Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
ii
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
iii
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR
iv
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu.Semoga skripsi ini memberi manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang keperawatan.
Penulis
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
vi
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Diabetes mellitus merupakah salah satu masalah kesehatan yang terjadi di daerah perkotaan. Salah
satu komplikasi serius pada diabetes mellitus adalah ulkus kaki diabetik yang dapat
mengakibatkan infeksi. Infeksi yang tidak tertangani dapat menyebar ke seluruh tubuh dan
berakhir dengan kematian. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisa intervensi
keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan ulkus kaki diabetik diantaranya
pengontrolan glukosa darah, perawatan luka, dan perawatan kaki. Hasil dari intervensi pada pasien
tersebut terbukti dapat meningkatkan kemampuan pasien dan keluarga dalam mengendalikan
perburukan penyakit. Rekomendasi penulisan ini adalah agar perawat mengajarkan pengontrolan
glukosa darah, perawatan luka, dan perawatan kaki kepada pasien dengan ulkus kaki diabetik
untuk menurunkan risiko amputasi kaki.
Kata kunci: keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, pengontrolan glukosa darah, perawatan
kaki, perawatan luka, ulkus kaki diabetik
ABSTRACT
Diabetes mellitus is one of the health problem in urban area. Diabetic foot ulcer has become one
of the serious complication in diabetes mellitus which may cause an infection . The uncontrolled
infection is probability spread systematically to all body parts, thus can be the leading cause of
death. This article is aimed to analyze nursing intervention programmed to the patient with
diabetic foot ulcer, those are blood glucose control, wound dressing, and diabetic foot care. The
results proved that these nursing interventions effectively improve the patient’s and family’s
ability to manage disease deterioration. It is recommended for the next writer to educate the
patient about how to control blood glucose, wound dressing, and diabetic foot care in order to
minimize the risk for lower limb amputation.
Keyword: blood glucose control, diabetic foot care, diabetic foot ulcer, urban health nursing,
wound dressing
vii
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KASUS KELOLAAN ............................................... 33
3.1. Pengkajian ..................................................................................... 33
3.2. Analisa Data .................................................................................. 46
3.3. Prioritas Diagnosa ........................................................................ 50
3.4. Rencana Asuhan Keperawatan...................................................... 51
3.5. Evaluasi Keperawatan .................................................................. 58
ix
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
DAFTAR TABEL
xi
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
xii
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada tahun 2000 di Indonesia terdapat 8,4 juta orang menderita DM dan
menempati urutan keempat dalam prevalensi diabetes mellitus terbanyak di dunia
(Perkeni, 2011). Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030
prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Depkes RI,
2007; Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada
kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu
14,7% dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%
(Kementrian Kesehatan RI, 2012).
1 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
2
(Sudoyo, 2009). Berdasarkan data ini diketahui bahwa kejadian DM yang belum
terdiagnosis masih cukup tinggi, hampir dua kali lipat dari jumlah kasus DM yang
terdeteksi. Sementara prevalensi pasien DM di ruang rawat Melati Atas selama
tujuh minggu (6 Mei-20 Juni 2014) sebanyak 30,1% dari total semua pasien yang
dirawat. Hal ini menunjukkan bahwa diabetes merupakan penyakit yang sebagian
besar dialami oleh masyarakat perkotaan yang perlu mendapat perhatian dari
petugas kesehatan.
Berbagai masalah kesehatan lain timbul akibat komplikasi dari diabetes mellitus
diantaranya munculnya luka yang sulit sembuh, gangren kaki, penyakit jantung,
gagal ginjal, gangguan penglihatan hingga kebutaan. Ulkus kaki diabetik
merupakan masalah kesehatan yang sering menyertai diabetes mellitus. Hal ini
disebabkan karena menderita DM dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami
komplikasi neuropati dan angiopati. Kondisi tersebut mengakibatkan kemampuan
untuk merasakan adanya sensasi terutama dibagian distal tubuh berkurang terutama
bila terjadi trauma mekanik sehingga timbullah luka tanpa disadari. Menurut data
dari The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease
sebanyak 15% penderita DM di Amerika Serikat menderita ulkus kaki diabetik
dan 12-14% diantaranya memerlukan amputasi (American Medical Association,
2000; Amstrong, 2008; Frykberg, 2002; Stillman, 2008). Separo lebih amputasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
non trauma merupakan akibat dari komplikasi ulkus diabetik dan disertai dengan
tingginya angka mortalitas, reamputasi dan amputasi kaki kontralateral. Bahkan
setelah hasil perawatan penyembuhan luka bagus, angka kekambuhan
diperkirakan sekitar 66%, dan risiko amputasi meningkat sampai 12% (Frykberg,
2002; Jones, 2007).
Ulkus diabetik yang tidak dirawat dengan benar merupakan sumber infeksi yang
dapat menyebabkan kematian pasien. Kadar glukosa darah yang tinggi akan
menghambat proses penyembuhan luka karena oksigenasi yang buruk,
berkurangnya kemampuan sel darah putih dalam memfagosit bakteri, serta
meningkatnya invasi bakteri ke area luka. Oleh karena itu, perawat dapat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
melakukan edukasi manajemen diet untuk mengontrol kadar glukosa darah pasien
dan memberikan perawatan luka secara berkala untuk meminimalkan terjadinya
perburukan ulkus diabetik. Seperti yang diungkapkan oleh Damayanti (2012)
bahwa edukasi telah menjadi komponen penting dari manajemen diabetes sejak
tahun 1930 dan semakin diakui sebagai bagian integral dari manajemen penyakit
kronis. Karya ilmiah ini akan menganalisis proses keperawatan yaitu manajemen
diet dan perawatan luka yang telah diberikan pada pasien ulkus kaki diabetik di
ruang rawat Melati Atas RSUP Persahabatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
1.3.2 Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan
mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan sistem metabolik endokrin
khususnya mengenai penyakit ulkus kaki diabetik sehingga diharapkan dapat
menurunkan angka kejadian amputasi dengan cara memasukkan kedalam sub bab
mata kuliah sistem metabolik endokrin.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kota adalah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai oleh strata sosial
ekonomi yang heterogen serta corak matrialistis (Bintarto, 1984). Kota berperan
besar dalam menyediakan lapangan pekerjaan, pusat budaya dan teknologi, pusat
industri, dan tempat untuk meningkatkan pendapatan (State of theenvironment and
policy retrospective, 2002). Perkembangan zaman serta keadaan demografi suatu
perkotaan sangat mempengaruhi masalah kesehatan pada lingkungan tersebut.
Perkembangan tersebut meliputi banyaknya pembangunan gedung-gedung
bertingkat, pusat perbelanjaan, dan padatnya trasnportasi. Fenomena ini juga
terjadi kota Jakarta yang merupakan salah satu megacity di Asia. Perkembangan
kota yang semakin pesat ini mempengaruhi kesehatan lingkungan yang ada di
daerah perkotaan. Kesehatan lingkungan adalah inti dari kesehatan masyarakat.
WHO (2008) mendefiniskan kesehatan lingkungan meliputi faktor fisik, kimia,
dan biologi di luar manusia serta mempengaruhi perilaku manusia, menekankan
analisis dan kontrol faktor-faktor lingkungan yang berpotensi memengaruhi
kesehatan (Achmadi, 2010). Kesehatan lingkungan meliputi delapan area yaitu.
6 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
7
gaya hidup, risiko kerja, kualitas udara, kualitas air, rumah tempat tinggal,
kualitas makanan, kontrol sampah, dan risiko radiasi (McEwen & Nies, 2007).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
8
urin (glikosuria), polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pasca absortif
yang kronis, katabolisme protein dan lemak, kelaparan relatif, polidipsi
(peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air
yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradien konsentrasi plasma yang hipertonik sehingga
menstimulasi hormon antidiuretik/ vasopressin dan menimbulkan rasa haus (Price,
& Wilson, 2006). Gejala lain pada diabetes mellitus diantaranya peningkatan
angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi mukus, gangguan
fungsi imun, dan penurunan aliran darah, gangguan penglihatan, parestesia atau
abnormalitas sensasi, kandidiasis vagina (Corwin, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
9
latihan, glukosa darah yang digunakan oleh sel-sel otot yang aktif meningkat 7-20
kali lipat (Copstead & Banasic, 2000).
d. Kebiasaan minum alkohol
Alkohol yang masuk ke dalam tubuh akan dipecah menjadi asetat yang dapat
menyebabkan proses pembakaran kalori terhambat sehingga berat badan
meningkat (Copstead & Banasic, 2000).
e. Pola makan
Goldstein (2008) menyatakan bahwa diet tinggi serat menurunkan risiko diabetes
mellitus. Sementara kebiasaan makan tinggi lemak, gula, kolesterol dapat
menyebabkan obesitas sehingga risiko berkembangnya DM meningkat.
f. Stress
Saat stress tubuh mengeluarkan hormon kortikosteroid dan katekolamin yang
akan meningkatkan produksi glukosa darah (Copstead & Banasic, 2000). Namun
kadar glukosa yang terus dipicu tinggi karena stress berkepanjangan dan tidak
diimbangi dengan aktivitas fisik akan meningkatkan risiko DM (Nurrahmi, 2012).
g. Usia
Usia ≥ 60 tahun berisiko menderita DM karena terjadi penurunan sekresi atau
resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian
glukosa darah yang tinggi kurang optimal (Sudoyo, 2010). Goldstein (2008)
menyatakan bahwa sekitar 50% penderita DM tipe berusia lebih dari 60 tahun.
h. Faktor genetik
Risiko seorang anak menderita DM adalah 15% bila salah satu orang tuanya
menderita DM, dan kemungkinan 75% bila kedua orang tuanya menderita DM
(Ditjen PP & PL, 2008).
i. Jenis kelamin
Wanita lebih berisiko menderita DM karena secara fisiko memiliki peluang
peningkatkan indeks masa tubuh yang lebih besar dan siklus hormonal. Selain itu
pada wanita hamil terjadi ketidakseimbangan hormonal sehingga dapat terjadi
peningkatan metabolisme. Tubuh tidak mampu menerima langsung asupan kalori
sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah saat hamil (Damayanti, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
10
HHNK merupakan komplikasi akut yang sering dijumpai pada penderita DM Tipe
2 (Corwin, 2009; Price & Wilson, 2006). Tanda dan gejala HHNK diantaranya
hiperglikemia berat (600 – 2000 mg/dL), hiperosmolaritas, diuresis berat, dan
dehidrasi berat (Black & Hawks, 2009; Corwin, 2009; Price & Wilson, 2006),
rasa haus yang hebat, defisit kalium yang parah, dan pada sekitar 15-20% pasien
terjadi koma dan kematian. Perbedaan utama antara HHNK dan KAD adalah pada
HHNK tidak terdapat ketosis (Price & Wilson, 2006). Komplikasi selanjutnya
adalah hipoglikemia. Pasien dikatakan hipoglikemia apabila kadar gula darah
dalam tubuh kurang dari 60 mg/dL (Perkeni, 2011). Gejala hipoglikemia
diantaranya berkeringat, gemetar, takikardia, tremor, sakit kepala, lemas, rasa
lapar, pucat, tidak mampu berkonsentrasi, pandangan kabur, kebingungan, letargi,
penurunan kesadaran) (Black & Hawks, 2009; Price & Wilson, 2006).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
11
menyaring darah yang terlalu pekat pada penderita diabetes mellitus (Black &
Hawks, 2009). Neuropati diabetik disebabkan hipoksia kronis sel-sel saraf
sehingga menjadi demielinisasi. Demielinisasi menyebabkan perlambatan
hantaran saraf dan berkurangnya sensitivitas (Corwin, 2009). Saat akson dan
dendrit pada saraf tidak mendapat cukup nutrisi transmisi impuls menjadi lambat
(Black & Hawks, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
12
Obesitas I 25 – 29,9
Obesitas II ≥ 30 BB > 120% BBI
Sumber: Perkeni, 2002 dalam Sudoyo, 2009
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
13
b. Terapi Insulin
Preparat insulin dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama berdasarkan
awitan, puncak, dan durasi kerja:
1) Short-acting insulin (insulin reguler). Awitan kerja human insulin regular
adalah ½ hingga 1 jam; puncaknya 2 hingga 3 jam; durasi kerjanya 4
hingga 6 jam biasanya diberikan 20-30 menit sebelum makan. Contoh:
Novorapid, Humulin R, Actrapid.
2) Intermediate-acting insulin. Awitan kerja 3 hingga 4 jam, puncaknya 4-12
jam, durasi kerjanya 16-20 jam. Contoh Lente, NPH, Humulin N.
Biasanya diberikan sesudah makan.
3) Long-acting insulin. Awitan kerja 6 hingga 8 jam, puncaknya 12-16 jam,
durasi 20-30 jam. Contoh Ultralente, Lantus. Digunakan terutama untuk
mengendalikan kadar glukosa darah puasa.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
14
kulit atau selaput lendir yang proses timbulnya dimulai dari cedera jaringan lunak,
pembentukan fisura antara jari kaki atau daerah kulit yang kering atau
pembentukan kalus (Smeltzer & Bare, 2002).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
15
Gambar (A) Pembentukan plak keratin keras sebagai kalus, (B) kerusakan
jaringan jauh di dalam kalus, (C) ruptur permukaan kavitas, terbentuk ulkus (D)
blokade ulkus oleh keratin, bakteri terperangkap, infeksi berkembang (E) ulkus
menembus tulang, risiko osteomielitis.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
16
membuat trias patofisiologi dari ulkus kaki diabetik diantaranya adalah neuropati
perifer, deformitas kaki, serta trauma pedis minor yang dapat dilihat pada gambar
2.2. Faktor lingkungan, yaitu adanya trauma akut maupun kronis (akibat tekanan
sepatu, benda tajam, dan sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya
ulkus. Penderita DM yang kadar glukosa darahnya tidak terkendali akan terjadi
neuropati akibat penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson
menghilang (Frykberg, 2002). Kadar glukosa yang tidak terregulasi meningkatkan
kadar advanced glycosylated end product (AGE) yang terlihat pada molekul
kolagen yang mengeraskan ruangan- ruangan yang sempit pada ekstremitas
superior dan inferior (carpal, cubital, dan tarsal tunnel). Kombinasi antara
pembengkakan saraf yang disebabkan berbagai mekanisme dan penyempitan
kompartemen karena glikosilasi kolagen menyebabkan double crush syndrome
dimana dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan
autonomik (Thome, 2000).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
17
Gambar 2.2 Pathway terjadinya ulkus kaki diabetik menurut Rieber (1999)
Sumber: Reiber.(1999). Causal pathways for incident lower-extremity ulcers in patients with
diabetes from two settings, dalam Abad & Safdar.(2012). From ulcers to infection.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
18
Kadar HbA1C dan glukosa darah sangat berpengaruh terhadap terjadinya ulkus
diabetik. Apabila HbA1c ≥ 6,5 % maka akan menurunkan kemampuan pengikatan
oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang
selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel (Misnadiarly,
2006). Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP >
144 mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang salah satunya
yaitu ulkus diabetic (Waspadji, 2006). Hipertensi dapat merusak atau
mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh
terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang
berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
20
pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa
alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/ sulbactam + aztreonam,
piperacillin/ tazobactam + vancomycin, vancomycin + metronbidazole +
ceftazidime, imipenem/ cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin +
metronidazole (Tjokronegoro, 2002).
Pada infeksi berat pemberian antibiotika diberikan selama 2 minggu atau lebih.
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering
kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga
harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui
parenteral selama 6 minggu dan kemudian dievaluasi kembali melalui foto
radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih
pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.
2.3.5.2 Pembedahan
Debridemen menjadi salah satu tindakan pembedahan yang terpenting dalam
perawatan luka. Debridemen adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan
nekrosis, kalus, dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm
dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridemen meningkatkan pengeluaran faktor
pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka (Stillman, 2008). Metode
debridemen yang sering dilakukan yaitu surgical, autolitik, enzimatik, kimia,
mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia hanya membuang
jaringan nekrosis (debridemen selektif), sedangkan metode mekanis membuang
jaringan nekrosis dan jaringan hidup (debridemen non selektif) (Jones, 2007).
Surgical debridement merupakan standar baku pada ulkus diabetik dan metode
yang paling efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat jaringan nekrosis
atau terinfeksi. Pada kasus dimana infeksi telah merusak fungsi kaki atau
membahayakan jiwa pasien, amputasi diperlukan untuk memungkinkan kontrol
infeksi dan penutupan luka selanjutnya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
21
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
22
natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsang, cemas, koma (dalam
keadaan krisis), parestesia, paralisis, asthesia (pada keadaan kritis), penciuman
berlebihan, dan ketajaman pendengaran meningkat.
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala yang ditunjukkan adalah nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang
belakang, nyeri pada abdomen, dan nyeri pada ekstrimitas.
h. Pernapasan
Gejala yang ditimbulkan adalah dispnea, pernapasan kussmaul. Tanda yang
muncul adalah kecepatan pernapasan meningkat, takipneas, suara napas crackels
atau rokhi.
i. Keamanan
Gejala yang muncul adalah tidak toleran terhadap panas atau cuaca panas. Tanda
yang ditunjukkan adalah hiperpigmentasi kulit menyeluruh atau bintik-bintik,
peningkatan suhu (demam yang diikuti dengan hipotermi), otot menjadi kurus,
gangguan atau tidak mampu berjalan.
j. Seksualitas
Gejala yang timbul adalah hilangnya tanda-tanda seks sekunder (berkurangnya
rambut-rambut pada tubuh), hilangnya libido, impotensi.
k. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala yang muncul adalah riwayat penyakit keluarga diabetes, TB, kanker,
pankreatitis, tiroiditis, hipertensi.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
23
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
24
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
25
1) Bila luka bersih dan berwarna kemerahan gunakan cairan NaCl 0,9%
2) Bila warna luka kehitaman, ada jaringan nekrotik, gunakan NaCl 0,9%.
Jaringan nekrotik dibuang dengan cara digunting sedikit demi sedikit
(nekrotomi) sampai terlihat jaringan granulasi. Bila luka sudah berwarna
merah, hindari jangan sampai berdarah.
3) Bila ada gas gangren, lakukan masase ke arah luka
4) Bila terdapat sinus lubang, lakukan irigasi dengan menggunakan NaCl
0,9% dengan sudut kemiringan 45 derajat sampai bersih. Irigasi sampai
kedalaman luka karena pada sinus terdapat banyak kuman
c. Menutup luka:
Cara konvensional: bila luka bersih, tutup luka dengan 2 lapis kain kasa yang
telah dibasahi dengan NaCl 0,9% dan diperas sehingga kasa menjadi lembab.
Pasang kasa lembab sesuai kedalaman luka (hindari mengenai jaringan sehat
di pinggir luka), lalu tutup dengan kain kasa kering dan jangan terlalu ketat.
Bila menggunakan balutan modern:
1) Transparant film: balutan yang dapat mendukung terjadinya autolitik
debridemen dan digunakan pada luka partial thickness. Kontraindikasi
pada luka dengan eksudat banyak dan sinus.
2) Hidroaktif gel: digunakan untuk mengisi jaringan mati/ nekrotik,
mendukung terjadinya autolitik debridemen, membuat kondisi lembab
pada luka yang kering/ nekrotik, luka ynag berwarna kuning dengan
eksudat minimal.
3) Hidroselulosa: digunakan untuk menyerap cairan (hidrofiber) dan
membentuk gel yang lembut, mendukung proses autolitik debridemen,
meningkatkan proses granulasi dan re-epitelisasi, meningkatkan
kenyamanan pasien dengan mengurangi rasa sakit, menahan stapilococcus
aureus agar tidak masuk ke dalam luka.
4) Calsium Alginate: digunakan sebagai absorban, mendukung granulasi
pada luka, digunakan pada warna luka merah, eksudat dan mudah
berdarah.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
26
Penggunaan alas kaki yang tepat dengan cara tidak berjalan tanpa alas kaki,
termasuk di pasir; memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan
nyaman dipakai; sebelum memakai sepatu, memeriksa sepatu terlebih dahulu,
kalau ada batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/ gangguan dan luka
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
27
terhadap kulit; sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu
jari kaki) dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki; sepatu baru harus dipakai
secara berangsur-angsur dan hati-hati; memakai kaus kaki yang bersih dan
mengganti setiap hari; kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun; jangan
memakai bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat;
memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin; menghindari trauma berulang,
trauma dapat berupa fisik, kimia dan termis yang biasanya berkaitan dengan
aktivitas atau jenis pekerjaan; menghindari pemakaian obat yang bersifat
vasokonstriktor misalnya adrenalin, nikotin; memeriksakan diri secara rutin ke
dokter dan memeriksa kaki setiap kontrol walaupun ulkus diabetik sudah sembuh
(Misnadiarly,2006).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
BAB 3
TINJAUAN KASUS KELOLAAN
Pada bab 3 ini akan dibahas mengenai kasus kelolaan mulai dari pengkajian,
analisa data, intervensi sampai evaluasi. Model pengkajian yang dilakukan adalah
kombinasi dari nursing model yang berpedoman pada Doengoes (2010) dan
medical model.
3.1 Pengkajian
Pasien dengan nama Tn. R (45 tahun) beragama Islam, suku Madura, lahir pada
tanggal 11 Juli 1968. Pasien merupakan ayah dari 2 orang anak. Pekerjaan pasien
sebelum sakit adalah wiraswasta (kuli), namun sejak menderita sakit DM dan
ulkus diabetik pasien tidak mampu bekerja. Pasien tinggal di keluarahan Pisangan,
Klender, Rawamangun, Jakarta Timur bersama istri dan kedua anaknya.
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
29
5555 5555
3333 5555
b. Sirkulasi
Pasien mengatakan pernah merasa dadanya berdebar-debar tanpa sebab yang
jelas, keluhan pusing (+). Riwayat hipertensi, masalah jantung disangkal.
Penyembuhan luka lambat (+). Ekstrimitas kesemutan dan kebas (+). TD 100/70
mmHg, Nadi 98x/menit, teraba kuat. Pada ekstremitas suhu 37,9oC. Bunyi jantung
S1 dan S2 normal, tidak ada murmur atau gallop. Edema kaki (+) akibat adanya
luka, flebitis (-), tanda homan (-), capilary refill time (CRT) ≥ 3 detik. Tidak ada
varises, persebaran rambut merata, sianosis (-). Mukosa bibir kering, konjungtiva
pucat, sklera tidak ikterik, lidah pucat, diaforesis (-).
c. Integritas ego
Pasien mengatakan sebelumnya merasa tenang-tenang saja sebelum dirawat di RS
karena merasa sudah terbiasa dengan penyakit DM nya. Namun ketika masuk RS
dan mendapat penjelasan mengenai luka di kakinya yang sudah terinfeksi dan
dapat menyebar, pasien dan keluarga merasa takut dan tidak mengira bahwa
kondisi tubuhnya yang sekarang kemungkinan berasal dari infeksi. Pasien
mengaku takut untuk operasi kaki dan masih menolak untuk dilakukan operasi
debridemen. Istri pasien juga mengatakan khawatir dengan kondisi suaminya.
Masalah finansial yang teridentifikasi adalah terkait biaya sehari-hari. Istri pasien
hanya bekerja sebagai buruh cuci rumahan, namun sekarang harus menunggu
suaminya di RS sehingga tidak ada penghasilan. Anak pertama baru lulus kuliah
dan belum bekerja. Sementara biaya RS, keluarga mengatakan menggunakan
fasilitas BPJS sehingga tidak ada masalah. Agama yang dianut oleh pasien dan
keluarga adalah agama Islam. Pasien mengatakan kadang tidak sholat jika badan
tidak enak, namun jika badannya sehat selalu menjalankan ibadah sholat 5 waktu.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
30
d. Eliminasi
Sebelum masuk RS, pasien mengatakan sering BAK bisa mencapai 15x/ hari,
BAK malam hari 2-4x, warna urin kuning jernih, tidak ada darah. Keluhan nyeri
saat BAK (-), kesulitan saat BAK (-). Pasien mengatakan tidak mempunyai
riwayat penyakit ginjal maupun kandung kemih. Volume BAK ± 3000-40000 cc/
hari bergantung pada jumlah air yang diminum pasien. Saat ini volume urin
berkurang karena pasien membatasi asupan cairan. Pola BAB tidak ada masalah,
BAB sekitar 1-2x/ hari, namun saat ini pasien mengatakan kadang 2 hari sekali
BAB karena makanan yang dimakan selalu dimuntahkan. Karakter feses lunak,
coklat kekuningan, tidak ada darah, hemoroid (-). Tidak ada nyeri tekan abdomen,
bising usus aktif di keempat kuadran, hati dan limfa tidak teraba.
e. Makanan/ cairan
Pasien juga mengeluhkan badannya tidak enak, mual (+), muntah (+) sebanyak ±
4-5x muntah dalam sehari selama 13 hari berturut-turut, isi muntahan berupa air
serta makanan, tidak ada darah. Keluhan lain yang dilaporkan adalah lemas, tidak
bertenaga, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan selama 1 bulan
terakhir ± 2-3 kg, namun sejak 7 tahun yang lalu berat badan dirasa berangsur
angsur menurun. Pasien mengatakan tidak ada alergi terhadap jenis makanan
tertentu, tidak mengalami kesulitan dalam mengunyah atau menelan, mengalami
penurunan berat badan secara bertahap semenjak terdiagnosa DM, satu bulan
terakhir berat badan turun 2-3 kg. Berat badan saat ini 62 kg, sebelumnya 65 kg.
Pola makan biasanya 5-6x dalam sehari dengan porsi nasi banyak, ikan, ayam,
tahu tempe, sayur. Pasien senang makan biskuit atau roti. Konjungtiva tampak
pucat. Sejak 7 tahun yang lalu pasien mengatakan menderita DM tipe 2 namun
tidak rutin minum obat yang diresepkan dokter yaitu glibenclamyde serta
amadiab. Saat ini ada keluhan 3 P, setiap kali kontrol gula darah berkisar pada
rentang 300-400 mg/dL,
Kebiasaan minum air sekitar 4-5 liter, pernah beberapa kali hingga 7 liter dalam
satu hari. Pasien mengatakan dirinya merasa sering haus sehingga tidak
membatasi minum, namun akhir-akhir ini karena pasien menderita ulkus di kaki
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
31
f. Hygiene
Saat ini aktivitas sehari-hari pasien dibantu oleh istrinya. Mobilisasi ke kamar
mandi, toileting, berpakaian dibantu oleh keluarga/ istrinya, sedangkan makan,
minum dilakukan secara mandiri oleh pasien. Waktu mandi yang disukai adalah
pagi hari. Penampilan umum tampak bersih, rapi, menggunakan sarung dan
kemeja, tidak tercium bau badan dari tubuh pasien. Kondisi kulit kepala tampak
bersih, tidak ada kutu.
g. Neurosensori
Saat ini pasien mengeluhkan sedikit pusing, kepala terasa berat, berputar-putar,
kesemutan/ kebas di ekstrimitas bawah sering, ekstrimitas atas jarang,
berkurangnya sensasi sentuhan dan tusukan di area luka dan sekitarnya, tidak ada
gangguan penglihatan, glaukoma, katarak, gangguan pendengaran. Status mental
baik, terorientasi, memori jangka panjang dan pendek utuh, genggaman tangan
kuat, tidak ada paralisis, facial drop. Kemampuan menelan baik. Kesemutan,
kebas, serta berkurangnya sensasi rasa (nyeri, panas, dingin) dan penebalan kulit
di bagian distal kaki sudah dirasakan sejak lama.
h. Nyeri/ ketidaknyamanan
Pasien tidak mengeluhkan nyeri di salah satu bagian tubuhnya, saat perawatan
luka juga tidak ada keluhan nyeri. Pasien mengatakan di bagian tersebut sudah
mati rasa. Tidak ada tanda-tanda mengerutkan muka maupun menjaga area yang
sakit.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
32
i. Pernapasan
Keluhan batuk disertai sedikit dahak berwarna putih kekuningan, kental, tidak ada
darah dirasakan sejak 3 hari SMRS. Pasien mengatakan terkadang merasa sesak
napas, namun masih bisa ditoleransi jika menaikkan tempat tidur dan pemberian
oksigen 3 liter per menit. Riwayat merokok sejak usia 20 tahun, dan berhenti
sejak terdiagnosis DM dan tidak bekerja, biasanya 1 bungkus per hari. Tidak
memiliki riwayat penyakit TB, asma, batuk dirasakan akhir-akhir ini dengan
sedikit dahak berwarna putih kekuningan. RR 28x/ menit, ekspansi dada simetris,
penggunaan otot bantu pernapasan (+), pernapasan cuping hidung (-), bunyi napas
vesikuler +/+, ronkhi +/-, wheezing -/-, sianosis (-), jari tabuh (-)
j. Keamanan
Sejak dua bulan yang lalu, terdapat ulkus kaki diabetik di telapak kaki atas dan
bawah kanan (pedis dekstra) akibat tertusuk pecahan keramik, namun pasien tidak
mampu merasakan sakit saat tertusuk. Istri pasien telah merawat luka tersebut
menggunakan obat propolis namun tidak kunjung sembuh. Saat ini luka tampak
menyebar ke telapak kaki atas dan bawah, melepuh, terdapat rembesan, pus (+),
jaringan nekrotik (-), nyeri tekan di bagian luka (-), bengkak, teraba hangat,
pulsasi bagian distal lemah. Kulit di sekitar luka tampak kering.
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi, pasien juga tidak pernah
transfusi darah sebelumnya, namun pasien mengatakan bahwa dua hari yang lalu
pasien diberikan informasi bahwa harus transfusi darah karena nilai
hemoglobinnya di bawah normal (6,3 g/dL). Pasien mengatakan kesulitan mencari
darah di PMI Persahabatan karena darah yang dipesan tidak kompatibel.
Golongan darah pasien O rhesus positif.
Pasien tidak mengeluhkan masalah sendi, pembesaran getah bening (-), fraktur/
dislokasi (-), gangguan penglihatan (-), gangguan pendengaran (-), integritas kulit
tidak utuh (terdapat ulkus diabetes pedis dekstra), tidak terdapat jaringan parut.
Kekuatan tidak sama pada kedua ekstrimitas (kaki kanan lemah), tonus otot baik
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
33
pada ekstrimitas atas, lemah pada ekstrimitas bawah dekstra, rentang gerak sendi
terbatas pada ekstrimitas bawah.
k. Seksualitas
Pasien mengatakan sudah jarang melakukan hubungan seksual semenjak terdapat
luka di kaki, tidak ada penyakit hubungan seksual serta tidak memiliki keluhan
terkait sistem reproduksi.
l. Interaksi sosial
Status perkawinan menikah sejak kurang lebih 23 tahun yang lalu, saat ini
dikarunia 2 orang anak yang pertama berusia 21 tahun sementara yang kedua
masih duduk di bangku SMP (13 tahun). Pasien tinggal bersama di rumah pribadi
bersama istri dan kedua anaknya. Pasien mendapat perhatian yang cukup dari
keluarga dan saudara-saudaranya. Peran dalam struktur keluarga adalah sebagia
seorang suami dan ayah. Namun karena keterbatasan kondisinya yang sekarang
pasien tidak menjadi tulang punggung utama, peran sebagai seorang pencari
nafkah digantikan oleh istrinya, namun pasien tetap sebagai kepala keluarga dan
pembuat keputusan. Pasien tidak memiliki masalah saat berkomunikasi, bicara
jelas dan dapat dimengerti. Pola interaksi keluarga terjadi secara dua arah.
m. Penyuluhan/ pembelajaran
Bahasa dominan yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Indonesia, namun
terkadang pasien juga menggunakan bahasa Madura dengan keluarga besarnya,
tingkat pendidikan terakhir SMA. Tidak ada keyakinan khusus terhadap penyakit
yang dideritanya, pasien dan keluarga mengikuti semua program terapi yang
diberikan dokter dan perawat. Walaupun pasien telah terdiagnosa diabetes
mellitus sejak 7 tahun yang lalu, namun pasien mengaku kurang informasi
mengenai pengendalian penyakit diabetes terutama cara merawat kaki agar tidak
sampai terjadi luka. Terlihat pasien dan keluarga cemas terhadap kondisinya yang
sekarang.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
34
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
35
Elektrolit
- Natrium 118 mmol/L 135-145
- Kalium 3,8 mmol/L 3,5-5,5
- Clorida 95,0 mmol/L 98-109
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
36
Hematologi
Leukosit 14,38 Ribu/ mm3 5-10
- Neutrofil 84,5 % 50-70
- Limfosit 9,6 % 25-40
- Monosit 4,7 % 2-8
- Eosinofil 0,8 % 2-4
- Basofil 0,4 % 0-1
Eritrosit 3,92 Juta/mm3 4,5-6,5
Hemoglobin 9,1 g/dL 13-16
Hematokrit 30 % 40-52
MCV 75,5 Fl 80-100
MCH 23,1 Pg 26-34
MCHC 30,6 % 32-36
RDW-C 13,17 % 11,5-14,4
Trombosit 218 Ribu/mm3 150-440
Hemostasis
PT 19,8 Sekon 10-14
INR 1,76 Sekon 0,83-1,16
Control 14,2 Sekon 12-16
APTT 46,1 Sekon 28-40
Control 34,2 Sekon 26-37
HbA1c 13,0 % 3,5-5,5
5/6/2014
Pukul 12:41 Albumin 2,0 g/dL 3,5-5,5
7/6/2014 Hematologi
Pukul 07:41 Leukosit 16,65 Ribu/ mm3 5-10
- Neutrofil 77,6 % 50-70
- Limfosit 17,1 % 25-40
- Monosit 4,3 % 2-8
- Eosinofil 0,7 % 2-4
- Basofil 0,3 % 0-1
Eritrosit 4,8 Juta/mm3 4,5-6,5
Hemoglobin 10,7 g/dL 13-16
Hematokrit 30 % 40-52
MCV 72,0 Fl 80-100
MCH 25,6 Pg 26-34
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
38
Elektrolit
Na 134,0 mmol/L 135-145
K 3,40 mmol/L 3,5-5,5
Cl 94,0 mmol/L 98-109
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
39
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
40
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
41
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
42
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
43
bulan yang lalu, luka tersebut daerah tungkai kanan, dermal epidermal,
tidak kunjung sembuh bahkan menjalar ke telapak kaki atas gangguan perfusi
semakin parah/ menyebar ke dan bawah jaringan, penurunan
telapak kaki atas, melepuh, bau, - Ukuran luka: sistem imun, nutrisi
dan bengkak 1. Lebar 4 cm, kedalaman 3 tidak adekuat
- Pasien mengatakan bahwa cm
kulitnya semakin kering 2. Lebar 2 cm, kedalaman 4
- Pasien mengatakan pernah cm
mengobat lukanya menggunakan - Terdapat pus, bau, tidak
propolis namun luka tersebut tampak jaringan granulasi
semakin parah - Area sekitar luka tampak
bengkak, teraba hangat,
kemerahan dan
- Nyeri tekan (-)
- Kulit tampak menghitam di
tungkai
- KGDH tidak stabil
- Ulkus diabetes derajat 3A
(menurut klasifikasi
modifikasi Wagner)
- Pasien mengatakan bahwa - TD 100/70 mmHg, nadi Risiko penyebaran
badannya terasa demam, panas, 98x/menit, RR 28x/menit, infeksi berhubungan
o
tidak enak, lemas Suhu 39 C dengan adanya luka
- Pasien mengatakan napasnya - Teraba panas terbuka, invasi bakteri
kadang sesak, pendek - Napas tampak sedikit sesak, ke area luka,
- Pasien mengatakan sebelumnya pendek, irama teratur penurunan status
tidak batuk namun sejak 3 hari - Terdapat ulkus kaki diabetes nutrisi, dan sistem
yang lalu batuk dengan dahak terbuka, tampak kotor, bau, imun
putih kekuningan bernanah, hangat, dan
- Pasien mengatakan perutnya kemerahan
terasa mual dan ingin muntah, - Auskultasi paru vesikuler +/+,
nafsu makan menurun drastic ronkhi +/-, wheezing -/-
- Pasien mengatakan sejak 2 - Data penunjang
bulan yang lalu luka tersebut Leukosit 21,40 rb/mm3;
tidak pernah dibawa ke klinik eritrosit 2,69; hemoglobin 6,3;
untuk diberi perawatan, hanya albumin 2,0
dirawat di rumah tidak
memakai alat steril, hanya
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
44
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
45
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
46
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
47
a) Mengkaji kondisi luka, area sekitar luka. Catat adanya bengkak, kemerahan,
pus, bau
b) Memonitor TTV per shift
c) Mengauskultasi paru, mencatat adanya bunyi napas tambahan seperti ronkhi,
crackels, wheezing
d) Mengobservasi tanda-tanda penyebaran infeksi seperti suhu tubuh meningkat,
mual muntah, batuk, penurunan status neurologis
e) Mempertahankan teknik aseptik saat melakukan prosedur kepada pasien
terutama saat melakukan perawatan luka
f) Menggunakan APD (sarung tangan, masker) saat melakukan prosedur kepada
pasien
g) Mengajarkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien
h) Melakukan pemeriksaan kultur sensitivitas luka sesuai indikasi
i) Mengevaluasi hasil laboratorium: leukosit, hasil kultur pus
j) Kolaborasi: memberikan antibiotik sesuai program dokter (levoflaxacin,
ceftriaxone, metronidazole (31/05-05/06); meropenem (6/06)).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
48
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
49
g) Memberikan edukasi contoh menu harian pasien diabetes, serta makanan yang
boleh dan harus dihindari/ dibatasi
h) Memasang selang NGT atas indikasi keluhan mual dan muntah terus menerus
(asupan makanan menurun)
i) Kolaborasi: pemeriksaan laboratorium (hemoglobin, albumin), Memberikan
transfusi albumin (04/06/2014) 1 botol (100 cc, 20%), transfusi PRC 800 cc
(02/06/2014), memberikan medikasi antiemetik (domperidon, omeprazole,
ondansentron), dengan ahli gizi untuk mencukupi kebutuhan diet pasien selama di
RS
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
50
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
51
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi perifer
pasien akan efektif
Kriteria evaluasi: denyut nadi dorsalis pedis, posterior tibial teraba kuat; denyut
nadi di kedua ekstrimitas teraba simetris; tidak ada edema perifer; suhu
ekstrimitas hangat; kelembapan normal; CRT ≤ 3 detik; urin output adekuat;
pasien tidak melaporkan keluhan kesemutan, kebas, baal; pasien melaporkan
adanya sensasi rasa (nyeri, suhu) pada ekstrimitas, tidak ada sianosis pada
ekstrimitas, pasien mengatakan akan melakukan latihan fisik setelah lukanya
sembuh dan mobilisasi aktif.
Intervensi NIC:
a) Memonitor denyut nadi dorsalis pedis, tibia posterior, dan popliteal di kedua
sisi ekstrimitas bawah
b) Memonitor warna kulit, dan suhu pada kedua ekstrimitas, adanya edema
perifer (mencatat adanya/ tidaknya sianosis)
c) Memonitor capillary refill time
d) Mengidentifikasi tekstur kulit dan sebaran rambut pada kedua ekstrimitas
e) Mengkaji adanya nyeri pada ekstrimitas menggunakan format PQRST
f) Menganjurkan pasien untuk tidak mengelevasikan kaki melebihi jantung
g) Menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas fisik/ olahraga rutin
(berjalan, jogging) selama 30-60 menit jika lukanya telah sembuh dan mobilisasi
tidak ada hambatan
h) Menganjurkan pasien memakai kaos kaki dan sepatu saat mobilisasi keluar
rumah
i) Menganjurkan pasien untuk mengubah posisi kaki terutama setelah operasi
debridemen (12/06/2014) misalnya posisi supine dengan kaki ekstensi, duduk
dengan kaki ekstensi, atau supine dengan posisi kaki elevasi 20o
j) Mengidentifikasi adanya risiko deep vein thrombosis/ DVT dengan melakukan
pemeriksaan Homan’s sign, mencatat hasil laboratorium D-dimer (bila diperiksa)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
52
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
53
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
54
tanggal 4/6/2014 sebesar 14.380, tanggal 7/6/2014 naik menjadi 16.6500, tanggal
13/6/2014 10.200/mm3. Tanggal 4/06/2014 SGOT 14 u/L, SGPT 15 u/L.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
55
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
56
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Diabetes mellitus adalah salah satu penyebab utama kematian yang disebabkan
oleh pola makan/ nutrisi, perilaku tidak sehat, kurang aktifitas fisik dan stress
(Kementrian Kesehatan RI, 2012). Tingginya prevalensi diabetes terutama di
daerah perkotaan disebabkan karena terjadi perubahan gaya hidup pada orang-
orang yang tinggal di daerah perkotaan seperti aktivitas, pola makan, kebiasaan
merokok, dan kebiasaan konsumsi alkohol (Sudoyo et all, 2009). Perubahan
aktivitas yang terjadi di perkotaan adalah perkotaan identik dengan kepadatan
penduduk, pusat perkantoran, dan sarana transportasi yang memadai.
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
58
Dari hasil analisis pada pasien kelolaan didapatkan berbagai faktor risiko
terjadinya diabetes mellitus pada Tn. R diantaranya riwayat keluarga dengan
diabetes, usia, riwayat obesitas, riwayat merokok, keterbatasan aktivitas fisik/
jarang berolahraga, diet tinggi kalori, kolesterol, manis, rendah serat. Sementara
faktor risiko Tn. R mengalami ulkus kaki diabetik adalah riwayat diabetes
mellitus selama 7 tahun (awal diagnosa), kadar glukosa darah tidak terkontrol
(300-400 mg/dL), adanya neuropati dan gangguan sirkulasi perifer, status
sosioekonomi menengah ke bawah, kurangnya pengetahuan mengenai perawatan
kaki.
Tn. R mengatakan bahwa kedua orang tua dan saudara kandungnya menderita
diabetes mellitus yang disertai luka di kaki. Fenomena ini didukung data dari
Ditjen PP dan PL (2008) bahwa risiko seorang anak mendapat diabetes mellitus
adalah 15% bila salah satu orang tuanya menderita diabetes dan kemungkinan
75% bila kedua orang tuanya menderita diabetes mellitus. Hal ini juga sesuai
dengan penelitian oleh Patel (2012) bahwa sebanyak 75% dari respondennya
mempunyai riwayat keluarga positif diabetes mellitus. Menurut Mokhdad (2003)
faktor risiko pada individu yang berkontribusi terhadap penyakit diabetes
diantaranya riwayat keluarga, obesitas, inaktivitas.
Tn. R berusia 45 tahun, usia tersebut tergolong usia dewasa tengah yang ditandai
dengan penurunan kinerja organ tubuh serta timbulnya penyakit. Seiring
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
59
Faktor risiko selanjutnya pada Tn. R adalah obesitas, Tn. R dan istrinya
mengatakan bahwa sebelum menderita diabetes, Tn. R gemuk sekali, berat badan
sekitar 90 kilogram, dan makan 5-6x dalam satu hari. Diabetes mellitus sangat
berkaitan dengan obesitas, prevalensi obesitas penduduk > 18 tahun di Indonesia
sebesar 11,7%, sebesar 7,8% pada laki-laki dan 15,5% pada perempuan
(Kementrian Kesehatan RI, 2012). Mokhdad (2003) menyatakan bahwa
peningkatan prevalensi diabetes mellitus pada populasi terjadi karena faktor yang
menyebar seperti obesitas. Pada obesitas dengan IMT ≥ 23 (wanita) dan IMT ≥ 25
(pria) atau BBI lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin
sehingga meningkatkan risiko diabetes (Soegondo, 2006). Penelitian yang
dilakukan oleh Patel (2012) di India diperoleh data bahwa sebanyak 52% dari
mereka yang menderita diabetes mempunyai berat badan berlebih (obesitas).
Sementara Hastuti (2008) dalam penelitiannya diperoleh data bahwa obesitas
mempunyai risiko terjadi ulkus diabetik sebesar 2,8 kali dibandingkan dengan
yang tidak obesitas.
Riwayat merokok yang dialami Tn. R selama kurang lebih 18 tahun dengan rata-
rata merokok 12-18 batang per hari berperan dalam memperburuk kondisi
pembuluh darah seluruh tubuh Tn. R serta menjadi salah satu faktor risiko Tn. R
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
60
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
61
lemak, gula, garam, dan sedikit mengandung serat. Penelitian yang dilakukan oleh
Hue et. al dalam Goldstein (2008) mendapatkan kesimpulan bahwa kebiasaan
mengkonsumsi makanan tinggi serat, rendah komposisi glukosa dan lemak
menurunkan risiko berkembangnya diabetes. Lebih lanjut lagi, bahwa kombinasi
faktor gaya hidup seperti IMT normal; diet tinggi serat, rendah glukosa dan
lemak; olahraga teratur; bebas merokok dan alkohol dihubungkan dengan
penurunan insiden diabetes tipe 2 sebesar 90%.
Kadar gula darah Tn. R yang tidak stabil (dalam rentang 300-400 mg/dL) setiap
kali periksa turut mempercepat proses angiopati serta neuropati yang memicu
perburukan kondisi ekstrimitas sehingga bila terjadi trauma, tidak mampu
dideteksi dengan segera oleh pasien. Sesuai dengan penelitian oleh Decroli, dkk
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
62
(2008) bahwa pasien diabetes yang berisiko menderita ulkus kaki yaitu mereka
yang kadar glukosa darahnya 238,8-394,1 mg/dL.
Pasien yang menderita diabetes selama sepuluh tahun baik DM tipe 1 maupun tipe
2 sebanyak 40-50% akan mengalami neuropati (Diabetes Control and
Complication Trial Research Group, dalam Goodridge, 2003). Hal ini juga sesuai
dengan yang dinyatakan oleh Andrade (2004) bahwa prevalensi penyakit vaskuler
perifer tinggi pada pasien diabetes. Krasne (2000) melaporkan bahwa sebanyak
60-70% dari penderita ulkus kaki diabetik merupakan akibat dari neuropati, 15-
20% akibat dari penyakit vaskular perifer, dan sisanya merupakan kombinasi dari
kedual hal tersebut. Tn. R menyatakan bahwa saat terjadi trauma di kaki akibat
tertusuk pecahan keramik, Tn. R tidak mampu merasakan adanya sensasi nyeri
pada bagian kakinya yang terluka. Keluhan kesemutan, kebas/ baal telah sering
dialami beberapa tahun sebelum menderita ulkus kaki diabetes. Hal ini
menunjukkan bahwa Tn. R telah menunjukkan tanda-tanda munculnya penyakit
vaskuler perifer dan neuropati pada ekstrimitas. Lavery et.all (dalam Goodridge,
2003) menyatakan faktor risiko utama terjadinya ulkus kaki diabetik diantaranya
jenis kelamin laki-laki, menderita diabetes lebih dari 10 tahun, satu atau lebih
gejala neuropati, dan riwayat amputasi serta operasi bypass tungkai bawah.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
63
Penelitian dari Hastuti (2008) mendapatkan hasil bahwa perawatan kaki yang
buruk mempunyai risiko terjadi ulkus diabetik sebesar 7,2 kali dibandingkan
dengan yang perawatan kaki baik.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
64
karena itu penatalaksaan utama untuk mencegah infeksi yang lebih luas yaitu
pemberian antibiotik spektrum luas melalui intravena misalnya piperracilin/
tazobactam dan ampicilin sulbactam (untuk infeksi berat), untuk selanjutnya
pasien dapat diberikan ceftriaxone dan metronidazole (Harcles & Clay dalam
Goldstein, 2008). Hal ini sama seperti yang diberikan kepada Tn. R bahwa selama
di IGD pemberian ampicilin sulbactam 4x1 gram, Levoflaxacin 1x500 mg dan
selama di ruang perawatan diberikan antibiotic Ceftriaxone 2x2 mg,
Metronidazole 3x500 mg (sampai tanggal 05/06/2014) dan mulai diberikan
Meropenem 2x1 gram mulai tanggal 06/06/2014.
Masalah kedua yang dialami oleh Tn. R adalah kekurangan volume cairan yang
diakibatkan oleh diuresis osmotik. Diuresis osmotik dimanifestasikan dengan
poliuria (kencing berlebihan) yang disebabkan karena tingginya kadar gula darah
pada pasien ini (yaitu 481 mg/dL). Hiperglikemia membuat ambang batas
glomerulus dalam memfiltrasi glukosa terlewati (glukosa darah ≥ 180 mg/dL)
sehingga terjadi glukosuria (terdapatnya glukosa dalam urin). Glukosa bersifat
menarik cairan keluar bersama dengan urin akibat selanjutnya adalah terjadi
dehidrasi ekstrasel. Air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan
gradien konsentrasi plasma yang hipertonik sehingga menstimulasi hormon
antidiuretik/ vasopressin dan menimbulkan rasa haus (Price, & Wilson, 2006).
Pada kasus ini, Tn. R mengeluhkan banyak minum (sekitar 5 bahkan terkadang 7
liter dalam sehari) disertai dengan banyak BAK (selama di RS 10-15x dalam
sehari). Klinis yang tampak pada pasien adalah bibir kering, mukosa mulut kering,
turgor kulit kurang elastis, serta nilai hematokrit 19%, TD 100/60 mmHg, denyut
nadi teraba cepat dan lemah. Intervensi pada pasien ini dilakukan dengan
resusitasi cairan saat awal masuk di IGD yaitu pemberian terapi Asering 500 cc
dan NaCl 0,9%/ 6 jam. Setelah kondisi membaik pasien dipindahkan ke ruang
rawat Melati dan diberikan IVFD NaCl 0,9% 500 cc/ 8 jam disertai dengan
monitoring balance cairan dengan ketat.
Dari segi nutrisi, pasien mengeluhkan adanya mual dan muntah terus menerus
setiap intake makanan, badan lemas dan tidak bertenaga, penurunan berat badan,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
65
konjungtiva tampak pucat, hemoglobin 6,3 g/dL, albumin 2,0. Penurunan berat
badan secara bertahap ini disebabkan karena ketidakefektifan kinerja insulin yang
berakibat pada kekacauan jalur metabolik nutrien (karbohidrat, protein, dan
lemak) (Price & Wilson, 2006). Glukosa yang ada di dalam darah tidak mampu
ditransportasikan ke dalam sel, sehingga sel merasa kelaparan dan mencetuskan
sinyal untuk merombak simpanan glikogen di hati dan otot, namun lagi-lagi
proses ini tidak mampu menyuplai kekurangan glukosa di dalam sel (Copstead &
Banasic, 2000). Tubuh kemudian merespons dengan membentuk glukosa dari
bahan lain yaitu asam amino, sehingga simpanan protein struktural dalam tubuh
terutama di otot didegradasi untuk membentuk glukosa baru (glukoneogenesis),
terjadilah pelisutan otot. Dari sisi lain, simpanan trigliserida dalam jaringan
adiposa dipecah menjadi asam lemak bebas untuk membentuk energi. Semua
cadangan nutrien dalam tubuh lambat laun akan menipis sehingga berat badan
akan turun (Corwin, 2009).
Ketidakstabilan kadar glukosa darah juga terjadi pada Tn. R. Gula darah Tn. R
selalu berfluktuasi setiap waktu bahkan setelah diberikan terapi insulin sekalipun.
Pada tanggal 31/05/2014 nilai KGDH yaitu 161, 179, 246; sementara pada tanggal
01/06/2014 menjadi 384, 482, 440. Hal ini tentu menjadi masalah serius pada Tn.
R. Gula darah yang cenderung naik dapat memperburuk sistem imun, status
hidrasi, serta proses penyembuhan luka (Corwin, 2009). Setelah dikaji lebih
dalam, didapatkan data bahwa ternyata Tn. R tidak mengatur intake makanan. Tn.
R masih makan makanan selain yang disediakan dari rumah sakit, misalnya
biskuit, roti selain itu juga diakibatkan karena Tn. R selama didiagnosa diabetes
tidak patuh terhadap regimen dokter untuk rutin minum obat hipoglikemik oral.
Akibatnya, walaupun telah diberikan terapi insulin dengan dosis tinggi, kadar
glukosa darah Tn. R belum stabil. Preparat insulin yang diprogramkan untuk Tn.
R yaitu kombinasi short-acting (Novorapid) dan long-acting insulin (Lantus).
Komplikasi dari diabetes yang diderita oleh Tn. R adalah adanya ulkus kaki
diabetik sehingga muncul masalah keperawatan kerusakan integritas kulit.
Tampak adanya 2 luka pedis dengan ukuran (1) lebar 4 cm, kedalaman 3 cm; (2)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
66
lebar 2 cm, kedalaman 4 cm. Luka tersebut timbul sejak 2 bulan yang lalu, akibat
tertusuk pecahan keramik dan pasien mengatakan tidak merasakan adanya sensasi
nyeri atau sakit pada area tusukan. Kondisi luka pada kaki Tn. R tampak melepuh,
banyak pus, tidak ada jaringan granulasi, berbau, tampak tendon, abses disertai
selulitis. Berdasarkan rontgen pedis dekstra didapatkan hasil tidak terjadi
osteomielitis (infeksi tulang). Berdasarkan klasifikasi modifikasi dari Wagner,
luka yang dialami oleh Tn. R termasuk dalam derajat 3A dengan karakteristik
abses dalam dengan selulitis. Faktor predisposisi terjadinya luka pada kaki Tn. R
adalah adanya penurunan sensasi rasa (neuropati) dan gangguan sirkulasi perifer
yang dimanifestasikan dengan gejala frekuensi kesemutan, kebas, dan baal yang
sering. Adanya trauma mekanik menyebabkan robekan dan keutuhan jaringan
sekitar terganggu. Hal ini mencetuskan respons inflamasi sehingga terjadi invasi
faktor-faktor pembekuan, mediator radang, serta sistem imun diperantai sel
menuju area luka (Sapico, 2007). Namun karena kekentalan darah yang tinggi
akibat hiperglikemia menyebabkan proses tersebut tidak berjalan optimal,
berkurangnya pasokan oksigen dan nutrien ke daerah luka menyebabkan
penyembuhan luka menjadi lambat. Luka terbuka merupakan port de entry
masuknya bakteri atau kuman lain di area luka yang dalam kondisi anaerob serta
tinggi glukosa sehingga bakteri akan berkembang biak dengan cepat. Terjadilah
pelebaran luka dan infeksi (Abad & Safdar, 2012).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
67
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
68
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
69
Menurut Brunner dan Suddarth (2006) manajemen diet pada pasien diabetes
diarahkan untuk mencapai tujuan diantaranya memberikan semua unsur makanan
esensial (misalnya vitamin, mineral), mencapai dan mempertahankan berat badan
yang ideal, memenuhi kebutuhan energi, mencegah fluktuasi kadar glukosa darah
mendekati normal, menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
Target dari manajemen diet pada penderita diabetes mellitus diantaranya adalah
untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal (glukosa puasa
berkisar 90-130 mg/dL, glukosa darah post pandrial <180 mg/dL, kadar HbA1c
<7%), tekanan darah <130/80 mmHg, profil lipid (LDL < 100 mg/dL, HDL >40
mg/dL, trigliseride < 150 mg/dL), serta berat badan senormal mungkin (Yunir &
Soebardi, 2009). Sementara Goldstein (2008) menyatakan bahwa mengontrol
kadar gula darah berguna untuk memperbaiki fungsi neurologis terutama daerah
distal tubuh. Tindakan ini bisa dikolaborasikan dengan ahli gizi yang
bertanggungjawab terhadap penyediaan intake makanan pasien selama dirawat di
rumah sakit.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
70
Manajemen diet yang pertama dijelaskan kepada pasien adalah penentuan berat
badan ideal baik berdasarkan IMT maupun rumus Brocca. Pada kasus ini, berat
badan Tn. R masuk dalam kategori normal jika berdasarkan IMT, namun kurang
ideal bila berdasarkan rumus Brocca. Jika menggunakan rumus Brocca maka
berat badan Tn. R harus meningkatkan berat badan menjadi 68,4 kg (BB saat ini
62 kg). Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung kebutuhan kalori harian
bersama dengan pasien. Penghitungan kebutuhan kalori dapat digunakan pedoman
rumus Harris-Benedict untuk menentukan Basal Energy Expenditure (BEE) yang
akan mencerminkan kebutuhan energi minimal dengan memperhatikan usia, jenis
kelamin, tinggi dan berat badan pasien. Faktor aktivitas kemudian dikalikan
dengan BEE untuk menghasilkan jumlah kalori yang diperlukan agar berat badan
dapat dipertahankan (Brunner & Suddarth, 2006). Sementara jika menggunakan
rumus Brocca, maka kebutuhan kalori harian dihitung berdasarkan BBI (berat
badan ideal) x 30 kalori (untuk laki-laki), dan x 25 kalori untuk perempuan
(Sudoyo, 2009). Didapatkan kesimpulan kebutuhan kalori harian pasien adalah
2667,6 kalori/ hari.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
71
3x untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (Sudoyo,
2009). Untuk konsumsi protein, dapat berasal dari sumber protein nabati
(misalnya kacang-kacangan, biji-bijian yang utuh) untuk membantu mengurangi
jumlah asupan kolesterol serta lemak jenuh. Rekomendasi untuk mengurangi
jumlah asupan protein dapat diberikan kepada pasien dengan tanda-tanda dini
penyakit ginjal (Brunner & Suddarth, 2006). Intervensi tersebut telah dilakukan
kepada pasien dan keluarga dengan memberikan edukasi kesehatan mengenai
menu makanan harian, makanan yang harus dikurangi/ dihindari. Pengawasan
ketat intake nutrisi harian pasien juga dilakukan untuk mengontrol kepatuhan
pasien terhadap manajemen diet yang diprogramkan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
72
Intervensi keperawatan yang dapat dimaksimalkan pada pasien dengan ulkus kaki
diabetik seperti Tn. R adalah dengan perawatan luka/ wound-dressing yang tepat,
efektif, dan efisien. Para ahli diabetes memperkirakan ½ sampai ¾ kejadian
amputasi dapat dihindarkan dengan perawatan luka yang baik, lebih dari satu juta
amputasi dilakukan pada penyandang luka diabetes khususnya diakibatkan oleh
ulkus gangren diseluruh dunia (Depkes, 2010). Selain itu, penelitian oleh
Andayani, Novita, dan Fanada (2013) mendapatkan kesimpulan bahwa ada
pengaruh pendidikan kesehatan tentang perawatan luka gangren terhadap
peningkatan pengetahun keluarga pada penderita diabetes mellitus. Perawatan
luka yang diberikan pada pasien harus dapat meningkatkan proses penyembuhan
luka. Perawatan yang diberikan bersifat memberikan kehangatan dan lingkungan
yang lembab pada luka. Balutan luka yang diberikan pada Tn. R menggunakan
kassa steril lembab-kering dengan cairan NaCl 0,9%. Balutan lembab-kering
tersebut bertujuan untuk menjaga kelembaban area di sekitar luka. Telah menjadi
kesepakatan umum bahwa luka kronik seperti luka diabetik memerlukan
lingkungan yang lembab untuk meningkatkan proses penyembuhan luka. Balutan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
73
yang bersifat lembab dapat memberikan lingkungan yang mendukung sel untuk
melakukan proses penyembuhan luka dan mencegah kerusakan atau trauma lebih
lanjut (Muha, dalam Ismail, Irawaty, Haryati, 2009).
Penggunaan balutan yang efektif dan tepat menjadi bagian yang penting untuk
memastikan penanganan ulkus diabetik yang optimal. Pendapat mengenai
lingkungan sekitar luka yang bersih dan lembab telah diterima luas. Keuntungan
pendekatan ini yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi
angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel
target. Pendapat yang menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat
meningkatkan kejadian infeksi tidak pernah ditemukan (Doupis, 2008). Beberapa
jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka serta didesain untuk
mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika), membantu debridemen (enzim), dan
mempercepat penyembuhan luka (Singh, dalam Hariani dan Perdanakusuma,
2008).
Jenis balutan luka ada 2 macam yaitu balutan luka konvensional dan balutan luka
modern. Balutan konvensional merupakan balutan luka yang menggunakan kasa
sebagai balutan utama. Balutan ini termasuk material pasif dengan fungsi
utamanya sebagai pelindung, menjaga kehangatan dan menutupi penampilan yang
tidak meyenangkan. Disamping itu balutan kasa juga dipakai untuk melindungi
luka dari trauma, mempertahankan area luka, atau untuk penekanan luka dan area
sekitar luka dan mencegah kontaminasi bakteri. Prinsip balutan modern dan
konvensional sama yaitu menjaga kelembaban, kehangatan dan mencegah dari
trauma (Ismail, Irawaty, dan Haryati, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Ismail, Irawaty, Haryati (2009) mendapatkan hasil
bahwa bahwa balutan modern lebih efektif dalam meningkatkan kesembuhan
luka, namun membutuhkan biaya yang lebih tinggi. Namun sebagian besar rumah
sakit di Indonesia masih menggunakan balutan konvensional, yaitu menggunakan
kasa steril sebagai bahan utama balutan. Hasil riset mengatakan tingkat kejadian
infeksi pada perawatan luka dengan cara konvensional lebih tinggi dibandingkan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
74
Seperti halnya yang diterapkan diberbagai rumah sakit, perawatan luka yang
diberikan kepada Tn. R menggunakan balutan konvensional dengan larutan NaCl
0,9% ditutup dengan kassa steril lembab-kering dan elastic perban (sebelum
debridemen) untuk menciptakan area lembab di sekitar luka. Menurut Thomas
(2007) cairan NaCl 0.9% juga merupakan cairan fisiologis yang efektif untuk
perawatan luka karena sesuai dengan kandungan garam tubuh. Hal ini juga sesuai
dengan pernyataan Singh, dalam Hariani & Perdanakusuma (2008) bahwa balutan
basah-kering dengan normal salin menjadi standar baku perawatan luka. Selain itu
Singh menambahkan dapat digunakan Platelet Derived Growth Factor (PDGF),
dimana akan meningkatkan penyembuhan luka, PDGF telah menunjukan dapat
menstimulasi kemotaksis dan mitogenesis neutrofil, fibroblast dan monosit pada
proses penyembuhan luka. Namun karena keterbatasan sarana dan prasarana
sehingga tidak diberikan PDGF kepada Tn. R. Setelah debridemen balutan yang
ditambahkan adalah supratul, namun hanya diberikan 1x yaitu hari ketiga post
debridemen, untuk selanjutnya ditambahkan madu pada perawata luka Tn. R.
Saldi (dalam Kristiyaningrum, Indanah, Suwarto, 2012) menyatakan bahwa s elain
menggunakan larutan NaCl 0,9% sebagai cairan pembersih luka pada ulkus
diabetik dapat digunakan larutann D40% sebagai pengganti bahan madu yang lebih
mahal. Larutan D40% mengandung glukosa seperti yang terkandung dalam madu.
Perawatan dengan cairan glukosa (D40%) akan menjaga kelembaban luka (moist),
mengurangi peradangan sehingga menurunkan nyeri, merangsang sel darah putih dan
menstimulasi regenerasi sel baru. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa cairan
glukosa lebih efektif dalam menyembuhkan luka bila dibandingkan dengan cairan
garam seperti NaCl 0.9% Dalam hal ini, perawatan luka pada Tn. R lebih dipilih
madu sebagai pilihan utama. Seperti yang dinyatakan oleh Abad dan Safdar
(2012) bahwa madu merupakan cairan kental dan supersaturated glucose yang
mengandung zat antibakterila. Penelitian yang dilakukan Moghazy (dalam Abad
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
75
Perawatan luka yang dilakukan pada Tn. R tidak ditambahkan antiseptik topikal
misalnya hidrogen peroksida, povidine, iodine, dan asam asetik karena zat
tersebut bersifat toksik terhadap sel-sel dermal dan harus dihindari (Bowering,
dalam Brem, Sheehan, Boulton (2013). Walaupun antibiotik topikal kemungkinan
berguna perawatan luka terinfeksi superfisial, penelitian telah menunjukkan
bahwa krim antibiotik topikal tradisional dan obat salep tidak efektif secara
universal pada luka kronik maupun akut. Namun setelah debridemen luka
terinfeksi, antibiotik topikal mungkin efektif, misalnya yang tergolong jenis long-
acting silver applicant diantaranya Acticoat dan Actisorb silver 220. Cadexomer
iodine juga mengeluarkan agen antimikrobial sehingga dapat menyerap eksudat
serta membersihkan bakteri (Brem, Sheehan, Boulton, 2013). Setelah debridemen,
menjaga agar luka tetap lembab sangat penting untuk mencegah terbentuknya luka
yang lebih dalam. Selain itu, wound-moist memfasilitasi migrasi sel-sel epidermal
melintasi dasar luka sehingga meningkatkan angiogenesis serta sintesis jaringan
penghubung.
Untuk mencegah terjadinya luka baru pada kaki kontralateral maka diperlukan
perawatan kaki yang optimal pada penderita diabetes mellitus. Menurut The
Centers for Disease Control and Prevention (2009) bahwa perawatan kaki secara
teratur dapat mengurangi penyakit kaki diabetik sebesar 50-60% yang
mempengaruhi kualitas hidup. Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan
mengenai perawatan kaki (foot care) selama di rumah. Materi pendidikan
kesehatan meliputi pemeriksaan pada kaki secara rutin adanya luka, pecah-pecah;
membasuh kaki dengan air hangat dan sabun, serta mengeringkan kaki dengan
cermat; mengoleskan lotion pada seluruh kaki kecuali jari-jari kaki; menjelaskan
perilaku yang dapat menurunkan risiko terjadinya luka baru diantaranya memakai
sepatu dan kaos kaki dari bahan katun, menghindari sepatu yang terlalu sempit
(Brunner & Suddarth, 2006). Yetzer (2004) menyebutkan bahwa menggabungkan
edukasi mengenai perawatan kaki/ foot care pada pengelolaan pasien diabetes
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
76
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
77
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
78
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat
perkotaan pada pasien ulkus kaki diabetik di ruang rawat Melati Atas adalah
bahwa:
a. Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang setiap tahun jumlahnya
meningkat terutama di daerah perkotaan. Faktor risiko yang meningkatkan angka
kejadian diabetes mellitus di daerah perkotaan diantaranya riwayat keluarga, gaya
hidup yang kurang sehat misalnya obesitas, kebiasaan makan makanan siap saji,
kebiasaan merokok, dan kurangnya aktivitas fisik.
c. Ulkus kaki diabetik sangat rentan mengalami infeksi lokal akibat gangguan
sistem imun, sirkulasi, dan oksigenasi yang buruk. Infeksi lokal tersebut dapat
menyebar ke berbagai organ di seluruh tubuh. Jika tidak segera ditangani, infeksi
dapat menyebabkan sepsis yang dapat mengancam kematian. Penatalaksanaan
pasien dengan ulkus kaki diabetik terinfeksi diantaranya kontrol kadar glukosa
darah, pemberian terapi antibiotik, perawatan luka, pembedahan (debridemen),
serta edukasi mengenai perawatan kaki.
79 Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
80
5.2 Saran
Berdasarkan keterbatasan dan pembahasan hasil penulisan ini, maka penulis
memberikan beberapa rekomendasi kepada penulis selanjutnya dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien dengan ulkus kaki diabetik.
a. Penulis selanjutnya dapat melakukan skrining awal pada pasien diabetes
mellitus terhadap risiko berkembangnya ulkus kaki serta memberikan edukasi
kesehatan mengenai perawatan kaki sedini mungkin. Penulis selanjutnya
diharapkan melakukan penelitian mengenai efektifitas berbagai teknik balutan
luka sehingga diperoleh teknik terbaru yang lebih efektif dan efisien dalam
meningkatkan proses penyembuhan luka pada pasien ulkus diabetik. Penulis
selanjutnya dapat mencari jurnal yang lebih banyak dengan metode yang lebih
baru lagi sehingga hasil penulisan dapat memberi informasi yang lebih luas
kepada pembaca.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Abad, C., dan N. Safdar. (2012). From ulcer to infection: An update on clinical
practice and adjunctive treatments of diabetic foot ulcers. USA. Cure infection
disease journal.
Andayani, Meitya., Irni Novitha., dan Mery Fanada. (2013). Pengaruh pendidikan
kesehatan tentang perawatan luka gangrene terhadap peningkatan
pengetahuan keluarga pada penderita diabetes mellitus di ruang non bedah
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Skripsi. Palembang.
Black, J.M., dan Hawks J.H. (2009). Medical surgical nursing clinical management
for positive outcomes. 8th ed. Singapura: Elsevier.
Brem, Harold., Peter Sheehan, dan Andrew Boulton. (2013). Protocol for treatment of
diabetic foot ulcers. New York. The American journal of surgery.
Decroli, dkk. (2008). Profil ulkus diabetik pada penderita rawat inap di bagian
penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Artikel penelitian. Padang:
Bagian ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran Universitas Andalas.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
Departemen Kesehatan RI. (2007). Diabetes mellitus merupakan masalah
kesehatan yang serius. http://www.depkes.go.id/index.php. Diakses
tanggal 25 Juni 2014.
Ditjen PP & Pl. (2008). Petunjuk teknis pengukuran faktor risiko diabetes
mellitus. Jakarta: Departemen kesehatan RI.
Doengoes, M. E., Mary, F. M., dan Alice, C.G (2007). Rencana asuhan
keperawatam pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Goldstein, Barry J & Wieland, Dirk Muller. (2008). Type 2 diabetes: Principles
and practice. 2nd ed. New York: Informas Healthcare USA.
Hastuti, Rini Tri. (2008). Faktor-faktor risiko ulkus diabetika pada penderita
diabetes mellitus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Thesis. Semarang:
Universitas Diponegoro.
International Diabetes Federation. (2011). One adult in ten will have diabetes by
2030. http://www.idf.org/media-events/press-releases/2011/diabetes-atlas-
5th-edition. Diunduh pada 23 Juni 2014 pukul 16.14 WIB).
Ismail, Dina Dewi Sartika Lestari., Dewi Irawaty., dan Tutik Sri Haryati. (2009).
Penggunaan balutan modern memperbaiki proses penyembuhan luka
diabetik. Jurnal kedokteran Brawijaya vol XXV.
Jones R. (2007). Exploring the complex care of the diabetic foot ulcer. JAAPA.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Profil kesehatan Indonesia
tahun 2011. Jakarta: Kemenkes RI.
Nandavati. (2002). Perawatan optimal luka kaki diabetic, apakah efisien biaya.
Diambil dari http://www.husada.co.id. Diakses pada 27 Juni 2014 pukul
14.15 WIB.
Price, S. A., dan Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Riyanto B.(2007). Infeksi pada Kaki Diabetik. Naskah lengkap diabetes mellitus
ditinjau dari berbagai aspek penyakit dalam dalam rangka purna tugas Prof
Dr.dr. RJ Djokomoeljanto. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Sapico, FL. (2007). Food ulcer in patients with diabetes mellitus. Journal of
American Podiatric Medical Association, Vol 79, Issue 482-485.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
Setacci, et all. (2009). Diabetic patients: Epidemiology and global impact. Jurnal
cardiovascular, 50.
Sudoyo, Aru W., dkk. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta:
Interna Publishing.
Wulandari, Indah., Krisna Yetti., dan Rr . Tutik Sri Hayati. (2010). Pengaruh
elevasi ekstrimitas bawah terhadap proses penyembuhan ulkus diabetik.
Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Yetzer, Elizabeth A. (2004). Incorporating foot care education into diabetic foot
screening. Journal of rehabilitation nursing (29), 3.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
Lampiran 1
Kondisi luka
a) Sebelum debridemen (06/06/2014)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
Lampiran 2
3.5 Rencana Asuhan Keperawatan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
RASIONAL
KEPERAWATAN/DATA TUJUAN/ KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN
PENUNJANG
Risiko penyebaran infeksi Tujuan: MANDIRI
DS: Setelah dilakukan tindakan - Observasi kondisi luka, area sekitar luka. - Adanya pus, kemerahan, dan bau
- Klien mengatakan bahwa keperawatan selama 4x24 jam, Catat adanya bengkak, kemerahan, pus, bau merupakan tanda-tanda luka telah
badannya terasa demam, panas, tidak terjadi penyebaran infeksi - Monitor TTV per shift terinfeksi
tidak enak, lemas baik di sekitar luka maupun ke - TTV yang tidak stabil (peningkatan suhu)
- Klien mengatakan napasnya organ tubuh yang lain merupakan indikasi terjadinya infeksi di
kadang sesak, pendek dalam tubuh
- Klien mengatakan sebelumnya Kriteria: - Auskultasi paru, mencatat adanya bunyi - Adanya bunyi tambahan dapat
tidak batuk namun sejak 3 hari - Luka tidak bau napas tambahan seperti ronkhi, crackels, menunjukkan terjadinya penyebaran
yang lalu batuk dengan dahak - Tidak ada krepitasi sekitar wheezing infeksi ke paru-paru
putih kekuningan luka - Observasi tanda-tanda penyebaran infeksi - Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda
- Klien mengatakan perutnya - Tidak edema seperti suhu tubuh meningkat, mual muntah, penyebaran infeksi dapat membantu
terasa mual dan ingin muntah, - Suhu ekstrimitas normal batuk, penurunan status neurologis menentukan tindakan selanjutnya
nafsu makan menurun drastis - Tidak ada pus - Pertahankan teknik aseptik saat melakukan - Menurunkan risiko infeksi
- Klien mengatakan sejak 2 bulan - Kulit sekitar luka tidak prosedur kepada pasien terutama saat
yang lalu luka tersebut tidak kemerahan melakukan perawatan luka
pernah dibawa ke klinik untuk - Luka sembuh dengan adekuat - Gunakan APD (sarung tangan, masker) saat
diberi perawatan, hanya dirawat - TTV dalam batas normal (TD melakukan prosedur kepada klien - Menurunkan transmisi mikroorganisme
di rumah tidak memakai alat 110-120/70-80 mmHg, nadi - Ajarkan keluarga untuk mencuci tangan dari pasien ke perawat atau sebaliknya
steril, hanya diberikan obat 60-100x/menit, RR 12- sebelum dan sesudah kontak dengan pasien - Mencegah timbulnya infeksi silang
propolis serta betadin 20x/menit, Suhu tubuh 36- - Lakukan pemeriksaan kultur sensitifitas
37,5) luka sesuai indikasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
DO - Auskultasi paru vesikuler - Evaluasi hasil laboratorium: leukosit, hasil - Kultur pus luka dapat membantu
- Tubuh teraba panas kultur pus pemilihan antibiotik yang tepat
- TD 100/70 mmHg, nadi - Nilai laboratorium leukosit - Leukosit yang tinggi menunjukkan
98x/menit, RR 28x/menit, Suhu normal (5.000-10.000/mm3) KOLABORASI adanya infeksi
39oC - Berikan antibiotik sesuai program dokter
- Teraba panas
- Napas tampak sedikit sesak, - Penanganan awal dapat mencegah
pendek, irama teratur timbulnya sepsis
- Terdapat ulkus kaki diabetes
terbuka, tampak kotor, bau,
bernanah, hangat, dan
kemerahan
- Auskultasi paru vesikuler +/+,
ronkhi +/-, wheezing -/-
- Data penunjang
Leukosit 21,40 rb/mm3; eritrosit
2,69; hemoglobin 6,3; albumin 2,0
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
merasa demam terus menerus, - Membran mukosa lembab - Dehidrasi membutuhkan penanganan
bibir kering - Balance cairan positif e) Monitor tanda-tanda dehidrasi (takikardi, segera
- Klien mengatakan kadang - Tidak ada diaforesis berlebih nadi cepat dan lemah, hipotensi, perubahan
malam hari terbangun untuk - Nilai laboratorium normal status neurologis)
BAK (kadang 2-3x) Hematokrit normal (40-52%) f) Identifikasi pengeluaran keringat berlebih - Diaforesis meningkatkan kehilangan cairan
DO Kadar elektrolit dalam batas yang tidak tampak (IWL)
normal (Natrium 135-145, g) Monitor pemberian terapi cairan - Tipe dan jumlah dari cairan tergantung
- Mukosa mulut tampak kering Kalium 3,5-5,5, Clorida 98- pada derajat kekurangan cairan dan respon
- Turgor kulit elastis di perut, 109), ureum (20-40), kreatinin pasien secara individual
namun di ekstrimitas tampak (0,8-1,5). - Mempertahankan hidrasi/ volume sirkulasi
kering h) Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan - Memberikan hasil pengkajian yang terbaik
- Tampak diaforesis cairan terutama saat demam dari status cairan yang sedang berlangsung
- Balance cairan: i) Timbang berat badan tiap hari dan selanjutnya dalam memberikan cairan
Input: 3000+1500= 4500 pengganti, kehilangan 1 kg BB
Output= 3200+930+400 menunjukkan kehilangan cairan 1 liter
Balance= -30 cc
- Kebutuhan cairan: - Mengkaji tingkat hidrasi dan seringkali
BBx50 = 3100 meningkat akibat homokonsentrasi yang
Suhu 39= 558 terjadi setelah diuresis osmotik
Total= 3658 (terpenuhi)
- TTV TD 100/70 mmHg, Nadi
98x/menit, RR 28x/menit KOLABORASI
- Hasil laboratorium
j) Pemeriksaan elektrolit, darah lengkap
Gula darah 421 mg/dL
(hematokrit), fungsi ginjal (ureum,kreatinin)
Elektrolit:
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
DS: keperawatan selama 4x24 jam, a) Timbang berat badan pasien per hari (jika adekuat
- Klien mengatakan tidak nafsu status nutrisi pasien seimbang dan memungkinkan) - Mengidentifikasi kekurangan dan
makan sejak 10 hari sebelum terpenuhi b) Identifikasi pola, kebiasaan, dan jenis penyimpangan dari kebutuhan teraupetik
masuk rumah sakit makanan yang disukai pasien, sesuaikan
- Klien mengatakan bahwa dirinya Kriteria hasil: dengan kebutuhan kalori harian - Mengetahui kekurangan kalori harian serta
mual, muntah, setiap habis - Tidak terjadi penurunan berat c) Monitor intake nutrisi harian hambatan dalam meningkatkan asupan
makan badan nutrisi
- Klien mengatakan tidak - Berat badan meningkat sesuai - Hiperglikemia dan gangguan
menghabiskan porsi makannya dengan standar BBI menurut keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
- Klien mengatakan badannya Brocca yaitu 68,4 kg d) Auskultasi bising usus pasien di keempat menurunkan motilitas atau fungsi lambung
terasa lemas, tidak bertenaga, - Tidak ada keluhan mual kuadran, catat adanya nyeri abdomen/perut
tidak mampu untuk duduk muntah, perasan lemas, tidak kembung, mual, muntahan makanan yang - Oral hygiene yang buruk menurunkan
mandiri bertenaga belum dapat dicerna nafsu makan
- Klien mengatakan berat - Jumlah kalori harian tercukupi e) Identifikasi faktor-faktor yang menghambat
badannya turun sekitar 2-3 kg sesuai kebutuhan tercukupi pemenuhan nutrisi (mual, muntah, oral - Meningkatkan rasa keterlibatan,
dalam 1 bulan terakhir yaitu 2.667,6 kalori/ hari yang hygiene buruk) memberikan informasi pada keluarga untuk
- Klien mengatakan berat terbagi menjadi 3x makan f) Libatkan keluarga dalam perencanaan makan memahami kebutuhan nutrisi pasien
badannya berangsur-angsur turun (pagi 20%, siang 30%, sore pasien - Meningkatkan pengetahuan pasien dan
semenjak mengetahui dirinya 25%), 2x makan selingan keluarga pengaturan diet harian secara
menderita diabetes dengan komposisi karbohidrat mandiri
- BB sebelumnya 65 kg (1 bulan (60-70%), protein (10-15%) g) Berikan edukasi contoh menu harian pasien
yang lalu) lemak (20-25%) diabetes, serta makanan yang boleh dan harus - Intake yang buruk mengindikasikan
DO: - Bising usus normal di keempat dihindari/ dibatasi pemasangan NGT
kuadran KOLABORASI
- Klien terlihat lemah, tidak - Gula darah stabil h) Pasang selang NGT sesuai indikasi - Nilai hemoglobin dan albumin merupakan
bertenaga - Konjungtiva tidak anemis indikator status nutrisi
- Kulit tampak kering di bagian - Nilai laboratorium albumin i) Pemeriksaan laboratorium (hemoglobin, - Jika hemoglobin dan albumin rendah
ekstrimitas normal (3,5-5,5), hemoglobin albumin) kemungkinan diperlukan transfusi
- Terlihat mual dan memuntahkan (13-16). j) Memberikan transfusi albumin dan PRC jika - Mengurangi mual dan muntah pasien
makanannya diindikasikan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
- Konjungtiva anemis
- BB saat ini 62 kg k) Medikasi antiemetik (domperidon,
- TB 176 omeprazole, ondansentron)
- IMT 20,06 (normal)
- BBI= (176-100)-10%= 68,4
- Kebutuhan kalori= 68,4x30=
2.052 kalori
Stres metabolik= 30%x2.052=
615,6
Total= 2667,6 kalori
(belum terpenuhi dengan intake
saat ini)
- Data penunjang:
Hemoglobin 6,3
Albumin 2,0
Serum iron 19
Ketidakstabilan kadar glukosa Tujuan: MANDIRI
darah Setelah dilakukan tindakan a) Identifikasi faktor dari dalam individu yang - Diabetes pada usia muda berisiko menjadi
DS: keperawatan selama 4x24 jam, dapat berkontribusi dalam kesehatan saat ini: KAD
- Klien mengatakan mempunyai kadar glukosa darah pasien akan usia, tingkat perkembangan, kesadaran akan
riwayat penyakit diabetes sejak 7 stabil kebutuhan penyembuhan
tahun yang lalu
- Klien mengatakan mempunyai Kriteria hasil: b) Lakukan pemeriksaan glukosa darah perifer
keturunan penyakit DM dari - Kadar gula darah kurva secara berkala (pukul 06.00; 12.00; 18.00)
orang tua serta saudara kandung harian dalam rentang normal
juga mempunyai diabetes serta (gula darah puasa/ 06.00: c) Tinjau tipe insulin yang dibutuhkan pasien
luka di kaki yang sulit sembuh <125 mg/dL; gula darah (short-acting, long-acting), waktu pemberian, - Pemeriksaan glukosa darah secara rutin
- Klien mengatakan jarang sewaktu/ 12.00: <200 mg/dL; cara pemberian. Catat waktu pemberian dapat menunjukkan keefektifan terapi dan
mengontrol kadar gula darahnya gula darah diantara waktu insulin kondisi pasien
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
biasanya berkisar 300-400 makan/ 18.00: <145 mg/dL) d) Monitor tanda-tanda hipoglikemia - Faktor ini mempengaruhi waktu kerja
mg/dL - Tidak ada tanda-tanda (perubahan level kesadaran, kulit basah dan obat dan memberikan petunjuk apabila
- Klien mengatakan tidak hipoglikemia (takikardi, dingin, peningkatan denyut nadi, lapar, terjadi ketidakseimbangan glukosa
membatasi konsumsi makannya, berkeringat, berdebar-debar, iritabilitas, cemas, pusing, dan tremor) - Pemberian insulin yang tidak terkontrol
semuanya dimakan tanpa lemas, penurunan status e) Monitor hasil laboratorium pasien (analisis dapat menyebabkan syok hipoglikemia
memperhatikan kadar glukosa neurologis, tremor, sakit gas darah arteri, aseton plasma, elektrolit: yang mengancam jiwa
dalam makanan tersebut kepala, rasa lapar, pucat, kalium)
- Klien mengatakan bahwa tidak tidak mampu berkonsentrasi, - Glukosa darah akan menurun setelah
rutin minum obat gula darah pandangan kabur, f) Berikan edukasi mengenai nilai normal koreksi cairan dan insulin sehingga kadar
yang diresepkan dokter yaitu kebingungan, letargi) glukosa darah, pemeriksaan gula darah aseton menurun dan asidosis terkoreksi
Glibenclamide, Amadiab - Pasien mampu mandiri/ PGDM, tanda-tanda hipoglikemia, - Meningkatkan pengetahuan pasien
DO: mengidentifikasi faktor- penanganan hipoglikemia, pengaturan diet, sehingga pasien dan keluarga mampu
faktor yang dapat olahraga, cara penyuntikan insulin memanajemen gaya hidup
- Gula darah saat masuk di IGD meningkatkan glukosa darah, KOLABORASI
421 mg/dL pasien mampu mengenali
- KGDH tidak stabil yaitu: tanda dan gejala g) Berikan injeksi insulin sesuai indikasi, dan
29/05 (254, 266) hipoglikemia. OHO yang sesuai
30/05 (268,291,265) h) Konsultasi dengan ahli gizi untuk manajemen - Insulin menurunkan hiperglikemia
01/06 (384, 482, 440) diet - Merencanakan pola diet yang sesuai
- Tampak lemas, gemetaran untuk pasien
- Nafsu makan menurun
- Terdapat ulkus kaki diabetes
sejak 2 bulan yang lalu yang
tidak kunjung sembuh dan
semakin menyebar, serta
terdapat tanda-tanda infeksi
- Data penunjang:
Leukosit 21,40 rb/mm3
Kerusakan integritas kulit Tujuan: MANDIRI
DS: a) Identifikasi tahap perkembangan luka - Berguna untuk menentukan intervensi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
- Klien mengatakan bahwa dirinya Setelah dilakukan tindakan perawatan luka yang tepat
mempunyai luka di daerah keperawatan selama 4x24 jam, - Pengkajian yang tepat terhadap luka dan
tungkai bawah sejak 2 bulan pasien akan menunjukkan b) Kaji ukuran, keadaan luka, dan proses proses penyembuhan akan membantu
yang lalu, luka tersebut tidak peningkatan penyembuhan luka penyembuhan dalam menentukan tindakan selanjutnya
kunjung sembuh bahkan semakin - Merawat luka dengan teknik aseptik,
parah/ menyebar ke telapak kaki menjaga kontaminasi luka dan larutan
atas, melepuh, bau, dan bengkak c) Lakukan perawatan luka pasien dengan yang iritatif akan merusak jaringan
Kriteria hasil:
- Klien mengatakan bahwa teknik steril granulasi yang timbul, sisa balutan dan
kulitnya semakin kering - Tampak jaringan granulasi Ganti balutan per hari jaringan nekrotik menghambat proses
- Klien mengatakan pernah - Pus berkurang/ tidak ada sama Kompres luka menggunakan cairan NaCl granulasi
mengobat lukanya menggunakan sekali 0,9% - Protein dapat meningkatkan pertumbuhan
propolis namun luka tersebut - Tidak tercium bau dari luka Tutup luka dengan balutan basah kering sel-sel baru
semakin parah - Tidak terdapat jaringan d) Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan
DO: nekrotik makanan yang mengandung tinggi protein
- Area sekitar luka tidak (ikan, kedelai, seafood, hati)
- Kulit tampak kering di bagian e) Anjurkan pasien dan keluarga untuk
bengkak - Kulit yang kering meningkatkan risiko
ekstrimitas memberikan lotion untuk melembabkan kaki
- Tidak kemerahan, suhu normal luka baru
- Terdapat ulkus kaki diabetes di yang kering
- Luka tidak meluas
daerah tungkai kanan, menjalar f) Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga
- Pasien mampu merawat kaki - Meningkatkan pengetahuan pasien dan
ke telapak kaki atas dan bawah mengenai cara perawatan kaki untuk
agar tidak timbul luka baru keluarga mengenai perawatan kaki
- Ukuran luka: mencegah terjadinya luka
- Kelembapan kulit ekstrimitas
3. Lebar 4 cm, kedalaman 3 KOLABORASI
normal - Mengetahui tipe organism sehingga dapat
cm
4. Lebar 2 cm, kedalaman 4 g) Kultur sensitivitas pus diberikan antibiotic yang sesuai
cm - Mengontrol glukosa darah
- Terdapat pus, bau, tidak tampak - Mengatasi infeksi
jaringan granulasi - Mengangkat jaringan yang telah mati
- Area sekitar luka tampak sehingga jaringan sehat dapat tumbuh
bengkak, teraba hangat, dengan optimal
kemerahan dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
- Nyeri tekan (-) h) Pemberian medikasi OHO dan insulin
- Kulit tampak menghitam di i) Pemberian antibiotik
tungkai j) Persiapkan operasi debridemen
- KGDH tidak stabil
- Ulkus diabetes derajat 3A
(menurut klasifikasi modifikasi
Wagner)
Ketidakefektifan perfusi jaringan Tujuan: MANDIRI
perifer Setelah dilakukan tindakan a) Monitor denyut nadi dorsalis pedis, tibia - Hilangnya denyut nadi perifer
DS: keperawatan selama 3x24 jam posterior, dan popliteal di kedua sisi mengindikasikan insufisiensi arteri yang
- Klien mengatakan sering perfusi perifer pasien akan efektif ekstrimitas bawah berakibat iskemik jaringan
merasa kebas dan kesemutan di b) Monitor warna kulit, dan suhu pada kedua - Kulit yang pucat, dingin, atau hilangnya
kaki Kriteria hasil: ekstrimitas, adanya edema perifer (mencatat nadi menandakan adanya obstruksi arteri
- Klien mengatakan sejak sakit - Denyut nadi dorsalis pedis, adanya/ tidaknya sianosis) yang merupakan tindakan gawat darurat
diabetes jarang berolahraga, posterior tibial teraba kuat sehingga harus segera ditangani. Edema
aktivitas sehari-hari hanya di - Denyut nadi di kedua menandakan kerusakan pembuluh darah/
rumah ekstrimitas teraba simetris dilatasi
- Klien mengatakan pernah - Tidak ada edema perifer c) Monitor capillary refill time - CRT > 3 detik menunjukkan gangguan
merokok sejak usia 20 an tahun - Suhu ekstrimitas hangat perfusi
namun sejak mengetahui sakit - Kelembapan normal d) Identifikasi tekstur kulit dan sebaran rambut - Kulit tipis, kering, kehilangan rambut
diabetes memutuskan untuk - CRT ≤ 3 detik pada kedua ekstrimitas dapat menunjukkan insufisiensi arteri.
berhenti - Urin output adekuat Jika terdapat ulserasi di bagian samping
- Klien mengatakan lukanya - Pasien tidak melaporkan kaki, kemungkinan terjadi gangguan
sukar sembuh keluhan kesemutan, kebas, sirkulasi vena
- Klien mengatakan sejak ada baal - Insufisiensi arteri biasanya ditandai
luka, kakinya menjadi bengkak - Pasien melaporkan adanya e) Kaji adanya nyeri pada ekstrimitas dengan nyeri yang semakin hebat jika
dan sulit berjalan sensasi rasa (nyeri, suhu) menggunakan format PQRST kaki dielevasi, namun jika gangguan
- Klien mengatakan kakinya yang pada ekstrimitas sikulasi vena biasanya nyeri berkurang
sekarang terasa lemah. - Tidak ada sianosis pada saat kaki elevasi atau dengan olahraga
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
- Klien mengatakan kulit telapak ekstrimitas - Menurunkan suplai darah ke kaki
kaki bawah dan sela-sela jari - Pasien mengatakan akan
mengeras/ menebal melakukan latihan fisik f) Anjurkan pasien untuk tidak mengelevasikan - Olahraga atau latihan memperbaiki
- Klien mengatakan bahwa kulit setelah lukanya sembuh dan kaki melebihi jantung sirkulasi perkutan khususnya pada pasien
di area kaki lama-kelaman mobilisasi aktif. g) Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas diabetes
timbul warna kehitaman fisik/ olahraga rutin (berjalan, jogging)
- Klien mengatakan sudah lama selama 30-60 menit jika lukanya telah
kehilangan sensasi nyeri, panas, sembuh dan mobilisasi tidak ada hambatan
dingin, tekanan di tungkai h) Anjurkan pasien memakai kaos kaki dan - Pemakaian kaos kaki menghangatkan kaki
DO: sepatu saat mobilisasi keluar rumah serta mempertahankan vasodilatasi
i) Anjurkan pasien untuk mengubah posisi kaki - Memperbaiki vaskularisasi tanpa
- Nadi dorsalis pedis teraba terutama setelah operasi debridemen mengurangi oksigenasi
lemah, di area luka tidak misalnya posisi supine dengan kaki ekstensi,
mampu diidentifikasi duduk dengan kaki ekstensi, atau supine
- Turgor kulit tidak elastis di dengan posisi kaki elevasi 20o
kedua tungkai j) Mengidentifikasi adanya risiko deep vein
- Sebaran rambut merata thrombosis/ DVT dengan melakukan - Mengetahuan adanya thrombosis vena
- Kulit tungkai tampak kering pemeriksaan Homan’s sign, dalam
- CRT ≥3 detik KOLABORASI
- Tampak bengkak di area sekitar k) Catat hasil laboratorium D-dimer (bila
luka diperiksa)
- Warna kulit sedikit pucat
setelah kaki dielevasikan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
dari tempat tidur secara mandiri mobilisasi pasien akan optimal otot pada kaki pasien. - Pasien mengerti pentingnya aktivitas
- Klien mengatakan sesuai dengan toleransi b) Beri penjelasan tentang pentingnya sehingga dapat kooperatif dalam tindakan
membutuhkan bantuan orang kemampuannya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar keperawatan
lain untuk pergi ke toilet Kriteria hasil: gula darah dalam keadaan normal
- Klien mengatakan kesulitan - Menunjukkan pergerakan c) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/ - Untuk melatih otot – otot kaki sehingg
untuk melakukan pergerakan ekstrimitas yang lebih luas, mengangkat ekstrimitas bawah sesuai berfungsi dengan baik
karena kaki sebelah kanan terutama pada sisi kaki yang kemampuan
merasa lebih lemah daripada tidak sakit d) Bantu pasien dalam memenuhi
kaki sebelah kiri - Mampu melaksanakan kebutuhannya
- Klien mengatakan butuh waktu aktivitas sesuai kemampuan e) Anjurkan pasien untuk latihan berdiri,
pelan-pelan untuk bisa - Pasien mau meningkatkan duduk di kursi jika keadaan tubuh
- Agar kebutuhan pasien tetap dapat
berpindah dari tempat tidur ke usaha untuk mobilisasi lebih memungkinkan
terpenuhi
kursi atau berdiri aktif
- Melatih mobilisasi fisik awal
DO: - Pasien mampu memenuhi
kebutuhan sendiri secara
- Massa/ tonus otot baik pada bertahap sesuai kemampuan
ekstrimitas atas dan bawah
sinistra, lemah pada
ekstrimitas kanan,
- Rentang gerak ekstrimitas atas
bebas, ekstrimitas bawah
terbatas.
- Kekuatan otot 5555 5555
5555 5555
3333 5555
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
Ketidakefektifan performa peran Tujuan: MANDIRI
DS: Setelah dilakukan tindakan a) Berikan kesempatan bagi pasien untuk a) Menunjukkan perhatian perawat
- Klien mengatakan semenjak keperawatan selama 3x24 jam mengungkapkan perasaan tentang perannya terhadap perasaan pasien
sakit aktivitas sehari-hari hanya performa peran yang dijalani saat ini
di rumah, apalagi setelah pasien saat ini dapat dilakukan b) Identifikasi kekuatan yang masih dimiliki b) Meningkatkan kepercayaan diri pasien
kakinya luka, aktivitas hanya di dengan baik pasien dan nilai-nilai internal yang ada
kamar, atau di teras, tidak dalam diri pasien c) Memotivitasi pasien
mampu banyak mobilisasi Kriteria hasil: c) Berikan reinforcement positif terhadap nilai-
- Klien mengatakan dirinya - Pasien akan mengungkapkan nilai internal yang dimiliki pasien
merasa menjadi tanggungan persepsi realistis dari perannya d) Bersama dengan pasien membuat daftar d) Membantu mengoptimalkan peran
bagi keluarga namun masih saat ini kemampuan yang masih dimiliki yang pasien
tetap bersyukur karena istri dan - Menyatakan kekuatan yang dibutuhkan untuk menjalankan perannya
anak-anaknya sayang masih dimiliki saat ini
terhadapnya - Mampu mengenali masalah/ e) Dukung praktik ibadah dan kepercayaan e) Praktik ibadah dapat meningkatkan
- Klien mengatakan masih tetap hambatan yang berkontribusi pasien penerimaan terhadap kondisi saat ini
ingin menjadi seorang kepala terhadap ketidakmampun f) Penggunaan alat bantu pada pasien
keluarga yang dihargai oleh istri untuk menjalankan peran f) Identifikasi cara-cara/ alat yang dapat dengan keterbatasan fisik menurunkan
dan anak-anaknya - Menerima keterbatasan fisik dimanfaatkan untuk mengurangi tingkat ketergantungan
- Klien mengatakan dirinya - Menyatakan akan melakukan keterbatasan fisik pasien (misalnya
sekarang membantu pekerjaan tindakan sesuai dengan penggunaan kursi roda atau kruk selama
rumah tangga sesuai dengan perannya yang sekarang masa penyembuhan luka)
kemampuannya - Menyatakan akan bertanggung g) Kaji efek budaya, norma, kepercayaan dan
- Istri klien mengatakan bahwa jawab sesuai dengan perannya harapan terhadap peran individu
semenjak suaminya sakit, saat ini g) Peran individu terkadang berpedoman
dirinyalah yang bekerja untuk pada persepsi budaya
memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari
DO:
Tampak keterbatasan mobilisasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
Lampiran 3
3.6 Catatan Keperawatan
Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
31/06/2014 Risiko penyebaran - Monitor TTV terutama suhu S: pasien mengatakan malam tidak bisa tidur, agak sesak napas, demam
infeksi - Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada meningkat, batuk-batuk dengan dahak putih kekuningan. Keluarga mengatakan
Pukul 10.05 luka serta penyebaran infeksi pada organ akan selalu mencuci tangan menggunakan hand rub yang disediakan di kamar
WIB tubuh yang lain pasien.
- Mengidentifikasi adanya sesak napas
- Mengajarkan keluarga cara mencuci tangan O:
- Menerapkan teknik aseptik saat melakukan
- TD 130/80 mmHg, N 88, RR 26, S 39o C
prosedur kepada pasien
- Luka: tampak kemerahan, bengkak, keluar pus, tercium bau tidak sedap,
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah
krepitasi (+), suhu ekstrimitas hangat, kering,
kontak dengan pasien
- Auskultasi paru: ves +/+, ronkhi +/-, wheezing -/-
- Menganjurkan pasien untuk menjaga
- Tampak sesak napas
kebersihan tempat tidur dan lingkungan
- Hasil kultur (-)
- Mengauskultasi bunyi paru
- Hasil lab terakhir (30/5): leu (21,40) KGDH (161, 179, 246)
- Melakukan pemeriksaan kultur pus
- Pasien dan keluarga mampu cuci tangan
- Monitor hasil lab (leukosit, gula darah)
A: Penyebaran infeksi terjadi ditandai dengan demam, batuk
- Memonitor pemberian terapi oksigen 3 lpm
- Memberikan terapi medikasi: Ceftriaxone P:
2x2 gr, Metronidazole 3x500 gr,
Paracetamol 500 mg., Farmadhol drip 3x1 - Operasi debridemen
gr. RI 50 unit dalam 50 cc NS 0,9% (1 - Monitor tanda-tanda penyebaran infeksi
cc/jam). Novorapid 3x6 unit - Monitor suhu
- Follow up hasil kultur
- Lanjutkan pemberian antibiotik dan antipiretik
- Monitor glukosa darah
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
Pukul 13.45 Kekurangan volume - Memantau TTV (nadi) S: pasien mengatakan masih ada mual, muntah sebanyak 6x dari kemarin, isinya
WIB cairan - Memonitor keluhan muntah, poliuria, dan makanan dan cairan, minum saat ini berkurang, BAK masih banyak sekitar 18x
polidipsi dari kemarin pagi, BAB 1x
- Memonitor status hidrasi pasien
- Memonitor balance cairan O:
- Memonitor tanda-tanda dehidrasi
- Nadi 96x, teraba lemah cepat
- Memonitor pemberian terapi cairan
- Mukosa bibir tampak kering, turgor kulit elastis, pengeluaran keringat
- Menganjurkan pasien untuk meningkatkan
berlebih (+)
asupan cairan terutama saat demam
- Balance cairan: - 180 cc
- Monitor elektrolit, Ht, ur, cr.
PO dan NGT = 2250, IVFD 2000. Total 4250 cc
IWL = 930, BAK 2700, BAB 200 , muntah 600. Total 4430cc
- Nilai lab terakhir (30/5): Na 118, K 3,8, Cl 95,0. Ht 19. Ur 44, Cr 0,7
A: Kekurangan volume cairan belum teratasi ditandai dengan balance cairan
negatif
P:
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
- Menganjurkan pasien untuk meningkatkan - Ukuran luka I: lebar 4 cm, panjang 4,5 cm, kedalaman 2 cm
asupan makanan yang mengandung tinggi Ukuran luka II: lebar 2 cm, panjang 2, kedalaman 4 cm
protein (ikan, kedelai, seafood, hati) - Luka derajat 3A menurut klasifikasi modifikasi Wagner
- Memonitor nilai glukosa darah - KGDH (333, 346, 302)
A: Kerusakan integritas kulit belum teratasi ditandai dengan penyembuhan luka
lambat
P:
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
P:
P:
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
Pukul 09.00 infeksi infeksi O:
- Menerapkan teknik aseptik saat melakukan
prosedur kepada pasien - TD 110/80 mmHg, N 76, RR 22, S 36,7o C
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah - Luka: tampak kemerahan, bengkak, pus berkurang, tidak tercium bau,
kontak dengan pasien krepitasi (+), suhu ekstrimitas normal, kering.
- Mengauskultasi bunyi paru - Auskultasi paru: ves +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
- Monitor gula darah - Tidak ada sesak napas
- Mengecek hasil kultur pus - Hasil kultur (+), bakteri: Pseudomonas aeroginosa (bakteri gram negatif).
- Memberikan terapi medikasi: Ceftriaxone Ceftriaxone dan Metronidazole (resistance)
2x2 gr, Metronidazole 3x500 gr, - KGDH (314, 332, 310)
Paracetamol 500 mg., A: Penyebaran infeksi tidak terjadi ditandai dengan tidak demam, tidak batuk.
- Memberikan terapi insulin
P:
Novorapid 3x12 unit
Lantus 1x18 unit - Operasi debridement (tunggu perbaikan keadaan umum)
- Monitor tanda-tanda penyebaran infeksi
- Monitor suhu
- Monitor glukosa darah
- Penggantian antibioti (menunggu program dokter)
12.00 WIB Ketidakseimbangan - Memonitor intake nutrisi harian S: pasien mengatakan mual masih ada, namun sudah tidak muntah
nutrisi: kurang dari - Mengkaji konjungtiva
kebutuhan - Mengauskultasi bising usus pasien di O:
keempat kuadran
- Bising usus normal di keempat kuadran 8x/ menit, nyeri tekan (-),
- Memonitor mual, muntah
- Konjungtiva tampak pucat
- Melakukan pelepasan selang NGT
- Kondisi mulut tampak bersih.
- Memonitor pemberian transfusi darah bab
Kebutuhan kalori: 2.052 kalori
ke 4 (213 cc)
- Intake: makan bubur 2x, roti 2x dan cemilan buah, putih telur 5 biji
- Memberikan medikasi: Omeprazole 1x40
- Output: BAB (-)
g, terapi insulin Novorapid 3x10 unit.
Kesimpulan: Terpenuhi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
- Reaksi transfusi (-), transfusi selesai pukul 13.00.
A: Ketidakseimbangan nutrisi teratasi sebagian ditandai dengan kalori sudah
terpenuhi, tidak ada muntah, konjungtiva masih pucat, albumin rendah.
P:
P:
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
04/06/2014 Ketidakstabilan - Memonitor TTV S: pasien mengatakan kadang kalau lapar suka makan cemilan yang ada di meja,
kadar glukosa darah - Mengidentifikasi faktor-faktor yang tanpa sepengetahuan istrinya.
Pukul 11.45 menyebabkan ketidakstabilan kadar
WIB glukosa darah O:
- Melakukan pemeriksaan glukosa darah
- TD 120/70 mmHg, Nadi 80, RR 22, Suhu 37,1
perifer
- KGDH (289, 337, 313)
- Meninjau tipe insulin yang dibutuhkan
- Insulin yang diprogramkan belum mampu menstabilkan glukosa darah pasien
pasien (Novorapid dan Lantus)
- Hasil lab (04/06): Kalium 3,0; albumin 1,6; Hb 9,1
- Memonitor hasil laboratorium pasien
A: Glukosa darah belum stabil ditandai dengan nilai glukosa darah kurva harian
- Memberikan injeksi insulin:
belum mendekati normal
Novorapid 3x14 unit
P:
- Monitor KGDH
- Lanjutkan pemberian insulin (sesuaikan program dokter)
- Gali informasi mengenai faktor-faktor yang menyebabkan ketidakstabilan
glukosa darah
15.00 Ketidakefektifan - Memonitor denyut nadi dorsalis pedis, S: pasien mengatakan saat ini tidak ada nyeri, namun dulu saat jalan kaki kadang
perfusi jaringan tibia posterior, dan popliteal di kedua sisi sakit sehingga harus istirahat. Karena sekarang ada luka jadi jarang jalan kaki
perifer ekstrimitas bawah
- Memonitor warna kulit, dan suhu pada O:
kedua ekstrimitas, edema perifer
- Warna kulit ekstrimitas sedikit pucat, suhu hangat, edema perifer (+)
- Memonitor capillary refill time
- Tekstur kulit kasar, kering, sebaran rambut kurang merata
- Mengidentifikasi tekstur kulit dan sebaran
- Homan’s sign (-)
rambut pada kedua ekstrimitas
- CRT 3 detik
- Mengkaji adanya nyeri pada ekstrimitas
A: Perfusi jaringan perifer belum efektif karena masih ada bengkak, hangat, dan
- Menganjurkan pasien untuk tidak
mengelevasikan kaki melebihi jantung
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
- Melakukan pemeriksaan Homan’s sign pucat
05/06/2014 Ketidakseimbangan - Memonitor TTV S: pasien mengatakan porsi makan selalu dihabiskan, tidak ada mual, sering
nutrisi: kurang dari - Memonitor intake nutrisi harian merasa lapar sehingga keinginan untuk ngemil tinggi
Pukul 14.30 kebutuhan - Mengkaji konjungtiva
WIB - Mengauskultasi bising usus pasien di O:
keempat kuadran
- Bising usus normal di keempat kuadran 6x/ menit
- Memonitor pemberian transfusi albumin
- Konjungtiva tampak pucat
100 cc
- Intake: makan nasi 3x, cemilan kue dan buah 2x, putih telur 5 biji, ikan gabus,
- Memonitor pemberian tarnsfusi PRC 400
biskuit 1 bungkus.
cc, premed diphenhidramin 1 amp
- Output: BAB (2x)
- Memonitor pemberian transfusi darah bab
- Reaksi transfusi (-), transfusi selesai pukul 19.30 WIB
ke 4 (213 cc)
- Albumin 2,0
- Mengecek nilai laboratorium (albumin)
A: Ketidakseimbangan nutrisi teratasi sebagian ditandai dengan tidak ada
- Memberikan medikasi: Omeprazole 1x40
muntah, konjungtiva masih pucat, albumin rendah.
g, Domperidone 3x10 mg, Curcuma 3x200
mg P:
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
pasien (Novorapid dan Lantus) - KGDH (290, 374, 336)
- Memberikan injeksi insulin: - Insulin yang diprogramkan belum mampu menstabilkan glukosa darah pasien
Novorapid 3x16 unit A: Glukosa darah belum stabil ditandai dengan nilai glukosa darah kurva harian
belum mendekati normal
P:
- Monitor KGDH
- Lanjutkan pemberian insulin (sesuaikan program dokter)
- Edukasi mengenai manajemen diet dan olahraga teratur
09/06/2014 Kerusakan integritas - Mengkaji keadaan luka S: pasien mengatakan tidak sakit saat luka dibersihkan, merasa lebih nyaman
kulit - Melakukan perawatan luka pasien dengan
Pukul 09.00 teknik steril (Mengganti balutan per hari, O:
mengompres luka menggunakan cairan
- Kondisi luka: tampak adanya jaringan granulias, bengkak berkurang, pus
NaCl 0,9%, melakukan nekrotomi jaringan
sedikit, suhu ekstrimitas normal, nyeri tekan (-), kulit sekitar kering
yang telah mati, menutup luka dengan
- Ukuran luka I: lebar 5 cm, panjang 5 cm, kedalaman 2 cm
balutan basah kering
Ukuran luka II: lebar 2 cm, panjang 2, kedalaman 2 cm
- Memberikan medikasi: Meropenem 2x1 gr
- Luka derajat 3A menurut klasifikasi modifikasi Wagner
A: Kerusakan integritas kulit belum teratasi ditandai dengan penyembuhan luka
lambat, meluas
P:
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
pasien (Novorapid dan Lantus) O:
- Memonitor adanya tanda-tanda
hipoglikemia - TD 125/75 mmHg, Nadi 86, RR 20, Suhu 37,8
- Memberikan edukasi pendidikan mengenai - Keluarga mampu menyebutkan makanan yang boleh, dibatasi, dan dihindari
manajemen diet, kebutuhan kalori, serta dengan benar
olahraga teratur untuk mengontrol kadar - Keluarga mampu menyebutkan contoh menu harian
glukosa darah - KGDH (307, 315, 129)
- Memberikan injeksi insulin: Novorapid - Tidak ada tanda-tanda hipoglikemia
3x22 unit A: Glukosa darah belum stabil ditandai dengan nilai glukosa darah kurva harian
belum mendekati normal
P:
- Monitor KGDH
- Lanjutkan pemberian insulin (sesuaikan program dokter)
- Monitor tanda-tanda hipoglikemia
10/06/2014 Hambatan mobilitas - Mengkaji tingkat kekuatan otot pada kaki S: pasien mengatakan badan sudah enakan sehingga bisa duduk, berdiri, serta
fisik pasien. memakai kursi roda saat sore hari
Pukul 16.30 - Memberi penjelasan tentang pentingnya
melakukan aktivitas O:
- Menganjurkan pasien untuk
- Pasien dan keluarga mampu menyebutkan ulang manfaat aktivitas fisik
menggerakkan/ mengangkat ekstrimitas
- Kekuatan otot
bawah sesuai kemampuan
5555 5555
- Membantu pasien dalam memenuhi
kebutuhannya 3333 5555
- Menganjurkan pasien untuk latihan berdiri,
duduk di kursi jika keadaan tubuh - Tampak sedikit kesulita untuk pindah ke kursi roda
memungkinkan A: Mobilitas fisik masih terbatas ditandai dengan ketidakmampuan untuk
mobilisasi mandiri
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
P:
18.00 Ketidakstabilan - Memonitor TTV S: pasien mengatakan sudah berusaha membatasi makan dan menenangkan
kadar glukosa darah - Melakukan pemeriksaan glukosa darah pikiran biar tidak stres
perifer
- Memonitor adanya tanda-tanda O:
hipoglikemia
- TD 120/80 mmHg, Nadi 92, RR 20, Suhu 36,4
- Mengecek nilai laboratorium
- KGDH (183, 361, 149)
- Memberikan injeksi insulin: Novorapid
- Tidak ada tanda-tanda hipoglikemia
3x22 unit
- Hasil lab AGD (10/06): pH 7,486; pCO2 31,1; pO2 84,2; HCO3 23,0; BE 0,5
A: Glukosa darah belum stabil ditandai dengan nilai glukosa darah kurva harian
belum mendekati normal
P:
- Monitor KGDH
- Lanjutkan pemberian insulin (sesuaikan program dokter)
- Monitor tanda-tanda hipoglikemia
- Pemberian terapi oksigen 2 lpm via nasal kanul
- Follow up jadwal operasi debridement
11/06/2014 Ketidakstabilan - Memonitor TTV S: pasien mengatakan bahwa dirinya lemas, tidak berani makan sejak tadi malam,
kadar glukosa darah - Melakukan pemeriksaan glukosa darah takut gula darah naik
Pukul 08.30 perifer
- Memonitor adanya tanda-tanda O:
hipoglikemia
- TD 120/80, mmHg, Nadi 88, RR 22, Suhu 36,4
- Memonitor nilai laboratorium
- KGDH:
- Mengantarkan pasien operasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
- Memberikan injeksi insulin: Novorapid Pukul 06.00: 421 diberikan Novorapid 22 unit+loading NaCl 0,9%
3x22 unit, KSR 3x600 mg Pukul 07.00: 245 diberikan Novorapid 5 unit
Pukul 08.30:107 diberikan IVFD D5%/ 8 jam
Pukul 12.00: 142
Pukul 18.00: 206
- Tidak ada tanda-tanda hipoglikemia
- Hasil lab: kalium 2,90
- IVFD D5%/ 8 jam
A: Glukosa darah belum stabil ditandai dengan nilai glukosa darah kurva harian
belum mendekati normal
P:
- Monitor KGDH
- Lanjutkan pemberian insulin (sesuaikan program dokter)
- Monitor tanda-tanda hipoglikemia
- Follow up instruksi post operasi
12/06/2014 Ketidakstabilan - Memonitor TTV S: pasien mengatakan tidak ada keluhan untuk saat ini, tadi pagi sempet ngedrop
sampai kadar glukosa darah - Melakukan pemeriksaan glukosa darah glukosa darahnya. Nyeri operasi sudah hilang
13/06/2014 perifer
- Mengecek instruksi post operasi O:
Pukul 22.00 - Memonitor adanya tanda-tanda
- TD 110/60, mmHg, Nadi 88, RR 22, Suhu 36,4
hipoglikemia
- KGDH:
- Memonitor nilai laboratorium
Pukul 08.30: 60 diberikan D10% 500 cc/8 jam
- Mengantarkan pasien operasi
Pukul 09.00: 29 diberikan D40% 3 flacon bolus
- Memberikan injeksi insulin Lantus 1x34
Pukul 10.00:133
unit, KSR 3x600 mg
Pukul 11.00:129
Pukul 18.00: 143
Pukul 22.00: 210
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
- Tidak ada tanda-tanda hipoglikemia
- IVFD D5%/ 8 jam
A: Glukosa darah belum stabil ditandai dengan nilai glukosa darah kurva harian
belum mendekati normal
P:
- Monitor KGDH
- Lanjutkan pemberian insulin (sesuaikan program dokter)
- Monitor tanda-tanda hipoglikemia
06.30 Ketidakefektifan - Memonitor denyut nadi dorsalis pedis, S: pasien mengatakan akan mengubah-ubah posisi kakinya.
perfusi jaringan tibia posterior, dan popliteal di kedua sisi
perifer ekstrimitas bawah O:
- Memonitor warna kulit, dan suhu pada
- Warna kulit ekstrimitas sedikit pucat, suhu normal, edema perifer (+)
kedua ekstrimitas, edema perifer
- Tekstur kulit kasar, kering, sebaran rambut kurang merata
- Memonitor capillary refill time
- CRT 3 detik
- Mengidentifikasi tekstur kulit dan sebaran
A: Perfusi jaringan perifer belum efektif karena masih ada bengkak, hangat, dan
rambut pada kedua ekstrimitas
pucat
- Menganjurkan pasien untuk tidak
mengelevasikan kaki melebihi jantung P: Edukasi mengenai perawatan kaki dan tanda-tanda sirkulasi kaki terganggu
- Menganjurkan pasien untuk mengubah
posisi kaki terutama setelah operasi
debridemen
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
Lampiran 4
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
3. Tujuan dilakukan perawatan kaki Diabetes Mellitus
4. Hal-hal yang tidak boleh dilakukan untuk menghindari bahaya pada kaki
pada klien Diabetes Mellitus
5. Bahaya yang ditimbulkan jika perawatan kaki tidak dilaksanakan secara
teratur dan benar
6. Kapan harus kontrol ke sarana pelayanan kesehatan
IV. METODE PENYULUHAN
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab
V. MEDIA
1. Flip Chart
2. Leaflet
VI. BAGAN RENCANA KEGIATAN PENYULUHAN
No. Tahapan & Waktu Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Klien
1. Pembukaan - Memberi salam - Menjawab salam
(5 menit) - Menjelaskan tujuan dan materi - Memperhatikan dan
yang akan diberikan mendengarkan
- Evaluasi awal tentang - Menjawab
perawatan kaki
2. Kegiatan - Menjelaskan masalah yang - Memperhatikan dan
(20 menit) sering terjadi pada klien dengan mendengarkan
Diabetes - Memperhatikan dan
- Menjelaskan tujuan dilakukan mendengarkan
perawatan kaki Diabetes - Memperhatikan dan
Mellitus mendengarkan
- Menjelaskan hal-hal yang tidak
boleh dilakukan untuk
menghindari bahaya pada kaki - Memperhatikan dan
pada klien Diabetes Mellitus mendengarkan
- Menjelaskan bahaya yang
ditimbulkan jika perawatan kaki - Memperhatikan dan
tidak dilaksanakan secara mendengarkan
teratur dan benar
- Menjelaskan kapan harus
kontrol ke sarana pelayanan
kesehatan
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
- Menyimpulkan bersama-sama - Memperhatikan dan
mendengarkan
- Mengucapkan terima kasih - Memperhatikan dan
mendengarkan
- Mengucapkan salam penutup - Menjawab salam
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
- Diabetes Mellitus Tipe 2, yaitu penyakit DM akibat obesitas/
kegemukan, kurang olahraga, kebiasaan makan/ minum yang
manis-manis, usia.
- Diabetes Mellitus Tipe 3, yaitu penyakit DM akibat kerusakan
organ lain misalnya pancreatitis
- Diabetes Mellitus Gestasional, yaitu penyakit DM pada wanita
hamil
4. Klien dan keluarga mampu menyebutkan 4 dari 7 komplikasi
Diabetes Mellitus dengan benar yaitu hipoglikemia, Ketoasidosis
Diabetikum, penyakit jantung, kerusakan penglihatan, gagal ginjal,
hilangnya sensasi, gangren/ luka kaki diabetes.
5. Klien dan keluarga mampu menyebutkan 2 dari 3 pencegahan
Diabetes Mellitus dengan benar yaitu pengaturan diet seimbang,
olahraga teratur, minum obat hipoglikemik oral
6. Klien dan keluarga mampu menyebutkan masalah yang sering terjadi
pada klien Diabetes Melitus dengan benar yaitu luka pada kaki, luka
yang lama sembuh, bila luka bertambah parah bisa dilakukan
amputasi
7. Klien dan keluarga mampu menyebutkan tujuan perawatan kaki
Diabetes Melitus yaitu melancarkan peredaran darah ke kaki,
mencegah kaki tetap kering, mencegah terjadinya pengerasan dan
pecah-pecah pada kaki, mencegah terjadi luka, mencegah dilakukan
amputasi
8. Klien dan keluarga mampu menyebutkan cara perawatan kaki
Diabetes Melitus yaitu cuci kaki tiap hari dengan air hangat kuku dan
sabun (sama dengan mencuci tangan), keringkan kaki dengan baik,
gunting kuku merata melintang oleskan lotion, ganti kaos kaki setiap
hari, usahakan kaki senantiasa hangat dan kering, jangan berjalan
tanpa alas kaki, periksa sepatu setiap hari.
9. Klien dan keluarga mampu menyebutkan hal yang tidak boleh
dilakukan pada penderita Diebetes Melitus yang berhubungan
dengan kaki yaitu jangan menggunakan sabun yang keras, jangan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
menggunakan handuk yang keras dan tidak menyerap air, jangan
berjalan tanpa alas kaki, jangan merawat luka dengan betadin
10. Klien dan keluarga mampu menyebutkan hal yang mungkin terjadi
bila kaki tidak dirawat yaitu timbul mata ikan yang tidak diketahui,
bisa terjadi luka dan infeksi, luka dapat bertambah besar dan
merambat sehingga perlu diamputasi
VIII. SUMBER
Pusat Diabetes & Lipid RSUP. Nasional Cipto Mangunkusumo (1999).
Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Jakarta: CV. Buana
Aksara
Smeltzen, S., C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddart, terjemahan. Ed. 8. Jakarta: EGC
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
PERAWATAN KAKI KLIEN DIABETES MELITUS
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
9. Periksa sepatu sebelum digunakan apakah ada yang rusak, ada kerikil, sisa
potongan kuku atau benda-benda lain yang dapat melukai kulit
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014
Lampiran 5
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Irma Wahyu Cahya Ningsih, FIK UI, 2014