penemuan saya pada pasien dengan rekan sejawat atau terkadang mereka yang
bercerita kepada saya.”
Autonomous : terjadi pada anggota tim yg memiliki sidikit interaksi, kurang kolaboratif
dan bekerja secara independen (note : autonomy masih memiliki potensial dalam
kelengakapan tim/ masih diperlukan)
Contoh: “ saya selalu bersama pasien tiap hari, saya tidak akan duduk disini dan
berbicara tentang pekerjaan dengan siapapun, sungguh,, saya lebih baik sendiri”
Manfaat interchangeable:
Pertukaran tanggung jawab dapat meringankan beban kerja tenaga kesehatan lain
Meningkatkan keakraban dengan seluruh tim perawatan karena pertukaran tanggung
jawab.
Tetapi tanggung jawab yang tumpang tindih juga bisa timbul kebingungan seputar
peran. Manfaat Differentiated:
Para profesi menjadi lebih fokus pada bidang keahlian khusus dalam tim
(memaksimalkan keterampilan).
Mengurangi kemungkinan perebutan kekuasaan terkait dengan tanggung jawab yang
tumpang tindih.
Referensi:
MacNaughton, K., Chreim, S., & Bourgeault, I.L. (2013) Role construction and boundaries in
interprofessional primary health care teams: a qualitative study. 13(1), 1-13.
TBL 1.2
Faktor yang Mempengaruhi Kolaborasi
Interprofesional
di Pusat Kesehatan Indonesia
Referensi:
Setiadi, A.P. 2017. Factors contributing to interprofessional collaboration in Indonesian
health centres: A focus group study. URL:
https://scele.ui.ac.id/mod/resource/view.php?id=559515. [Accessed 21 May 2018].
TBL 1.3 Being An Effective Player
Referensi :
World Health Organization. 2011. Patient Safety Curiculum Guide: Multi-Profesional Edition.
Malta: Switzerland.
TBL 2.1
ABC of Clinical Leadership
Chapter 3
Teori dan Konsep Kepemimpinan
1. Trait Theory
Trait theory menyatakan bahwa seorang pemimpin memiliki banyak kualitas personal. Bukti
yang paling meyakinkan tentang teori ini adalah 5 besar faktor personal, seperti tingkat
ekstrovert dari seseorang, neurotisisme, keterbukaan terhadap pengalaman baru,
kesungguhan, dan kesetujuan.
2. Gaya Kepemimpinan
Gagasan bahwa seorang pemimpin harus menyesuaikan gayanya dengan kompetensi serta
komitmen dari staff atau situasi kelompok yang dipimpinnya. Menghasilkan adanya 4 gaya
dalam memimpin: mengarahkan, melatih, mendukung dan mendelegasikan.
4. Transformational Leadership
Bass dan Avolio merangkum konsep ini menjadi 4I, yaitu
- Idealised influence;
- Inspirational motivation;
- Intellectual stimulation;
- Individual consideration;
Dalam model transformasi, pemimpin bertindak untuk mengeluarkan potensi manusia yang
ada lewat pemberdayaan dan pembangunan dari pengikutnya sehingga dapat menghasilkan
sebuah perubahan kearah yang lebih baik. Model ini sudah dilakukan di negara maju, seperti
pada United Kingdom, yatiu NHS Leadership Qualities Framework.
5. Kepemimpinan Karismatik
6. Servant Leadership
Kepemimpinan ini diterapkan di kementerian dan sektor public. Pemimpin bertindak seperti
pramugari, yaitu melayani kebutuhan masyarakat yang dipimpin, memfasilitasi pertumbuhan
dan pengembangan, membujuk bukan memaksa, mendengarkan, dan bertindak secara
empatik.
7. Distributed Leadership
Kepemimpinan dianggap tidak berada dalam satu individu, keahlian diakui untuk
didistribusikan, tidak ada batasan kepemimpinan (terbuka) dan kepemimpinan muncul dari
dalam koneksi organisasi.
Kolaborasi adalah proses yang melibatkan komitmen dan budaya terhadap prinsip-prinsip dan
praktik kemitraan yang bekerja dalam kepentingan bersama untuk hasil yang baik bagi
pengguna dan seluruh komunitas (McKimm et al., 2008). Hasil dapat dicapai lewat:
- Pihak-pihak yang saling mendukung pengambilan keputusan bersama
- Tanggung jawab yang sama atas hasil
- Kepemilikan bersama atas keputusan
- Bekerja melewati batas professional dan fungsional
- Menetapkan faktor pendukung seperti sumber daya, sistem dan proses (Liedtka
dan Whitten, 1998).
2. Konteks Kebijakan
3. Praktik Kolaboratif
Praktik kolaboratif adalah ketika beberapa pekerja layanan kesehatan yang berasal dari
background professional yang berbeda bekerja bersama pasien, keluarga, dan komunitas
untuk menyampaikan kualitas layanan kesehatan yang terbaik. WHO mendeskripsikan
komponen interdependen dari sistem kesehatan yang kompleks sebagai pelayanan
kesehatan, tenaga kerja kesehatan, informasi kesehatan, produk medis, vaksin, teknologi,
pembiayaan kesehatan, serta kepemimpinan dan pemerintahan.
5. Pendekatan Kepemimpinan
6. Personal Skills
Personal skills yang dibutuhkan untuk kolaborasi adalah:
- Mampu meminta maaf
- Rendah hati
- Memberikan sudut pandang tanpa melukai perasaan orang lain
- Bersikap jelas
- Mampu mengontrol emosi
- Mendengarkan secara aktif
- Bertanya bila tidak mengerti
- Pahami niat bersama dan menerapkannya dalam tindakan
- Menyampaikan cerita
- Mampu menyelesaikan banyak hal
- Networking
- Mau belajar
- Tangguh
7. Budaya dan Perubahan
Budaya adalah cara kita melakukan sesuatu disini. Budaya juga bisa didefinisikan sebagai
hasil yang muncul dari negosisasi dan percakapan yang berkelanjutan tentang nilai dan
makna. Jika ingin merubah budaya, maka sistem, proses, percakapan dan cerita juga perlu
diubah.
Swanwick, Tim, & McKimm, Judy. (2011) ABC of Clinical Leadership.United Kingdom:
Wiley Blackwell.
TBL 2.2
Kegagalan Komunikasi pada Ruang Operasi
(Operating Room)
Tentir: Chita Yumina
QC: Fatimah Syakura
Dari 421 kejadian komunikasi yang tercatat, 129 dikategorikan sebagi kegagalan komunikasi.
Jenis kegagalan :
‘‘occasion’’ (45.7% of instances) timing buruk
‘‘content’’ (35.7%) informasi kurang lengap atau tidak akurat
‘‘purpose’’ (24.0%) masalah tidak terselesaikan
‘‘audience’’ (20.9%) individu yang ahli dalam bidangnya tidak ikut dalam penanganan
36.4% kegagalan memberi efek yang jelas kepada sistem, seperti ketidakefisienan,
ketegangan tim, prosedur eror, sumber terbuang, keterlambatan, ketietidaknyamanan pasien,
dll.
Referensi:
Konflik dapat diartikan sebagai kesulitan yang ditemui antara dua pihak yang saling
bergantung satu sama lain yang melihat tujuan yang berbeda, sumber yang berbeda, dan terdapat
campur tangan orang lain untuk mencegah mereka mencapai tujuan mereka.
Hasil :
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara prevalen tipe manajemen konflik yang dipilih
oleh perawat, ahli radiologi, dan pusat pernapasan. Oleh karena itu, status pendidikan mereka tidak
berbeda secara signifikan dalam partisipasi pemilihan tipe manajemen konflik.
Referensi:
Sportsman, S. CONFLICT MANAGEMENT STYLES IN THE HEALTH PROFESSIONS.
URL: https://scele.ui.ac.id/mod/resource/view.php?id=559520. [Accessed 21 May 2018].