Anda di halaman 1dari 7

UJIAN TENGAH SEMESTER

KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN

Take Home Exam (individual)


Berdasarkan materi kuliah yang telah di sampaikan, lakukan kompilasi dengan berbagai
sumber pustaka yang mendukung untuk membuat suatu perencanaan Kepemimpinan dan
manajemen:
Susunlah kajian / telaah tentang :
1. Bagaimana mengembangkan kerjasama tim yang sukses dalam pelayanan
keperawatan di tempat kerja saudara?
2. Lakukan kajian tentang permasalahan yang sering muncul (Konflik kepemimpinan)
dalam membangun kepemimpinan dan tim yang kokoh dalam bidang pelayanan
keperawatan di tempat kerja saudara. Dan berikan cara penyelesaianya?
3. Bagaimana upaya membangun kepemimpinan keperawatan dalam kerja tim asuhan
dalam konteks intercollaborasi pelaksanaan professional pemberi asuhan di tempat
kerja saudara?
Ketentuan :
1. Mulailah dengan analisa permasalahan di tempat kerja
2. Lakukan telaah berbagai teori, journal, sumber-sumber lain yang mendukung untuk
menyelesaikan msalah yang anda temukan.
3. Tentukan alternative penyelesaian masalah dengan langkah-langkah yang sistematis
serta berikan penjelasan dengan dasar teori yang kokoh.
4. Gunakan minimal 5 referensi minimal tahun 2009
5. Di ketik dalam 1 spasi, font 12, minimal 5 lembar.
6. Gunakan kertas ukuran A4.
7. Di kumpulkan di melalui email: hadi.bintang001@gmail.com paling lambat 1 minggu
setelah tugas dierima, senin tgl 10 Nov 2021
Selamat mengerjakan
NAMA : RURIWINITA
NPM : 20210920100021
MATA AJAR : Dr. Muhammad Hadi

1. Kerjasama tim merupakan aspek penting dalam sistem pelayanan keperawatan dimana
kerjasama tim menentukan kualitas dan mutu pelayanan. Kerjasama tim merupakan
bagian penting dari struktur organisasi perawatan kesehatan untuk memberikan
perawatan berkualitas. Secara khusus komunikasi, kepercayaan, dan kepemimpinan
dianggap fundamental bagi tim yang efektif ( Konsep tim maknanya terletak pada
ekspresi yang menggambarkan munculnya sinergi pada orang-orang yang mengikatkan
diri dalam kelompok yang disebut dengan tim).

Marpaung (2014) menyatakan bahwa teamwork berpengaruh positif dan signifikan


terhadap kinerja karyawan, hal ini didasari karena teamwork tidak lepas kerjasama dari
pegawai yang ada untuk bekerja dan teamwork pegawai merupakan suatu falsafah yang
didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat manusia. Pernyataan
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Safiansyah dkk (2017) yang
menyatakan bahwa teamwork berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan.
Untuk mengembangkan kerja sama tim yang baik perlu memperhatikan hal-sebagai
berikut:
a. Membangun dan mengomunikasikan tujuan tim yang baik
Seluruh anggota tim harus memahami dan berkomitmen untuk memenuhi goals
tersebut. Kesepakatan mengena misi dan arah yang jelas sangat penting untuk
membuat team work yang efektif.
b. Membangun trust di lingkungan kerja
Lingkungan yang kondusif dan trust tersebut akan mendorong kepercayaan antar-
individu, serta memberikan dorongan kepada masing-masing anggota agar tidak takut
mengemukakan pendapatnya.
c. Membina budaya partnership
Setiap anggota harus meyakini bahwa mereka semua adalah partner bukan musuh.
d. Memberikan kesempatan sharing diskusi komunikasi terbuka
Bekerja dalam tim mengharuskan kita untuk sering sharing mengenai pengalaman
ataupun pandangan mereka terhadap tim untuk maju.
e. Menjaga harmoni dan saling percaya
f. Komunikasi efektif
g. Sepakat dan mufakat
h. Aktif dan partisipatif dalam komitmen aturan maupun pembagianb tugas
i. Support dan evaluasi
j. Kolaborasi kerja
k. Mejaga rasa memiliki
l. Networking

2. Manajemen konflik adalah usaha-usaha yang perlu dilakukan dalam rangka mencegah,
menghindari terjadinya konflik serta mengurangi resiko dan menyelesaikan konflik
sehingga tidak mengganggu kinerja organisasi.

A. Contoh kasus:
Perawat T (perempuan ) 30 tahun (pengalaman kerja 10 tahun) merupakan Katim I di
unit kamar bedah RS X yang baru berdiri sejak 6 tahun lalu. Perawat X ingin
mengusulkan perekrutan untuk petugas recovery room (RR) sebanyak 4 orang ke
kepala ruanga, karena dari awal RS berdiri tidak ada petugas khusus RR sebab pada
awal operasi masih sedikit. Namun untuk saat ini operasi sudah mulai banyak jadi
sangat dibutuhkan petugas khusus RR sehingga tidak mengganggu aktivitas perawat
anastesi. Namun saat perawat T mengusulkan kepada kepala ruangan ternyata Katim
II perawat Y (36 tahun, pengalaman kerja 15 tahun) terlebih dahulu mengusulkan
untuk perekrutan tambahan perawat bedah sebanyak 6 orang. Menurut kepala ruangan
untuk mengajukan rekrutmen ke atasan dalam kurun waktu yang sama hanya bisa satu
bagian saja. Kepala ruangan menyarankan agar Katim I dan II merembukkan/
membicarakan masalahnya agar mendapatkan solusi yang tepat. Katim I dan II
sebelumnya juga pernah mengalami konflik tentang pembagian tugas di kamar
operasi, sehingga mereka memang jarang berinteraksi karena berbeda shift dan
merasa saling sungkan. Akhirnya Katim I dan Katim II bertemu secara terpaksa
membahas terkait rencana perekrutan, masing-masing mengatakan pendapatnya lebih
penting karena dilihat dari kebutuhan SDM masing-masing bagian. Katim II merasa
katim I tidak berhak melakukan negosiasi dengganya karena bukan ranahnya, dia
merasa hanya perlu bernegosisasi dengan kepala ruangan. Jika konflik ini tidak segera
diselesaikan maka aka berdampak pada petugas yang lain. Pada akhirnya kepala
ruangan merasa harus ikut bertanggung jawab dalam konflik ini untuk menyelesaikan
konflik tersebut.

B. Analisa Gaya Kepemimpinan


Konflik terjadi dari suatu ketidaksetujuan antara dua orang atau lebih dalam suatu
organisasi dimana seseorang tersebut merasa ada yang akan mengancam
kepentingannya. Sumber-sumber konflik di organisasi dapat ditemukan pada
kekuasaan, komunikasi, tujuan seseorang dan organisasi, ketersediaan sarana,
perilaku kompetisi dan personaliti serta peran yang membingungkan. Seorang
pemimpin harus bisa mempengaruhi orang lain sebagai modal utama pemimpin
dalam menyelesaikan konflik, untuk memperoleh kesan, rasa hormat, kepatuhan,
loyalitas, dan kerjasama serta menimbulkan harapan. Dengan kemampuan ini pula
seorang pemimpin dapat mengubah kepercayaan, nilai-nilai, pendapat, sikap, dan
prilaku orang lain. Tanpa kemampuan ini seorang pemimpin tidak dapat
menyelesaikan konflik dengan efektif (Harsono, 2010). Pemimpin juga harus mampu
menggunakan kekuatan, otoritas, dan pengaruhnya dalam memutuskan strategi
penyelesaian konflik yang tepat. Hal ini sesuai dengan model “CAPI” (Coaleshing
Authority, Power, and Influence) yang dicetuskan oleh Shetach (2012).

Dalam kasus diatas teori keperawatan yang dapat diterapkan adalah participative
theories dimana pemimpin yang baik mempertimbangkan apa yang orang lain miliki
sebagai masukan. Jenis kepemimpinan pada teori ini memberikan kepercayaan
terhadap bawahan untuk bersama-sama menyelesaikan konflik. Sedangkan gaya
kepemimpinan yang sesuai dipakai oleh kepala ruangan untuk menyelesaikan kasus
di atas adalah democratic style dimana pemimpin mendorong partisipasi bawahan
untuk berkontribusi pada proses pengambilan keputusan. Direktur keperawatan tetap
membuat keputusan akhir tetapi kedua manajer keperawatan terlibat dalam
brainstorming dan diskusi. Direktur keperawatan juga harus menjalankan perannya
sebagai seorang pemimpin dalam menyelesaikan konflik pada kasus di atas, yaitu:

1) Peran interpersonal Untuk menyelesaikan konflik pada kasus diatas, seorang


kepala ruangan harus bisa menjalankan fungsinya sebagai seorang leader, dimana
dia bisa mengajak perawat T sebagai Katim 1 dan Perawat Y Katim II untuk
duduk bersama dalam menyelesaikan konflik. Selain itu direktur keperawatan
harus menjadi fasilitator antara kedua Katim dalam menyelesaikan konflik
tersebut.
2) Peran informasional kepala ruangan harus melakukan pengamatan dan
pemeriksaan langsung ke staf yang lain untuk mendapatkan informasi yang valid,
yakni melihat SDM bagian mana yang lebih prioritas untuk dilakukan perekrutan.
3) Peran pembuat keputusan kepala ruangan harus menjalankan fungsinya sebagai
pembuat keputusan, dimana dia harus memilih SDM mana yang terlebih dahulu
atau prioritas dilakukan perekrutan agar tidak mengganggu pekerjaan staf lain
dan demi pasien safety. Kepala ruangan harus mampu melakukan negosiasi
kepada perawat T dan perawat Y selaku Katim terkait SDM yangdibutuhkan,
sehingga dihasilkan keputusan yang win-win solution antara kedua belah pihak

C. Analisa Strategi Penyelesaian Konflik


Pemimpin yang dikatakan mampu menerapkan manejemen konflik (a conflict-
competent leader) adalah pemimpin yang mampu memahami dinamika terjadinya
suatu konflik, memahami reaksi konflik, respon konstruktif, dan membangun suatu
organisasi yang mampu menangani konflik secara efektif. Proses manajemen konflik
meliputi proses dari diagnosis, intervensi, dan evaluasi (feedback).

Berdasarkan kasus di atas, berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan sebagai


bentuk strategi penyelesaian konflik. a. Diagnosis (Measurement dan analisis)
1) Identifikasi batasan konflik.
Berdasarkan kasus di atas, terdapat 2 jenis konflik yang terjadi antara lain konflik
interpersonal dan konflik antar kelompok. Konflik interpersonal yang terjadi
adalah antara Perawat T dan Perawat Y yang sebelumnya sudah pernah
berkonflik dan jarang menjalin komunikasi satu sama lain. Konflik kedua adalah
konflik antar kelompok. Konflik ini dapat timbul ketika masing-masing
kelompok bekerja untuk mencapai tujuan kelompoknya masingmasing.
2) Identifikasi penyebab
Dalam kasus di atas sumber terjadinya konflik adalah 3 kategori tersebut.
Kurangnya komunikasi yang terjalin antara Perawat T dan Perawat Y
menyebabkan komunikasi dua arah sulit tercapai. Istilah struktur dalam konteks
ini mencakup adanya perbedaan tujuan dan kepentingan masing-masing
kelompok, sedangkan variabel pribadi yang dimaksud adalah tipe kepribadian
masing-masing pimpinan kelompok berbeda satu dengan yang lainnya. Menurut
Shetach (2012) konflik juga dapat disebabkan oleh perbedaan interpersonal dan
perbedaan kepentingan. Dalam kasus ini perbedaan interpersonal yang terjadi
terkait pada dimensi-umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, dan
pengalaman bekerja. Kemudian untuk perbedaan kepentingan dapat dilihat dari
adanya dua kelompok perawat yang memiliki tujuan dan kepentingan yang
berbeda (terkait posisi, peran, status, dan tingkat hirarki).
3) Identifikasi sumber daya yang dapat dioptimalkan dan yang dapat menjadi
penghalang untuk manajemen konflik Sebelum menentukan strategi-strategi
dalam penyelesaian konflik, kepala ruangan harus melakukan pengkajian faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi penyelesaian konflik, salah satunya sumber
daya manusia. Sumber daya manusia yang dimaksud adalah pemimpin terkait
kemampuan, peran dan fungsi kepemimpinan, serta gaya kepemimpinannya yang
selanjutnya mempengaruhi pilihan strategi manajemen konflik yang dihadapi.
4) Identifikasi strategi penyelesaian konflik Konflik dapat menjadi konstruktif atau
destruktif tergantung dari cara menyelesaikan atau memanajemen konflik.
Kondisi konstruktif dapat dirasakan ketika solusi yang diambil memuaskan dan
menguntungkan pihak-pihak yang mengalami konflik. menurut Hassan (2011)
pemilihan strategi penyelesaian konflik adalah berdasarkan suasana komunikasi.
Bila suasana komunikasi terjalin baik, strategi yang bisa digunakan adalah
obliging, integrating, dan compromising. Sebaliknya, bila suasana komunikasi
bersifat defensif, dominating dan avoiding menjadi pilihan. Berdasarkan kasus di
atas, gaya penyelesaian konflik yang dipilih adalah berdasarkan suasana
komunikasi bukan berdasarkan gender, yaitu compromising. Gaya ini
menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan
antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan
saling memberi dan menerima (give and take approach) dari pihak-pihak yang
terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan
pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama,
dan penyelesaian masalah dianggap sebagai prioritas agar tidak berkembang
menjadi konflik baru yang melibatkan pihak lain. Kekuatan utama dari kompromi
adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa
dikalahkan. Outcome resolusi konflik yang diharapkan dari kasus di atas adalah
win-win solution.

D. Intervensi Strategi intervensi penanganan konflik yang dipakai dalam kasus di atas
adalah fasilitasi, mediasi, dan arbitrasi. Ketiga strategi itu melibatkan pihak ketiga
yang dalam hal ini adalah kepala ruangan. Fasilitasi dilakukan dengan cara
mempertemukan kedua pihak yang berkonflik untuk membangun komunikasi dua
arah, misalnya dalam suatu rapat. Mediasi dimana pihak ketiga membantu menjalin
hubungan yang baik antara kedua belah pihak yang berkonflik. Kemudian arbitrasi
adalah proses selanjutnya dari mediasi, dimana pihak ketiga akan mendengarkan
persepsi atau sudut pandang kedua pihak. Hal ini juga membantu pemimpin untuk
menentukan prioritas tindakan dan membantu untuk tercapainya suatu kesepakatan
yang adil. Ketiga proses ini juga menjamin terbentuknya komunikasi yang baik
sehingga kompromi merupakan hal yang tepat untuk dipilih. Dalam hal ini
kesepakatan yang mungkin ditawarkan dengan menggunakan prinsip kompromi
adalah : melakukan perkerutan SDM perawat khusus RR 3 orang dan perawat kamar
bedah 3 orang untuk saat ini, untuk tahap selanjutnya akan ditambah lagi sesuai
usulan awal.

E. Evaluasi
Hal yang perlu dievaluasi adalah apakah hasil manajemen konflik mengarah pada
proses yang konstruktif atau destruktif. Manajemen konflik yang konstruktif bisa
diidentifikasi dari adanya proses kreativitas di dalamnya, penyelesaian masalah
dilakukan secara bersama-sama, dimana konflik dianggap sebagai suatu masalah yang
berkualitas terhadap perkembangan individu atau suatu organisasi yang harus
ditemukan pemecahan masalahnya. Sedangkan konflik bersifat destruktif bila
berfokus hanya pada satu individu saja, menggunakan emosi yang bersifat negatif,
dan menurunkan fungsi suatu grup atau organisasi.
3. Kemitraan antar tim penyedia kesehatan dan klien dalam pendekatan kolaboratif dan
terkoordinasi partisipatif untuk pengambilan keputusan bersama seputar masalah
kesehatan dan social (Bridges, et al. 2011). Kepemimpinan dalam kolaborasi interprofesi
kesehatan merupakan kepemimpinann kolaboratif dengan karakteristik peningkatan kerja
sama dalam kepemimpinan di tatanan pelayanan, yang membutuhkan pemahaman
mendasar mengenal sistem, organisasi, individu dan komunitas yang dilayani, serta
keinginan untuk bekerja dan memimpin dengan cara yang inovatif (McKimm, 2011).
Berbagai capain dalam dalam kolaborasi tersebut melalui proses berikut ini:
 Pengambilan keputusan bersama diantara berbagai pihak
 Kepemilikan bersama terhadap keputusan yang diambil
 Tanggung jawab bersama terhadap keputusan yang dihasilkan
 Bekerja melintasi batasan professional dan fungsional
 Memantapkan factor pendukung yang meliputi sumber daya, system, dan proses
Terdapat bebrapa upaya kompetensi kolaborasi antarprofesional untuk meningkatkan
pengembangan kepemimpinan intercollaborasi menurut CIHC (2010) :
 Komunikasi antarprofesional
 Peran klarifikasi
 Fungsi tim
 Kepemimpinn kolaboratif
 Resolusi konflik antar professional

Sedangkan menurut IEC (2011) didalam melaksanakan intercollaborasi professional,


tenaga kesehatan harus meiliki:
 Nilai/etika untuk praktik interprofesional
 Peran/tanggung jawab
 Komunikasi antarprofesional
 Dan mampu bekerja dalam tim (team work)

Tuntunan mutu dan keselamatan pasien Sesuai Standar nasional Akreditasi Rumah Sakit
(SNARS) tahun 2018 juga menuntut kemampuan leadership dari masing-masing
Professional Pemberi Asuhan (PPA), yaitu dokter, perawat, apoteker, dan ahli gizi.
Dalam implementasi kolaborasi interprofesi di rumah sakit sesuai standar Pelayanan
Asuhan Pasien maka asuhan diintegrasikan dalam alur klinis terintegrasi (Integrated
Clinical Pathway) (Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia, 2018). Sebagai contoh
dalam tatalaksana pasien dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), maka masing-
masing profesi yaitu dokter, perawata, apoterker, dan ahli gizi, masing-masing memiliki
alur pelayanan sesuai profesi, tetapi tetap saling terintegrasi. Dalam pelaksaan integrasi
pelayanan ini diperlukan kepemimpinan yang saling menghargai peran dan fungsi
masing-masing profesi. Pada tim keperawatan, pemimpin perawat perlu
mengkoorndinasikan dan memimpin tim keperawatan dalam siklus 3 shift, sehingga alur
pemberian pelayanan keperawatan dapat terlaksana. Demikian juga apoteker, ahli gizi,
dan juga dokter yang turut mengkoordinasikan asuhan dalam suatu pelayanan yang
integrated clinical pathway. Seluruh pathway tersebut kemudian dikoordinasikan dalam
satu tim multidisiplin yang dievaluasi dan dijamin mutunya dalam keselamatan pasien.
Daftar pustaka
Bridges, D.R et. All. 2(011). Interprofessional collaboration : three best practice models
of interprofesional education. Medical education online.
Harsono. (2010). Paradigma ”Kepemimpinan Ketua” dan Kelemahannnya. Makara,
Sosial Humaniora. 14(1), 56-64.
Interprofessional Education Collaborative. (2011). Core competencies for
interprofessional collaborative practice. Washington DC: Interprofessional
Education Collaborative diakses dari http://www.aacn.nche.edu/education-
resources/ipecreport.pdf
Marpaung, M. (2014). Pengaruh kepemimpinan dan team work terhadap kinerja
karyawan di koperasi sekjen kemendikbud senayan Jakarta. Dikases di https://e-
journal .jurwidyakop3.com/index.ph
McKimm, L. (2011). Leading for Collaboration and partnership working. Dalam ABC
of clinical Leadership. Editor T. Swanwick dan J. McKimm, Edisi pertama
diakses dari
Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. (2015). Buku pedoman penyusunan panduan
praktik klinis dan Clinical Pathway dalam Asuhan Terintegrasi sesuia standar
akreditasi Rumah Sakit Tahun 2012. Edisi Pertama. PERSI. Jakarta.
Shetach, A. (2012). Conflict leadership: Navigating toward effective and efficient team
outcomes. The Journal for Quality and Participation, 35(2), 25-30.

Anda mungkin juga menyukai