Anda di halaman 1dari 129

UNIVERSITAS INDONESIA

APLIKASI MODEL ADAPTASI ROY


DALAM ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN
DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR

DESAK PUTU KRISTIAN PURNAMIASIH


1106122386

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
DEPOK, JUNI 2014

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

APLIKASI MODEL ADAPTASI ROY


DALAM ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN
DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR


Disusun untuk memenuhi tugas akhir program profesi
Spesialis Keperawatan Anak

DESAK PUTU KRISTIAN PURNAMIASIH


1106122386

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
DEPOK, JUNI 2014

i
BALAMANPERNYATAANOMSNALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Desak Putu Kristian Pumamiasih


NPM1106122386
Tanda Tangan

Tanggal : 25 Juni 2014

ii Universitas Indonesia

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Ilmiah Akhir ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan di
hadapan Tim Penguji Karya Ilmiah Akhir Program Ners Spesialis
Keperawatan Anak Universitas Indonesia.

Depok, Juni 2014

Supervisor Utaiîıa

Dr. Ni Nurhaeni,S.K

Supervisor

Siti Chodidjah,S.Kp., MN

Universitas lndonesia

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


BALAMAN PENGESABAN

Karş'a Ilmiah Akhir ini diajukan oleh:


Nama Desak Putu Krisü an Purnamiasih
NPM 1106122386
Program Studi Ners Spesialis
JudulKaıya Ilmiah Akhîr : Aplikasi Model Adaptasi Roy Dalam Asuhan
Keperawatan Anak Dengan Gangguan Keseimbangan
Caiıan di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperswatan
Anak pada Program Studi Ners Spesialis, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia

Sü AÛOf

Penguji Dr,dr. Hindra Iıawan Satari, Sp.A(K).,Mtrop.Paed

Pengujî Meidiana.Bangun,:Ns., Sp.Kep,An

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 25 Juni
2014

in Universitas Indonesia
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kasih – Nya Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini dapat diselesaikan. Karya Ilmiah Akhir
ini merupakan salah satu tugas akhir dalam menempuh pendidikan Ners Spesialis
Keperawatan Anak. Selama penulisan Karya Ilmiah Akhir, penulis mendapat
bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Dr. Nani Nurhaeni, S.Kp., MN, selaku supervisor utama yang telah
memberikan bimbingan, dan arahan selama penulisan Karya Ilmiah Akhir ini.
(2) Siti Chodidjah, SKp., MN, selaku supervisor yang telah memberikan
bimbingan, dan arahan dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir.
(3) Dra. Junaiti Sahar, Ph.D, selaku dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
(4) Staf pengajar Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu sehingga penulis mampu
melaksanakan penyusunan Karya Ilmiah Akhir.
(5) Teman sejawat perawat di ruang rawat infeksi anak RSCM yang telah
memberikan dukungan dan fasilitas selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir
ini.
(6) Seluruh karyawan Akademi Keperawatan Ngesti Waluyo yang selalu
memberikan motivasi.
(7) Keluarga yang selalu mendoakan, dan memberi motivasi kepada penulis.
(8) Teman – teman angkatan 2011 yang senantiasa berbagi pengalaman, dan
memberi dukungan selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir.
Semoga Karya Ilmiah Akhir ini dapat meningkatkan perkembangan asuhan
keperawatan.

Depok, Juni 2014

Penulis

vi Universitas Indonesia
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Desak Putu Kristian Purnamiasih


Program Studi : Spesialis I Keperawatan Anak, Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia
Judul : Aplikasi Model Adaptasi Roy dalam Asuhan Keperawatan
Anak dengan Gangguan Keseimbangan Cairan di RSUPN
DR. Cipto Mangunkusumo

cairan mengalami keberhasilan adaptasi terhadap gangguan keseimbangan cairan mereka. Sementara, satu klien kelolaan

vii Universitas Indonesia


Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
ABSTRACT

Name : Desak Putu Kristian Purnamiasih


Study Program : Pediatric Nursing Specialist. Faculty of Nursing University of
Indonesia
Tittle : The Application of Roy's Adaptation Model in Caring for
Children with Fluid Balance Disorder in RSUPN DR. Cipto
Mangunkusumo

vely to their fluid imbalance problem. Meanwhile, the other client initially experienced positive adaptation, however, he fina

Keywords: adaptation, fluid balance, gastrointestinal system.

vii Universitas Indonesia


Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………...... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................... v
KATA PENGANTAR.................................................................................... vi
ABSTRAK...........................................................................................................vii
ABSTRACT.........................................................................................................viii
DAFTAR ISI.........................................................................................................ix
DAFTAR SKEMA ......................................................................................... x
DAFTAR TABEL.................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Tujuan Karya Ilmiah Akhir....................................................... 5
1.3 Sistimatika Penulisan……………………………………….... 6

BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN


KEPERAWATAN......................................................................... 7
2.1 Gambaran Kasus....................................................................... 7
2.2 Tinjauan Teoritis.............................................................................16
2.3 Integrasi Model Adaptasi Roy dan Konsep Keperawatan
dalam Proses Keperawatan.............................................................21
2.4 Aplikasi Teori Keperawatan Pada Kasus Terpilih..........................24

BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI........................................................33


3.1 Target Unit Kompetensi Praktik Residensi....................................33
3.2 Peran Spesialis Keperawatan Anak................................................35

BAB 4 PEMBAHASAN..................................................................................39
4.1 Pembahasan Penerapan Teori Keperawatan dalam Asuhan Keperawatan
39
4.2 Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian
Kompetensi.....................................................................................46

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN................................................................48


5.1 Kesimpulan.....................................................................................48
5.2 Saran...............................................................................................49
DAFTAR REFERENSI......................................................................................50
LAMPIRAN

Skema 2.1. Konsep Asuhan Keperawatan Berdasarkan Roy Adaptation


Model.............................................................................................24

ix Universitas Indonesia
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
DAFTAR ISI

x Universitas Indonesia
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kebutuhan Cairan Berdasarkan Berat badan Per Hari……………… 16

Tabel 2.2. Pengeluaran Urin Berdasarkan Kelompok Umur Per Jam………...... 16

Tabel 2.3. Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut WHO 1995…………............. 18

Tabel 2.4. Terapi Cairan Standar (Iso-hiponatremia)……………………........... 19

xi Universitas Indonesia
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Laporan Proyek Inovasi

Lampiran 2 Kontrak Belajar Praktik Residensi I

Lampiran 3 Kontrak Belajar Praktik Residensi II

xii Universitas Indonesia


Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komponen utama dari tubuh manusia adalah air, yang merupakan 55% - 60%
dari berat badan pada orang dewasa, 60% - 65% pada anak, dan 75% - 80%
pada bayi. Cairan berfungsi dalam membantu penyerapan nutrisi dan
ngat penting untuk fungsi dari sel
ai ion tubuh. Selain itu elektrolit juga membantu dalam stabilisasi asam basa tubuh. Elektrolit dapat mempengaruhi ritme ja
, 2013).

ar fluid (ICF). Jumlah ICF dua pertiga dari TBW, kira-kira 40% dari berat badan, dan sepertiga dari TBW/20% - 25% dari bera

g dengan baik. Cairan intraseluler terdapat pada bagian dalam sel, dan membran sel adalah batas sitosol. cairan intraseluler

melakukan tugas tertentu, tetapi membantu dalam banyak fungsi termasuk


transduksi sinyal dalam organel, menyediakan tempat untuk sitokinesis,
sintesis protein, dan transportasi molekul. Pada ICF, kalium (K+) adalah
kation utama, dan fosfat (HPO4-) adalah anion utama (Sherwood, 2011).

Extracellular fluid (ECF) adalah cairan yang ditemukan di luar sel untuk
menjaga sel-sel dan jaringan tubuh. ECF dibagi dua yaitu cairan

1 Universitas Indonesia

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


2

interstisium/cairan interstisial-limfe sejumlah 80% dari ECF, dan plasma


sejumlah 20% dari ECF. Selain kedua bagian mayor dalam ECF, terdapat
juga bagian minor lainnya yaitu cairan trans – sel, terdiri dari cairan
serebrospinal, cairan intraokulus, cairan sinovium, cairan perikardium, cairan
intrapleura, dan cairan peritoneum sejumlah 1% - 2% dari berat badan.
Extracellular fluid terdiri dari natrium, kalium, kalsium, klorida, dan
bikarbonat, sedangkan protein sangat jarang dalam cairan ekstraselular.
dan anion utama adalah klorida (Cl-). PH cairan ekstraseluler sekitar 7,4, dan cairan memiliki kapasitas buffer hingga batas t
herwood, 2011).

mbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah, dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sod

(Wong, Hockenberry, Willson, Winkelstein, & Schwartz, 2009).

Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok


umur 1 – 4 tahun (25,8%), Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada
kelompok umur 12 – 23 bulan (21,7‰). Insiden tertinggi TB paru pada anak
terdapat pada usia 1 – 4 tahun (0,4%). Karakteristik diare balita tertinggi
terjadi pada kelompok umur 12 – 23 bulan (7,6%) (Riskesdas, 2013). Infeksi

Universitas Indonesia
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
saluran pencernaan, salah satu manifestasi klinisnya adalah diare, dan
menyebabkan perubahan signifikan pada keseimbangan cairan dan elektrolit
melalui kehilangan secara langsung (Wong, Hockenberry, Willson,
Winkelstein, & Schwartz, 2009).

Diare merupakan gangguan saluran pencernaan yang berakibat langsung pada


gangguan keseimbangan cairan, dan elektrolit. Unsur makanan seperti
m dalam kadar normal, hal inilah yang akhirnya menimbulkan diare. Enterotoksin bakteri, ataupun bahan kimia meningkatka

13 (15,1%) responden. Rata – rata natrium yang ditemukan pada penelitian tersebut adalah 135,3 meq/l (105 – 148 meq/l),

Anak yang mengalami diare di ruang rawat infeksi anak di RSUPN DR. Cipto
Mangunkusumo pada umumnya disertai juga dengan penyakit lainnya. Klien
yang dirawat oleh residen sebagian besar mengalami gangguan keseimbangan
cairan, dan mengalami infeksi pada saluran permapasan. Penyakit lain, dan
diare yang menimbulkan gangguan keseimbangan cairan memerlukan asuhan
keperawatan yang bersifat komprehensif. Asuhan keperawatan komprehensif
diperlukan karena gangguan keseimbangan cairan dipengaruhi oleh stimulus
yang bersifat langsung maupun tidak langsung sehingga mempengaruhi
adaptasi seluruh fungsi organ tubuh anak, adaptasi konsep diri, peran diri, dan
ketergantungan anak terhadap keluarga maupun orang lain.

Roy’s Adaptation Model berfokus pada stimulus lingkungan, dan respon bio-
ual. Stimulus fokal adalah salah satu yang paling nyata dihadapi individu pada saat itu. Stimulus kontekstual merupakan stim

tu model fisiologis, model konsep diri, model saling ketergantungan, dan model fungsi peran. Model fisiologis berkaitan den

Model fungsi peran berkaitan dengan integritas social, dan berfokus pada
kegiatan yang berhubungan dengan peran individu dalam kehidupan. Respon
adaptif memperlihatkan integritas, dan membantu untuk memenuhi tujuan
adaptasi. Perawat dapat membantu pasien untuk menyediakan lingkungan
yang aman, dan dukungan yang diperlukan untuk memungkinkan pasien
berhasil dalam beradaptasi dengan kondisi mereka (Tomey & Alligood,
2010).

Tugas perawat dalam mendukung pasien untuk mampu berespon secara


adaptif terhadap kondisi gangguan keseimbangan cairan adalah melalui
proses asuhan keperawatan. Pada proses asuhan keperawatan, perawat harus
mampu menganalisa stimulus yang menimbulkan respon adaptif, dan
tepat, sehingga tercapai kemampuan adaptasi yang diinginkan. Hal ini yang menjadi latar belakang penggunaan model ada

embangan ilmu keperawatan.

an gambaran tentang proses asuhan keperawatan pada anak yang mengalami gangguan keseimbangan cairan menggunaka

nakan aplikasi model adaptasi Roy pada anak yang mengalami gangguan

2. Memberikan gambaran peran perawat spesialis, dan pencapaian


kompetensi dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak yang
mengalami gangguan keseimbangan cairan.
3. Menganalisa faktor – faktor yang mendukung, dan menjadi kendala
selama memberikan asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
gangguan keseimbangan cairan.
1.3 Sistimatika Penulisan
Karya ilmiah ini terdiri atas 5 bab, yaitu bab 1 sampai dengan bab 5. Bab 1
terdiri atas latar belakang, dan tujuan karya ilmiah, bab 2 terdiri atas
gambaran lima kasus kelolaan selama praktik residensi, tinjauan teoritis, dan
aplikasi model adaptasi Roy, bab 3 tentang gambaran pencapaian kompetensi,
bab 4 membahas analisa aplikasi model adaptasi Roy pada asuhan
keperawatan, dan bab 5 terdiri atas simpulan, dan saran.
BAB 2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN
PADA ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Gambaran Kasus


Gambaran 5 kasus pada karya ilmiah ini akan dijelaskan secara singkat dengan
penjelasan sebagai berikut:

n keluhan muntah – muntah, kejang seluruh tubuh, dan demam sejak 1,5 jam sebelum masuk rumah sakit. Satu hari sebelu

00 WIB klien kejang 1x selama ±10 detik, Pk. 06.30 muntah 1x. Saat ini klien lebih banyak tidur. Hasil laboratorium tanggal 2

Diagnosa keperawatan pada an. R adalah ketidakefektifan termoregulasi


berhubungan dengan proses inflamasi, risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan muntah dan peningkatan suhu tubuh, risiko cedera
berhubungan dengan gangguan potensial aksi pada otot, dan risiko
penyebaran infeksi.
7 Universitas Indonesia

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


8

Implementasi yang sudah dilakukan adalah memberikan kompres hangat,


mengobservasi tanda – tanda vital setiap 3 jam, memberikan minum air
pada klien sedikit demi sedikit, menghitung intake, dan output cairan,
memberitahu orang tua untuk mengawasi anaknya selama tidur, dan
beraktivitas. Menggunakan masker saat kontak dengan klien, mencuci
tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien. Klien tidak ditempatkan di
ruang isolasi karena ruang isolasi penuh, namun klien ditempatkan dalam
DC tepat waktu, dan memastikan bahwa obat sudah diminum oleh klien, memberikan makanan yang bergizi pada klien saa

uh 36,6°C, frekuensi nadi 88x/menit. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah tidak menjadi aktual sa

lembab, balance cairan positif karena intake cairan melalui oral banyak.
Risiko cedera berhubungan dengan gangguan potensial aksi pada otot tidak
menjadi aktual setelah 5 hari perawatan, ditandai dengan klien tidak kejang,
kesadaran composmentis. Risiko penyebaran infeksi tidak menjadi aktual
setelah 5 hari perawatan, ditandai dengan klien tidak demam, suhu tubuh
36,8°C.

Universitas Indonesia

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


2.1.2 Kasus 2
An. R, laki – laki, usia 4 bulan, berat badan 6,5 kg, panjang badan 64 cm,
diagnosa medis pasca laparatomi, ileostomi + kolostomi double barrel e.c
invaginasi ileocolica, riwayat high output stoma. Operasi dilakukan tanggal
16 Maret 2014 kemudian dirawat di PICU, tanggal 19 Maret 2014 klien
pindah ke ruang rawat infeksi anak lantai 1.

puasa, keluar cairan berwarna putih dari selang nasogastrik, cairan yang keluar dari stoma berwarna kehijauan, terdapat b

omi, risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan produksi stoma, nutrisi kurang dari kebutuhan tub

entasi yang sudah dilakukan adalah mengukur tanda – tanda vital dan skala nyeri, meminta ibu klien untuk menggendong b
rikan farmadol 75 mg/iv, menimbang berat badan klien setiap hari,

mengukur intake, dan output cairan, melakukan perawatan luka dan


kolostomi, mengajarkan keluarga mencuci tangan dengan benar, dan
merawat kolostomi. Klien juga diberikan cairan parenteral KaEn 1B
(448)+D40(52)+Kcl(10) dengan volume 34,5 cc/jam, AF 5% dijalankan 5,8
cc/jam. Tanggal 21 Maret 2014 klien mulai diberikan ASI, tanggal 22 Maret

Universitas Indonesia
2014 diberikan ASI ditambah SF 8 x 60 ml. Klien juga diberikan cefotaxim
175 mg/iv, metronidazole 60 mg iv, omeprazol 10 mg/iv.

Evaluasi pada diagnosa keperawatan didapatkan bahwa diagnosa nyeri akut


berhubungan dengan sensitisasi nosiseptor pada luka pasca laparatomi
teratasi pada hari ke – 5 perawatan, ditandai dengan anak tenang, tidur
nyenyak, FLACC scale 0, frekuensi nadi 120 x/menit. Risiko kekurangan
an pk. 06.00
infeksi menjadi aktual pada hari ke – 4 post operasi, ditandai dengan adanya pus pada luka post laparatomi, area sekitar lu

1 bulan terakhir klien mengalami penurunan berat badan 15 kg, sering mual muntah setelah makan, demam, dan diare. Klie

mengalami hiponatremia, dan sudah dikoreksi dengan NaCl 3 x 4 capsul,


infus N5 + KCl.

Pengkajian dilakukan tanggal 26 Maret 2014. Saat pengkajian klien dalam


kondisi lemah, kesadaran composmentis, tinggi badan 167 cm, berat badan
40,5 kg, tekanan darah 100/80 mmHg, frekuensi pernapasan 26 x/mnt,

Universitas Indonesia
frekuensi nadi 108 x/mnt, suhu tubuh 36,4°C. Klien merasa lemah, mual
muntah setelah minum susu, perut terasa nyeri hilang timbul, Visual Analog
Scale 5, BAB cair warna kuning kehijauan 4x, tidak bisa tidur, merasa
cemas dengan kondisinya. Mukosa bibir kering, klien tampak kurus, kulit
dan konjungtiva pucat. Hasil laboratorium tanggal 21 Maret 2014 natrium
127 mEq/L, kalium 4,1 mEq/L, klorida 93 mEq/L, Hb: 8,21 g/dl, leukosit
12.400/µL, ureum 46,2 mg/dl, creatinin 0,635 mg/dl, hasil USG abdomen
19 Februari 2014 TB abdomen, hasil CT scan abdomen tanggal 24 Februari
2014 penebalan dan dilatasi dinding usus halus.

ah, nyeri akut berhubungan dengan stimulasi reseptor nyeri pada serabut saraf di traktus digestivus, diare berhubungan de

ah kontak dengan klien. Menggunakan masker, dan sarung tangan saat melakukan perawatan terhadap klien, menganjurka

mengatur lingkungan klien lebih nyaman, mengkaji tingkat kecemasan,


memotivasi klien mengungkapkan perasaan. Tindakan kolaborasi yang
diberikan pada klien adalah memberikan cairan parenteral N5+Kcl (10)
dijalankan 21 cc/jam, renalyte, dan aminosteril 6% sebanyak 29 cc/jam,
memberi tramadol 50 mg/iv, cefotaxim 1 gr, metronidazole 300 mg,
memeriksa BTA feces, memberi peptamen dan F100 modifikasi, merlopam

Universitas Indonesia
0,5 mg/po. Tanggal 2 April 2014 klien mengalami syok hipovolemia
sehingga terjadi penurunan kesadaran. Saat itu klien diberikan tindakan
intubasi, loading cairan yaitu RL 1000 ml, dan gelofusin 1000 ml,
pemberian transfusi PRC 400 ml, klien juga mendapatkan dopamin dan
dobutamin.

Evaluasi pada hari ke – 8 didapatkan bahwa diagnosa kekurangan volume


u nyeri akut berhubungan dengan stimulasi reseptor nyeri pada serabut saraf di traktus digestivus tidak teratasi, diare berhu

Pengkajian dilakukan tanggal 18 April 2014 Pk. 19.00 WIB. Saat dilakukan
pengkajian, kondisi klien masih lemah, kesadaran compos mentis, sesak
napas, dan masih BAB cair 5x sejak pagi warna kuning, berlendir.
Pemeriksaan tanda – tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 90/60
mmHg, frekuensi pernapasan 29 x/mnt, frekuensi nadi 154 x/mnt, suhu

Universitas Indonesia
tubuh 37,4°C, SaO2: 96%. Klien batuk produktif, ronchi di kedua lapang
paru, klien terpasang selang nasogastrik, kateter kandung kemih, mukosa
mulut kering, klien gelisah, urine warna kuning pekat. Hasil pemeriksaan
laboratorium tanggal 18 April 2014 yaitu Hb 10,2 g/dl, hematokrit 30%,
trombosit 139.000, kalsium 7,6 mg/dl, fosfat inorganik 2,8, pemeriksaan
tinja makroskopik: kuning, lendir +, mikroskopik: leukosit 0 – 1, eritrosit 0
– 1, pemeriksaan urin: kuning, keruh, pH 5,5, eritrosit 1 – 2. Hasil foto
thorax adalah pleuropneumonia.

olume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan, dan elektrolit tubuh, serta intake cairan tidak adekuat, diare berhubu

berikan inhalasi combivent ½ ampul + NaCl 0,9% 3 ml, memberikan dexamethasone 2 mg/iv, cefotaxime 470 mg/iv, menguk

Evaluasi tanggal 20 April 2014 didapatkan bahwa diagnosa kekurangan


volume cairan sudah teratasi, ditandai dengan BAB cair berampas 2x dalam
satu hari, intake cairan 1390 (pk. 06.00 – 20.00 WIB), output cairan 799 cc
(pk. 06.00 – 20.00 WIB), balance cairan +591 cc (pk. 06.00 – 20.00 WIB).
Diagnosa diare teratasi pada tanggal 20 April 2014, ditandai dengan BAB
cair berampas 2x dalam satu hari. Diagnosa bersihan jalan nafas tidak

Universitas Indonesia
efektif teratasi pada tanggal 25 April 2014, ditandai dengan klien jarang
batuk, frekuensi napas 28 x/menit. Diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh teratasi pada tanggal 25 April 2014, ditandai dengan klien sudah
makan nasi tim dan lauk ¼ porsi, makan biscuit 6 keping, makanan cair juga
dihabiskan, BB klien 9,34 kg (BB naik 40 gram). Diagnosa ansietas teratasi
pada tanggal 22 April 2014, ditandai dengan klien tampak ceria, dan
kooperatif saat diberikan tindakan.

M dengan keluhan sesak napas, batuk, demam, diare, di UGD klien kejang 1x selama ± 2 menit. Selama di UGD klien diberika

h sesak napas, batuk dan diare. Klien juga muntah setelah minum susu, ronchi di kedua lapang paru, klien tampak kehausan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada an. H adalah bersihan jalan napas
tidak efektif berhubungan dengan mikroorganisme yang meningkatkan
sekresi mukus pada jalan napas, kekurangan volume cairan berhubungan
dengan muntah, dan diare, diare berhubungan dengan bakteri enteral
patogen yang menginduksi sekresi cairan dan elektrolit di lumen usus,
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah, kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan paparan feces cair pada area perineal.

Universitas Indonesia
Implementasi yang sudah dilakukan pada an. H adalah mengukur tanda –
tanda vital, mengobservasi pola napas, memberikan inhalasi ventolin 1 amp
+ NaCl 0,9% 3 ml, memberikan oksigen 2 lpm, memberi cefotaxime 100
mg/iv, metronidazole 25 mg/iv, dan ceftazidime 160 mg/iv. Mengobservasi
tanda – tanda dehidrasi, mengukur intake dan output cairan, memberikan
renalit 30 ml setiap kali BAB cair, memberi SF 90 cc setiap kali pemberian,
menimbang berat badan setiap hari. Selain pemberian therapi, klien juga
10 mg/po, memberikan edukasi pada ibu klien tentang mencuci tangan dengan benar serta personal hygiene untuk klien se

g. Diagnosa diare berhubungan dengan bakteri enteral patogen yang menginduksi sekresi cairan dan elektrolit di lumen usu

80 gram dalam 5 hari), klien tidak muntah. Diagnosa kerusakan integritas


kulit berhubungan dengan paparan feces cair pada area perineal teratasi
sebagian pada tanggal 9 Mei 2014, ditandai dengan ruam kulit pada area
perineal berkurang.

Universitas Indonesia
2.2 Tinjauan Teoritis
Kebutuhan cairan dan manajemen pemberian cairan pada kondisi dehidrasi
akan disampaikan pada bagian berikut.
2.2.1 Kebutuhan Cairan Pada Anak Dalam Kondisi Normal dan Kondisi
Tertentu
Komponen utama dari tubuh manusia adalah air, yang merupakan 55% -
60% dari berat badan pada orang dewasa, 60% - 65% pada anak, dan 75%
dan 30% ECF. Cairan intraselular maupun ekstraselular terdiri dari elektrolit dan non elektrolit. Elektrolit yang terdapat pa

itung berdasarkan berat badan anak per hari, dan pengeluran urin dihitung berdasarkan kelompok usia anak, akan disampa
Tabel 2.1
Kebutuhan Cairan Berdasarkan Berat Badan Per Hari

Berat BadanKebutuhan Cairan Harian


≤ 10 kg 100 ml/kg bb/hari
10 – 20 kg 1000 ml + 50 ml/kg bb/hari
˃ 20 kg 1500 ml + 20 ml/kg bb/hari
Sumber: Fergusson, D (2008)

Tabel 2.2
Pengeluaran Urin Berdasarkan Kelompok Umur Per Jam

Kelompok UmurPengeluaran Urin Per Jam


Bayi dan toddler ˃ 2 – 3 ml/kg bb/jam
Anak usia pra sekolah dan usia sekolah ˃ 1 – 2 ml/kg bb/jam
Anak usia sekolah dan remaja 0,5 – 1 ml/kg bb/jam
Sumber: James, Nelson, & Ashwill (2013)

Universitas Indonesia
Dehidrasi tetap menjadi penyebab utama tingginya morbiditas, dan
mortalitas bayi, dan anak-anak di seluruh dunia. Dehidrasi adalah gejala
atau tanda gangguan pada organ tubuh, diare yang paling umum. Bayi
sangat rentan terhadap efek buruk dari dehidrasi karena kebutuhan cairan,
dan metabolisme yang lebih tinggi. Sumber yang paling umum dari
peningkatan kehilangan cairan adalah saluran gastrointestinal dari muntah,
diare, atau keduanya (misalnya, gastroenteritis). Sumber-sumber lain
nas, dan ketika demam, takipnea, atau keduanya. Semua jenis cairan yang hilang mengandung elektrolit dalam konsentrasi

ngkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa meningkatkan resiko gangguan kardiovaskuler pada bayi ketika menga

eter untuk menentukan derajat dehidrasi memerlukan pemantauan tanda-tanda vital, penampilan klinis, produksi urin, d
badan, dan kadar elektrolit serum. Pada pemantauan kadar elektrolit

serum, dehidrasi digambarkan dengan penurunan konsentrasi natrium


serum dengan pengelompokan sebagai berikut: dehidrasi isonatremia
(tingkat sodium dari 138-145 mEq/L), dehidrasi hiponatremia (tingkat
natrium <130 mEq/L), atau dehidrasi hipernatremia (tingkat sodium >150
mEq/L ). Dehidrasi Isonatremia adalah bentuk paling umum dari dehidrasi
(James, Nelson, & Ashwill, 2013).

Universitas Indonesia
Tabel 2.3
Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut WHO 1995

PenilaianABC
Keadaan Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai, atau
umum tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Kering
Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Rasa haus Minum biasa *Haus, ingin *Malas minum
tidak haus minum banyak atau tidak bisa
minum
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
Hasil Tanpa Dehidrasi Dehidrasi berat
pemeriksaan dehidrasi ringan/sedang Bila ada 1 tanda *
Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau
ditambah 1 atau lebih tanda lain
lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi Rencana terapi B Rencana terapi C
A
Sumber: Juffrie et al. (2012).

2.2.2 Manajemen Cairan Pada Kondisi Dehidrasi


The American Academy of Pediatrics, dan WHO merekomendasikan terapi
penggantian oral untuk dehidrasi ringan, dan sedang. Anak-anak dengan
dehidrasi berat harus menerima cairan IV. Anak-anak yang tidak mampu
atau tidak mau minum atau yang mengalami muntah berulang dapat
menerima cairan pengganti IV melalui NGT. Dengan penggantian cairan
hipotonik (misalnya, dengan air biasa), Na serum kembali normal dan
bahkan menurun/hiponatremia (James, Nelson, & Ashwill, 2013).

Penanganan diare berdasarkan derajat dehidrasi menurut Juffrie et al.


(2012) sebagai berikut:
1. Diare tanpa dehidrasi
Jenis cairan yang diberikan pada diare tanpa dehidrasi adalah air tajin,
larutan gula garam, kuah sayur – sayuran. Jumlah cairan yang
diberikan adalah setiap kali BAB adalah 10 ml/kg BB untuk anak usia
< 1 tahun, 100 – 500 ml untuk anak usia 1 – 5 tahun, 200 – 300 ml

Universitas Indonesia
untuk anak usia 5 – 12 tahun, dan 300 – 400 ml untuk dewasa.
Makanan tetap diberikan tetapi rendah serat.
2. Diare dehidrasi ringan – sedang
Diberikan rehidrasi oral berupa oralit 75 cc/kg bb dalam 3 jam
pertama, dilakukan evaluasi setelah 3 jam. Bila setelah 3 jam tidak
tertangani, maka harus dilakukan penanganan dengan cairan
parenteral.

eral yang diberikan adalah RL dengan jumlah 100 ml/kg BB. Pada anak usia < 1 tahun diberikan 30 cc/kg BB pada 1 jam pert

Pemberianterapicairanstandarpadadehidrasiisonatremia,dan hiponatremia akan disampaikan pada tabel beriku


Tabel 2.4
Terapi Cairan Standar (Iso-hiponatremia)

Derajat Kebutuhan Jenis Cairan Cara/Lama


Dehidrasi Cairan Pemberian
Berat 10% ±30 ml/kg/1 jam NaCl 0,9% IV/1 jam
Gagal sirkulasi Ringer laktat
(Plan C) Asering
Sedang 6 - 9 ±70 ml/kg/3 jam NaCl 0,9% IV/3 jam
% Ringer laktat atau oral 3
½ darrow Jam
KAEN 3B (>3 bulan)
KAEN 4B (< 3
bulan)
Ringan 5% ±50 ml/kg/3 jam ½ darrow atau oralit IV/3 jam
(Plan B) bila oral

Universitas Indonesia
Derajat Dehidrasi Kebutuhan Cairan Jenis Cairan Cara/Lama Pemberian

tidak
mungkin
Tanpa ±10-20 ml/kg Oralit atau cairan Oral sampai
dehidrasi setiap kali diare rumah tangga diare
(Plan A) berhenti
Sumber: Juffrie et al. (2012).

2.2.3 Asuhan Keperawatan Pada Anak Dehidrasi


hadap adanya tanda – tanda dehidrasi awal pada bayi, dan anak, karena kondisi yang bisa sangat cepat berubah. Peran pera

rat jenis). Pengkajian berat badan dilakukan karena menjadi indikator penting dalam status cairan. Pengkajian lainnya adala

kah selanjutnya adalah menentukan diagnosa keperawatan. Menurut


nson dan Ahern (2009) diagnosa keperawatan pada masalah cairan adalah kekurangan volume cairan, risiko kekuranga

kelebihan volume cairan, dan risiko ketidakseimbangan volume cairan.


Diagnosa kekurangan volume cairan, batasan karakteristiknya adalah haus,
perubahan status mental, penurunan turgor kulit, penurunan haluaran urin,
penurunan pengisian vena, kulit, dan membran mukosa kering, hematokrit
meningkat, suhu tubuh meningkat, kelemahan, penurunan berat badan tiba
– tiba, peningkatan frekuensi nadi, dan penurunan tekanan darah.

Universitas Indonesia
Diagnosa risiko kekurangan volume cairan, faktor risikonya adalah
imobilitas fisik, diare, usia ekstrem, berat badan ekstrem, status
hipermetabolik, penggunaan obat (diuretik).

Menurut James, Nelson dan Ashwill (2013) intervensi keperawatan yang


perlu dilakukan adalah mengajarkan orang tua untuk mencegah dehidrasi,
mengenal tanda – tanda dehidrasi, memonitor pemberian cairan enteral
ara terus – menerus tanda dehidrasi pada anak. Evaluasi terkait cairan difokuskan pada tingkat kesadaran klien, jumlah, war
elektrolit.

ten terhadap seseorang atau kelompok. Menurut Wong, Hockenberry, Willson, Winkelstein dan Schwartz (2009) pada pros

Roy membagi proses keperawatan menjadi enam bagian yang berkelanjutan


dan disertai langkah-langkah yang dinamis yaitu pengkajian perilaku,
pengkajian stimulus, diagnosa keperawatan, penetapan tujuan, intervensi, dan
evaluasi.
2.3.1 Pengkajian Perilaku (Pengkajian Tahap Pertama)
Menurut Tomey dan Alligood (2010), Roy menggambarkan perilaku
adalah aksi atau reaksi dari suatu stimulus. Perilaku dapat diamati atau

Universitas Indonesia
tidak dapat diamati. Contoh dari perilaku yang dapat diamati adalah
denyut nadi; perilaku yang tidak dapat diamati adalah perasaan yang
diekspresikan oleh seseorang dan dilaporkan kepada perawat. Pengkajian
perilaku mencakup pengkajian fisiologis terdiri atas oksigenasi, nutrisi,
eliminasi, aktivitas dan istirahat, proteksi, penginderaan, cairan dan
elektrolit, fungsi neurologi, fungsi endokrin, pengkajian interdependensi,
pengkajian konsep diri serta pengkajian fungsi peran yang mencakup
is, sosiokultural dan spiritual klien. Dapat dikatakan bahwa dalam pengkajian anak menurut teori Adaptasi Roy, riwayat kes

rdiri atas pengkajian stimulus fokal, stimulus kontekstual, stimulus residual yang dilihat pada keempat model adaptasi Roy.

Pernyataan diagnosa menspesifikkan perilaku yang mengarah pada


diagnosa dan penilaian berdasarkan rangsangan yang mengancam atau
mencetuskan adaptasi (Tomey & Alligood, 2010). Diagnosa keperawatan
ditentukan berdasarkan penilaian perilaku yang paling relevan dengan
stimulus/rangsangan. Pada keperawatan anak diagnosa keperawatan terdiri
atas 3 komponen yaitu masalah yang menggambarkan respon anak

Universitas Indonesia
terhadap gangguan proses, pola, fungsi atau perkembangan kehidupan,
termasuk respon yang terjadi sebagai akibat sekunder dari penyakit,
etiologi yang menggambarkan faktor fisiologi, situasi dan maturasi yang
menyebabkan masalah, tanda dan gejala yang mengacu pada batasan
karakteristik yang didapat dari pengkajian menunjukkan masalah
kesehatan aktual (Wong, Hockenberry, Willson, Winkelstein, & Schwartz,
2009).

uan harus mencakup perilaku yang hendak diubah, perubahan yang diharapkan dan waktu yang diperlukan untuk menguba

dan bertujuan pada stimulus fokal yang memungkinkan (Tomey & Alligood, 2010). Intervensi pada keperawatan anak umu

2.3.6 Evaluasi
Evaluasi membutuhkan analisis dan penilaian untuk memisahkan apakah
perubahan perilaku tersebut tercakup dalam pernyataan tujuan dan telah
tercapai atau tidak oleh klien dalam asuhan keperawatan (Tomey &
Alligood, 2010). Dalam fase evaluasi, perawat menilai keefektifan dari
intervensi keperawatan yang telah diimplementasikan dan menilai sejauh

Universitas Indonesia
mana tujuan keperawatan telah tercapai. Respon adaptif dapat
meningkatkan integritas manusia dalam mencapai tujuan manusia untuk
mempertahankan kehidupan. Respon yang tidak efektif adalah respon yang
tidak mempunyai kontribusi dalam pencapaian tujuan manusia. Integritas
proses kehidupan mengarah pada tingkat adaptasi pada struktur, dan fungsi
proses kehidupan sebagai suatu keseluruhan untuk mencapai kebutuhan
manusia (Tomey & Alligood, 2010).
Skema 2.1
Konsep Asuhan Keperawatan Berdasarkan Roy Adaptation Model
InputProses kontrol

1.
Stimulus fokal, stimulus Derajat dehidrasi
kontekstual,
2. stimulus residual

Mengelola stimulus melalui manajemen cairan

Output Efektor

Evaluasi: Mempengaruhi integritas fungsi fisiologis,konsepdiri, interdependensi, fungsi


3.Perilaku adaptif
Perilaku inefektif

Sumber: Tomey & Alligood (2010)

2.4 Aplikasi Teori Keperawatan Pada Kasus Terpilih


Pada bagian ini akan dijelaskan aplikasi Model Adaptasi Roy pada kasus terpilih.

2.4.1 Riwayat Peyakit Sekarang


An. K, perempuan usia 1,5 tahun, dengan diagnosa medis pneumonia
komunitas dan diare akut. Dua belas hari sebelum masuk rumah sakit klien
mengalami demam naik turun, batuk, dan pilek. Orang tua sudah membawa
klien berobat ke klinik, dan Puskesmas. Tiga hari sebelum masuk rumah
sakit, klien tidak mau makan, minum hanya sedikit sampai dengan sehari

Universitas Indonesia
sebelum masuk rumah sakit klien cenderung mengantuk, dan menangis
lemah. Klien dibawa ke Unit Gawat Darurat RSUPN DR. Cipto
Mangunkusumo tanggal 18 April 2014 Pk. 09.30 WIB dengan keluhan
sesak napas, tidak mau makan minum, menangis lemah. Di UGD klien
sudah dilakukan loading RL 20 ml/kgBB dan pemberian oksigen 2 lpm, saat
di UGD klien mulai diare. Sebelumnya klien belum pernah dirawat di
rumah sakit, bila batuk pilek biasanya klien berobat ke Puskesmas. Di
aitu kakak klien.

menit, SaO2 96% irama pernapasan reguler, ada batuk produktif, ronchi terdengar di kedua lapang paru, suara jantung norm

melalui selang nasogastrik, klien tidak nafsu makan sebelumnya. Berat badan 9,3 kg, tinggi badan 82 cm. Hasil pemeriksaan

terpasang kateter kandung kemih, warna urin kuning pekat, volume 200 ml (Pk.
n, bising usus
akroskopis: kuning, lendir +, mikroskopik: leukosit 0 – 1, eritrosit 0 – 1, telur

cacing -, ameba tidak ditemukan. Hasil pemeriksaan urin lengkap:


kuning agak keruh, bakteri -, pH 5,5, berat jenis 5,5, leukosit 0 – 2,
eritrosit 1 – 2.
d. Aktivitas dan Istirahat
Klien gelisah, rewel, makan/minum, dan toileting menggunakan alat
(selang nasogastrik, dan kateter kandung kemih). Klien bergantung

Universitas Indonesia
sepenuhnya untuk personal hygiene, mobilisasi klien untuk membuat
posisi tidur lebih nyaman masih dibantu.
e. Proteksi
Warna kulit normal, suhu kulit hangat, tekstur kulit halus, tidak ada
lesi pada kulit, suhu tubuh 37,4 °C. Leukosit 13.700, trombosit
139.000.
f. Penginderaan
melalui NGT.

l (Pk. 09.30 – 19.00 WIB), klien mendapat makan cair 6 x 180 ml, cairan parenteral KaEn 3B 35 cc/jam. Hasil pemeriksaan lab

3. Model Adaptasi Konsep Diri


Klien rewel, dan kelihatan tidak nyaman dengan alat – alat kesehatan
(binasal kanul oksigen, kateter kandung kemih, NGT, dan akses vena)
yang terpasang pada klien. Klien juga menangis setiap kali batuk.

Universitas Indonesia
4. Model Adaptasi Fungsi Peran
Usia perkembangan klien sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan
anak usia toddler. Klien sudah bisa berjalan, dan bicara menurut
informasi dari ibu.
2.4.3 Pengkajian Stimulus
1. Model Adaptasi Fisiologis
a. Oksigenasi
Stimulus fokal: akumulasi sekret pada saluran napas. Stimulus kontekstual: pleuropneumonia.
b. Nutrisi
Stimulusfokal:gangguanmetabolisme

saluranpencernaan
Stimulus kontekstual:
menyebabkan intake nutrisi tidak adekuat.
menyebabkan anak cepat lelah, dan sirkulasi oksigen ke organ lain tidak adekuat.

us. Stimulus kontekstual: bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan tekanan osmotik di lumen usus.

rta intake cairan tidak adekuat. Stimulus kontekstual: diare meningkatkan kehilangan cairan, dan elektrolit, sedangkan sesak

itas seperti

biasanya. Stimulus kontekstual: sesak napas, diare.


3. Model Adaptasi Konsep Diri
Stimulus fokal: alat – alat kesehatan yang dipasang di tubuh klien,
kelemahan tubuh. Stimulus kontekstual: tindakan/prosedur pengobatan,
kondisi lingkungan baru di rumah sakit.

Universitas Indonesia
4. Model Adaptasi Fungsi Peran
Stimulus fokal: adaptif, stimulus kontekstual: adaptif.
2.4.4 Diagnosa Keperawatan
Sesuai dengan pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus maka diperoleh
diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
pada saluran napas.

an, frekuensi pernapasan 24 – 40 x/menit.


nurunan, klien tenang, frekuensi nadi 60 – 110 x/menit dengan irama reguler, frekuensi pernapasan 24 – 40 x/menit denga

3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, BAB klien


kembali normal dengan kriteria frekuensi BAB kurang dari 3x dengan
konsistensi feces lembek, tidak ada lendir pada feces.
4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 x 24 jam, nutrisi
adekuat dengan kriteria hasil klien mampu makan makanan per oral,
mampu mengkonsumsi makanan padat, porsi makanan yang dihabiskan

Universitas Indonesia
½ - ¾ porsi, konjungtiva tidak anemis, terdapat kenaikan berat badan,
status gizi dalam kategori normal. Hasil laboratorium albumin 3,8 – 5,4
g/dl, ureum darah < 50 mg/dl.
5. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam klien
menunjukkan tanda – tanda kenyamanan dengan kriteria hasil klien
tidak rewel, klien beraktivitas dengan nyaman walaupun terpasang alat –
alat kesehatan, tanda – tanda vital dalam batas normal.
Intervensi
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret pada saluran napas.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan:
Mengukur tanda – tanda vital, dan melakukan pemeriksaan fisik dada.
Memantau pemberian oksigen 2 lpm.
Mengatur posisi klien semi fowler.
Melakukan fisioterapi dada.
Memberikan klien minum air melalui NGT.
Memberikan klien minum air per oral pada hari ke – 4 perawatan.
Menjelaskan pada ibu klien sebelum memberikan inhalasi, dan injeksi pada klien, dan fungsinya bagi klien.
Memberikan terapi inhalasi combivent ½ ampul + NaCl 0,9% 3 ml.
Memberikan injeksi dexamethasone 2 mg melalui intravena.
Memberikan injeksi cefotaxime 470 mg melalui intravena.
Memberikan edukasi pada ibu klien untuk menghindarkan anak dari asap rokok, dan anggota keluarga yang batuk pilek.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui diare.

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan:


a. Mengukur tanda – tanda vital, menilai turgor kulit, dan tingkat
kesadaran klien.
b. Mengukur intake dan output cairan setiap shift.
c. Memberikan klien minum air melalui NGT.

Universitas Indonesia
d. Memberikan klien minum per oral pada hari ke – 4 perawatan karena
toleransi minum per oral sudah baik.
e. Menganjurkan klien tetap diberikan ASI.
f. Menimbang berat badan klien setiap hari.
g. Mengukur jumlah urin , dan menilai warna urin.
h. Mengajarkan ibu untuk mencatat jumlah cairan yang masuk melalui
NGT/oral, serta jumlah feces (cair).
Memantau pemberian cairan parenteral KaEN 3B yang dijalankan 35 cc/jam.
Memantau hasil lab terkait cairan.
are berhubungan dengan malabsorbsi lemak
engkaji frekuensi BAB, warna dan konsistensi feces.
enanyakan waktu permulaan diare pada klien.
enanyakan makanan yang dikonsumsi klien sebelum masuk rumah sakit.
elakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet klien.
emantau hasil lab feces.
enganjurkan dan mengajari ibu untuk mencuci tangan dengan benar dan melakukan personal hygiene untuk klien dengan b
enganjurkan ibu untuk melaporkan setiap kali anak mengalami BAB cair.
emonitor warna, dan konsistensi feces.
utrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat.
engkaji intake nutrisi dan mengkaji adanya alergi makanan.
emeriksa kondisi dan letak NGT.
emberikan makanan cair 180 ml menggunakan feeding tube melalui

NGT.
d. Memberikan makanan cair per oral pada hari ke – 4 perawatan, dan
memberikan nasi tim, dan lauk pauk pada hari ke – 5 perawatan.
e. Memeriksa konjungtiva, menimbang berat badan klien setiap hari.
f. Mengkaji toleransi klien untuk intake nutrisi melalui NGT dan oral.
g. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet klien.

Universitas Indonesia
h. Menganjurkan ibu untuk meneruskan pemberian ASI.
i. Memantau hasil laboratorium terkait nutrisi.
5. Ansietas berhubungan dengan tindakan/prosedur pengobatan
a. Mengkaji tingkat kecemasan pada anak.
b. Mengenalkan diri kepada klien, dan keluarga.
c. Menanyakan tentang anggota keluarga yang paling dekat dengan
klien.
en setiap kali dilakukan tindakan.
ermain menggunakan boneka kepunyaan klien, dan mendengarkan lagu – lagu dari smartphone sebelum melakukan tindak
u klien untuk menggendong, dan memeluk klien selama tindakan pengobatan dilakukan.
empatan klien untuk memegang alat inhalasi yang akan digunakan.

20 April 2014 Pk 18.00 WIB untuk diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret pada s
en mengatakan bahwa anaknya tidak sesak, batuk masih.
+, frekuensi pernapasan 30 x/menit, frekuensi nadi 128 x/menit, oksigen 2 lpm, SaO2 99%
salah teratasi sebagian.
ensi dilanjutkan.
berikan intervensi sama dengan intervensi pada hari –

hari sebelumnya.
Evaluasi: tanggal 25 April 2014 masalah teratasi karena klien tidak
sesak, batuk kadang – kadang, klien tidak memakai oksigen, frekuensi
pernapasan 28 x/menit, frekuensi nadi 120 x/menit, SaO2 100%.

Universitas Indonesia
2. Evaluasi tanggal 20 April 2014 Pk 20.00 WIB untuk diagnosa
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui diare:
Subyektif: klien BAB cair berampas 2x, anak sudah mulai aktif.
Obyektif: tanda – tanda dehidrasi tidak ada, intake cairan (Pk 07.00 –
20.00 WIB) 1390 ml , output cairan 799 ml, balance cairan +591 ml.
Assessment: masalah teratasi
arenteral tetap diberikan.
WIB untuk diagnosa diare berhubungan dengan malabsorbsi lemak:
ari pagi.

WIB untuk diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat: Subyektif: ibu mengatakan
n cair yang diberikan juga selalu dihabiskan.
makan baik.

WIB untuk diagnosa ansietas berhubungan dengan tindakan/prosedur pengobatan:


klien tidak rewel, sudah mulai bermain di ruang bermain, walaupun masih terpasang akses vena di

Obyektif: kateter urin, NGT, kanul oksigen sudah dilepas, klien tampak
lebih ceria saat bermain – main di ruang bermain. Saat diberikan terapi
inhalasi klien kooperatif, tetapi saat diberikan injeksi klien masih
menangis.
Assessment: masalah teratasi.
Planning: Intervensi dihentikan.

Universitas Indonesia
BAB 3
PENCAPAIAN KOMPETENSI

3.1 Target Unit Kompetensi Praktik Residensi


Praktik residensi dilaksanakan dalam dua semester, yaitu praktik residensi I
dilaksanakan pada semester I, dan praktik residensi II dilaksanakan pada
semester II. Praktik residensi I dilaksanakan tanggal 16 September 2013
an residensi I, dan residensi II, residen telah melaksanakan asuhan keperawatan pada neonatus infeksi maupun non infeksi

kongenital. Ketrampilan prosedural yang sudah didapatkan di ruang


perinatologi adalah melaksanakan penilaian masa gestasi pada neonatus,
melaksanakan kangaroo mother care, melakukan pemasangan OGT, dan
akses vena, melaksanakan resusitasi neonatus bersama dengan petugas
lainnya, melakukan perawatan perawatan kolostomi maupun perawatan
pada bayi yang mengalami omphalocele. Selain melakukan perawatan

33 Universitas Indonesia

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


34

pada neonatus, residen juga melakukan pengoperasian alat – alat yang


digunakan selama perawatan. Alat – alat yang dioperasikan adalah CPAP,
radian warmer, incubator, alat suction, alat pemantau tanda – tanda vital,
dan saturasi oksigen, mengoperasikan infusion pump, dan syringe pump.
3.1.2 Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Rawat Bedah Anak (BCh)
Praktik residensi I di ruang BCh dilaksanakan tanggal 28 Oktober – 5
Desember 2013. Selama praktik di ruang BCh, kasus yang sudah dikelola
pada gangguan sistem perkemihan yang dikelola adalah hipospadia. Kompetensi prosedural yang sudah didapatkan residen

arafan,

mengalami infeksi pada sistem pernapasan adalah pneumonia, TBC, dua


kasus tersebut yang paling sering ditemui selama praktik. Kasus yang
dikelola pada anak yang mengalami infeksi pada sistem pencernaan adalah
hepatitis, diare, high output stoma pada anak pasca kolostomi, dan
ileostomi. Kasus yang dikelola pada anak yang mengalami infeksi pada
sistem persarafan adalah meningitis, ensefalitis, epilepsi, dan infeksi pasca

Universitas Indonesia

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


pemasangan shunt. Kasus yang dikelola pada anak yang mengalami infeksi
pada sistem perkemihan adalah ISK. Kasus yang dikelola pada anak yang
mengalami infeksi pada sistem kardiovaskuler adalah endokarditis.

Kompetensi prosedural yang diperoleh residen selama praktik residensi


merupakan prosedur mandiri, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan
lainnya. Pada kasus infeksi sistem pernapasan, kompetensi yang diperoleh
a bayi. Selain itu, residen juga melakukan pemberian enema pada anak yang mengalami konstipasi, perawatan stoma, mem

bedside monitor, pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium.

3.2 Peran Spesialis Keperawatan Anak


3.2.1 Care giver
Perawat sebagai care giver atau pemberi asuhan keperawatan diterapkan
residen selama praktik dengan memberikan asuhan keperawatan

Universitas Indonesia
menggunakan aplikasi model adaptasi Roy. Aplikasi model adaptasi Roy
bersifat komprehensif karena memandang klien sebagai suatu sistem.
Memberi asuhan keperawatan menggunakan model adaptasi Roy dimulai
dari pengkajian stimulus, dan pengkajian perilaku. Tahapan selanjutnya
adalah menentukan diagnosa keperawatan berdasarkan penilaian perilaku
yang paling relevan dengan stimulus. Sebelum menentukan intervensi,
tujuan harus ditetapkan mencakup perilaku yang hendak diubah,
g telah diimplementasikan, dan sejauh mana tujuan telah tercapai.

mes, Nelson, & Ashwill, 2013). Selama praktik, residen melaksanakan peran ini melalui beberapa tindakan yaitu memeriksa, d

sudah ditetapkan, dan dilakukan untuk menghasilkan perilaku adaptif


(James, Nelson, & Ashwill, 2013). Residen selama praktik menjalankan
peran ini dengan cara memberikan penjelasan tentang kondisi klien sesuai
hasil pemeriksaan tanda – tanda vital, dan pemeriksaan fisik yang didapat
serta tindakan yang telah dilakukan sebelumnya ataupun tindakan
selanjutnya. Memberikan penjelasan pada saat orang tua memutuskan

Universitas Indonesia
bahwa anaknya akan dirawat di rumah walaupun kondisi anak belum baik.
Memberikan penjelasan saat orang tua klien memberikan pernyataan
bahwa kondisi anaknya tidak akan normal seperti anak – anak lainnya,
serta memberikan dukungan ketika orang tua ingin bergabung dengan
komunitas orang tua yang mempunyai anak dengan kondisi yang sama.
3.2.4 Educator
Peran perawat sebagai edukator adalah memberikan pendidikan kesehatan
n mencegah timbulnya penyakit infeksi lainnya (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Residen melaksanakan peran ini dengan c

Pada proses kolaborasi, residen melakukan komunikasi dengan dasar dari perkembangan kondisi klien, respon, dan toleran

Peran perawat sebagai pembawa perubahan adalah mengadakan inovasi


dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien untuk mencapai
perilaku adaptif pada klien, dan keluarga (James, Nelson, & Ashwill,
2013). Pada peran sebagai change agent, residen melakukan pemberian
asuhan keperawatan berdasarkan evidence based practice. Evidence based
practice yang diterapkan residen selama praktik residensi adalah

Universitas Indonesia
penggunaan non nutritive sucking untuk mengurangi nyeri pada bayi yang
akan dilakukan tindakan, pemberian posisi prone untuk meningkatkan
saturasi oksigen, perawatan metode kangguru. Residen juga melakukan
proyek inovasi secara berkelompok, dan individu di ruang rawat bedah
anak (BCh), dan ruang rawat infeksi. Di ruang BCh residen bersama
kelompok melakukan proyek inovasi berupa pemeberian edukasi
perawatan stoma menggunakan media audio visual, untuk lebih
tehnik perawatan. Di ruang rawat infeksi residen melakukan proyek inovasi secara individu, yaitu pemberian penghangat ke

Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASA
N

4.1 Pembahasan Penerapan Teori Keperawatan dalam Asuhan


Keperawatan
4.1.1 Pengkajian
Pengkajian menurut model adaptasi Roy meliputi pengkajian tahap
peran. Pengkajian tahap ke – 2 adalah pengkajian tentang stimulus fokal, kontekstual, dan residual pada keempat model ad

ran urin dihitung berdasarkan kelompok usia anak James, Nelson, & Ashwill (2013). Sumber yang paling umum dari peningk

ketoasidosis diabetik), kulit (misalnya, keringat berlebihan, luka bakar).


Penurunan asupan cairan sangat bermasalah ketika anak muntah, saat
cuaca panas, dan ketika demam, takipnea, atau keduanya (Potts, &
Mandleco, 2012). Demam meningkatkan IWL sebanyak 12% setiap 1°C
kenaikan suhu tubuh (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Parameter
untuk menentukan derajat dehidrasi memerlukan pemantauan tanda-tanda

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


39 Universitas Indonesia

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


40

vital, penampilan klinis, produksi urine dan berat jenis, berat badan, dan
kadar elektrolit serum. (James, Nelson, & Ashwill, 2013).

Pengkajian pada kasus kelolaan tentang gangguan keseimbangan cairan


sangat berkesinambungan dengan menggunakan model adaptasi Roy.
Pengkajian tentang gangguan keseimbangan cairan meliputi intake, dan
rute pemenuhan cairan, turgor kulit, mukosa bibir, adanya edema/tidak,
hasil pemeriksaan elektrolit, analisa gas darah. Cairan, dan elektrolit
sebagai mediator dari sistem regulator akan mempengaruhi fungsi ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan, dan as

siko-sosio-spiritual. Kondisi bio- psiko-sosio-spiritual mencakup banyak aspek sehingga memerlukan tugas yang sangat bany

ia bayi, satu klien termasuk kelompok toddler, sedangkan dua klien lainnya termasuk kelompok anak usia sekolah, dan rem

oleh Whittemore, Jaser dan Guo (2010) tentang pengkajian pada anak
dengan penyakit diabetes mellitus tipe 1 menunjukkan bahwa karakteristik
usia, status sosial ekonomi, penggunaan alat – alat kesehatan, respon
psikososial (gejala depresi dan respon kecemasan), dan fungsi keluarga
mempengaruh adaptasi. Para pasien yang menjalani pengobatan dalam
waktu yang lama dapat mengalami gangguan fisik seperti kelelahan,

Universitas Indonesia

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


gangguan integritas kulit, gangguan cairan, dan elektrolit. Pengalaman
dalam perubahan fisiologis dapat mempengaruhi fungsi peran pasien
(interaksi sosial dengan teman sebaya), dan saling ketergantungan dengan
keluarga (Bilal, Badr, & Al-Atiyyat 2014).
4.1.2 Diagnosa Keperawatan
Pernyataan diagnosa menspesifikkan perilaku yang mengarah pada
diagnosa dan penilaian berdasarkan stimulus yang mengancam atau
nak diagnosa keperawatan terdiri atas 3 komponen yaitu masalah yang menggambarkan respon anak terhadap etiologi, etio

menurut Wilkinson dan Ahern (2009) adalah penurunan cairan intravaskular, interstisial, atau intrasel. Diagnosa ini meruju

Dehidrasi isonatremia (tingkat sodium dari 138-145 mEq/L), adalah


bentuk paling umum dari dehidrasi pada anak yang disebabkan oleh
muntah, diare, kehilangan cairan melalui pernapasan, sistem integumen,
penurunan intake cairan per oral yang disertai peningkatan aktivitas
(James, Nelson, & Ashwill, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Begum,

Universitas Indonesia
Hoque, Hussain, Hasan, dan Molla (2010) pada anak usia 1 – 44 bulan
yang mengalami diare akut menunjukkan bahwa hipokalemia ditemukan
pada 27 (30,1%) responden, dan hiponatremia 13 (15,1%) responden. Rata
– rata natrium yang ditemukan pada penelitian tersebut adalah 135,3 meq/l
(105 – 148 meq/l), dan rata – rata kalium 3,9 meq/l (1,5 – 5,7 meq/l).
Anak-anak penderita gizi buruk kelompok umur 6 – 24 bulan yang
mengalami diare dan muntah, pada suatu penelitian ditemukan lebih
banyak mengalami hiponatremia (p=0,019) dan hipokalemia (p=0,018)
dibandingkan dengan kelompok gizi buruk yang hanya mengalami muntah (Gangaraj, Das, & Madhulata, 2013)

g, penurunan berat badan, mengeluh badan terasa lemah, gelisah, dan rewel. Pada pemeriksaan tanda – tanda vital didapat

Hussain, Hasan, dan Molla (2010), dan sumber yang menyebutkan bahwa
dehidrasi yang paling umum dialami anak karena diare, dan muntah adalah
dehidrasi isonatremia (James, Nelson, & Ashwill, 2013).
4.1.3 Tujuan
Tujuan yang ditetapkan pada masing – masing kasus kelolaan didasarkan
pada perilaku inefektif yang terkait dengan gangguan keseimbangan cairan

Universitas Indonesia
pada klien yang ditemukan oleh residen. Hasil yang diharapkan dalam
penetapan tujuan adalah perilaku adaptif. Tujuan yang dibuat oleh residen
pada 5 kasus kelolaan melibatkan klien, dan keluarga mencakup perilaku
yang hendak diubah menjadi adaptif, bentuk perilaku yang hendak diubah
menjadi adaptif dengan melihat usia perkembangan anak, serta
pengetahuan keluarga. Waktu untuk pencapaian tujuan dibuat dengan
melibatkan klien, dan keluarga dengan mempertimbangkan usia anak,
pada saat dilakukan pengkajian. Waktu untuk pencapaian tujuan dibuat dengan melihat respon, dan kemauan keluarga se

emberian informasi tentang kondisi klien pada keluarga menjadi bagian yang penting bagi perawat dalam menetapkan tuju

an, meningkatkan, mengurangi, dan mengubah stimulus, sehingga individu dapat beradaptasi, dan menunjukkan perilaku a

dipahami klien, dan keluarga. Bekerjasama dengan klien, dan kelurga


perlu dilakukan dalam menyiapkan intervensi, karena klien dan keluarga
mempunyai otonomi (Bennett & Nayduch, 2004).

Intervensi terkait cairan yang diberikan pada klien kelolaan adalah


memberikan cairan rehidrasi enteral, dan parenteral, menghitung intake,

Universitas Indonesia
dan output cairan, menganjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI,
mengajarkan pemberian cairan oral melalui NGT dengan feeding tube,
memberikan syrup Zinc, dan menimbang berat badan klien setiap hari.

Pemberian cairan rehidrasi enteral berdasarkan bukti penelitian, dapat


mengurangi kematian akibat diare hingga 93%, karena co transport
glukosa dan natrium di seluruh lapisan epitel di usus halus mendukung
an dan elektrolit (Munos, Walker, & Black, 2010). Intervensi ini merupakan tindakan untuk mengurangi stimulus, dengan car

esiden juga memberitahu ibu klien untuk tetap berusaha memberikan ASI, terutama pada klien usia bayi, walaupun klien m

bulan yang tidak disusui, kejadian infeksi rotavirus jauh lebih tinggi (82%)
dibandingkan dengan bayi dalam kelompok usia 0-5 bulan (57%) (Dey et
al., 2013).

Pemberian intervensi keperawatan pada kasus kelolaan menggunakan


model adaptasi Roy secara umum mampu dikelola dengan baik karena

Universitas Indonesia
stimulus yang menimbulkan perilaku inefektif sudah diketahui pada saat
pengkajian. Pengelolaan stimulus dengan memberikan intervensi
berdasarkan evidence based practice meningkatkan adaptasi klien terhadap
gangguan keseimbangan cairan. Hambatan dalam aplikasi model adaptasi
Roy dalam intervensi keperawatan secara umum adalah memerlukan
pertimbangan berbagai aspek untuk menentukan intervensi yang tepat.
Intervensi yang tepat memerlukan pengkajian yang lama, dan mendalam

bersama keluarga, dan kolaborasi dengan profesi lain. Pengelolaan gangguan keseimbangan cairan tidak memerlukan wakt

Evaluasi menunjukkan bahwa tidak semua klien mencapai perilaku


adaptif. Ketika perilaku adaptif tidak tercapai maka intervensi yang
dilakukan terkait gangguan keseimbangan cairan adalah memberikan
intervensi yaitu pemberian cairan parenteral dengan tetesan cepat menuju
vena central. Pemberian cairan oral tidak dilakukan karena kondisi klien
tidak memungkinkan untuk diberikan. Ketika loading cairan tidak mampu
mengatasi kondisi syok hipovolemia, maka klien diberikan transfusi PRC.

Universitas Indonesia
Kondisi syok mempengaruhi sirkulasi, dan tanda – tanda vital klien, untuk
mempertahankan tanda – tanda vital klien yang mengalami penurunan,
dilakukan pemberian dopamin, dan dobutamin.

4.2 Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian


Kompetensi
Kompetensi yang didapat residen selama melaksanakan praktik residensi di
ajar. Pengelolaan kasus yang dilakukan selama praktik residensi I meliputi kasus yang terdapat pada neonatus saat di ruang

neonatus dari kondisi sakit ringan sampai berat memberikan pengalaman belajar, dan praktik yang bervariasi bagi residen.

Praktik di ruang bedah anak menjadi sesuatu yang menarik bagi residen,
walaupun residen tidak mengikuti pelaksanaan operasi secara langsung, tetapi

hanya mengelola kasus pada pra, dan pasca operasi. Pencapaian kompetensi
yang diperoleh di ruang bedah anak adalah menerapkan evidence based
practice dalam pemberian asuhan keperawatan. Salah satu pelaksanaannya
adalah pembuatan media audio visual untuk memberikan edukasi pada orang
tua tentang perawatan stoma. Penerapan evidence based practice ini

Universitas Indonesia
mendapat dukungan penuh dari perawat ruangan, serta apresiasi yang baik
dari PPDS, dan dokter bedah konsultan.

Ruangan terakhir pada praktik residensi I yang digunakan oleh residen adalah
ruang rawat infeksi anak. Di ruangan ini kasus yang dikelola sangat beragam,
dan mencakup semua sistem tubuh manusia. Penerapan evidence based
practice di ruang rawat infeksi sudah dilakukan hampir di semua intervensi
keperawatan oleh perawat di ruangan. Kolaborasi dengan dokter, ahli gizi
berjalan dengan sangat baik, sehingga proses perawatan pasien dapat berlangsung dengan lancar.

Pencapaian kompetensi dalam pengelolaan kasus, dan kompetensi prosedural dapat dicapai residen pada praktik residensi

Universitas Indonesia
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Sumber yang paling umum dari peningkatan kehilangan cairan adalah saluran
gastrointestinal dari muntah, diare, atau keduanya (misalnya, gastroenteritis).
Penanganan dehidrasi memerlukan manajemen cairan yang akurat dari
4 jam harus mampu melaksanakan manajemen cairan dengan akurat. Aplikasi teori keperawatan dalam pemberian asuhan

tang hubungan sebab akibat. Pengkajian kedua hal tersebut memudahkan analisis perawat untuk menilai diagnosa keperaw

menjadikan perawat mampu dalam mengelola stimulus dengan cara


mengurangi, menyingkirkan, ataupun menghilangkan stimulus. Evaluasi
menjadi output terhadap asuhan keperawatan yang diberikan, dengan menilai
perilaku yang dicapai klien adaptif atau inefektif.

48 Universitas Indonesia

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


49

Kompetensi sebagai perawat spesialis selama praktik residensi I, dan


residensi II memenuhi pencapaian dalam peran perawat sebagai care giver,
counsellor, educator, client advocate, collaborator, dan change agent.
Melalui penerapan model adaptasi Roy dalam memberikan asuhan
keperawatan menjadi mediator dalam pencapaian peran tersebut. Pengalaman
tidak hanya diperoleh residen dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien, tetapi pengalaman tentang penggunaan alat – alat kesehatan yang
sebelumnya residen belum pernah gunakan dalam merawat klien.

n bersifat komprehensif, dan berkesinambungan. Pada penerapannya perawat harus mempunyai kompetensi dalam menga

uk aplikasi model adaptasi Roy perlu lebih banyak digunakan dalam penelitian keperawatan anak. Diharapkan dengan adan

memerlukan pengkajian mendalam dari perawat. Indikator gangguan cairan, patofisiologi gangguan cairan, dan manajemen

Penerapan asuhan keperawatan komprehensif yang dikombinasikan


dengan penerapan evidence based practice akan meningkatkan mutu
asuhan keperawatan.

Universitas Indonesia

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


DAFTAR REFERENSI

Begum, J.A., Hoque, M.M., Hussain, M., Hasan, M.N.A., & Molla, M.H. (2010).
Impact of electrolyte disturbances in outcome of acute diarrhoea in children.
DS(Child) H J, 26 (1), 36-40.

Bennett, V.J,. & Nayduch, D. (2004). Caring for the adolescent trauma patient in
the adult critical care nursing. Journal of Trauma Nursing, 11(3), 111-116.

kesehatan anak. (A. Samik Wahab, penerjemah). Jakarta: EGC.

lationship between pain experience and Roy adaptation model: Application of theoretical framework. Middle East Journal o

tan: Aplikasi model konseptual ( Yuyun Yuningsih, Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta:EGC.

Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas). 2013.

rzana, F.D.,
in non-breast fed infants attending a large urban diarrheal disease hospital in Bangladesh.

n children.

and blood sugar changes in severely acute malnourished children and its association with diarrhoea and vomiting. Internati

care of children.

Juffrie, M., Soenarto, S.S.Y., Oswari, H., Arief, S., Rosalina, I., & Mulyani, N.S.
(2012). Buku ajar gastroenterologi – hepatologi anak. Jakarta:Badan
Penerbit IDAI.

Lamberti, L.M., Walker, C.L.F., Noiman, A., Victora, C., & Black, R.E. (2011).
Breastfeeding and the risk for diarrhea morbidity and mortality.
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/11/S3/S15 .

50 Universitas Indonesia

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


51

Munos, M.K., Walker, C.L.F., & Black, R.F. (2010). The effect of oral
rehydration solution and recommended home fluids on diarrhoea mortality.
International Journal of Epidemiology, 39, i75–i87.

Potts, N.L., & Mandleco, B.L. (2012). Pediatric nursing: Caring for children
and their families. (3rd ed.). Canada:Delmar.

Sherwood, L. (2011). Fisiologi manusia dari sel ke sistem (Brahm.U.Pendit,


Penerjemah). Edisi 6. Jakarta:EGC.

Silbernagl, S., & Lang, F. (2013). Teks dan atlas berwarna: Patofisiologi.

Tomey, A. M. & Alligood, M. R. (2010). Nursing theorist and their work.


y Elsevier.

re, R., Jaser, S., Guo., J., & Grey, M. (2010). A conceptual model of childhood adaptation to type 1 diabetes. Nurs Outlook, 5

R. (2009). Buku saku diagnosis keperawatan (Esty Wahyuningsih, Penerjemah). Jakarta:EGC.

., Willson, D., Winkelstein, M., & Schwartz, P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik (Agus Sutarna, Eni Juniarti & H.Y Kun

Universitas Indonesia

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


Lampiran 1

UNIVERSITAS INDONESIA

YEK INOVASI PENGGUNAAN PENGHANGAT KERING UNTUK MEMUDAHKAN PEMASANGAN AKSES VENA
RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

DESAK PUTU KRISTIAN PURNAMIASIH 1106122386

PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDO NESIA
GANJIL, 2013 / 2014

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Tema Proyek


Menggunakan penghangat kering untuk memudahkan akses vena perifer pada
anak berdasarkan Evidence Based Nursing di ruang rawat infeksi RSCM.

1.2 Latar Belakang


Pemasangan akses vena merupakan prosedur medis invasif yang paling umum
dilakukan pada pasien di rumah sakit. Pemasangan akses vena dilakukan dengan
tujuan untuk memberikan cairan intravena, pemberian obat – obatan intravena,
dan pemberian transfusi darah. Teknik yang bertujuan untuk meningkatkan
keberhasilan saat melakukan insersi intravena sangat penting bagi petigas
kesehatan. Setiap usaha yang gagal pada insersi intravena dapat meningkatkan
ketidaknyamanan pasien, menunda terapi yang diperlukan, mengakibatkan stres
pada petugas kesehatan saat melakukan prosedur, bahkan menimbulkan
hubungan yang tidak baik antara pasien dengan petugas kesehatan (Roberge,
2004).

Pemasangan akses vena perifer pada anak memerlukan ketrampilan, dan tehnik
yang tepat bagi petugas kesehatan. Suatu penelitian menyebutkan bahwa untuk
mencapai akses vena pada anak membutuhkan waktu lebih dari setengah jam.
Faktor – faktor yang menyebabkan kegagalan insersi vena pada anak adalah
faktor dari pasien sendiri, penyakit yang dialami, dan pengobatan yang sedang
dijalani. Kondisi vena yang rapuh terdapat pada usia anak yang kurang dari 3
tahun, sehingga dapat menimbulkan resiko pecahnya vena pada saat penusukan
dengan jarum. Berat badan anak yang kurang atau melebihi nomal
mempengaruhi visibilitas vena, karena ukurannya yang kecil. Kecemasan, takut
nyeri, dan kondisi emosional anak menyebabkan vasokonstriksi vena, dan
kemampuan klien untuk bekerjasama selama prosedur (Negri, Avelar, Andreoni,
Pedreira, 2012).

Penanganan permasalahan kesulitan insersi intravena memerlukan tindak lanjut


penelitian untuk mencoba metode yang tepat untuk memudahkan prosedur.

1
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
2

Beberapa metode yang digunakan pada saat pemasangan akses intravena adalah
penghangatan lokal, tehnik transiluminasi, penggunaan nitrogliserin pada
epidermis, penggunaan akses vena sentral. Penghangatan lokal melebarkan vena
dan mengurangi vasokonstriksi adrenergik. Pada tehnik ini, tangan atau lengan
bawah dapat dihangatkan dengan membungkusnya dalam handuk yang dibasahi
dengan air hangat atau merendam dalam air hangat. Penelitian yang dilakukan
oleh Lenhard (2002) menilai efek dari prosedur ini dalam memfasilitasi
penyisipan kanula vena, hasilnya menunjukkan bahwa penghangatan lokal dapat
mengurangi waktu dan jumlah usaha yang diperlukan pada saat pemasangan
akses vena. Menemukan akses vena pada bayi seringkali sulit, bayi mengalami
dehidrasi, obesitas atau ketika pembuluh darah sering diakses, sehingga tidak
ada lagi area yang bisa digunakan. Teknik transilluminasi telah digunakan untuk
memfasilitasi tusukan arteri, dan vena. Penggunaan salep yang mengandung
nitrogliserin telah digunakan untuk menghasilkan vasodilatasi kulit lokal.
Penelitian menunjukkan peningkatan diameter pembuluh darah, dan tingkat
keberhasilan yang lebih baik untuk insersi vena. Pemasangan akses vena sentral
memungkinkan masukan cairan dalam volume besar dalam waktu yang singkat
dan pada osmolaritas tinggi untuk rehidrasi, penggantian volume, kemoterapi
dan nutrisi parenteral. Selain itu, memungkinkan pemantauan hemodinamik, dan
administrasi yang cepat dari obat-obatan (Haas, 2004).

RSCM merupakan rumah sakit rujukan nasional, dimana anak – anak yang
dirawat di ruang infeksi anak sebagian besar mengalami penyakit infeksi akibat
komplikasi dari satu penyakit tertentu. Berbagai macam tindakan invasif dapat
dijalani oleh anak- anak tersebut, salah satunya adalah pemasangan akses vena.
Hampir 100% anak yang dirawat di ruang infeksi anak RSCM mendapat
tindakan pemasangan akses vena.

Ketrampilan dalam pemasangan akses vena di ruang rawat infeksi anak RSCM
tentu tidak diragukan lagi. Tetapi kegagalan dalam pemasangan akses vena
sering terjadi karena beberapa hal, yaitu anak kurang kooperatif, anak malnutrisi,
dan dehidrasi sehingga vena sulit untuk dilihat dan dipalpasi. Cara yang
dilakukan perawat di ruang infeksi untuk memudahkan pemasangan akses vena
adalah menggunakan tourniquet sehingga vena lebih mudah dilihat. Bila cara

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


tersebut akhirnya tetap gagal dilakukan, maka dilakukan kolaborasi pemasangan
akses vena sentral.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menerapkan metode


menggunakan penghangat kering untuk memudahkan tindakan pemasangan
akses vena pada anak selama prosedur di ruang infeksi RSCM.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Menerapkan intervensi penggunaan penghangat kering untuk memudahkan
pemasangan akses vena berdasarkan Evidence Based Nursing.
2. Tujuan Khusus
a. Menerapkan intervensi menggunakan penghangat kering pada area yang
akan dilakukan pemasangan akses vena.
b. Memantau efek penghangat kering terhadap kemudahan dalam melihat
dan palpasi vena selama prosedur.

1.4 Manfaat
1. Rumah Sakit
Sebagai upaya pelaksanaan asuhan keperawatan yang bersifat atraumatic
care bagi anak di RSCM.
2. Perawat
Memudahkan perawat untuk melakukan tindakan pemasangan akses vena.
3. Pasien
Mengurangi resiko kegagalan prosedur bagi pasien, sehingga pasien dapat
bersikap kooperatif untuk tindakan – tindakan invasif lainnya.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Penghangat Kering


Penempatan penghangat pada kulit akan meningkatkan respon pemanasan.
Aliran darah kulit, biasanya 5% sampai 10% dari cardiac output, bisa meningkat
menjadi 50% sampai 70% selama periode penghangatan. Peningkatan aliran
darah kulit disebabkan oleh peningkatan aktivitas vasokonstriktor dan
vasodilator simpatis. Pemberian kompres hangat lembab atau kering pada tangan
(sebelumnya air dipanaskan sampai 52°C) selama 2 menit sebelum tindakan
membuat suhu kulit menjadi 39°C – 42°C, dan menginduksi vasodilatasi optimal
(Roberge, 2004).

Ketika pemberian penghangat lokal diterapkan pada kulit, nociceptors memulai


akson – akson yang menyebabkan peningkatan aliran darah kulit. Selain itu,
mekanisme respon aliran darah kulit berhubungan dengan kadar air kulit.
Pengeringan kulit menyebabkan peningkatan osmolaritas dalam ruang interstitial
dan ruang intraseluler dalam lapisan dermal . Jika sel-sel endotel yang
mengelilingi sel-sel otot mengalami dehidrasi, peningkatan osmolaritas dapat
menghambat aktivitas reseptor thermo endotel dan menumpulkan respon aliran
darah. Jika saluran ion terhidrasi dengan baik, kalsium mungkin bergerak lebih
mudah dan karena itu respon aliran darah lebih besar, dan akan terlihat pada
pembuluh darah di kulit. Ini berarti untuk meningkatkan aliran darah kulit,
kompres hangat merupakan cara yang lebih efektif dalam meningkatkan aliran
darah kulit, (Petrofsky, et al, 2009).

2.2 Pemasangan Akses Vena


Akses vena perifer biasanya diperlukan untuk terapi cairan atau obat pada anak-
anak dirawat di rumah sakit. Tempat pemasangan akses vena dipilih berdasarkan
kemudahan, kenyamanan, dan jenis cairan yang dimasukkan. Pada kondisi
tertentu mungkin diperlukan pemasangan akses vena sentral. Untuk vena – vena
ekstremitas , hal terbaik yang harus dilakukan adalah memilih area vena paling
distal, dan menghindari tangan dominan anak (Wong, 2009).

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


5

Gambar berikut merupakan lokasi pemasangan akses vena pada ekstremitas


yang umum digunakan pada anak:

2.3 Penyebab Kegagalan Pemasangan Akses Vena


Akses vena perifer pada bayi dan remaja sulit karena pembuluh darah kecil.
Alasan paling umum untuk kegagalan di pemasangan akses vena adalah
hematoma pada pasien. Untuk mencegah komplikasi, posisi tourniquet harus
berada pada bagian distal dengan maksud untuk mengurangi tekanan
intravascular. Usia, jenis kelamin dan warna kulit menunjukkan kontribusi pada
kegagalan insersi intravena. Usia menghambat perolehan akses vena, hal ini
dibuktikan bahwa anak-anak yang kekurangan gizi beresiko untuk gagal saat
dilakukan insersi intravena. Kerapuhan kapiler dan penurunan turgor jaringan
salah satu alasan yang menyebabkan kegagalan dalam insersi intra vena pada
anak kurang gizi. Dalam praktek sehari-hari, insersi pada anak-anak di rentang
usia bayi, di mana proporsi lemak tubuh relatif lebih tinggi dibandingkan
rentang usia lainnya, secara luas dipandang sebagai kesulitan terbesar
pemasangan akses vena. Penelitian yang dilakukan oleh ahli anestesi dengan
tujuan menunjukkan hubungan antara indeks massa tubuh dan fasilitas akses
menunjukkan bahwa anak-anak obesitas mempunyai probabilitas yang lebih
tinggi gagal dalam pemasangan akses vena bila dibandingkan untuk anak-anak
yang kurus (Negri, Avelar, Andreoni, & Pedreira, 2012).

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


BAB 3
PROFIL RSCM DAN ANALISIS MASALAH

3.1 Profil RSCM


1. Visi
Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan Nasional terkemuka di
Asia Pasifik tahun 2014.
2. Misi
a. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
b. Menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan.
c. Tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang Dinamis dan
Akuntabel.
3. Komitmen
Kesehatan dan kepuasana pelanggan adalah Komitmen kami
Senantiasa memberikan pelayanan paripurna yang prima untuk
meningkatkan kepuasan dan menumbuhkan kepercayaan pasien sebagai
pelanggan utama kami.
4. Values (Nilai Utama)
a. Pasien adalah pelanggan yang utama
b. Good corporate culture
5. Motto
R=Respek
S=Sigap
C=Cermat
M=Mulia

3.2 Analisis SWOT


STRENGTH WEAKNESS
a. Asuhan keperawatan di ruang rawat a. Kemungkinan bahwa anak pada
infeksi anak RSCM sudah usia tertentu, tidak kooperatif
menerapkan evidence based selama penghangat kering
nursing. diberikan

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


7

STRENGTH WEAKNESS

b. Hampir semua perawat di ruang


infeksi terampil dalam melakukan
pemasangan akses vena.
OPPORTUNITY THREAT
a. RSCM merupakan rumah sakit a. Masyarakat lebih kritis dalam
pendidikan dan pusat rujukan menanggapi asuhan
nasional. keperawatan yang diterima.
b. RSCM sudah melaksanakan a. Undang – undang yang
evidence based nursing dalam mengatur tanggung jawab dan
menerapkan asuhan keperawatan tanggung gugat tenaga
kesehatan.
c. RSCM mempunyai komitmen b. Kulit yang tipis dan rapuh
untuk memberikan pelayanan beresiko untuk rusak bila
paripurna untuk meningkatkan dilakukan pemberian
kepuasan pasien sebagai pelanggan. penghangat kering.
d. Hampir 100% anak yang menjalani
perawatan di ruang infeksi anak
RSCM mendapat tindakan
pemasangan akses vena

3.3 Strategi Penyelesaian Masalah


1. Tahap Persiapan
a. Pembuatan pertanyaan berdasarkan model PICO:
Population : Pasien anak
Intervention : Penghangat kering
Comparison : Penggunaan tourniquet
Outcome : Penghangat kering dan tourniquet efektif
memudahkan pemasangan akses vena.
Pertanyaan masalah : Apakah dengan penambahan penggunaan
penghangat kering lebih memudahkan
pemasangan akses vena ?
b. Searching jurnal penelitian, khususnya jurnal penelitian yang
menggunakan metode RCT dan systematic review.
Kata kunci:
“ Warm application and venous cannulation”
c. Analisa jurnal.
d. Membuat kerangka acuan proyek inovasi.
e. Melakukan konsultasi dengan supervisor serta pihak manajemen gedung
A RSCM.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


f. Melakukan koordinasi dengan supervisor, kepala ruangan, dan perawat
primer ruang infeksi anak RSCM.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Presentasi proposal dan sosialisasi penggunaan penghangat kering untuk
memudahkan pemasangan akses vena.
b. Menerapkan penggunaan penghangat kering pada prosedur pemasangan
akses vena.
3. Tahap Evaluasi
a. Evaluasi proses
Menunjuk 1 orang perawat ruang infeksi RSCM sebagai penanggung
jawab pelaksanaan penggunaan penghangat kering pada pemasangan
akses vena.
b. Evaluasi hasil
Mengevaluasi tingkat kesulitan pemasangan akses vena menggunakan
vein scores di ruang infeksi anak RSCM.

3.4 Planning of Action (PoA)


NOKEGIATAN WAKTU PJ PRODUK
1. Persiapan 17 Februari – 7 PICO, jurnal
Maret 2014 penelitian

2. Pembuatan dan 10 – 21 Maret Proposal


konsultasi 2014 EBN
proposal
3. Presentasi 10 – 21 Maret Mahasiswa, Presentasi
proposal dan 2014 kepala ruangan, poposal
sosialisasi supervisor gedung
A lantai I
4. Persiapan 17 – 21 Maret Mahasiswa dan
implementasi 2014 perawat primer
5. Implementasi 17 Maret – 25 Mahasiswa,
April 2014 perawat primer,
perawat associate,
dan keluarga
pasien
6. Evaluasi 17 Maret – 25 Mahasiswa dan Hasil
proses April 2014 keluarga dokumentasi
7. Evaluasi hasil 28 April – 2 Mei Mahasiswa Laporan
2014 pelaksanaan
EBN
BAB 4
PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan
Pelaksanaan proyek inovasi dilakukan di lantai 1 gedung A ruang rawat infeksi
dan non infeksi anak dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Persiapan proyek inovasi dimulai dengan presentasi proposal di ruang Panel
lantai 5 Departemen Anak pada tanggal 14 Maret 2014 Pk 13.00 – 16.30
WIB. Presentasi dihadiri oleh kepala bidang keperawatan, kepala ruang
Perinatologi, perwakilan perawat gedung A, kepala ruang lantai 1 gedung A,
perawat primer, perawat asosiet, dan mahasiswa. Presentasi dilakukan oleh 9
mahasiswa, 5 mahasiswa pertama melaksanakan presentasi dilanjutkan
dengan diskusi dan tanya jawab, dilanjutkan dengan 4 mahasiswa dengan
kegiatan yang sama. Pada presentasi dan diskusi proposal proyek inovasi
didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Supervisor ruangan, kepala ruang lantai 1, perawat primer memberikan
persetujuan tentang pelaksanaan penggunaaan penghangat kering di
ruang rawat infeksi anak RSCM.
b. Rencana sosialisasi penggunaan penghangat kering pada pemasangan
akses vena pada perawat primer dan perawat asosiet di ruang rawat
infeksi anak.
c. Rencana pelaksanaan penggunaan penghangat kering pada pemasangan
akses vena pada pasien di ruang rawat infeksi anak RSCM.
2. Pelaksanaan Proyek Inovasi
Pelaksanaan proyek inovasi penggunaan penghangat kering dimulai dari
tanggal 18 Maret – 19 April 2014 dengan tahapan kegiatan sebagai berikut:
a. Sosialisasi
Sosialisasi dilaksanakan tanggal 18 – 20 Maret 2014 pada perawat
primer dan perawat asosiet di ruang rawat infeksi. Sosialisasi kembali
dilakukan pada perawat primer dan perawat asosiet di ruang rawat non
infeksi pada tanggal 7 – 8 April 2014.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


10

b. Pelaksanaan penggunaan penghangat kering


Penggunaan penghangat kering sebelum pemasangan akses vena pada
pasien anak di ruang rawat infeksi dilaksanakan pada tanggal 21 Maret –
19 April 2014. Penggunaan penghangat kering juga dilakukan di ruang
rawat non infeksi pada tanggal 9 – 19 April 2014. Tahap – tahap
pelaksanaan sebagai berikut:
1) Mencuci tangan.
2) Menyiapkan WWZ (Warm Water Zak), termometer air, air dengan
suhu 52°C.
3) Mengisi WWZ dengan air yang sudah diukur suhunya 52°C.
4) Mencuci tangan.
5) Memberitahu keluarga dan anak tentang penggunaan penghangat
sebelum pemasangan akses vena.
6) Memasang tourniquet pada area yang akan dipasang akses vena, dan
menilai kondisi vena dengan vein scores.
7) Melepas tourniquet, dan meletakkan penghangat kering (WWZ yang
sudah diisi air 52°C) pada area yang akan dipasang akses vena
selama 7 menit.
8) Setelah 7 menit, penghangat kering diambil, dan tourniquet dipasang
serta kondisi vena dinilai dengan vein scores, dilanjutkan dengan
pemasangan akses vena sesuai protap.
9) Mencuci tangan, dan WWZ dibersihkan dengan sabun dan air lalu
dikeringkan.
10) Mendokumentasikan hasil pada lembar observasi.
3. Hasil pelaksanaan
Pelaksanaan proyek inovasi di ruang rawat infeksi dan non infeksi anak
RSCM pada tanggal 21 Maret – 19 April 2014 pada 6 pasien anak
didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Terdapat 1 pasien anak usia 14 bulan dengan vein scores awal 1, setelah
diberi penghangat kering vein scores tetap 1.
b. Terdapat 2 pasien anak usia 3 tahun, dan 14 tahun dengan vein scores
awal 2, setelah diberi penghangat kering vein scores tetap 2.
c. Terdapat 2 pasien anak usia 14 tahun, dan 15 tahun dengan vein scores
awal 3, dan setelah diberi penghangat kering vein scores menjadi 4.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


d. Terdapat 1 pasien anak usia 10 tahun dengan vein scores awal 2, dan
setelah diberi penghangat kering vein scores menjadi 3.
4. Kendala Pelaksanaan Proyek Inovasi
Pasien yang dirawat di ruang rawat infeksi anak lebih banyak usia toddler
dan bayi. Pasien pada usia tersebut kurang kooperatif, karena aktif bergerak,
sehingga proyek inovasi dilanjutkan dengan pasien anak di ruang non infeksi
yang terdiri dari anak usia sekolah dan remaja.
5. Faktor Pendukung Pelaksanaan Proyek Inovasi
Pasien usia sekolah, dan remaja sangat kooperatif dengan penggunaan
penghangat kering sebelum pemasangan akses vena. Keluarga juga dapat
menerima penggunaan penghangat kering pada anaknya. Perawat di ruangan
juga memberikan respon yang baik serta melaksanakan proyek inovasi ini di
ruangan. Sarana prasarana di ruangan juga mendukung pada penggunaan
penghangat kering ini, khususnya air hangat yang memang sudah tersedia di
ruangan.
6. Evaluasi
a. Evaluasi Proses
Pelaksanaan proyek inovasi yang pada awalnya hanya direncanakan di
ruang infeksi, akhirnya dilaksanakan juga di ruang non infeksi. Usia
pasien di ruang rawat infeksi yang kebanyakan bayi dan toddler kurang
kooperatif pada pelaksanaan, selain itu kulit bayi yang tipis beresiko bila
diberikan penghangat kering. Pada pasien usia sekolah, dan remaja
sangat kooperatif saat diberikan penghangat kering.
b. Evaluasi Hasil
Pelaksanaan proyek inovasi penggunaan penghangat kering sebelum
pemasangan akses vena di ruang rawat infeksi, dan non infeksi lantai 1
RSCM menunjukkan bahwa penghangat kering mampu meningkatkan
vein scores, terutama pada pasien anak usia sekolah, dan remaja.

4.2 Pembahasan
Pemasangan akses vena dilakukan dengan tujuan untuk memberikan cairan
intravena, pemberian obat – obatan intravena, dan pemberian transfusi darah.
Tempat pemasangan akses vena dipilih berdasarkan kemudahan, kenyamanan,
dan jenis cairan yang dimasukkan. Pada kondisi tertentu mungkin diperlukan
pemasangan akses vena sentral. Untuk vena – vena ekstremitas , hal terbaik yang
harus dilakukan adalah memilih area vena paling distal, dan menghindari tangan
dominan anak. Pemasangan akses vena pada pasien – pasien yang dirawat di
ruang infeksi, dan non infeksi lebih banyak pada vena ekstremitas atas. Vena
pada ekstremitas yang biasa digunakan sebagai area pemasangan akses vena
adalah vena sefalika, vena basilika, vena dorsalis, vena safena besar, vena
marginalis medialis, arkus vena dorsalis (Wong, 2009).

Pemasangan akses vena perifer pada anak memerlukan ketrampilan, dan tehnik
yang tepat bagi petugas kesehatan. Suatu penelitian menyebutkan bahwa untuk
mencapai akses vena pada anak membutuhkan waktu lebih dari setengah jam.
Faktor – faktor yang menyebabkan kegagalan insersi vena pada anak adalah
faktor dari pasien sendiri, penyakit yang dialami, dan pengobatan yang sedang
dijalani. Kerapuhan kapiler dan penurunan turgor jaringan salah satu alasan yang
menyebabkan kegagalan dalam insersi intra vena pada anak kurang gizi. Kondisi
vena yang rapuh terdapat pada usia anak yang kurang dari 3 tahun, sehingga
dapat menimbulkan resiko pecahnya vena pada saat penusukan dengan jarum.
Berat badan anak yang kurang atau melebihi nomal mempengaruhi visibilitas
vena, karena ukurannya yang kecil. Kecemasan, takut nyeri, dan kondisi
emosional anak menyebabkan vasokonstriksi vena, dan kemampuan klien untuk
bekerjasama selama prosedur (Negri, Avelar, Andreoni, Pedreira, 2012).

Pada pelaksanaan proyek inovasi penggunaan penghangat sebelum pemasangan


akses vena beberapa faktor yang mempengaruhi visibilitas vena adalah usia
anak, serta kondisi penyakit. Pada usia bayi dan toddler kondisi vena sangat
tipis, bahkan tidak terlihat. Pada anak usia sekolah, dan remaja vena lebih
terlihat, tetapi penyakit menyebabkan kondisi dehidrasi/kurang nutrisi membuat
penurunan turgor jaringan dan kerapuhan kapiler.

Teknik yang bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan saat melakukan insersi


intravena sangat penting bagi petugas kesehatan. Penanganan permasalahan
kesulitan insersi intravena memerlukan tindak lanjut yang tepat untuk
memudahkan prosedur. Beberapa metode yang digunakan pada saat pemasangan
akses intravena adalah penghangatan lokal, tehnik transiluminasi, penggunaan
nitrogliserin pada epidermis, penggunaan akses vena sentral. (Roberge, 2004).

Pada penelitian tentang penghangat lokal dan pemasangan akses vena perifer
yang dilakukan oleh Lenhardt, Kimberger, Stoiser, & Sessler (2002) digunakan
penghangat yang dihangatkan sampai 52°C dan yang tidak dihangatkan sampai
52°C. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penghangat efektif meningkatkan
ukuran vena. Pada penelitian tentang dampak penghangat kering dan lembab
pada pemasangan akses vena pasien hemato-onkologi yang dilakukan oleh Fink,
et al (2009) digunakan dengan menggunakan desain two group randomized
controlled clinical design. Pada penelitian ini didapatkan bahwa penghangat
kering meningkatkan vein scores dibandingkan penghangat lembab

Penempatan penghangat pada kulit akan meningkatkan respon pemanasan.


Aliran darah kulit, biasanya 5% sampai 10% dari cardiac output, bisa meningkat
menjadi 50% sampai 70% selama periode penghangatan. Peningkatan aliran
darah kulit disebabkan oleh peningkatan aktivitas vasokonstriktor dan
vasodilator simpatis. Pemberian kompres hangat lembab atau kering pada tangan
(sebelumnya air dipanaskan sampai 52°C) menginduksi vasodilatasi optimal
(Roberge, 2004). Ketika pemberian penghangat lokal diterapkan pada kulit,
nociceptors memulai akson – akson yang menyebabkan peningkatan aliran darah
kulit. Selain itu, mekanisme respon aliran darah kulit berhubungan dengan kadar
air kulit. Pengeringan kulit menyebabkan peningkatan osmolaritas dalam ruang
interstitial dan ruang intraseluler dalam lapisan dermal . Jika sel-sel endotel yang
mengelilingi sel-sel otot mengalami dehidrasi, peningkatan osmolaritas dapat
menghambat aktivitas reseptor thermo endotel dan menumpulkan respon aliran
darah. Jika saluran ion terhidrasi dengan baik, kalsium mungkin bergerak lebih
mudah dan karena itu respon aliran darah lebih besar, dan akan terlihat pada
pembuluh darah di kulit (Petrofsky, et al, 2009).

Pada pelaksanaan proyek inovasi, penggunaan penghangat pada pasien usia bayi
dan toddler kurang maksimal untuk dilakukan karena anak bergerak aktif,
bahkan cenderung tidak tenang. Pada anak usia sekolah, dan remaja efektif
diberikan karena anak pada usia tersebut sangat kooperatif, walaupun ada juga
anak yang mengalami dehidrasi. Pada anak yang mengalami dehidrasi, respon
aliran darah terganggu, dan akhirnya mempengaruhi visibilitas vena sehingga
pemberian penghangat tidak meningkatkan vein scores.

Manfaat yang didapat pada penggunaan penghangat kering, dan tourniquet


adalah penghangat kering membuat vasodilatasi pembuluh darah, dan
meningkatkan vein scores, kombinasi penggunaan tourniquet dan penghangat
kering meningkatkan vein scores. Penggunaan penghangat kering pada anak usia
toddler kurang maksimal, karena anak bergerak aktif, dan cenderung tidak
tenang, sedangkan pada anak yang mengalami dehidrasi, penggunaan
penghangat tidak meningkatkan vein scores.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Jurnal yang digunakan sebagai dasar pada proyek inovasi ini adalah jurnal
penelitian dengan menggunakan desain single blind randomized controlled
trial, dan two group randomized controlled clinical design tentang
keefektifan penghangat kering dalam meningkatkan visibilitas vena.
2. Pelaksanaan proyek inovasi di ruang rawat infeksi dan non infeksi anak
RSCM pada tanggal 21 Maret – 19 April 2014 pada 6 pasien anak
didapatkan hasil 1 pasien anak usia 14 bulan dengan vein scores awal 1,
setelah diberi penghangat kering vein scores tetap 1, terdapat 2 pasien anak
usia 3 tahun, dan 14 tahun dengan vein scores awal 2, setelah diberi
penghangat kering vein scores tetap 2, terdapat 2 pasien anak usia 14 tahun,
dan 15 tahun dengan vein scores awal 3, dan setelah diberi penghangat
kering vein scores menjadi 4, terdapat 1 pasien anak usia 10 tahun dengan
vein scores awal 2, dan setelah diberi penghangat kering vein scores menjadi
3.
3. Kendala pada pelaksanaan proyek inovasi adalah pasien yang dirawat di
ruang rawat infeksi anak lebih banyak usia toddler dan bayi. Pasien pada usia
tersebut kurang kooperatif, karena aktif bergerak, sehingga proyek inovasi
dilanjutkan dengan pasien anak di ruang non infeksi yang terdiri dari anak
usia sekolah dan remaja.
4. Pelaksanaan proyek inovasi didukung oleh pasien usia sekolah, dan remaja
sangat kooperatif dengan penggunaan penghangat kering sebelum
pemasangan akses vena. Keluarga juga dapat menerima penggunaan
penghangat kering pada anaknya. Perawat di ruangan juga memberikan
respon yang baik serta melaksanakan proyek inovasi ini di ruangan. Sarana
prasarana di ruangan juga mendukung pada penggunaan penghangat kering
ini, khususnya air hangat yang memang sudah tersedia di ruangan.
5. Pada pelaksanaan proyek inovasi, penggunaan penghangat pada pasien usia
bayi dan toddler kurang maksimal untuk dilakukan karena anak bergerak
aktif, bahkan cenderung tidak tenang. Pada anak yang mengalami dehidrasi,

15
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
16

respon aliran darah terganggu, dan akhirnya mempengaruhi visibilitas vena


sehingga pemberian penghangat tidak meningkatkan vein scores.

5.2 Saran
1. Pelayanan Asuhan Keperawatan
Metode untuk memudahkan pemasangan akses vena dengan penggunaan
penghangat kering digabungkan dengan penggunaan tourniquet perlu
diperkenalkan kepada seluruh perawat ruang anak lantai 1 gedung A RSCM.
2. Penelitian Keperawatan
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan tentang keefektifan penggunaan
penghangat kering pada anak usia tertentu dengan kesamaan jenis diagnosa
medis/penyakit yang dialami.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


DAFTAR REFERENSI

Crowley, M, et al. (2011). Clinical practice guideline: difficult intravenous access.


Emergency Nurses Association.

Fink, R.M, et al. (2009). The impact of dry versus moist heat on peripheral IV
catheter insertion in a hematology-oncology outpatient population. Oncology
Nursing Forum, 36(4), 199-204.

Haas, N.A. (2004). Clinical review: Vascular access for fluid infusion in children.
Critical Care, 8(6), 478-484.

Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Essentials of pediatric nursing. Mosby


Elsevier.

James, S. R., Nelson, K. A., & Ashwill, J. W. (2013). Nursing care of children.
Fourth Edition. Missouri: Elsevier.

Kaur, M., Kaur, S., & Patel, F.D. (2011). Effect of 'Moist Heat Therapy' on the
visibility and palpability of peripheral veins before peripheral venous
cannulation of patients undergoing chemotherapy. Nursing and Midwifery
Research Journal, 7(3), 99-105.

Kuensting, L.L., DeBoer, S., Holleran, R., Shultz, B.L., Steinmann, R.A., & Venella,
J. (2009). Difficult venous access in children: taking control. Journal of
Emergency Nursing, 35(5), 419-424.

Lenhardt, R., Seybold, T., Kimberger, O., Stoiser, B., & Sessler, D.I. (2002). Local
warming and insertion of peripheral venous cannulas: single blinded
prospective randomised controlled trial and single blinded randomised
crossover trial. BMJ, 325, 1-4.

Negri, D.C., Avelar, A.F.M., Andreoni, S., & Pedreira, M.G. Predisposing factors for
peripheral intravenous puncture failure in children. Rev.Latino-Am.
Enfermagem, 20(6), 1-9.

Petrofsky, J, et al. (2009). Does skin moisture influence the blood flow response to
local heat ? A re-evaluation of the Pennes model. Journal of Medical
Engineering & Technology, 33(7), 532-537.

Rauch, D., Dowd, D., Eldridge, D., Mace., Schears, C., & Yen, K. Peripheral
difficult venous access in children. Clinical Pediatrics, 48(9), 895-901.

Wong, L. D. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik (Agus Sutarna, Eni Juniarti &
H.Y Kuncara, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Lampiran 2

UNIVERSITAS INDONESIA

KONTRAK BELAJAR
MATA AJAR RESIDENSI KEPERAWATAN ANAK I

DESAK PUTU KRISTIAN PURNAMIASIH


1106122386

PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
SEPTEMBER 2013

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


NO TUJUAN PEMBELAJARAN KEGIATAN METODE TEMPAT/WAKTU
1 Mahasiswa mampu memberikan Praktik Ruang Perina
asuhan keperawatan pada neonatus RSCM/16
dengan kasus – kasus sebagai September – 13
berikut: Oktober 2013
a. Masalah respirasi 1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada
neonatus dengan cara:
a. Anamnesa tentang riwayat kesehatan
keluarga, riwayat kehamilan, riwayat
persalinan, riwayat alergi, dan riwayat obat –
obatan yang pernah diterima.
b. Pemeriksaan fisik pada neonatus meliputi
pemeriksaan hidung, dada (paru – paru).
c. Melihat hasil pemeriksaan penunjang yang
sudah dilakukan: foto thorax, BGA.
2. Menentukan diagnosa keperawatan berdasarkan
hasil analisa data.
3. Menentukan rencana asuhan keperawatan
berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan
yang telah ditentukan, meliputi:
a. Berikan bantuan hemodinamik dasar.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


b. Lakukan tindakan resusitasi neonatus pada
kondisi kegawatan..
c. Lakukan monitoring kondisi pernapasan:
frekuensi napas, suara paru – paru, saturasi
oksigen, warna kulit, hasil pemeriksaan lab
BGA.
d. Lakukan metode PMK.
e. Lakukan tindakan kolaborasi dalam
pemberian obat – obatan dan alat bantu
pernapasan jika diperlukan.
4. Melaksanakan tindakan
keperawatan/implementasi.
5. Mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan.
6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan
serta kejadian yang dialami selama
memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.

b. Masalah termoregulasi 1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian


meliputi:
a. Anamnesa tentang riwayat persalinan

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


b. Pemeriksaan fisik: pemeriksaan suhu tubuh
menggunakan termometer
2. Menentukan diagnosa keperawatan
berdasarkan hasil analisa data.
3. Menentukan rencana asuhan keperawatan
berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan
yang telah ditentukan, meliputi:
a. Ciptakan lingkungan yang hangat.
b. Lakukan metode PMK untuk menstabilkan
kondisi suhu tubuh bayi.
c. Bila bayi terdapat kontraindikasi untuk
pelaksanaan PMK, gunakan inkubator
untuk mestabilkan suhu tubuh bayi.
d. Lakukan monitoring suhu tubuh (suhu
normal 36,5°C – 37,5°C).
e. Berikan pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang perawatan dengan metode
PMK, bimbingan pemberian ASI bagi ibu.
4. Implementasi keperawatan.
5. Mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan.
6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


serta kejadian yang dialami selama
memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.

c. Masalah infeksi 1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian


meliputi:
a. Anamnesa tentang riwayat kehamilan, dan
riwayat persalinan.
b. Pemeriksaan fisik, meliputi: pemeriksaan
fisik secara umum, pemeriksaan fungsi
pernapasan, pemeriksaan kardiovaskuler,
pemeriksaan sistem gastrointestinal,
pemeriksaan fisik genitourinaria,
neurologis – muskuloskeletal, pemeriksaan
suhu tubuh, pemeriksaan kulit.
c. Pengkajian tentang hasil lab darah, urine,
termasuk hasil lab ibu.
2. Menentukan diagnosa keperawatan
berdasarkan hasil analisa data.
3. Menentukan rencana asuhan keperawatan
berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


yang telah ditentukan, meliputi:
a. Minimalkan pemajanan pada
mikroorgansisme infektif dengan cara
mencuci tangan sebelum dan setelah
merawat bayi, serta menggunakan alat –
alat pelindung (masker, sarung tangan,
penutup rambut).
b. Instruksikan orang tua untuk melaksanakan
prosedur kontrol infeksi.
c. Pastikan bahwa semua alat yang kontak
dengan bayi sudah bersih dan steril.
d. Tempatkan bayi di ruang isolasi bila sudah
teridentifikasi mengalami infeksi (sesuai
kebijakan institusi).
e. Monitor TTV.
f. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
g. Pastikan asepsis ketat pada terapi IV,
pemasangan kateter arteri/intravena, pungsi
lumbal.
4. Implementasi keperawatan.
5. Mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan
serta kejadian yang dialami selama
memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.

d. Gangguan metabolisme 1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian


meliputi:
a. Anamnesa tentang riwayat persalinan.
b. Observasi adanya manifestasi klinis untuk
tanda hipoglikemia, antara lain: rewel,
tremor, menangis lemah/nada tinggi,
koma, apnea, berkeringat.
Observasi adanya manifestasi klinis untuk
tanda hipokalsemia, antara lain: rewel,
apnea, sianotik, edema, menangis nada
tinggi, distensi abdomen, tremor, kejang.
c. Pengkajian tentang hasil lab darah:
hipoglikemia (bila glukosa plasma < 50
mg/dl), hipokalsemia (bila kalsium serum
< 7 mg/dl).
2. Menentukan diagnosa keperawatan

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


berdasarkan hasil analisa data.
3. Menentukan rencana asuhan keperawatan
berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan
yang telah ditentukan, meliputi:
a. Kolaborasi dalam pemberian glukosa
intravena, dan glukonat kalsium secara
oral atau intravena.
b. Anjurkan ibu untuk meningkatkan
frekuensi menyusui.
c. Kurangi faktor lingkungan yang menjadi
faktor resiko hipoglikemia (stress dingin,
gawat napas).
d. Observasi adanya tanda – tanda
hiperglikemia setelah pemberian glukosa
intravena, dan tanda – tanda hiperglikemia
setelah pemberian glukonat kalsium.
e. Manipulasi lingkungan untuk mengurangi
rangsang yang dapat mencetuskan kejang,
dan tremor.
4. Implementasi keperawatan.
5. Mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan
serta kejadian yang dialami selama
memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.

e. Kelainan kongenital 1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian


meliputi:
a. Anamnesa tentang riwayat kehamilan ibu.
b. Pemeriksaan fisik terkait kelainan
kongenital yang dialami, misalnya: ASD,
VSD (pemeriksaan fisik jantung),
hirschsprung (pemeriksaan sistem
gastrointestinal).
c. Hasil pemeriksaan penunjang: foto
abdomen, EKG, Echocardiografi.
2. Menentukan diagnosa keperawatan
berdasarkan hasil analisa data.
3. Menentukan rencana asuhan keperawatan
berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan
yang telah ditentukan, meliputi:
a. Observasi sistem tubuh yang memberi

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


tanda adanya kelainan kongenital.
b. Beri dukungan pada keluarga dalam
merawat bayi.
c. Ajarkan keluarga cara merawat bayi
dengan kelainan kongenital.
d. Kolaborasi dalam tindakan operasi elektif
sesuai dengan bentuk kelainan.
4. Implementasi keperawatan.
5. Mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan.
6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan
serta kejadian yang dialami selama
memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.
2 Mahasiswa mampu membuat 1. Persiapan Praktik Ruang Bedah
proyek inovasi dalam kelompok di a. Melakukan FGD dengan perawat di ruangan berkelompok, Anak RSCM/28
ruang Bedah Anak untuk menanyakan tentang kebutuhan diskusi, dan Oktober – 8
ruangan yang bisa diberikan dalam proyek presentasi Desember 2013
inovasi.
b. Menyusun proposal, melakukan konsultasi
dengan supervisor, dan berkoordinasi
dengan pihak ruangan.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


2. Pelaksanaan
a. Melakukan presentasi rencana proyek
inovasi di lahan praktik.
b. Melaksanakan kegiatan setelah konsultasi
dengan supervisor.
3. Evaluasi
a. Membandingkan kondisi ruangan sebelum
dan setelah dilakukan proyek inovasi.
b. Menyusun laporan proyek inovasi
didasarkan pada perubahan yang terjadi di
ruangan.
3 Mahasiswa mampu memberikan Praktik Ruang Bedah
asuhan keperawatan pada anak Anak RSCM/28
dengan kasus bedah antara lain: Oktober – 8
a. Pembedahan pada sistem 1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian Desember 2013
respirasi (bedah thorak, perioperatif meliputi:
tonsilektomi) a. Pengkajian tentang riwayat kesehatan anak
sebelumnya, pembedahan sebelumnya,
riwayat alergi, riwayat penyakit lainnya,
pemahaman anak dan keluarga tentang
pembedahan, tanda – tanda infeksi sebelum

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


dan setelah pembedahan, tanda – tanda
perdarahan.
b. Pemeriksaan fisik dada, serta TTV sebelum
dan setelah pembedahan.
c. Hasil – hasil lab AGD, leukosit, eritrosit,
hemoglobin.
2. Menentukan diagnosa keperawatan perioperatif.
3. Membuat rencana keperawatan perioperatif:
a. Persiapkan untuk tindakan pre operatif
(cairan, obat – obatan)
b. Pantau kondisi sistem pernapasan (suara
paru, saturasi oksigen, jalan napas, warna
kulit)
c. Monitor adanya bukti – bukti perdarahan.
d. Sediakan alat suction jika sewaktu – waktu
diperlukan.
e. Monitor penggunaan oksigen dan alat – alat
post pembedahan seperti WSD.
f. Atur jadwal istirahat dan bermain anak.
g. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik,
antiinflamasi.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


h. Monitor hasil lab darah: AGD, leukosit.
4. Implementasi keperawatan.
5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan.
6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan
serta kejadian yang dialami selama
memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.

b. Pembedahan pada sistem 1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian


kardiovaskuler (kateterisasi meliputi:
jantung) a. Pengkajian tentang riwayat kesehatan
sebelumnya, riwayat alergi, riwayat
kelahiran
b. Pemeriksaan fisik fungsi kardiovaskuler, TB
dan BB, adanya ruam popok.
c. Hasil pemeriksaan EKG, Echocardiografi,
pemeriksaan darah lengkap, saturasi
oksiegn, BGA.
2. Menentukan diagnosa keperawatan
berdasarkan anlisa data
3. Membuat rencana keperawatan:

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


a. Persiapkan untuk tindakan pre operatif
(cairan, obat – obatan)
b. Pantau kondisi sistem kardiovaskuler (TTV,
suhu dan warna ekstremitas, warna kulit).
c. Motivasi keluarga untuk memberi dukungan
pada anak.
d. Alihkan perhatian anak selama prosedur
dengan musik atau film kartun.
e. Monitor tanda – tanda perdarahan.
f. Monitor intake dan output cairan.
g. Kolaborasi dalam pemberian digitalis
4. Implementasi keperawatan.
5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan.
6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan
serta kejadian yang dialami selama
memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.

c. Pembedahan pada sistem 1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian


gastro – hepatologi meliputi:
a. Pengkajian tentang riwayat kesehatan

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


sebelumnya (pola defekasi), riwayat alergi,
riwayat kelahiran
b. Pemeriksaan fisik fungsi abdomen, lingkar
abdomen, postur tubuh, peka rangsang.
c. Hasil pemeriksaan foto abdomen, leukosit.
2. Menentukan diagnosa keperawatan
berdasarkan anlisa data
3. Membuat rencana keperawatan:
a. Kaji skala nyeri pada anak.
b. Kaji status hidrasi dan nutrisi secara umum
c. Observasi adanya distensi abdomen,
kekakuan abdomen, diare, muntah, pucat,
menggigil, peka rangsang, demam.
d. Beri posisi nyaman untuk mengurangi nyeri
e. Berikan enema/irigasi kolon.
f. Observasi adanya perdarahan.
g. Ajarkan keluarga untuk perawatan
kolostomi.
h. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
4. Implementasi keperawatan.
5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan
serta kejadian yang dialami selama
memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.
4 Mahasiswa mampu memberikan Praktik Ruang Rawat Infeksi
asuhan keperawatan pada klien Anak RSCM/9
anak dengan masalah infeksi, Desember 2013 – 17
antara lain: Januari 2014
a. Infeksi sistem pernapasan 1. Mahasiswa melakukan pengkajian
keperawatan, meliputi:
a. Riwayat kesehatan keluarga, keadaan
lingkungan rumah dan di luar rumah, sosial
ekonomi keluarga, riwayat penyakit anak
sebelumnya.
b. Pemeriksaan fisik dada (paru – paru),
frekuensi pernapasan, pola napas, adanya
retraksi.
c. Pemeriksaan penunjang antara lain foto
thorak, AGD.
2. Menentukan diagnosa keperawatan
berdasarkan analisa data.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


3. Membuat rencana keperawatan:
a. Monitor status pernapasan
b. Beri posisi nyaman/tinggikan kepala 30°.
c. Hindari pemakaian pakaian yang terlalu
ketat pada bayi/anak.
d. Jadwalkan waktu istirahat, dan bermain
anak.
e. Berikan oksigen sesuai dengan indikasi,
dengan jumlah yang tepat.
f. Kolaborasi dalam pemberian ekspektoran,
dan antibiotik.
g. Kolaborasi untuk fisioterapi dada.
4. Implementasi keperawatan.
5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan.
6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan
serta kejadian yang dialami selama
memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.

b. Infeksi sistem kardiovaskuler 1. Mahasiswa melakukan pengkajian


keperawatan, meliputi:

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


a. Riwayat kesehatan keluarga, keadaan
lingkungan rumah dan di luar rumah, sosial
ekonomi keluarga, riwayat kesehatan anak
sebelumnya, khususnya mengenai bukti –
bukti infeksi streptokokus
d. Pemeriksaan fisik dada (jantung), frekuensi
nadi, pemeriksaan sendi – sendi besar (lutut,
siku, panggul, bahu, pergelangan tangan),
ekstremitas, dan wajah.
e. Pemeriksaan penunjang antara lain
elektrokardiografi, kultur tenggorok, LED.
2. Menentukan diagnosa keperawatan
berdasarkan analisa data.
3. Membuat rencana keperawatan:
a. Monitor fungsi kardiovaskuler (denyut
nadi, suara jantung).
b. Tanyakan pada keluarga, apakah anak
pernah mengalami reaksi alergi terhadap
penisilin.
c. Beri kesempatan pada anak dan keluarga
untuk mengungkapkan perasaan.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


d. Jadwalkan waktu istirahat, dan bermain
untuk anak.
e. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik,
antiinflamasi, dan antipiretik.
4. Implementasi keperawatan.
5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan.
6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan
serta kejadian yang dialami selama
memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.

c. Infeksi sistem gastro – 1. Mahasiswa melakukan pengkajian


hepatologi keperawatan, meliputi:
a. Riwayat kesehatan keluarga, keadaan
lingkungan rumah dan di luar rumah, sosial
ekonomi keluarga, riwayat kesehatan anak
sebelumnya, riwayat pemberian makanan,
dan minuman, riwayat penggunaan obat –
obat terlarang, transfusi darah.
b. Pemeriksaan fisik abdomen, warna kulit,
warna sklera, turgor kulit.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


f. Pemeriksaan penunjang antara lain
pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan
feces.
2. Menentukan diagnosa keperawatan
berdasarkan analisa data.
3. Membuat rencana keperawatan:
a. Observasi adanya nyeri abdomen, toleransi
pemberian makanan, frekuensi BAB,warna
dan konsistensi feces dan urine, muntah
darah, BAB darah.
b. Beritahu ibu untuk tetap melanjutkan
pemberian ASI.
c. Berikan diet yang sesuai dengan toleransi
anak.
d. Jelaskan pada keluarga tentang resiko
penyebaran infeksi
e. Lakukan tindakan kewaspadaan umum.
f. Monitor intake, dan output nutrisi serta
cairan untuk mencegah dehidrasi
g. Kolaborasi dalam pemberian nutrisi dan
cairan parenteral, enema/laksatif bila ada

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


konstipasi, anntibiotik, imunoglobulin,
immunisasi.
4. Implementasi keperawatan.
5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan.
6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan
serta kejadian yang dialami selama
memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.

d. Infeksi sistem persarafan 1. Mahasiswa melakukan pengkajian


keperawatan, meliputi:
a. Anamnesa riwayat kesehatan , terutama
berkaitan dengan infeksi sebelumnya,
cedera atau paparan infeksi, riwayat
kejang.
b. Pemeriksaan fisik refleks saraf,
pemeriksaan fontanel
c. Pemeriksaan penunjang: hasil CT scan
kepala, hasil pemeriksaan cairan spinal,
hasil leukosit.
2. Menentukan diagnosa keperawatan

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


berdasarkan analisa data.
3. Membuat rencana keperawatan:
a. Kolaborasi dalam tindakan untuk
mendapatkan kultur cairan untuk
mengidentifikasi mikroorganisme.
b. Observasi adanya tanda – tanda
peningkatan TIK, syok, distress
pernapasan.
c. Implementasikan pengendalian infeksi
yang tepat.
d. Biarkan anak mengambil posisi yang
nyaman.
e. Lakukan tehnik distraksi pada anak saat
dilakukan prosedur yang menyakitkan.
f. Kurangi stimulus lingkungan yang dapat
memicu kejang dan ketidaknyamanan
pada anak.
g. Pantau intake dan output cairan untuk
memepertahankan hidrasi optimal.
h. Jelaskan pentingnya perawatan tindak
lanjut pada orang tua.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


i. Kolaborasi dalam pemberian vaksinasi
yang tepat, analgetik, serta antibiotik
4. Implementasi keperawatan.
5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan.
6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan
serta kejadian yang dialami selama
memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.

Depok, September 2013


Mahasiswa

Desak Putu Kristian Purnamiasih

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

KONTRAK BELAJAR
PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN ANAK II

DESAK PUTU KRISTIAN PURNAMIASIH


1106122386

PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
FEBRUARI 2014

Lampiran 3
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
TUJUAN
NO KEGIATAN METODE TEMPAT/WAKTU
PEMBELAJARAN
1 Mahasiswa mampu Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Praktik Ruang Rawat Infeksi
memberikan asuhan masalah infeksi respirasi menggunakan aplikasi Roy’s Adapatation Anak RSCM/17
keperawatan pada Model, dengan tahapan sebagai berikut: Februari – 2 Maret
klien anak dengan 1. Mahasiswa melakukan pengkajian keperawatan: 2014
masalah infeksi a. Pengkajian stimulus pada:
respirasi, antara lain: 1) Model adaptasi fisiologis: Infeksi bakteri/virus pada saluran
a. Pneumonia pernapasan menimbulkan produksi sekret meningkat
b. TBC (stimulus fokal), bakteri/virus menimbulkan peningkatan
reaksi inflamasi, peningkatan metabolisme (stimulus
kontekstual).
2) Model adaptasi interdependensi: mengalami infeksi
pernapasan (stimulus fokal), berpisah dengan anggota
keluarga yang lain (stimulus kontekstual), merasa sedih
(stimulus residual)
3) Model adaptasi konsep diri: mengalami infeksi pernapasan
(stimulus fokal), dirawat di rumah sakit (stimulus
kontekstual), prosedur di rumah sakit membuat distress dan
nyeri pada anak (stimulus residual).

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


4) Model adaptasi fungsi peran: mengalami infeksi pernapasan
(stimulus fokal), mengalami kelemahan fisik, dirawat di
rumah sakit (stimulus kontekstual), tidak dapat beraktifitas
sesuai dengan usia anak, stimulasi berkurang (stimulus
residual)
b. Pengkajian perilaku pada:
1) Model adaptasi fisiologis: frekuensi abnormal, irama tidak
teratur, pernapasan dangkal, dan cepat/dalam, dan cepat,
batuk produktif/tidak produktif, vibrasi asimetris, adanya
bunyi crackles, wheezing, friction rub pleural, demam
menetap/tidak, menggigil, sakit kepala, batuk
produktif/tidak produktif, pernapasan cepat, dan dangkal,
nyeri dada, anak mengalami penurunan berat badan, pucat,
dan kelemahan.
2) Model adaptasi interdependensi: stressor pada anak
meningkat, orang tua cemas karena sakit yang dialami anak.
3) Model adaptasi konsep diri: menangis, tidak kooperatif saat
dilakukan tindakan.
4) Model adaptasi fungsi peran: anak lebih banyak diam, tidak
mau melakukan aktifitas yang masih bisa ditoleransi.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


2. Menentukan diagnosa keperawatan:
a. Model adaptasi fisiologis
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
trakeobronkial.
3) Demam berhubungan dengan reaksi inflamasi.
4) Nyeri akut berhubungan dengan reaksi inflamasi.
5) Kelemahan berhubungan dengan peningkatan metabolisme
b. Model adaptasi interdependensi:
1) Kecemasan pada orang tua berhubungan dengan penyakit
dan hospitalisasi anak.
2) Kecemasan pada anak berhubungan dengan kurangnya
support system.
c. Model adaptasi konsep diri:
1) Cemas berhubungan dengan penyakit, dan tindakan
pengobatan di rumah sakit.
d. Model adaptasi fungsi peran:
1) Resiko gangguan tumbuh kembang: faktor resiko:
kurangnya stimulasi.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


3. Mengatur pencapaian tujuan:
a. Model adaptasi fisiologis:
1) Klien mempertahankan jalan napas paten, dan
mengeluarkan sekresi adekuat.
2) Klien menunjukkan fungsi pernapasan normal, dan
mendapat suplai oksigen yang optimal.
3) Thermoregulasi baik.
4) Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
5) Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat.
b. Model adaptasi interdependensi:
1) Keluarga mengalami penurunan kecemasan dan
peningkatan kemampuan koping.
2) Klien mengalami penurunan kecemasan.
c. Model adaptasi konsep diri:
1) Klien mengalami penurunan kecemasan, dan kooperatif
dalam menjalani pengobatan, dan pemeriksaan.
d. Model adaptasi fungsi peran:
1) Anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai usia.
4. Membuat intervensi keperawatan:
a. Lakukan suction jika diperlukan.
b. Monitor status pernapasan.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


c. Beri posisi nyaman/tinggikan kepala 30°.
d. Hindari pemakaian pakaian yang terlalu ketat pada bayi/anak.
e. Jadwalkan waktu istirahat, dan bermain anak.
f. Berikan oksigen sesuai dengan indikasi, dengan jumlah yang
tepat.
g. Kolaborasi dalam pemberian ekspektoran, analgetik, dan
antibiotik.
h. Kolaborasi untuk fisioterapi dada.
i. Berikan bermain terapeutik pada anak selama di rumah sakit.
j. Berikan informasi pada orang tua tentang kondisi anak, dan
informasi pada anak pada setiap tindakan yang dilakukan.
k. Lakukan tehnik distraksi pada saat anak menjalani prosedur
yang bisa menimbulkan stress, dan nyeri.
5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan.
6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan serta kejadian yang
dialami selama memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.
2 Mahasiswa mampu 1. Melakukan pengkajian terkait melalui wawancara, observasi, Presentasi, Ruang Rawat Infeksi
membuat proyek pengisian kuisioner. diskusi, Anak RSCM/17
inovasi di ruang rawat 2. Merumuskan dan menganalisa data yang sudah didapat. praktik Februari – 9 Mei
infeksi 3. Menyusun dan memperbaiki proposal yang sudah dikonsultasikan individu 2014.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


dengan supervisor utama, dan melakukan koordinasi dengan pihak
terkait di lahan praktik.
4. Melakukan presentasi rencana proyek inovasi di lahan praktik.
5. Melaksanakan proyek inovasi.
6. Mengevaluasi pelaksanaan proyek inovasi, dan melakukan
evaluasi.
7. Mempresentasikan laporan hasil proyek inovasi di lahan praktik.
3 Mahasiswa mampu Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Praktik Ruang Rawat Infeksi
memberikan asuhan masalah infeksi persyarafan menggunakan aplikasi Roy’s Adapatation Anak RSCM/3 – 16
keperawatan pada Model, dengan tahapan sebagai berikut: Maret 2014
klien anak dengan 1. Mahasiswa melakukan pengkajian keperawatan:
masalah infeksi a. Pengkajian stimulus pada:
persyarafan, antara 1) Model adaptasi fisiologis: infeksi sebelumnya (infeksi
lain: telinga, pernapasan) masuk pembuluh darah serebral,
a. Meningitis cedera atau paparan infeksi langsung ke pembuluh darah
b. Encephalitis serebral, menimbulkan reaksi inflamasi dan edema otak
(stimulus fokal), aliran darah otak terhambat, elektrolit
otak tidak seimbang (stimulus kontekstual).
2) Model adaptasi interdependensi: mengalami infeksi
persyarafan (stimulus fokal), berpisah dengan anggota
keluarga yang lain (stimulus kontekstual), merasa sedih

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


(stimulus residual)
3) Model adaptasi konsep diri: mengalami infeksi persyarafan
(stimulus fokal), dirawat di rumah sakit (stimulus
kontekstual), prosedur di rumah sakit membuat distress
dan nyeri pada anak (stimulus residual).
4) Model adaptasi fungsi peran: mengalami infeksi
persyarafan (stimulus fokal), mengalami kelemahan fisik,
dirawat di rumah sakit (stimulus kontekstual), tidak dapat
beraktifitas sesuai dengan usia anak, stimulasi berkurang
(stimulus residual)
b. Pengkajian perilaku pada:
1) Model adaptasi fisiologis: demam, sakit kepala, mual,
muntah, penurunan kesadaran, kejang, paresis, afasia,
adanya kaku kuduk, tanda kernig dan brudzinski positif,
opistotonus, hipotonia, ataksia, spastisitas.
2) Model adaptasi interdependensi: stressor pada anak
meningkat, orang tua cemas karena sakit yang dialami
anak.
3) Model adaptasi konsep diri: menangis, tidak kooperatif
saat dilakukan tindakan.
4) Model adaptasi fungsi peran: anak lebih banyak diam,

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


tidak mau melakukan aktifitas yang masih bisa ditoleransi.
2. Menentukan diagnosa keperawatan:
a. Model adaptasi fisiologis
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah otak
2) Nyeri akut berhubungan dengan reaksi inflamasi.
3) Demam berhubungan dengan reaksi inflamasi.
4) Resiko cedera; faktor resiko: kejang.
b. Model adaptasi interdependensi:
1) Kecemasan pada orang tua berhubungan dengan penyakit
dan hospitalisasi anak.
2) Kecemasan pada anak berhubungan dengan kurangnya
support system.
c. Model adaptasi konsep diri:
1) Cemas berhubungan dengan penyakit, dan tindakan
pengobatan di rumah sakit.
d. Model adaptasi fungsi peran:
1) Resiko gangguan tumbuh kembang: faktor resiko:
gangguan fungsi neurologis, kurangnya stimulasi.
3. Mengatur pencapaian tujuan:
a. Model adaptasi fisiologis:

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


1) Klien mampu menerima, memproses, dan merespon
stimulus internal dan eksternal yabg dilakukan oleh
ssistem saraf pusat.
2) Klien mengalami penurunan tingkat nyeri.
3) Thermoregulasi baik.
4) Klien tidak mengalami kejang.
b. Model adaptasi interdependensi:
1) Keluarga mengalami penurunan kecemasan dan
peningkatan kemampuan koping.
2) Klien mengalami penurunan kecemasan.
c. Model adaptasi konsep diri:
1) Klien mengalami penurunan kecemasan, dan kooperatif
dalam menjalani pengobatan, dan pemeriksaan.
d. Model adaptasi fungsi peran:
1) Anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai usia.
4. Membuat intervensi keperawatan:
a. Kolaborasi dalam tindakan untuk mendapatkan kultur cairan
untuk mengidentifikasi mikroorganisme.
b. Observasi adanya tanda – tanda peningkatan TIK, syok,
distress pernapasan.
c. Implementasikan pengendalian infeksi yang tepat.

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


d. Biarkan anak mengambil posisi yang nyaman.
e. Lakukan tehnik distraksi pada anak saat dilakukan prosedur
yang menyakitkan.
f. Kurangi stimulus lingkungan yang dapat memicu kejang dan
ketidaknyamanan pada anak.
g. Pantau intake dan output cairan untuk mempertahankan
hidrasi optimal.
h. Jelaskan pentingnya perawatan tindak lanjut pada orang tua.
i. Kolaborasi dalam pemberian vaksinasi yang tepat, analgetik,
antibiotik, antikonvulsi, deksametason, manitol (bila ada
edema otak).
5. Melakukan evaluasi keperawatan.
6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan serta kejadian yang
dialami selama memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.

4 Mahasiswa mampu Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Praktik Ruang Rawat Infeksi
memberikan asuhan masalah infeksi persyarafan menggunakan aplikasi Roy’s Adapatation Anak RSCM/17
keperawatan pada Model, dengan tahapan sebagai berikut: Maret – 13 April
klien anak dengan 1. Mahasiswa melakukan pengkajian keperawatan: 2014
masalah infeksi a. Pengkajian stimulus pada:

10

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


saluran cerna dan 1) Model adaptasi fisiologis: pemberian makanan, dan
gangguan minuman yang terkontaminasi, infeksi di tempat lain,
keseimbangan cairan, kontak dengan individu yang terinfeksi, riwayat
antara lain: penggunaan obat – obat terlarang infeksi virus/bakteri
a. Hepatitis akut (stimulus fokal), inflamasi hepar, peningkatan motilitas
b. Diare akut usus (stimulus kontekstual), keadaan lingkungan rumah
dan di luar rumah, sosial ekonomi keluarga, riwayat
kesehatan anak sebelumnya (stimulus residual)
2) Model adaptasi interdependensi: mengalami infeksi
saluran cerna (stimulus fokal), berpisah dengan anggota
keluarga yang lain (stimulus kontekstual), merasa sedih
(stimulus residual)
3) Model adaptasi konsep diri: mengalami infeksi saluran
cerna (stimulus fokal), dirawat di rumah sakit (stimulus
kontekstual), prosedur di rumah sakit membuat distress
dan nyeri pada anak (stimulus residual).
4) Model adaptasi fungsi peran: mengalami infeksi
persyarafan (stimulus fokal), mengalami kelemahan fisik,
dirawat di rumah sakit (stimulus kontekstual), tidak dapat
beraktifitas sesuai dengan usia anak, stimulasi berkurang
(stimulus residual)

11

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


b. Pengkajian perilaku pada:
1) Model adaptasi fisiologis: rasa haus, demam, nyeri
abdomen, diare menetap, mual, muntah, anoreksia, feses
cair dan berwarna hijau, feses bercampur darah, ikterik
pada kulit dan sklera, penurunan BB, mata cekung, mukosa
bibir kering, turgor kulit abdomen, hiperperistaltik, nyeri
tekan pada hepar, hepatomegali, ditemukan eritrosit,
leukosit, parasit pada feses, pansitopenia, leukositosis,
bilirubin direk/indirek meningkat, IgM anti HAV positif,
HbsAg positif.
2) Model adaptasi interdependensi: stressor pada anak
meningkat, orang tua cemas karena sakit yang dialami
anak.
3) Model adaptasi konsep diri: menangis, tidak kooperatif saat
dilakukan tindakan.
4) Model adaptasi fungsi peran: anak lebih banyak diam, tidak
mau melakukan aktifitas yang masih bisa ditoleransi.
2. Menentukan diagnosa keperawatan:
a. Model adaptasi fisiologis
1) Kurang volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui muntah, dan peningkatan

12

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


frekuensi BAB cair.
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan yang tidak adekuat.
3) Nyeri akut berhubungan dengan reaksi inflamasi pada
saluran cerna.
4) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi.
5) Keletihan berhubungan dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, protein, lemak.
6) Resiko Penyebaran infeksi; faktor resiko: infeksi virus,
bakteri secara hematogen.
b. Model adaptasi interdependensi:
1) Kecemasan pada orang tua berhubungan dengan penyakit
dan hospitalisasi anak.
2) Kecemasan pada anak berhubungan dengan kurangnya
support system.
c. Model adaptasi konsep diri:
1) Cemas berhubungan dengan penyakit, dan tindakan
pengobatan di rumah sakit.
d. Model adaptasi fungsi peran:
1) Resiko gangguan tumbuh kembang: faktor resiko: proses
penyakit, kurangnya stimulasi.

13

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


3. Mengatur pencapaian tujuan:
a. Model adaptasi fisiologis:
1) Klien menunjukkan tanda – tanda rehidrasi.
2) Klien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat untuk
mempertahankan BB yang sesuai dengan usia.
3) Klien mengalami penurunan tingkat nyeri.
4) Thermoregulasi baik.
5) Klien dapat menghemat energi untuk beraktifitas.
6) Klien/tidak mengalami infeksi pada organ lainnya

b. Model adaptasi interdependensi:


1) Keluarga mengalami penurunan kecemasan dan
peningkatan kemampuan koping.
2) Klien mengalami penurunan kecemasan.
c. Model adaptasi konsep diri:
1) Klien mengalami penurunan kecemasan, dan kooperatif
dalam menjalani pengobatan, dan pemeriksaan.
d. Model adaptasi fungsi peran:
1) Anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai usia.
4. Membuat intervensi keperawatan:
a. Monitor tingkat kesadaran, tanda – tanda dehidrasi, TTV.

14

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


b. Observasi adanya nyeri abdomen, toleransi pemberian
makanan, frekuensi BAB,warna dan konsistensi feces dan
urine, muntah darah, BAB darah.
c. Beritahu ibu untuk tetap melanjutkan pemberian ASI.
d. Berikan diet yang sesuai dengan toleransi anak.
e. Jelaskan pada keluarga tentang resiko penyebaran infeksi
f. Lakukan tindakan kewaspadaan umum.
g. Monitor intake, dan output nutrisi serta cairan untuk mencegah
dehidrasi
h. Kolaborasi dalam pemberian nutrisi dan cairan parenteral,
enema/laksatif bila ada konstipasi, anntibiotik, imunoglobulin,
immunisasi.
5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan.
6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan serta kejadian yang
dialami selama memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.
5 Mahasiswa mampu Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Praktik Ruang Rawat Infeksi
memberikan asuhan masalah infeksi persyarafan menggunakan aplikasi Roy’s Adapatation Anak RSCM/14
keperawatan pada Model, dengan tahapan sebagai berikut: April – 9 Mei 2014
klien anak dengan 1. Mahasiswa melakukan pengkajian keperawatan:
masalah: a. Pengkajian stimulus pada:

15

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


a. HIV/AIDS 1) Model adaptasi fisiologis: Infeksi HIV, virus dengue
b. Demam Berdarah (stimulus fokal), penurunan rasa terhadap makanan,
Dengue pilihan makanan yang terbatas, infeksi sistemik (stimulus
kontekstual).
2) Model adaptasi interdependensi: mengalami infeksi HIV,
virus dengue (stimulus fokal), berpisah dengan anggota
keluarga yang lain, stigma tentang HIV (stimulus
kontekstual).
3) Model adaptasi konsep diri: mengalami infeksi HIV, virus
Dengue (stimulus fokal), dirawat di rumah sakit, stigma
tentang HIV (stimulus kontekstual), prosedur di rumah
sakit membuat distress dan nyeri pada anak (stimulus
residual).
4) Model adaptasi fungsi peran: mengalami infeksi HIV
(stimulus fokal), mengalami kelemahan fisik, dirawat di
rumah sakit, tidak dapat bermain dengan teman (stimulus
kontekstual), tidak dapat beraktifitas sesuai dengan usia
anak, stimulasi berkurang (stimulus residual)
b. Pengkajian perilaku pada:
1) Model adaptasi fisiologis: limfadenopati,
hepatosplenomegali, penyakit paru, diare, demam, nyeri

16

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


abdomen, anoreksia, nyeri kepala, nyeri sendi, syok
hipovolemik.
2) Model adaptasi interdependensi: stressor pada anak
meningkat, anak rewel, gelisah, orang tua cemas karena
sakit yang dialami anak.
3) Model adaptasi konsep diri: menangis, tidak kooperatif saat
dilakukan tindakan.
4) Model adaptasi fungsi peran: anak lebih banyak diam, tidak
mau melakukan aktifitas yang masih bisa ditoleransi.
2. Menentukan diagnosa keperawatan:
a. Model adaptasi fisiologis
1) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan yang tidak adekuat.
2) Nyeri akut berhubungan dengan reaksi inflamasi.
3) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi.
4) Resiko Penyebaran infeksi; faktor resiko: infeksi virus
secara hematogen.
b. Model adaptasi interdependensi:
1) Kecemasan pada orang tua berhubungan dengan penyakit
dan hospitalisasi anak.
2) Kecemasan pada anak berhubungan dengan kurangnya

17

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


support system.
3) Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan ketiadaan
teman seusia.
c. Model adaptasi konsep diri:
1) Cemas berhubungan dengan penyakit, dan tindakan
pengobatan di rumah sakit.
d. Model adaptasi fungsi peran:
1) Resiko gangguan tumbuh kembang: faktor resiko: proses
penyakit, kurangnya stimulasi.
2) Perubahan penampilan peran berhubungan dengan
penyakit, tingkat usia perkembangan.
3. Mengatur pencapaian tujuan:
a. Model adaptasi fisiologis:
1) Klien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat untuk
mempertahankan BB yang sesuai dengan usia.
2) Klien mengalami penurunan tingkat nyeri.
3) Thermoregulasi baik.
4) Klien/tidak mengalami infeksi pada organ lainnya
b. Model adaptasi interdependensi:
1) Keluarga mengalami penurunan kecemasan dan
peningkatan kemampuan koping.

18

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


2) Klien mengalami penurunan kecemasan.
3) Penggunsaan perilaku interaksi sosial yang efektif.
c. Model adaptasi konsep diri:
1) Klien mengalami penurunan kecemasan, dan kooperatif
dalam menjalani pengobatan, dan pemeriksaan.
d. Model adaptasi fungsi peran:
1) Anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai usia.
2) Mengungkapkan secara verbal perasaan berguna dan
produktif.
4. Membuat intervensi keperawatan:
a. Beri makanan tinggi kalori tinggi protein, dan yang disukai
anak.
b. Lakukan kreativitas agar anak mau makan.
c. Pantau BB tiap hari.
d. Kaji tingkat nyeri, area nyeri.
e. Berikan analgetik jika diperlukan
f. Ajarkan anak tehnik relaksasi/berikan distraksi pada anak
untuk mengurangi nyeri.
g. Berikan kompres hangat.
h. Berikan antipiretik, antiretroviral sesuai ketentuan.
i. Jelaskan pada keluarga tentang resiko penyebaran infeksi

19

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


j. Lakukan tindakan kewaspadaan umum.
k. Berikan antibiotik (bila ada infeksi organ lain) sesuai
ketentuan.
5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan.
6. Menganalisis tindakan yang sudah dilakukan serta kejadian yang
dialami selama memberikan asuhan keperawatan melalui
pembuatan jurnal reflektif.

Supervisor Utama Supervisor

(Dr. Nani Nurhaeni, SKp., MN) (Siti Chodidjah, S.Kp., MN)

20

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014


REFERENSI

Ball, J., & Bindler, R. (2003). Pediatric nursing: caring for children. Ed 3rd. New Jersey:
Prentice Hall.

Hockenberry, M., Wilson, D. (2009). Wong’s essential of pediatric nursing. Ed 8th.


USA:Mosby Elsevier.

Silbernagl, S., & Lang, F. (2013). Teks & atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC.

Rahajoe, et.al. (2013). Buku ajar respirologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi,I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2006). Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Wong, L.D., Hockenberry, M., Willson, D., Winkelstein, M., & Schwartz, P. (2009). Buku
ajar keperawatan pediatrik. Vol 2. Jakarta:EGC.

Wong,L.D. (2003). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Edisi 4. Jakarta: EGC.

21

Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai