1. Kerjasama tim merupakan aspek penting dalam sistem pelayanan keperawatan dimana
kerjasama tim menentukan kualitas dan mutu pelayanan. Kerjasama tim merupakan
bagian penting dari struktur organisasi perawatan kesehatan untuk memberikan
perawatan berkualitas. Secara khusus komunikasi, kepercayaan, dan kepemimpinan
dianggap fundamental bagi tim yang efektif ( Konsep tim maknanya terletak pada
ekspresi yang menggambarkan munculnya sinergi pada orang-orang yang mengikatkan
diri dalam kelompok yang disebut dengan tim).
2. Manajemen konflik adalah usaha-usaha yang perlu dilakukan dalam rangka mencegah,
menghindari terjadinya konflik serta mengurangi resiko dan menyelesaikan konflik
sehingga tidak mengganggu kinerja organisasi.
A. Contoh kasus:
Perawat T (perempuan ) 30 tahun (pengalaman kerja 10 tahun) merupakan Katim I di
unit kamar bedah RS X yang baru berdiri sejak 6 tahun lalu. Perawat X ingin
mengusulkan perekrutan untuk petugas recovery room (RR) sebanyak 4 orang ke
kepala ruanga, karena dari awal RS berdiri tidak ada petugas khusus RR sebab pada
awal operasi masih sedikit. Namun untuk saat ini operasi sudah mulai banyak jadi
sangat dibutuhkan petugas khusus RR sehingga tidak mengganggu aktivitas perawat
anastesi. Namun saat perawat T mengusulkan kepada kepala ruangan ternyata Katim
II perawat Y (36 tahun, pengalaman kerja 15 tahun) terlebih dahulu mengusulkan
untuk perekrutan tambahan perawat bedah sebanyak 6 orang. Menurut kepala ruangan
untuk mengajukan rekrutmen ke atasan dalam kurun waktu yang sama hanya bisa satu
bagian saja. Kepala ruangan menyarankan agar Katim I dan II merembukkan/
membicarakan masalahnya agar mendapatkan solusi yang tepat. Katim I dan II
sebelumnya juga pernah mengalami konflik tentang pembagian tugas di kamar
operasi, sehingga mereka memang jarang berinteraksi karena berbeda shift dan
merasa saling sungkan. Akhirnya Katim I dan Katim II bertemu secara terpaksa
membahas terkait rencana perekrutan, masing-masing mengatakan pendapatnya lebih
penting karena dilihat dari kebutuhan SDM masing-masing bagian. Katim II merasa
katim I tidak berhak melakukan negosiasi dengganya karena bukan ranahnya, dia
merasa hanya perlu bernegosisasi dengan kepala ruangan. Jika konflik ini tidak segera
diselesaikan maka aka berdampak pada petugas yang lain. Pada akhirnya kepala
ruangan merasa harus ikut bertanggung jawab dalam konflik ini untuk menyelesaikan
konflik tersebut.
Dalam kasus diatas teori keperawatan yang dapat diterapkan adalah participative
theories dimana pemimpin yang baik mempertimbangkan apa yang orang lain miliki
sebagai masukan. Jenis kepemimpinan pada teori ini memberikan kepercayaan
terhadap bawahan untuk bersama-sama menyelesaikan konflik. Sedangkan gaya
kepemimpinan yang sesuai dipakai oleh kepala ruangan untuk menyelesaikan kasus
di atas adalah democratic style dimana pemimpin mendorong partisipasi bawahan
untuk berkontribusi pada proses pengambilan keputusan. Direktur keperawatan tetap
membuat keputusan akhir tetapi kedua manajer keperawatan terlibat dalam
brainstorming dan diskusi. Direktur keperawatan juga harus menjalankan perannya
sebagai seorang pemimpin dalam menyelesaikan konflik pada kasus di atas, yaitu:
D. Intervensi Strategi intervensi penanganan konflik yang dipakai dalam kasus di atas
adalah fasilitasi, mediasi, dan arbitrasi. Ketiga strategi itu melibatkan pihak ketiga
yang dalam hal ini adalah kepala ruangan. Fasilitasi dilakukan dengan cara
mempertemukan kedua pihak yang berkonflik untuk membangun komunikasi dua
arah, misalnya dalam suatu rapat. Mediasi dimana pihak ketiga membantu menjalin
hubungan yang baik antara kedua belah pihak yang berkonflik. Kemudian arbitrasi
adalah proses selanjutnya dari mediasi, dimana pihak ketiga akan mendengarkan
persepsi atau sudut pandang kedua pihak. Hal ini juga membantu pemimpin untuk
menentukan prioritas tindakan dan membantu untuk tercapainya suatu kesepakatan
yang adil. Ketiga proses ini juga menjamin terbentuknya komunikasi yang baik
sehingga kompromi merupakan hal yang tepat untuk dipilih. Dalam hal ini
kesepakatan yang mungkin ditawarkan dengan menggunakan prinsip kompromi
adalah : melakukan perkerutan SDM perawat khusus RR 3 orang dan perawat kamar
bedah 3 orang untuk saat ini, untuk tahap selanjutnya akan ditambah lagi sesuai
usulan awal.
E. Evaluasi
Hal yang perlu dievaluasi adalah apakah hasil manajemen konflik mengarah pada
proses yang konstruktif atau destruktif. Manajemen konflik yang konstruktif bisa
diidentifikasi dari adanya proses kreativitas di dalamnya, penyelesaian masalah
dilakukan secara bersama-sama, dimana konflik dianggap sebagai suatu masalah yang
berkualitas terhadap perkembangan individu atau suatu organisasi yang harus
ditemukan pemecahan masalahnya. Sedangkan konflik bersifat destruktif bila
berfokus hanya pada satu individu saja, menggunakan emosi yang bersifat negatif,
dan menurunkan fungsi suatu grup atau organisasi.
3. Kemitraan antar tim penyedia kesehatan dan klien dalam pendekatan kolaboratif dan
terkoordinasi partisipatif untuk pengambilan keputusan bersama seputar masalah
kesehatan dan social (Bridges, et al. 2011). Kepemimpinan dalam kolaborasi interprofesi
kesehatan merupakan kepemimpinann kolaboratif dengan karakteristik peningkatan kerja
sama dalam kepemimpinan di tatanan pelayanan, yang membutuhkan pemahaman
mendasar mengenal sistem, organisasi, individu dan komunitas yang dilayani, serta
keinginan untuk bekerja dan memimpin dengan cara yang inovatif (McKimm, 2011).
Berbagai capain dalam dalam kolaborasi tersebut melalui proses berikut ini:
Pengambilan keputusan bersama diantara berbagai pihak
Kepemilikan bersama terhadap keputusan yang diambil
Tanggung jawab bersama terhadap keputusan yang dihasilkan
Bekerja melintasi batasan professional dan fungsional
Memantapkan factor pendukung yang meliputi sumber daya, system, dan proses
Terdapat bebrapa upaya kompetensi kolaborasi antarprofesional untuk meningkatkan
pengembangan kepemimpinan intercollaborasi menurut CIHC (2010) :
Komunikasi antarprofesional
Peran klarifikasi
Fungsi tim
Kepemimpinn kolaboratif
Resolusi konflik antar professional
Tuntunan mutu dan keselamatan pasien Sesuai Standar nasional Akreditasi Rumah Sakit
(SNARS) tahun 2018 juga menuntut kemampuan leadership dari masing-masing
Professional Pemberi Asuhan (PPA), yaitu dokter, perawat, apoteker, dan ahli gizi.
Dalam implementasi kolaborasi interprofesi di rumah sakit sesuai standar Pelayanan
Asuhan Pasien maka asuhan diintegrasikan dalam alur klinis terintegrasi (Integrated
Clinical Pathway) (Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia, 2018). Sebagai contoh
dalam tatalaksana pasien dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), maka masing-
masing profesi yaitu dokter, perawata, apoterker, dan ahli gizi, masing-masing memiliki
alur pelayanan sesuai profesi, tetapi tetap saling terintegrasi. Dalam pelaksaan integrasi
pelayanan ini diperlukan kepemimpinan yang saling menghargai peran dan fungsi
masing-masing profesi. Pada tim keperawatan, pemimpin perawat perlu
mengkoorndinasikan dan memimpin tim keperawatan dalam siklus 3 shift, sehingga alur
pemberian pelayanan keperawatan dapat terlaksana. Demikian juga apoteker, ahli gizi,
dan juga dokter yang turut mengkoordinasikan asuhan dalam suatu pelayanan yang
integrated clinical pathway. Seluruh pathway tersebut kemudian dikoordinasikan dalam
satu tim multidisiplin yang dievaluasi dan dijamin mutunya dalam keselamatan pasien.
Daftar pustaka
Bridges, D.R et. All. 2(011). Interprofessional collaboration : three best practice models
of interprofesional education. Medical education online.
Harsono. (2010). Paradigma ”Kepemimpinan Ketua” dan Kelemahannnya. Makara,
Sosial Humaniora. 14(1), 56-64.
Interprofessional Education Collaborative. (2011). Core competencies for
interprofessional collaborative practice. Washington DC: Interprofessional
Education Collaborative diakses dari http://www.aacn.nche.edu/education-
resources/ipecreport.pdf
Marpaung, M. (2014). Pengaruh kepemimpinan dan team work terhadap kinerja
karyawan di koperasi sekjen kemendikbud senayan Jakarta. Dikases di https://e-
journal .jurwidyakop3.com/index.ph
McKimm, L. (2011). Leading for Collaboration and partnership working. Dalam ABC
of clinical Leadership. Editor T. Swanwick dan J. McKimm, Edisi pertama
diakses dari
Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. (2015). Buku pedoman penyusunan panduan
praktik klinis dan Clinical Pathway dalam Asuhan Terintegrasi sesuia standar
akreditasi Rumah Sakit Tahun 2012. Edisi Pertama. PERSI. Jakarta.
Shetach, A. (2012). Conflict leadership: Navigating toward effective and efficient team
outcomes. The Journal for Quality and Participation, 35(2), 25-30.