Anda di halaman 1dari 24

PERILAKU KEORGANISASIAN

EMA224M (C3)

“Perubahan dan Pengembangan Organisasi”

Dosen Pengampu: Anak Agung Ayu Sriathi, S.E., M.M

Disusun oleh:

KELOMPOK 6

1. I Gede Penta Kusuma Mustika (2107521122/27)


2. I Wayan Prawira (2107521123/28)
3. Ni Kadek Kenny Jesica (2107521128/29)
4. Putu Budhayanthi Isyana Darma (2107521131/30)
5. Ni Made Prayogi Wahyu Sutarjana (2107521162/31)
6. Ni Kadek Adya Putri Marheni (2107521231/32)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI SARJANA MANAJEMEN

UNIVERSITAS UDAYANA

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budaya organisasi selalu tumbuh sesuai dengan perkembangan zaman. Orang ada
yang merasa nyaman dan ada juga yang merasa tidak nyaman dengan budaya organisasi
yang baru. Bagi orang yang mempertimbangkan perubahan budaya, biasanya kejadian yang
signifikan harus terjadi. Kejadian yang mengguncang dunia mereka, seperti kebangkrutan,
kehilangan sales dan konsumen yang signifikan, atau rugi jutaan dollar, akan menarik
perhatian banyak orang. Budaya merupakan nilai-nilai dan kebiasaan yang diterima sebagai
acuan bersama yang diikuti dan dihormati. Di dalam suatu organisasi, kebiasaan ini
menjadi budaya kerja sumber daya manusia di dalam organisasi, dan sering dinamakan
sebagai budaya organisasi. Budaya organisasi yang terbuka dan seimbang sangat produktif
karena memberikan kesempatan kepada orang untuk membawakan dirinya dalam
perusahaan.
Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu
kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. Budaya organisasi ini merupakan pola yang
berbelit-belit tentang bagaimana orang melakukan sesuatu, apa yang mereka percaya, apa
yang dihargai dan dicela. Maka, hal ini menjadi acuan bersama di antara manusia dalam
melakukan interaksi dalam organisasi. Dan juga hal ini dapat menjadi perekat bagi semua
hal dalam organisasi.
Budaya organisasi menjelaskan mengenai bagaimana bagian dari perusahaan
memandang bagian lain dan bagaimana setiap departemen berperilaku sebagai hasil dari
pandangan tersebut sehingga budaya organisasi bersifat berbeda antara satu dan lain.
Namun, budaya organisasi tidak selalu tetap dan perlu selalu disesuaikan dengan
perkembangan lingkungan agar organisasi tetap survive, mengembangkan budaya
berprestasi, mengubah pola pikir dan memelihara kepercayaan dalam organisasi. Dengan
memahami dan menyadari arti penting budaya organisasi bagi setiap individu, akan
mendorong para manajer menciptakan kultur yang menekankan pada interpersonal
relationship (yang lebih menarik bagi karyawan) dibandingkan dengan kultur yang
menekankan pada work task. Oleh karena itu, kita perlu memahami makna dan karakteristik
budaya organisasi. Kita perlu menyadari bahwa budaya organisasi sangat bermanfaat dan
merupakan kunci untuk melakukan transformasi kultural. Pada hakikatnya perubahan
organisasi merupakan transformasi kultural yang diharapkan memberikan dampak pada
kinerja organisasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perspektif tentang perubahan?
2. Siapa saja agen perubahan?
3. Apa yang menjadi desakan untuk melakukan perubahan dalam organisasi?
4. Bagaimana bentuk penolakan dalam organisasi?
5. Bagaimana pendekatan untuk mengelola perubahan organisasional
6. Bagaimana konsep pengembangan organisasi?
7. Bagaimana menciptakan suatu budaya bagi perubahan?
8. Bagaimana pengaruh perubahan organisasi terhadap stres kerja?
9. Bagaimana manajemen dan pengelolaan stres?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui perspektif tentang perubahan.
2. Untuk mengetahui siapa agen perubahan.
3. Untuk mengetahui apa yang menjadi desakan untuk melakukan perubahan dalam
organisasi.
4. Untuk mengetahui bentuk penolakan dalam organisasi.
5. Untuk mengetahui pendekatan untuk mengelola perubahan organisasional.
6. Untuk mengetahui bagaimana konsep pengembangan organisasi.
7. Untuk mengetahui menciptakan suatu budaya bagi perubahan.
8. Untuk mengetahui pengaruh perubahan organisasi terhadap stres kerja.
9. Untuk mengetahui manajemen dan pengelolaan stres.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Perspektif Perubahan
Perubahan dapat dan selalu terjadi dimana saja. Tidak ada yang bisa menahan
atau menghindari perubahan untuk terjadi. Perubahan dikatakan sebagai suatu yang
universal karena dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan dihadapi oleh siapa saja.
Perubahan dapat terjadi karena faktor internal maupun eksternal. Namun kedua
hal ini sangat berhubungan satu sama lain. Perubahan dari faktor internal biasanya
terjadi karena ada rangsangan atau pemicu dari luar. Lalu perubahan dari eksternal akan
sangat mempengaruhi bagaimana internal diri/kelompok merespon perubahan tersebut.
Perubahan eksternal biasanya dipengaruhi oleh politik, ekonomi, teknologi, alam, dan
lainnya. Perubahan internal didasari oleh respon seseorang/suatu kelompok terhadap
perubahan yan terjadi di luar. Tapi beberapa perubahan eksternal bisa saja tidak
memberikan pengaruh atau perubahan di internal.
Reaksi dalam menghadapi perubahan akan berbeda-beda dan sering
mengundang pro dan kontra yang berujung pada konflik apabila tidak dikelola dengan
baik. Hal ini dapat memengaruhi banyak hal di dalam diri/kelompok.
Maka dari itu, pentingnya pemahaman mengenai perubahan tersebut diketahui,
khususnya bagi manajemen organisasi/perusahaan. Dimulai dari bagaimana perubahan
tersebut terjadi, proses perubahannya, reaksi terhadap perubahan, dampak perubahan
hinga cara mengelola perubahan tersebut.

2.2. Agen Perubahan


2.2.1 Pengertian Agen Perubahan
Dalam upaya untuk mengembangkan suatu organisasi tentu harus ditandai
dengan adanya seseorang atau sekelompok orang menjadi pelopor, penggerak,
pemimpin untuk mencapai suatu perubahan. Orang - orang yang mampu
menggerakan orang lain atau organisasi untuk mecapai perubahan yang lebih baik
itu disebut dengan agen perubahan (Agent of change).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian Agen Perubahan (Agent of Change)
adalah individu atau seseorang yang bertugas mempengaruhi target atau sasaran
perubahan agar mereka mengambil keputusan sesuai dengan arah yang
dikehendakinya. Agen Perubahan menghubungkan antara sumber perubahan
(Inovasi, Kebijakan Publik dll) dengan systems masyarakat yang menjadi target
perubahan. Dengan demikian komunikasi adalah alat stratejik bagi tercapainya
suatu perubahan dalam organisasi maupun systems sosial dalam masyarakat.
2.2.2 Peranan Agen Perubahan
Dalam melaksanakan tugasnya agen perubahan mempunyai peran - peran baik
sebagai penghubung atau sebagai pernggerak dalam suatu organisasi. Hal itu
tercermin dalam peranan utama seorang agen perubahan yaitu (Nasution,
2004:129):
• Sebagai katalisator, menggerakkan masyarakat untuk mau melakukan
perubahan
• Sebagai pemberi pemecahan persoalan
• Sebagai penghubung (linker) dengan sumber - sumber yang diperlukan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi
2.2.3 Jenis – Jenis Agen Perubahan
Ada 3 jenis agen perubahan yaitu:
• Agen perubahan internal
Agen perubahan internal adalah staff ahli dari dalam organisasi sendiri yang
secara khusus dilatih untuk melakukan pengambangan organisasi
• Agen perubahan eksternal
Agen perubahan eksternal adalah individu dari luar organisasi yang diminta
atau di tugaskan untuk memberikan usalan tentang perubahan.
• Agen perubahan internal – eksternal
Agen perubahan eksternal - internal adalah upaya memadukan orang – orang
dari dalam dan dari luar organisasi dengan mengambil manfaat atau kelebihan
dan mengurangi kelemahan dari agen perubahan internal dan eksternal
2.2.4 Model Yang Digunakan
Model yang digunakan oleh agen perubahan untuk melaksanakan perubahan
menurut Indriyo Gitosudarmo dan Nyoman Sudita (1997) adalah sebagi berikut :
• Model Kesehatan
Mendiagnosa masalah dan merekomendasi tindakan
• Model Dokter – Pasien
Merekomendasi aktivitas untuk meningkatkan prestasi
• Model Rekayasa
Agen perubahan mencetuskan ide baru untuk melakukan perubahan misalnya
merancang program imbalan baru
• Model Proses
Kerjasama antara manajemen dengan agen perubahan untuk melakukan
perubahan

2.3. Desakan untuk Melakukan Perubahan


Desakan untuk melakukan perubahan menurut Gito Sudarmo dan Nyoman
Sudita (1997) ada dua yaitu dari dalam atau internal dan dari luar atau eksternal. Dari
dalam atau internal terdapat perubahan nilai kerja, produk usang, masalah proses
organisasi. Sementara dari luar atau eksternal terdapat persaingan, perubahan
permintaan konsumen, ketersediaan sumber – sumber, teknologi, dan sosial politik.

2.4. Penolakan Terhadap Perubahan


Pada dasarnya semua perubahan yang dilakukan mengarah pada peningkatan
efektifitas organisasi dengan tujuan mengupayakan perbaikan kemampuan
organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan serta
perubahan perilaku anggota organisasi menurut Robbins (2006). Lebih lanjut
Robbins menyatakan perubahan organisasi dapat dilakukan pada struktur yang
mencakup strategi dan sistem, teknologi, penataan fisik dan sumber daya manusia.
Ada dua faktor yang mendorong terjadinya perubahan, yaitu faktor ekstern
seperti perubahan teknologi dan semakin terintegrasi nya ekonomi internasional
serta faktor intern organisasi yang mencakup dua hal pokok yaitu (1) perubahan
perangkat keras organisasi (hard system tools) atau yang biasa disebut dengan
perubahan struktural, yang meliputi perubahan strategi, struktur organisasi dan
sistem serta (2) Perubahan perangkat lunak organisasi (soft system tools) atau
perubahan kultural yang meliputi perubahan perilaku manusia dalam organisasi,
kebijakan sumber daya manusia dan budaya organisasi. Setiap perubahan tidak bisa
hanya memilih salah satu aspek struktural atau kultural saja sebagai variabel yang
harus diubah, tetapi kedua aspek tersebut harus dikelola secara bersama-sama agar
hasilnya optimal.
2.4.1. Alasan Penolakan Terhadap Perubahan
5 (lima) alasan mengapa seeorang itu menolak suatu perubahan, di
antaranya:
1. Karena adanya sifat ketidaksukaan terhadap segala sesuatu yang baru
atau berbeda dengan keadaan saat ini. Orang seperti ini biasanya
adalah orang yang sudah berada terlalu dalam di comfort zone nya dan
enggan untuk mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih baru atau
berbeda.
2. Karena memang ide perubahan tersebut tidak membuatnya tertarik.
Orang seperti ini biasanya memiliki tujuan lain yang ingin dicapainya.
3. Karena orang tersebut tidak mengerti maksud dan dampak dari
perubahan tersebut terhadap kondisinya, sehingga dia menganggap
perubahan yang akan dilakukan tidak ada gunanya dan hanya sia-sia
saja.
4. Adanya ketidakpercayaan terhadap orang yang mencetuskan ide
perubahan atau orang yang mengkomunikasikan inisiatif perubahan
tersebut. Dari awal sudah terdapat sentimen pribadi terhadap para
inisiator perubahan sehingga kesulitan dalam menerapkan ide
perubahan tersebut.
5. karena ada ketakutan apabila perubahan itu diterapkan. Ketakutan ini
bisa dalam berbagai bentuk, contohnya takut akan kehilangan uang
seperti gaji, tunjangan atau anggaran.
2.4.2. Kategorisasi Penolakan
Ada beberapa kategorisasi penolakan yaitu :
1. Tertutup, penolakan dilakukan secara tertutup atau memang sengaja
ditutupi sehingga perubahan kurang mendapat dukungan.
2. Terbuka, mereka yang menolak perubahan mengekspresikan
pandangannya secara terbuka. Lebih mudah dipecahkan ketimbang
yang tertutup.
3. Tidak disadari, penolakan ini terjadi biasanya karena informasi yang
salah, kurangnya pelatihan, atau rutinitas kerja yang telah tertanam
dengan kuat.
4. Disadari, penolakan yang termotivasi secara sadar, karena pandangan
mereka yang negatif terhadap perubahan.
2.5. Mengatasi Penolakan Terhadap Perubahan
Ada beberapa cara untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan, antara lain:
1. Pendidikan dan Komunikasi. Dilakukan bila terjadi adanya kekurangan informasi
dan informasi yang akurat mengenai perubahan.
2. Keterlibatan dan Partisipasi. Dilakukan bila pemilik gagasan tidak memiliki semua
informasi yang diperlukan untuk mendesain perubahan.
3. Insentif dan Negosiasi. Dilakukan bila seseorang/ kelompok memiliki kekuasan
yang kuat untuk menentang.
4. Dukungan. Dilakukan apabila orang-orang menentang adanya penyesuaian
permasalahan.
5. Manipulasi Pemilihan. Dilakukan bila tidak ada pilihan dalam proses perubahan.
6. Paksaan. Dilakukan bila orang yang memiliki inisiatif mengadakan perubahan
memiliki kekuasaan yang besar.

2.6. Pendekatan untuk Mengelola Perubahan Organisasional


Terdapat empat pendekatan utama dalam mengelola perubahan organisasional
yang diantaranya adalah Model Tiga Tahap Klasik yang dikemukakan oleh Lewin
terhadap proses perubahan, Rencana Delapan Tahap dari Kotter, Riset Tindakan, dan
Pengembangan Organisasional.
2.6.1. Model Tiga Langkah dari Lewin
Pendekatan ini merupakan teori klasik yang umumnya digunakan oleh
perusahaan maupun organisasi dalam mengelola berbagai perubahan yang akan
dihadapi. Teori ini dicetuskan oleh Kurt Lewin, seorang psikolog sosial
berdarah Jerman-Amerika. Teori Lewin digunakan untuk mengetahui proses
perubahan dalam lingkungan perusahaan atau organisasi serta mengatasi status-
quo sehingga mendatangkan perubahan yang efektif.
Kurt Lewin menyatakan bahwa keberhasilan perubahan dalam suatu
organisasi terdapat tiga tahapan yaitu :

a) Mencairkan (Unfreezing)
Merupakan langkah pertama yang harus dilakukan untuk memecah
kebekuan dengan memiliki kesadaran penuh atas perubahan yang sedang
terjadi. Perusahaan atau pemimpin mulai mencari tahu aspek yang mungkin
dapat terjadi sebagai dampak dari perubahan dan mempersiapkan strategi
untuk menghadapinya. Beberapa hal yang dapat dilakukan pada tahapan ini
antara lain:
 Menganalisis kebutuhan perusahaan dan mencari tahu aspek apa saja
yang membutuhkan perubahan
 Mendapatkan dukungan dari berbagai stakeholder
 Mengkomunikasikan pentingnya perubahan yang akan dilakukan
b) Pergerakan (Movement)
Tahapan ini merupakan tahapan masa transisi atau peralihan. Dalam
tahap ini merupakan hal yang penting untuk menggerakkan sistem yang
ditargetkan menuju keseimbangan baru. Terdapat tiga aktivitas yang dapat
membantu dalam proses pergerakan ini, yaitu meyakinkan karyawan atau
peserta bahwa kondisi status quo yang mereka jalani saat ini tidak
bermanfaat dan memotivasi mereka untuk melihat permasalahan dari sudut
pandang yang baru dan berbeda, bekerja secara bersama-sama dalam hal-
hal yang baru, memiliki informasi yang relevan serta memiliki hubungan
antara yang satu dengan yang lainnya dengan saling menghormati serta
memiliki pimpinan yang mendukung perubahan tersebut. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan pada tahapan ini adalah:
 Memastikan alur komunikasi dan koordinasi berjalan dengan baik
 Mendorong setiap karyawan untuk terlibat secara proaktif dengan
memberikan motivasi serta arahan rutin
 Melibatkan orang sebanyak mungkin agar proses perubahan menjadi
lebih mudah dilakukan.
c) Beku Kembali (Refreezing)
Tahap ini merupakan tahapan yang perlu dilakukan setelah perubahan
diimplementasikan dengan tujuan untuk mempertahankan keberlanjutan
dari perubahan-perubahan yang dibuat. Tahapan ini merupakan proses
integrasi dari nilai-nilai yang baru untuk berlaku pada perusahaan atau
organisasi. Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk stabilisasi
keseimbangan baru yang dihasilkan dari perubahan dengan
menyeimbangkan antara faktor-faktor penggerak dan penghambat
perubahan. Pada tahapan ini, manajer disarankan untuk melakukan hal-hal
berikut ini:
 Mengajak setiap karyawan untuk mengikuti kebiasaan baru secara
konsisten
 Mengembangkan strategi yang dapat mendukung perubahan yang
bertahan dalam jangka panjang dan memberikan saran/evaluasi terhadap
prosesnya
 Memfasilitasi karyawan untuk mendukung dan mengembangkan
kemampuannya dalam bekerja

2.6.2. Rencana Delapan Tahap Kotter untuk Mengimplementasikan Perubahan


Tiga langkah pertama dari 8 Langkah Perubahan menurut Kotter adalah
menciptakan iklim yang tepat untuk perubahan, langkah ke-4 hingga ke-6
menghubungkan perubahan ke organisasi, sedangkan dua langkah terakhir yaitu
langkah ke-7 dan ke-8 adalah langkah penerapan dan konsolidasi perubahan.
Berikut ini adalah 8 Langkah Perubahan yang diperkenalkan oleh John Kotter
atau biasanya disebut dengan “Kotter’s 8 Step Change Model”.

a) Menumbuhkan Rasa Urgensi (Create a sense of urgency)


Langkah pertama adalah menciptakan kebutuhan mendesak atau
menumbuhkan rasa urgensi atas perlunya suatu perubahan. Apabila setiap
individu di dalam organisasi menyadari masalah yang ada dan dapat melihat
solusi yang dapat memecahkan permasalahan yang terjadi, maka dukungan
untuk perubahan akan meningkat. Ini juga akan memicu motivasi awal untuk
membuat semua individu dalam organisasi bergerak mendukung perubahan.
b) Membentuk Koalisi yang Kuat (Build a guiding coalition)
Setelah menciptakan rasa urgensi dan kebutuhan untuk perubahan, kita
perlu meyakinkan orang lain untuk bersama-sama melakukan perubahan. Oleh
karena itu, kita perlu membangun koalisi untuk membantu kita mengarahkan
orang lain untuk melakukan perubahan.
c) Menciptakan Visi Perubahan (Create a Vision for Change)
Inisiatif perubahan mungkin sangat rumit dan sering sulit untuk
dimengerti atau dipahami oleh semua anggota organisasi. Oleh karena itu,
menciptakan suatu visi yang mudah dipahami dan merangkum keseluruhan
tujuan.
d) Mengomunikasikan Visi Perubahan (Communicating the Vision)
Visi Perubahan yang telah diciptakan harus dikomunikasikan ke seluruh
organisasi agar bisa mendapatkan dukungan dari semua anggota organisasi.
e) Menghapus Rintangan (Removing Obstacles)
Langkah selanjutnya adalah mencari dan mengetahui rintangan atau
hambatan apa yang kemungkinan akan menghalangi perubahan. Perusahaan
harus mengidentifikasi sedini mungkin dan menggunakan sumber daya yang
tersedia untuk memecahkannya.
f) Ciptakan Sasaran Jangka Pendek (Creating Short-Term Wins)
Menciptakan sasaran keberhasilan untuk jangka waktu pendek sebagai
alat yang berguna untuk memotivasi dan sebagai arahan terhadap kegiatan
perubahan perusahaan. Keberhasilan atau kemenangan jangka pendek ini dapat
digunakan untuk menilai investasi yang telah dikeluarkan serta untuk
membantu memotivasi kembali anggota organisasi atau karyawan perusahaan
untuk terus mendukung perubahan.
g) Terus Membina Perubahan yang Telah Diciptakan (Build on the Change)
Sangat penting untuk mempertahankan dan memperkuat terus
perubahan yang dilakukan meskipun telah mencapai suatu perubahan yang
diinginkan untuk peningkatan yang berkelanjutan.
h) Kukuhkan Perubahan ke dalam Budaya (Anchor the Changes in Corporate
Culture)
Perubahan harus menjadi bagian dari inti organisasi agar perubahan
dapat memberikan efek manfaat yang lama.

2.6.3. Riset Tindakan


Riset tindakan adalah proses perubahan yang didasarkan pada kumpulan
data secara sistematis dan melakukan seleksi atas tindakan perubahan yang
didasarkan pada apa yang diindikasikan oleh data yang dianalisis. Riset
tindakan terdiri atas lima tahapan yaitu diagnosis, analisis, umpan balik,
tindakan dan evaluasi.

 Diagnosis merupakan tindakan untuk menemukan secara spesifik


permasalahan yang dihadapi perusahaan atau organisasi
 Analisis untuk mengetahui lebih dalam faktor dan penyebab dari
permasalahan yang timbul
 Umpan Balik untuk mendiskusikan hasil dari tahap diagnosis dan analisis
sehingga dapat mengembangkan rencana tindakan terkait pengembangan
yang diperlukan
 Tindakan merupakan realisasi dari rancangan tindakan-tindakan spesifik
yang telah diidentifikasi untuk memperbaiki permasalahan
 Evaluasi atas efektivitas dari rencana tindakan dengan menggunakan data
awal yang dikumpulkan sebagai sebuah patokan

2.7. Konsep Pengembangan Organisasi


Pengembangan organisasional (organizational development [OD]) adalah
kumpulan dari intervensi perubahan yang terencana dan ditetapkan pada nilai
demokratis yang humanistik guna berupaya untuk meningkatkan efektivitas
organisasional dan kesejahteraan karyawan.
Adapun nilai-nilai yang mendasari pengembangan organisasional adalah
sebagai berikut.
a) Menghormati Orang, Para individu yang dipandang bertanggung jawab, teliti,
dan peduli akan diperlakukan dengan martabat dan rasa hormat.
b) Kepercayaan dan Dukungan, organisasi yang efektif dan sehat akan
memberikan kepercayaan, kebenaran, keterbukaan, dan iklim yang mendukung.
c) Kekuatan Pemerataan, organisasi yang efektif akan mengendurkan otoritas
secara hierarki dan pengendalian.
d) Konfrontasi, permasalahan harus dikonfrontasikan secara terbuka bukan
disembunyikan.
e) Partisipasi, semakin terlibat dalam keputusan, maka akan semakin banyak
orang yang dipengaruhi oleh perubahan yang akan dilakukan untuk
mengimplementasikannya.

Teknik Pengembangan Organisasional atau Intervensi yang Digunakan


dalam Mewujudkan Perubahan

 Pelatihan Sensitivitas (Sensitivity Training) merupakan pelatihan kelompok


yang berupaya untuk mengubah perilaku melalui interaksi kelompok yang tak
terstruktur
 Umpan Balik atau Survei (Survey Feedback) merupakan penggunaan
kuisioner untuk mengidentifikasi perbedaan diantara persepsi dari para
anggota yang diikuti dengan pembahasan dan perbaikan yang disarankan.
 Konsultasi Proses (Process Consultation) adalah suatu pertemuan antara
konsultan dengan klien yang mmbantu klien dalam memahami proses
peristiwa dan mengidentifikasi proses yang memerlukan perbaikan.
 Membangun Tim (Team Building) adalah interaksi yang tinggi di antara para
anggota tim untuk meningkatkan kepercayaan dan keterbukaan.
 Pengembangan Antarkelompok (Intergroup Development) merupakan
upaya pengembangan organisasional untuk mengubah tingkah laku dan
persepsi yang kelompok miliki satu sama lain.
 Pertanyaan Aspiratif (Appreciative Inquiry) adalah suatu pendekatan yang
berupaya untuk mengidentifikasi kualitas yang unik dan kekuatan yang
istimewa dari organisasi yang kemudian dapat dibangun untuk meningkatkan
kinerja.

2.8. Budaya Bagi Perubahan


A. Menstimulasi Inovasi Budaya
Inovasi (innovation) adalah suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakasai
atau meningkatkan suatu produk, proses, atau jasa. Oleh karena itu, inovasi akan
menyiratkan perubahan, tetapi tentunya tidak semua perubahan memperkenalkan
gagasan baru atau mengarahkan pada perbaikan yang signifikan. Variabel-variabel
struktural menjadi sumber inovasi yang paling berpotensi untuk dikaji. Suatu tinjauan
yang komprehensif mengenai hubungan antara struktur dengan inovasi yang mengarah
pada kesimpulan-kesimpulan berikut ini.
1. Struktur organisasi secara positif mempengaruhi inovasi. Oleh karena itu,
mereka lebih rendah dalam diferensiasi vertikal, formalisasi, dan sentralisasi,
maka organisasi organik dapat memfasilitasi fleksibilitas, adaptasi, dan
fertilisasi silang yang membuat adopsi terhadap inovasi menjadi lebih mudah.
2. Kepemilikan yang panjang dalam manajemen dihubungkan dengan inovasi.
Kepemilikan manajerial terlihat menyediakan legitimasi dan pengetahuan
mengenai bagaimana menyelesaikan tugas dan memperoleh hasil yang
diinginkan.
3. Inovasi dibina ketika terdapat sumber daya yang kendur. Memiliki sumber daya
yang melimpah memungkinkan bagi suatu organisasi untuk mampu membeli
inovasi, menanggung biaya untuk melembagakan mereka, dan menyerap
kegagalan.
4. Komunikasi antar unit tinggi dalam organisasi yang inovatif. “Organisasi-
organisasi ini adalah para pengguna komite yang tinggi, kekuatan tugas, tim-
tim fungsional silang, dan mekanisme-mekanisme lainnya yang memfasilitasi
interaksi diseluruh lini departemen.
B. Menciptakan Suatu Pembelajaran Organisasi
Pembelajaran organisasi (learning organization) adalah suatu organisasi yang telah
mengembangkan kapasitas secara terus-menerus untuk menyesuaikan diri dan berubah.
Sebagian organisasi terlibat pembelajaran loop tunggal. Pembelajaran loop tunggal
(single loop learning) adalah suatu proses unutk memperbaiki kesalahan dengan
menggunakan kebijakan masa lalu dan masa sekarang secara rutin. Sedangkan
pembelajaran organisasi menggunakan pembelajaran loop ganda. Pembelajaran loop
ganda (double loop learning) adalah suatu proses untuk memperbaiki kesalahan dengan
memodifikasi tujuan, kebijakan, dan standar rutin dari organisasi.
Terdapat tiga permasalahan yang terjadi dalam organisasi tradisional yaitu
fragmentasi, kompetisi, dan reaktivitas.
1) Pertama, fragmentasi didasarkan pada spesialisasi yang menciptakan “dinding”
dan “cerobong” yang memisahkan fungsi yang berbeda ke dalam wilayah
kekuasaan yang independen dan sering kali bertikai.
2) Kedua, terlalu menekankan pada kompetisi yang sering kali merusak kolaborasi.
Manajer bersaing untuk menunjukkan siapa yang benar, siapa yang memiliki
pengetahuan yang lebih, atau siapa yang lebih bersifat persuasif.
3) Ketiga, reaktivitas salah dalam mengarahkan perhatian manajemen kepada
pemecahan permasalahan dan bukannya penciptaan. Pemecah masalah
berusaha untuk menyingkirkan sesuatu, sedangkan pencipta berusaha untuk
membawa sesuatu yang baru menjadi nyata.
Beberapa saran yang dapat dilakukan para manajer untuk membuat perusahaannya
menjadi pembelajaran organisasi di antaranya:
1) Menciptakan suatu strategi
Manajemen perlu untuk membuat secara eksplisit komitmennya untuk
melakukan perubahan, inovasi, dan perbaikan yang terus-menerus.
2) Merancang kembali struktur manajemen
Struktur formal dapat menjadi halangan serius terhadap pembelajaran.
Merasakan struktur, menghilangkan atau menggabungkan departemen, serta
meningkatkan penggunaan dari tim-tim fungsional silang untuk menegakkan saling
ketergantungan dan mengurangi batasan.

3) Membentuk kembali budaya organisasi


Untuk menjadi pembelajaran organisasi maka para manajer harus menunjukkan
dengan tindakan mereka untuk mengambil risiko dan mengakui kegagalan adalah
yang lebih disukai. Hal ini berarti memberikan imbalan kepada orang-orang yang
memanfaatkan peluang dan melakukan kesalahan. Selain itu, manajemen perlu
untuk mendorong konflik fungsional.

2.9. Pengaruh Perubahan Organisasi Terhadap Stres Kerja


Stres kerja terjadi pada hampir semua karyawan, baik karyawan pimpinan
maupun karyawan non pimpinan. Kondisi kerja yang lingkungannya tidak baik sangat
potensial untuk menimbulkan stres bagi karyawannya. Stres kerja yang dialami oleh
karyawan dapat menimbulkan dampak positif dan bahkan dampak negative bagi
karyawan yang bersangkutan dan bagi organisasi. Semua itu tergantung pada kondisi
psikologis dan sosial seorang karyawan, sehingga reaksi terhadap setiap kondisi stres
sangat berbeda.
Menurut Gibson,et.al, 2012:195, stres diartikan sebagai suatu tanggapan
penyesuaian, yang dimediasi oleh perbedaan-perbedaan individual, yang merupakan
suatu konsekuensi dari setiap tindakan, situasi, atau bahkan peristiwa yang menetapkan
permintaan khusus kepada seseorang. Lalu menurut Luthans, 2011:279, stres kerja
sebagai suatu kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaannya dan
dicirikan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari
fungsi normal mereka. Penyebab stres (stressors) di tempat kerja bersumber dari:
individu, kelompok, organisasi, maupun faktor di luar lingkungan kerja. Selanjutnya
stress berdampak pada (outcome) perilaku, kognitif, dan psikologis akan tetapi
dampaknya tidak secara langsung melainkan dimoderasi oleh faktor perbedaan-
perbedaan individual (individual differences), seperti keturunan, umur, jenis kelamin,
dukungan sosial, dan kepribadian. Maksudnya kemampuan setiap individu dalam
menghadapi stres di tempat kerja sangat tergatung pada perbedaan-perbedaan
individual.
2.9.1 Penyebab Stress Kerja
Penyebab stress yang berasal dari individu seperti konflik peran (role
conflict). Konflik peran terjadi manakala seseorang diperhadapkan untuk
memenuhi harapan-harapan tentang pekerjaan dan juga memenuhi harapan-
harapan dari pekerjaan yang lain. Karyawan yang mengalami konflik
menunjukkan kepuasan kerja yang lebih rendah dan ketegangan yang berkaitan
dengan kerja yang lebih tinggi. Setiap karyawan pasti sudah pernah mengalami
apa yang disebut beban kerja berlebihan (overload). Beban kerja berlebihan ada
dua tipe yang berbeda, yakni kualitatif dan kuantitatif. Beban kerja berlebihan
yang sifatnya kualitatif terjadi manakala individu merasa tidak memiliki
kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka atau
standar hasil yang dituntut terlalu tinggi. Di sisi lain, jika individu terlalu banyak
mengerjakan sesuatu atau tidak cukup waktu untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan merupakan beban kerja berlebihan yang sifatnya kuantitatif. Beban
kerja berlebihan dapat berdampak pada menurunnya motivasi kerja dan
meningkatnya angka absensi.
Karyawan sangat dipengaruhi oleh dukungan anggota kelompok yang
kohesif. Jika dukungan kelompok berkurang pada individu maka situasi akan
membuat stres. Salah satu masalah dalam mengkaji penyebab stres pada level
organisaasi adalah mengindentifikasi sumber-sumber mana yang paling penting.
Bagian utama dari kerja bagi beberapa individu adalah partisipasi dalam
mengambil keputusan. Partisipasi menunjuk pada luasnya pengetahuan, opini
dan ide seseorang termasuk di dalam proses keputusan. Partisipasi semacam ini
dapat memberi sumbangan pada timbulnya stres. Stressors lainnya adalah
budaya organisasi. Budaya organisasi merupakan kepribadian dari organisasi
yang dibentuk secara luas oleh para top eksekutip. Perilaku politik pada level
atas dari organisasi dapat menjadi sumber stres bagi banyak karyawan.
Kurangnya kesempatan karier adalah aspek dari lingkungan organisasi yang
mempengaruhi persepsi seseorang mengenai kualitas perkembangan karirnya.
2.9.2 Gejala Stress
Ada beberapa gejala stres dapat dilihat dari berbagai faktor yang
menujukan adanya perubahan fisik secara fisiologis, psikologis, dan sikap.
Menurut Terry Beehr dan John Newman, 1978 (dalam Rice, 1999), mengatakan
perubahan fisiologis ditandai oleh adanya gejala-gejala seperti merasa
letih/lelah, kehabisan tenaga, pusing, gangguan pencernaan, sedangkan
perubahan psikologis ditandai oleh adanya kecemasan berlarut-larut, sulit tidur,
napas tersengal-sengal, dan berikutnya perubahan sikap seperti keras kepala,
mudah marah, tidak puas terhadap apa saja yang dicapai, dan sebagainya.

A. Gejala Psikologis
1. Kecemasan, ketegangan, kebingungan, dan mudah tersinggung.
2. Perasaan frustasi, rasa marah, dan dendam (kebencian).
3. Sensitif dan hyperreactivity.
4. Memendam perasaan, penarikan diri dan depresi.
5. Komunikasi yang tidak efektif.
6. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja.
7. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual dan kehilangan
konsentrasi.
B. Gejala Perilaku
1. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan.
2. Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas.
3. Meningkatkan penggunaan minuman keras dan obat-obatan.
4. Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan
teman.
5. Perilaku sabotase dalam pekerjaan.
2.9.3 Dampak Stress
Dampak dari stres banyak dan bervariasi, diantaranya bisa berdampak
positif, seperti memotivasi diri, rangsangan untuk bekerja lebih keras, dan
meningkatnya inspirasi hidup yang lebih baik. Meskipun demikian, banyak efek
stres yang mengganggu dan secara potensial berbahaya. Stres dapat
berpengaruh pada perilaku kerja seperti tingkat kepuasan kerja, tingkat kinerja,
ketidakhadiran, dan perputaran karyawan. Efek pada aspek kognitif seperti
ketidakmampuan untuk membuat keputusan, kurang konsentrasi, kurang
perhatian, serta hambatan mental. Efeknya secara psikologis yakni
meningkatnya tekanan darah, dan berbagai penyakit yang membahayakan.
Stress kerja dapat berdampak positif maupun negative terhadap individu dan
juga organisasi. Stres kerja yang memiliki dampak positif yang menguntungkan
diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan
dengan sebaik-baiknya.
Stres kerja karyawan yang berdampak positif terhadap organisasi, antara
lain:
1. Memiliki motivasi kerja yang tinggi. Stres kerja yang dialami karyawan
menjadi motivator, penggerak dan pemicu kinerja di masa selanjutnya.
2. Rangsangan untuk bekerja keras, dan timbulnya inspirasi untuk
meningkatkan kehidupan yang lebih baik dan memiliki tujuan karir yang
lebih panjang.
3. Memiliki kebutuhan berprestasi yang lebih kuat sehingga lebih mudah
untuk menyimpulkan target atau tugas sebagai tantangan (challenge),
bukan sebagai tekanan.

Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa
menurunnya tingkat produktivitas karyawan yang selanjutnya bisa berdampak
pada kurang efektifnya organisasi, masalah kepuasan kerja karyawan, dan
meningkatnya ketidakhadiran.
2.9.4 Pengaruh Perubahan Organisasi
Perubahan organisasi adalah suatu proses dimana organisasi tersebut
berpindah dari keadaannya yang sekarang menuju kemasa depan yang
diinginkan untuk meningkatnya efektifitas organisasinya. Namun menurut
Desplace (2005) perubahan yang terjadi dalam organisasi seringkali membawa
dampak ikutan yang selalu tidak menguntungkan. Bahkan menurut Abrahamson
(2000), perubahan itu akan menimbulkan kejadian yang dramatis yang harus
dihadapi oleh semua warga organisasi. Untuk itu proses perubahan serta
reaksinya perlu dipahami untuk dapat memiliki kesiapan menghadapi
perubahan tersebut. Dalam konteks organisasional, kesiapan individu untuk
berubah diartikan sebagai kesedian individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan
yang dilaksanakan organisasi setelah perubahan berlangsung dalam organisasi
tersebut. Sehingga jika tidak adanya kesiapan dari karyawan untuk perubahan
dalam organisasi hal ini akan menimbulkan kesulitan dan stres kerja pada
karyawan.
Kesiapan individu menghadapi perubahan organisasi menurut Lehman
(2005) antara lain dapat dideteksi dari beberapa variabel seperti variabel
motivasional, ketersediaan sumber daya, nilai-nilai dan sikap positif yang
dikembangkan para pegawai, serta iklim organisasi yang mendukung perubahan.
Dalam konteks organisasional, kesiapan individu untuk berubah diartikan
sebagai kesediaan individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang
dilaksanakan organisasi setelah perubahan berlangsung dalam organisasi
tersebut. Setiap perubahan akan dihadapkan dengan kemungkinan adanya
perbedaan dan konflik antara pimpinan dan anggota organisasi. Untuk
terjadinya perubahan yang terarah seperti yang diinginkan, maka konflik harus
diselesaikan seperti kepercayaan anggota organisasi dan pengetahuan mengenai
perubahan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesiapan dalam
menghadapi perubahan adalah kesiapan individu untuk menghadapi perubahan
organisasi yang menyesuaikan dengan struktur perusahaan, sebagai reaksi
psikologis dari pegawai dan proses dari perilaku pegawai.

2.10. Manajemen dan Pengelolaan Stres


Dari pandangan manajerial, stres dalam level rendah hingga menengah dapat
diartikan sebagai sebuah stimulus positif yang didapat dari sebuah pekerjaan. Stres
tidak selalu memiliki pengertian yang negatif. Karena stres merupakan respon
individu terhadap rangsangan dari luar yang kapasitasnya melebihi kemampuan
individu tersebut untuk menerimanya. Stres dapat memberikan hasil yang baik
apabila rangsangan yang diberikan memberikan sebuah potensi akan peluang,
pencampaian, tawaran positif, dan berbagai contoh lainnya yang memberikan
individu ruang untuk berpikir sebelum memutuskan sesuatu.
Stres tidak dapat hilang sepenuhnya dari kehidupan manusia. Yang bisa
dilakukan adalah pengelolaan akan stres dan dampak negatif yang diberikannya
terhadap diri sendiri yang bisa berdampak pada lingkungan di luar diri. Ada dua
pendekatan yang bisa dilakukan dalam pengelolaan dan manajemen stres,
Pendekatan secara Individu dan Pendekatan secara Organisasional.
a. Pendekatan Individu
Seorang individu memiliki kuasa yang lebih akan dirinya sendiri. Stres
muncul dari tidak cukupnya kemampuan respon dalam diri akan suatu
rangsangan dari luar. Sehingga, apabila seorang individu menyadari bahwa
dirinya sedang dalam fase stres, ini akan memberikan peluang yang lebih besar
untuk mengurangi ketegangan diri akan stres dibandingkan dengan individu
yang terus larut di dalam stres tanpa mau mencari jalan penyelesaiannya.
Stres tidak selalu hanya berasal dari lingkungan tempat kita bekerja,
melainkan bisa datang dari mana saja. Kasus pertama terjadi ketika seseorang
memiliki terlalu banyak hal untuk dikerjakan sehingga ia tidak punya sedikit
pun waktu untuk istirahat atau di kasus lain, seorang individu sampai tidak dapat
memutuskan mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu. Terlalu banyak
berpikir biasanya menjadi gejala awal stres yang diibaratkan dengan adanya
benang kusut di otak. Untuk kasus ini, perlu kesadaran individu untuk duduk
sejenak menata pekerjaan dan daftar kegiatan yang harus dilakukannya dalam
sebuah daftar manajemen waktu dan kegiatan. Manajemen waktu merupakan
kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang, tidak hanya bagi yang sedang
bekerja atau tergabung dalam sebuah organisasi. Manajemen waktu
memberikan diri kita ruang untuk dapat lebih rileks dan teratur dalam
mengerjakan sesuatu. Dalam waktu yang kita susun dan atur, perlu untuk
memberikan sedikit bagian untuk diri beristirahat.
Istirahat tidak selalu berarti cuti pekerjaan. Ketika jadwal terlalu padat,
istirahat singkat yang bisa dilakukan adalah berjalan-jalan di sekitar tempat
kerja/rumah, tidur singkat atau yang dewasa ini sering diterapkan dengan
sebutan Teknik “Power Nap”, peregangan badan singkat. Apabila individu
memiliki lebih banyak waktu luang, istirahat dapat dilakukan dengan
berolahraga.
Dewasa ini, penulis tengah mempelajari sebuah konsep/teknik
pengelolaan diri yang apabila dikaitkan dengan materi stres, bisa menjadi salah
satu pendekatan individu yang bisa dilakukan oleh siapapun tanpa adanya
batasan. Konsep ini disebut dengan “Mindfulness” yang saat ini sudah banyak
mencuri perhatian peneliti untuk diteliti lebih dalam mengenai dampaknya
terhadap kehidupan individu. Konsep ini memberikan sebuah pengertian bagi
diri untuk sadar dan hadir pada ‘saat ini’. Tanpa kita sadari, mungkin kita pernah
melakukan hal-hal ini, perbedaannya hanyalah saat ini ada satu paying konsep
yang memberikan sebuah identitas arti kepada kegiatan-kegiatan di dalamnya.
Contoh kegiatannya adalah bernafas dalam-dalam dengan tujuan membuat otot-
otot badan menjadi lebih rileks. Kemudian untuk lebih dalam lagi, individu
mulai bisa menyadari kehadirannya dalam kegiatan yang dia lakukan. Dia sadar
apa yang dia lakukan, pikiran apa yang muncul, respon lingkungan apa yang
terjadi, dan berbagai respon lainnya yang disadari. Bahkan lebih dalam lagi,
individu bisa melakukan yoga dan meditasi untuk mendapatkan relaksasi yang
lebih dalam.
b. Pendekatan Organisasional
Faktor organisasional menyebabkan stres beberapa dikendalikan oleh
manajemen dan dapat diubah atau dimodifikasi apabila diperlukan. Pekerjaan
tertentu memiliki lebih banyak tekanan daripada yang lainnya, tetapi setiap
individu memberikan tanggapan yang berbeda terhadap situasi penuh tekanan.
Inividu dengan lebih sedikit pengalaman atau sedikit ruang kendali akan
pengaruh eksternal cenderung lebih mudah mengalami stres.
Perubahan dan modifikasi yang bisa dilakukan oleh manajemen meliputi
strategi yang mempertimbangkan seleksi karyawan yang ditingkatkan,
keputusan penempatan pekerjaan, pelatihan, merancang ulang pekerjaan,
penetapan tujuan yang realistis, meningkatkan komunikasi organisasi, program
kesehatan korporat, hingga kegiatan/aktivitas relaksasi bersama karyawan yang
diadakan secara berkala.
Terkait seleksi karyawan dan keputusan penempatannya, manajemen
perlu benar-benar memperhatikan potensi karyawan yang terlihat untuk bisa
menentukan posisi yang tepat, walaupun hal ini mungkin saja sulit dilakukan.
Dari sisi karyawan diperlukan juga adaptasi yang baik terhadap pekerjaan yang
diberikan, sehingga ketegangan akan pekerjaan sedikit bisa dikurangkan.
Selanjutnya mengenai pelatihan, ini dapat dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas diri dalam pemahaman mengenai pekerjaan yang dilakukan,
sehingga berdampak pada pengurangan ketegangan dalam bekerja.
Penetapan tujuan yang realistis diperlukan sehingga karyawan
mengetahui arah kerja mereka dengan baik. Mereka jadi mampu untuk melihat
perkembangan diri dengan lebih mudah. Respon dan umpan balik akan kinerja
individu juga diperlukan untuk memperhatikan perkembangan akan mencapai
tujuan tersebut. Individu yang berkomitmen dalam tujuan cenderung
mengalami sedikit stres, karena mereka memandang sumber stres (bagi
sebagian orang) merupakan sebuah tantangan dalam mencapai tujuan dan bukan
sebuah hambatan.
Perancangan ulang pekerjaan berkaitan dengan penetapan tujuan. Hal
ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan
pekerjaan yang lebih bermakna, lebih terarah, dan mandiri. Keterlibatan
karyawan dalam pembuatan keputusan-keputusan yang manajemen lakukan
dalam beberapa kasus mampu memberikan semangat karyawan dan
menurunkan ketegangan psikologis.
Peningkatan komunikasi dengan karyawan, baik secara formal maupun
non formal diperlukan untuk menurunkan interpretasi kurang tepat dari
karyawan akan lingkungan pekerjaannya. Komunikasi yang dilakukan oleh
manajemen dapat menjadi solusi efektif untuk mengurangi tingkat stres
karyawan. Beberapa pandangan karyawan mengkategorikan ancaman, tuntutan,
atau peluang di tempat kerja sebagai interpretasi dan hal tersebut dipengaruhi
oleh symbol-simbol dan tindakan yang dikomunikasikan oleh manajemen.
Kegiatan relaksasi di luar ruangan bisa menjadi salah satu solusi efektif
untuk menurunkan level stres karyawan di tempat kerja. Kegiatan dilakukan
tidak hanya untuk beristirahat, melepas penat, tapi juga mendekatkan karyawan.
Beberapa perusahaan besar bahkan memberikan cuti panjang kepada
karyawannya dengan tujuan untuk memberikan waktu bagi karyawan untuk
menikmati waktu pribadinya untuk bersantai dan berpergian, sehingga
kelelahan dan stres lebih mungkin untuk dihindari.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Perubahan dapat dan selalu terjadi dimana saja. Tidak ada yang bisa menahan
atau menghindari perubahan untuk terjadi. Perubahan dikatakan sebagai suatu yang
universal karena dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan dihadapi oleh siapa saja.
Perubahan dapat terjadi karena faktor internal maupun eksternal. Namun kedua hal ini
sangat berhubungan satu sama lain. Perubahan dari faktor internal biasanya terjadi
karena ada rangsangan atau pemicu dari luar. Lalu perubahan dari eksternal akan sangat
mempengaruhi bagaimana internal diri/kelompok merespon perubahan tersebut. Dalam
perubahan organisasional terdapat juga agen perubahan, Pada dasarnya semua
perubahan yang dilakukan mengarah pada peningkatan efektifitas organisasi dengan
tujuan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri
terhadap perubahan lingkungan serta perubahan perilaku anggota organisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ardana, Komang, dkk. 2020. Perilaku Organisasional. Denpasar. CV. Sastra Utama.

Kompasiana. 9 Februari (2012). Beberapa Alasan Penolakan Terhadap Perubahan. Diakses di


https://www.kompasiana.com/r.robbi/550dc92fa33311d01c2e430b/beberapa-alasan-
menolak-perubahan, pada tanggal 4 Desember 2022.

RJ Rumandan. (2020). Sumber Penolakan Terhadap Perubahan.

Robbins, Stephen P, dan Timothy A. Judge. 2015. Perilaku Organisasi Edisi 16. Jakarta Selatan.
Penerbit Salemba Empat.

Supartha, Wayan Gede dan Desak Ketut Sintiaasih. 2017. Pengantar Perilaku Organisasi:
Teori, Kasus dan Aplikasi Penelitian. Denpasar. CV. Setia Bakti.

Suradji. (2019). Kategorisasi Penolakan Terhadap Perubahan dan Mengatasi Penolakan


Terhadap Perubahan.

Anda mungkin juga menyukai