Anda di halaman 1dari 68

UNIVERSITAS INDONESIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


KEPUTUSASAAN YANG MENGALAMI DIABETES
MELLITUS

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

JULYARNI
1106053123

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI
DEPOK
JUNI 2016

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
KEPUTUSASAAN YANG MENGALAMI DIABETES
MELLITUS

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

JULYARNI
1106053123

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI
DEPOK
JUNI 2016
i
Universitas Indonesia
ii
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


iii
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayahNya kepada penulis, sehingga Karya Ilmiah Akhir Ners ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Keputusasaan yang
Mengalami Diabetes Mellitus” telah selesai pada waktunya. Karya Ilmiah Akhir
Ners ini dibuat sebagai syarat untuk memperoleh gelar Ners di Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.

Karya Ilmiah Akhir Ners ini, tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa
pihak yang telah membantu:
1. Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia;
2. Riri Maria, S.Kp., M.N. selaku Ketua Program Studi Sarjana Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;
3. Fajar Tri Waluyanti, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An., IBCLC selaku
Koordinator Profesi Ners yang telah memberikan banyak informasi selama
penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners;
4. Ice Yulia Wardhani, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.J. selaku Koordinator Mata
Ajar Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan;
5. Dr. Mustikasari, S.Kp.,M.A.R.S selaku Dosen Pembimbing KIAN yang
telah memberikan bimbingan, arahan, saran, dan dukungan moral dalam
penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners;
6. Ns. Yudi Ariesta Chandra, S.Kep selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran selama praktik
PKKMP;
7. I Ketut Sudiatmika, M.Kep., Sp.Kep.J selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan banyak masukan yang bermanfaat untuk perbaikan penulisan
Karya Ilmiah Akhir Ners ini;
iv
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


8. Ns. Cilik Ratnaningrum, S.Kep selaku Pembimbing Klinik, sekaligus
penguji yang telah memberikan masukan dan arahan selama praktik
PKKMP dan pada saat menguji penulis;
9. Ns. Yuyun Yusnipah, S.Kep selaku kepala Ruang Bisma RS DR. H.
Marzoeki Mahdi Bogor dan serta seluruh perawat Ruang Bisma yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan ilmu yang bermanfaat kepada penulis
selama praktik PKKMP;
10. Ibu T dan keluarga selaku klien kelolaan yang telah berpartisipasi aktif
dalam penulisan karya ilmiah ini;
11. Bapak Silan dan Ibu Fahriah Basmin selaku orang tua penulis yang telah
memberikan dukungan, doa, nasihat, dan sarannya;
12. Adik-adik saya (Cahya dan Rafly) yang telah memberikan persaudaraan
erat serta materi maupun non materi;
13. Teman-teman peer group (Ike Maretta, Sella Devita dan Wilda Awlia)
yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis;
14. Kelompok Mahasiswa PKKMP Jiwa, Kelompok Bisma, serta teman
seperbimbingan KIAN (Kak Maela, Kak Faiqa dan Nurma) yang telah
membantu penulis mengisi hari-hari praktik PKKMP;
15. Teman-teman FIK UI 2011 yang telah memberikan dukungan dan
persahabatan kepada penulis selama ini;
16. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan Karya Ilmiah
Akhir Ners ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Karya Ilmiah Akhir Ners ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan karena
keterbatasan waktu, tenaga, dan pengalaman penulis. Kritik dan saran sangat
diperlukan untuk menyempurnakan Karya Ilmiah Akhir Ners ini. Semoga Karya
ilmiah akhir ners ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan
selanjutnya.
Depok, Juni 2016

Penulis

v
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


vi
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


ABSTRAK

Nama : Julyarni
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Keputusasaan
yang Mengalami Diabetes Mellitus

Jumlah penduduk perkotaan cenderung meningkat setiap tahunnya, hal tersebut


berdampak pada meningkatkan masalah kesehatan pada masyarakat perkotaan.
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang lazim dialami oleh
masyarakat perkotaan di dunia. Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk
menggambarkan masalah psikososial keputusasaan pada masyarakat perkotaan
yang mengalami diabetes mellitus. Intervensi yang dilakukan untuk masalah
psikososial keputusasaan yaitu mengembangkan harapan positif, melatih
kemampuan positif dalam diri klien dan pemberian infomasi sesuai kebutuhan
klien. Hasil dari penerapan intervensi ini menunjukkan bahwa mengembangkan
harapan positif dan melatih kemampuan positif pada klien mampu secara efektif
menurunkan gejala keputusasaan.

Kata kunci: diabetes mellitus, keputusasaan, masyarakat perkotaan

vii
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


ABSTRACT

Name :Julyarn
i Study Program
:Nursing
Title :Nursing Care to Client with Hopelessness who Suffer from
Diabetes Mellitus

The urban population is increasing every year, it has an impact on improving the
health problems in urban communities. Diabetes mellitus is a common disease
which is experienced by the urban communities in the world. The aim of this essay
is to describe the psychosocial problem, hopelessness, in urban communities who
suffered from diabetes mellitus. Interventions for hopelessness psychosocial
problem are developing positive expectations, positive skill enchancement within
the client and providing information as per client requirements. The result of the
implementation of this intervention showed that developing positive expectations
and positive skill enchancement to the client could effectively decrease the
hopelessness symptoms.

Keywords: diabetes mellitus, hopelessness, urban communities

viii
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… ...... x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………....... xi

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................ 5
1.4 Manfaat Penulisan ...................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 7


2.1 Konsep dan Teori Perkotaan ...................................................... 7
2.1.1 Karakteristik Masyarakat Perkotaan ................................. 7
2.1.2 Masalah Kesehatan pada Masyarakat Perkotaan .............. 7
2.2 Diabetes Mellitus ....................................................................... 8
2.2.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus ............................................ 9
2.2.2 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus ................................ 10
2.2.3 Komplikasi Diabetes Mellitus ........................................... 11
2.3 Keputusasaan .............................................................................. 13
2.3.1 Tanda dan Gejala Keputusasaan ....................................... 14
2.3.2 Proses Keperawatan Keputusasaan ................................... 14
2.4 Keputusasaan pada Klien Diabetes Mellitus ............................... 17

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN ................................................ 18


3.1 Pengkajian .................................................................................. 18
3.2 Diagnosis Keperawatan Utama .................................................. 20
3.3 Implementasi keperawatan ......................................................... 20
3.4 Evaluasi Tindakan Keperawatan ................................................ 21

BAB 4 ANALISIS SITUASI ...................................................................... 22


4.1 Analisis Masalah Keperawatan .................................................. 22
4.2 Analisis Intervensi Keperawatan ................................................ 25
4.3 Alternatif Pemecahan Masalah .................................................. 27

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 29

ix
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


5.1 Kesimpulan.....................................................................................29
5.2 Saran...............................................................................................29
5.2.1 Keilmuan................................................................................29
5.2.2 Pelayanan...............................................................................29
5.2.3 Penelitian................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................31

LAMPIRAN

x
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Pohon Masalah................................................................................20

xi
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pengkajian Keperawatan

Lampiran 2 Analisis Data

Lampiran 3 Rencana Keperawatan

Lampiran 4 Catatan Perkembangan Keperawatan

xii
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


BAB 1

PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjabaran beberapa data yang mendukung penulis dalam
mengangkat judul Karya Ilmiah Akhir Ners ini. Rumusan masalah juga
dipaparkan sebagai ringkasan latar belakang yang dikaitkan dengan kasus klien
kelolaan. Selain itu, tujuan dan manfaat penulisan juga dijabarkan secara rinci
dalam bab ini.

1.1 Latar Belakang

Jumlah penduduk perkotaan cenderung meningkat setiap tahunnya. Menurut


PBB pada tahun 2014, jumlah penduduk perkotaan di dunia sudah mencapai
54% dan pada tahun 2030 diperkirakan akan meningkat menjadi 66% dari
jumlah seluruh penduduk dunia (United Nations, 2014). Menurut Badan Pusat
Statistik (2014), jumlah penduduk di Indonesia pun cenderung meningkat dari
tahun 2000 yang berjumlah 206.264.595 menjadi 237.641.326 jiwa pada tahun
2010. Selain itu, menurut Badan Pusat Statistik (2014), presentase penduduk
perkotaan di Indonesia cenderung meningkat dari 49,8% pada tahun 2010,
menjadi 53,3% pada tahun 2015, dan pada tahun 2035 diperkirakan akan
meningkat menjadi 66,6%. Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah
penduduk perkotaan di daerah Jawa Barat sebesar 65,7%, pada tahun 2015
menjadi 72,7%, dan pada tahun 2035 diperkirakan akan meningkat menjadi
86,6% (Ritonga, 2014). Data-data tersebut menggambarkan bahwa jumlah
penduduk perkotaan di dunia termasuk Indonesia, khususnya daerah Jawa
Barat cenderung meningkat.

Peningkatan jumlah penduduk perkotaan tersebut cenderung berdampak pada


semakin banyaknya masalah yang terjadi di dalamnya. Menurut WHO (2010),
urbanisasi merupakan salah satu tren global terkemuka abad ke-21 yang
memiliki dampak signifikan pada kesehatan, di mana faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan perkotaan meliputi tata kota, karakteristik populasi,

1
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


2

lingkungan alam dan pembangunan, sosial dan pembangunan ekonomi,


layanan dan manajemen kesehatan darurat dan keamanan pangan.

Karakteristik masyarakat perkotaan berbeda dengan masyarakat pedesaan.


Pada masyarakat perkotaan dari segi lingkungan, lebih mungkin untuk melihat
kesenjangan besar dalam status sosial ekonomi, kejahatan dan kekerasan
semakin meningkat, keberadaan populasi terpinggirkan (misalnya, pekerja
seks) dengan perilaku berisiko tinggi, dan kerentanan stres psikologis yang
lebih, yang menyertai kepadatan yang meningkat dan keanekaragaman dari
perkotaan. Sedangkan pada masyarakat pedesaan, daerah pedesaan sering
memiliki kekuatan termasuk jaringan sosial yang padat, ikatan sosial durasi
panjang, pengalaman hidup bersama, kualitas hidup yang tinggi, dan norma-
norma swadaya, dan timbal balik (Unite for Sight, 2015). Oleh sebab itu,
masyarakat perkotaan cenderung berisiko mengalami masalah kesehatan, baik
kesehatan fisik, maupun kesehatan psikososial.

Menurut WHO (2010), masalah kesehatan yang sering terjadi pada


masyarakat perkotaan yaitu penyakit paru infeksius akibat kondisi lingkungan
yang buruk, penyakit tidak menular (penyakit jantung, kanker dan diabetes)
akibat penggunaan tembakau, diet tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik dan
penggunaan alkohol yang membahayakan, dan kecelakaan lalu lintas maupun
tindakan kriminal. Dengan demikian, penyakit diabetes mellitus merupakan
salah satu penyakit yang lazim terjadi pada masyarakat perkotaan.

Menurut Depkes (2014), diabetes mellitus merupakan gangguan metabolik


menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak
dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif, yang akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar glukosa dalam darah
(hiperglikemia). Menurut Depkes (2008), jumlah penderita diabetes mellitus
pada tahun 2007 sebesar 1,1%. Menurut Depkes (2014), jumlah penderita
diabetes di dunia pada tahun 2013 sebanyak 382 juta jiwa dan pada tahun
2035 diperkirakan jumlah tersebut akan meningkat menjadi 592 juta jiwa.
Diperkirakan pula bahwa dari 382 juta jiwa tersebut, 175 jiwa juta di
antaranya masih belum terdiagnosis, sehingga keadaan ini dapat mengancam

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


penyakit tersebut berkembang progresif. Sedangkan menurut Riskesdas tahun
2013, jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia sebesar 1,5% (Depkes,
2014).

Salah satu masalah kesehatan psikososial yang sering terjadi pada klien
dengan diabetes mellitus yaitu keputusasaan. Keputusasaan adalah pernyataan
subjektif individu di mana seorang individu melihat keterbatasan atau tidak
ada alternatif atau pilihan-pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat
memobilisasi energi atau masalahnya secara sendiri yang ditandai dengan
gangguan pola tidur, penurunan afek, nafsu makan, kontak mata berkurang,
inisiatif dan respon stimulus akibat stres kronis, menjauhi lawan bicara, pasif,
mengangkat bahu dan mengatakan “tidak bisa”, mengeluh (Herdman &
Kamitsuru, 2014).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2009) mengenai depresi dan
diabetes menunjukkan bahwa pada individu yang mengalami diabetes kronik
cenderung akan mengalami gangguan psikologis seperti depresi yang dapat
mempengaruhi koping individu yang tidak efektif seperti merokok, penurunan
nafsu makan, dan kurangnya aktivitas fisik.

Perawat sebagai tenaga kesehatan harus memperhatikan kondisi klien secara


komprehensif baik secara fisik, sosial, spiritual, budaya dan kondisi
psikososial. Perawat bertanggung jawab dalam memberikan asuhan
keperawatan psikososial klien dengan diabetes mellitus yang disertai gagal
jantung kongestif dan TB paru. Hal ini dilakukan untuk menekan angka risiko
terjadinya komplikasi dari diabetes mellitus. Pendidikan kesehatan dan
strategi komunikasi terhadap klien dengan diabetes mellitus dilakukan sesuai
dengan masalah psikososial yang terjadi pada klien dengan masalah
psikososial keputusasaan.

Menurut data mengenai jumlah penyakit fisik yang masuk di Ruang Bisma
RSMM Bogor pada bulan Februari 2016, diabetes mellitus berada di urutan
terbanyak yaitu sejumlah 14 orang (18,66%), diikuti dengan gagal jantung
kongestif (CHF) sejumlah 10 orang (13,33%). Sedangkan untuk masalah
psikososial yang terobservasi oleh mahasiswa selama praktik di Ruang Bisma,
menunjukkan bahwa 44,4% mengalami ansietas dan yang mengalami
keputusasaan sebanyak 3 orang (6,67%).

Masalah psikososial keputusasaan cenderung berdampak pada perburukan


kondisi fisik klien dan merupakan salah satu masalah keperawatan yang unik,
dengan persentase yang masih sedikit di Ruang Bisma, dan standar asuhan
keperawatan psikososial mengenai keputusasaan belum tampak diaplikasikan
di Ruang Bisma, dihubungkan dengan masalah kesehatan diabetes mellitus
yang merupakan masalah kesehatan terbanyak di Ruang Bisma, sehingga
penulis tertarik untuk memberi gambaran tentang masalah keperawatan
psikososial tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
keputusasaan merupakan masalah psikososial yang sering terjadi pada pasien
dengan diabetes mellitus.

1.2 Rumusan Masalah

Jumlah penduduk perkotaan cenderung meningkat setiap tahunnya, hal


tersebut berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk perkotaan di
Indonesia khususnya daerah Jawa Barat yang cenderung meningkat setiap
tahunnya. Karakteristik masyarakat perkotaan cenderung berbeda dengan
masyarakat pedesaan yang dilihat dari segi lingkungan yang akan berdampak
pada masalah kesehatan fisik maupun psikososial. Masalah kesehatan diabetes
mellitus merupakan masalah yang sering terjadi pada masyarakat perkotaan.
Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2013,
sebesar 1,5% dan di RSMM sebesar 18,6%. Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya, masalah psikososial yang cenderung timbul pada klien dengan
diabetes mellitus adalah keputusasaan. Jumlah klien yang terobservasi
mengalami keputusasaan di Ruang Bisma RSMM sebanyak 3 orang, dengan
masalah kesehatan diabetes mellitus yang merupakan masalah kesehatan
terbanyak di ruangan. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk memberi
gambaran bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan keputusasaan
yang mengalami diabetes mellitus?
1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran asuhan


keperawatan keputusasaan.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Tergambarnya data fokus pada asuhan keperawatan psikososial pada


klien dengan Diabetes Mellitus

b. Tergambarnya rumusan diagnosis keperawatan psikososial yang


muncul pada klien dengan Diabetes Mellitus.

c. Tergambarnya rencana keperawatan psikososial pada klien dengan


Diabetes Mellitus.

d. Tergambarnya evaluasi tindakan keperawatan psikososial pada klien


dengan Diabetes Mellitus.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis

Karya tulis ini dapat dijadikan data dasar untuk pengembangan keilmuan
keperawatan jiwa terkait dengan masalah psikososial pada klien dengan
diabetes mellitus.

1.4.2 Manfaat Aplikatif

Karya tulis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perawat sebagai pedoman
dalam memberikan asuhan keperawatan psikososial pada klien dengan
keputusasaan. Selain itu, dapat bermanfaat pula bagi klien dan keluarga
dalam mengatasi masalah psikososial pada klien dengan diabetes mellitus.
1.4.3 Manfaat Bagi Penulis Lain

Karya tulis ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penulisan karya
tulis ilmiah selanjutnya pada area keperawatan jiwa atau terkait dengan
masalah psikososial pada klien dengan diabetes mellitus.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan menjelaskan berbagai teori dan penelitian terkait masyarakat
perkotaan diabetes mellitus. Pada bab ini juga akan dipaparkan konsep terkait
masalah psikososial akibat penyakit fisik yaitu keputusasaan sebagai acuan
tentang pentingnya proses keperawatan masalah psikososial pada pasien dengan
penyakit fisik.

2.1 Konsep dan Teori Perkotaan

2.1.1 Karakteristik Masyarakat Perkotaan

Karakteristik masyarakat perkotaan berbeda dengan masyarakat pedesaan. Pada


masyarakat perkotaan dari segi lingkungan, lebih mungkin untuk melihat
kesenjangan besar dalam status sosial ekonomi, kejahatan dan kekerasan semakin
meningkat, keberadaan populasi terpinggirkan (misalnya, pekerja seks) dengan
perilaku berisiko tinggi, dan kerentanan stres psikologis yang lebih, yang
menyertai kepadatan yang meningkat dan keanekaragaman dari perkotaan.
Sedangkan pada masyarakat pedesaan, daerah pedesaan sering memiliki kekuatan
termasuk jaringan sosial yang padat, ikatan sosial durasi panjang, pengalaman
hidup bersama, kualitas hidup yang tinggi, dan norma-norma swadaya, dan timbal
balik (Unite for Sight, 2015).

2.1.2 Masalah Kesehatan pada Masyarakat Perkotaan

Peningkatan jumlah penduduk perkotaan tersebut cenderung berdampak pada


semakin banyaknya masalah yang terjadi di dalamnya. Menurut WHO (2010),
urbanisasi merupakan salah satu tren global terkemuka abad ke-21 yang memiliki
dampak signifikan pada kesehatan, di mana faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan perkotaan meliputi tata kota, karakteristik populasi, lingkungan alam
dan pembangunan, sosial dan pembangunan ekonomi, layanan dan manajemen
kesehatan darurat dan keamanan pangan.

7
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


8

Masalah kesehatan yang sering terjadi pada masyarakat perkotaan yaitu penyakit
paru infeksius akibat kondisi lingkungan yang buruk, penyakit tidak menular
(penyakit jantung, kanker dan diabetes) akibat penggunaan tembakau, diet tidak
sehat, kurangnya aktivitas fisik dan penggunaan alkohol yang membahayakan,
dan kecelakaan lalu lintas maupun tindakan kriminal. Penyakit Diabetes Mellitus,
gagal jantung kongestif dan TB paru merupakan salah satu penyakit yang lazim
terjadi pada masyarakat perkotaan (WHO, 2010).

2.2 Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan


ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang mengarah ke hiperglikemia Sedangkan, diabetes mellitus tipe 2
merupakan gangguan metabolik yang melibatkan faktor genetik dan lingkungan,
biasanya terjadi pada individu di atas usia 40 tahun (Black & Hawks, 2009).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kondisi patologis dimana glukosa darah
sangat tinggi akibat gangguan fungsi insulin serta tergolong penyakit sistemik,
kronis dan multifaktorial (Baradero et al, 2009). Penyakit ini berhubungan erat
dengan gangguan vaskular, gangguan neuropati dan lesi dermopatik yang dapat
berkembang menjadi ketoasidosis (KAD), syok, edema serebral hingga berujung
pada kematian. Diabetes Mellitus dapat menyerang individu mulai dari usia dini
(sekitar 4 tahun) sampai usia dewasa maupun lansia. Kronologi penyakit ini
biasanya tidak dianggap serius sehingga penderita DM tidak menyadari bahaya
penyakit tersebut sampai merasakan gejala yang tergolong berat.

Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolik kronis yang tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia
karena defisiensi insulin atau ketidakedekuatan penggunaan insulin. Terdapat dua
tipe diabetes : tipe I dan tipe II. DM tipe I, disebut juga diabetes mellitus
tergantung insulin (IDDM), mulai dengan tiba-tiba dan sebelum usia 30 tahun.
Faktor Risiko Diabetes Mellitus antara lain :
1) Ras/etnik
2) Riwayat keluarga

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


3) Obesitas
4) Usia
5) Riwayat kelahiran premature (BBLR)
6) Kurang Aktivitas Fisik
7) Diet tinggi glukosa, karbohidrat dan lemak serta kurang intake serat

2.2.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus


Berdasarkan etiologi, Diabetes Mellitus diklasifikasikan sebagai berikut
(American Diabetes Association, 2016):
1) Diabetes Mellitus Tipe I (Juvenile onset atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
DM tipe 1 merupakan kondisi dimana sel-sel beta pankreas tidak mampu
menghasilkan insulin atau jumlah yang dihasilkan sangat sedikit akibat
kerusakan 80% sel-sel beta tersebut. Para ahli dari American Diabetes
Assosiation menyatakan bahwa DM tipe 1 terjadi akibat autoimunitas dan
faktor lingkungan (seperti paparan radiasi atau toksin) yang menyerang
sistem imun. Kondisi patologis tersebut menyebabkan sistem imun
menganggap glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas
sebagai antigen sehingga leukosit dilepas dan mengakibatkan destruksi sel-
sel beta dengan memproduksi Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 dan
DR4. Selain akibat autoimun, DM tipe 1 juga dapat disebabkan oleh virus
yang menyerang selama masa kehamilan dan faktor idiopatik yang dimana
HLA tidak ditemukan dalam tubuh tetapi kerusakan sel beta tetap terjadi.
Diabetes tipe 1 biasanya didiagnosis pada anak-anak dan dewasa muda, dan
sebelumnya dikenal sebagai juvenile diabetes. Hanya 5% dari penderita
diabetes memiliki bentuk penyakit ini.

2) Diabetes Mellitus Tipe II (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus)


Diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum terjadi. Diabetes
tipe ini merupakan akibat dari gaya hidup diabetagonik (gaya hidup dengan
konsumsi kalori tinggi dengan aktivitas minimum) dan faktor genetik. Variasi
dari DM tipe 2 adalah resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif.
Resistensi insulin merupakan kondisi dimana jumlah insulin normal tetapi
tidak mampu merangsang respon reseptor insulin di sel-sel tubuh dan hati.
Sedangkan defisiensi insulin relatif merupakan kondisi dimana insulin yang
disekresikan oleh pankreas tidak mencukupi atau mengalami keterlambatan.
Kedua variasi DM tersebut dapat disebabkan oleh hiperglikemia kronik yang
menyebabkan kerusakan sensitivitas reseptor insulin di sel tubuh dan
gangguan fungsi sel-sel beta.
3) Diabetes Gestasional: diabetes sebagai dampak dari kehamilan, biasanya
terjadi pada minggu ke-24, yang manifestasinya akan hilang ketika proses
kehamilan berakhir.

2.2.2 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus


Manifestasi klinis DM terdiri dari (Baradero et al, 2009):
A. Gejala akut :
- Glikosuria : konsentrasi glukosa yang tinggi dalam darah akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas tubulus ginjal dalam
mereabsorpsi glukosa. Pada penderita DM kronik, tubulus ginjal akan
mengalami peningkatan ambang reabsorpsi glukosa yang membebani
kerja ginjal sehingga ginjal mengalami kejenuhan (saturasi). Pada
akhirnya, kelebihan glukosa tidak dapat dikembalikan ke dalam vaskular
melalui reabsorbsi sehingga kelebihan glukosa akan dikeluarkan dari
ginjal. Konsentrasi glukosa yang tinggi dalam urin disebut glukosuria.
- Poliuria : poliuria disebabkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah.
Ketika mencapai ginjal, konsentrasi glukosa yang berlebihan akan
dikeluarkan dari tubuh. Glukosa memiliki sifat osmotik aktif yang artinya
mampu membentuk ikatan yang kuat dengan air sehingga semakin tinggi
kadar glukosa dalam darah, semakin banyak glukosa yang akan
dikeluarkan dari tubuh sehingga semakin banyak pula cairan yang akan
dikeluarkan.
- Polidipsia : pengeluaran urin dalam jumlah banyak akan menmberikan
stimulus pada pusat osmoregulasi sehingga terjadi peningkatan rasa haus.
- Polifagia : walaupun jumlah glukosa tinggi, glukosa tersebut tidak dapat
dimasukkan ke dalam sel sehingga sel mengalami hipoglikemi atau
kelaparan. Kondisi tersebut menginduksi rasa lapar yang terjadi secara
terus menerus.
- Penurunan berat badan drastis.
- Mual dan muntah.
- Kelelahan: akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sel
untuk menggunakan glukosa sebagai energi
B. Gejala kronik
- Kesemutan, baal (kehilangan sensasi) dan kram.
- Gangguan penglihatan.
- Penyembuhan luka yang lambat.
- Pruritus, terutama di sekitar area perineum.
- Gigi mudah lepas.
- Penurunan kemampuan seksual.
- Mudah mengantuk

2.2.3 Komplikasi Diabetes Mellitus


Komplikasi yang terjadi pada pasien DM terdiri dari (Black & Hawks, 2009):
A. Komplikasi Akut

1. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi apabila kadar glukosa darah turun di bawah 50-60
mg/dl akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang
berat. Hipoglikemi ringan, gejala yang muncul seperti perspirasi, tremor,
takikardi, palpitasi, kegelisahan, dan rasa lapar. Hipoglikemi sedang, gejala
yang muncul seperti ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo,
konfusi, penurunan daya ingat, baal di daerah bibir dan lidah, bicara pelo,
gerakan tak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku tidak rasional,
penglihatan ganda, perasaan ingin pingsan. Hipoglikemia berat, gejala yang
muncul seperti disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur,
dan kehilangan kesadaran.
2. Ketoasidosis diabetik
KAD disebabkan oleh tidak adanya insulin atau jumlah insulin yang tidak
mencukupi. Gambaran klinis yang penting pada ketoasidosis diabetik
adalah dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Gejala yang muncul
seperti poliuri dan polidipsi, penglihatan kabur, kelemahan dan sakit kepala,
hipotensi ortostatik, nafas berbau aseton, anoreksia, mual, muntah, nyeri
abdomen, dan hiperventilasi (pernapasan Kussmaul).

B. Komplikasi Kronik (Black & Hawks, 2009)


1. Komplikasi Makrovaskuler
a. Penyakit arteri koroner
Penderita diabetes mengalami peningkatan insiden infark miokard
akibat perubahan atherosklerotik pada pembuluh arteri koroner. Salah
satu ciri unik penyakit arteri koroner pada penderita diabetes adalah
tidak terdapatnya gejala iskemik yang khas.
b. Penyakit serebrovaskuler
Penderita diabetes berisiko dua kali lipat untuk terkena penyakit
serebrovaskuler seperti TIA (Transient Ischemic Attack) dan stroke.
c. Penyakit vaskuler perifer
Tanda dan gejala mencakup berkurangnya denyut nadi perifer dan
klaudikasio intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan).

2. Komplikasi Mikrovaskuler
a. Retinopati diabetik
Retinopati diabetik merupakan kelainan patologis mata disebabkan
perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata.
Penglihatan yang kabur merupakan gejala umum yang terjadi. Penderita
yang melihat benda tampak mengambang (floaters) dapat
mengindikasikan terjadinya perdarahan.

b. Nefropati diabetik
Merupakan penyebab tersering timbulnya penyakit ginjal stadium
terminal pada penderita diabetes.
3. Neuropati
Neuropati mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe
saraf termasuk saraf perifer (sensoriotonom), otonom, dan spinal.

a. Neuropati perifer
Neuropati perifer sering mengenai bagian distal serabut saraf khususnya
saraf ekstremitas bawah. Gejala awal adalah parestesia (rasa tertusuk-
tusuk, kesemutan atau peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar
khususnya malam hari. Bila terus berlanjut penderita akan mengalami
baal (mati rasa) di kaki, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu yang
meningkatkan risiko untuk mengalami cedera dan infeksi di kaki.

b. Neuropati otonom.
Neuropati otonom mengakibatkan berbagai disfungsi yang mengenai
hampir seluruh sistem organ tubuh.

- Kardiovaskuler: takikardi, hipotensi ortostatik, infark miokard tanpa


nyeri
- Gastrointestinal: cepat kenyang, kembung, mual, muntah,
hiperfluktuasi gula darah, konstipasi, diare
- Urinarius: retensi urin, penurunan kemampuan untuk merasakan
kandung kemih yang penuh.
- Kelenjar adrenal: tidak ada atau kurangnya gejala hipoglikemia,
penderita tidak lagi merasa gemetar, berkeringat, gelisah, dan
palpitasi.
- Neuropati sudomotorik: penurunan pengeluaran keringat (anhidrosis)
pada ekstremitas. Kekeringan pada kaki meningkatkan risiko ulkus.
- Disfungsi seksual: impotensi

2.3 Keputusasaan

Keputusasaan adalah pernyataan subjektif individu di mana seorang individu


melihat keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilihan-pilihan pribadi yang
tersedia dan tidak dapat memobilisasi energi atau masalahnya secara sendiri
(Herdman & Kamitsuru, 2014). Wilkinson dan Ahern (2009) menyatakan bahwa
faktor yang berhubungan dengan terjadinya keputusasaan antara lain:
- Pengabaian
- Kondisi fisik yang turun atau membaik
- Stress jangka panjang
- Kehilangan keyakinan dalam nilai
- Pembatasan aktivitas dalam waktu lama yang menyebabkan isolasi
- Kurang dukungan sosial

2.3.1 Tanda dan Gejala Keputusasaan


Menurut Herdman dan Kamitsuru (2014), tanda dan gejala yang menunjukkan
klien memiliki masalah keperawatan keputusasaan menurut yaitu:
- Klien mengatakan isi pembicaraan yang pesimis, misal “saya tidak bisa”
- Klien menutup mata
- Penurunan nafsu makan
- Penurunan afek
- Penurunan respon terhadap stimuli
- Penurunan pengungkapan verbal
- Kurang inisiatif
- Kurang terlibat dalam perawatan
- Pasif
- Mengangkat bahu sebagai respon terhadap pembicaraan
- Gangguan pola tidur
- Meninggalkan pembicaraan
- Menghindari kontak mata

2.3.2 Proses Keperawatan Keputusasaan


A. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan keputusasaan dapat dilihat dari tanda dan
gejala dari depresi sebagai berikut (Townsend, 2015):
1. Pengaruh orang yang depresi adalah salah satu kesedihan,
kekecewaan, ketidakberdayaan, dan keputusasaan. Prospek suram
dan pesimistis dan perasaan tidak berharga.
2. Pikiran melambat dan kesulitan konsentrasi terjadi. Ide obsesif dan
ruminasi dari pikiran negatif yang umum. Pada depresi berat (depresi
besar atau depresi bipolar), fitur psikotik seperti halusinasi dan delusi
mungkin jelas.
3. Secara fisik, ada bukti kelemahan dan sangat kelelahan, sedikit
energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari (ADL).
4. Beberapa orang mungkin cenderung ke arah makan yang berlebihan
dan minum, sedangkan yang lain mungkin mengalami anoreksia dan
penurunan berat badan. Menanggapi perlambatan umum tubuh,
pencernaan sering lemah, sembelit, dan retensi urin.
5. Gangguan tidur yang umum, baik insomnia atau hipersomnia.
6. Verbalisasi terbatas. Ketika orang depresi berbicara, konten dapat
berupa perenungan tentang kehidupan mereka sendiri menyesalkan
atau, dalam klien psikotik, sebuah refleksi dari pemikiran delusi
mereka.
7. Partisipasi sosial berkurang, klien memiliki kecenderungan terhadap
egosentrisme dan fokus yang intens pada diri.

B. Diagnosis Keperawatan
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Britneff dan Winkley
(2013) mengenai peran intervensi psikologis untuk orang dengan
diabetes dan masalah kesehatan mental, menunjukkan bahwa beberapa
orang dengan diabetes merasa sulit untuk mengatasi dan beresiko
memiliki masalah kesehatan mental, seperti gangguan suasana hati,
gangguan makan dan kecanduan. Gangguan suasana hati tersebut salah
satunya yaitu depresi, yang memiliki tanda gejala keputusasaan seperti
hilangnya rasa percaya, perasaan kegagalan atau rasa bersalah yang
berlebihan, pikiran atau tindakan bunuh diri, kurang konsentrasi/ ragu-
ragu dan gerakan melambat atau agitasi.
C. Intervensi Keperawatan
Menurut Stuart (2009), keputusasaan merupakan suatu respon emosional
dari masalah psikologis respon emosional maladaptif. Intervensi yang
dilakukan untuk mengatasi masalah psikososial yang berhubungan
dengan respon emosional maladaptif atau keputusasaan yaitu:
1. Modifikasi respon maladaptif klien
2. Kembalikan fungsi kerja dan fungsi psikososial klien
3. Tingkatkan kualitas hidup klien
4. Meminimalkan risiko kekambuhan klien
5. Memberikan keamanan
6. Mendorong hubungan terapeutik
7. Mendorong ADL dan perawatan fisik
8. Menggunakan komunikasi terapeutik
9. Berikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga (Videbeck,
2011).

Untuk berhasil melaksanakan tindakan keperawatan yang terkait dengan


kebutuhan afektif pasien, perawat harus menggunakan berbagai
keterampilan komunikasi, seperti empati, refleksi perasaan, pertanyaan
terbuka-tertutup berorientasi, validasi, pengungkapan diri, dan
konfrontasi. Pasien dengan gangguan suasana hati yang parah akan
menantang keterampilan terapeutik perawat dan menguji perawat yang
peduli dan berkomitmen (Stuart, 2009).

Berdasarkan Standar Asuhan Keperawatan Diagnosa Psikososial oleh


Tim Keperawatan Jiwa FIK UI (2011), intervensi keperawatan pada
klien dengan keputusasaan yaitu:

a. Intervensi Keperawatan pada Pasien:


1) Diskusi tentang kejadian yang membuat putus asa,
perasaan/pikiran/perilaku yang berubah
2) Latihan berpikir positif melalui penemuan harapan dan makna
hidup
3) Latihan melakukan aktivitas untuk menumbuhkan harapan dan
makna hidup
b. Intervensi Keperawatan pada Keluarga dengan Keputusasaan
1) Mendiskusikan kondisi pasien: keputusaan, penyebab, proses
terjadi, tanda dan gejala, akibat
2) Melatih keluarga merawat pasien dengan keputusasaan
3) Melatih keluarga melakukan follow up

2.4 Keputusasaan pada Klien Diabetes Mellitus

Menurut Stuart (2009), macam-macam penyakit fisik yang berdampak pada


keputusasaan yaitu, infeksius (TB paru, influenza, hepatitis), endokrin (diabetes
mellitus, hipertiroidisme), neoplastik (penyakit kanker), reumatologis (Systemic
lupus erythematosus, Rheumatoid arthritis, sindrom kelemahan kronis),
neurologis (sklerosis multipel, tumor serebral, sleep apnea, demensia, parkinson),
kardiovaskular (stroke, CAD), dan pada klien dengan gangguan nutrisi, metabolik,
gastrointestinal dan obat-obatan.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2009) mengenai depresi dan
diabetes menunjukkan bahwa pada individu yang mengalami diabetes kronik
cenderung akan mengalami gangguan psikologis seperti depresi yang dapat
mempengaruhi koping individu yang tidak efektif seperti merokok, penurunan
nafsu makan, dan kurangnya aktivitas fisik. Selain itu, menurut hasil penelitian
yang dilakukan oleh Chung, Moon, Kim, Min, Kim dan Hwang (2014) mengenai
ide bunuh diri dan usaha bunuh diri pada klien dengan diabetes mellitus di Korea,
menunjukkan bahwa suasana hati yang tertekan selama 2 minggu atau lebih, terus
menerus ditunjukkan oleh 13,6% dari individu dengan toleransi glukosa normal,
14,3% dari mereka dengan gangguan intoleransi glukosa dan 17,6% pasien DM,
sementara pikiran untuk bunuh diri ditunjukkan oleh 15,3% dari individu dengan
toleransi glukosa normal, 15,6% dari peserta dengan gangguan intoleransi glukosa,
dan 17,6% dari pasien DM. Sehingga didapatkan bahwa gejala keputusasaan
sebagian besar dialami oleh pasien DM yang akan berdampak pada perburukan
kondisi kesehatan fisik.
BAB 3

LAPORAN KASUS KELOLAAN

Bab ini berisi penyajian mengenai hasil pengkajian fisik dan psikososial serta
masalah keperawatan yang dialami klien. Mahasiswa akan menyajikan secara
deskriptif mengenai gambaran dalam melakukan pengkajian, penegakan diagnosis,
implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan yang diberikan pada klien.

3.1 Pengkajian Kasus

Ibu T (53 tahun), wanita, janda, sudah tidak bekerja, namun masih memiliki bisnis
perdagangan online. Klien beragama islam, dengan pendidikan terakhir S2. Klien
berasal dari suku Jawa, saat ini klien tinggal bersama anak perempuan dan
pembantunya di rumahnya di Kabupaten Bogor.

Klien dirawat di Ruang Bisma sejak tanggal 15 Mei 2016- 4 Juni 2016 dengan
keluhan sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, mual, penurunan
nafsu makan. Klien memiliki riwayat asma dan DM sejak tahun 2006. Diagnosis
medis saat masuk rumah sakit yaitu Dispnea ec TB paru, DM Tipe 2, post TB.
Klien memiliki riwayat TB paru sejak bulan September 2015, namun setelah
pengobatan OAT selama 5 bulan, klien putus obat karena terjadi masalah pada
fungsi hatinya akibat dari pengobatan OAT tersebut. Dari hasil pengkajian,
keluarga klien yaitu ayah klien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2.

Klien mengatakan bahwa dirinya tidak dapat melakukan aktivitas secara normal
sejak memiliki riwayat jatuh 2 tahun yang lalu, yang mengakibatkan saat ini klien
tidak bisa berjalan karena merasa nyeri pada kakinya tersebut. Klien mengatakan
sebelum sakit masih bisa melakukan pekerjaan rumah secara sendiri, namun
semenjak sakit, klien lebih banyak berdiam diri di rumah dengan segala aktivitas
dibantu oleh pembantunya. Klien mengatakan selama dirinya tidak bisa berjalan,
ia menjadi jarang berinteraksi dengan tetangga sekitar dan tidak aktif dalam
kegiatan masyarakat di lingkungan rumahnya.

18
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


19

Klien mengatakan merasa pasrah dengan kondisinya saat ini, apabila Allah SWT
ingin segera mengambil nyawanya saat itu, ia mengatakan sudah pasrah dan ingin
diambil saja nyawanya. Pada saat pengkajian awal, klien terlihat sering mengeluh
tentang penyakitnya yang tidak kunjung sembuh, klien tampak selalu gelisah,
bersedih dan selalu menangis. Klien terlihat selalu curiga dengan tindakan yang
akan dilakukan kepada dirinya, seperti menolak ketika akan dilakukan inhalasi
maupun dipasang selang oksigen, karena merasa seperti melihat sesuatu yang
tidak nyata. Klien mengatakan sesak yang dirasakan tidak kunjung hilang dan
nafsu makannya berkurang dan mual. Klien hanya menghabiskan makanannya
kurang dari setengah porsi. Klien mengatakan mengalami kesulitan tidur karena
rasa sakit yang dirasakan dan kepikiran mengenai kondisi penyakitnya. Hasil
observasi selama wawancara, klien tampak gelisah, kontak mata kurang, terlihat
bersedih dan menangis, dan hasil pemeriksaan tanda – tanda vital menunjukkan
tekanan darah= 110/70 mmHg, Nadi= 88x/menit, RR= 24x/menit, Suhu= 36,50C.

Hubungan klien dengan anaknya sangat dekat, klien selalu menceritakan tentang
masalahnya pada anaknya. Klien juga mengatakan masih berhubungan dekat
dengan rekan-rekan kerja maupun teman-teman masa sekolah dan kuliahnya.
Klien mengatakan tidak terlalu dekat dengan tetangga di sekitar rumahnya, karena
jarang berinteraksi. Selama di rumah sakit, klien dijaga secara bergantian oleh
pembantu dan anak perempuannya. Klien mengatakan mengalami hubungan yang
tidak baik dengan mantan suaminya, karena sudah pernah menghianati dirinya
maupun keluarganya di masa lalu. Namun, klien masih bersyukur karena
suaminya masih bertanggung jawab untuk menafkahi anak perempuannya karena
keterbatasan kondisi dirinya pada saat ini. Klien mengatakan rekan-rekannya
belum berkunjung ke rumah sakit karena dirinya tidak ingin teman-temannya tahu
kalau ia sedang sakit dan dirawat di rumah sakit.

Klien merupakan mantan karyawan di salah satu perusahaan asing yaitu


perusahaan Jepang di daerah Jakarta Selatan. Klien mengatakan pada saat masih
muda dan bekerja, mempunyai banyak teman dan sering nongkrong bersama
teman-temannya dan klien sering makan bersama dengan teman-teman maupun
rekan kerjanya dan memakan makanan apa saja yang disukainya. Klien juga

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


memiliki riwayat merokok sejak masih kuliah dan baru berhenti merokok sekitar
2 tahun yang lalu. Klien masih memiliki fungsi kognitif yang baik dan masih
mampu mengingat kejadian-kejadian di masa lalu. Namun, klien masih sering
menangis apabila memikirkan kondisi anaknya kelak jika dirinya sudah tidak ada.

3.2 Diagnosis Keperawatan Psikososial Utama

Diagnosis keperawatan psikososial pada Ibu T adalah keputusasaan.


Hal ini penulis angkat dari data subjektif yang muncul, Ibu T mengatakan sakit
yang dideritanya membuatnya khawatir, tidak bisa tidur, dan mengeluh mengapa
sakitnya tidak sembuh-sembuh dan mengatakan tidak mau dilakukan terapi
inhalasi karena merasa kondisinya tidak akan berubah membaik jika diuap dengan
nebulizer. Klien juga mengatakan tidak mau makan karena akan merasa mual, dan
tidak mau makan menggunakan tangannya sendiri karena merasa makanannya
tidak akan masuk ke lambung. Klien juga mengatakan tidak tahu untuk
melakukan hal apa saja ketika ia sudah keluar dari rumah sakit nanti.

Risiko Bunuh Diri

Keputusasaan

Ketidakberdayaan
Gambar 3.1 Pohon Masalah

3.3 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan diberikan selama 6 hari dimulai dari tanggal 16- 21


Mei 2016. Implementasi dilakukan dalam 6 kali pertemuan. Tindakan
keperawatan yang dilakukan antara lain, membina hubungan saling percaya,
mendiskusikan tentang perasaan yang sedang dialami, mendiskusikan kejadian
yang membuat putus asa, perasaan/pikiran/perlakuan yang berubah,
mendiskusikan akibat dari putus asa, melatih berpikir positif melalui penemuan
harapan dan makna hidup, dan latihan untuk menumbuhkan harapan dan makna
hidup dengan melatih satu kemampuan positif dalam diri klien, seperti melatih
klien untuk melakukan ADL di rumah sakit secara mandiri, mulai dari makan,
minum, dan berpakaian secara mandiri, memotivasi klien untuk tetap meneruskan
bisnis online nya dan memberikan reinforcement positif . Selain itu, intervensi
terhadap keluarga klien dengan keputusasaan juga dilakukan dengan membantu
keluarga mengenal masalah keputusasaan yang dialami klien dan melatih keluarga
untuk menumbuhkan harapan positif dalam diri klien dengan melatih kemampuan
positif dalam diri klien.

3.4 Evaluasi Tindakan Keperawatan

Evaluasi dari intervensi keperawatan yang sudah dilakukan terhadap klien


merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Komponen evaluasi yang
didokumentasikan adalah respon verbal klien dan hasil observasi klien dari hasil
implementasi yang telah dilakukan. Evaluasi berdasarkan tujuan khusus yaitu
terbinanya hubungan saling percaya, klien mampu mengenal masalah
keputusasaan dengan menguraikan perasaan putus asa, penyebab dan akibatnya,
klien mampu menyebutkan manfaat dalam melatih kemampuan positif dan klien
mampu menerapkan latihan kemampuan yang sudah dilatih di rumah sakit untuk
mengatasi masalah keputusasaan yang dialami.

Setelah dilakukan 6 kali pertemuan, klien sudah mampu melakukan ADL secara
mandiri yaitu berpakaian, minum dan sudah mampu menghabiskan makanannya
secara mandiri. Klien terlihat lebih segar, ceria, tidak mengeluh, mematuhi
pengobatan dan berinisiatif akan melanjutkan bisnis perdagangan kue online yang
sudah ia tinggalkan selama sakit.
BAB 4

ANALISIS SITUASI

Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis masalah keperawatan dengan konsep
terkait KKMP dan konsep kasus terkait, analisis tindakan keperawatan yang telah
dilakukan dan membandingkan dengan teori-teori dan hasil-hasil penelitian
sebelumnya serta alternatif pemecahan masalah yang dapat diberikan dalam
mengatasi masalah psikososial keputusasaan.

4.1 Analisis Masalah Keperawatan terkait Konsep KKMP dan Kasus

Klien kelolaan merupakan individu dewasa akhir dengan umur 53 tahun dan
berjenis kelamin perempuan. Klien merupakan seorang janda, beragama islam,
sudah tidak bekerja dengan tingkat pendidikan S2. Saat ini klien tinggal di Bogor
bersama anak perempuan semata wayangnya dan pembantunya. Klien sudah
memiliki riwayat diabetes mellitus sejak tahun 2006 dan mengatakan bahwa DM
nya terkontrol. Riwayat pola makan tidak teratur, berlebihan dan gizi tidak
seimbang dan kurangnya aktivitas fisik dialami oleh klien. Pada saat klien
dilakukan pemeriksaan GDS di rumah sakit, kadar glukosa darah klien sebesar
347 mg/dl, klien mengeluh saat itu merasa lemas dan pusing.

Menurut Black dan Hawks (2009), faktor risiko terjadinya diabetes mellitus di
antaranya yaitu ras/etnik, riwayat keluarga, obesitas, usia, BBLR, kurang aktivitas
fisik, diet tinggi glukosa, karbohidrat dan lemak. Hal tersebut tergambar dalam
keadaan Ibu T, di mana Ibu T memiliki riwayat diabetes mellitus dari ayahnya,
terlebih lagi dengan gaya hidup Ibu T yang kurang sehat seperti, jarang
berolahraga, makan-makanan tinggi glukosa, karbohidrat dan lemak, yang dapat
memperberat risiko terjadinya diabetes mellitus.

Klien Ibu T mengatakan saat sebelum sakit, klien pernah memiliki riwayat
merokok pada saat masa kuliah dan berhenti sekitar 1 tahun yang lalu, dan pada
saat itu, ia terdiagnosis TB paru. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wu, Guo, Huang, Chai, Zhang, Pan, Yuan dan Shen (2016)

22
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


23

tentang diabetes mellitus pada pasien dengan tuberkulosis paru pada populasi
lansia di Shanghai, China, yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara risiko terjadinya TB paru pada klien dengan diabetes mellitus, yang
disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh akibat penyakit diabetes mellitus
tersebut. Hal ini juga didukung oleh pernyataan White, Duncan dan Baumle
(2013) bahwa faktor risiko tuberkulosis antara lain: kontak langsung dengan
seseorang yang menderita tuberkulosis aktif, terganggunya kekebalan tubuh,
misalnya seseorang dengan HIV dan kanker, ketergantungan obat atau alkoholik
serta merokok dan ventilasi yang buruk dan kelembaban. Selain memiliki riwayat
merokok, klien Ibu T juga mengatakan tinggal di daerah perumahan yang cukup
padat, sehingga hal tersebut dapat memicu terjadinya TB paru pada Ibu T.

Klien Ibu T memiliki riwayat jatuh sekitar 2 tahun yang lalu, yang menyebabkan
ia tidak bisa berjalan karena kaki kirinya sangat nyeri. Klien mengatakan sudah
berobat ke rumah sakit untuk masalah pada kaki kirinya tersebut, namun tidak
dilakukan tindakan operasi, klien hanya diberikan obat anti nyeri yaitu Tramadol
untuk mengatasi rasa nyeri tersebut. Klien mengatakan rasa nyeri yang dialaminya
tidak berkurang sama sekali dari sejak ia jatuh. Pada saat sebelum jatuh, klien
mengatakan merasa pusing dan pandangannya kabur. Hal ini sesuai dengan
komplikasi dari diabetes mellitus yaitu ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit
kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, baal di daerah bibir dan lidah,
bicara pelo, gerakan tak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku tidak
rasional, penglihatan ganda, perasaan ingin pingsan (Black & Hawks, 2009).

Klien Ibu T juga menjadi jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya sejak
ia tidak bisa berjalan. Klien mengatakan selama sakit hanya berdiam diri di rumah
dan tidak melakukan aktivitas di luar rumah. Hal ini terlihat pada saat klien
dirawat di rumah sakit, klien tidak pernah dikunjungi oleh tetangganya. Selain itu,
klien selalu terlihat sedih, murung dan menangis. Klien juga pernah mengatakan
lelah dengan kondisi penyakitnya dan ingin segera diambil oleh Allah SWT, jika
memang ajalnya sudah dekat. Klien juga terlihat tidak nafsu makan, kontak mata
berkurang dengan lingkungan sekitar dan cenderung menolak segala tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah fisik yang dialaminya, seperti menolak

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


untuk diberikan terapi oksigen maupun inhalasi untuk mengurangi rasa sesaknya,
dengan alasan hal tersebut tidak mempengaruhi perbaikan kondisinya. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2009) mengenai depresi dan
diabetes menunjukkan bahwa pada individu yang mengalami diabetes kronik
cenderung akan mengalami gangguan psikologis seperti depresi yang dapat
mempengaruhi koping individu yang tidak efektif seperti merokok, penurunan
nafsu makan, dan kurangnya aktivitas fisik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chung, Moon, Kim, Min, Kim dan Hwang
(2014) mengenai ide bunuh diri dan usaha bunuh diri pada klien dengan diabetes
mellitus di Korea menunjukkan gejala keputusasaan sebagian besar dialami oleh
pasien DM seperti suasana hati yang tertekan dan ide bunuh diri sebesar 17,6%.
Hal ini terlihat dari Ibu T yang selalu mengeluh dengan penyakitnya yang tidak
kunjung sembuh. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gooding, Tarrier, Dunn, Shaw, Awenat,
Ulph dan Pratt (2015) mengenai pengaruh keputusasaan pada hubungan antara
gejala kejiwaan dan rentan bunuh diri pada populasi pada risiko bunuh diri,
menunjukkan bahwa keputusasaan memiliki kekuatan hubungan positif antara
gejala kejiwaan umum dan probabilitas bunuh diri.

Selain itu, dukungan sosial dan keluarga merupakan salah satu faktor penting
dalam masalah keputusasaan yang dialami klien. Menurut Videbeck (2011), klien
dengan risiko bunuh diri sering mengalami kekurangan dalam sistem pendukung
sosial seperti keluarga, teman, agama, rekan kerja dan komunitas pendukung,
yang disebabkan oleh perubahan status kesehatan klien yang menyebabkan klien
tidak dapat aktif untuk berinteraksi di lingkungan sekitarnya. Hal ini terlihat pada
Ibu T yang tidak pernah dikunjungi oleh rekan-rekan kerja maupun tetangganya
selama di rumah sakit, sehingga klien cenderung tidak memiliki motivasi untuk
melawan rasa keputusasaannya. Oleh sebab itu, penting untuk mengatasi masalah
psikososial keputusasaan yang dialami klien untuk mengurangi risiko perburukan
penyakit yang dialami.
4.2 Analisis Intervensi Keperawatan

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Britneff dan Winkley (2013)
mengenai peran intervensi psikologis untuk orang dengan diabetes dan masalah
kesehatan mental, menunjukkan bahwa beberapa orang dengan diabetes merasa
sulit untuk mengatasi dan beresiko memiliki masalah kesehatan mental, seperti
gangguan suasana hati, gangguan makan dan kecanduan. Selain itu, menurut
penelitian yang dilakukan oleh de Nasetta (2006) mengenai keputusasaan dan
depresi pada wanita dengan diabetes mellitus menunjukkan bahwa keputusasaan
dan depresi sering terjadi pada wanita dengan diabetes mellitus, sehingga klien
tersebut perlu dilakukan intervensi terhadap masalah fisik khususnya
psikososialnya.

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada klien dengan diabetes mellitus


dengan masalah psikososial keputusasaan yaitu membina hubungan saling
percaya, mendiskusikan tentang perasaan yang sedang dialami, mendiskusikan
kejadian yang membuat putus asa, perasaan/pikiran/perlakuan yang berubah,
mendiskusikan akibat dari putus asa, melatih berpikir positif melalui penemuan
harapan dan makna hidup, dan latihan untuk menumbuhkan harapan dan makna
hidup dengan melatih satu kemampuan positif dalam diri klien (Keliat, 2007).
Intervensi keperawatan dilakukan selama 6 hari masa perawatan klien. Pada
pertemuan pertama, mahasiswa terlebih dulu melakukan bina hubungan saling
percaya dengan komunikasi terapeutik. Oleh sebab itu, komunikasi terapeutik
penting dilakukan dalam membina hubungan saling percaya dengan klien agar
perawat dapat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari atau
memahami klien.

Komunikasi terapeutik yang dilakukan yaitu dengan cara mendengarkan klien


secara aktif, berbagi observasi dengan memberikan komentar terhadap kondisi
klien seperti bagaimana klien terlihat atau bersikap pada saat itu, bersikap empati
dengan memposisikan diri apabila berada di kondisi yang sama dengan klien,
memberikan harapan bahwa klien dapat segera sembuh, berbagi humor untuk
mencegah suasana menjadi tegang, berbagi perasaan, menggunakan sentuhan dan
memberikan informasi yang disesuaikan dengan kondisi klien. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Potter dan Perry (2013) bahwa komponen komunikasi
terapeutik yaitu mendengar secara aktif, observasi, empati, berbagi perasaan,
humor, menggunakan sentuhan, suasana tenang, mengklarifikasi, memfokuskan,
memberikan pendapat dan memberikan informasi.

Intervensi keperawatan yang sudah dilakukan di hari pertama, selanjutnya


dilanjutkan di hari kedua untuk membantu klien mengenali tanda dan gejala putus
asa serta akibatnya. Setelah itu dilanjutkan dengan melatih berpikir positif melalui
penemuan harapan dan makna hidup, seperti mengeksplorasi harapan klien
apabila sudah sembuh dan membantu klien dalam mengungkapkan kemampuan
yang masih dapat dilakukan secara mandiri oleh klien, mulai pada saat klien
masih dirawat di rumah sakit sampai klien pulang ke rumah. Klien mengatakan ia
masih mempunyai bisnis jualan kue secara online, namun pada saat sakit, ia tidak
bisa meneruskan kegiatan tersebut. Mahasiswa memberikan reinforcement positif
terhadap kegiatan klien tersebut untuk membantu menambah penghasilan klien
yang sekarang sudah tidak aktif bekerja. Sehingga, hal tersebut dapat
meningkatkan harapan positif dalam diri klien.

Pertemuan selanjutnya, mahasiswa melatih klien untuk mengembangkan


kemampuan positif yang dimiliki dengan melakukan ADL secara mandiri, seperti
makan, minum dan berpakaian sendiri. Pada saat itu, klien sudah mampu minum
dan berpakaian secara mandiri, namun untuk makan sendiri, klien masih tidak
mau melakukannya karena mengatakan akan mual. Kemudian, mahasiswa
mencoba menyuapi klien dan klien mampu menghabiskan makanannya, di mana
sebelumnya, klien tidak pernah habis dalam memakan makanan di rumah sakit.
Oleh sebab itu, dalam melatih kemampuan positif yang dimiliki klien, perawat
perlu membantu dalam proses melatih kemandirian klien.

Pada pertemuan keempat, klien terlihat sudah mampu menghabiskan makanannya,


namun klien mengatakan ia hanya mampu menghabiskan makanannya jika
disuapi dan mengatakan makanannya tidak akan masuk ke dalam lambung apabila
ia makan sendiri. Oleh sebab itu, perawat mencoba memberikan pendapat dengan
cara memberikan argumen positif yang merupakan salah satu komponen dalam
komunikasi terapeutik (Videbeck, 2011). Mahasiswa memfasilitasi pemikiran
klien tentang “Bagaimana jika saat di rumah nanti ibu lapar dan tidak ada yang
membantu ibu makan? Ibu pasti bisa melakukannya jika ibu berlatih secara pelan-
pelan, memang saat ini mungkin terasa sulit karena belum terbiasa, namun jika
dilakukan secara rutin, pasti Ibu akan terbiasa, karena Ibu merupakan orang yang
kuat”.

Pada pertemuan kelima, Ibu T terlihat sudah mampu menghabiskan makanannya


sendiri dan mengatakan bahwa makanannya habis. Klien juga mengatakan akan
berusaha berjalan menggunakan tongkat apabila ia sudah sembuh nanti. Klien
sudah menunjukkan perkembangan dalam meningkatkan harapan positif dalam
dirinya. Setelah itu, dilakukan intervensi pada keluarga untuk mengenali tanda
dan gejala keputusasaan dalam diri klien, akibatnya dan cara mengatasinya. Hal
tersebut penting dilakukan karena keluarga merupakan orang terdekat klien dan
yang akan merawat klien setelah pulang dari rumah sakit.

4.3 Alternatif Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah yang dilakukan adalah dengan mengevaluasi tindakan


keperawatan masalah psikososial yang dialami oleh Ibu T. Ibu T pada saat
pertemuan awal masih terlihat sedih, murung, selalu mengeluh, menangis dan
curiga dengan lingkungan di sekitarnya. Kondisi seperti ini perlu diperhatikan
karena klien merupakan orang yang berpendidikan tinggi yaitu S2, sehingga hal-
hal yang perlu diperhatikan terutama yaitu dalam menyampaikan komunikasi
terapeutik.

Klien yang cenderung menolak saat akan dilakukan tindakan keperawatan seperti
pemberian terapi oksigen dan inhalasi, digambarkan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Barnabishvili, Ulrichs dan Waldherr (2016) mengenai peran dari
hambatan penerimaan dalam keterlambatan penyembuhan tuberkulosis
menunjukkan bahwa ekspektasi negatif, keraguan tentang kualitas pelayanan atau
pengobatan dan beban stigma, serta perawat pasien yang bersikap diskriminatif
terhadap karakteristik pasien (usia, jenis kelamin, suku) dilaporkan sebagai
hambatan utama yang mempengaruhi keterlambatan penyembuhan klien.
Sehingga pada klien DM yang disertai dengan TB paru, penting untuk
memperhatikan proses penerimaan klien dari sikap terapeutik perawat tersebut.

Pada saat mahasiswa melakukan klarifikasi terhadap penolakan yang ditunjukkan


klien dalam mendapatkan tindakan keperawatan di ruangan, seperti pemberian
terapi oksigen dan inhalasi, klien terlihat belum begitu paham mengenai indikasi
diberikannya terapi oksigen dan inhalasi, sehingga mahasiswa menjelaskan
bagaimana cara kerja pemberian terapi tersebut secara detail sehingga klien
mampu menerima penjelasan perawat dan bersedia untuk diberikan terapi oksigen
dan inhalasi.

Selain itu, klien Ibu T juga sempat mengeluh tidak mau makan secara mandiri
dengan alasan makanannya tidak akan masuk ke lambung apabila ia makan
sendiri dengan tangannya. Oleh sebab itu, mahasiswa mencoba memberikan
argumen atau penawaran tentang bagaimana jika suatu saat orang-orang yang
sering membantu klien tersebut tiba-tiba tidak berada di rumah dan tidak mampu
membantu klien untuk makan, apakah klien hanya akan menunggu orang tersebut,
kemudian membandingkan dengan fungsi bagian tubuh yang sama yaitu fungsi
menelan klien dengan minum secara mandiri. Setelah klien menunjukkan mampu
melakukan makan secara mandiri, mahasiswa memberikan reinforcement positif
dan pujian atas perkembangan kemampuan klien, sehingga harga diri klien akan
meningkat dan masalah keputusasaan klien dapat teratasi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Potter dan Perry (2013) bahwa komunikasi terapeutik merupakan
respon spesifik yang mendorong ekspresi perasaan dan ide, serta menyampaikan
penerimaan dan kepatuhan klien.

Selain itu, peningkatan motivasi pada klien merupakan faktor penting dalam
meningkatkan harapan positif dalam diri klien. Untuk meningkatkan motivasi
dalam diri klien, perawat memfasilitasi klien untuk menghubungi teman-teman
rekan kerjanya dulu dan terlihat klien menjadi lebih bersemangat ketika
dikunjungi oleh teman-temannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Videbeck
(2011), di mana salah satu intervensi untuk mengatasi risiko bunuh diri pada klien
dengan keputusasaan yaitu memfasilitasi keberadaan sistem pendukung klien,
seperti keluarga, teman, rekan kerja maupun agama dan komunitas pendukung.
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penulisan karya
ilmiah akhir yang telah dilakukan.

5.1 Kesimpulan

Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi
pada masyarakat perkotaan, akibat dari pola makan tidak teratur dengan gizi yang
tidak seimbang serta kurangnya aktivitas fisik. Keputusasaan merupakan masalah
psikososial yang sering terjadi pada klien dengan diabetes mellitus kronik.
Asuhan keperawatan pada klien diabetes mellitus penting dilakukan secara
komprehensif. Keputusasaan pada klien dapat juga disebabkan oleh gejala
psikosomatik yang dialami oleh klien, yang diperberat dengan penyakit fisik yang
menyertainya yaitu diabetes mellitus. Tindakan keperawatan yang dilakukan
untuk mengatasi masalah psikososial pada klien yaitu mengenal keputusasaan,
mengembangkan harapan positif, melatih kemampuan positif dalam diri klien dan
pemberian infomasi sesuai dengan kebutuhan klien.

5.2 Saran

5.2.1 Keilmuan

Karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan keilmuan


keperawatan khusunya keperawatan jiwa dalam menyediakan pembekalan pada
tahap pendidikan akademik untuk mahasiswa keperawatan yang akan melakukan
praktik klinik dalam mengatasi masalah psikososial keputusasaan melalui seminar
atau workshop, serta metode roleplay selama proses perkuliahan agar mahasiswa
dapat memahami dan mengaplikasikan teknik-teknik mengatasi masalah
keputusasaan secara tepat.

5.2.2 Pelayanan

Bagi pelayanan keperawatan diharapkan agar rumah sakit dapat mengembangkan


pembekalan tentang asuhan keperawatan psikososial, di mana masalah psikososial

29
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


30

yang mungkin menjadi faktor pemberat kondisi klien dengan cara mengadakan
pelatihan (workshop) ataupun seminar tentang dampak dari masalah psikososial
keputusasaan yang dialami klien di ruang rawat terhadap penyakit fisik yang
dialami dan cara mengatasinya. Selain itu, diperlukan untuk mendata masalah
psikososial yang terjadi di ruangan untuk menjadi dasar perawat dalam melakukan
intervensi masalah psikososial klien dan menyediakan standar asuhan
keperawatan masalah psikososial khususnya masalah keputusasaan agar intervensi
dapat dilakukan secara tepat oleh perawat ruangan.

Selain itu, dalam melakukan intervensi masalah psikososial keputusasaan,


perawat perlu mengembangkan motivasi klien tersebut dalam menemukan
harapan positif yang akan dilatih dengan cara melakukan BHSP, mengkaji tingkat
pengetahuan keluarga untuk memberikan informasi sesuai kebutuhan klien
dibantu dengan sistem pendukung yang dimiliki klien, sehingga kriteria
keputusasaan yang dialami klien akan menuju perbaikan yang optimal.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi klien maupun keluarga
dalam mengatasi psikososial keputusasaan dan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, seperti mengembangkan harapan positif dan melatih kemampuan
positif klien yang sudah dilatih sejak klien dirawat di RS untuk dilanjutkan di
rumah, agar tanda dan gejala keputusasaan yang dialami tidak muncul kembali.

5.2.3 Penelitian

Karya ilmiah akhir ners ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang asuhan keperawatan masalah psikososial
keputusasaan pada klien dengan diabetes mellitus. Diharapkan penulisan
selanjutnya dapat lebih memaparkan mengenai keefektifan dari setiap intervensi
yang dilakukan untuk mengatasi keputusasaan seperti mengembangkan harapan
positif dan melatih kemampuan positif, serta mengembangkan intervensi-
intervensi baru terkait keputusasaan pada klien dengan diabetes mellitus.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


DAFTAR REFERENSI

American Diabetes Association. (2016). Diabetes basics. American Diabetes


Association. Retrieved from http://www.diabetes.org/diabetes-
basics/gestational/?loc=db-slabnav diakses pada 16 Juni 2016

Badan Pusat Statistik. (2014, 18 Februari). Persentase penduduk daerah perkotaan


menurut provinsi, 2010-2035. Badan Pusat Statistik. Retrieved from
http://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1276 diakses pada 16 Juni 2016

Baradero, M. Dayrit, M.W. & Siswadi, Y. (2009). Klien Gangguan Endokrin.


Jakarta : EGC
Barnabishvili, M., Ulrichs, T. & Waldherr, R. (2016). Role of acceptability
barriers in delayed diagnosis of Tuberculosis: Literature review from high
burden countries. Acta Tropica, 161, 106-113

Black, J. M. & Hawks, J. H. (2009). Medival Surgical Nursing: Clinical


Management for Positive Outcomes 8th edition. Missouri: Saunders Elsevier.

Britneff, E. & Winkley, K. (2013). The role of psychological interventions for


people with diabetes and mental health issues. Journal of Diabetes
Nursing ,17, 305–310.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).


Nursing interventions classification (NIC). Edisi 6. St. Louis: Elsevier
Mosby

Chung, J.H., Moon, K., Kim, D.H., Min, J.W., Kim, T.H. & Hwang, H.J. (2014).
Suicidal ideation and suicide attempts among diabetes mellitus: The Korea
National Health and Nutrition Examination Survey (KNHANES IV, V)
from 2007 to 2012. Journal of Psychosomatic Research, 77, 457-461.

De Nasetta, S.A. (2006). Hopelessness and depression in diabetic women.


MEDLINE, 69(18), 331-335

Depkes. (2014). Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI

31
Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


32

Depkes. (2014). Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI

Depkes. (2014). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

Depkes. (2010). Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

Depkes. (2008). Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

Gooding, P., Tarrier, N., Dunn, G., Shaw, J., Awenat, Y., Ulph, F. & Pratt, D.
(2015). Effect of hopelessness on the links between psychiatric symptoms
and suicidality in a vulnerable population at risk of suicide. Psychiatry
Research, 230, 464-471

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing


Diagnoses: Definitions & Classification, 2015–2017. Oxford: Wiley
Blackwell.

Ismail, K. (2009). Depression and diabetes. Psychiatry and Medicine. 8(6), 203-
207.

Keliat, B. A, et al. (2007). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas: CMHN (basic


course). Jakarta: EGC

Kuznetsov, V. N., Grjibovski, A. M, Mariandyshev, A. O., Johansson, E., Enarson,


A. A. & Bjune, G.A. (2013). Hopelessness as a basis for tuberculosis
diagnostic delay in the Arkhangelsk region: a grounded theory study.
BMC Public Health. 712(13), 1-11.

Lossnitzer, N., Wagner, E., Wild, B., Frankenstein, L., Rosendahl, J., Leppert K.,
Herzog, W., & Schultz J.H., (2014). Resilience in chronic heart failure.
Deutsche Medizinische Wochenschrift, 139(12), 580-4.

Moorheads, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
outcomes classification (NOC). Edisi 5. St.Louis: Elsevier Mosby

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


Potter, P.A. & Perry, A.G. (2013). Fundamentals of nursing. (8th ed.). St. Louis:
Mosby

Ritonga, R. (2014). Kebutuhan Data Ketenagakerjaan untuk Pembangunan


Berkelanjutan. Jakarta: Badan Pusat Statistik

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 3. Penerjemah Agung Waluyo dkk.
Jakarta: EGC

Stuart, G.W. (2009). Principles and practices of psychiatric nursing. (10th ed.). St.
Louis: Mosby

Sudoyo, A.W.,dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3, Edisi Kelima.
Jakarta: Interna Publishing

Tim Spesialis Keperawatan Jiwa FIK UI. (2011). Standar Asuhan


keperawatan Diagnosa Psikososial. Tidak diterbitkan

Townsend, M.C. (2015). Psychiatric nursing: assessment, care plans, and


medications. (9th ed.). Philadelphia: F.A. Davis Company

Videbeck, S.L. (2011). Psychiatric-mental health nursing. (5th ed.). Philadelphia:


Lippincott Williams & Wilkins

United Nations. (2014, 10 Juli). More than half of world's population now living
in urban areas, UN survey finds. UN News Centre. Retrieved from
http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=48240#.U7-dZ9Fza14
diakses pada 27 Mei 2016

Unite for Sight. (2015) . Urban helath versus rural health. Unite for Sight.
Retrieved from http://www.uniteforsight.org/global-health-
university/urban-rural-health diakses pada 27 Mei 2016

White, L., Duncan, G., & Baumle, W. (2013). Medical-surgical nursing: An


integrated approach, 3rd Ed. New York: Delmar.
WHO. (2010). Why Urban Health Matters. Geneva: World Health Organization
Wilkinson, J.M., & Ahern, N.R. (2009). Buku saku diagnosis keperawatan:
Diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC, Edisi 9. Esty
Wahyuningsih (Penerjemah). Jakarta: EGC
Wu, Z.Y., Guo, J., Huang, Y., Cai, E., Zhang, X., Pan, Q., Yuan, Z. & Shen, X.
(2016). Diabetes mellitus in patients with pulmonary tuberculosis in an
aging population in Shanghai, China: Prevalence, clinical characteristics
and outcomes. Journal of Diabetes and Its Complications. 30, 237–241.
Lampiran

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Data Demografi
Nama : Ibu T
Usia : 53 tahun
Tanggal Lahir : 26 Oktober 1962
Suku Bangsa : Jawa
Jenis Kelamin : Perempuan
Bahasa dominan : Indonesia
Status perkawinan : Janda
Alamat : Jl. Cendrawasih No.16, Cilandak
Tanggal Masuk : 15 Mei 2016
Tanggal Pengkajian : 16 Mei 2016
Ruang rawat : Bisma, Kamar 7-8
No. Rekam Medis 325728
Diagnosis Medis : Dispnea ec TB paru, DM Tipe 2, Bekas TB
Riwayat alergi : Tidak ada
Diet : rendah glukosa
Sumber Informasi : Pasien dan keluarga, status pasien

2. Riwayat Keperawatan
 Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Sekarang:
Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu yang
lalu, mual dan penurunan nafsu makan, klien masih batuk berdahak
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu:
Klien pernah dirawat di rumah sakit dengan riwayat kehamilan pre eklampsia
dan diabetes mellitus pada tahun 2006.
 Riwayat Kesehatan Keluarga:
Ayah klien memiliki riwayat diabetes mellitus dan TB paru.

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


3. Pemeriksaan Fisik

Berat Badan : 60,5 kg


Tinggi Badan : 165 cm
IMT : 22,16 kg/m2
Tanda-tanda vital : TD: 110/70 mmHg, Nadi: 88 x/mnt, RR:
24 x/mnt, S: 36,5°C
Riwayat pengobatan fisik : Klien mengatakan mengkonsumsi obat DM
dan terkontrol, klien juga pernah menjalani

pengobatan OAT selama 5 bulan dan


kemudian putus obat.

Pemeriksaan Penunjang
AGD (19 Mei 2016)

Nilai Normal Satuan Hasil


pH 7,35 – 7,45 7,52
pCO2 35 -45 mmHg 28
pO2 85 – 95 mmHg 111
BE -2,5 - +2,5 mEq/L -0,4
HCO3 21 – 25 mEq/L 22,4
SaO2 90 – 95 % 99

b) Elektrolit (19 Mei 2016)


Nilai Normal Satuan Hasil
Na 135 – 153 mEq/L 131
K 3,5 – 5,1 mEq/L 3,3
Cl 98 – 109 mEq/L 102

c) Kimia Darah (18 Mei 2016)


Nilai Normal Satuan Hasil
Ur 10 -50 mg/dl 122,8
Cr 0,5 – 1,5 mg/dl 1,98
Chol <200 mg/dl 218
HbA’C 7 -8 % 8,8
Trigliserida <150 mg/dl 134
GDS 70 - 200 mg/dl 347

d) Fungsi Hati (18 Mei 2016)


Nilai Normal Satuan Hasil
Bilirubin Direk <0,5 mg/dl 1,59
Nilai Normal Satuan Hasil
Bilirubin Indirek <1,0 mg/dl 0,54

Bilirubin total <1,5 mg/dl 3,13


Albumin 3,4 – 4,8 gr/dl 3,61
SGOT <42 U/L 104
SGPT <47 U/L 26

e) Hematologi (15 Mei 2016)


Nilai Normal Satuan Hasil
Hb 13,2-17,3 gr/dl 9,8
Ht 33-45 % 29

Leukosit 5,0 – 10,0 ribu/mm3 16,32

Trombosit 150 - 440 ribu/mm3 254

5. Terapi
Nama Obat Dosis
A. Oral
Ambroxol 3x1
Curcuma 3x1
ISDN 5% 2x1
Spironolcetone 1x25
Bisoprolol 1x1/2
Simvastatin 1x20mg
CPB 75 1x1
Ramipril 2x5mg
B. INJEKSI
Ceftriaxone 1x2
Ranitidine 2x1
Ondansentron 3x8g
Furosemide 2x1
C. OBAT KHUSUS
Nebu/8 jam (C+P) 3x/8jam
Novorapid 3x18Unit
Lantus 1x18 Unit

Keluarga
Tipe Keluarga klien merupakan tipe nuclear family dimana dalam keluarga
tanggal dalam satu rumah terdiri dari ibu dan anak. Pengambil keputusan dalam
keluarga adalah kepala keluarga, yaitu ibu T. Kebiasaan yang dilakukan klien
bersama keluarga adalah makan bersama, menonton TV, mengobrol, namun klien
jarang berekreasi semenjak tidak bisa berjalan. Klien mengatakan selama dirinya
tidak bisa berjalan, ia menjadi jarang berinteraksi dengan tetangga sekitar dan
tidak aktif dalam kegiatan masyarakat di lingkungan rumahnya.

Riwayat sosial

Klien mengatakan orang terdekat adalah anaknya. Peran serta dalam


kelompok, Klien mengatakan sebelum sakit masih bisa melakukan pekerjaan
rumah secara sendiri, namun semenjak sakit, klien lebih banyak berdiam diri
di rumah dengan segala aktivitas dibantu oleh pembantunya. Klien
mengatakan selama dirinya tidak bisa berjalan, ia menjadi jarang berinteraksi
dengan tetangga sekitar dan tidak aktif dalam kegiatan masyarakat di
lingkungan rumahnya.
Status mental dan emosi
a. Penampilan
Penampilan klien tampak rapi dan bersih, tidak ditemukan cacat fisik, klien
menggunakan baju terusan bersih dan sesuai penampilan dengan usia. Klien
mandi 2 kali/hari, mengganti pakaian sebanyak 2 kali/hari.
b. Tingkah laku
Pada saat pengkajian awal, klien terlihat sering mengeluh tentang penyakitnya
yang tidak kunjung sembuh, klien tampak selalu gelisah, bersedih dan selalu
menangis. Klien terlihat selalu curiga dengan tindakan yang akan dilakukan
kepada dirinya, seperti menolak ketika akan dilakukan inhalasi maupun
dipasang selang oksigen, karena merasa seperti melihat sesuatu yang tidak
nyata.
c. Pola komunikasi
Klien memiliki pola komunikasi yang jelas dan koheren, tampak banyak
berbicara/dominan dalam percakapan, banyak menyatakan kecemasan serta
berulang kali menanyakan mengenai kondisi penyakitnya serta rencana
pengobatan dan tindakan yang akan dijalani.
c. Mood dan afek
Klien mengatakan merasa pasrah dengan kondisinya saat ini, apabila Allah
SWT ingin segera mengambil nyawanya saat itu, ia mengatakan sudah pasrah
dan ingin diambil saja nyawanya. Klien terlihat selalu curiga dengan tindakan
yang akan dilakukan kepada dirinya, seperti menolak ketika akan dilakukan
inhalasi maupun dipasang selang oksigen, karena merasa seperti melihat
sesuatu yang tidak nyata. Hasil observasi selama wawancara, klien tampak
gelisah, kontak mata kurang, terlihat bersedih dan menangis Proses pikir jelas,
isi pikir logis dan mudah diikuti serta relevan. Memori jangka panjang dan
pendek utuh.
d. Persepsi
Tidak ditemukan gangguan persepsi.
e. Kognitif
Orientasi klien terhadap realita sesuai baik orientasi waktu, tempat, orang
maupun situasi. Klien juga tidak mengalami gangguan memori baik jangka
panjang, jangka menengah maupun jangka pendek. Tingkat konsentrasi dan
berhitung klien baik.

Kultural dan spiritual

a. Agama yang dianut


Klien beragama islam, rutin menjalankan ibadah sholat 5 waktu dan aktif
dalam kegiatan pengajian di lingkungan rumah. Saat dirawat klien tetap
menjalankan ibadah sholat 5 waktu dan melakukan zikir. Klien merasa lebih
tenang setelah melakukan kegiatan spiritual seperti berdoa, zikir dan sholat.
b. Budaya yang diikuti
Klien berasal dari Jawa Timur dan ada pengaruh dari budaya terhadap
masalah kesehatannya saat ini.
c. Tingkat perkembangan saat ini
Tingkat perkembangan klien saat ini berada pada tingkat dewasa akhir.
ANALISIS DATA

No. Data Masalah Keperawatan


1. Data Subjektif: Nyeri Kronik
- Klien mengatakan nyeri dengan skala 6, tidak ada
perubahan dari sejak 2 tahun yang lalu, nyeri seperti
ditekan, nyeri hilang hanya dengan obat
- Klien mengatakan tidak bisa berjalan karena nyeri
yang dirasakan
Data Objektif:
- Ekspresi wajah saat lokasi nyeri disentuh terlihat
meringis
- Klien terlihat hanya melakukan aktivitas di tempat
tidur
2. Data Subjektif: Ketidakefektifan Bersihan
- Klien mengatakan merasa sesak sejak 1 minggu Jalan Nafas
sebelum masuk rumah sakit
- Klien mengatakan memiliki riwayat asma dan TB
paru
- Klien mengatakan batuk berdahak
Data Objektif:
- RR = 24x/menit
- Terlihat menggunakan otot bantu nafas
- Terdengar ronkhi pada lapang paru kiri klien
3. Data Subjektif: Kelebihan Volume Cairan
- Klien mengatakan merasa sesak sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit
- Klien mengatakan memiliki riwayat diabetes
mellitus sejak tahun 2006
Data Objektif:
- TD=110/70mmHg, N=88x/menit, RR = 24x/menit,
Suhu= 36,50C
- Ur= 122,8 mg/dl, Cr= 1,98 mg/dl
- Terlihat edema pada ekstremitas bawah klien
4. Data Subjektif: Ketidakseimbangan Nutrisi
- Klien mengatakan merasa mual jika makan Kurang dari Kebutuhan
- Klien mengatakan tidak nafsu makan dan hanya Tubuh
habis 3 sendok
- Klien mengatakan mengalami penurunan berat
badan selama sakit
Data Objektif:
- Klien tampak tidak mau makan dan selalu mual
- TB: 165 cm/ BB: 60,5 kg, IMT: 22,16 kg/m2
5. Data Subjektif: Intoleransi Aktivitas
- Klien mengatakan memiliki riwayat diabetes
mellitus sejak tahun 2006
- Klien mengatakan merasa lemas dan pusing saat
sebelum dirawat di RS dan keluhan masih sama
No. Data Masalah Keperawatan
Data Objektif:
- GDS= 347 mg/dl, HbA’C 8,8%
6. Data Subjektif: Hambatan Mobilitas Fisik
- Klien mengatakan tidak bisa berjalan sejak 2 tahun
yang lalu, karena kakinya terasa nyeri
- Klien mengatakan tidak nyaman dengan
kondisinya Data Subjektif:
- Klien terlihat hanya beraktivitas di tempat tidur
- Pergerakan klien terlihat lambat
- Klien terlihat sulit bergerak

7. Data Subjektif: Risiko Jatuh


- Klien mengatakan memiliki riwayat jatuh sejak 2
tahun yang lalu
- Klien mengatakan tidak bisa berjalan tanpa bantuan
- Klien mengeluh lemas dan pusing
Data Objektif:
- Klien tampak melakukan aktivitas hanya di tempat
tidur
- Klien terlihat meringis saat mencoba menggerakkan
kakinya
- Klien memiliki riwayat DM dengan GDS: 347 mg/dl
8. Data Subjektif: Keputusasaan
- Klien mengatakan merasa pasrah dengan kondisinya
saat ini, apabila Allah SWT ingin segera mengambil
nyawanya saat itu, ia mengatakan sudah pasrah dan
ingin diambil saja nyawanya
- Klien mengatakan sesak yang dirasakan tidak
kunjung hilang dan nafsu makannya berkurang dan
mual
- Klien mengatakan pengobatan yang dilakukan
cenderung tidak berhasil
Data Objektif:
- Klien terlihat selalu curiga dengan tindakan yang
akan dilakukan kepada dirinya
- Klien hanya menghabiskan waktunya di tempat tidur
dan segala aktivitas dibantu keluarga
- Klien terlihat sedih, sering mengeluh dan menangis
Lampiran

RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Domain 12 Domain IV: Pengetahuan kesehatan & perilaku Domain 1: Fisiologi: Dasar
Kenyamanan
Kelas Q: Perilaku kesehatan Kelas E: Promosi kenyamanan fisik
Kelas 1
Kenyamanan Fisik Hasil: Intervensi:
1605-Pengendalian nyeri 1400-Manajemen nyeri
Diagnosis Indikator: 1) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi
Nyeri Kronik (00133) 160502-Mengetahui penyebab munculnya lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas,
nyeri 160503-Menggunakan tindakan intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya.
Definisi pencegahan 160504-Menggunakan teknik non 2) Observasi isyarat non verbal ketidaknyamanan.
Pengalaman sensorik dan farmakologi 3) Identifikasi pengetahuan klien mengenai nyeri dan
emosional yang tidak 160513-Melaporkan perubahan gejala nyeri kepada petugas kepercayaannnya terhadap nyeri
menyenangkan terkait dengan kesehatan 160507-Melaporkan gejala nyeri yang tak terkendali 4) Identifikasi pengaruh budaya klien dalam merespon nyeri.
aktual atau potensi kerusakan kepada petugas kesehatan 5) Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup (misalnya
jaringan, atau yang dijelaskan 160511-Melaporkan nyeri terkendali tidur, nafsu makan, aktivitas, kognitif, mood, hubungan
dalam hal kerusakan tersebut sosial).
(International Association 2102-Tingkat nyeri 6) Diskusikan bersama klien faktor yang dapat memperburuk nyeri.
for The Study of Pain); onset Indikator: 7) Fasilitasi informasi tentang nyeri, seperti penyebab, durasi, dan
mendadak atau lambat setiap 210201-Melaporkan bila mengalami antisipasi.
intensitas dari ringan sampai nyeri 210221-Melindungi area nyeri 8) Kontrol lingkungan yang dapat menimbulkan nyeri (misalnya
berat, konstan atau berulang 210206-Ekspresi wajah suhu ruangan, pencahayaan, suara bising).
tanpa diantisipasi atau nyeri 210208-Gangguan 9) Kurangi faktor yang dapat menimbulkan atau
diprediksi berakhir dan durasi istirahat 210225-Diaforesis meningkatkan nyeri (misalnya ketakutan, kelelahan, defisit
lebih dari tiga (> 3) bulan 210219-Fokus menyempit pengetahuan).
(NANDA, 2014). 210215-Nafsu makan 10) Pilih dan terapkan tindakan pengurangan nyeri
berkurang 210227-Mual dengan farmakologi maupun nonfarmakologi.
210223-Iritabilitas 11) Ajarkan prinsip manajemen nyeri.
210206-Merintih dan menangis 12) Ajarkan teknik nonfarmakologi (seperti hipnosis, relaksasi,
imajinasi terbimbing, terapi musik, distraksi, kompres
hangat/ dingin, masase).
13) Monitor manajemen nyeri klien sesuai dengan interval
yang telah ditentukan.
Domain 11 Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam, pasien 3140 Manajemen Jalan Napas
Keamanan/ perlindungan memperlihatkan kepatenan/mempertahankan:
- Buka jalan napas dengan head tilt chin lift/ jaw trust
Kelas 2 0410 Status Respirasi: Kepatenan Jalan Napas - Berikan pasien posisi fowler/semi fowler untuk maksimalkan

Universitas Indonesia

Asuhan keperawatan ..., Julyarni, FIK UI, 2016


Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Cedera Fisik - 041004 laju pernapasan ventilasi
- 041005 ritme pernapasan - Bantu bersihkan sekret dengan batuk/ lakukan suction
Diagnosis - 041017 kedalaman inspirasi - Pergunakan teknik yang lebih mudah dan menyenangkan guna
Ketidakefektifan bersihan - 041012 kemampuan membersihkan sekret mengajarkan teknik napas dalam bagi anak (meniup balon)
jalan napas (00031) - 041007 tidak ada bunyi napas tambahan - Ajarkan cara batuk efektif
- 041013 tidak ada cuping hidung - Gunakan bronkodiator
Definisi - 041016 tidak ada sesak saat istirahat - Ajarkan cara penggunaan inhaler
Ketidakmampuan untuk - 041018 tidak ada penggunaan otot bantu napas - Bantu keluarkan benda asing dengan forcep
membersihkan sekresi atau - 041020 tidak ada akumulasi sputum - Monitor status respirasi dan O2
obstruksi dari saluran napas
untuk mempertahankan
bersihan jalan napas 0402 Status Respirasi: Pertukaran Gas 3120 Airway Insertion and Stabilization
(NANDA, 2015).
- 041012 kemampuan membersihkan sekret - Cuci tangan
- 041002 kecemasan menurun - Gunakan alat perlindungan diri (sarung tangan, masker)
- 020208 kepatenan nilai PaO2 - Pilih ukuran dan tipe oropharyngeal atau naso pharyngeal airway
- 020209 kepatenan nilai PCO2 yang sesuai
- 020210 kepatenan nilai PH - Suction mulut dan orofaring
- 020211 kepatenan nilai SaO2 - Pasang oro/nasopharyngeal airway
- 020213 temuan hasil x-ray normal - Pantau dispnea, snoring atau inspiratory crowing ketika
oro/nasopharyngeal airway terpasang
- Ganti OPA/NPA setiap hari dan inspeksi mukosa
0403 Status Respirasi: Ventilasi

- 40318 suara perkusi paru normal 3160 Manajemen Suctioning


- 40309 tidak ada penggunaan otot bantu napas
- 40311 tidak ada retraksi dinding dada - Cuci tangan sebelum melakukan prosedur
- 40312 tidak ada pursed lips breathing - Gunakan sarung tangan dan masker
- 40315 tidak ada ortopnea - Lakukan auskultasi sebelum dan sesudah suctioning
- 40317 taktil fremitus sama di kedua lapang paru - Informasikan pada keluarga mengenai proses suctioning
- 40331 tidak terdapat akumulasi sputum - Lakukan penghisapan di nasofaring dengan bulb syringe
- Instruksikan pasien tarik napas dalam sebelum suctioning dimulai
- Naikkan O2 100% (hiperoksigenasi) sebelum melakukan suction
- Gunakan alat sekali pakai
- Gunakan tekanan lebih rendah untuk mengeluarkan sekret
- Monitor adanya nyeri selama proses suction
- Monitor SaO2, mental status dan status hemodinamik
sebelum suction, saat suction dan sesudah suction
Universitas Indonesia
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
- Stop suction jika pasien mengalami bradikardia
- Monitor warna, jumlah dan konsistensi sekret

3230 Fisioterapi Dada

- Identifikasi adanya kontraindikasi dilakukannya fisioterapi dada


- Lakukan fisioterapi dada minimal dua jam setelah makan
- Jelaskan tujuan dan prosedur pada pasien dan keluarga
- Monitor respirasi status (RR, kedalaman, suara napas)
- Tentukan segmen paru yang terdapat akumulasi sekret
- Posisikan segmen paru yang mengalami penumpukan sekret diatas
- Gunakan bantal untuk membantu mengatur posisi
- Lakukan perkusi minimal 3-5 menit
- Lakukan vibrasi ketika ekspirasi/batuk 3-4 kali
- Intruksikan pasien mengeluarkan sekret dengan teknik napas dalam

3250 Cough Enhancment

- Instruksikan pasien duduk dengan posisi kepala fleksi, bahu


relaks dan lutut fleksi
- Anjurkan pasien melakukan tarik napas dalam beberapa kali
- Anjurkan pasien melakukan batuk efektif (tarik napas, tahan
2 detik lalu batuk 2-3 kali saat ekspirasi)
- Intruksikan pasien batuk beberapa kali untuk
memaksimalkan inhalasi

3350 Monitoring Respirasi

- Monitor RR, kedalaman dan kemampuan bernapas


- Perhatikan adanya retraksi dinding dada
- Monitor SaO2, SpO2 dan PEEP
- Lakukan palpasi ekspansi dinding dada
- Perkusi paru bagian posterior dan anterior dari apeks-basal
- Perhatikan lokasi trakhea
- Auskultasi suara napas
Universitas Indonesia
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
- Identifikasi kebutuhan cairan
- Monitor kemampuan pasien untuk batuk efektif
- Monitor adanya krepitus
- Perhatikan hasil x-ray
Domain 2 Keseimbangan Cairan (0601) Manajemen Cairan/Elektrolit (2080)
Nutrisi - Tekanan darah normal (120/80 mmHg) - Monitor keabnormalan serum elektrolit
- Nadi radialis (60-100x/menit) - Monitor status pulmonary dan kardiak yang
Kelas 5 - MAP dalam batas normal mengindikasikan kelebihan volume cairan
Hidrasi - 24 jam intake-output - Monitor tanda dan gejala overhidrasi
- Turgor kulit normal - Periksa hasil lab (Ht, BUN, protein, Natrium dan Kalium)
Diagnosis - BB dalam batas normal - Monitor BB harian
Kelebihan volume cairan - Serum elektrolit normal - Batasi intake makanan dan minuman dengan diuretic
(00026) - Hematokrit dalam batas normal atau laksatif
- Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit
Definisi - Monitor tanda-tanda vital
Meningkatnya retensi cairan - Monitor status hemodinamik
isotonik (NANDA, 2014) - Berikan diet yang tepat untuk masalah cairan/elektrolit (rendah
natrium, restriksi cairan, renal dan tidak ada garam)
- Monitor efek samping suplemen elektrolit (mual, muntah dan
diare)
- Konsultasikan dengan dokter apabila gejala memburuk
- Instruksikan klien dan keluarga tentang rasional dari restriksi
cairan, pemantauan hidrasi dan pemberian suplemen elektrolit
sesuai indikasi
Domain 2: Domain II: Kesehatan fisik Domain 1: Fisiologikal: Dasar
Nutrisi
Kelas K: Pencernaan dan nutrisi Kelas E: Promosi kenyamanan fisik
Kelas 1:
Ingesti Hasil:
1014-Nafsu makan Intervensi:
Diagnosa: Indikator: 1450-Manajemen mual
Ketidakseimbangan nutrisi: 101401-Keinginan untuk 1) Monitor mual pada klien.
kurang dari kebutuhan tubuh makan 101403-Menikmati 2) Fasilitasi klien untuk memanajemen mualnya.
(00002) makanan 101405-Berenergi 3) Kaji mengenai mual pada klien meliputi frekuensi, durasi,
untuk makan 101406-Intake keparahan, dan faktor presipitasi.
Definisi: makanan 101408-Intake cairan 4) Observasi tanda ketidaknyamanan akibat mual
Asupan nutrisi tidak 101409-Stimulus untuk makan 5) Identifikasi makanan kesukaan dan makanan yang tidak
mencukupi untuk memenuhi disukai klien.
Universitas Indonesia
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
kebutuhan metabolik 6) Evaluasi dampak mual terhadap kualitas hidup (misalnya
(NANDA, 2014). nafsu makan, aktivitas, tidur).
7) Identifikasi faktor yang menyebabkan mual.
8) Gunakan medikasi antiemetik untuk mencegah mual.
9) Kontrol lingkungan ynag dapat menyebabkan mual (misal bau
tak sedap, pemandangan tidak menyenangkan).
10) Fasilitasi cara mengontrol mual.
11) Ajarkan cara nonfarmakologi untuk mengatasi mual
(hipnosis, relaksasi, terapi musik, imajinasi terbimbing,
distraksi).
12) Anjurkan untuk istirahat dan tidur yang cukup.
13) Anjurkan menjaga kebersihan oral.
Domain 4 Toleransi Aktivitas (0005) Promosi Latihan (0200)
Aktivitas/Istirahat - Saturasi oksigen dengan aktivitas normal - Apresiasi keyakinan kesehatan individu tentang latihan fisik
- Frekuensi nadi dengan aktivitas normal - Eksplorasi pengalaman latihan utama
Kelas 4 - Frekuensi nafas dengan aktivitas normal - Kaji motivasi klien untuk memulai/melanjutkan program latihan
Sistem Kardiovaskular/ - Bernafas ringan dengan aktivitas - Motivasi respon verbal tentang latihan dan perlunya latihan
Pulmonar - Tekanan darah sistolik dengan aktivitas normal - Dorong individu untuk memulai atau melanjutkan latihan
- Tekanan darah diastolik dengan aktivitas normal - Bantu dalam mengidentifikasi role model positif
Diagnosis - Hasil EKG normal untuk mempertahankan program latihan
Intoleransi Aktivitas (00092) - Warna kulit normal - Instruksikan individu tentang frekuensi, durasi dan intensitas
- Langkah berjalan normal yang diinginkan dalam program latihan
Definisi - Jarak berjalan normal - Bantu klien untuk menyiapkan dan mempertahankan sebuah
Kurangnya energi secara fisik - Toleransi naik tangga grafik peningkatan untuk memotivasi kepatuhan dalam
maupun psikologis untuk - Kekuatan tubuh bagian atas normal program latihan
mempertahankan atau - Kekuatan tubuh bagian bawah normal - Ajarkan latihan pemanasan dan pendinginan
melengkapi aktivitas sehari- - Mudah dalam melakukan ADL - Ajarkan teknik untuk mencegah cedera saat latihan
hari yang diinginkan - Kemampuan untuk berbicara dengan aktivitas fisik meningkat - Instruksikan klien teknik bernafas yang tepat untuk
(NANDA, 2014) memaksimalkan pengambilan oksigen selama latihan fisik
- Berikan reinforcement positif

Asistensi Perawatan Diri (1800)


Status Perawatan Diri (0313) - Kaji budaya klien
- Mandi sendiri - Kaji usia klien
- Berpakaian sendiri - Monitor kemampuan klien yang dapat dilakukan secara mandiri
- Menyiapkan makanan dan minuman - Monitor kebutuhan klien untuk alat bantu perawatan diri
- Makan sendiri - Berikan lingkungan terapeutik dengan mempertahankan
- Mempertahankan kebersihan diri kehangatan, rileks, privasi dan pengalaman pribadi
- Mempertahankan oral hygiene - Berikan alat perawatan yang dibutuhkan secara pribadi (mis.
Universitas Indonesia
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
- BAK/BAB sendiri sikat gigi, sabun mandi dan deodorant)
- Mengatur medikasi non parenteral - Lakukan asistensi sampai klien sudah sepenuhnya dapat
- Mengatur medikasi parenteral untuk melakukan perawatan diri
- Melakukan kegiatan rumah tangga - Bantu klien dalam menerima kebutuhan ketergantungan
- Mengatur finansial - Gunakan pengulangan yang konsisten
- Mengatur transportasi pribadi - Dorong klien untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari ke
- Mendapatkan alat rumah tangga yang dibutuhkan level kemampuan
- Mengenali kebutuhan keamanan di rumah - Dorong kemandirian, namun bantu ketika klien tidak
dapat melakukan
- Ajarkan keluarga untuk mendorong kemandirian, bantu hanya
ketika klien tidak bisa
- Susun rutinitas aktivitas perawatan diri
Domain 4 Mobilisasi (0208) Terapi Latihan: Kontrol Otot (0200)
Aktivitas/istirahat - Pengaturan posisi tubuh - Kaji kesiapan klien untuk melakukan terapi
- Gerakan otot - Kolaborasi dengan terapis fisik atau tenaga kesehatan lain
Kelas 2 - Gerakan sendi jika dibutuhkan
Aktivitas/Latihan - Perpindahan tempat - Evaluasi fungsi sensori (penglihatan, pendengaran)
- Bergerak dengan mudah - Mulai latihan dengan pengukuran nyeri otot
Diagnosis - Pastikan pakaian klien nyaman
Hambatan Mobilitas Fisik - Bantu klien mempertahankan kestabilan sendi proksiml atau distal
(00085) - Bantu klien dalam posisi berdiri maupun duduk sesuai
dengan kondisi klien
Definisi - Reorientasi klien tentang fungsi gerakan tubuh
Keterbatasan dalam - Berikan lingkungan yang mendukung relaksasi setelah latihan
kemandirian, gerakan fisik - Bantu klien untuk melakukan latihan untuk
yang disengaja dari tubuh meningkatkan ketahanan, kekuatan, dan fleksibilitas
atau dari satu atau lebih - Bantu klien untuk membuat tujuan realistis
ekstremitas. (NANDA, 2014) - Monitor respon pasien terhadap latihan
- Evaluasi progres klien
- Berikan pujian untuk partisipasi klien
Domain 11 Perilaku Pencegahan Jatuh (1909) Pencegahan Jatuh (6490)
Keamanan/Perlindungan - Meminta bantuan - Kaji pengetahuan klien tentang jatuh
- Menempatkan tahanan untuk menghindari jatuh - Identifikasi perilaku dan faktor-faktor yang menyebabkan klien
Kelas 2 - Menggunakan handrail
berpotensi terhadap jatuh
Cedera Fisik - Menggunakan grab bar, jika diperlukan
- Menggunakan keset karet di kamar mandi - Identifikasi karakteristik lingkungan yang
Diagnosis - Menggunakan sepatu yang terikat baik berpotensi meningkatkan jatuh (lantai licin dan
tangga)

Universitas Indonesia
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Risiko Jatuh (00155) - Menggunakan alat bantu secara tepat - Mengajarkan cara penggunaan alat bantu jalan seperti walker.
- Menggunakan alat bantu lihat - Menentukan kemampuan klien untuk partisipasi dalam aktivitas
Definisi - Memberikan bantuan dengan mobilitas yang membutuhkan keseimbangan
Rentan terhadap peningkatan - Menggunakan prosedur transfer yang aman
- Kolaborasikan dengan latihan fisik seperti Balance exercise.
kerentanan terhadap jatuh, - Memberikan penerangan yang cukup
yang dapat menyebabkan - Menggunakan bangku dan tangga dengan aman - Membantu penguatan pergelangan kaki dan program berjalan.
bahaya fisik - Hindari keributan, tumpahan dan cahaya yang menyilaukan di lantai
dan kesehatan (NANDA, - Pindahkan karpet Manajemen Lingkungan: Keamanan (6486)
2014) - Bersihkan salju dan es dari permukaan jalan - Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
- Menyesuaikan tinggi toilet, jika diperlukan - Identifikasi hazards keamanan di lingkungan tersebut
- Menyesuaikan tinggi kursi - Singkirkan hazard/bahaya yang berada pada lingkungan
- Menyesuaikan tinggi kasur - Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan hazards/bahaya
- Kontrol kelelahan - Sediakan peralatan yang memadai untuk
- Menggunakan tindakan pencegahan ketika mengonsumsi medikasi meningkatkan keamanan pada lingkungan (contohnya
yang meningkatkan risiko jatuh handrail)
- Gunakan alat perlindungan, seperti restrain, siderail, untuk
membatasi pergerakan fisik atau mencegah terjadinya situasi
yang menimbulkan cedera.
Domain 6: Domain III: Kesehatan Psikososial 5230- Peningkatan Koping
Persepsi Diri 1) Bantu klien dalam mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan
Kelas M: Kesejahteraan Psikologis jangka panjang
Kelas 1: 2) Bantu klien dalam memeriksa sumber untuk mencapai tujuan
Konsep Diri Hasil: 3) Bantu klien dalam memecahkan tujuan yang kompleks menjadi
1201- Harapan bagian-bagian kecil, langkah-langkah yang dapat diatur
Diagnosa: Indikator: 4) Dorong hubungan dengan orang-orang yang mempunya
Keputusasaan 120101- Mengekspresikan harapan masa depan ketertarikan dan tujuan yang sama
positif 120102- Mengekspresikan kesetiaan 5) Bantu klien menyelesaikan masalah secara konstruktif
Definisi: 120103- Mengekspresikan keinginan untuk 6) Kaji dampak situasi kehidupan klien dalam peran dan hubungan
Pernyataan subjektif dimana hidup 120104- Mengekspresikan alasan hidup 7) Dorong klien untuk mengidentifikasi deskripsi realistis dari
seorang individu melihat 120105- Mengekspresikan makna hidup perubahan peran
keterbatasan atau tidak ada 120106- Mengekspresikan optimism 8) Kaji pemahaman klien tentang proses penyakit
alternatif atau tidak ada 120107- Mengekspresikan kepercayaan 9) Kaji dan diskusikan respon alternatif dari situasi
pilihan yang tersedia dan diri 10) Gunakan ketenangan dan pendekatan meyakinkan
tidak bisa memobilisasi 120108- Mengekspresikan percaya pada orang lain 11) Berikan atmosfer penerimaan
energi secara sendiri 120109- Mengekspresikan kedamaian dalam jiwa 12) Bantu klien untuk mengidentifikasi informasi yang membuatnya
(NANDA, 2014). 120110- Mengekspresikan kemampuan kontrol tertarik
diri 120111- Menunjukkan semangat hidup 13) Berikan informasi yang benar terkait diagnosis, pengobatan dan
120112- Membuat tujuan prognosis
Universitas Indonesia
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Domain I: Kesehatan Fungsional 14) Berikan klien pilihan realistis tentang aspek perawatan
15) Dorong sikap dari harapan realistis sebagai cara untuk mengatasi
Kelas A: Pemeliharaan Energi keputusasaan
16) Evaluasi kemampuan pengambilan keputusan klien
Hasil: 17) Hindari pengambilan keputusan ketika klien dalam keadaan
0006- Energi Psikomotor stress berat
Indikator: 18) Dorong kemampuan secara bertahap dari situasi
000601- Menunjukkan perasaan yang sesuai dengan 19) Dorong penerimaan dari keterbatasan orang lain
situasi 000602- Menunjukkan konsentrasi 20) Kaji latar belakang spiritual/budaya
000603- Memelihara personal hygiene dan berias 21) Dorong penggunaan spiritual
000604- Menunjukkan nafsu makan normal 22) Eksplorasi prestasi klien di masa lalu
000613- Patuh dengan pengobatan 23) Eksplorasi alasan klien dari mengkritisasi diri
000614- Patuh dengan regimen terapeutik 24) Bantu klien dalam mengidentifikasi sistem pendukung tersedia
000606- Menunjukkan ketertarikan dengan 25) Motivasi klien untuk mengidentifikasi kekuatan dan kemampuan
sekeliling 000608- Menunjukkan kestabilan level 26) Dorong keterlibatan keluarga secara tepat
energi 000609- Menunjukkan kemampuan 27) Kaji risiko klien dalam melakukan tindakan melukai diri sendiri
melakukan ADL 000607- Ide bunuh diri 28) Bantu klien untuk berduka dan bekerja melalui kehilangan dari
000611- Letargi penyakit kronis dan keterbatasan
000612- Depresi 29) Bantu klien mengidentifikasi strategi positif untuk menghadapi
keterbatasan dan mengatur gaya hidup yang diperlukan atau
perubahan peran.

Universitas Indonesia
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Waktu Implementasi Evaluasi


Senin, 16 Data: Subjektif:
Mei 2016 - Klien mengatakan merasa sesak sejak 1 minggu SMRS dan tidak kunjung hilang, memiliki - Klien mengatakan masih merasa sesak, lelah dengan
riwayat asma dan tb paru on OAT 5 bulan, batuk masih berdahak, merasa lelah walau penyakitnya dan mengeluh dengan pengobatannya yang tidak
sedikit beraktivitas, pusing, tidak bisa tidur, riwayat DM sejak tahun 2006, , GDS=347 kunjung berhasil dan sering mengatakan “kapan saya sembuh,
mg/dl saya capek”, ingin segera diambil nyawanya oleh Allah Swt
jika ajalnya sudah tiba, sering menangis
Kemampuan:
- Klien belum mampu melakukan batuk efektif Objektif:
- Sudah terpasang O2 3l/menit nasal kanul dengan posisi semi fowler - TTV: TD=110/70mmHg, N=88x/menit, RR=24x/menit,
- Belum mampu makan adekuat hanya 3 sendok makan S=36,50C
- Belum memiliki kemampuan mengontrol keputusasaan - GDS= 381mg/dl
- Sudah mampu mengungkapkan perasaan keputusasaan - Klien terlihat lebih tenang setelah menceritakan masalahnya

Implementasi: Analisis:
1. Membina hubungan saling percaya 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi
2. Memantau status respirasi dan oksigenasi 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Memberikan terapi O2 nasal kanul belum teratasi
4. Memantau TTV 3. Intoleransi aktivitas belum teratasi
5. Memantau gula darah harian 4. Hambatan mobilitas fisik belum teratasi
6. Mendengarkan klien dalam mengungkapkan perasaannya 5. Keputusasaan belum teratasi
7. Memberikan pujian atas keterbukaan klien
8. Menganjurkan makan sedikit tapi sering Planning:
1. Makan sedikit tapi sering
RTL: 2. Kurangi makanan tinggi glukosa
1. Monitor keadaan umum dan TTV 3. Latih ROM
2. Pantau status respirasi dan oksigenasi 4. Berbincang-bincang dengan orang di sekitar
3. Bantu klien mengenal keputusasaan yang dialami
4. Eksplorasi harapan positif dalam diri klien
5. Mengajarkan batuk efektif
Selasa, 17 Data: Subjektif:
Mei 2016 - Klien mengatakan masih merasa sesak, makan masih sedikit, batuk masih berdahak namun - Klien mengatakan merasa lebih lega setelah diinhalasi
Universitas Indonesia
hanya sedikit keluar, mual, pusing, tidak bisa tidur, tidak mau dilakukan inhalasi, GDS=236 - Klien mengatakan masih merasa mual dan sulit tidur
mg/dl, nyeri akibat riwayat jatuh 2 tahun lalu - Klien mengatakan masih mempunyai bisnis jualan kue secara
online, namun pada saat sakit, ia tidak bisa meneruskan
Kemampuan: kegiatan tersebut
- Klien belum mampu melakukan batuk efektif - Klien mengatakan akan berusaha meneruskan berjualan online
- Sudah terpasang O2 2l/menit nasal kanul dengan posisi semi fowler demi membiayai kehidupan anaknya
- Belum mampu makan adekuat hanya 3 sendok makan
- Belum mampu mengontrol nyeri Objektif:
- Belum memiliki kemampuan mengontrol keputusasaan - TTV: TD=100/60mmHg, N=70x/menit, RR=30x/menit,
- Sudah mampu mengungkapkan perasaan keputusasaan S=35,30C
- GDS = 280 mg/dl
Implementasi: - Klien terlihat lebih tenang dan lebih bersemangat
1. Memantau TTV - Klien sudah mampu melakukan batuk efektif
2. Memotivasi klien untuk diinhalasi
3. Mengajarkan batuk efektif Analisis:
4. Memantau gula darah harian 1. Nyeri kronik belum teratasi
5. Mengeksplorasi harapan dan kemampuan positif klien 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian
6. Memberikan pujian atas keterbukaan klien 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
7. Menganjurkan makan sedikit tapi sering belum teratasi
4. Intoleransi aktivitas belum teratasi
RTL: 5. Hambatan mobilitas fisik belum teratasi
1. Monitor keadaan umum dan TTV 6. Risiko jatuh belum teratasi
2. Monitor status respirasi dan oksigenasi 7. Keputusasaan belum teratasi
3. Monitor nyeri
4. Evaluasi batuk efektif Planning:
5. Melatih kemampuan positif klien yaitu dalam melakukan ADL 1. Latihan batuk efektif setiap sehabis inhalasi
2. Makan sedikit tapi sering
3. Latihan berpikir positif setiap sebelum tidur
Rabu, 18 Data: Subjektif:
Mei 2016 - Klien mengatakan masih merasa sesak, makan masih sedikit, batuk masih berdahak, mual, - Klien mengatakan sesak belum kunjung berkurang
GDS= 176 mg/dl, terlihat edema pada ekstremitas bawah - Klien mengatakan masih merasa mual
Kemampuan: - Klien mengatakan mampu minum tapi masih tidak bisa makan
- Klien sudah mampu melakukan batuk efektif sendiri
- Sudah mau diberikan terapi inhalasi
Universitas Indonesia
- Terpasang O2 3L/menit Objektif:
- Belum mampu makan adekuat hanya ½ porsi - TTV: TD=13070mmHg, N=72x/menit, RR=28x/menit,
- Sudah mampu mengenali tanda, gejala dan akibat keputusasaan S=36,10C
- Sudah memiliki kemampuan mengontrol keputusasaan dengan berpikir positif - GDS = 236 mg/dl
- Klien terlihat lebih tenang dan lebih bersemangat
Implementasi: - Klien terlihat belum mau mencoba makan sendiri
1. Memantau TTV
2. Memantau gula darah harian Analisis:
3. Mengevaluasi harapan dan kemampuan positif klien 1. Nyeri kronik belum teratasi
4. Melatih klien melakukan ADL secara mandiri 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian
5. Memberikan pujian atas kemampuan klien 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Menganjurkan minum sedikit 1200cc/hari belum teratasi
4. Kelebihan volume cairan belum teratasi
RTL: 5. Intoleransi aktivitas belum teratasi
1. Monitor keadaan umum dan TTV 6. Hambatan mobilitas fisik belum teratasi
2. Monitor status respirasi dan oksigenasi 7. Risiko jatuh belum teratasi
3. Melatih kemampuan positif klien yaitu dalam melakukan ADL makan secara mandiri 8. Keputusasaan belum teratasi
4. Memberikan terapi furosemide
Planning:
1. Latihan batuk efektif setiap sehabis inhalasi
2. Makan sedikit tapi sering disuapi
3. Minum air putih 1200cc/hari
4. Latihan berpakaian sendiri
Kamis, 19 Data: Subjektif:
Mei 2016 - Klien mengatakan masih merasa sesak, makan masih sedikit, batuk masih berdahak, mual, - Klien mengatakan sesak sudah berkurang
GDS= 187 mg/dl, terlihat edema pada ekstremitas bawah - Klien mengatakan masih merasa mual
Kemampuan: - Klien mengatakan mampu minum tapi masih tidak bisa makan
- Klien sudah mampu melakukan batuk efektif sendiri
- Sudah mau diberikan terapi inhalasi
- Terpasang O2 3L/menit Objektif:
- Belum mampu makan adekuat hanya ½ porsi - TTV: TD=140/70mmHg, N=70x/menit, RR=20x/menit,
- Sudah mampu mengenali tanda, gejala dan akibat keputusasaan S=35,50C
- Sudah memiliki kemampuan mengontrol keputusasaan dengan berpikir positif - GDS = 288 mg/dl
- Sudah mampu melakukan duduk, berpakaian dan minum sendiri - Klien terlihat lebih tenang dan lebih bersemangat
Universitas Indonesia
Implementasi: - Klien terlihat belum mau mencoba makan sendiri, namun
1. Memantau TTV ketika disuapi, makanannya habis
2. Memantau gula darah harian
3. Monitor edema Analisis:
4. Memberikan terapi furosemide 1. Nyeri kronik belum teratasi
5. Mengevaluasi harapan dan kemampuan positif klien 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian
6. Melatih klien melakukan ADL secara mandiri 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
7. Menyuapi klien makan teratasi sebagian
8. Memberikan pujian atas kemampuan klien 4. Kelebihan volume cairan belum teratasi
5. Intoleransi aktivitas belum teratasi
RTL: 6. Hambatan mobilitas fisik belum teratasi
1. Monitor keadaan umum dan TTV 7. Risiko jatuh belum teratasi
2. Melatih kemampuan positif klien yaitu dalam melakukan ADL makan secara mandiri 8. Keputusasaan belum teratasi
3. Motivasi melakukan kegiatan spiritual dan bersosialisasi dengan teman-teman lama
4. Memberikan terapi furosemide Planning:
5. Kolaborasi pemberian analgetik 1. Latihan batuk efektif setiap sehabis inhalasi
2. Menaikkan kaki lebih tinggi di atas kepala
3. Makan sedikit tapi sering dengan mandiri
4. Minum air putih 1200cc/hari
5. Latihan berpakaian sendiri
Jumat, 20 Data: Subjektif:
Mei 2016 - Klien mengatakan sesak sudah berkurang, batuk berkurang, mual berkurang, GDS= 129 - Klien mengatakan sesak sudah berkurang
mg/dl, terlihat edema pada ekstremitas bawah - Klien mengatakan mual sudah berkurang
- Klien mengatakan mampu makan sendiri
Kemampuan: - Klien mengatakan merasa senang setelah teman-teman
- Klien sudah mampu melakukan batuk efektif lamanya mengunjunginya di RS
- Sudah mau diberikan terapi inhalasi
- O2 3L/menit intermitten Objektif:
- Makan habis 1 porsi - TTV: TD=110/70mmHg, N=66x/menit, RR=18x/menit,
- Sudah mampu mengenali tanda, gejala dan akibat keputusasaan S=36,20C
- Sudah memiliki kemampuan mengontrol keputusasaan dengan berpikir positif - GDS = 243 mg/dl
- Sudah mampu melakukan duduk, berpakaian dan minum sendiri - Klien terlihat lebih tenang dan lebih bersemangat
- Klien terlihat sudah mampu makan sendiri tanpa disuapi dan
Implementasi: habis
Universitas Indonesia
1. Memantau TTV - Klien terlihat ceria saat mengobrol bersama teman-temannya
2. Memantau gula darah harian
3. Monitor edema Analisis:
4. Mengevaluasi harapan dan kemampuan positif klien 1. Nyeri kronik belum teratasi
5. Melatih klien melakukan ADL secara mandiri 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian
6. Memberikan pujian atas kemampuan klien 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
7. Memotivasi klien tentang keberadaan support system dan melakukan kegiatan spiritual teratasi sebagian
4. Kelebihan volume cairan belum teratasi
RTL: 5. Intoleransi aktivitas belum teratasi
1. Monitor keadaan umum dan TTV 6. Hambatan mobilitas fisik belum teratasi
2. Evaluasi kemampuan positif klien dalam melakukan ADL 7. Risiko jatuh belum teratasi
3. Berikan terapi furosemide 8. Keputusasaan teratasi sebagian
4. Latih SP 1 dan 2 Keluarga
Planning:
1. Menaikkan kaki lebih tinggi di atas kepala
2. Makan sedikit tapi sering dengan mandiri
3. Minum air putih 1200cc/hari
4. Latihan melakukan ADL secara mandiri
Sabtu, 21 Data: Subjektif:
Mei 2016 - Klien mengatakan sesak sudah berkurang, batuk berkurang, mual berkurang, GDS= 194 - Klien mengatakan sesak sudah berkurang
mg/dl, terlihat edema pada ekstremitas bawah - Klien mengatakan mual sudah berkurang
- Klien mengatakan merasa lebih baik kondisinya dan akan
Kemampuan: menjauhi pikiran negatif yang menyebabkan keputusasaan
- Klien sudah mampu melakukan batuk efektif - Keluarga mengatakan akan membantu mengatasi masalah
- Sudah mau diberikan terapi inhalasi keputusasaan klien
- O2 3L/menit intermitten
- Makan habis 1 porsi Objektif:
- Sudah mampu mengenali tanda, gejala dan akibat keputusasaan - TTV: TD=110/70mmHg, N=72x/menit, RR=20x/menit,
- Sudah memiliki kemampuan mengontrol keputusasaan dengan berpikir positif S=36,30C
- Sudah mampu melakukan duduk, berpakaian dan minum sendiri - GDS = 243 mg/dl
- Klien terlihat lebih tenang dan lebih bersemangat
Implementasi: - Klien terlihat sudah mampu makan sendiri tanpa disuapi dan
1. Memantau TTV habis
2. Memantau gula darah harian - Klien terlihat lebih ceria dan lebih banyak bercerita dengan
Universitas Indonesia
3. Monitor edema orang-orang di sekitarnya
4. Mengevaluasi cara mengatasi keputusasaan dalam diri klien - Keluarga mampu menyebutkan cara-cara mengatasi
5. Memberikan pujian atas kemampuan klien keputusasaan pada klien
8. Melatih SP 1 & 2 Keluarga pada klien dengan keputusasaan
Analisis:
RTL: 1. Nyeri kronik belum teratasi
Intervensi selesai 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
teratasi sebagian
4. Kelebihan volume cairan belum teratasi
5. Intoleransi aktivitas belum teratasi
6. Hambatan mobilitas fisik belum teratasi
7. Risiko jatuh belum teratasi
8. Keputusasaan teratasi

Planning:
1. Menaikkan kaki lebih tinggi di atas kepala
2. Makan sedikit tapi sering dengan mandiri
3. Minum air putih 1200cc/hari
4. Latihan melakukan ADL secara mandiri
5. Latihan berpikir positif dan melanjutkan kegiatan setelah
pulang ke rumah
6. Kurangi makanan berlemak dan kurangi makanan
mengandung gula tinggi

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai