Anda di halaman 1dari 44

PERENCANAAN BISNIS USAHA KREATIF

“Perencanaan Pembiayaan dan Estimasi Biaya Usaha”


Dosen Pengampu: Dr. Gede Suparna, S.E., M.S.

Oleh:
Kelompok 7
Uli Yohana Fransiska S 2007521114/
Ni Putu Esa Ade Liana Putri 2107521007/06
Ni Made Icha Purnama Dewi 2107521036/11
Ni Komang Risa Pebriyanti 2107521044/13

PROGRAM STUDI SARJANA MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan paper yang berjudul
Perencanaan Pembiayaan dan Estimasi Biaya Usaha paper ini merupakan salah satu
tugas yang diberikan dalam mata kuliah Perencanaan Bisnis Usaha Kreatif AP dari
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Gede
Suparna, S.E., M.S. selaku dosen pengampu mata kuliah Perencanaan Bisnis Usaha
Kreatif AP. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan paper ini.
Adapun beberapa materi yang kami bahas dalam paper ini yaitu
Masalah Penelitian. Penulis menyadari paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan paper
ini.

Denpasar, 10 April 2023

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 3
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
1.3. Tujuan .......................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 5
2.1. Prakiraan Kebutuhan Dana Dan Sumber Pendanaan ................................... 5
2.2. Alokasi Pembiayaan (Investasi dan Operasional) ........................................ 9
2.3. Langkah-Langkah Menentukan Nilai Persediaan ...................................... 11
2.4. Cara Menetapkan Metode, Jumlah, dan Alokasi Penyusutan Aktiva Tetap
19
2.5. Prosedur Dalam Menetapkan Harga Pokok (Produksi dan Penjualan)...... 30
2.6. Cara Memperkirakan Laporan Keuangan (Laba/Rugi, Neraca, dan Cash
Flow) 38
BAB III PENUTUP................................................................................................. 3
3.1. Kesimpulan .................................................................................................. 3
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 4

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) semakin
meningkat ditengah masa pandemi COVID-19. Perkembangan UMKM ini
memiliki peran yang sangat besar dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia.
Berdasarkan pada siaran Pers HM.4.6/553/SET.M.EKON.3/10/2022 menyebutkan
bahwa kontribusi UMKM terhadap PDB juga mencapai 60,5%, dan terhadap
penyerapan tenaga kerja adalah 96,9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional.
Menciptakan usaha kreatif yang berkelanjutan tentunya menjadi cita-cita
dari setiap. Dengan membangun usaha kreatif tentunya akan menciptakan iklim
bisnis yang positif, membangun citra dan identitas bangsa, menciptakan inovasi
dan kreativitas yang merupakan keunggulan, berbasis kepada sumber daya yang
terbarukan, kompetitif suatu bangsa, serta diharapkaan dapat membantu
pertumbuhan perekonomian Indonesia. Namun, dalam menciptakan usaha kreatif
yang berkelanjutan banyak tantangaan yang harus dihadapi salah satunya yakni
masalah pada modal dan keuangan usaha.
Modal menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk berjalanannya
suatu usaha. Tanpa adanya modal, mustahil usaha akan berjalan dengan baik.
Aspek keuangan menjadi salah satu hal yang bisa dijadikan sebagai tolak ukur
keberhasilan suatu bisnis, apabila suatu bisnis mendapatkan laba maka bisnis
tersebut bisa dikatakan berhasil, begitu juga sebaliknya. Dalam usaha kreatif yang
baru dibangun aspek keuangan ini sering kali kurang diperhatikan, mulai dari
perancangan anggraan, sampai dengan pembuatan laporan keuangan, hal inilah
yang selanjutnya dapat menyebabkan bisnis kreatif sulit untuk berkembang.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan prakiraan kebutuhan dana dan sumber
pendanaan?
1.2.2. Bagaimana alokasi pembiayaan (investasi dan operasional) itu di buat?
1.2.3. Bagaimana langkah-langkah menentukan nilai persediaan?
1.2.4. Bagaimana cara menetapkan metode, jumlah, dan alokasi penyusutan
aktiva tetap?
3
1.2.5. Bagaimana prosedur dalam menetapkan harga pokok (produksi dan
penjualan)?
1.2.6. Bagaimana cara memperkirakan laporan keuangan (Laba/Rugi, Neraca,
dan Cash Flow)?

1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui dan memahami mengenai prakiraan kebutuhan dana dan
sumber pendanaan.
1.3.2. Untuk mengetahui dan memahami mengenai alokasi pembiayaan (investasi
dan operasional) itu di buat.
1.3.3. Untuk mengetahui dan memahami mengenai langkah-langkah menentukan
nilai persediaan.
1.3.4. Untuk mengetahui dan memahami mengenai cara menetapkan metode,
jumlah, dan alokasi penyusutan aktiva tetap.
1.3.5. Untuk mengetahui dan memahami mengenai prosedur dalam menetapkan
harga pokok (produksi dan penjualan).
1.3.6. Untuk mengetahui dan memahami mengenai cara memperkirakan laporan
keuangan (Laba/Rugi, Neraca, dan Cash Flow).

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Prakiraan Kebutuhan Dana Dan Sumber Pendanaan


KEBUTUHAN DANA
Suatu bisnis perlu yang namanya dana untuk kelangsungan usahanya.
Kebutuhan dana dapat dibagi menjadi 2 jenis, yakni kebutuhan dana untuk aktiva
tetap dan kebutuhan dana untuk modal kerja. Oleh sebab itu, sangat penting juga
untuk memahami sumber dana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan tersebut. Berikut akan dibahas mengenai kebutuhan dana untuk aktiva
tetap.
1. Kebutuhan Dana untuk Aktiva Tetap
Aktiva tetap juga dapat diklasifikasikan kembali berdasasrkan keperluan
investasi, yakni sebagai berikut:
a. Aktiva tetap berwujud
Biaya yang masuk ke aktiva ini adalah biaya tanah dan
pengembangan lokasi, termasuk biaya-biaya sepertiL biaya pendaftara,
pembersihan, penyiapan tanah, pembuatan jalan, pemagaran, dsb. Selain
itu, biaya bangunan dan perlengkapannya seperti biaya pembangunan
pabrik, gudang, jasa arsitektur, dsb. Kemudian, dalam aktiva tetap
berwujud termasuk pula biaya pabrik dan mesin, serta aktiva tetap lainnya
seperti perlengkapan angkutan dan materials handling, perlengkapan
kantor, dsb. Untuk dapat menaksir biaya dari aktiva-aktiva tersebut,
umumnya digunakan informasi terkait harga kebutuhan di masa lalu, harga
yang masihberlaku maupun harga kira-kira.
b. Aktiva tetap tidak berwujud
Contoh biaya yang termasuk ke dalam aktiva ini ada tiga, yang
pertama adalah aktiva tidak berwujud, di antaranya: lisensi, patent,
goodwill, engineering fees, dsb. Kemudian, yang kedua ada biaya
pendahuluan (biaya pembuatan laporan studi kelayakan, survey pasar, legal
fee, dsb). Ketiga ada biaya sebelum operasi yaitu biaya yang dikeluarkan
perusahaan sebelum berproduksi secara komersial. Misal: biaya penarikan
tenaga kerja, biaya latihan, beban bunga, dsb.
2. Kebutuhan Dana untuk Modal Kerja

5
Modal keria bisa diartikan sebagai modal kerja bruto, atau modal keria
neto. Modal keria bruto menunjukkan semua investasi yang diperlukan untuk
aktiva lancar yang terdiri dari: kas, surat-surat berharga (jika ada), piutarg,
persediaan, lainnya. Modal kerja neto merupakan selisih antara aktiva lancar
dengan utang jangka pendek. Aktiva lancar yang dimaksud adalah aktiva yang
memerlukan waktu yang pendek untukberubah menjadi kas.
Menghitung kebutuhan modal kerja dapat menggunakan beberapa
metode,salah satunya adalah metode yang didasarkan atas waktu keterikatan
dana dalam modal kerja: yaitu waktu yang diperlukan sejak perusahaan
mengeluarkan kas sampai dengankembali menjadi kas dan pengeluaran kas
per hari. Contoh:

1. Perusahaan akan memproduksi sebanyak 72.000 unit dalam setahun.


Produksi per bulan diperkirakan stabil selama tahun tersebut. Biaya per
unit untuk membuat 72.000 unit tersebut diperkirakan sebagai berikut:\

Biaya bahan mentah Rp 1.000,-


Biaya tenaga kerja 300
Biaya pabrik tidak langsung 400
Biaya produksi Rp 1.700,-
Harga jual Rp2.500,-
Biaya produksi perbulan, untuk membuat 6.000 unit adalah sebagai
berikut:

Biaya bahan mentah Rp 6.000.000,-


Biaya tenaga kerja 1.800.000,-
Biaya pabrik tidak langsung
2.400
.000,-
Total biaya Rp
10.200.000,-

SUMBER DANA
6
Sumber dana suatu bisnis atau perusahaan dapat berasal dari 6 sumber utama,
yaitu:
1. Modal sendiri
Apabila perusahaan tidak berbentuk PT (Perseroan Terbatas) yang
ingin go public, maka modal sendiri hanya bisa diperoleh dari pemilik
perusahaan. Karena itulah bagi perusahaan yang ingin menghimpun dana yang
besar, biasanya akan memilih go public.
2. Saham Biasa atau Saham preferen
Perusahaan yang memutuskan untuk go public dapat menghimpun
dana masyarakat dengan jalan menerbitkan saham yang nanti akan
diperjualbelikan di bursa.
3. Obligasi
Obligasi yang diterbitkan perusahaan dan dijual di pasar modal
Bentuk-bentuk obligasi yang diterbitkan adalah sebagai berikut:
a. Obligasi biasa
b. Obligasi dengan suku bunga mengambang
c. Obligasi tanpa bunga (zero coupon bonds)
d. Obligasi konversi (convertible bond)
4. Kredit bank (kredit investasi atau non-investasi)
Kredit bank merupakan sumber dana terbesar bagi suatu usaha atau
bisnis. Masalahnyaadalah spread yang ditentukan bank terlalu besar dan solusi
untuk hal ini adalah denganmenerbitkan obligasi. Hal ini dikarenakan obligasi
memiliki risiko yang sama dengan menyimpan uang di bank tetapi dengan
keuntungan yang lebih tinggi. Namun, minimal nominal untuk menerbitkan
obligasi adalah 25 miliar dan apabila dibawah angka tersebut maka perusahaan
tidak akan diperbolehkan menerbitkan obligasi. Pada situasi demikianlah
kredit bank menjadi solusi yang paling tepat bagi perusahaan.
5. Leasing
Secara sederhana, leasing berarti menyewa produk dari suatu lembaga
keuangan non- bank. Beberapa lembaga keuangan (tetapi bukan bank)
menawarkan jasa untuk menyediakan aktiva (misal mesin) yang diperlukian
oleh perusahaan. Leasing dapat menjadi pilihan yang perlu dipertimbangkan
bagi suatu usaha baru yang memiliki keterbatasan modal.
6. Project Finance
7
Tipe ini biasanya banyak digunakan untuk membiayai proyek besar.
Proyek finance merupakan bentuk kredit yang pembayarannya didasarkan atas
kemampuan proyek tersebut melunasi kewajiban finansialnya.
Mencari kredit jangka panjang dengan suku bunga tetap akan
merupakan keputusan yang sangat berisiko. Oleh sebab itu, untuk kredit
jangka panjang akan lebih baik kalau digunakan tingkat Bungan mengambang
(floating rate).
Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan sumber
dana yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, yaitu struktur
finansial konservatifhorizontal maupun vertikal.
Utang

Modal Sendiri

Aktiva lancar Utang

Aktiva lancar Modal sendiri


permanen + aktiva
tetap

Berikut merupakan cara pemenuhan kebutuhan dana yang memperhatikan


faktor likuiditas saja.
Penggunaan Dana Sumber Dana
Aktiva lancar tidak permanen Utang Jangka Pendek
Aktiva Lancar Permanen Utang jangka panjang + Modal
Aktiva Tetap

Namun, dalam teori bagaimana kita seharusya membelanjai kebutuhar


investasi, faktoryang diperhatikan adalah bukan likuiditas, tetapi biaya modal dari
perusahaan. Penggunaan faktor biaya modal sebagai sumber dana yang akan
dipergunakan, akan konsisten dengan tujuan kalau kita ingin memaksimumkan nilai
perusahaan atau hargasaham perusahaan. Karenadengan menurunnya biaya modal
perusahaan, maka nilai perusahaan akan menjadi semakin besar apabila keuntungan
yang diperoleh adalah sama. Dengan demikian kita akan berusaha mencari sumber

8
dana sampai dengan struktur modal perusahaan (yaitu perbandingan antara utang
dengan modal sendiri) tersebut bisa memberikan biava modal perusahaan yang
minimal.
Dalam prakteknya langsung, lebih sering digunakan pendekatan praktis yang
menekankan pada aspek rentabilitas dan likuiditas. Selama penggunaan utang
diharapkan bisameningkatkan rentabilitas modal sendiri, maka penggunaan utang
dibenarkan.

2.2. Alokasi Pembiayaan (Investasi dan Operasional)


Dalam mengalokasikan suatu pembiyaan dalam usaha tentunya diperlukan
berbagai pertimbangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa, manajemen keuangan
mempunyai kepentingan dalam bagaimana cara menciptakan serta menjaga nilai
ekonomis suatu perusahaan. Alhasil, semua pengambilan keputusan tentu harus di
fokuskan kepada penciptaan kesejahteraan para pegawainya. Berikut 3 ruang
lingkup manajemen keuangan, yaitu:
1. Keputusan Pendanaan
Keputusan pendanaan mencakup segala kebijakan manajemen yang
berhubungan dengan cara memperoleh dana organisasi. Misalnya, kebijakan
organisasi untuk menerbitkan surat berharga seperti obligasi, serta kebijakan
utang jangka pendek dan panjang. Dana tersebut bisa berasal dari internal
maupun eksternal organisasi.
2. Keputusan Investasi
Keputusan investasi meliputi segala yang berkaitan dengan kebijakan
penanamanmodal perusahaan seperti aktiva tetap (fixed assets). Contohnya
seperti gedung, tanah, dan mesin. Investasi juga bisa dalam bentuk aktiva
finansial berupa surat-surat berharga seperti obligasi dan saham.
3. Keputusan Pengelolaan Asset
Keputusan pengelolaan asset meliputi kebijakan yang berkaitan
denganpengelolaan aset yang dimiliki secara efisien. Hal tersebut diperlukan
untukmencapai tujuan perusahaan.
Seorang manajer keuangan memiliki tanggung jawab yang sangat besar
tentunya terhadap apa yang sudah dilakukannya. Pengambilan keputusan keuangan
yang menjadi tanggung jawab seorang manajer keuangan dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Investment decision: berkaitan dengan masalah pemilihan investasi yang
9
diinginkan dari suatu organisasi pada kesempatan yang tersedia dengan
memilih satu atau lebih alternative investasi yang di nilai memiliki
keuntungan
2. Financing decision: berkaitan dengan permasalahan pemilihan berbagai
bentuk sumber dana yang tersedia guna melakukan investasi dengan memilih
satu atau lebih alternative pembelanjaan yang menimbulkan biaya paling
murah.
3. Dividend decision: berkaitan dengan masalah penentuan besarnya persentase
dari laba yang akan dibayarkan sebagai dividen tunai kepada para pemegang
saham.
Maka, dalam penentuan alokasi pendanaan ada 7 prinsip manajemen yang
harus diperhatikan dalam pengambilan dan penetapan keputusan, yaitu:
1. Konsistensi (consistency)
Sistem dan kebijakan keuangan dari organisasi harus konsisten dari
waktu ke waktu. Ini tidak berarti bahwa sistem keuangan tidak boleh
disesuaikan apabila terjadi perubahan di organisasi. Pendekatan yang tidak
konsisten tehadap manajemen keuangan merupakan suatu tanda bahwa
manipulasi di pengelolaankeuangan.
2. Akuntabilitas (accountability)
Akuntabilitas adalah kewajiban, moral atau hukum, yang melekat pada
individu, kelompok atau organisasi. Organisasi harus dapat menjelaskan
bagaimana dia menggunakan sumber dayanya dan apa yang telah dia capai
sebagai pertanggumg jawaban kepada pemangku kepentingan dan penerima
manfaat.
3. Transparansi (transparancy)
Organisasi harus terbuka berkenaan dengan pekerjaannya,
menyediakan informasi berkaitan dengan rencana dan aktivitasnya kepada
para pemangku kepentingan. Termasuk didalamnya, menyiapkan laporan
keuangan yang akurat,lengkap, dan tepat waktu serta dapat dengan mudah dpat
diakses oleh pemangkukepentingan dan penerima manfaat. Apabila organisasi
tidak transparan, hal ini mengindikasikan ada sesuatu hal yang disembunyikan.
4. Kelangsungan hidup (integrity)
Agar keuangan terjaga pengeluaran organisasi ditingkat stratejik
maupun operational harus sejalan /disesuaikan dengan dana yang diterima.
10
Kelangsunganhidup atau (viability)merupakan suatu ukuran tingkat keamanan
dan keberlanjutankeuangan organisasi.
5. Integritas (integrty)
Dalam melaksanankan kegiatan operationalnya , individu yang terlibat
harus mempunyai integritas yang baik. selain itu, laporan dan catatan
keuangan harus tetap dijaga integritasnya melalui kelengkapan dan keakuratan
pencatatan keuangan.
6. Pengelolaan (stewardship)
Organisasi harus dapat mengelola dengan baik dana yang telah
diperoleh dan menjamin bahwa dana tersebut digunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
7. Standar akutansi (accounting standarts)
Sistem akutansi dan keuangan yang diguanakn organisasi harus sesuai
dengan prinsip dan standart akutansi yang berlaku umum.

2.3. Langkah-Langkah Menentukan Nilai Persediaan


Definisi Persediaan
Persediaan adalah aktiva yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha
normal dalam proses produksi atau dalam perjalanan dalam bentuk bahan atau
perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
(Hermawan, 2008) Menurut PSAK 14 (IAI, revisi 2008) persediaan adalah barang-
barang: yang dibeli dan dimiliki untuk dijual kembali, jadi yang diproduksi atau
barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi oleh entitas, atau bahan serta
perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi.
Persediaan juga meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual
kembali. Misalnya barang dagang yang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali atau
pengadaan tanah dan property lainnya untuk dijual kembali. Menurut (Mulya, 2011)
Persediaan juga mencakup barang jadi yang telah diprouksi atau barang dalam
penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan termasuk bahan serta perlengkapan
yang akan digunakan dalam proses produksi. Bagi perusahaan jasa persediaan
meliputi biaya jasa seperti upah dan biaya personalia lainnya yang secara langsung
menangani pemberian jasa, termasuk tenaga penyelia dan overhead yang
didistribusikan. Menurut (Mulya,2010) Biaya yang timbul dari pembentukan
persediaan antara lain:
11
1. Biaya penanganan, meliputi biaya perawatan, penyimpanan, asuransi, pajak
property, dan penyusutan.
2. Biaya pemesanan adalah biaya yang berkenaan dengan penempatan dari
pemrosesan pesanan kepada pemasok.
3. Biaya stockout, meliputi biaya kegagalan memenuhi biaya pelanggan, bagi
perusahaan produksi yatu biaya dari hilangnya penjualan dan laba serta hilangnya
goodwill pelanggan. Bagi perusahaan manufaktur, biaya stockout meliputi biaya
penundaan produksi dan biaya penurunan waktu serta biaya yang berkaitan
dengan memulai kembali produksi.
Kesalahan dalam Penghitungan Persediaan
Kesalahan dalam mencatat besarnya fisik persediaan akan menyebabkan
salah saji dalam saldo persediaa akhir. Karena persediaan akhir merupakan salah satu
perkiraan di aktiva lancar, maka besarnya aktiva lancar maupun total aktiva
perusahaan secara keseluruhan juga akan menjadi salah saji di neraca. Disamping itu,
kesalahan dalam penghitungan atas persediaan ini juga akan mengakibatkan besarnya
harga pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih yang tersaji dalam laporan laba rugi
menjadi keliru. Rumus untuk harga pokok penjualan. (Hery, 2011)
Persediaan Awal + Harga Pokok Pembelian – Persediaan Akhir = Harga
Pokok Penjualan (1)
Rumus untuklaba kotor sebagai berikut:
Penjualan Bersih – Harga Pokok Penjualan = Laba Kotor (2)
Rumus untuk laba bersih sebagai berikut:
Laba Kotor – Beban Operasional + / - Pendapatan (Beban) Lain-lain = Laba
Bersih (3)
Laba bersih akan ditutup ke akun modal pada setiap akhir periode akuntansi, sehingga
besarnya modal juga akan menjadi salah saji di neraca.
Sistem Pencatatan Persediaan
Menurut (Hermawan, 2008) Sistem Pencatatan Persediaan ada dua yakni sistem
pencatatan perpetual dan periodik.
1. Sistem pencatatan perpetual
Mencatat (mendebet) rekening persediaan barang dagangan dan mengkredit kas
atau utang dagang, pada saat pembelian barang dagangan. Pada saat penjualan
barang dagangan sistem pencatatan perpetual menggunakan dua jurnal pencatatan
yakni Piutang dagang disebelah debet dan penjualan di sebelah kredit Harga
12
pokok penjualan di sebelah debet dan Penjualan di sebelah kredit.
2. Sistem pencatatan periodik
Mendebet rekening pembelian dan mengkredit rekening kas atau utang dagang.
Pada saat penjualan barang dagangan sistem pencatatan periodik menggunakan
satu jurnal pencatatan yakni piutang dagang di sebelah debet dan penjualan di
sebelah kredit.
A. Sistem Perpetual
Menurut (Hermawan, 2008) Ada tiga asumsi yang digunakan yaitu:
1. First In First Out (FIFO)
Barang yang pertama kali masuk (dibeli) menjadi barang yang pertama kali
keluar (dijual). Masuk pertama keluar pertama Metode ini menyatakan bahwa
persediaan dengan nilai perolehan awal (pertama) masuk akan dijual
(digunakan) terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dengan nilai
perolehan persediaan yang terakhir masuk (dibeli). Metode ini cenderung
menghasilkan persediaan yang nilainya tinggi dan berdampak pada nilai aktiva
perusahaan yang dibeli. Metode FIFO merupakan metode penilaian persediaan
yang sangat realistis dan cocok digunakan untuk semua sifat produk.
Realistisnya terletak pada barang yang pertama kali dibeli, maka barang itulah
yang pertama kali dijual. Jika perusahaan menggunakan metode FIFO dalam
menilai persediaan dengan asumsi telah terjadi peningkatan harga barang atau
inflasi.
Tabel 1. Data Transaksi

Tanggal Transaksi Unit Biaya / Unit($) Harga Jual / Unit


($)
Saldo 800 6 4.800
4 Pembelian 200 7 1.400
10 Pembelian 200 8 1.600
11 Penjualan 800
12 Pembelian 400 8 3.200
20 Penjualan 500
25 Pembelian 100 8 800
28 Pembelian 600 9 5.400
Sumber: Carter (2009)
Tabel 2. Metode FIFO

Tgl Diterim Dikeluar Saldo


a kan
Q P T Q P T P T
13
Q
Feb 1 800 4.80
$ 0
6
4 200 $7 1.400 800 4.80
0
6
200 1.40
0
7
10 200 8 1.600 800 4.80
0
6
200 1.40
0
7
200 1.60
0
8
11 800 6 4.800 200 1.40
0
7
200 1.60
0
8
12 400 8 3.200 200 1.40
0
7
600 4.80
0
8
20 200 7 1.400
300 8 2.400 300 2.40
0
8
25 100 8 800 400 3.20
0
8
28 600 9 5.400 400 3.20
0
8
600 5.40
0
9
Sumber: Carter (2009)
2. Last In First Out (LIFO)

Barang yang terakhir kali masuk (dibeli) menjadi barang yang pertama kali
keluar (dijual). Metode LIFO menyatakan bahwa persediaan dengan nilai
perolehan terakhir masuk akan dijual (digunakan) terlebih dahulu, sehingga
persediaan akhir dinilai dan dilaporkan berdasarkan nilai perolehan persediaan
yang awal (pertama) masuk atau dibeli. Metode ini cenderung menghasilkan
nilai persediaan akhir yang rendah dan berdampak pada nilai aktiva perusahaan
yang rendah. Metode LIFO bisa saja realistis apabila didukung oleh kondisi
fisik produk yang dijual. Produk yang kualitasnya semakin lama disimpan
maka semakin bagus, tentu akan cocok menggunakan metode ini. Namun
apabila produknya merupakan barang yang cepat rusak seperti pabrik roti,
maka menggunakan metode LIFO bukanlah pilihan yang tepat. Metode LIFO

14
akan menghasilkan nilai persediaan yang lebih besar kalau dihitung dengan
metode LIFO. Metode LIFO akan menghasilkan laba tahunan menjadi lebih
besar/dan pajak yang semakin besar. Penggunaan metode LIFO akan
menghasilkan nilai persediaan akhir yang paling kecil, harga pokok penjualan
yang paling besar dan laba kotor serta laba bersih yang paling kecil.
Tabel 3. Data Transaksi

Tangg Transaksi Unit Biaya / Harga Jual /


al Unit Unit ($)
($)
Saldo 800 6 4.800
4 Pembelian 200 7 1.400
10 Pembelian 200 8 1.600
11 Penjualan 800
12 Pembelian 400 8 3.200
20 Penjualan 500
25 Pembelian 100 8 800
28 Pembelian 600 9 5.400
Sumber : Carter (2009)
Tabel 4. Metode LIFO

Tgl Diteri Dikeluark Saldo


ma an
Q P T Q P T P T

Q
Feb 1 800 $6 4.80
0
4 200 $ 7 1.400 800 6 4.80
0
200 7 1.40
0
10 200 8 1.600 800 6 4.80
0
200 7 1.40
0
200 8 1.60
0
11 200 8 1.600
200 7 1.400
400 6 2.400 400 6 2.40
0
12 400 8 3.200 400 6 2.40
0
400 8 3.20
0
20 400 8 3.200
100 6 600 300 6 1.80
0
15
25 100 6 600 400 6 2.40
0
28 600 9 5.400 400 6 2.40
0
600 9 5.40
0
Sumber : Carter (2009)
3. Metode Rata-rata

Metode ini tidak memperdulikan waktu barang masuk dan keluar. Penentuan
harga diperoleh didasarkan pada rata-rata harga perolehan semua barang.
Dengan menggunakan metode ini nilai persediaan akhir akan menghasilkan
nilai antara nilai persediaan metode FIFO dan nilai persediaan LIFO.
Metode ini juga akan berdampak pada nilai harga pokok penjualan dan laba
kotor. Hasil perhitungan nilai persediaan dengan menggunakan metode rata-
rata selalu berada ditengah-tengah antara perhitungan FIFO dan LIFO.
Metode rata-rata termasuk metode yang praktis untuk digunakan.
Tabel 5. Metode AVERAGE

Tgl Diterim Dikeluark Saldo


a an
Q P T Q P T Q P T
Feb 800 $6 4.800
1
4 200 $7 1.400 1.000 6,20 6.200
10 200 8 1.600 1.200 6,50 7.800
11 800 6,50 5.200 400 6,50 2.600
12 400 8 3.200 800 7,25 5.800
20 200 7,25 3.625 300 7,25 2.175
25 100 7,25 735 400 7,25 2.900
28 600 9 5.400 1.000 8,30 8.300
Sumber : Carter (2009)
Perbadingan Metode Penentuan Biaya Persediaan dan Pengaruhnya
terhadap Laporan Keuangan
Setiap metode penilaian persediaan akan menghasilkan jumlah yang berbeda
untuk: 1) harga pokok penjualan periode berjalan 2) nilai persediaan akhir dan 3)
laba kotor. Berikut ilustrasinya pada laporan laba rugi. Jika kita perhatikan pada
ilustrasi setiap metode mempunyai pengaruh terhadap laporan keuangan yaitu
laporan laba rugi dan neraca. Pada laporan laba rugi, harga pokok penjualan dan
laba kotor untuk penerapan setiap metode menghasilkan nilai yang berbeda.
Demikan pada nilai persediaan yang ada pada neraca dimana jika menggunakan

16
metode FIFO nilai persediaan sebesar Rp 225.000, jika LIFO sebesar Rp 215.000
dan jika metode rata-rata adalah Rp 219.243.
Perbandingan Metode Perhitungan Persediaan
Menurut (Hermawan, 2008), perhitungan persediaan dengan Metode FIFO,
LIFO dan Average menggunakan arus biaya yang berbeda- beda. Apabila
biaya per unit tidak berubah dari waktu ke waktu maka ketiga metode akan
menghasilkan jumlah yang sama. Namun karena harga terus berubah maka ketiga
metode tersebut akan menghasilkan jumlah yang berbeda untuk: yaitu (1) Harga
pokok penjualan, (2) Laba kotor (laba bersih), (3) Persediaan akhir.
1. Penggunaan metode FIFO
Menurut (Hermawan, 2008), Metode FIFO menghasilkan persediaan akhir
yang paling tinggi dan menghasilkan HPP yang paling rendah. Hal tersebut
terjadi selama masa inflasi atau saat harga-harga meningkat. Namun tingginya
laba kotor hanya bersifat sementara karena persediaan harus diganti dengan
harga yang terus meningkat.
2. Penggunaan Metode LIFO
Menurut (Hermawan, 2008), Metode LIFO menghasilkan jumlah HPP yang
paling tinggi. Demikian juga dengan jumah laba kotor dan persediaan akhir
yang paling rendah. Hal tersebug terjadi karena biaya yang digunakan untuk
membeli paling akhir kurang lebih sama dengan biaya penggantiannya.
Penggunaan metode LIFO pada masa inflasi akan menghasilkan penghematan
pajak penghasilan.
3. Penggunaan Metode Rata-rata (Average) Menurut (Hermawan, 2008),
penggunaan Metode Rata-rata pada masa inflasi akan menghasilkan jumlah
diantara metode FIFO dan LIFO. Jumlah HPP metode rata-rata berada diantara
metode FIFO dan metode LIFO, demikian juga dengan jumlah persediaan
akhir dan laba kotor.
Tabel 6. Laporan Laba Rugi Sebagian

FIF LIF AVERAGE


O O (Rp)
(Rp (Rp
) )
Penjualan 1.270.000 1.270.000 1.270.000

Biaya Penjualan:
Persediaan Awal 175.000 175.000 175.000
Pembelian 1.165.000 1.165.000 1.165.000
Biaya Barang yang Tersedia 1.340.000 1.340.000 1.340.000
17
Dijual
Persediaan Akhir 225.000 215.000 219.243
Harga Pokok Penjualan 1.127.000 1.141.000 1.132.755

Laba Kotor 143.000 129.000 138.000


Sumber: Muawanah (2008)
B. Metode Perhitungan Persediaan dengan Metode Lain
Menurut (Hermawan, 2008), selain metode FIFO, LIFO dan Average, metode
yang lain yang dapat digunakan untuk menilai persediaan antara lain:
1. Lower of Cost or Market Methode (LCM)
Yaitu metode mana yang lebih rendah antara karga pokok dan harga pasar
digunakan apabila terjadi perubahan nilai persediaan yang lebih rendah daripada
biaya pembelian awal. Hal ini terjadi pada bisnis-bisnis yang berbasis teknologi
atau yang terkait dengan mode atau tren. Menurut metode ini, persediaan dicatat
atas dasar harga perolehan atau harga pasar, tergantung mana yang lebih rendah.
Harga pasar yang dimaksud diukur dengan harga pengganti barang yaitu harga
untuk mengganti persediaan yang bersangkutan dengan membeli atau
memproduksi kembali.
2. Nilai Realisasi Bersih
Menurut metode ini, penilaian harga barang ditentukan dengan nilai realisasi
bersih. Nilai realisasi barang dapat turun nilainya karena barang telah rusak,
ketinggalan jaman atau usang, sehingga dijual dibawah harga pokok barang. Bila
terjadi demikian maka barang tersebut harus dinilai sesuai dengan nilai realisasi
bersih, yakni nilai yang terealisasi dikurangi dengan biaya-biaya yang dikenakan.

Pengestimasian Persediaan
Pada keadaan tertentu, perusahaan perlu melakukan pengestimasian persediaan
apabila tidak memungkinkan untuk melakukan pencatatan persediaan secara
perpetual atau melakukan perhitungan secara fisik. Misalnyaperusahaan tidak
berkenan untuk melakukan perhitungan fisik tetapi ingin menyusun laporan keungan
bulanan atau terjadinya bencana alam (kebakaran) yang menghancurkan persediaan
dan harus diestimasikan kerugian yang ditanggung. Menurut (Hermawan, 2008) pada
kondisi ini perusahaan dapat menggunakan metode estimasi persediaan yakni:
1. Metode Laba Kotor (Gross Profit Method)
Penerapan metode ini dilakukan dengan menggunakan prosentase laba kotor
terhadap penjualan untuk mengestimasikan persediaan akhir. Hal ini dilakukan
guna proses penyusunan laporan keuangan bulanan. Langkah-langkah yang

18
dilakukan adalah: 1) Menghitung harga pokok penjualan dengan rumus penjualan
bersih dikurangi estimasi laba kotor. 2) Menghitung harga pokok persediaan
akhir dengan rumus barang siap untuk dijual dikurangi harga pokok penjualan.
2. Metode Harga Eceran (Retail Method)
Metode ini diterapkan pada perusahaan retail seperti AlfaMart, Hypermarket,
Matahari atau retail lainnya yang memiliki ribuan jumlah barang. Untuk dapat
menggunakan metode ini perusahaan harus mengetahui catatan yang
menunjukkan harga perolehan barang yang tersedia untuk dijual dan harga
ecerannya (harga jual).
Rumus untuk menggunakan metode ini antara lain
1) Menghitung rasio harga perolehan terhadap harga eceran. Dengan rumus:
Jumlah barang tersedia untuk dijual berdasar harga perolehan - jumlah
barang tersedia untuk dijual berdasar harga eceran (1)
2) Menentukan persediaan akhir berdasar harga eceran. Dengan rumus:
Jumlah barang tersedia untuk dijual berdasar harga eceran - penjualan
bersih (2)
3) Menentukan estimasi harga perolehan persediaan akhir. Dengan rumus:
Persediaan akhir berdasarkan harga eceran - rasio harga perolehan
terhadap harga eceran (3)

2.4. Cara Menetapkan Metode, Jumlah, dan Alokasi Penyusutan Aktiva Tetap
Aktiva tetap adalah aktiva berujud yang digunakan dalam operasi
perusahaan dan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan
normal perusahaan. (Haryono Jusup, 2005; 153). Aktiva tetap adalah aktiva
berujud yan berumur lebih dari satu tahun yang dimiliki oleh perusahaan
dengan tujuan untuk dipakai dalam perusahaan bukan untuk dijual kembali
(Wit & Erhans, 2000; 82). Aset tetap adalah aset berwujud yang (Slamet
Sugiri, 2009; 137):
a. dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penydiaan barang atau
jasa, untuk direntalkan pada pihak lain, atau untuk tujuan
administratif
b. diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode
Depresiasi (Penyusutan)
Depresiasi adalah proses pengalokasian harga perolehan aktiva tetap menjadi
19
biaya selama masa manfaatnya dengan cara yang rasional dan sistematis
(Haryono Jusup, 2005; hal 162). Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah
yang dapat disusutkandari suatu asset selama umur manfaatnya. Depresiasi/
penyusutan bukan merupakan penilaian aktiva tetap tetapi merupakan proses
pengalokasian harga perolehan. Alokasi dilakukan sepanjang umur manfaat
yang dapat berupa periode waktu atau jumlahproduksi/unit yang diharapkan
akan diperoleh dari aktiva tetap tersebut. Akumulasi depresiasi aktiva tetap
menggambarkan jumlah depresiasi yang telah dibebankan sebagai biaya,
bukan menggambarkan dana yang telah dihimpun.
Terdapat 3 faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusutan:
1. Harga perolehan (cost)
Harga perolehan suatu aktiva meliputi seluruh pengeluaran yang berkaitan
dengan perolehan dan penyiapannya untuk dapat digunakan.
2. Nilai residual atau nilai sisa (residual value/salvage value) Jumlah yang
diperkirakan dapat direalisasikan pada saat aktiva tersebut tidak digunakan
lagi
3. Masa atau umur manfaat aktiva tetap
Aktiva tetap memiliki masa manfaat terbatas. Keterbatasan tersebut
karena berbagai faktor seperti keausan, kecacatan, kemerosotan nilai,
kerusakan (kecuali tanah)
Adapun 4 Metode Penyusutan yaitu diantaranya:
a. Metode Garis Lurus (Straight-Line Method)
b. Metode Unit Produksi (Units-of-Production Method) atau satuan hasil
c. Metode saldo menurun (Declining Balance Method)
d. Metode jumlah angka tahun (Sum-of-the-Years-Digits Method)
Metode Garis Lurus
Dalam metode ini, nilai penyusutan dibebankan secara merata selamaestimasi
umur aktiva.
Rumus: Harga Perolehan - Taksiran Nilai Residu
Estimasi Umur Manfaat
Contoh (1) (dipakai pada awal tahun):

Harga perolehan Mesin (rupiah) 20.000

20
Taksiran nilai sisa (nilai residu) 0
Taksiran umur manfaat (tahun) 5
Tanggal pemakaian 01 Jan’95
Maka besarnya penyusutan per tahun:
20.000 - 0
---------------- = 4.000 per tahun
5 thn
Jika dibuat tabel penyusutannya, akan nampak seperti dibawah ini:

Tahun Beban Penyusutan Akumulasi Penyusutan Nilai Buku

0 20.000
1 4.000 4.000 16.000
2 4.000 8.000 12.000
3 4.000 12.000 8.000
4 4.000 16.000 4.000
5 4.000 20.000 0

Penjelasan:
Akumulasi penyusutan merupakan kumulatif dari beban penyusutan.
Akumulasi penyusutan = akumulasi penyusutan + beban penyusutan
Nilai buku = Harga perolehan - akumulasi penyusutan
atau
Nilai buku = Nilai buku - beban penyusutan
Pengecekan:
Nilai buku pada akhir estimasi umur manfaat harus sama dengantaksiran nilai
sisa. Jika berbeda, berarti telah terjadi kesalahan.

Jurnal Penyusutan (tahun 1)


Des 31 Beban penyusutan - Mesin 4.000
Akumulasi penyusutan - Mesin 4.000
Nb: Untuk tahun ke 2 s/d ke 5 juga dibuat jurnal yang sama, nilainyadiambil dari
tabel penyusutan kolom beban penyusutan.
Contoh (2) (dipakai bukan pada awal tahun)

21
Harga perolehan Mesin (rupiah) 20.000
Taksiran nilai sisa (nilai residu) 0
Taksiran umur manfaat (tahun) 5
Tanggal pemakaian 16 Sept’ 95
Maka besarnya penyusutan per tahun:
20.000 - 0
--------------- = 4.000 per tahun
5 thn
Beban penyusutan untuk tahun pertama (16 september s/d 31desember 1995
= 3 bulan):
4.000 x (3/12) = 1.000
(Lihat penjelasan no 2 penyusutan diakui pada bulan terdekat)

Beban penyusutan untuk tahun terakhir pemakaian dari tanggal 1januari


2000 s/d 31 september 2000 adalah 9 bulan :
4.000 x (9/12) = 3.000
(Lihat penjelasan no 4 penyusutan diakui pada bulan terdekat ) Jika
dibuat tabel penyusutannya, akan nampak seperti dibawah ini:
Tahun Beban Penyusutan Akumulasi Penyusutan Nilai Buku
0 20.000
1 1.000 1.000 19.000
2 4.000 5.000 15.000
3 4.000 9.000 11.000
4 4.000 13.000 7.000
5 4.000 17.000 3.000
6 3.000 20.000 0

Jurnal penyusutan di tahun pertama (3 bulan) tahun1995:

Des 31 Beban penyusutan - Mesin 1.000


Akumulasi penyusutan - Mesin 1.000

22
Nb: Untuk tahun ke 2 s/d ke 6 juga dibuat jurnal yang sama, nilainyadiambil dari
tabel penyusutan kolom beban penyusutan.
Penjelasan:
Prinsip akuntansi yang dipakai untuk tanggal pemakaian dan pelepasan aktiva
tetap adalah penyusutan diakui pada bulan terdekatartinya:
1. Jika aktiva yang diperoleh pada atau sebelum tanggal 15 maka bulan yang
bersangkutan dianggap telah memiliki sepanjang bulanbersangkutan.
2. Jika aktiva yang diperoleh setelah tanggal 15, dianggap belummemiliki pada
bulan yang bersangkutan.
3. Sebaliknya jika aktiva yang dijual pada atau sebelum tanggal 15 maka
bulan yang bersangkutan dianggap tidak memiliki bulan yang
bersangkutan,
Jika aktiva yang dijual setelah tanggal 15, maka dianggap memiliki bulan yang
bersangkutan.
2. Metode Unit Produksi
Menghasilkan beban penyusutan yang berbeda-beda menurut jumlahpenggunaan
aktiva.
Rumus:
Harga Perolehan - Taksiran Nilai Sisa
Estimasi Jam Mesin

Contoh:
Harga perolehan Mesin (rupiah) 20.000
Taksiran nilai sisa (nilai residu) 0
Estimasi jam mesin (jam) 10.000

Maka besarnya penyusutan per unit satu jam mesin:


20.000 - 0
Besarnya penyusutan = -------------------- = Rp 2 (penyusutan per jam mesin)
10.000 jam

Misalkan di tahun pertama telah digunakan sebanyak 3.000 jam makabesarnya


penyusutan adalah:
Besarnya penyusutan ditahun pertama = 3.000 jam x Rp 2 = 6.000
23
Jurnal
Des 31 Beban penyusutan - Mesin 6.000
Akumulasi penyusutan – Mesin 6.000

Metode Saldo Menurun


Menghasilkan beban penyusutan periodik yang semakin menurunsepanjang
umur estimasi aktiva.
Dalam metode ini nilai residu (nilai sisa) tidak diperhitungkan. Persentase yang
digunakan adalah perkalian atas tingkat garis lurusyang dikalkulasikan untuk
berbagai masa manfaat sebagai berikut:
Estimasi Masa Tarif Garis Tarif Garis Tarif Garis
Manfaat Dalam Lurus Lurus 1,5 kali Lurus
Tahun 2 Kali
4 25 % 37,5 % 50 %
5 20 % 30 % 40 %
10 10 % 15 % 20 %
20 5% 7,5 % 10 %

Penjelasan perhitungan
untuk estimasi masa manfaat selama 4 tahun.
Tarif garis lurusnya = (1/4) x 100% = 25%
Jika memakai 1,5 kali tarif garis lurus maka = 25% x 1,5 = 37.5%Jika
memakai 2 kali tarif garis lurus maka = 25% x 2 = 50%
Prinsip akuntansi untuk metode saldo menurun yang dipakai adalahsaldo
menurun berganda, berarti memakai 2 kali tarif garis lurus.
Contoh (1): (dipakai pada awal tahun)
Harga perolehan Mesin (rupiah) 20.000
Taksiran nilai sisa (nilai residu) 0
Taksiran umur manfaat (tahun) 5
Tanggal pemakaian 01 Jan’95
Sebelum membuat tabel penyusutan, tentukan dulu tarifnya dengan cara:
2 x Tarif Garis lurus = 2 x ((1/5) x 100%) = 2 x 20% = 40%
Tabel Penyusutan

24
Tahun Beban Penyusutan Akumulasi Nilai Buku
Penyusutan
0 20.000
1 (20.000 x 40%) = 8.000 8.000 12.000
2 (12.000 x 40%) = 4.800 12.800 7.200
3 (7.200 x 40%) = 2.880 15.680 4.320
4 (4.320 x 40%) = 1.728 17.408 2.592
5 (2.592 x 40%) = 1.037 18.445 1.555

Penjelasan:
Estimasi nilai residu tidak dipakai dalam perhitungan tarif penyusutan, dan
dalam perhitungan penyusutan periodik. Selain itu, aktiva tidak boleh
disusutkan di bawah estimasi nilai residu.

Karena nilai buku pada akhir tahun estimasi umur manfaat harus samadengan
taksiran nilai sisa, maka penyusutan tahun ke 5 (dibulatkan):

5 2.592 20.000 0

Jadi Tabel penyusutan seutuhnya adalah:

Tahun Beban Penyusutan Akumulasi Nilai Buku


Penyusutan
0 20.000
1 (20.000 x 40%) = 8.000 8.000 12.000
2 (12.000 x 40%) = 4.800 12.800 7.200
3 (7.200 x 40%) = 2.880 15.680 4.320
4 (4.320 x 40%) = 1.728 17.408 2.592
5 2.592 20.000 0

Jurnal Penyusutan
Des 31 Beban penyusutan - Mesin 8.000
Akumulasi penyusutan - Mesin 8.000

25
Beban penyusutan ditahun pertama
Nb: untuk penyusutan di tahun ke 2 s/d tahun ke 5 jurnalnya sama, dannilainya
diambil dari tabel penyusutan kolom beban penyusutan

Contoh (2): (dipakai bukan pada awal tahun)


Harga perolehan Mesin (rupiah) 20.000
Taksiran nilai sisa (nilai residu) 0
Taksiran umur manfaat (tahun) 5
Tanggal pemakaian 01 Jul’95

Sebelum membuat tabel penyusutan, tentukan dulu tarifnya dengancara:


2 x Tarif Garis lurus = 2 x ((1/5) x 100%) = 2 x 20% = 40%

Tahun Beban Penyusutan Akumulasi Nilai


Penyusutan Buku
0 20.000
1 (20.000 x 40%) x (6/12) = 4.000 4.000 16.000
2 (16.000 x 40%) = 6.400 10.400 9.600
3 (9.600 x 40%) = 3.840 14.240 5.760
4 (5.760 x 40%) = 2.304 16.544 3.456
5 (3.456 x 40%) = 1.382,40 17.926,40 2.073,60
6 (2.073,60 x 40 %) x (6/12) = 829,44 18.755,84 1.244,16

Penjelasan:
Penyusutan di tahun 1 adalah untuk periode 6 bulan (1 jul - 31 Des’95) Sedangkan
penyusutan di tahun terakhir juga untuk periode 6 bulan (1jan - 30 jun’00). Karena
nilai buku pada akhir tahun estimasi umur manfaat harus samadengan taksiran
nilai sisa, maka penyusutan tahun ke 6 (dibulatkan) :

6 2.073,60 20.000 0

Jadi Tabel penyusutan seutuhnya adalah:

26
Tahun Beban Penyusutan Akumulasi Nilai
Penyusutan Buku
0 20.000
1 (20.000 x 40%) x (6/12) = 4.000 4.000 16.000
2 (16.000 x 40%) = 6.400 10.400 9.600
3 (9.600 x 40%) = 3.840 14.240 5.760
4 (5.760 x 40%) = 2.304 16.544 3.456
5 (3.456 x 40%) = 1.382,40 17.926,40 2.073,60
6 2.073,60 20.000 0

Jurnal Penyusutan

Des 31 Beban penyusutan - Mesin 4.000


Akumulasi penyusutan - Mesin 4.000

Beban penyusutan ditahun pertama


Nb: untuk penyusutan di tahun ke 2 s/d tahun ke 6 jurnalnya sama, dannilainya
diambil dari tabel penyusutan kolom beban penyusutan
Metode Jumlah Angka Tahun
Menghasilkan beban penyusutan periodik yang stabil menurun selamaestimasi
umur manfaat aktiva itu. Pecahan yang semakin kecil berturut-turut diterapkan
setiap tahunpada harga pokok awal aktiva itu dikurangi estimasi nilai residu.
Dalam metode ini, harus dihitung dulu jumlah penyebutnya denganrumus:

(N + 1)
S= N x -----------
2
S = Penyebut
N = taksiran umur manfaat
Contoh (1): (dipakai pada awal tahun)

Harga perolehan Mesin (rupiah) 16.000


Taksiran nilai sisa (nilai residu) 1.000
Taksiran umur manfaat (tahun) 5

27
Tanggal pemakaian 01 Jan’95
Sebelum menghitung beban penyusutan, hitung terlebih dulupenyebutnya:

S = 5 * ((5 + 1) / 2)
S = 15
atau dengan cara lain yaitu:
S=5+4+3+2+1
S = 15
Tabel Penyusutan
Tahun Beban Penyusutan Akumulasi Penyusutan Nilai Buku
0 16.000
1 5.000 5.000 11.000
2 4.000 9.000 7.000
3 3.000 12.000 4.000
4 2.000 14.000 2.000
5 1.000 15.000 1.000
Perhitungan:
Tahun ke 1: (16.000 - 1.000) x (5/15) x (3/12) = 1.250
Tahun ke 2: (16.000 - 1.000) x (5/15) x (9/12) = 3.750 Des
(16.000 - 1.000) x (4/15) x (3/12) = 1.000 + 31
4.750
Tahun ke 3: (16.000 - 1.000) x (4/15) x (9/12) = 3.000 Beban
(16.000 - 1.000) x (3/15) x (3/12) = 750 + penyusutan
3.750 -
Tahun ke 4: (16.000 - 1.000) x (3/15) x (9/12) = 2.250 Mesin
(16.000 - 1.000) x (2/15) x (3/12) = 500 +
2.750 1.250
Tahun ke 5: (16.000 - 1.000) x (2/15) x (9/12) = 1.500 A
(16.000 - 1.000) x (1/15) x (3/12) = 250 + k
1.750 u
Tahun ke 6: (16.000 - 1.000) x (1/15) x (9/12) = 750 m
u
Jurnal Penyusutan l

28
asi penyusutan - Mesin 1.250

Beban penyusutan ditahun pertama


Jurnal penyusutan untuk tahun ke 2 s/d tahun ke 6 sama jurnalnya
dannilainya diambil dari tabel penyusutan kolom tabel

29
2.5 Prosedur Dalam Menetapkan Harga Pokok (Produksi dan Penjualan)
A. Definisi Harga Pokok Produksi (HPP)
Harga pokok produksi adalah semua biaya langsung dan tidak langsung yang
dikeluarkan perusahaan untuk proses produksi sehingga barang atau jasa tersebut bisa
dijual. Perusahaan harus menghitung harga pokok suatu barang karena sangat penting
untuk pelaporan keuangan perusahaan. Penentuan harga pokok produksi dilakukan
sebelum perusahaan menentukan harga jual. Harga ini nantinya akan digunakan oleh
manajemen untuk membandingkan dengan pendapatan dan disajikan dalam laporan laba
rugi. Selain itu, perusahaan juga akan lebih mudah melakukan pengontrolan produksi jika
mengetahui harga pokoknya.
Banyak perusahaan yang salah dalam penentuan harga pokok produksikarena mengira
harga pokok produksi sama dengan harga jual. Sebenarnya keduanya berbeda, karena
harga jual telah ditambah dengan keuntungan yang diinginkan perusahaan sedangkan
harga pokok produksi tidak.
B. Unsur-unsur Harga Pokok Produksi (HPP)
Sebelum mengetahui Cara Menghitung Harga Pokok Produksi dan cara menghitung
harga pokok penjualan (HPP), perlu dikemas terlebih dahulu mengenai unsur-unsur yang
akan dilibatkan dalam Cara Menghitung Harga Pokok Produksi dan harga pokok
penjualan tersebut. Komponen-komponen dari Harga Pokok Produksi dan harga pokok
penjualan, yaitu :
1. BIAYA PRODUKSI
Untuk memperoleh gambaran mengenai biaya produksi akan diawali dengan
pengertian biaya. Biaya (cost) ialah kas dan setara kas yang dikorbankan untuk
memproduksi atau memperoleh barang atau jasa yang diharapkan akan memperoleh
manfaat atau keuntungan di masa mendatang (Prawironegoro, 2005:15). Menurut
Horngren/Goerge Foster biaya dalam Umum adalah sebagai sumber daya yang
dikorbankan untuk mencapai suatu sasaran/tujuan tertentu. Sedangkan menurut
Mulyadi (1983:3) pengertian biaya dalam arti luas adalah pengorbanan sumber
ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan
terjadi (Suarsana, 2007:4). Biaya produksi (output cost) adalah biaya untuk
memproduksi yang terdiri dari bahan langsung upah langsung dan biaya tidak
langsung. Biaya produksi barang (cost of goods manufactured) merupakan biaya yang
dikeluarkan atau yang dibebankanuntuk membuat barang atau produksi meliputi bahan

30
baku, upah, dan biaya tidak langsung (Ismaya,2006:345). Biaya produksi yang sering
disebut biaya pabrikase atau biaya pabrik (factory cost) adalah jumlah dari tiga unsur
biaya yaitu bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik (Usry: 1989:
24). Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku
menjadi produk jadi yang siap untuk dijual, yang menurut objek pengeluarannya secara
garis besar dibagi menjadi: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik ( factory overhead cost) (Mulyadi, 2005: 14). Biaya produksi
membentuk harga pokok produksi yang digunakan untuk menghitung harga harga
pokok produk jadi dan harga pokok produk yang pada akhir periode akuntansi masih
dalam proses (Mulyadi, 2009:16). Menurut Adolph Matz et. Al (1997:24) “Harga
Pokok Produksi terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan
biaya overhead pabrik yang dimulai dari bahan baku, bahan baku tambahan yang
diproses sampai menjadi barang jadi”. Dengan demikian harga pokok produksi adalah
keseluruhan biaya produksi yang terakumulasi ke dalam setiap unit produk yang
dihasilkan oleh perusahaan yang terdiri dari tiga elemen yaitu: biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja (upah), dan biaya overhead pabrik (biaya tidak langsung).
2. BIAYA BAHAN BAKU
Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian integral atau secara
menyeluruh dari produk jadi. Biaya bahan baku/bahan langsung merupakan biaya bagi
bahan-bahan yang secara langsung digunakan dalam proses produksi untuk
mewujudkan suatu macam produk jadi yang siap dipasarkan, atau siap diserahkan
kepada pemesan (Bambang & Kartasapoetra 1992: 5). Biaya bahan dasar (material)
dalam arti luas elemen yang digunakan sebagai dasar pembuatan barang jadi, tetapi ada
kemungkinan barang jadi dari produk suatu perusahaan merupakan material dari
perusahaan lain. Untuk tujuan akuntansi bahan dasar dipisahkan ke dalam dua kategori
yaitu:
a. Bahan dasar langsung, yaitu bahan yang menjadi bagian menyeluruh dariproduk
jadi.
Bahan dasar tak langsung, yaitu merupakan bahan dasar (material) yang digunakan
untuk membuat produk, tetapi jumlahnya sangat kecil, dan bukan merupakan bagian
menyeluruh dari produk jadi. Menurut Usry (1989: 24-26) bahan baku disebut bahan
langsung (direct materials) adalah semua bahan yang membentuk bagian integral
barang jadi dan dapatdimasukkan langsung dalam kalkulasi biaya produk, contoh
kayu untuk membuat peralatan mebel dan minyak mentah untuk membuat bensin.
31
Sedangkan bahan tidak langsung (indirect material) adalah bahan-bahan yang
dibutuhkan guna menyelesaikansuatu produk, tetapi pemakaiannya sedemikian kecil
atau sedemikian rumit sehingga tidak dapat dianggap sebagai bahan langsung seperti
minyak pelumas, minyak gemuk, lap pembersih, dan sikat termasuk dalam
perbekalan pabrik (factory suplies). Bahan baku merupakan bahan yang membentuk
secara menyeluruh dari barang jadi yang mempunyai nilai relatif tinggi dibanding
dengan bahan yang lain. Bahan yang nilainya relatif kecil tidak dikelompokan
menjadi bahan penolong. Bahan penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian
produk jadi atau bahan meskipun menjadi produk tetapi nilainya relatif kecil bila
dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut (Mulyadi, 2005: 194).
3. PENCATATAN BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG
Biaya tenaga kerja (direct labor) adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengerjakan
bahan dasar sampai menjadi barang jadi. Biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya
yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang langsung menanganipembuatan (proses) dari
bahan dasar sampai menjadi barang jadi. Sebaliknya tenaga kerja tak langsung adalah
biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang menyumbangkan jasanya untuk
pembuatan bahan dasar menjadi barang jadi tetapi tidak langsung menangani
pembuatannya misalnya gaji pengawas yang mengawasi para pekerja yang menangani
langsung pembuatan kursi tersebut.Upah langsung adalah semua upah yang secara
langsung digunakan, dapat secara mudah ditelusuri, dan merupakan biaya upah yang
utama untuk memproduksi suatu produk (Widjajatunggal, 1993: 80). Tenaga kerja
merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawanuntuk mengolah produk.
Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja
manusia tersebut (Mulyadi, 2005: 319).
Dengan demikian biaya tenaga kerja langsung merupakan seluruh biaya yangterjadi
karena pemakaian tenaga kerja yang terlibat secara langsung dalam proses produksi
atau dikerahkan dalam mengolah bahan baku menjadi produk jadi atau produksiap jual.
4. PENCATATAN BIAYA OVERHEAD PABRIK (BOP)
Biaya overhead pabrik (Factory overhead). Dalam artian ini, biaya overhead
pabrik termasuk biaya bahan dasar tak langsung dan biaya tenaga kerja tak tak
langsung. Pemisahan langsung dan tak langsung biaya dalam konteks yang merupakan
pemisahan biaya umum tetapi dalam konteks yang lain berbeda, selain itu pemisahan
langsun dan tak langsungnya biaya juga dipengaruhi oleh metoda pengumpulan biaya.
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan
32
biaya tenaga kerja langsung. Menurut Mulyadi ( 2005: 194) biaya overhead pabrik
dikelompokkan menjadi beberapa golongan sebagai berikut ini :
a. Biaya Bahan Penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau
bahan meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila
dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut.
b. Biaya Reparasi dan Pemeliharaan berupa biaya suku cadang (spareparts), biaya
bahan baku habis pakai (factory supplies) dan harga perolehan jasa dari pihak luar
perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan emplasemen, perumahan,
bangunan pabrik, mesin dan ekuipmen, kendaraan, perkakas laboratorium, dan
aktiva lain yang digunakan untuk keperluan pabrik.
c. Biaya Tenaga Kerja Tidak langsung adalah tenaga kerja pabrik yang upahnya
tidakdapat diperhitungkan secara langsung kepada produk atau pesanan tertentu.
Biaya tenaga kerja tidak langusng terdiri dari upah, tunjangan dan biaya
kesejahteraan yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tidak langsung tersebut. Tenaga
kerja tidak langsung meliputi:
a. Karyawan yang bekerja dalam departemen pembantu, seperti departemen-
departemen pembangkit tenaga listrik, uap, bengkel dan departemen gudang.
b. Karyawan tertentu yang bekerja dalam departemen produksi, karyawan
administrasi pabrik, mandor.
c. Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap. Biaya-biaya
yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya-biaya depresiasi,
emplasemen pabrik, bangunan pabrik, mesin dan peralatan, perkakas
laboratorium, alat kerja, dan aktiva lain yang digunakan di pabrik
d. Biaya yang timbul sebagai akibat barlalunya waktu. Biaya-biaya yang
termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya-biaya asuransi
gedung, emplasemen, asuransi mesin dan ekuipmen,, asuransi kendaraan,
asuransi kecelakaan karyawan, dan biaya amortisasi kerugian trial-run.
e. Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran
uang tunai. Biaya overhead pabrik yang termasuk dalam kelompok ini antara
lain adalah biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan,
biaya listrik PLN dan sebagainya.

33
C. Manfaat Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2005:65) manfaat dari penentuan harga pokok produksi secara
garis besar adalah sebagai berikut:
1. Menentukan harga jual produk
Perusahaan yang berproduksi massa memproses produknya untuk memenuhipersediaan di
gudang, dengan demikian biaya produksi dihitung dalam jangka waktu tertentu untuk
menghasilakan informasi biaya produksi per satuan produk. Dalam penentuan harga jual
produk, biaya produksi per unit merupakan salah satu data yang dipertimbangkan
disamping data biaya lain dan data non biaya.
2. Memantau realisasi biaya produksi
Manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan di
dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. Oleh karena itu akuntansibiaya digunakan
untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu
tertentu untuk memantau apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi
sesuai dengan yang diperhitungkan sebelumnya.
3. Menghitung laba atau rugi bruto periode tertentu
Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan dalam periode
tertentu mampu menghasilkan laba bruto atau mengakibatkan rugi bruto, manajemen
memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk
dalam periode tertentu. Informasi laba atau rugi bruto periodik diperlukan untuk mengetahui
kotribusi produk dalam menutup biaya nonproduksi dan menghasilkan laba atau rugi.
4. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang
disajikan dalam neraca
Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban keuangan periodik,
manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi.
Dalam neraca, manajemen harus menyajikan harga pokok persediaanproduk jadi dan
harga pokok yang pada tanggal neraca masih dalam proses.
D. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi (HPP)
Mursyidi (2010:29) dalam Mangerongkonda et.al.,(2014) menyatakan
penentuan harga pokok produk adalah pembebanan unsur biaya produksi terhadap
produk yang dihasilkan dari suatu proses produksi, artinya penentuan biaya yang
melekat pada pada produk jadi dan persedian barang dalam proses. Dalam penentuan
harga pokok produk terdapat dua metode:

34
1. Metode Full Costing
Mulyadi (2005:17) menjelaskan bahwa full costing merupakan metode penentuan
kos produksi ke dalam kos produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabelmaupun tetap.
Dalam metode full costing, semua biaya overhead yang bersifat tetap maupun variabel
akan dibebankan kepada produk yang diproduksi atas tarif yang telahditentukan dimuka
pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik yang sesungguhnya. Oleh
karena itu, biaya overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok persediaan
produk dalam proses dan juga persediaan produk yang belum laku untuk dijual, dan
baru dianggap sebagai biaya atau unsur harga pokok penjualan jika produk jadi tersebut
telah terjual. Berikut merupakan komponen yang diperhitungkan dalam metode full
costing:
Biaya bahan baku Rp. xxx
Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx
Biaya overhead pabrik tetap Rp. xxx
Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx +
Harga pokok produksi Rp. xxx
Penentuan harga pokok produksi berdasarkan full costing pada umumnya
ditujukan untuk kepentingan penyusunan laporan keuangan untuk pihak eksternal.
Laporan laba rugi yang disusun dengan metode ini menitikberatkan pada penyajian
unsur-unsur biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi pokok yang ada di
perusahaan yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran, serta fungsi administrasi dan
umum. Dengan demikian laporan laba rugi menurut full costing akan tampak sebagai
berikut:
Penjualan Rp. xxx
Harga pokok penjualan (Rp. xxx) _
Laba kotor atas penjualan Rp. xxx
Biaya komersial:
Pemasaran Rp. xxx
Administrasi dan umum Rp.xxx
(Rp.xxx) _
Laba bersih Rp. xxx
2. Metode Variable Costing
Mulyadi (2012: 18) menjelaskan bahwa, Variable costing merupakan metode
35
penentuan kos produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku
variabel ke dalam kos produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Widilestariningtyas et al (2012: 67)
menyatakan bahwa, variable costing merupakan metode penentuan harga pokok
produksi yang hanya membebankan biayabiaya produksi variabel saja ke dalamharga
pokok produk.
Metode variable costing ini dikenal dengan nama “direct costing”. Biaya produksi
yang bersifat tetap pada variable costing diperlakukan sebagai biaya periode akuntansi
dimana biaya tersebut terjadi. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
unsur harga pokok produk menurut metode ini meliputi:
Biaya bahan baku Rp. xxx
Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx
Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx +
Harga pokok produksi Rp. Xxx
Penentuan harga pokok berdasarkan metode ini pada umumnya ditunjukan untuk
pihak manajemen dalam rangka pengambilan kebijakan harga. Laporan laba rugiyang
disusun dengan metode ini menitik beratkan pada penyajian biaya sesuai dengan
perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Laporan laba
rugi menurut metode variable costing akan tampak sebagai berikut:
Penjualan Rp. xxx
Harga pokok penjualan variabel (Rp.xxx)
Batas kontribusi bersih Rp. xxx
Biaya komersial variabel:
Pemasaran variabel Rp. xxx
Administrasi dan umum variabel Rp. Xxx
(Rp.xxx)
Batas kontribusi bersih Rp. xxx
Biaya tetap:
Overhead pabrik Rp. xxx
Pemasaran tetap Rp. xxx
Administrasi dan umum tetap Rp.xxx
(Rp.xxx)
Laba bersih Rp.xxx

36
E. Cara Menghitung Harga Pokok Produksi (HPP)
Setelah komponen-komponen terangkum dengan lengkap, maka tahap selanjutnya
adalah menghitung besarnya Harga Pokok Produksi (HPP). Cara menghitung harga
harga pokok produksi (HPP) dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah
berikut ini.
1. Menghitung Biaya Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan atau biaya bahan baku dapat dihitung dengan cara
menjumlahkan saldo awal bahan baku dan pembelian bahan baku kemudian
dikurangi saldo akhir bahan baku. Rumus menghitung biaya produksi berupa
bahan baku yang digunakan yaitu:

Biaya Bahan Baku = (Saldo awal bahan baku + Pembelian bahan baku) –
Saldoakhir bahan baku

2. Menghitung Biaya Produksi


Cara Menghitung Biaya Produksi dapat dilakukan dengan menjumlahkan 3 biaya
komponen Harga Pokok Penjualan yang pertama (Biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja dan biaya overhead). Dengan demikian, Rumus menghitung biayaproduksi
adalah :

Biaya Produksi = Biaya bahan baku + Biaya tenaga kerja langsung +


Biayaoverhead Produksi

3. Menentukan Harga Pokok Produksi


Cara Menghitung Harga Pokok Produksi dapat dilakukan dengan
menjumlahkan biaya produksi dan saldo awal persediaan barang kemudian dikurangi
saldo akhir persedian barang. Rumus untuk menghitung harga pokok produksi adalah:

Harga Produksi = (Total biaya prooduksi + Saldo awal persediaan barang) –


Saldoakhir persediaan barang

4. Menghitung HPP
Cara Menghitung HPP dapat dihitung dengan menjumlahkan harga pokok
produksi dengan persediaan barang awal kemudian dikurangi persediaan barang

37
akhir. Rumus Menghitung HPP dapat dituliskan sebagai berikut:

Harga Pokok Penjualan (HPP) = (Harga pokok produksi + Persediaan barang awal)
– Persediaan barang akhir

2.6 Cara Memperkirakan Laporan Keuangan (Laba/Rugi, Neraca, dan Cash Flow)
Laporan keuangan adalah dokumen yang mencatat transaksi keuangan dan posisi
keuangan suatu perusahaan selama periode waktu tertentu, yang digunakan untuk
memberikan gambaran tentang kinerja keuangan perusahaan kepada para pemangku
kepentingan, seperti investor, kreditor, dan pemerintah. Laporan keuangan terdiri dari
beberapa jenis, diantaranya terdapat:
1. Laporan Laba Rugi: laporan keuangan yang menunjukkan pendapatan dan beban
perusahaan selama periode tertentu, dan menghasilkan laba bersih atau rugi bersih
pada akhir periode tersebut. Laporan ini memungkinkan manajemen untuk
mengevaluasi kinerja perusahaan dan memprediksi masa depan.\
2. Neraca: laporan keuangan yang menunjukkan posisi keuangan perusahaan pada akhir
periode tertentu. Laporan ini mencatat aset, kewajiban, dan ekuitas perusahaan, dan
memberikan gambaran tentang kekayaan perusahaan dan kewajiban yang harus
dilunasi.
3. Arus Kas: laporan keuangan yang menunjukkan arus masuk dan keluar uang tunai
perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini memungkinkan manajemen untuk
memantau aliran kas perusahaan dan memastikan bahwa perusahaan memiliki cukup
kas untuk membayar hutang, investasi, dan kebutuhan operasional.
Semua laporan keuangan ini saling terkait dan membantu manajemen untuk mengambil
keputusan bisnis yang lebih baik. Laporan laba rugi memberikan informasi tentang
pendapatan dan beban perusahaan, neraca memberikan informasi tentang kekayaan dan
kewajiban perusahaan, dan laporan arus kas memberikan informasi tentang aliran uang
tunai perusahaan. Dengan memahami informasi dari ketiga laporan keuangan ini,
manajemen dapat membuat keputusan yang lebih baik tentang operasi dan strategi bisnis
perusahaan.

38
1

Memperkirakan laporan keuangan adalah proses meramalkan atau


memproyeksikan nilai laporan keuangan di masa depan, dengan
menggunakan data historis dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja
keuangan perusahaan. Memperkirakan laporan keuangan dapat membantu
manajemen perusahaan dalam merencanakan strategi bisnis dan membuat
keputusan yang lebih baik. Dalam memperkirakan laporan keuangan, perlu
memahami komponen laporan keuangan dan melakukan analisis tren dan
rasio. Selain itu, perlu juga melakukan proyeksi pendapatan dan biaya,
proyeksi arus kas, dan perhitungan nilai wajar. Dengan memperkirakan
laporan keuangan, manajemen dapat memperoleh gambaran tentang kinerja
keuangan perusahaan di masa depan dan membuat keputusan yang lebih baik.
Untuk memperkirakan laporan keuangan, hal yang dapat dilakukan adalah;
1. Memahami Komponen Laporan Keuangan. Dalam memperkirakan
laporan keuangan, hal pertama yang harus dilakukan adalah memahami
komponen-komponen dari setiap laporan keuangan. Laporan laba rugi
mencatat pendapatan dan biaya perusahaan, neraca mencatat aset,
kewajiban, dan ekuitas perusahaan, dan laporan arus kas mencatat aliran
masuk dan keluar kas perusahaan.
2. Analisis Tren dan Rasio yang memiliki manfaat secara langsung dalam
memperkirakan laporan keuangan. Analisis tren melibatkan
membandingkan kinerja keuangan dari periode ke periode sebelumnya,
sementara analisis rasio melibatkan membandingkan rasio keuangan
seperti rasio keuangan likuiditas dan profitabilitas dari periode ke
periode.
3. Proyeksi Pendapatan dan Biaya merupakan hal penting dalam
memperkirakan laporan laba rugi. Dalam proyeksi ini, penting untuk
mempertimbangkan faktor-faktor seperti pertumbuhan penjualan, harga
jual, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya operasional lainnya.
4. Proyeksi Arus Kas yakni untuk memperkirakan laporan arus kas. Dalam
proyeksi ini, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor seperti
penerimaan piutang, pembayaran hutang, investasi, dan kebutuhan
operasional lainnya.
2

5. Perhitungan Nilai Wajar yakni untuk memperkirakan nilai aset dan


kewajiban dalam neraca. Dalam perhitungan ini, penting untuk
mempertimbangkan faktor-faktor seperti nilai pasar, nilai investasi, dan
nilai buku.
Memperkirakan laporan keuangan dapat membantu manajemen dalam
merencanakan strategi bisnis dan mengambil keputusan yang lebih baik.
Dengan memahami komponen-komponen dari setiap laporan keuangan dan
melakukan analisis tren, rasio, dan proyeksi, manajemen dapat
memperkirakan kinerja keuangan perusahaan di masa depan dan membuat
keputusan yang lebih baik.
3

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Suatu bisnis perlu yang namanya dana untuk kelangsungan usahanya.
Kebutuhan dana dapat dibagi menjadi 2 jenis, yakni kebutuhan dana untuk
aktiva tetap dan kebutuhan dana untuk modal kerja. Oleh sebab itu, sangat
penting juga untuk memahami sumber dana yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dalam mengalokasikan suatu pembiyaan
dalam usaha tentunya diperlukan berbagai pertimbangan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa, manajemen keuangan mempunyai kepentingan dalam
bagaimana cara menciptakan serta menjaga nilai ekonomis suatu perusahaan.
Persediaan adalah aktiva yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan
usaha normal dalam proses produksi atau dalam perjalanan dalam bentuk
bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau
pemberian jasa. (Hermawan, 2008) Menurut PSAK 14 (IAI, revisi 2008)
persediaan adalah barang-barang: yang dibeli dan dimiliki untuk dijual
kembali, jadi yang diproduksi atau barang dalam penyelesaian yang sedang
diproduksi oleh entitas, atau bahan serta perlengkapan yang digunakan dalam
proses produksi.
Harga pokok produksi adalah semua biaya langsung dan tidak
langsung yangdikeluarkan perusahaan untuk proses produksi sehingga barang
atau jasa tersebut bisa dijual. Perusahaan harus menghitung harga pokok suatu
barang karena sangat penting untuk pelaporan keuangan perusahaan.
Penentuan harga pokok produksi dilakukansebelum perusahaan menentukan
harga jual.
Laporan keuangan adalah dokumen yang mencatat transaksi keuangan
dan posisi keuangan suatu perusahaan selama periode waktu tertentu, yang
digunakan untuk memberikan gambaran tentang kinerja keuangan perusahaan
kepada para pemangku kepentingan, seperti investor, kreditor, dan pemerintah.
4

DAFTAR PUSTAKA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK


INDONESIA. (2022, October 1). Perkembangan UMKM sebagai Critical
Engine Perekonomian Nasional Terus Mendapatkan Dukungan
Pemerintah. Retrieved from Siaran Pers:
https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/4593/perkembangan-umkm-
sebagai-critical-engine-perekonomian-nasional-terus-mendapatkan-
dukungan-pemerintah
Munjiati Munawaroh, Hasnah Rimiyat, Lela Hindasah. (2016). Perencanaan Bisnis
Untuk Program Strata 1. In P. M. "Gramasurya". Jl. Lingkar Selatan,
Kasihan, Bantul, Yogyakarta: LP3M UMY.
Sari, D. I. (2018). Analisis perhitungan persediaan dengan metode FIFO dan
average pada PT. Harapan. Perspektif: Jurnal Ekonomi Dan Manajemen
Akademi Bina Sarana Informatika, 16(1), 31-38.

Anda mungkin juga menyukai