Anda di halaman 1dari 5

Nama : Kaiden budi wahono

NIM : 1820087

TUGAS KEPERAWATAN MANAJEMEN


(MANAJEMEN KONFLIK)

1. SUMBER KONFLIK
Konflik yang terjadi di tempat kerja saya adalah konflik antara Kepala Ruang dengan
bawahnnya yaitu para perawat pelaksana yang bekerja dalam sistem shift. Di tempat kerja saya
setiap shift terdiri atas seorang kepala jaga dan dua orang pelaksana. Kepala ruang memiliki
kebijakan jika diperlukan tukar dinas, maka harus sesuai dengan posisi yang diemban, artinya
tukar dinas hanya boleh dilakukan antara sesama kepala jaga atau antara sesama pelaksana,
kepala jaga dilarang melakukan tukar dinas dengan pelaksana atau sebaliknya. Kebijakan ini
menimbulkan permasalahan ketika rekan kerja dengan posisi yang sama tidak bisa diajak tukar
dinas, sementara yang bersangkutan benar-benar membutuhkan untuk tukar dinas. Beberapa
perawat akhirnya dengan tanpa sepengetahuan kepala ruang melakukan tukar dinas dengan rekan
kerja yang berbeda posisi (tukar dinas antara kepala jaga dengan pelaksana). Kondisi tersebut
menjadi sumber konflik antara kepala ruang dengan bawahanya.

2. KATEGORI KONFLIK
a. Berdasarkan pihak yang terlibat di dalamnya merupakan konflik antar-individu (conflik
among individual), yaitu konflik yang terjadi karena adanya perbedaan kepribadian antara
individu yang satu dengan individu yang lainnya.
b. Berdasarkan Fungsinya termasuk konflik destruktif, yaitu konflik yang memiliki dampak
negatif kepada pengembangan organisasi.
c. Berdasarkan posisi seseorang dalam struktur organisasi termasuk konflik vertikal, yaitu
konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki jabatan yang tidak sama dengan
dalam organisasi.
d. Berdasarkan dampak yang timbul termasuk konflik Infungsional, yaitu konflik yang
dampaknya merugikan orang lain.
e. Berdasarkan sumber konflik termasuk konflik kebijakan, yaitu konflik yang terjadi
karena individu atau kelompok tidak sependapat dengan kebijakan yang diambil oleh
organisasi.
f. Berdasarkan tempat terjadinya termasuk konflik in-group yaitu konflik yang terjadi dalam
kelompok atau masyarakat sendiri (Wartini,, 2015).

3. PROSES KONFILIK YANG ADA DI TEMPAT KERJA


Menurut Hendricks dalam Setyawardani & Noermijati (2011), proses terjadinya konflik
dipicu oleh karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing individu. Konflik tidak terjadi secara
mendadak tanpa sebab dan proses, akan tetapi melalui tahapan-tahapan tertentu. Ada tiga
tahapan dalam proses terjadinya konflik yaitu pertama, peristiwa sehari-hari, kedua, adanya
tantangan, ketiga, timbulnya pertentangan (Setyawardani & Noermijati , 2011).
1. Tahap peristiwa sehari-hari
Kepala ruang merasa bahwa setiap kegiatan pelayanan di ruangan adalah
tanggungjawabnya, termasuk tukar dinas antara perawat yang menjadi bawahannya. Kepala
ruang melarang tukar dinas secara sembarangan adalah mempertimbangkan faktor masa kerja,
pengalaman dan kompetensi bawahannya yang hererogen. Beberapa diantaranya adalah para
karyawan baru yang masih minim pengalaman. Harapannya jika kepala jaga hanya bisa tukar
dinas dengan kepala jaga adalah bahwa paling tidak dalam satu shift terdapat seorang perawat
senior yang dapat menjadi rujukan teman jaganya ketika mengalami kesulitan dalam proses
pelayanan.
2. Adanya tantangan
Kebijakan larangan tukar dinas antara kepala jaga dengan pelaksana menyebabkan
kesulitan bagi para perawat shift yang benar-benar membutuhkan tukar dinas, sehingga sering
memicu protesdari kepala jaga dan pelaksana, karena mempertimbangkan bahwa menurut
Standar Prosedur Operasional (SPO) tukar dinas, perawat masih diijinkan melakukan tukar dinas
maksimal 3 kali dalam sebulan, dan tidak dicantumkan dengan jelas larangan tukar dinas antara
kepala jaga dengan pelaksana, karena dalam sistem kepegawaian rumah sakit tidak terdapat
posisi jabatan kepala jaga maupun pelaksana. Protes dari kepala jaga dan pelaksana terhadap
kepala ruang diatas merupakan sebuah tantangan bagi kepala ruang dalam mempertahankan
prinsipnya.
3. Timbulnya pertentangan
Perbedaan persepsi mengenai aturan tukar jaga antara kepala ruang dan bawahnnya sering
memicu konflik diantara mereka. KJonflik tersebut disebabkan perbedaan pandangan mengenai
pelaksanaan tukar dinas antar karyawan, dampaknya bagi proses pelayanan serta dampak
larangan tukar dinas bagi kehidupan perawat shift. Menurut Newstrom and Davis dalam
Setyawardani & Noermijati (2011), konflik adalah situasi dimana dua atau lebih individu merasa
dirinya saling berseberangan.

4. LANGKAH-LANGKAH PENYELESAIAN KONFLIK


1. Turunkan Ego
Konflik di tempat kerja biasanya terjadi karena antar dua belah pihak saling meninggikan
egonya. Menurunkan ego masing-masing adalah cara terbaik untuk menurunkan tensi konflik.
Menurunkan ego bisa dimulai dengan melihat dari sudut pandang yang berbeda, cobalah untuk
melihat dari sudut pandang orang lain. Konflik muncul karena kedua belah pihak saling merasa
benar. Bagi sebagian orang mungkin menurunkan ego dan melihat dari sudut pandang lawan
berarti mengalah, tapi coba pahami bahwa  mengalah bukan berarti kalah. Dengan Anda
menurunkan ego Anda telah membuat suasana kerja kembali kondusif dan anggap sebagai
momen pendewasaan (Sartika, 2018).
Diperlukan kebesaran jiwa bagi kepala ruang maupun bawahannya untuk bersama-sama
menurunkan ego. Kedua belah pihak sebaiknya memandang sumber konflik dari sudut pandang
yang lain. Kepala ruang sebaiknya menyadari bahwa bawahan yang dipimpinnya adalah manusia
dengan segala permasalahannya, sebaliknya bawahan juga menyadari bahwa kepala ruang
membuat suatu kebijakan tentunya telah mempertimbangkan baik buruknya bagi organisasi.
Dengan kedewasaan berfikir dan saling memahami antar pihak yang berkonflik diharapkan akan
muncul suatu solusi yang memenangkan kedua belah pihak.
2. Coba Mendengarkan
Setelah menenangkan ego masing-masing, sekarang saatnya saling mendengarkan.
Konflik sering terjadi karena adanya kesalahpahaman. Kesalahpahaman ini disebabkan karena
kedua belah pihak tidak saling mendengarkan pendapat masing-masing. Cobalah untuk
mendengarkan maksud dan pendapat dari rekan kerja. Usahakan untuk tidak memotong
pembicaraan, sehingga Anda dapat mengetahui secara utuh pendapat rekan kerja (Sartika,
2018).
Mendengarkan berarti memberikan kesempatan kepada diri sendiri untuk mengetahui
permasalahan yang dihadapi orang lain. Kepala ruang yang bersedia mendengarkan keluhan
bawahannya akan mengetahui permaslahan yang dihadapi bawahannya. Bawahan yang mau
mendengarkan kepala ruang juga akan menyadari pertimbangan kepala ruang membuat suatu
kebijakan. Mendengarkan akan menciptakan suasana saling memahami. Perasaan saling
memahami akan melahirkan pemikiran yang dewasa yang tidak mementingkan kepentingan
pribadinya.
3. Fokus pada inti konflik bukan personal
Membuat konflik tetap para koridornya, tanpa harus menjatuhkan secara personal adalah
sesuatu yang harus dilakukan ketika terjadi konflik dengan rekan kerja. Saat mulai terjadi
konflik, sering kita “tergoda” untuk mengungkit-ungkit kesalahan yang pernah dilakukan
rekan kerja. Penyelesaian konflik di tempat kerja dilakukan bukan untuk menentukan siapa
benar atau siapa salah. Sehingga, mengungkin kesalahan lalu untuk menjatuhkan tidaklah etis.
Fokus lah pada inti permasalahan yang menjadi konflik. Sehingga konflik tidak berujung pada
hal yang sia-sia. (Sartika, 2018).
Beberapa pemimpin dihadapkan pada kegagalan menyelesaikan suatu konflik ketika dia
terjebak pada pikiran yang fokus pada personal. Ketika ingin menyelesaikan suatu konflik
sebaiknya baik kepala ruang maupun bawahannya harus tetap fokus pada penyebab konflik.
Penyelasian konflik kepala ruang dan bawahan mengenai ketentuan tukar dinas bukan untuk
menentukan siapa yang benar atau salah, melainkan mencari solusi bersama yang
menguntungkan kedua belah pihak.
4. Libatkan mediator
Setiap terjadi konflik, tentunya ada seseorang yang jadi penengah dalam konflik
tersebut. Libatkan atasan atau bagian personalia sebagai penengah dalam konflik yang terjadi
di tempat kerja adalah sesuatu yang baik dilakukan. Posisi mereka yang netral akan dapat
menentukan bagaimana penyelesaian yang baik terkait konflik yang terjadi. Konflik dalam
dunia kerja adalah sesuatu yang lumrah terjadi. Penyelesaian konflik yang berlarut akan
membuat menurunnya performa kerja perusahaan. Oleh karena itu, selesaikan konflik
sesegera mungkin dan seefektif mungkin. Sehingga performa perusahaan tetap terjaga (Sartika,
2018).
Mediator atau penengah dalam suatu konflik adalah orang yang mempu menyampaikan
keinginan dari masing-masing pihak yang berkonflik. Kepala ruang dapat meminta bantuan
wakil kepala ruang atau katim sebagai mediator. Mediator disini akan membantu menyampaikan
aspirasi atau keinginan masing-masing pihak, sehingga diharapkan akan muncul sikap yang
saling memahami satu sama lain.

DAFTAR PUSTAKA

Newstrom, John, W., and Keith, D. 2002, Organizational Behavior Human Behavior at Work.
McGraw-Hill. North America.

Sartika, 2016, 4 Langkah Efektif Menyelesaikan Konflik di Tempat Kerja.


(https://www.qerja.com/journal/view/9879-4-langkah-efektif-menyelesaikan-konflik-
di-tempat-kerja/2/diakses tanggal 12 Oktober 2019).

Setyawardani & Noermijati , 2011, Proses Terjadinya Konflik dalam Organisasi (Studi Kasus pada
BUMD PT.X), Jurnal Aplikasi Manajemen 10, 4 (790-798).

Wartini S., 2015, Strategi Manajemen Konflik Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Teamwork
Tenaga Kependidikan, Jurnal Manajemen dan Organisasi, 6, 1 (64-73).

Anda mungkin juga menyukai