i
BALAMANPERNYATAANOMSNALITAS
Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
ii Universitas Indonesia
Karya Ilmiah Akhir ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan di
hadapan Tim Penguji Karya Ilmiah Akhir Program Ners Spesialis
Keperawatan Anak Universitas Indonesia.
Supervisor Utaiîıa
Dr. Ni Nurhaeni,S.K
Supervisor
Siti Chodidjah,S.Kp., MN
Universitas lndonesia
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperswatan
Anak pada Program Studi Ners Spesialis, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia
Sü AÛOf
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 25 Juni
2014
in Universitas Indonesia
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kasih – Nya Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini dapat diselesaikan. Karya Ilmiah Akhir
ini merupakan salah satu tugas akhir dalam menempuh pendidikan Ners Spesialis
Keperawatan Anak. Selama penulisan Karya Ilmiah Akhir, penulis mendapat
bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Dr. Nani Nurhaeni, S.Kp., MN, selaku supervisor utama yang telah
memberikan bimbingan, dan arahan selama penulisan Karya Ilmiah Akhir ini.
(2) Siti Chodidjah, SKp., MN, selaku supervisor yang telah memberikan
bimbingan, dan arahan dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir.
(3) Dra. Junaiti Sahar, Ph.D, selaku dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
(4) Staf pengajar Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu sehingga penulis mampu
melaksanakan penyusunan Karya Ilmiah Akhir.
(5) Teman sejawat perawat di ruang rawat infeksi anak RSCM yang telah
memberikan dukungan dan fasilitas selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir
ini.
(6) Seluruh karyawan Akademi Keperawatan Ngesti Waluyo yang selalu
memberikan motivasi.
(7) Keluarga yang selalu mendoakan, dan memberi motivasi kepada penulis.
(8) Teman – teman angkatan 2011 yang senantiasa berbagi pengalaman, dan
memberi dukungan selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir.
Semoga Karya Ilmiah Akhir ini dapat meningkatkan perkembangan asuhan
keperawatan.
Penulis
vi Universitas Indonesia
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
ABSTRAK
cairan mengalami keberhasilan adaptasi terhadap gangguan keseimbangan cairan mereka. Sementara, satu klien kelolaan
vely to their fluid imbalance problem. Meanwhile, the other client initially experienced positive adaptation, however, he fina
HALAMAN JUDUL……………………………………………………...... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................... v
KATA PENGANTAR.................................................................................... vi
ABSTRAK...........................................................................................................vii
ABSTRACT.........................................................................................................viii
DAFTAR ISI.........................................................................................................ix
DAFTAR SKEMA ......................................................................................... x
DAFTAR TABEL.................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Tujuan Karya Ilmiah Akhir....................................................... 5
1.3 Sistimatika Penulisan……………………………………….... 6
BAB 4 PEMBAHASAN..................................................................................39
4.1 Pembahasan Penerapan Teori Keperawatan dalam Asuhan Keperawatan
39
4.2 Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian
Kompetensi.....................................................................................46
ix Universitas Indonesia
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
DAFTAR ISI
x Universitas Indonesia
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
DAFTAR TABEL
xi Universitas Indonesia
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
ar fluid (ICF). Jumlah ICF dua pertiga dari TBW, kira-kira 40% dari berat badan, dan sepertiga dari TBW/20% - 25% dari bera
g dengan baik. Cairan intraseluler terdapat pada bagian dalam sel, dan membran sel adalah batas sitosol. cairan intraseluler
Extracellular fluid (ECF) adalah cairan yang ditemukan di luar sel untuk
menjaga sel-sel dan jaringan tubuh. ECF dibagi dua yaitu cairan
1 Universitas Indonesia
mbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah, dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sod
Universitas Indonesia
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
saluran pencernaan, salah satu manifestasi klinisnya adalah diare, dan
menyebabkan perubahan signifikan pada keseimbangan cairan dan elektrolit
melalui kehilangan secara langsung (Wong, Hockenberry, Willson,
Winkelstein, & Schwartz, 2009).
13 (15,1%) responden. Rata – rata natrium yang ditemukan pada penelitian tersebut adalah 135,3 meq/l (105 – 148 meq/l),
Anak yang mengalami diare di ruang rawat infeksi anak di RSUPN DR. Cipto
Mangunkusumo pada umumnya disertai juga dengan penyakit lainnya. Klien
yang dirawat oleh residen sebagian besar mengalami gangguan keseimbangan
cairan, dan mengalami infeksi pada saluran permapasan. Penyakit lain, dan
diare yang menimbulkan gangguan keseimbangan cairan memerlukan asuhan
keperawatan yang bersifat komprehensif. Asuhan keperawatan komprehensif
diperlukan karena gangguan keseimbangan cairan dipengaruhi oleh stimulus
yang bersifat langsung maupun tidak langsung sehingga mempengaruhi
adaptasi seluruh fungsi organ tubuh anak, adaptasi konsep diri, peran diri, dan
ketergantungan anak terhadap keluarga maupun orang lain.
Roy’s Adaptation Model berfokus pada stimulus lingkungan, dan respon bio-
ual. Stimulus fokal adalah salah satu yang paling nyata dihadapi individu pada saat itu. Stimulus kontekstual merupakan stim
tu model fisiologis, model konsep diri, model saling ketergantungan, dan model fungsi peran. Model fisiologis berkaitan den
Model fungsi peran berkaitan dengan integritas social, dan berfokus pada
kegiatan yang berhubungan dengan peran individu dalam kehidupan. Respon
adaptif memperlihatkan integritas, dan membantu untuk memenuhi tujuan
adaptasi. Perawat dapat membantu pasien untuk menyediakan lingkungan
yang aman, dan dukungan yang diperlukan untuk memungkinkan pasien
berhasil dalam beradaptasi dengan kondisi mereka (Tomey & Alligood,
2010).
an gambaran tentang proses asuhan keperawatan pada anak yang mengalami gangguan keseimbangan cairan menggunaka
nakan aplikasi model adaptasi Roy pada anak yang mengalami gangguan
n keluhan muntah – muntah, kejang seluruh tubuh, dan demam sejak 1,5 jam sebelum masuk rumah sakit. Satu hari sebelu
00 WIB klien kejang 1x selama ±10 detik, Pk. 06.30 muntah 1x. Saat ini klien lebih banyak tidur. Hasil laboratorium tanggal 2
uh 36,6°C, frekuensi nadi 88x/menit. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah tidak menjadi aktual sa
lembab, balance cairan positif karena intake cairan melalui oral banyak.
Risiko cedera berhubungan dengan gangguan potensial aksi pada otot tidak
menjadi aktual setelah 5 hari perawatan, ditandai dengan klien tidak kejang,
kesadaran composmentis. Risiko penyebaran infeksi tidak menjadi aktual
setelah 5 hari perawatan, ditandai dengan klien tidak demam, suhu tubuh
36,8°C.
Universitas Indonesia
puasa, keluar cairan berwarna putih dari selang nasogastrik, cairan yang keluar dari stoma berwarna kehijauan, terdapat b
omi, risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan produksi stoma, nutrisi kurang dari kebutuhan tub
entasi yang sudah dilakukan adalah mengukur tanda – tanda vital dan skala nyeri, meminta ibu klien untuk menggendong b
rikan farmadol 75 mg/iv, menimbang berat badan klien setiap hari,
Universitas Indonesia
2014 diberikan ASI ditambah SF 8 x 60 ml. Klien juga diberikan cefotaxim
175 mg/iv, metronidazole 60 mg iv, omeprazol 10 mg/iv.
1 bulan terakhir klien mengalami penurunan berat badan 15 kg, sering mual muntah setelah makan, demam, dan diare. Klie
Universitas Indonesia
frekuensi nadi 108 x/mnt, suhu tubuh 36,4°C. Klien merasa lemah, mual
muntah setelah minum susu, perut terasa nyeri hilang timbul, Visual Analog
Scale 5, BAB cair warna kuning kehijauan 4x, tidak bisa tidur, merasa
cemas dengan kondisinya. Mukosa bibir kering, klien tampak kurus, kulit
dan konjungtiva pucat. Hasil laboratorium tanggal 21 Maret 2014 natrium
127 mEq/L, kalium 4,1 mEq/L, klorida 93 mEq/L, Hb: 8,21 g/dl, leukosit
12.400/µL, ureum 46,2 mg/dl, creatinin 0,635 mg/dl, hasil USG abdomen
19 Februari 2014 TB abdomen, hasil CT scan abdomen tanggal 24 Februari
2014 penebalan dan dilatasi dinding usus halus.
ah, nyeri akut berhubungan dengan stimulasi reseptor nyeri pada serabut saraf di traktus digestivus, diare berhubungan de
ah kontak dengan klien. Menggunakan masker, dan sarung tangan saat melakukan perawatan terhadap klien, menganjurka
Universitas Indonesia
0,5 mg/po. Tanggal 2 April 2014 klien mengalami syok hipovolemia
sehingga terjadi penurunan kesadaran. Saat itu klien diberikan tindakan
intubasi, loading cairan yaitu RL 1000 ml, dan gelofusin 1000 ml,
pemberian transfusi PRC 400 ml, klien juga mendapatkan dopamin dan
dobutamin.
Pengkajian dilakukan tanggal 18 April 2014 Pk. 19.00 WIB. Saat dilakukan
pengkajian, kondisi klien masih lemah, kesadaran compos mentis, sesak
napas, dan masih BAB cair 5x sejak pagi warna kuning, berlendir.
Pemeriksaan tanda – tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 90/60
mmHg, frekuensi pernapasan 29 x/mnt, frekuensi nadi 154 x/mnt, suhu
Universitas Indonesia
tubuh 37,4°C, SaO2: 96%. Klien batuk produktif, ronchi di kedua lapang
paru, klien terpasang selang nasogastrik, kateter kandung kemih, mukosa
mulut kering, klien gelisah, urine warna kuning pekat. Hasil pemeriksaan
laboratorium tanggal 18 April 2014 yaitu Hb 10,2 g/dl, hematokrit 30%,
trombosit 139.000, kalsium 7,6 mg/dl, fosfat inorganik 2,8, pemeriksaan
tinja makroskopik: kuning, lendir +, mikroskopik: leukosit 0 – 1, eritrosit 0
– 1, pemeriksaan urin: kuning, keruh, pH 5,5, eritrosit 1 – 2. Hasil foto
thorax adalah pleuropneumonia.
olume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan, dan elektrolit tubuh, serta intake cairan tidak adekuat, diare berhubu
berikan inhalasi combivent ½ ampul + NaCl 0,9% 3 ml, memberikan dexamethasone 2 mg/iv, cefotaxime 470 mg/iv, menguk
Universitas Indonesia
efektif teratasi pada tanggal 25 April 2014, ditandai dengan klien jarang
batuk, frekuensi napas 28 x/menit. Diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh teratasi pada tanggal 25 April 2014, ditandai dengan klien sudah
makan nasi tim dan lauk ¼ porsi, makan biscuit 6 keping, makanan cair juga
dihabiskan, BB klien 9,34 kg (BB naik 40 gram). Diagnosa ansietas teratasi
pada tanggal 22 April 2014, ditandai dengan klien tampak ceria, dan
kooperatif saat diberikan tindakan.
M dengan keluhan sesak napas, batuk, demam, diare, di UGD klien kejang 1x selama ± 2 menit. Selama di UGD klien diberika
h sesak napas, batuk dan diare. Klien juga muntah setelah minum susu, ronchi di kedua lapang paru, klien tampak kehausan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada an. H adalah bersihan jalan napas
tidak efektif berhubungan dengan mikroorganisme yang meningkatkan
sekresi mukus pada jalan napas, kekurangan volume cairan berhubungan
dengan muntah, dan diare, diare berhubungan dengan bakteri enteral
patogen yang menginduksi sekresi cairan dan elektrolit di lumen usus,
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan muntah, kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan paparan feces cair pada area perineal.
Universitas Indonesia
Implementasi yang sudah dilakukan pada an. H adalah mengukur tanda –
tanda vital, mengobservasi pola napas, memberikan inhalasi ventolin 1 amp
+ NaCl 0,9% 3 ml, memberikan oksigen 2 lpm, memberi cefotaxime 100
mg/iv, metronidazole 25 mg/iv, dan ceftazidime 160 mg/iv. Mengobservasi
tanda – tanda dehidrasi, mengukur intake dan output cairan, memberikan
renalit 30 ml setiap kali BAB cair, memberi SF 90 cc setiap kali pemberian,
menimbang berat badan setiap hari. Selain pemberian therapi, klien juga
10 mg/po, memberikan edukasi pada ibu klien tentang mencuci tangan dengan benar serta personal hygiene untuk klien se
g. Diagnosa diare berhubungan dengan bakteri enteral patogen yang menginduksi sekresi cairan dan elektrolit di lumen usu
Universitas Indonesia
2.2 Tinjauan Teoritis
Kebutuhan cairan dan manajemen pemberian cairan pada kondisi dehidrasi
akan disampaikan pada bagian berikut.
2.2.1 Kebutuhan Cairan Pada Anak Dalam Kondisi Normal dan Kondisi
Tertentu
Komponen utama dari tubuh manusia adalah air, yang merupakan 55% -
60% dari berat badan pada orang dewasa, 60% - 65% pada anak, dan 75%
dan 30% ECF. Cairan intraselular maupun ekstraselular terdiri dari elektrolit dan non elektrolit. Elektrolit yang terdapat pa
itung berdasarkan berat badan anak per hari, dan pengeluran urin dihitung berdasarkan kelompok usia anak, akan disampa
Tabel 2.1
Kebutuhan Cairan Berdasarkan Berat Badan Per Hari
Tabel 2.2
Pengeluaran Urin Berdasarkan Kelompok Umur Per Jam
Universitas Indonesia
Dehidrasi tetap menjadi penyebab utama tingginya morbiditas, dan
mortalitas bayi, dan anak-anak di seluruh dunia. Dehidrasi adalah gejala
atau tanda gangguan pada organ tubuh, diare yang paling umum. Bayi
sangat rentan terhadap efek buruk dari dehidrasi karena kebutuhan cairan,
dan metabolisme yang lebih tinggi. Sumber yang paling umum dari
peningkatan kehilangan cairan adalah saluran gastrointestinal dari muntah,
diare, atau keduanya (misalnya, gastroenteritis). Sumber-sumber lain
nas, dan ketika demam, takipnea, atau keduanya. Semua jenis cairan yang hilang mengandung elektrolit dalam konsentrasi
ngkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa meningkatkan resiko gangguan kardiovaskuler pada bayi ketika menga
eter untuk menentukan derajat dehidrasi memerlukan pemantauan tanda-tanda vital, penampilan klinis, produksi urin, d
badan, dan kadar elektrolit serum. Pada pemantauan kadar elektrolit
Universitas Indonesia
Tabel 2.3
Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut WHO 1995
PenilaianABC
Keadaan Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai, atau
umum tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Kering
Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Rasa haus Minum biasa *Haus, ingin *Malas minum
tidak haus minum banyak atau tidak bisa
minum
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
Hasil Tanpa Dehidrasi Dehidrasi berat
pemeriksaan dehidrasi ringan/sedang Bila ada 1 tanda *
Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau
ditambah 1 atau lebih tanda lain
lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi Rencana terapi B Rencana terapi C
A
Sumber: Juffrie et al. (2012).
Universitas Indonesia
untuk anak usia 5 – 12 tahun, dan 300 – 400 ml untuk dewasa.
Makanan tetap diberikan tetapi rendah serat.
2. Diare dehidrasi ringan – sedang
Diberikan rehidrasi oral berupa oralit 75 cc/kg bb dalam 3 jam
pertama, dilakukan evaluasi setelah 3 jam. Bila setelah 3 jam tidak
tertangani, maka harus dilakukan penanganan dengan cairan
parenteral.
eral yang diberikan adalah RL dengan jumlah 100 ml/kg BB. Pada anak usia < 1 tahun diberikan 30 cc/kg BB pada 1 jam pert
Universitas Indonesia
Derajat Dehidrasi Kebutuhan Cairan Jenis Cairan Cara/Lama Pemberian
tidak
mungkin
Tanpa ±10-20 ml/kg Oralit atau cairan Oral sampai
dehidrasi setiap kali diare rumah tangga diare
(Plan A) berhenti
Sumber: Juffrie et al. (2012).
rat jenis). Pengkajian berat badan dilakukan karena menjadi indikator penting dalam status cairan. Pengkajian lainnya adala
Universitas Indonesia
Diagnosa risiko kekurangan volume cairan, faktor risikonya adalah
imobilitas fisik, diare, usia ekstrem, berat badan ekstrem, status
hipermetabolik, penggunaan obat (diuretik).
ten terhadap seseorang atau kelompok. Menurut Wong, Hockenberry, Willson, Winkelstein dan Schwartz (2009) pada pros
Universitas Indonesia
tidak dapat diamati. Contoh dari perilaku yang dapat diamati adalah
denyut nadi; perilaku yang tidak dapat diamati adalah perasaan yang
diekspresikan oleh seseorang dan dilaporkan kepada perawat. Pengkajian
perilaku mencakup pengkajian fisiologis terdiri atas oksigenasi, nutrisi,
eliminasi, aktivitas dan istirahat, proteksi, penginderaan, cairan dan
elektrolit, fungsi neurologi, fungsi endokrin, pengkajian interdependensi,
pengkajian konsep diri serta pengkajian fungsi peran yang mencakup
is, sosiokultural dan spiritual klien. Dapat dikatakan bahwa dalam pengkajian anak menurut teori Adaptasi Roy, riwayat kes
rdiri atas pengkajian stimulus fokal, stimulus kontekstual, stimulus residual yang dilihat pada keempat model adaptasi Roy.
Universitas Indonesia
terhadap gangguan proses, pola, fungsi atau perkembangan kehidupan,
termasuk respon yang terjadi sebagai akibat sekunder dari penyakit,
etiologi yang menggambarkan faktor fisiologi, situasi dan maturasi yang
menyebabkan masalah, tanda dan gejala yang mengacu pada batasan
karakteristik yang didapat dari pengkajian menunjukkan masalah
kesehatan aktual (Wong, Hockenberry, Willson, Winkelstein, & Schwartz,
2009).
uan harus mencakup perilaku yang hendak diubah, perubahan yang diharapkan dan waktu yang diperlukan untuk menguba
dan bertujuan pada stimulus fokal yang memungkinkan (Tomey & Alligood, 2010). Intervensi pada keperawatan anak umu
2.3.6 Evaluasi
Evaluasi membutuhkan analisis dan penilaian untuk memisahkan apakah
perubahan perilaku tersebut tercakup dalam pernyataan tujuan dan telah
tercapai atau tidak oleh klien dalam asuhan keperawatan (Tomey &
Alligood, 2010). Dalam fase evaluasi, perawat menilai keefektifan dari
intervensi keperawatan yang telah diimplementasikan dan menilai sejauh
Universitas Indonesia
mana tujuan keperawatan telah tercapai. Respon adaptif dapat
meningkatkan integritas manusia dalam mencapai tujuan manusia untuk
mempertahankan kehidupan. Respon yang tidak efektif adalah respon yang
tidak mempunyai kontribusi dalam pencapaian tujuan manusia. Integritas
proses kehidupan mengarah pada tingkat adaptasi pada struktur, dan fungsi
proses kehidupan sebagai suatu keseluruhan untuk mencapai kebutuhan
manusia (Tomey & Alligood, 2010).
Skema 2.1
Konsep Asuhan Keperawatan Berdasarkan Roy Adaptation Model
InputProses kontrol
1.
Stimulus fokal, stimulus Derajat dehidrasi
kontekstual,
2. stimulus residual
Output Efektor
Universitas Indonesia
sebelum masuk rumah sakit klien cenderung mengantuk, dan menangis
lemah. Klien dibawa ke Unit Gawat Darurat RSUPN DR. Cipto
Mangunkusumo tanggal 18 April 2014 Pk. 09.30 WIB dengan keluhan
sesak napas, tidak mau makan minum, menangis lemah. Di UGD klien
sudah dilakukan loading RL 20 ml/kgBB dan pemberian oksigen 2 lpm, saat
di UGD klien mulai diare. Sebelumnya klien belum pernah dirawat di
rumah sakit, bila batuk pilek biasanya klien berobat ke Puskesmas. Di
aitu kakak klien.
menit, SaO2 96% irama pernapasan reguler, ada batuk produktif, ronchi terdengar di kedua lapang paru, suara jantung norm
melalui selang nasogastrik, klien tidak nafsu makan sebelumnya. Berat badan 9,3 kg, tinggi badan 82 cm. Hasil pemeriksaan
terpasang kateter kandung kemih, warna urin kuning pekat, volume 200 ml (Pk.
n, bising usus
akroskopis: kuning, lendir +, mikroskopik: leukosit 0 – 1, eritrosit 0 – 1, telur
Universitas Indonesia
sepenuhnya untuk personal hygiene, mobilisasi klien untuk membuat
posisi tidur lebih nyaman masih dibantu.
e. Proteksi
Warna kulit normal, suhu kulit hangat, tekstur kulit halus, tidak ada
lesi pada kulit, suhu tubuh 37,4 °C. Leukosit 13.700, trombosit
139.000.
f. Penginderaan
melalui NGT.
l (Pk. 09.30 – 19.00 WIB), klien mendapat makan cair 6 x 180 ml, cairan parenteral KaEn 3B 35 cc/jam. Hasil pemeriksaan lab
Universitas Indonesia
4. Model Adaptasi Fungsi Peran
Usia perkembangan klien sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan
anak usia toddler. Klien sudah bisa berjalan, dan bicara menurut
informasi dari ibu.
2.4.3 Pengkajian Stimulus
1. Model Adaptasi Fisiologis
a. Oksigenasi
Stimulus fokal: akumulasi sekret pada saluran napas. Stimulus kontekstual: pleuropneumonia.
b. Nutrisi
Stimulusfokal:gangguanmetabolisme
saluranpencernaan
Stimulus kontekstual:
menyebabkan intake nutrisi tidak adekuat.
menyebabkan anak cepat lelah, dan sirkulasi oksigen ke organ lain tidak adekuat.
us. Stimulus kontekstual: bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan tekanan osmotik di lumen usus.
rta intake cairan tidak adekuat. Stimulus kontekstual: diare meningkatkan kehilangan cairan, dan elektrolit, sedangkan sesak
itas seperti
Universitas Indonesia
4. Model Adaptasi Fungsi Peran
Stimulus fokal: adaptif, stimulus kontekstual: adaptif.
2.4.4 Diagnosa Keperawatan
Sesuai dengan pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus maka diperoleh
diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
pada saluran napas.
Universitas Indonesia
½ - ¾ porsi, konjungtiva tidak anemis, terdapat kenaikan berat badan,
status gizi dalam kategori normal. Hasil laboratorium albumin 3,8 – 5,4
g/dl, ureum darah < 50 mg/dl.
5. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam klien
menunjukkan tanda – tanda kenyamanan dengan kriteria hasil klien
tidak rewel, klien beraktivitas dengan nyaman walaupun terpasang alat –
alat kesehatan, tanda – tanda vital dalam batas normal.
Intervensi
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret pada saluran napas.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan:
Mengukur tanda – tanda vital, dan melakukan pemeriksaan fisik dada.
Memantau pemberian oksigen 2 lpm.
Mengatur posisi klien semi fowler.
Melakukan fisioterapi dada.
Memberikan klien minum air melalui NGT.
Memberikan klien minum air per oral pada hari ke – 4 perawatan.
Menjelaskan pada ibu klien sebelum memberikan inhalasi, dan injeksi pada klien, dan fungsinya bagi klien.
Memberikan terapi inhalasi combivent ½ ampul + NaCl 0,9% 3 ml.
Memberikan injeksi dexamethasone 2 mg melalui intravena.
Memberikan injeksi cefotaxime 470 mg melalui intravena.
Memberikan edukasi pada ibu klien untuk menghindarkan anak dari asap rokok, dan anggota keluarga yang batuk pilek.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui diare.
Universitas Indonesia
d. Memberikan klien minum per oral pada hari ke – 4 perawatan karena
toleransi minum per oral sudah baik.
e. Menganjurkan klien tetap diberikan ASI.
f. Menimbang berat badan klien setiap hari.
g. Mengukur jumlah urin , dan menilai warna urin.
h. Mengajarkan ibu untuk mencatat jumlah cairan yang masuk melalui
NGT/oral, serta jumlah feces (cair).
Memantau pemberian cairan parenteral KaEN 3B yang dijalankan 35 cc/jam.
Memantau hasil lab terkait cairan.
are berhubungan dengan malabsorbsi lemak
engkaji frekuensi BAB, warna dan konsistensi feces.
enanyakan waktu permulaan diare pada klien.
enanyakan makanan yang dikonsumsi klien sebelum masuk rumah sakit.
elakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet klien.
emantau hasil lab feces.
enganjurkan dan mengajari ibu untuk mencuci tangan dengan benar dan melakukan personal hygiene untuk klien dengan b
enganjurkan ibu untuk melaporkan setiap kali anak mengalami BAB cair.
emonitor warna, dan konsistensi feces.
utrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat.
engkaji intake nutrisi dan mengkaji adanya alergi makanan.
emeriksa kondisi dan letak NGT.
emberikan makanan cair 180 ml menggunakan feeding tube melalui
NGT.
d. Memberikan makanan cair per oral pada hari ke – 4 perawatan, dan
memberikan nasi tim, dan lauk pauk pada hari ke – 5 perawatan.
e. Memeriksa konjungtiva, menimbang berat badan klien setiap hari.
f. Mengkaji toleransi klien untuk intake nutrisi melalui NGT dan oral.
g. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet klien.
Universitas Indonesia
h. Menganjurkan ibu untuk meneruskan pemberian ASI.
i. Memantau hasil laboratorium terkait nutrisi.
5. Ansietas berhubungan dengan tindakan/prosedur pengobatan
a. Mengkaji tingkat kecemasan pada anak.
b. Mengenalkan diri kepada klien, dan keluarga.
c. Menanyakan tentang anggota keluarga yang paling dekat dengan
klien.
en setiap kali dilakukan tindakan.
ermain menggunakan boneka kepunyaan klien, dan mendengarkan lagu – lagu dari smartphone sebelum melakukan tindak
u klien untuk menggendong, dan memeluk klien selama tindakan pengobatan dilakukan.
empatan klien untuk memegang alat inhalasi yang akan digunakan.
20 April 2014 Pk 18.00 WIB untuk diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret pada s
en mengatakan bahwa anaknya tidak sesak, batuk masih.
+, frekuensi pernapasan 30 x/menit, frekuensi nadi 128 x/menit, oksigen 2 lpm, SaO2 99%
salah teratasi sebagian.
ensi dilanjutkan.
berikan intervensi sama dengan intervensi pada hari –
hari sebelumnya.
Evaluasi: tanggal 25 April 2014 masalah teratasi karena klien tidak
sesak, batuk kadang – kadang, klien tidak memakai oksigen, frekuensi
pernapasan 28 x/menit, frekuensi nadi 120 x/menit, SaO2 100%.
Universitas Indonesia
2. Evaluasi tanggal 20 April 2014 Pk 20.00 WIB untuk diagnosa
kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui diare:
Subyektif: klien BAB cair berampas 2x, anak sudah mulai aktif.
Obyektif: tanda – tanda dehidrasi tidak ada, intake cairan (Pk 07.00 –
20.00 WIB) 1390 ml , output cairan 799 ml, balance cairan +591 ml.
Assessment: masalah teratasi
arenteral tetap diberikan.
WIB untuk diagnosa diare berhubungan dengan malabsorbsi lemak:
ari pagi.
WIB untuk diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat: Subyektif: ibu mengatakan
n cair yang diberikan juga selalu dihabiskan.
makan baik.
Obyektif: kateter urin, NGT, kanul oksigen sudah dilepas, klien tampak
lebih ceria saat bermain – main di ruang bermain. Saat diberikan terapi
inhalasi klien kooperatif, tetapi saat diberikan injeksi klien masih
menangis.
Assessment: masalah teratasi.
Planning: Intervensi dihentikan.
Universitas Indonesia
BAB 3
PENCAPAIAN KOMPETENSI
33 Universitas Indonesia
arafan,
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
menggunakan aplikasi model adaptasi Roy. Aplikasi model adaptasi Roy
bersifat komprehensif karena memandang klien sebagai suatu sistem.
Memberi asuhan keperawatan menggunakan model adaptasi Roy dimulai
dari pengkajian stimulus, dan pengkajian perilaku. Tahapan selanjutnya
adalah menentukan diagnosa keperawatan berdasarkan penilaian perilaku
yang paling relevan dengan stimulus. Sebelum menentukan intervensi,
tujuan harus ditetapkan mencakup perilaku yang hendak diubah,
g telah diimplementasikan, dan sejauh mana tujuan telah tercapai.
mes, Nelson, & Ashwill, 2013). Selama praktik, residen melaksanakan peran ini melalui beberapa tindakan yaitu memeriksa, d
Universitas Indonesia
bahwa anaknya akan dirawat di rumah walaupun kondisi anak belum baik.
Memberikan penjelasan saat orang tua klien memberikan pernyataan
bahwa kondisi anaknya tidak akan normal seperti anak – anak lainnya,
serta memberikan dukungan ketika orang tua ingin bergabung dengan
komunitas orang tua yang mempunyai anak dengan kondisi yang sama.
3.2.4 Educator
Peran perawat sebagai edukator adalah memberikan pendidikan kesehatan
n mencegah timbulnya penyakit infeksi lainnya (James, Nelson, & Ashwill, 2013). Residen melaksanakan peran ini dengan c
Pada proses kolaborasi, residen melakukan komunikasi dengan dasar dari perkembangan kondisi klien, respon, dan toleran
Universitas Indonesia
penggunaan non nutritive sucking untuk mengurangi nyeri pada bayi yang
akan dilakukan tindakan, pemberian posisi prone untuk meningkatkan
saturasi oksigen, perawatan metode kangguru. Residen juga melakukan
proyek inovasi secara berkelompok, dan individu di ruang rawat bedah
anak (BCh), dan ruang rawat infeksi. Di ruang BCh residen bersama
kelompok melakukan proyek inovasi berupa pemeberian edukasi
perawatan stoma menggunakan media audio visual, untuk lebih
tehnik perawatan. Di ruang rawat infeksi residen melakukan proyek inovasi secara individu, yaitu pemberian penghangat ke
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASA
N
ran urin dihitung berdasarkan kelompok usia anak James, Nelson, & Ashwill (2013). Sumber yang paling umum dari peningk
vital, penampilan klinis, produksi urine dan berat jenis, berat badan, dan
kadar elektrolit serum. (James, Nelson, & Ashwill, 2013).
siko-sosio-spiritual. Kondisi bio- psiko-sosio-spiritual mencakup banyak aspek sehingga memerlukan tugas yang sangat bany
ia bayi, satu klien termasuk kelompok toddler, sedangkan dua klien lainnya termasuk kelompok anak usia sekolah, dan rem
oleh Whittemore, Jaser dan Guo (2010) tentang pengkajian pada anak
dengan penyakit diabetes mellitus tipe 1 menunjukkan bahwa karakteristik
usia, status sosial ekonomi, penggunaan alat – alat kesehatan, respon
psikososial (gejala depresi dan respon kecemasan), dan fungsi keluarga
mempengaruh adaptasi. Para pasien yang menjalani pengobatan dalam
waktu yang lama dapat mengalami gangguan fisik seperti kelelahan,
Universitas Indonesia
menurut Wilkinson dan Ahern (2009) adalah penurunan cairan intravaskular, interstisial, atau intrasel. Diagnosa ini meruju
Universitas Indonesia
Hoque, Hussain, Hasan, dan Molla (2010) pada anak usia 1 – 44 bulan
yang mengalami diare akut menunjukkan bahwa hipokalemia ditemukan
pada 27 (30,1%) responden, dan hiponatremia 13 (15,1%) responden. Rata
– rata natrium yang ditemukan pada penelitian tersebut adalah 135,3 meq/l
(105 – 148 meq/l), dan rata – rata kalium 3,9 meq/l (1,5 – 5,7 meq/l).
Anak-anak penderita gizi buruk kelompok umur 6 – 24 bulan yang
mengalami diare dan muntah, pada suatu penelitian ditemukan lebih
banyak mengalami hiponatremia (p=0,019) dan hipokalemia (p=0,018)
dibandingkan dengan kelompok gizi buruk yang hanya mengalami muntah (Gangaraj, Das, & Madhulata, 2013)
g, penurunan berat badan, mengeluh badan terasa lemah, gelisah, dan rewel. Pada pemeriksaan tanda – tanda vital didapat
Hussain, Hasan, dan Molla (2010), dan sumber yang menyebutkan bahwa
dehidrasi yang paling umum dialami anak karena diare, dan muntah adalah
dehidrasi isonatremia (James, Nelson, & Ashwill, 2013).
4.1.3 Tujuan
Tujuan yang ditetapkan pada masing – masing kasus kelolaan didasarkan
pada perilaku inefektif yang terkait dengan gangguan keseimbangan cairan
Universitas Indonesia
pada klien yang ditemukan oleh residen. Hasil yang diharapkan dalam
penetapan tujuan adalah perilaku adaptif. Tujuan yang dibuat oleh residen
pada 5 kasus kelolaan melibatkan klien, dan keluarga mencakup perilaku
yang hendak diubah menjadi adaptif, bentuk perilaku yang hendak diubah
menjadi adaptif dengan melihat usia perkembangan anak, serta
pengetahuan keluarga. Waktu untuk pencapaian tujuan dibuat dengan
melibatkan klien, dan keluarga dengan mempertimbangkan usia anak,
pada saat dilakukan pengkajian. Waktu untuk pencapaian tujuan dibuat dengan melihat respon, dan kemauan keluarga se
emberian informasi tentang kondisi klien pada keluarga menjadi bagian yang penting bagi perawat dalam menetapkan tuju
an, meningkatkan, mengurangi, dan mengubah stimulus, sehingga individu dapat beradaptasi, dan menunjukkan perilaku a
Universitas Indonesia
dan output cairan, menganjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI,
mengajarkan pemberian cairan oral melalui NGT dengan feeding tube,
memberikan syrup Zinc, dan menimbang berat badan klien setiap hari.
esiden juga memberitahu ibu klien untuk tetap berusaha memberikan ASI, terutama pada klien usia bayi, walaupun klien m
bulan yang tidak disusui, kejadian infeksi rotavirus jauh lebih tinggi (82%)
dibandingkan dengan bayi dalam kelompok usia 0-5 bulan (57%) (Dey et
al., 2013).
Universitas Indonesia
stimulus yang menimbulkan perilaku inefektif sudah diketahui pada saat
pengkajian. Pengelolaan stimulus dengan memberikan intervensi
berdasarkan evidence based practice meningkatkan adaptasi klien terhadap
gangguan keseimbangan cairan. Hambatan dalam aplikasi model adaptasi
Roy dalam intervensi keperawatan secara umum adalah memerlukan
pertimbangan berbagai aspek untuk menentukan intervensi yang tepat.
Intervensi yang tepat memerlukan pengkajian yang lama, dan mendalam
bersama keluarga, dan kolaborasi dengan profesi lain. Pengelolaan gangguan keseimbangan cairan tidak memerlukan wakt
Universitas Indonesia
Kondisi syok mempengaruhi sirkulasi, dan tanda – tanda vital klien, untuk
mempertahankan tanda – tanda vital klien yang mengalami penurunan,
dilakukan pemberian dopamin, dan dobutamin.
neonatus dari kondisi sakit ringan sampai berat memberikan pengalaman belajar, dan praktik yang bervariasi bagi residen.
Praktik di ruang bedah anak menjadi sesuatu yang menarik bagi residen,
walaupun residen tidak mengikuti pelaksanaan operasi secara langsung, tetapi
hanya mengelola kasus pada pra, dan pasca operasi. Pencapaian kompetensi
yang diperoleh di ruang bedah anak adalah menerapkan evidence based
practice dalam pemberian asuhan keperawatan. Salah satu pelaksanaannya
adalah pembuatan media audio visual untuk memberikan edukasi pada orang
tua tentang perawatan stoma. Penerapan evidence based practice ini
Universitas Indonesia
mendapat dukungan penuh dari perawat ruangan, serta apresiasi yang baik
dari PPDS, dan dokter bedah konsultan.
Ruangan terakhir pada praktik residensi I yang digunakan oleh residen adalah
ruang rawat infeksi anak. Di ruangan ini kasus yang dikelola sangat beragam,
dan mencakup semua sistem tubuh manusia. Penerapan evidence based
practice di ruang rawat infeksi sudah dilakukan hampir di semua intervensi
keperawatan oleh perawat di ruangan. Kolaborasi dengan dokter, ahli gizi
berjalan dengan sangat baik, sehingga proses perawatan pasien dapat berlangsung dengan lancar.
Pencapaian kompetensi dalam pengelolaan kasus, dan kompetensi prosedural dapat dicapai residen pada praktik residensi
Universitas Indonesia
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sumber yang paling umum dari peningkatan kehilangan cairan adalah saluran
gastrointestinal dari muntah, diare, atau keduanya (misalnya, gastroenteritis).
Penanganan dehidrasi memerlukan manajemen cairan yang akurat dari
4 jam harus mampu melaksanakan manajemen cairan dengan akurat. Aplikasi teori keperawatan dalam pemberian asuhan
tang hubungan sebab akibat. Pengkajian kedua hal tersebut memudahkan analisis perawat untuk menilai diagnosa keperaw
48 Universitas Indonesia
n bersifat komprehensif, dan berkesinambungan. Pada penerapannya perawat harus mempunyai kompetensi dalam menga
uk aplikasi model adaptasi Roy perlu lebih banyak digunakan dalam penelitian keperawatan anak. Diharapkan dengan adan
memerlukan pengkajian mendalam dari perawat. Indikator gangguan cairan, patofisiologi gangguan cairan, dan manajemen
Universitas Indonesia
Begum, J.A., Hoque, M.M., Hussain, M., Hasan, M.N.A., & Molla, M.H. (2010).
Impact of electrolyte disturbances in outcome of acute diarrhoea in children.
DS(Child) H J, 26 (1), 36-40.
Bennett, V.J,. & Nayduch, D. (2004). Caring for the adolescent trauma patient in
the adult critical care nursing. Journal of Trauma Nursing, 11(3), 111-116.
lationship between pain experience and Roy adaptation model: Application of theoretical framework. Middle East Journal o
tan: Aplikasi model konseptual ( Yuyun Yuningsih, Yasmin Asih, Penerjemah). Jakarta:EGC.
rzana, F.D.,
in non-breast fed infants attending a large urban diarrheal disease hospital in Bangladesh.
n children.
and blood sugar changes in severely acute malnourished children and its association with diarrhoea and vomiting. Internati
care of children.
Juffrie, M., Soenarto, S.S.Y., Oswari, H., Arief, S., Rosalina, I., & Mulyani, N.S.
(2012). Buku ajar gastroenterologi – hepatologi anak. Jakarta:Badan
Penerbit IDAI.
Lamberti, L.M., Walker, C.L.F., Noiman, A., Victora, C., & Black, R.E. (2011).
Breastfeeding and the risk for diarrhea morbidity and mortality.
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/11/S3/S15 .
50 Universitas Indonesia
Munos, M.K., Walker, C.L.F., & Black, R.F. (2010). The effect of oral
rehydration solution and recommended home fluids on diarrhoea mortality.
International Journal of Epidemiology, 39, i75–i87.
Potts, N.L., & Mandleco, B.L. (2012). Pediatric nursing: Caring for children
and their families. (3rd ed.). Canada:Delmar.
Silbernagl, S., & Lang, F. (2013). Teks dan atlas berwarna: Patofisiologi.
re, R., Jaser, S., Guo., J., & Grey, M. (2010). A conceptual model of childhood adaptation to type 1 diabetes. Nurs Outlook, 5
., Willson, D., Winkelstein, M., & Schwartz, P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik (Agus Sutarna, Eni Juniarti & H.Y Kun
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
YEK INOVASI PENGGUNAAN PENGHANGAT KERING UNTUK MEMUDAHKAN PEMASANGAN AKSES VENA
RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO
Pemasangan akses vena perifer pada anak memerlukan ketrampilan, dan tehnik
yang tepat bagi petugas kesehatan. Suatu penelitian menyebutkan bahwa untuk
mencapai akses vena pada anak membutuhkan waktu lebih dari setengah jam.
Faktor – faktor yang menyebabkan kegagalan insersi vena pada anak adalah
faktor dari pasien sendiri, penyakit yang dialami, dan pengobatan yang sedang
dijalani. Kondisi vena yang rapuh terdapat pada usia anak yang kurang dari 3
tahun, sehingga dapat menimbulkan resiko pecahnya vena pada saat penusukan
dengan jarum. Berat badan anak yang kurang atau melebihi nomal
mempengaruhi visibilitas vena, karena ukurannya yang kecil. Kecemasan, takut
nyeri, dan kondisi emosional anak menyebabkan vasokonstriksi vena, dan
kemampuan klien untuk bekerjasama selama prosedur (Negri, Avelar, Andreoni,
Pedreira, 2012).
1
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
2
Beberapa metode yang digunakan pada saat pemasangan akses intravena adalah
penghangatan lokal, tehnik transiluminasi, penggunaan nitrogliserin pada
epidermis, penggunaan akses vena sentral. Penghangatan lokal melebarkan vena
dan mengurangi vasokonstriksi adrenergik. Pada tehnik ini, tangan atau lengan
bawah dapat dihangatkan dengan membungkusnya dalam handuk yang dibasahi
dengan air hangat atau merendam dalam air hangat. Penelitian yang dilakukan
oleh Lenhard (2002) menilai efek dari prosedur ini dalam memfasilitasi
penyisipan kanula vena, hasilnya menunjukkan bahwa penghangatan lokal dapat
mengurangi waktu dan jumlah usaha yang diperlukan pada saat pemasangan
akses vena. Menemukan akses vena pada bayi seringkali sulit, bayi mengalami
dehidrasi, obesitas atau ketika pembuluh darah sering diakses, sehingga tidak
ada lagi area yang bisa digunakan. Teknik transilluminasi telah digunakan untuk
memfasilitasi tusukan arteri, dan vena. Penggunaan salep yang mengandung
nitrogliserin telah digunakan untuk menghasilkan vasodilatasi kulit lokal.
Penelitian menunjukkan peningkatan diameter pembuluh darah, dan tingkat
keberhasilan yang lebih baik untuk insersi vena. Pemasangan akses vena sentral
memungkinkan masukan cairan dalam volume besar dalam waktu yang singkat
dan pada osmolaritas tinggi untuk rehidrasi, penggantian volume, kemoterapi
dan nutrisi parenteral. Selain itu, memungkinkan pemantauan hemodinamik, dan
administrasi yang cepat dari obat-obatan (Haas, 2004).
RSCM merupakan rumah sakit rujukan nasional, dimana anak – anak yang
dirawat di ruang infeksi anak sebagian besar mengalami penyakit infeksi akibat
komplikasi dari satu penyakit tertentu. Berbagai macam tindakan invasif dapat
dijalani oleh anak- anak tersebut, salah satunya adalah pemasangan akses vena.
Hampir 100% anak yang dirawat di ruang infeksi anak RSCM mendapat
tindakan pemasangan akses vena.
Ketrampilan dalam pemasangan akses vena di ruang rawat infeksi anak RSCM
tentu tidak diragukan lagi. Tetapi kegagalan dalam pemasangan akses vena
sering terjadi karena beberapa hal, yaitu anak kurang kooperatif, anak malnutrisi,
dan dehidrasi sehingga vena sulit untuk dilihat dan dipalpasi. Cara yang
dilakukan perawat di ruang infeksi untuk memudahkan pemasangan akses vena
adalah menggunakan tourniquet sehingga vena lebih mudah dilihat. Bila cara
1.4 Manfaat
1. Rumah Sakit
Sebagai upaya pelaksanaan asuhan keperawatan yang bersifat atraumatic
care bagi anak di RSCM.
2. Perawat
Memudahkan perawat untuk melakukan tindakan pemasangan akses vena.
3. Pasien
Mengurangi resiko kegagalan prosedur bagi pasien, sehingga pasien dapat
bersikap kooperatif untuk tindakan – tindakan invasif lainnya.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
STRENGTH WEAKNESS
4.1 Pelaksanaan
Pelaksanaan proyek inovasi dilakukan di lantai 1 gedung A ruang rawat infeksi
dan non infeksi anak dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Persiapan proyek inovasi dimulai dengan presentasi proposal di ruang Panel
lantai 5 Departemen Anak pada tanggal 14 Maret 2014 Pk 13.00 – 16.30
WIB. Presentasi dihadiri oleh kepala bidang keperawatan, kepala ruang
Perinatologi, perwakilan perawat gedung A, kepala ruang lantai 1 gedung A,
perawat primer, perawat asosiet, dan mahasiswa. Presentasi dilakukan oleh 9
mahasiswa, 5 mahasiswa pertama melaksanakan presentasi dilanjutkan
dengan diskusi dan tanya jawab, dilanjutkan dengan 4 mahasiswa dengan
kegiatan yang sama. Pada presentasi dan diskusi proposal proyek inovasi
didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Supervisor ruangan, kepala ruang lantai 1, perawat primer memberikan
persetujuan tentang pelaksanaan penggunaaan penghangat kering di
ruang rawat infeksi anak RSCM.
b. Rencana sosialisasi penggunaan penghangat kering pada pemasangan
akses vena pada perawat primer dan perawat asosiet di ruang rawat
infeksi anak.
c. Rencana pelaksanaan penggunaan penghangat kering pada pemasangan
akses vena pada pasien di ruang rawat infeksi anak RSCM.
2. Pelaksanaan Proyek Inovasi
Pelaksanaan proyek inovasi penggunaan penghangat kering dimulai dari
tanggal 18 Maret – 19 April 2014 dengan tahapan kegiatan sebagai berikut:
a. Sosialisasi
Sosialisasi dilaksanakan tanggal 18 – 20 Maret 2014 pada perawat
primer dan perawat asosiet di ruang rawat infeksi. Sosialisasi kembali
dilakukan pada perawat primer dan perawat asosiet di ruang rawat non
infeksi pada tanggal 7 – 8 April 2014.
4.2 Pembahasan
Pemasangan akses vena dilakukan dengan tujuan untuk memberikan cairan
intravena, pemberian obat – obatan intravena, dan pemberian transfusi darah.
Tempat pemasangan akses vena dipilih berdasarkan kemudahan, kenyamanan,
dan jenis cairan yang dimasukkan. Pada kondisi tertentu mungkin diperlukan
pemasangan akses vena sentral. Untuk vena – vena ekstremitas , hal terbaik yang
harus dilakukan adalah memilih area vena paling distal, dan menghindari tangan
dominan anak. Pemasangan akses vena pada pasien – pasien yang dirawat di
ruang infeksi, dan non infeksi lebih banyak pada vena ekstremitas atas. Vena
pada ekstremitas yang biasa digunakan sebagai area pemasangan akses vena
adalah vena sefalika, vena basilika, vena dorsalis, vena safena besar, vena
marginalis medialis, arkus vena dorsalis (Wong, 2009).
Pemasangan akses vena perifer pada anak memerlukan ketrampilan, dan tehnik
yang tepat bagi petugas kesehatan. Suatu penelitian menyebutkan bahwa untuk
mencapai akses vena pada anak membutuhkan waktu lebih dari setengah jam.
Faktor – faktor yang menyebabkan kegagalan insersi vena pada anak adalah
faktor dari pasien sendiri, penyakit yang dialami, dan pengobatan yang sedang
dijalani. Kerapuhan kapiler dan penurunan turgor jaringan salah satu alasan yang
menyebabkan kegagalan dalam insersi intra vena pada anak kurang gizi. Kondisi
vena yang rapuh terdapat pada usia anak yang kurang dari 3 tahun, sehingga
dapat menimbulkan resiko pecahnya vena pada saat penusukan dengan jarum.
Berat badan anak yang kurang atau melebihi nomal mempengaruhi visibilitas
vena, karena ukurannya yang kecil. Kecemasan, takut nyeri, dan kondisi
emosional anak menyebabkan vasokonstriksi vena, dan kemampuan klien untuk
bekerjasama selama prosedur (Negri, Avelar, Andreoni, Pedreira, 2012).
Pada penelitian tentang penghangat lokal dan pemasangan akses vena perifer
yang dilakukan oleh Lenhardt, Kimberger, Stoiser, & Sessler (2002) digunakan
penghangat yang dihangatkan sampai 52°C dan yang tidak dihangatkan sampai
52°C. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penghangat efektif meningkatkan
ukuran vena. Pada penelitian tentang dampak penghangat kering dan lembab
pada pemasangan akses vena pasien hemato-onkologi yang dilakukan oleh Fink,
et al (2009) digunakan dengan menggunakan desain two group randomized
controlled clinical design. Pada penelitian ini didapatkan bahwa penghangat
kering meningkatkan vein scores dibandingkan penghangat lembab
Pada pelaksanaan proyek inovasi, penggunaan penghangat pada pasien usia bayi
dan toddler kurang maksimal untuk dilakukan karena anak bergerak aktif,
bahkan cenderung tidak tenang. Pada anak usia sekolah, dan remaja efektif
diberikan karena anak pada usia tersebut sangat kooperatif, walaupun ada juga
anak yang mengalami dehidrasi. Pada anak yang mengalami dehidrasi, respon
aliran darah terganggu, dan akhirnya mempengaruhi visibilitas vena sehingga
pemberian penghangat tidak meningkatkan vein scores.
5.1 Kesimpulan
1. Jurnal yang digunakan sebagai dasar pada proyek inovasi ini adalah jurnal
penelitian dengan menggunakan desain single blind randomized controlled
trial, dan two group randomized controlled clinical design tentang
keefektifan penghangat kering dalam meningkatkan visibilitas vena.
2. Pelaksanaan proyek inovasi di ruang rawat infeksi dan non infeksi anak
RSCM pada tanggal 21 Maret – 19 April 2014 pada 6 pasien anak
didapatkan hasil 1 pasien anak usia 14 bulan dengan vein scores awal 1,
setelah diberi penghangat kering vein scores tetap 1, terdapat 2 pasien anak
usia 3 tahun, dan 14 tahun dengan vein scores awal 2, setelah diberi
penghangat kering vein scores tetap 2, terdapat 2 pasien anak usia 14 tahun,
dan 15 tahun dengan vein scores awal 3, dan setelah diberi penghangat
kering vein scores menjadi 4, terdapat 1 pasien anak usia 10 tahun dengan
vein scores awal 2, dan setelah diberi penghangat kering vein scores menjadi
3.
3. Kendala pada pelaksanaan proyek inovasi adalah pasien yang dirawat di
ruang rawat infeksi anak lebih banyak usia toddler dan bayi. Pasien pada usia
tersebut kurang kooperatif, karena aktif bergerak, sehingga proyek inovasi
dilanjutkan dengan pasien anak di ruang non infeksi yang terdiri dari anak
usia sekolah dan remaja.
4. Pelaksanaan proyek inovasi didukung oleh pasien usia sekolah, dan remaja
sangat kooperatif dengan penggunaan penghangat kering sebelum
pemasangan akses vena. Keluarga juga dapat menerima penggunaan
penghangat kering pada anaknya. Perawat di ruangan juga memberikan
respon yang baik serta melaksanakan proyek inovasi ini di ruangan. Sarana
prasarana di ruangan juga mendukung pada penggunaan penghangat kering
ini, khususnya air hangat yang memang sudah tersedia di ruangan.
5. Pada pelaksanaan proyek inovasi, penggunaan penghangat pada pasien usia
bayi dan toddler kurang maksimal untuk dilakukan karena anak bergerak
aktif, bahkan cenderung tidak tenang. Pada anak yang mengalami dehidrasi,
15
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
16
5.2 Saran
1. Pelayanan Asuhan Keperawatan
Metode untuk memudahkan pemasangan akses vena dengan penggunaan
penghangat kering digabungkan dengan penggunaan tourniquet perlu
diperkenalkan kepada seluruh perawat ruang anak lantai 1 gedung A RSCM.
2. Penelitian Keperawatan
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan tentang keefektifan penggunaan
penghangat kering pada anak usia tertentu dengan kesamaan jenis diagnosa
medis/penyakit yang dialami.
Fink, R.M, et al. (2009). The impact of dry versus moist heat on peripheral IV
catheter insertion in a hematology-oncology outpatient population. Oncology
Nursing Forum, 36(4), 199-204.
Haas, N.A. (2004). Clinical review: Vascular access for fluid infusion in children.
Critical Care, 8(6), 478-484.
James, S. R., Nelson, K. A., & Ashwill, J. W. (2013). Nursing care of children.
Fourth Edition. Missouri: Elsevier.
Kaur, M., Kaur, S., & Patel, F.D. (2011). Effect of 'Moist Heat Therapy' on the
visibility and palpability of peripheral veins before peripheral venous
cannulation of patients undergoing chemotherapy. Nursing and Midwifery
Research Journal, 7(3), 99-105.
Kuensting, L.L., DeBoer, S., Holleran, R., Shultz, B.L., Steinmann, R.A., & Venella,
J. (2009). Difficult venous access in children: taking control. Journal of
Emergency Nursing, 35(5), 419-424.
Lenhardt, R., Seybold, T., Kimberger, O., Stoiser, B., & Sessler, D.I. (2002). Local
warming and insertion of peripheral venous cannulas: single blinded
prospective randomised controlled trial and single blinded randomised
crossover trial. BMJ, 325, 1-4.
Negri, D.C., Avelar, A.F.M., Andreoni, S., & Pedreira, M.G. Predisposing factors for
peripheral intravenous puncture failure in children. Rev.Latino-Am.
Enfermagem, 20(6), 1-9.
Petrofsky, J, et al. (2009). Does skin moisture influence the blood flow response to
local heat ? A re-evaluation of the Pennes model. Journal of Medical
Engineering & Technology, 33(7), 532-537.
Rauch, D., Dowd, D., Eldridge, D., Mace., Schears, C., & Yen, K. Peripheral
difficult venous access in children. Clinical Pediatrics, 48(9), 895-901.
Wong, L. D. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik (Agus Sutarna, Eni Juniarti &
H.Y Kuncara, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Lampiran 2
UNIVERSITAS INDONESIA
KONTRAK BELAJAR
MATA AJAR RESIDENSI KEPERAWATAN ANAK I
KONTRAK BELAJAR
PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN ANAK II
Lampiran 3
Aplikasi model ..., Desak Putu Kristian Purnamiasih, FK UI, 2014
TUJUAN
NO KEGIATAN METODE TEMPAT/WAKTU
PEMBELAJARAN
1 Mahasiswa mampu Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Praktik Ruang Rawat Infeksi
memberikan asuhan masalah infeksi respirasi menggunakan aplikasi Roy’s Adapatation Anak RSCM/17
keperawatan pada Model, dengan tahapan sebagai berikut: Februari – 2 Maret
klien anak dengan 1. Mahasiswa melakukan pengkajian keperawatan: 2014
masalah infeksi a. Pengkajian stimulus pada:
respirasi, antara lain: 1) Model adaptasi fisiologis: Infeksi bakteri/virus pada saluran
a. Pneumonia pernapasan menimbulkan produksi sekret meningkat
b. TBC (stimulus fokal), bakteri/virus menimbulkan peningkatan
reaksi inflamasi, peningkatan metabolisme (stimulus
kontekstual).
2) Model adaptasi interdependensi: mengalami infeksi
pernapasan (stimulus fokal), berpisah dengan anggota
keluarga yang lain (stimulus kontekstual), merasa sedih
(stimulus residual)
3) Model adaptasi konsep diri: mengalami infeksi pernapasan
(stimulus fokal), dirawat di rumah sakit (stimulus
kontekstual), prosedur di rumah sakit membuat distress dan
nyeri pada anak (stimulus residual).
4 Mahasiswa mampu Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Praktik Ruang Rawat Infeksi
memberikan asuhan masalah infeksi persyarafan menggunakan aplikasi Roy’s Adapatation Anak RSCM/17
keperawatan pada Model, dengan tahapan sebagai berikut: Maret – 13 April
klien anak dengan 1. Mahasiswa melakukan pengkajian keperawatan: 2014
masalah infeksi a. Pengkajian stimulus pada:
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Ball, J., & Bindler, R. (2003). Pediatric nursing: caring for children. Ed 3rd. New Jersey:
Prentice Hall.
Silbernagl, S., & Lang, F. (2013). Teks & atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC.
Rahajoe, et.al. (2013). Buku ajar respirologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi,I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2006). Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Wong, L.D., Hockenberry, M., Willson, D., Winkelstein, M., & Schwartz, P. (2009). Buku
ajar keperawatan pediatrik. Vol 2. Jakarta:EGC.
21