UNIVERSITAS INDONESIA
NPM. 1106043192
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Ilmiah Akhir dengan judul “Analisis Aplikasi Teori Model Adaptasi Roy pada
Pasien Gangguan Sistem Perkemihan dan Intervensi Cryotherapy untuk
Menurunkan Nyeri Kanulasi Pasien Hemodialisis di RSUP Fatmawati Jakarta “.
Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Ners
Spesialis Keperawatan Medikal Bedah di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
Penulis menyadari Karya Ilmiah Akhir ini dapat penulis susun dengan baik berkat
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini,
penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
Dr. Junaiti Sahar, S.Kp, M.App.Sc, selaku Dekan Fakultas Ilmu keperawatan
Universitas Indonesia.
Agung Waluyo, S.Kp., M.Sc., PhD, selaku supervisor utama yang telah
meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan dengan
penuh kesabaran selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
Lestari Sukmarini, S.Kp, M.N, selaku sekretaris Program Pasca Sarjana Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan selaku supervisor yang juga telah
meluangkan waktu, pikiran dan tenaga memberikan bimbingan dengan penuh
kesabaran selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir.
Seluruh jajaran Direktur beserta staf RSUP Fatmawati, Ka. Instalasi Gedung
Rawat Inap dan Gedung Bougenville, Kepala Ruang penyakit dalam dan
kepala ruang bedah beserta staf, atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk melaksanakan praktek residensi spesialis Keperawatan Medikal
Bedah.
5. Seluruh dosen pengajar Program Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, Khususnya Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
vi
Analisis aplikasi Teori Model Adaptasi Roy pada pasien gangguan sistem
perkemihan dan intervensi cryotherapy untuk menurunkan nyeri kanulasi pasien
hemodialisis di RSUP Fatmawati Jakarta.
xii + 127 hal + 1 skema + 2 diagram + 1 lampiran
Abstrak
Aplikasi Teori Adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan pasien dengan gangguan
perkemihan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap
perubahan perilaku fisik dan psikologis yang disebabkan oleh berbagai stimulus
fokal, residual dan konstektual. Masalah keperawatan yang umumnya terjadi
pada pasien dengan gangguan perkemihan diantaranya kelebihan volume cairan,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleran aktifitas,
gangguan pola tidur, cemas, koping tidak efektif. Implementasi keperawatan
untuk mengatasi masalah tersebut meliputi pelaksanaan intervensi keperawatan
yang terdiri dari berbagai aktivitas regulator dan kognator. Dalam penerapan teori
adaptasi Roy menunjukkan pelaksanaan praktek keperawatan berbasis
pembuktian dengan Cryotherapy, efektif untuk mengurangi nyeri kanulasi pada
pasien hemodialsis dan penerapan pemberian booklet manajemen hemodialisis
menunjukkan dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang manajemen
hemodialisis.
vii
The analysis of Roy Adaptation Model Theory application in patients with urinary
system disorders and interventional cryotherapy to reduce cannulation pain in
hemodialysis patients in Fatmawati Jakarta.
Abstract
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... ii
HALAMAN PESETUJUAN .................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................ ix
DAFTAR SKEMA................................................................................ x
DAFTAR TABEL .............................................................................. xi
DAFTAR DIAGRAM........................................................................... xii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR SKEMA
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 3.1 Distribusi Skala Nyeri Penusukan AV Fistula Pre dan Post
Intervensi pada kelompok Perlakuan .................................................. 96
Diagram 3.2 Distribusi Skala Nyeri Penusukan AV Fistula Pre dan Post
Intervensi pada kelompok Kontrol ...................................... 97
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pelayanan keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan bio-
psiko-sosial-spiritual yang komprehensif. Pelayanan keperawatan yang ditujukan
kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit merupakan
disiplin profesional yang menerapkan pengetahuan dan kemampuan berfikir kritis
dalam menghadapi setiap situasi pasien melalui pemberian asuhan keperawatan
berdasarkan pada ilmu dan kiat praktik keperawatan. Peningkatan mutu dan
kualitas pelayanan keperawatan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan seseorang baik individu, kelompok dan masyarakat secara bio-
psiko-sosial-spiritual (Perry dan Potter, 2009). Salah satu upaya peningkatan mutu
dan kualitas pelayanan keperawatan adalah dengan meningkatkan jenjang
pendidikan berkelanjutan bagi perawat seperti praktik klinik residensi spesialis
keperawatan. Praktik klinik residensi spesialis keperawatan medikal bedah
peminatan sistem perkemihan merupakan salah satu strategi peningkatan kualitas
pelayanan keperawatan dengan memperdalam kemampuan berfikir kritis,
menganalisis dan peningkatan ketrampilan klinik terkait dengan berbagai masalah
keperawatan yang dihadapi oleh klien dalam sistem perkemihan serta
meningkatkan peranan perawat dalam tatanan pelayanan keperawatan dalam
sistem perkemihan baik kepada individu, kelompok dan masyarakat.
oleh berbagai stimulus dengan merubah perilaku yang tidak adaptif menjadi
perilaku adaptif kembali. Teori adaptasi Roy memandang bahwa manusia sebagai
makhluk yang holistik yang berinteraksi secara konstan dengan perubahan
lingkungan. Dalam penerapan teori adaptasi Roy diharapkan perawat dapat
berperan sebagai profesi yang memberikan asuhan keperawatan yang berfokus
pada proses hidup manusia, dimana perawat merupakan teladan dalam
meningkatkan kesehatan bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat secara
keseluruhan. Dalam teori Roy perawat juga berperan sebagai untuk
mengembangkan kemampuan individu dalam beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan serta mengkaji perilaku dan stimulus yang mempengaruhi adaptasi
tersebut (Roy & Andrew, 1999 dalam Phillip, 2006).
Penerapan teori keperawatan Adaptasi Roy dilakukan pada setiap kasus gangguan
sistem perkemihan yang praktikan temukan selama praktik residensi yaitu
sebanyak 34 kasus dengan kasus terbanyak adalah pasien dengan penyakit ginjal
tahap akhir (PGTA) dengan penatalaksaan tindakan hemodialisis yang salah
satunya menjadi kasus kelolaan utama praktikan. Kasus penyakit ginjal tahap
akhir ini praktikan ambil karena pada kasus yang praktikan temukan sebagai
kelolaan utama didapatkan bahwa pasien memiliki usia yang masih muda, dengan
riwayat mengkonsumsi minuman berenergi, dan pasien memerlukan bantuan
untuk melakukan adaptasi terhadap berbagai penatalaksanaan pengobatan dan
perawatan yang memerlukan tindak lanjut jangka panjang. Kasus lain yang
menjadi kasus kelolaan praktikan antara lain : pasien gagal ginjal kronik dengan
penatalaksanaan peritoneal dialisis, benigna prostat hiperplasia (BPH), batu
saluran kemih dengan hidronefrosis, Batu Cetak Pielum, Vesicolithiasis, trauma
Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai pengalaman praktek residensi
dan menganalisis penerapan model konsep dan teori Adaptasi Roy dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan di RSUP Fatmawati Jakarta.
dengan penyakit ginjal tahap akhir. Bab tiga, mencakup laporan dan analisis kasus
kelolaan utama, laporan pelaksanaa evidence based nursing dan laporan
pelaksanaan program inovasi. Bab empat, berisi pembahasan yang meliputi
pembahasan mengenai penerapan teori adaptasi Roy dalam asuhan keperawatan
pasien dengan gangguan sistem perkemihan dan penjelasan terkait penerapan
evidence based nursing serta inovasi yang dilaksanakan selama pratikan
menjalani praktik residensi. Bab lima mencakup penutup yang berisi simpulan
dan saran selama proses residensi guna perbaikan praktik residensi keperawatan
medikal medah terutama pada peminatan sistem perkemihan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan landasan teori mengenai Gangguan pada Sistem Perkemihan
dengan penyakit ginjal tahap akhir, teori Adaptasi Roy dan penerapan teori
adaptasi Roy pada asuhan keperawatan pasien dengan penyakit gagal ginjal
kronik.
Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA) adalah penurunan secara progresif dari
fungsi ginjal yang bersifat irreversibel sehingga tubuh mengalami kegagalan
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit
yang dapat mengakibatkan uremia atau azotemia (retensi urea dan zat nitrogen
lain di dalam darah) (Williams & Hopper, 2007; Smeltzer & Bare, 2008; Black &
Hawk, 2009). Menurut Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO)
tahun 2012 mendefinisikan PGTA adalah kerusakan ginjal yang berupa
abnormalitas struktural atau fungsional ginjal yang terjadi minimal 3 bulan atau
lebih yang dapat terjadi dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LGF) < 15 ml/menit yang berakibat pada terganggunya kesehatan (Suhardjono,
2013).
2.1.2 Etiologi
Etiologi atau penyebab penyakit gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh
kelainan sistemik seperti diabetes mellitus (DM), hipertensi, infeksi traktus
urinarius, glomerulonephritis, pyelonephritis, obstruksi traktus urinarius,
congestive hearth failure (CHF), multiple myeloma, amyloidosis, renal
tuberculosis, sarcoidosis, hiperkalsemia dan hipokalemia kronik serta kelainan
herediter seperti penyakit ginjal polikistik, renovascular disease, lupus nephritis
atau agen toksik. Lingkungan dan agen berbahaya juga dapat menyebabkan
chromium (Williams & Hopper, 2007; Smeltzer & Bare, 2008; Black & Hawk,
2009; Timby & Smith, 2010; Robinson & Burghardt, 2012).
National Kidney Foundation (2004) dan United States Renal Data System (2004)
menyebutkan penyebab tersering dari gagal ginjal kronik meliputi diabetes
(34,6%), hipertensi (22,9%), glumerolunephiritis (15,6 %), penyakit ginjal kistik
(4,3%), kelainan urologi lainnya (1,9%) dan penyebab lain yang tidak diketahui
(20,1%) (Chitokas, Noreen & Gunderman et al, 2005). Sedangkan penyebab gagal
ginjal kronik berdasarkan survey dari Indonesia Renal Registry (IRR) tahun 2009
menyebutkan bahwa penyebab tersering penyakit ginjal terminal di Indonesia
meliputi hipertensi (29%), penyakit ginjal diabetes (23%), obstruksi dan
pielonefritis (21%), glumerulonefritis kronik (17%), ginjal polikistik dan nefropati
(9%), dan penyebab yang tidak diketahui (1%).
Manifestasi klinik atau tanda gejala klinik pada pasien dengan PGTA terjadi
sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Keparahan tanda dan gejala penyakit
gagal ginjal kronik tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi
lain yang mendasari dan usia pasien. Manifestasi klinik dari gagal ginjal kronik
meliputi : kelainan kardiovaskuler, meliputi hipertensi, gagal jantung kongestif,
edema paru dan perikarditis; kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan
anemia; kelainan saluran cerna, meliputi mual, muntah, cegukan, stomatitis
uremia, mukosa kering, lesi ulserasi luas; kelainan neuromuskular, meliputi
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot dan
kejang; kelainan integumen, meliputi rasa gatal (pruritus) dan adanya butiran
uremik (Smeltzer dan Bare, 2008)
Menurut data dari USRDS 2002 dalam Chitokas, Noreen & Gunderman et al,
2005 menyatakan 22,9 % dari 86.739 pasien dengan gagal ginjal kronik memiliki
riwayat hipertensi yang akan mengalami left ventricular hypertrophy (LVH) dan
congestive heart failure (CHF), kelainan pada kulit berupa pruritus, kulit kering,
echymosis dan purpura, yang diakibatkan tingginya kadar kalsium dan akibat
adanya uremia. Pada sistem pencernaan akan mengakibatkan anoreksia, mual, dan
muntah yang terjadi karena adanya akumulasi urea dalam darah yang
menyebabkan asidosis metabolisme dan peningkatan kadar amonia dalam darah,
pada sistem muskuloskeletal berupa nyeri tulang, mudah fraktur, kram otot, rasa
kesemutan dan seperti terbakar terutama di daerah kaki, drop foot, kelemahan otot
dan hipotrofi otot, sedangkan pada sistem metabolik tubuh mengakibatkan
gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis metabolik (Chitokas, Noreen &
Gunderman et al, 2005; Ignativius & Workman, 2006; Williams & Hopper, 2007;
Smeltzer & Bare, 2008; Johnson, 2010; Timby & Smith, 2010).
2.1.4 Klasifikasi
Patofisiologi
Proses patofisiologi kerusakan ginjal diawali ketika fungsi ginjal menurun, yang
mengakibatkan berkurangnya laju filtrasi glumerulus. Penurunan fungsi ginjal
yang kurang dari 25 % normal, manifestasi klinik penyakit ginjal tahap akhir
masih minimal karena nefron yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang
rusak. Nefron yang sehat yang masih tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi,
reabsobsi, dan sekresinya serta mengalami hipertropi, sehingga seiring
progresifitas penyakit maka semakin banyak nefron yang bertambah rusak. Ketika
lebih dari 75 % massa nefron mengalami kerusakan, maka kecepatan filtrasi dan
beban zat toksik terlarut semakin tinggi dan berakibat terhadap peningkatan beban
kerja ginjal. Peningkatan beban kerja ginjal akan mengakibatkan keseimbangan
glomerulus dan tubulus ginjal (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan
peningkatan reabsorbsi oleh tubulus) tidak dapat lagi dipertahankan, yang
berakibat langsung ginjal mengalami penurunan fungsi untuk mempertahankan
metabolisme tubuh sehingga produk akhir sisa metabolisme dan protein yang
secara normal dikeluarkan ginjal menumpuk dan berakibat terhadap gangguan
keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit serta penurunan fungsi dalam
metabolisme protein yang berdampak pada penimbunan ureum di dalam darah
(uremia). Uremia dapat mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh dimana semakin
tinggi kadar uremia maka semakin berat gejala yang ditimbulkannya (Price,
2006).
Berbagai kelainan fungsi tubuh yang terjadi akibat sindrom uremik meliputi
gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan
metabolisme (asam basa dan nitrogen), kelainan kardiovaskuler, endokrin,
muskuloskeletal, dan sistem saraf. Semakin banyak akumulasi ureum dalam darah
maka kelainan yang terjadi pada berbagai sistem tubuh juga semakin berat. Go,
Chertow & Fan (2004) dalam penelitiannya tentang penyebab komplikasi dan
kematian pada pasien gagal ginjal kronik menyebutkan bahwa pasien yang
mengalami gagal ginjal beresiko 3,5 kali lipat untuk meninggal dengan
komplikasi kelainan jantung dibandingan dengan orang yang tidak mengalami
gagal ginjal ( Price, S.A, 2006; Smeltzer & Bare, 2008; Black & Hawk, 2009;
Timby & Smith, 2010).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan penyakit ginjal tahap
akhir meliputi : pemeriksaan laboratorium, yang meliputi : pemeriksaan
penurunan fungsi ginjal (ureum, kreatinin dan asam urat serum); pemeriksaan
identifikasi etiologi gagal ginjal (analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia
darah, elektrolit, imunodiagnosis); pemeriksaan identifikasi perjalanan penyakit
(progresifitas penurunan fungsi ginjal, pemeriksaan hemopoesis, elektrolit,
endokrin terhadap nilai PTH dan T3,T4); pemeriksaan radiologi (foto polos
abdomen, USG, nefrotogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade) (Buku
Ilmu Penyakit Dalam, 2006)
2.1.7 Penatalaksanaan
Terapi Simptomatik
Koreksi hiperkalemi
Sister Calista Roy lahir pada tanggal 14 Oktober 1939 di Los Angeles California,
seorang profesor keperawatan dari Saint Josept of Corondelet, mulai
mengembangkan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1964-1966 dan baru
dioperasionalkan pada tahun 1968. Roy mengembangkan ilmu dan filosofisnya
melalui tiga pendekatan teori sistem. Roy mengkombinasikan dengan teori
adaptasi Harry Helson (1964) untuk membangun pengertian konsepnya. Dalam
teori Helson (1964) respon adaptif merupakan fungsi dari stimulus yang diterima
dan level adaptasi. Stimulus merupakan faktor yang menimbulkan respon yang
mungkin muncul dari lingkungan internal dan eksternal. Sistem diartikan Helson
sebagai seperangkat bagian yang saling berhubungan satu dengan bagian lain,
dimana masing-masing bagian saling memiliki ketergantungan. Sistem
mempunyai input, output, kontrol, proses dan umpan balik. Pendekatan kedua
yang dikembangkan Roy berasal dari Teori Melson. Melson menyatakan perilaku
manusia adalah hasil adaptasi dari lingkungan dan kekuatan organisme. Perilaku
adaptif adalah berfungsinya stimulus dan tingkatan adaptasi, yang dapat
berpengaruh terhadap stimulus fokal, stimulus kontekstual, dan stimulus residual,
dimana adaptasi dipandang sebagai suatu proses adanya respon positif terhadap
perubahan lingkungan. Respon tersebut merupakan refleksi keadaan organisme
terhadap stimulus. Selain konsep tersebut, Roy juga mengadaptasi konsep
humanisme dalam model konseptualnya yang berasal dari konsep Abraham
Roy mengidentifikasikan empat hal utama dari teori sistem umum dan teori
adaptation-level. Empat hal utama dari teori sistem yang teridentifikasi tersebut
adalah : 1) ada satu kesatuan (holism); 2) ada proses kontrol yang saling
tergantung (interdependence control processes); 3) ada umpan balik informasi
(information feedback), dan 4) adanya kompleksitas dari sistem kehidupan
(complexity of living systems). Hal utama dari teori adaptation-level yang
teridentifikasi pada model adaptasi Roy adalah bahwa 1) perilaku (behavior)
merupakan kemampuan beradaptasi; 2) adaptasi dipandang sebagai fungsi
stimulasi dan tingkat adaptasi; 3) individu memiliki tingkat adaptasi yang
dinamis; serta 4) adanya proses merespon yang bersifat positif dan aktif dari
manusia (Roy & Andrews, 1999 dalam Alligood & Tomey, 2006).
Teori Roy yang dikenal dengan model adaptasi Roy merupakan teori model
keperawatan yang menguraikan bagaimana individu mampu meningkatkan
kesehatannya dengan cara mempertahankan perilaku secara adaptif serta mampu
merubah perilaku yang inefektif. Roy menjelaskan bahwa manusia sebagai
makhluk holistik yang berinteraksi secara konstan dengan perubahan lingkungan
sebagai sistem adaptif sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, kontrol,
output, dan proses umpan balik.
Skema 2.1 model konseptual Roy ’’Manusia Sebagai Sistem Adaptasi’’
Feed back
Manusia
Sistem sebagai manusia termasuk manusia sebagai individu atau dalam kelompok,
keluarga, organisasi, komunitas dan masyarakat secara keseluruhan. Sistem
manusia mempunyai kapasitas pikiran dan perasaan yang berakar pada kesadaran
dan pengertian dimana mereka menyesuaikan diri secara efektif terhadap
perubahan lingkungan dan efek dari lingkungan. Roy mendefinisikan manusia
merupakan fokus utama dalam keperawatan, penerima asuhan keperawatan,
sesuatu yang hidup menyeluruh (komplek), sistem adaptif dengan proses internal
(kognator dan regulator) yang aplikasinya dibagi dalam empat komponen adaptasi
(fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi). Roy mengemukakan
bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif yang meliputi : (Roy & Andrew,
1999 dalam tomey & Alligood, 2010)
Manusia sebagai makhluk biologi, psikologi dan sosial yang berinteraksi dengan
lingkungan secara terus menerus.
Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan-
perubahan biopsikososial. Manusia sebagai sistem adaptif, dapat digambarkan
secara holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai masukan (input), kontrol,
keluaran (output) dan proses umpan balik (feedback).
Input
Menurut Roy input adalah sebagai stimulus yang merupakan kesatuan
informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan
yang dapat
menimbulkan respon. Selain itu sebagai suatu sistem yang dapat
menyesuaikan diri dengan menerima masukan dari lingkungan dalam
individu itu sendiri, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus
fokal, kontekstual, dan stimulus residual.
Stimulus fokal merupakan stimulus internal maupun eksternal yang secara
langsung dapat menyebabkan ketidakseimbangan atau keadaan sakit yang
dialami saat ini. Misalnya: penyakit ginjal kronik yang menyebabkan
pasien mengalami kelebihan volume cairan.
b. Kontrol
c. Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapat diamati, diukur atau
secara subjektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari
luar. Perilaku ini merupakan umpan balik dari sistem. Roy
mengidentifikasi output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon
yang mal adaptif. Respon adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang
yang secara keseluruhan dapat terlihat bila seseorang mampu memenuhi
tujuan hidup, berupa kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi, dan
menjadi manusia yang berkualitas. Sedangkan respon yang mal adaptif
merupakan perilaku yang tidak mendukung tujuan seseorang.
d. Efektor
Konsep diri, berupa seluruh keyakinan dan perasaan yang dianut individu
dalam satu waktu tertentu, berupa persepsi dan partisipasi terhadap reaksi
orang lain dan tingkah laku langsung. Konsep diri menurut Roy terdiri dari
dua komponen yaitu the physical self dan the personal self. The physical
self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan
sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Sedangkan The personal self,
berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral – etik, spiritual dan
perasaan cemas diri orang tersebut.
Penampilan peran, yaitu penampilan fungsi peran yang berhubungan
dengan tugas individu dilingkungan sosial/ mode fungsi peran yang
mengenal pola - pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya
dengan orang lain. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat
memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya.
2.2.3 Kesehatan
Kesehatan dipandang sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara utuh
dan integrasi secara keseluruhan. Sehat merupakan cermin dari adaptasi, yang
merupakan interaksi manusia dengan lingkungan. Definsi kesehatan menurut Roy
lebih dari tidak adanya sakit tapi termasuk penekanan pada kondisi baik. Sehat
bukan berarti tidak terhindarkan dari kematian, penyakit, ketidakbahagiaan dan
stress akan tetapi merupakan kemampuan untuk mengatasi masalah tersebut
dengan baik ( Andrew &Roy, 1991; Tomey & Alligood, 2010).
tersebut adalah stresor-stresor atau stimulus fokal dan ditengahi oleh faktor-faktor
kontekstual dan residual. Bagian-bagian stressor menghasilkan interaksi yang
biasanya disebut stress, bagian kedua dari stress adalah mekanisme koping yang
merangsang menghasilkan respon adaptif dan inefektif. Melalui adaptasi energi
individu dibebaskan dari upaya-upaya koping yang tidak efektif dan dapat
digunakan untuk meningkatkan integritas, penyembuhan dan meningkatkan
kesehatan. Integritas menunjukkan hal-hal yang masuk akal yang mengarah pada
kesempurnaan atau keutuhan ( Andrew &Roy, 1991; Tomey & Alligood, 2010).
2.2.4. Keperawatan.
Roy (1983) secara spesifik menggambarkan keperawatan sebagai ilmu dan
praktek dari peningkatan adaptasi untuk meningkatkan kesehatan sebagai tujuan
untuk mempengaruhi kesehatan secara positif. Keperawatan dianggap sebagai
ilmu dan praktik meningkatkan adaptasi agar individu dan kelompok dapat
berfungsi secara holistik melalui apklikasi proses keperawatan untuk
mempengaruhi kesehatan secara positif. Model adaptasi keperawatan
menggambarkan lebih spesifik perkembangan ilmu keperawatan dan praktek
keperawatan yang berdasarkan ilmu keperawatan yang terdiri dari tujuan
keperawatan dan aktivitas keperawatan.
Proses keperawatan terkait model adaptasi Roy dapat diterapkan dalam lima
langkah, yaitu : (Roy & Andrews, 1999 dalam Alligood & Tomey, 2006)
Pengkajian yang terdiri dari dua tahap yaitu :
Pengkajian perilaku (behavior)
Perilaku didefinisikan sebagai aksi dan reaksi manusia dalam keadaan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan hasil proses pendapat dalam penyampaian
pernyataan status adaptasi seseorang. Penetapan diagnosa keperawatan dibuat
dengan cara menghubungkan antara perilaku (behavior) dengan stimulus. Ada
tiga hal yang mendukung penetapan diagnosa keperawatan yaitu: a) suatu
pernyataan dari perilaku dengan stimulus yang sangat mempengaruhi, b) suatu
ringkasan tentang perilaku dengan stimulus yang relevan, c) penamaan/pemberian
label yang meringkaskan pola perilaku ketika lebih dari satu mode dipengaruhi
oleh stimulus yang sama.
5. Evaluasi
2.3 Penerapan Teori Adaptasi Roy pada Asuhan keperawatan Pasien dengan
Penyakit Ginjal tahap Akhir
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA) dilakukan secara holistik dengan menggunakan pendekatan Teori
Adaptasi Roy. Model Adaptasi Roy memungkinkan untuk diterapkan pada
pasien dengan PGTA karena pasien membutuhkan adaptasi
terhadap berbagai
stimulus yang mempengaruhi proses perjalanan penyakit dan penatalaksanaan
untuk mempertahankan kesehatan yang maksimal dengan adanya kerusakan
fungsi ginjal pada pasien PGTA, untuk itu peran perawat spesialis sangat
dibutuhkan dalam menerapkan asuhan keperawatan dengan menggunakan
pendekatan Model Adaptasi Roy.
Pengkajian Perilaku dan Stimulus
1. Mode Adaptasi Fisiologis
Menurut Roy dan Andrews (1999) dalam Philips (2010) Mode adaptasi fisiologi
merupakan proses tubuh manusia terhadap kerja fisik, respon interaksi dengan
lingkungan baik internal maupun eksternal. Ada dua kelompok besar pada mode
fisiologi yaitu lima kebutuhan dasar pada integritas fisiologi yang terdiri dari
oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, dan empat aktivitas fisiologis
yang membantu aktivitas regulator dan mengintegrasikan fungsi fisiologis yang
terdiri dari sensasi, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis, dan fungsi endokrin.
a. Oksigenasi dan sirkulasi
b. Nutrisi
Menurut Roy, koping mekanisme yang diharapkan pada nutrisi adalah
mempertahankan fungsi tubuh, meningkatkan pertumbuhan, dan mengganti
jaringan yang rusak dengan cara ingesti dan asimilasi makanan. Pengkajian
perilaku pola nutrisi pasien PGTA meliputi berat badan, tinggi badan, indeks
masa tubuh (IMT), kebiasaan makan, keluhan tidak nafsu makan, adanya
mual dan muntah, kesulitan menelan, kebersihan gigi dan mulut, riwayat
alergi, menu diet yang dijalani. Pasien PGTA sering mengeluhkan kondisi
tidak nafsu makan, mual dan muntah yang dapat terjadi akibat peningkatan
kadar ureum darah. Pasien PGTA juga sering mengalami edema akibat
pembatasan cairan yang tidak adekuat sehingga diperlukan data tentang berat
badan secara aktual agar kebutuhan pemenuhan energi dan kalori dapat
diketahui secara tepat. Pengkajian stimulus yang perlu dikaji meliputi
Stimulus fokal yang menjadi penyebab terjadinya kondisi maladaptif
dimungkinkan karena komplikasi penyakit yang memperberat kondisi serta
kebiasaan dan pola makan pasien yang tidak sesuai anjuran, stimulus
kontekstual peningkatan nilai ureum darah sehingga mempengaruhi sistem
pencernaan. Stimulus residual berupa pengaturan terhadap kepatuhan diit dan
makanan yang harus dihindari dan dibatasi oleh .
c. Eliminasi
e. Proteksi
Menurut Roy & Andrews 1999 dalam Philips (2010), mekanisme koping
yang diharapkan adalah mempertahankan tubuh melawan infeksi, trauma,
dan perubahan temperatur. Pengkajian perilaku pada proteksi meliputi
kondisi kulit pasien, adanya luka atau tidak dan karakteristik luka, drainase
luka, riwayat alergi dan infeksi. Pasien dengan PGTA sering mengeluhkan
gatal dan kulit bersisik serta menghitam yang diakibatkan peningkatan urum
dalam darah (Ureumia). Pengkajian stimulus fokal disebabkan karena
penurunan fungsi glomerulus, stimulus kontekstual adalah koping tidak
efektif dan stimulus residual adalah kurang pengetahuan.
f. Sensori
h. Fungsi neurologis
i. Fungsi endokrin
Kebutuhan dasar dalam mode fungsi peran yang adaptif adalah integritas
dalam hubungan sosial. Mode fungsi peran berhubungan dengan pola
interaksi sosial seseorang dalam berhubungan dengan orang lain yang
berfokus pada bagaimana seseorang menempatkan dirinya dalam hubungan
bermasyarakat. Menurut Capernito (2005) dalam Harkreader (2007) performa
peran adalah terpenuhinya peran seseorang dan tanggung jawabnya didalam
kehidupan yang meliputi tindakan, pikiran, serta perasaan yang berhubungan
dengan peran tersebut. Perubahan peran pada pasien dengan PGTA dapat
terjadi diakibatkan karena kondisi penyakit yang membutuhkan terapi
pengganti ginjal yang harus berlangsung seumur hidup sehingga
mengakibatkan perubahan fisik dan mental yang mempengaruhi peran-peran
mereka dalam kehidupan sehari-hari. Pengkajian fungsi peran dilakukan
dengan melakukan anamnesa dan mengeksplore perasaan pasien terkait
perubahan peran yang dialami dan dampak perubahan fungsi peran itu
sendiri.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang diperoleh dari suatu
perumusan interpretasi data terhadap status adaptasi seseorang yang dihubungkan
antara perilaku dengan beberapa stimulus yang berkaitan. Diagnosa keperawatan
yang dapat muncul pada pasien penyakit ginjal tahap akhir menurut diagnosa
keperawatan dari Nanda (2010) dan diangkat berdasarkan empat mode adaptasi
diantaranya adalah :
1. Mode fisiologis
2.3.5 Evaluasi
BAB 3
PROSES RESIDENSI
Pada bab 3 ini akan menguraikan dan menggambarkan tentang pelaksanaan proses
residensi yang terdiri dari penerapan asuhan keperawatan pada satu kasus kelolaan
utama pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) dan analisis asuhan
keperawatan dari kasus kelolaan lainnya pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan selama penulis melakukan pratik residensi dengan menggunakan
pendekatan teori adaptasi Roy. Pada bab ini jugan menjabarkan tentang
pelaksanaan penerapan salah satu intervensi yang dipilih berdasarkan bukti ilmiah
Evidence Based Practice Cryotherapy Untuk Mengurangi Nyeri Saat Penusukan
Arterivenous Fistula Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis.
Selain itu juga menjelaskan program inovasi yang praktikan lakukan dalam
praktik residensi berupa manajemen pada pasien penyakit ginjal tahap akhir
dengan hemodialisis.
2014 dengan keluhan utama sesak napas yang memberat sejak 10 hari sebelum
masuk rumah sakit disertai mual dan memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pada saat pengkajian tanggal 21 april 2014 keluhan pasien adalah sesak
napas terutama ketika tidur, nyeri dada seperti tertindih, kaki bengkak, nyeri di
area perut bagian atas, tidak nafsu makan dan mual disertai muntah. Nyeri di area
perut atas dirasakan terus menerus, dengan skala nyeri berada pada rentang 5-6
36
saat nyeri lepas dan nyeri meningkat saat ditekan dengan skala nyeri berada pada
rentang 7-8.
penggunaan napas cuping hidung dan tidak ada restraksi dinding dada
ke dalam), vokal fremitus dada kanan dan kiri sama
Pertukaran gas : hasil pemeriksaan Lab AGD (19/04/2014) PH :
7,260; PCO2 : 31,6; PO2 : 66,2; BP : 752; HCO3 : 13,9; O2 saturasi :
90,5; BE -11,9; Total CO2 : 14,8.
Foto thorak tanggal 19 april 2014 : kardiomegali dengan tanda
bendungan paru dan suspek pleura bilateral.
Sirkulasi :
b) Nutrisi
i. Pengkajian Perilaku
Sejak sakit pasien mengeluh tidak nafsu makan karena merasa mual.
Pasien makan hanya 1-2 sendok makan sekali makan dengan
frekuensi makan 2 x/hari saat dirumah (± 300 Kkal/Hari dari diet yang
dianjurkan 1700Kkal/Hari) . Saat pengkajian pasien mengatakan mual
dan muntah. Muntah sudah 3 kali sejak bangun tidur jam 05.00 WIB
(jumlah muntah ± 200 cc sekali muntah berisi sisa makanan dan air).
Sejak dirawat 2 hari yang lalu pasien makan hanya 1 sendok makan
nasi saja tanpa lauk dan sayur dengan frekuensi makan 2 x/hari. BB
sebelum sakit (1 bulan yang lalu) 65 kg dan BB saat ini 60 kg (turun 5
kg dalam 1 bulan atau 8,5 %), TB 155 cm, IMT : 24. Pemeriksaan
fisik diperoleh data konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, mukosa
mulut kering, bising usus 10 x/menit.
Pemeriksaan biokimia (19/04/2014) : Hb: 9,8 g/dl , Ht: 30 %, GDS :
110 gr/dl
Eliminasi
Pengkajian Perilaku
protein urin +3, berat jenis 1,020, warna kuning jernih, nitrit (+), PH
Urin 7 Darah (HB) +1, Eritrosit 2-3, Bakteri (+)
e) Proteksi
i. Pengkajian Perilaku
Orientasi baik, tidak ada letargi. Kulit kering, terdapat edema pada
ekstremitas bawah dengan derajat pitting edema derajat 1. Pasien
mengeluhkan nyeri di area perut atas, nyeri dirasakan terus menerus
dengan skala nyeri lepas berada pada rentang 5-6 dan nyeri meningkat
saat ditekan dengan skala nyeri berada pada rentang 7-8. Pasien
tampak meringis kesakitan saat abdomen atas ditekan perlahan.
Sensori
Pengkajian Perilaku
Fungsi Neurologi
Pengkajian perilaku
Penampilan umum lemah, tingkat kesadaran composmentis (GCS 15),
status mental baik, fungsi intelektual baik, tidak terjadi gangguan pada
nervus kranialis, reflek fisiologis (+), reflek patologi (-), sensorik baik,
otonom baik, pasien dapat berkomunikasi dengan baik, tidak terdapat
tanda defisit fungsi neurologis. Pasien dapat berorientasi terhadap
tempat, orang dan waktu.
i) Fungsi Endokrin
i. Pengkajian Perilaku
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak memiliki riwayat
DM, ascites dengan lingkar perut 98 cm, GDS : 110 mg/dl.
ii. Pengkajian Stimulus
Tidak ditemukan masalah maladaptif pada pengkajian perilaku
sehingga tidak ditemukan stimulus fokal, kontekstual dan residual.
Fungsi Reproduksi
Pengkajian Perilaku
Pasien belum menikah dan selama ini tinggal bersama saudaranya.
Fungsi menstruasi normal sebulan sekali.
b. Pengkajian Stimulus
Pasien belum menikah dan sejak sakit sudah tidak bekerja dan
kebutuhannya ditanggung oleh saudara saudaranya. Pasien ingin segera
sembuh dan dapat beraktivitas seperti sebelum sakit dapat bekerja dan
melakukan kegiatan bersosialisasi dengan teman dan tetangganya.
b. Pengkajian Stimulus
Fokal : respon diri terhadap penerimaan kondisi sakit dan
hospitalisasi
: tidak dapat bekerja dan bersosialisasi
Kontekstual
Residual : Kurang pengetahuan terhadap tindakan perawatan dan
terapi pengganti ginjal.
b. Pengkajian Stimulus
Fokal : respon diri terhadap penerimaan kondisi sakit dan
hospitalisasi
Kontekstual : rencana pemasangan CDL dan tindakan Hemodialisis
Residual
: kurang pengetahuan terhadap tindakan
Pemasangan CDL dan Hemodialisis
Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang muncul pada Nn.
LM adalah sebagai berikut :
Mode adaptasi fisiologi
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi akibat penurunan fungsi ginjal; kurang pengetahuan tentang
manajemen cairan dan diit.
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan menurunnya suplai oksigen
jaringan akibat menurunnya kapasitas pengangkutan oksigen (anemia);
kelemahan/ keletihan umum; tidak adekuat intake nutrisi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia; penurunan masukan oral; mual
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan akan kondisi penyakit
c. Intervensi keperawatan
Tabel 3.1
Rencana Asuhan Keperawatan dan Implementasi pada Nn. LM
Pengkajian Perilaku Pengkajian Diagnosa Tujuan Intervensi (NIC) & Implementasi
Stimulus Keperawatan
Respon inefektif pada mode Stimulus fokal : Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring cairan
adaptasi fisik : Kelebihan GGK cairan berhubungan keperawatan selama 3 x 2. Manajemen cairan
volume cairan Penurunan dengan gangguan 24 jam terjadi perbaikan 3. Rencana terapi pengganti ginjal
filtrasi mekanisme regulasi kelebihan volume cairan
akibat penurunan ditandai:
glomerulus Aktivitas regulator :
fungsi ginjal; kurang 1. Tekanan darah stabil
1. Kaji status cairan
Data Subjektif : pengetahuan tentang 2. Edema berkurang atau
a. Timbang berat badan harian
Pasien mengeluh sesak napas manajemen cairan dan tidak ada
b. Ukur keseimbangan masukan dan
yang memberat terutama jika diit 3. Ascites berkurang atau
haluaran cairan tubuh
tidur terlentang Stimulus Fokal : tidak ada
c. Turgor kulit dan edema
Penurunan 4. Tidak ada peningkatan
d. Distensi vena leher
fungsi ginjal JVP
e. Tekanan darah, denyut nadi dan
Data Objektif : 5. Pasien patuh terhadap
irama nadi.
TD : 150/100 mmHg, pembatasan cairan
Stimulus 2. Catat pemasukan dan pengeluaran
nadi : 90 x/menit, 6. Intake dan out put cairan
Kontekstual : akurat
RR : 32 x/ menit tubuh seimbang
3. Batasi masukan cairan
Intake oral cairan ± 1500 riwayat minum 4. Monitoring perubahan BB sebelum dan
cc/hari. Terdapat edema pada minuman sesudah tindakan hemodialisis
ekstremitas bawah berkarbonasi 5. Monitoring nilai serum dan elektrolit
ascites dengan lingkar perut dan penambah 6. Identifikasi sumber potensial cairan.
98 cm. a. Jumlah medikasi dan cairan
Intake cairan : minum : 1500
Respon inefektif pada Stimulus fokal : Perubahan nutrisi Setelah perawatan 7x24 1. Manajemen mual
model adaptasi fisik: penumpukan kurang dari kebutuhan jam perawatan, masukan
Perubahan nutrisi toksin (ureum tubuh berhubungan nutrisi adekuat ditandai 2. Monitoring nutrisi
338 mg/dl) dengan anoreksia, dengan :
3. Manajemen nutrisi
rasa mual-mual penurunan masukan
Data Subjektif : dan tidak nafsu oral, mual sekunder 1. Tidak ada anoreksia
Pasien mengeluh mual dan 2. Tidak ada mual-mual Aktivitas Regulator :
makan terhadap uremia 1. Monitoring intake / pemasukan nutrisi
muntah sudah 3 kali sejak 3. Tidak ada muntah
bangun tidur jan 05.00 WIB 4. Berat badan ideal dan kalori
5. Tonus otot meningkat 2. Kaji/catat pemasukan diet
jumlah ± 200 cc berisi
6. Intake nutrisi 3. Perhatikan keluhan mual/muntah
makanan dan air
4. Anjurkan makan sedikit tapi sering
Pasien mengungkapkan tidak Stimulus mual meningkat 5.Anjurkan untuk sering melakukan
nafsu makan, makan hanya muntah dan 7. Ureum menurun perawatan mulut
habis 1-2 sendok makan saja tidak nafsu 6.
Pasien mengungkapkan tidak makan
tahu tentang diet makanan Kolaborasi :
pada pasien penyakit ginjal Stimulus 1. Nilai laboratorium : albumin serum,
tahap akhir residual: kurang transferin, natrium & kalium
2. Berikan diit Diet Ginjal 1700 kkal/hari
Pengetahuan
Data Objektif :
mengenai diet
Aktivitas Cognator :
Diet Ginjal 1700 kkal/hari pada pasien 1. Libatkan pasien dan keluarga dalam
Pasien tampak lemah penyakit ginjal perencanaan makanan.
Hasil laboratorium : Hb 9,8 tahap akhir 2. Jelaskan rasional pembatasan diet &
g/dl, Ht 30 g/dl, hubungannya dengan penyakit ginjal &
Kadar ureum : 338 mg/dl peningkatan urea & kadar kreatinin.
GDS : 110 mg/dl 3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan
Respon inefektif pada Stimulus fokal : Intoleransi aktivitas Setelah perawatan 4 x24 1. Manajemen energy
mode adaptasi fisik: kelemahan, berhubungan dengan: jam, diharapkan pasien
Intoleransi aktivitas anemia Hb : 9,8 a. Menurunnya suplai dapat menunjukkan 2. Terapi aktivitas
mg/dl oksigen jaringan kemampuan untuk
akibat anemia melakukan aktifitas tanpa Aktivitas Regulator
Data Subjektif : b.kelemahan/ mengeluh adanya 1. Kaji faktor yang menimbulkan
Stimulus keletihan : Anemia,
Pasien mengungkapkan keletihan umum kelainan. Ditandai dengan
kontekstual : : Ketidakseimbangan cairan dan
badannya lemas sekali intake nutrisi 1. Pasien berpartisipasi elektrolit, Retensi produk sampah,
kurang adekuat, dalam aktivitas yang Depresi
Data Objektif :
2. Monitor intake nutrisi yang adekuat.
Pasien tampak lemah restriksi cairan. dapat ditoleransi. 3. Awasi TD, nadi, pernafasan, selama &
Haemoglobin : 9,8 gr/dl. 2. Pasien melaporkan sesudah aktivitas. Catat respon
Konjungtiva anemis Stimulus peningkatan rasa terhadap aktivitas.
residual: kurang sejahtera/nyaman 4. Monitor respon oksigenisasi pasien
3. Pasien melakukan terhadap perawatan diri atau aktifitas
pengetahuan
istirahat & aktivitas keperawatan.
secara bergantian 5. Berikan aktivitas alternatif dengan
4. Tidak terjadi periode istirahat yang cukup.
perubahan TTV 6. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas
selama atau setelah perawatan diri yang dapat ditoleransi,
aktivitas bantu jika keletihan terjadi.
5. Haemoglobin 10 gr/dl 7. Anjurkan pasien untuk menghentikan
aktivitas bila palpitasi, nyeri dada,
nafas pendek, kelemahan atau pusing.
8. Anjurkan untuk beristirahat setelah
dialisis.
Aktivitas Cognator :
1. Jelaskan kepada pasien penyebab
kelatihan
2. Ajarkan pasien teknik penghematan
energy, misal mandi dengan duduk,
duduk untuk melakukan tugas-tugas.
3. Ajarkan alternative perawatan diri
sesuai keterbatasan
Respon inefektif pada Stimulu Gangguan pola tidur Setelah dilakukan 1. Sleep Enhancement
mode fungsi fisiologis: s fokal: berhubungan dengan perawatan 3 x 24 jam,
Gangguan pola tidur . Cemas, kebutuhan tidur terpenuhi, 2. Anxiety reduction
Respon inefektif pada Stimulus fokal : Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Anxiety reduction
mode konsep diri: CKD, penyakit dengan kurang keperawatan selama 3 x 24
cemas kronis pengetahuan tentang jam, Cemas berkurang 2. Relaxation therapy
Aktivitas Cognator :
a. Berikan pendidikan kesehatan mengenai
pengertian, penyebab, tanda dan
gejala CKD serta terapi pengganti
ginjal (tindakan hemodialisa).
Respon inefektif pada Stimulus fokal: Koping tidak efektif Setelah dilakukan 1. Dukungan spiritual
mode interdependensi : penyakit kronis berhubungan dengan perawatan 3x24 jam, 2. Komunikasi therapeutik
koping tidak efektif menyebabkan krisis situasi akibat koping kriteria hasil : 3. Peningkatan koping
penyakit kronis; 4. Konseling
berhubungan dengan stress dan
kurang pengetahuan 1. Pasien mengatakan
penyakit kronis dan ketergantungan tentang koping yang
pengobatan yang lama; akan terapi; memahami penyakit Aktifitas Regulator:
efektif.
kurang pengetahuan yang dialaminya. 1. Bantu pasien dalam pengembangan
tentang koping yang Stimulus 2. Pasien mengatakan penilaian obyektif.
efektif kontekstual: kemauannya untuk 2. Dukung pasien akan harapan yang
kelemahan fisik. menggunakan sumber- realistik.
Data: sumber yang ada dalam 3. Dukung pasien dalam penggunaan
Stimulus meningkatkan mekanisme pertahan yang tepat
Pasien mengatakan masih residual : kurang kopingnya yang efektif. 4. Bantu pasien mengidenstifikasi support
belum percaya jika ia pengetahuan. 3. Pasien mampu system yang ada.
menderita gagal ginjal dan menggunakan support 5. Bantu
harus menjalani cuci darah pasien mengidentifikasi
system yang ada di kemampuan dalam mengatasi stress
seumur hidup.
Pasien masih sering rumah sakit. 6. Eksplorasi koping yang biasa
kepikiran dan merasa sedih, 4. Pasien dapat digunakan, dukung koping yang positif.
namun pasien masih mau menggunakan teknik 7. Identifikasi harapan pasien.
menjalani prosedur relaksasi saat 8. Berikan pujian atas koping positif.
pengobatan dan perawatan mengalami stres 9. Perkenalakan pasien pada seseorang
yang dilakukan terhadapnya.
atau kelompok yang mempunyai
pengalaman sama dan berhasil
menjalaninya.
Aktifitas cognator:
1. Berikan pendidkan dalam manejemen
stres.
2. Diskusikan dengan pasien tentang
koping yang efektif
3. Diskusikan peran keluarga dlm
merubah perilaku dan membantu pasien
dlm beradaptasi & meningkatkan
koping efektif dalam kehidupan.
4. Jelaskan kepada pasien dan keluarga
tentang penyakit dan penatalak
sanaannya agar pasien dapat
mengambil keputusan dengan tepat.
d. Catatan Perkembangan
Tabel 3.2
Catatan Perkembangan perawatan Nn. LM dengan diagnosa medis Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA)
1. Diagnosa Keperawatan : Kelebihan Volume Cairan
Pasien mengeluh sesak napas Pasien mengeluh sesak napas Pasien masih mengeluh sesak Pasien mengatakan sudah lebih
terutama jika tidur terlentang terutama jika tidur terlentang napas dan semalam saat tidur baik meskipun masih sesak
pasien sering terbangun karena napas
dada terasa begah dan sesak
Pasien mengungkapkan masih
Objective: Objective: Pasien mengungkapkan masih susah untuk membatasi minum
susah untuk membatasi minum
Derajat Pitting edema pada Derajat Pitting edema pada
tetapi mencoba tetap sesuai
ekstremitas bawah +1 ekstremitas bawah +1
anjuran
Objective:
Ascites +, LP 98 cm Ascites +, LP 98 cm
Pitting edema pada
BC : + 100 cc BC : + 200 cc ekstremitas bawah +2
Objective:
CCT 4,76 cc/mnt CCT 4,76 cc/mnt Sudah tidak terdapat edema Ascites +, LP 96 cm
pada ekstremitas
CCT 4,76 cc/mnt
Ascites +, LP 94 cm
Analisa: Analisa:
CCT 4,76 cc/mnt
Kelebihan volume cairan dan Kelebihan volume cairan dan Analisa:
elektrolit Respon pasien belum elektrolit Respon pasien belum
adaptif adaptif Kelebihan volume cairan dan
Analisa: elektrolit Respon pasien belum
adaptif
Kelebihan volume cairan dan
Intervensi: Intervensi: elektrolit Respon pasien belum
adaptif
1. Manajemen cairan 1. Manajemen cairan Intervensi:
2. Monitoring cairan 2. Monitoring cairan
3. Rencana terapi pengganti 3. Rencana terapi pengganti ginjal 1. Manajemen cairan
Intervensi: 2. Monitoring cairan
ginjal
Aktivitas regulator : 3. Rencana terapi pengganti ginjal
1. Manajemen cairan
Aktivitas regulator :
1. Kaji status cairan 2. Monitoring cairan Aktivitas regulator :
1. Kaji status cairan 3. Rencana terapi pengganti ginjal
2. Timbang badan harian 1. Kaji status cairan
2. Timbang badan harian
3. Keseimbangan masukan dan
3. Keseimbangan masukan dan haluaran cairan Aktivitas regulator : 2. Timbang badan harian
haluaran cairan
4. Turgor kulit dan edema 1. Kaji status cairan 3. Keseimbangan masukan dan
4. Turgor kulit dan edema haluaran cairan
5. Distensi vena leher 2. Timbang badan harian
5. Distensi vena leher 4. Turgor kulit dan edema
6. Tekanan darah, denyut nadi dan 3. Keseimbangan masukan dan
6. Tekanan darah, denyut nadi irama nadi. haluaran cairan 5. Distensi vena leher
dan irama nadi.
7. Catat pemasukan dan 4. Turgor kulit dan edema 6. Tekanan darah, denyut nadi dan
7. Catat pemasukan dan pengeluaran akurat irama nadi.
pengeluaran akurat 5. Distensi vena leher
8. Batasi masukan cairan 7. Catat pemasukan dan
8. Batasi masukan cairan 6. Tekanan darah, denyut nadi dan pengeluaran akurat
9. Kolaborasi pemberian diuretic & irama nadi.
9. Kolaborasi pemberian persiapan tindakan hemodialisa 8. Batasi masukan cairan
diuretic & persiapan 7. Catat pemasukan dan
tindakan hemodialisa 10. Monitoring perubahan BB pengeluaran akurat 9. Kolaborasi pemberian diuretic
sebelum dan sesudah tindakan & persiapan tindakan
10. Monitoring perubahan BB hemodialisis 8. Batasi masukan cairan hemodialisa
sebelum dan sesudah
tindakan hemodialisis 11. Monitoring nilai serum dan 9. Kolaborasi pemberian diuretic 10. Monitoring perubahan BB
elektrolit dan restriksi cairan & persiapan tindakan sebelum dan sesudah tindakan
11. Monitoring nilai serum dan hemodialisa hemodialisis
12. Identifikasi sumber potensial
elektrolit dan restriksi cairan cairan 10. Monitoring perubahan BB 11. Monitoring nilai serum dan
sebelum dan sesudah tindakan elektrolit dan restriksi cairan
12. Identifikasi sumber potensial 13. Kolaborasi medikasi (Lasix 3 x hemodialisis
cairan 40 mg) 12. Identifikasi sumber potensial
11. Monitoring nilai serum dan cairan
13. Kolaborasi medikasi (Lasix 3 Aktivitas cognator : elektrolit dan restriksi cairan
x 40 mg) 13. Kolaborasi medikasi (Lasix 3 x
1. Edukasi tentang penting 12. Identifikasi sumber potensial 40 mg)
Aktivitas cognator : pembatasan cairan dan caranya cairan
1. Edukasi tentang penting 2. Ajarkan pasien/klg untuk 13. Kolaborasi medikasi (Lasix 3 x
pembatasan cairan dan mengumpulkan/ mencatat urine 40 mg) Aktivitas cognator :
caranya 24 jam.
1. Edukasi tentang penting
2. Ajarkan pasien/klg untuk 3. Jelaskan pada pasien dan pembatasan cairan dan caranya
mengumpulkan/ mencatat keluarga kelebihan cairan, Aktivitas cognator :
urine 24 jam. penyebab dan bahayanya. 2. Ajarkan pasien/klg untuk
1. Edukasi tentang penting mengumpulkan/ mencatat
3. Jelaskan pada pasien dan 4. Edukasi cara mengurangi rasa pembatasan cairan dan urine 24 jam.
keluarga kelebihan cairan, haus, spt minum air dingin, caranya
penyebab dan bahayanya. mengatur alokasi jumlah 3. Jelaskan pada pasien dan
minum/hari dan mengunyah 2. Ajarkan pasien/klg untuk keluarga kelebihan cairan,
4. Edukasi cara mengurangi permen karet. mengumpulkan/ mencatat penyebab dan bahayanya.
rasa haus, spt minum air urine 24 jam.
4. Edukasi cara mengurangi rasa
dingin, mengatur alokasi 5. Self efficacy tentang restriksi 3. Jelaskan pada pasien dan haus, spt minum air dingin,
jumlah minum/hari dan cairan keluarga kelebihan cairan, mengatur alokasi jumlah
mengunyah permen karet. penyebab dan bahayanya. minum/hari dan mengunyah
permen karet.
5. Self efficacy tentang 4. Edukasi cara mengurangi rasa
restriksi cairan Evaluasi: haus, spt minum air dingin, 5. Self efficacy tentang restriksi
mengatur alokasi jumlah cairan
1. Pasien mengatakan masih sesak
minum/hari dan mengunyah
napas dan makin sesak jika
permen karet.
Evaluasi: digunakan untuk banyak bergerak
5. Self efficacy tentang restriksi Evaluasi:
1. Pasien mengatakan masih 2. Tidur masih menggunakan dua
cairan
sesak napas dan makin sesak bantal Pasien mengatakan masih sesak
jika digunakan untuk banyak napas dan makin sesak jika
bergerak 3. Terpasang oksigen simple mask 6 digunakan untuk banyak
l/menit Evaluasi: bergerak
2. Tidur masih menggunakan
dua bantal 4. Derajat Pitting edema ekstremitas 1. Pasien mengatakan masih sesak Tidur masih menggunakan dua
bawah +1 napas dan makin sesak jika bantal
3. Terpasang oksigen simple digunakan untuk banyak
mask 6 l/menit 5. TD : 150/100 mmHg, HR : 96 Pasien mengatakan sudah mulai
bergerak
x/menit, RR : 22 x/ menit mencoba menggunyah permen
4. Derajat Pitting edema 2. Tidur masih menggunakan dua karet saat haus
ekstremitas bawah +1 6. Intake oral cairan ± 1000cc/24
jam, output/24 jam: 400cc+500
5. TD : 150/1000 mmHg, HR : (IWL) BC: +100cc/ 24 jam bantal Pasien sudah mulai tidak
96 x/menit, RR : 22 x/ menit menggunakan oksigen
Kimia Darah (19/04/2014); 3. Pasien mengatakan sudah
6. Intake oral cairan ± mencoba menggunakan terapi Pitting edema ekstremitas
1000cc/24 jam, output/24 Ureum : 338 mg/dl (< 50) permen karet untuk mengurangi bawah +3
jam: 400cc+500 (IWL) Creatinin : 23,8 mg/dl (0,5 – haus
BC: +100cc/ 24 jam 1,5) TD : 140/90 mmHg, HR : 96
GDS 110 g/dl (70-200) 4. Terpasang oksigen 3 l/menit x/menit, RR : 22 x/ menit
Kimia Darah (19/04/2014);
5. Pitting edema ekstremitas Intake oral cairan ± 1200cc/24
bawah +3 jam, output/24 jam: 400cc+500
Ureum : 338 mg/dl (<
(IWL) BC: +300cc/ 24 jam
50) 6. TD : 140/100 mmHg, HR : 96
Creatinin : 23,8 mg/dl x/menit, RR : 24 x/ menit
(0,5 – 1,5)
GDS 110 g/dl (70-200) 7. Intake oral cairan ± 1200cc/24
jam, output/24 jam: 400cc+500
(IWL) BC: +300cc/ 24 jam
Asupan yang bebas dapat Asupan yang bebas dapat Asupan yang bebas dapat Asupan yang bebas dapat
menyebabkan beban sirkulasi menyebabkan beban sirkulasi menyebabkan beban sirkulasi menyebabkan beban sirkulasi
menjadi berlebihan, dan edema, menjadi berlebihan, dan edema, menjadi berlebihan, dan edema, menjadi berlebihan, dan edema,
sedangkan asupan yang terlalu sedangkan asupan yang terlalu sedangkan asupan yang terlalu sedangkan asupan yang terlalu
rendah mengakibatkan rendah mengakibatkan dehidrasi, rendah mengakibatkan dehidrasi, rendah mengakibatkan dehidrasi,
dehidrasi, hipotensi, dan hipotensi, dan gangguan fungsi hipotensi, dan gangguan fungsi hipotensi, dan gangguan fungsi
gangguan fungsi ginjal. ginjal. ginjal ginjal
Pasien mengungkapkan Pasien mengungkapkan lemas Pasien mengungkapkan lemas dan Pasien mengungkapkan lemas
badannya lemas sekali dan cepat capek cepat capek dan cepat capek
Sesak jika beraktivitas berat Sesak jika beraktivitas berat Sesak jika beraktivitas berat
Data Objektif :
Haemoglobin : 9,8 gr/dl. Pasien tampak lemah Pasien tampak lemah Pasien tampak lemah
i. Kolaborasi medikasi (asam h. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialysis. menghentikan aktivitas bila
folat 1x1, B12 3x1, amlodipin setelah dialysis. palpitasi, nyeri dada, nafas
1 x 10 mg, allupurinol 1 x 200 i. Kolaborasi medikasi (asam folat pendek, kelemahan atau
mg) i. Kolaborasi medikasi (asam folat 1x1, B12 3x1, amlodipin 1 x 10 pusing.
1x1, B12 3x1, amlodipin 1 x 10 mg, allupurinol 1 x 200 mg)
mg, allupurinol 1 x 200 mg) h. Anjurkan untuk beristirahat
setelah dialysis.
Aktivitas Cognator :
Aktivitas Cognator : i. Kolaborasi medikasi (asam
a. Jelaskan kepada pasien Aktivitas Cognator : folat 1x1, B12 3x1, amlodipin
penyebab kelatihan a. Jelaskan kepada pasien penyebab
1 x 10 mg, allupurinol 1 x 200
a. Jelaskan kepada pasien kelatihan
mg)
b. Ajarkan pasien teknik penyebab kelatihan
penghematan energy, misal b. Ajarkan pasien teknik
mandi dengan duduk, duduk b. Ajarkan pasien teknik penghematan energy, misal mandi
untuk melakukan tugas-tugas. penghematan energi, misal dengan duduk, duduk untuk Aktivitas Cognator :
mandi dengan duduk, duduk melakukan tugas-tugas.
c. Ajarkan alternative perawatan untuk melakukan tugas-tugas. a. Jelaskan kepada pasien
diri sesuai keterbatasan c. Ajarkan alternative perawatan diri penyebab kelatihan
c. Ajarkan alternative perawatan sesuai keterbatasan
diri sesuai keterbatasan b. Ajarkan pasien teknik
penghematan energy, misal
Evaluasi : mandi dengan duduk, duduk
Evaluasi :
untuk melakukan tugas-tugas.
1. Pasien mengatakan tubuhnya
Pasien mengeluh mual dan Pasien mengeluh masih Pasien mengeluh mual (+), Pasien mengeluh mual
muntah dengan isi merasakan mual dan muntah (-) (+), muntah (-)
makanan dan minuman (± muntah dengan isi makanan
200cc), muntah sudah 3 dan minuman baru 1 kali Pasien mengungkapkan Pasien mengungkapkan
kali sejak bangun tidur sejak bangun tidur (± nafsu makan kurang dan nafsu makan kurang dan
200cc) hanya mengahabiskan ¼ hanya mengahabiskan ¼ -
Pasien mengungkapkan porsi porsi
nafsu makan kurang dan Pasien mengungkapkan
makan hanya 1 sendok nafsu makan kurang dan Pasien mengatakan hanya Pasien mengatakan hanya
saja itu pun dipaksakan makan hanya 1 sendok saja makan makanan yang makan makanan yang
itu pun dipaksakan disajikan dari rumah sakit disajikan dari rumah sakit
Pasien mengungkapkan
tidak tahu tentang diet Pasien mengungkapkan
pada pasien gagal ginjal tidak tahu tentang diet pada
Data Objektif : Data Objektif :
pasien gagal ginjal
Porsi yang diberikan hanya habis ¼ Porsi yang diberikan hanya habis
Data Objektif : porsi dari Diet Ginjal 1700 kkal/hari ¼ porsi dari Diet Ginjal 1700
Respon pasien belum adaptif Respon pasien belum adaptif 1. Manajemen mual Intervensi:
penyakit ginjal
Analisa /Progress Report Analisa /Progress Report Analisa /Progress Report Analisa /Progress Report
Ps mengalami lemas dapat Ps mengalami lemas dapat Ps mengalami lemas dapat Ps mengalami lemas dapat
diakibatkan karena status asupan diakibatkan karena status asupan diakibatkan karena status asupan diakibatkan karena status asupan
yang tidak adekuat dan mual. yang tidak adekuat dan mual. Faktor yang tidak adekuat dan mual. Faktor yang tidak adekuat dan mual.
Faktor tingginya ureum dalam tingginya ureum dalam darah dapat tingginya ureum dalam darah dapat Faktor tingginya ureum dalam
darah dapat menyebabkan juga menyebabkan juga kondisi mual menyebabkan juga kondisi mual darah dapat menyebabkan juga
kondisi mual sehingga perut terasa sehingga perut terasa begah. Kadar sehingga perut terasa begah. Kadar kondisi mual sehingga perut terasa
begah. Kadar ureum yang ureum yang berlebihan air liur akan ureum yang berlebihan air liur akan begah. Kadar ureum yang
berlebihan air liur akan diubah diubah oleh bakteri di mulut diubah oleh bakteri di mulut menjadi berlebihan air liur akan diubah
oleh bakteri di mulut menjadi menjadi amonia sehingga napas amonia sehingga napas berbau oleh bakteri di mulut menjadi
amonia sehingga napas berbau berbau amonia. Protein dalam amonia. Protein dalam makanan amonia sehingga napas berbau
amonia. Monitor hasil makanan harus diatur. Diet dengan harus diatur. Diet dengan rendah amonia. Protein dalam makanan
pemeriksaan darah (Hb, albumin, rendah protein yang mengandung protein yang mengandung asam harus diatur. Diet dengan rendah
eritrosit) memberikan informasi asam amino amino esensial, sangat dianjurkan protein yang mengandung asam
esensial, sangat dianjurkan untuk untuk pasien dengan penyakit ginjal amino esensial, sangat dianjurkan
tentang status nutrisi pasien. pasien dengan penyakit ginjal terminal untuk mengurangi jumlah untuk pasien dengan penyakit
terminal untuk mengurangi jumlah dialisis. ginjal terminal untuk mengurangi
dialisis. jumlah dialisis.
4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kecemasan dengan perkembangan dan kondisi penyakit
pasien mengatakan semalam pasien mengatakan semalam pasien mengatakan semalam tidak pasien mengatakan semalam
tidak bisa tidur dan sering masih belum bisa tidur pulas dan bisa tidur dan sering terbangun tidak bisa tidur dan sering
terbangun jika tidur karena sering terbangun jika tidur jika tidur karena merasakan sesak terbangun jika tidur karena
merasakan sesak dan nyeri di karena merasakan sesak dan dan nyeri di area perut atas. merasakan sesak dan nyeri di
area perut atas. Pasien merasa beda dengan di rumah. Pasien mengatakan sering
mengatakan sering memikirkan Pasien mengatakan sering memikirkan kondisi penyakitnya area perut atas.
kondisi penyakitnya dan memikirkan kondisi penyakitnya dengan tindakan hemodialisis
memikirkan pemasangan dan memikirkan pemasangan yang harus ia jalani seumur hidup.
catheter double lumen (CDL) catheter double lumen (CDL) Data Objektif :
dan tindakan hemodialisis yang dan tindakan hemodialisis yang
harus ia jalani seumur hidup. harus ia jalani seumur hidup. Data Objektif : Wajah pasien tampak lebih
segar dari kemarin
Pasien lebih segar dari kemarin
Data Objektif : Data Objektif :
Wajah pasien terlihat letih, Wajah pasien terlihat letih, tidak Analisa:
tidak tampak lingkar hitam tampak lingkar hitam disekitar Analisa:
disekitar mata. mata. Kesulitan untuk mulai tidur dapat
terjadi akibat melebarnya persepsi Kesulitan untuk mulai tidur dapat
Pasien tampak lemah Pasien tampak lemah diri akibat kecemasan yang dialami terjadi akibat melebarnya persepsi
pasien dengan kondisi penyakit yang diri akibat kecemasan yang
dialaminya dialami pasien dengan kondisi
penyakit yang dialaminya
terjadi akibat melebarnya persepsi terjadi akibat melebarnya persepsi 1. Sleep Enhancement 1. Sleep Enhancement
diri akibat kecemasan yang diri akibat kecemasan yang dialami
dialami pasien dengan kondisi pasien dengan kondisi penyakit 2. Anxiety reduction 2. Anxiety reduction
penyakit yang dialaminya yang dialaminya
Aktifitas Regulator:
Intervensi: Intervensi:
Aktifitas Regulator: 5. Monitor pola tidur & jumlah
1. Sleep Enhancement 1. Sleep Enhancement jam tidur pasien
1. Monitor pola tidur & jumlah
2. Anxiety reduction 2. Anxiety reduction jam tidur pasien 6. Bantu pasien
mengidentifikasi factor-
2. Bantu pasien mengidentifikasi faktor yang mungkin
factor-faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur
Aktifitas Regulator: Aktifitas Regulator: menyebabkan kurang tidur seperti, ketakutan, keemasan.
seperti, ketakutan, keemasan.
1. Monitor pola tidur & jumlah 1. Monitor pola tidur & jumlah 7. Anjurkan pasien untuk
jam tidur pasien jam tidur pasien 3. Anjurkan pasien untuk mengurangi tidur siang
mengurangi tidur siang
2. Bantu pasien 2. Bantu pasien mengidentifikasi 8. Ajarkan/anjurkan relaksasi
mengidentifikasi factor- factor-faktor yang mungkin 4. Ajarkan/anjurkan relaksasi otot otot atau teknik relaksasi
faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur atau teknik relaksasi lainnya lainnya
menyebabkan kurang tidur seperti, ketakutan, keemasan.
1. Pasien mengatakan badannya 1. Pasien mengatakan badannya nyenyak dari hari kemarin nyenyak dari hari kemarin
lemes lemes
5. Diagnosa Keperawatan : cemas berhubungan dengan kompleksitas pengobatan dan kurang pengetahuan tentang kondisi
, prognosis dan kebutuhan pengobatan
Pasien mengatakan cemas dan Pasien mengatakan masih merasa Pasien mengatakan sudah mulai Pasien mengatakan lebih tenang
takut melakukan hemodialisa dan cemas dan takut melakukan memahami pengobatan dan dari kemarin
takut dilakukan pemasangan hemodialisa dan takut dilakukan perawatan yang diberikan kepadanya
catheter doubel lumen (CDL), pemasangan catheter doubel lumen
pasien juga takut dengan kondisi (CDL), pasien juga takut dengan
Data Objektif :
penyakitnya jika makin kondisi penyakitnya jika makin
Data Objektif :
memburuk. Pasien pasrah memburuk. Pasien pasrah Wajah pasien terlihat tegang
mengikuti saran dokter dan mengikuti saran dokter dan perawat Wajah pasien terlihat tegang
perawat agar bisa sembuh agar bisa sembuh Pasien tampak lemah
Pasien tampak lemah
2. Relaxation therapy
biasa digunakan pasien dalam biasa digunakan pasien dalam berdoa. bagi pasien dan anggota
mengurangi kecemasan mengurangi kecemasan keluarga atau pasangannya.
6. Evaluasi perubahan makna bagi
5. Dukung mekanisme koping 5. Dukung mekanisme koping pasien dan anggota keluarga atau 7. Motivasi pasien untuk
yang tepat yang telah yang tepat yang telah digunakan pasangannya. membagi perasaannya
digunakan : berdoa. : berdoa. keluarganya.
7. Motivasi pasien untuk membagi
6. Evaluasi perubahan makna 6. Evaluasi perubahan makna bagi perasaannya keluarganya. 8. Ajarkan teknik relaksasi,
bagi pasien dan anggota pasien dan anggota keluarga seperti tarik nafas dalam,
keluarga atau pasangannya. atau pasangannya. 8. Ajarkan teknik relaksasi, seperti meditasi, dsb.
tarik nafas dalam, meditasi, dsb.
7. Motivasi pasien untuk 7. Motivasi pasien untuk membagi 9. Libatkan keluarga untuk
membagi perasaannya perasaannya keluarganya. 9. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan moril.
keluarganya. memberikan dukungan moril.
8. Ajarkan teknik relaksasi, seperti
8. Ajarkan teknik relaksasi, tarik nafas dalam, meditasi, dsb.
seperti tarik nafas dalam, Aktivitas Cognator :
meditasi, dsb. 9. Libatkan keluarga untuk Aktivitas Cognator :
memberikan dukungan moril. Berikan pendidikan kesehatan
Berikan pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab,
9. Libatkan keluarga untuk mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD serta therapi
memberikan dukungan moril. tanda dan gejala CKD serta therapi pengganti ginjal (tindakan
Aktivitas Cognator : pengganti ginjal (tindakan hemodialisa).
hemodialisa).
Berikan pendidikan kesehatan
Evaluasi:
Evaluasi:
Hubungan saling percaya antara
praktikan dan pasien terbina, Pasien sudah mengetahui tentang
pasien mau sedikit terbuka prosedur dan persiapan pada
manceritakan masalah tentang pemasangan CDL dan sudah
kecemasan dan ketakutannya diberikan inisiasi hemodialisis
menjalani prosedur terapi
perawatan dan pengobatan
6. Diagnosa Keperawatan : Koping tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi akibat penyakit kronis dan pengobatan yang
lama dan komplek, kurang pengetahuan tentang koping yang efektif
Pasien sudah menerima Pasien sudah menerima penyakit Pasien mengatakan sudah mulai Pasien mengatakan sudah mulai
penyakit tetapi masih takut tetapi masih takut untuk dipasang memahami pengobatan dan memahami pengobatan dan
untuk dipasang CDL dan takut CDL dan takut untuk menjalani perawatan yang diberikan kepadanya. perawatan yang diberikan
untuk menjalani tindakan tindakan hemodialisis seumur Pasien mengatakan rasa takutnya kepadanya. Pasien mengatakan
tentang hemodialisis sedikit rasa takutnya tentang hemodialisis
hemodialisis seumur hidup. hidup. Pasien mendapat
berkurang sedikit berkurang. Dan pasien
Pasien mendapat dukungan dari dukungan dari saudara dan
Aktifitas Regulator: Aktifitas Regulator: mekanisme pertahan yang tepat 2. Dukung pasien akan harapan
1. Bantu pasien dalam 1. Bantu pasien dalam 4. Bantu pasien mengidenstifikasi yang realistik.
pengembangan penilaian pengembangan penilaian support system yang ada. 3. Dukung pasien dalam
obyektif. obyektif. 5. Bantu pasien mengidentifikasi penggunaan mekanisme
2. Dukung pasien akan harapan 2. Dukung pasien akan harapan kemampuan dalam mengatasi pertahan yang tepat
yang realistik. yang realistik. stress 4. Bantu pasien mengidenstifikasi
3. Dukung pasien dalam 3. Dukung pasien dalam 6. Eksplorasi koping yang biasa support system yang ada.
penggunaan mekanisme penggunaan mekanisme pertahan digunakan, dukung koping yang 5. Bantu pasien mengidentifikasi
pertahan yang tepat yang tepat positif. kemampuan dalam mengatasi
4. Bantu pasien mengidenstifikasi 4. Bantu pasien mengidenstifikasi 7. Identifikasi harapan pasien. stress
support system yang ada. support system yang ada. 8. Berikan pujian atas koping positif.
6. Eksplorasi koping yang biasa
5. Bantu pasien mengidentifikasi 5. Bantu pasien mengidentifikasi 9. Perkenalakan pasien pada digunakan, dukung koping
kemampuan dalam mengatasi kemampuan dalam mengatasi seseorang atau kelompok yang yang positif.
stress stress mempunyai pengalaman sama dan 7. Identifikasi harapan pasien.
6. Eksplorasi koping yang biasa 6. Eksplorasi koping yang biasa berhasil menjalaninya. 8. Berikan pujian atas koping
digunakan, dukung koping digunakan, dukung koping yang positif.
yang positif. positif. Aktifitas cognator: 9. Perkenalakan pasien pada
7. Identifikasi harapan pasien. 7. Identifikasi harapan pasien. 1. Berikan pendidkan dalam seseorang atau kelompok yang
8. Berikan pujian atas koping 8. Berikan pujian atas koping manejemen stres. mempunyai pengalaman sama
positif. positif. 2. Diskusikan dengan pasien tentang dan berhasil menjalaninya.
9. Perkenalakan pasien pada 9. Perkenalakan pasien pada koping yang efektif
seseorang atau kelompok yang seseorang atau kelompok yang 3. Diskusikan peran keluarga dlm Aktifitas cognator:
mempunyai pengalaman sama mempunyai pengalaman sama merubah perilaku dan membantu 1. Berikan pendidkan dalam
dan berhasil menjalaninya. dan berhasil menjalaninya. pasien dlm beradaptasi & manejemen stres.
meningkatkan koping efektif 2. Diskusikan dengan pasien
Aktifitas cognator: Aktifitas cognator: dalam kehidupan. tentang koping yang efektif
1. Berikan pendidkan dalam 1. Berikan pendidkan dalam 4. Jelaskan kepada pasien dan 3. Diskusikan peran keluarga dlm
manejemen stres. manejemen stres. keluarga tentang penyakit dan merubah perilaku dan
2. Diskusikan dengan pasien 2. Diskusikan dengan pasien penatalak sanaannya agar pasien membantu pasien dlm
tentang koping yang efektif tentang koping yang efektif dapat mengambil keputusan beradaptasi & meningkatkan
3. Diskusikan peran keluarga dlm 3. Diskusikan peran keluarga dlm dengan tepat. koping efektif dalam
merubah perilaku dan merubah perilaku dan membantu kehidupan.
membantu pasien dlm pasien dlm beradaptasi & 4. Jelaskan kepada pasien dan
beradaptasi & meningkatkan meningkatkan koping efektif Evaluasi: keluarga tentang penyakit dan
koping efektif dalam dalam kehidupan. penatalak sanaannya agar
Hubungan saling percaya antara
kehidupan. 4. Jelaskan kepada pasien dan praktikan dan pasien terbina, pasien pasien dapat mengambil
4. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan mengatakan lebih tenang meskipun keputusan dengan tepat.
keluarga tentang penyakit dan penatalak sanaannya agar pasien masih merasa kuatir dengan tindakan
penatalak sanaannya agar dapat mengambil keputusan hemodialisis
pasien dapat mengambil dengan tepat. Evaluasi:
keputusan dengan tepat. Hubungan saling percaya antara
Evaluasi: praktikan dan pasien terbina,
Evaluasi: pasien mengatakan lebih tenang
Pasien masih merasa takut dan meskipun masih merasa kuatir
Hubungan saling percaya antara kuatir dengan tindakan hemodialisis dengan tindakan hemodialisis.
praktikan dan pasien terbina, yang dijalaninya. Pasien juga mengatakan ingin
pasien mau sedikit terbuka segera sembuh.
manceritakan masalah tentang
kecemasan dan ketakutannya
menjalani prosedur terapi
perawatan dan pengobatan
Pada sub bab ini akan dibahas mengenai asuhan keperawatan pada Nn. LM
dengan penyakit ginjal tahap akhir dengan menggunakan teori model adaptasi
Roy. Pembahasan meliputi masalah maladaptif yang ditemukan pada pengkajian 4
mode adaptasi yaitu mode fisiologis, mode konsep diri, mode fungsi peran dan
mode interdependensi. Pembahasan yang akan diuraikan adalah menganalisi
masalah keperawatan yang muncul berdasarkan pengkajian, justifikasi intervensi
yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dilakukan dengan menggunakan
teori dan konsep yang mendasari fenomena yang terjadi serta penelitian lain yang
mendukung intervensi sebagai bukti ilmiah.
Diagnosa atau masalah keperawatan yang muncul pada kasus Nn. LM dengan
penyakit ginjal tahap akhir meliputi :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
akibat penurunan fungsi, kurang pengetahuan tentang manajemen cairan dan
diit.
Kelebihan volume cairan merupakan suatu keadaan peningkatan retensi cairan
isotonik yang berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, kelebihan
asupan cairan dan kelebihan asupan natrium (Herdman, NANDA 2012-2014).
Kelebihan volume cairan pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir dapat
terjadi sebagai akibat penurunan fungsi glomerulus yang terjadi secara progresif
mengakibatkan peningkatan kadar ureum dan creatinin yang berakibat lanjut
terhadap berkurangnya kemampuan ginjal untuk melakukan fungsi ekskresi cairan
(urin) dari dalam tubuh, sehingga terjadi retensi cairan, garam dan produk sisa
metabolisme di dalam ginjal dan terjadi penumpukan air didalam tubuh (Smeltzer
dan Bare, 2001; Black & Hawks, 2005). Kelebihan cairan didalam tubuh ditandai
dengan kondisi berat badan yang meningkat secara tiba-tiba, peningkatan tekanan
darah, edema pada ekstremitas dan sekitar mata, ascites, kesulitan bernapas karena
edema paru serta dapat mengakibatkan gagal jantung jika kondisi berlangsung
lama (Landley, Aspinall, Gardiener & Garthwaite, 2011).
Kelebihan volume cairan yang terjadi pada Nn. LM terjadi akibat karena
kerusakan nefron ginjal yang dapat disebabkan karena kebiasaan pasien
mengkonsumsi minuman berenergi dalam jangka waktu yang lama sehingga zat
kimia yang terdapat dalam minuman berenergi tersebut menjadi toksik dan
merusak struktur dan fungsi ginjal. Kerusakan nefron ginjal yang terjadi secara
progresif menyebabkan penurunan atau hilangnya fungsi ginjal yang berakibat
terhadap penurunan laju filtrasi glomerulus dan menurunnya clearance creatinin
(bersihan kreatinin) yang berakibat lanjut terhadap hilangnya fungsi sekresi dan
ekskresi ginjal. Ginjal tidak mampu mengeluarkan kelebihan air di dalam tubuh
dan terjadi retensi cairan tubuh yang berakibat lanjut terhadap kelebihan volume
cairan tubuh (Chitokas, Gunderman dan Oman, 2006). Kondisi yang berlanjut
pada Nn. LM merupakan progesifitas dari penyakit ginjal tahap akhir dimana
terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus ginjal yang dapat mencapai hingga < 15
ml per menit. Kondisi penurunan laju filtrasi glomerulus ini juga menyebabkan
hilangnya kemampuan ginjal sebagai fungsi ekskresi dan menyaring darah
sehingga jumlah urin yang dikeluarkan juga akan mengalami penurunan (Oliguri)
mencapai hingga < 500 cc/24 jam dan jika kondisi berlanjut dapat menyebabkan
anuria sehingga berakibat terhadap retensi cairan didalam tubuh (Price, 2006).
Kelebihan cairan didalam tubuh pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir dapat
mengakibatkan beban jantung menjadi meningkat dan berat, sehingga dapat
menjadi komplikasi pada sistem kardiovaskular yang mengakibatkan curah
jantung mengalami penurunan. Kondisi lanjut dari penurunan curah jantung jika
berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan komplikasi Cronic Hearth
Failure (CHF), sehingga pasien megeluhkan cepat lelah dan sesak napas terutama
jika beraktivitas berat. Pada pasien Nn. LM juga mengeluhkan pasien cepat lelah
dan lemas, serta sesak semakin berat terutama setelah beraktivitas. Hal ini
menunjukkan perburukan terhadap fungsi jantung (CHF) yang dialaminya.
menentukan status cairan dan kebutuhan pasien penyakit ginjal tahap akhir.
Pemantauan atau monitoring terhadap status cairan dan elektrolit meliputi :
menimbang berat badan harian, mengkaji keseimbangan cairan tubuh dan
halauaran urin, mengkaji edema dan distensi vena leher, perubahan tekanan darah
dan nadi, perubahan bunyi jantung dan suara napas serta peningkatan kesulitan
untuk bernapas (Smeltzer dan Bare, 2006).
Manajemen cairan dan elektrolit berupa pembatasan jumlah cairan yang masuk
dan perhitungan keseimbangan cairan berfungsi untuk mempertahankan fungsi
ginjal, mencegah edema dan kompllikasi kardiovaskuler. Keseimbangan cairan
tubuh diperoleh dengan membuat keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk
dengan jumlah cairan yang keluar baik melalui urin dan insesible water loss
(IWL), dengan jumlah air yang keluar melalui IWL 500-800 ml, maka jumlah
cairan tubuh yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah jumlah cairan yang keluar
(Urin) ditambah dengan 500 – 800 cairan tubuh yang hilang dalam IWL (Ilmu
Penyakit dalam, 2006). I
Pada pasien Nn. LM sebelum diberikan intervensi, pasien belum mengetahui jika
jumlah cairan yang masuk kedalam tubuhnya harus dibatasi. Dalam sehari pasien
minum sesuai dengan keinginanya terutama jika rasa haus meningkat maka
jumlah cairan yang diminum juga lebih banyak. Jumlah cairan yang diminum
pasien dalam sehari ± 1500-2000 ml/hari. Setelah diberikan implementasi berupa
pembatasan cairan pada hari perawatan ke-3 pasien sudah mampu membatasi
masukan cairan dan minum yaitu pasien minum sebanyak 600-800 ml/hari. Pasien
tampak kooperatif dengan program pembatasan cairan. Implementasi lain yang
dilakukan dalam manajemen cairan dan elektrolit meliputi, monitoring nilai serum
(Ureum dan Cretainin) dan elektrolit (Natrium, kalium dan clorida) dengan
pemeriksaan laboratorium, kolaborasi pemberian diuretik (injeksi lasik 3 x 40
mg), kolaborasi penatalaksanaan terapi hemodialisis.
Evaluasi akhir pasien setelah dilakukan implementasi pada hari ke-14 dengan
pendekatan teori adaptasi Roy menunjukkan perilaku adaptif dimana masalah
keperawatan kelebihan cairan teratasi yang ditandai dengan tekanan darah 130/90
mmHg,Nadi 78 x/menit, pernapasan 20 x/menit, pasien sudah tidak tampak sesak,
edema pada ekstremitas tidak ada, tidak ada peningkatan vena jugularis, pasien
mampu mengontrol jumlah cairan yang masuk sebanyak 600-800 cc/24 jam,
balance cairan seimbang dan pasien dapat melakukan pengukuran dan perhitungan
balance cairan secara mandiri. Pasien juga menyatakan bahwa akan menaati
program terapi hemodialisis yang diprogramkan 2 kali dalam seminggu.
Pengkajian perilaku dalam mode fisiologis nutrisi pada pasien Nn. LM didapatkan
data pasien mengeluh tidak nafsu makan karena merasa mual. Pasien makan
hanya 1-2 sendok makan sekali makan dengan frekuensi makan 2 x/hari saat
dirumah (± 300 Kkal/Hari dari diet yang dianjurkan 1700Kkal/Hari). Saat
pengkajian pasien mengatakan mual dan muntah. Muntah sudah 3 kali sejak
bangun tidur jam 05.00 WIB (jumlah muntah ± 200 cc sekali muntah berisi sisa
makanan dan air). Sejak dirawat 2 hari yang lalu pasien makan hanya 1 sendok
makan nasi saja tanpa lauk dan sayur dengan frekuensi makan 2 x/hari. BB
sebelum sakit (1 bulan yang lalu) 65 kg dan BB saat ini 60 kg (turun 5 kg dalam 1
bulan), TB 155 cm, IMT : 24. Pemeriksaan fisik diperoleh data konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik, mukosa mulut kering, bising usus 10 x/menit.
Pemeriksaan biokimia (19/04/2014) : Hb: 9,8 g/dl , Ht: 30 %, GDS : 110 gr/dl
Dari data diatas terlihat bahwa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh merupakan masalah yang harus segera diatasi, karena kondisi ini akan
memberi dampak pada kondisi metabolik dan proses penyembuhan penyakit.
Pasien penyakit ginjal tahap akhir juga menyebabkan keseimbangan nutrisi yang
berat akibat masukan yang tidak adekuat (mual dan muntah), gangguan
pemakaian glukosa dan sintesis protein, serta peningkatan katabolisme jaringan.
Asupan nutrisi yang kurang juga memberi dampak secara langsung terhadap
penurunan Hb dan albumin. Masalah nutrisi pada pasien penyakit ginjal terminal
juga dapat terjadi akibat kerusakan ginjal yang menyebabkan filtrasi glomerulus
protein plasma meningkat sehingga terjadi kebocoran pada filtrat glomerulus yang
menyebabkan proteinuria (protein plasma dan albumin keluar bersama urin).
Pembatasan asupan protein pada pasien penyakit ginjal tahap akhir juga dapat
memperburuk kekurangan nuptrisi (Price, 2006 dan ilmu penyakit dalam, 2006).
Nutrisi dan diet menjadi bagian penatalaksanaan yang penting pada pasien dengan
penyakit ginjal terminal terutama diet protein dan fosfat karena keduanya berasal
dari sumber makanan yang sama. Intervensi diet pada pasien penyakit ginjal
tahap akhir mencakup pengaturan yang cermat terhadap protein, asupan cairan
tubuh, asupan natrium dan pembatasan kalium (Smeltzer dan Bare, 2006).
Pembatasan asupan protein pada pasien dengan penyakit ginjal terminal akan
mengurangi sindrom uremia, asupan protein yang berlebih akan mengakibatkan
perubahan hemodinamika ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan
intraglomerulus yang dapat meningkatkan progresifitas perburukan ginjal ( ilmu
Penyakit Dalam, 2006).
Hasil evaluasi akhir pada Nn. LM pada hari ke-6 didapatkan sebagian perilaku
adaptif, yang ditandai dengan pasien mengatakan badannya lemes, masih
merasakan mual dan tidak nafsu makan, makan habis 1/4 porsi saja. Hasil
evaluasi pada hari perawatan ke-14 menunjukkan perilaku terhadap adaptasi
kebutuhan perilaku adaptif yang ditandai dengan pasien lebih toleransi terhadap
kebutuhan makan dan menu makanan, pasien mulai menghabiskan ¾-1 porsi dari
menu yang disajikan oleh rumah sakit, pasien juga mengetahui menu atau
makanan yang harus dibatasi dan makanan yang harus dihindari untuk
dikonsumsi.
Intoleransi aktivitas adalah suatu kondisi dimana seseorang yang tidak cukup
mempunyai energi baik secara fisiologis atau psikologis untuk bertaan atau
memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari. Batasan karakteristik dari definisi
intoleransi aktivitas meliputi ketidaknyamanan atau dispnea yang membutuhkan
pergerakan tenaga, melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal, denyut
jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap aktivitas dan
adanya perubahan terhadap rekaman EKG selama aktivitas. Faktor yang
berhubungan dengan intoleransi aktivitas diantaranya : tirah baring (imobilisasi),
nyeri kronis, kelemahan umum dan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (Wilkinson, 2007).
terutama pada saluran gastrointestinal akibat status uremik yang tinggi pada
pasien penyakit ginjal terminal (Smeltzer dan Bare, 2006).
Hasil evaluasi akhir pada Nn. LM pada hari ke-11 didapatkan sebagian perilaku
adaptif, yang ditandai dengan pasien mengatakan badannya lebih segar dan
baikan, terutama setelah cuci darah, wajah tampak lebih segar tidak pucat. Hasil
evaluasi pada hari perawatan ke-14 menunjukkan perilaku terhadap adaptasi
kebutuhan perilaku adaptif yang ditandai dengan pasien lebih toleransi terhadap
aktivitas, pasien sudah mampu melakukan perawatan diri dan eliminasi BAB dan
BAK secara mandiri tanpa keluhan kelemahan dan keletihan, wajah lebih segar,
tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas stabil serta tidak ada keluhan sesak
napas.
Pengkajian perilaku dalam mode fisiologis istirahat tidur pada pasien Nn. LM
didapatkan data saat pengkajian pasien mengatakan semalam tidak bisa tidur dan
sering terbangun jika tidur karena merasakan sesak dan nyeri di area perut atas.
Pasien juga kepikiran dengan penyakitnya yang makin burk dan harus dipasang
catheter double lumen (CDL) dan cuci darah terus menerus. Wajah pasien terlihat
letih, tidak tampak lingkar hitam disekitar mata. Berdasarkan hasil oengkajian
tersebut maka dapat dirumuskan masalah keperawatan yang muncul adalah
gangguan pola tidur.
Tidur merupakan proses bioligis yang bersiklus yang bergantian dengan periode
yang lebih lama dari kondisi terjaga (bangun). Tidur melibatkan suatu urutan
keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh integrasi tinggi aktivitas sistem saraf
pusat yang berhubungan dengan perubahan dalam sistem saraf periferal, endokrin,
kardiovaskuler, pernapasan dan muskular. Kontrol dan pengaturan tidur
tergantung pada hubungan antara dua mekanisme serebral yang mengaktivasi
secara intermitten dan menekan pusat otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan
terjaga. Secara normal pada orang dewasa pola tidur rutin dimulai dengan periode
sebelum tidur dan selama seseorang terjaga hanya pada rasa kantuk yang bertahap
berkembang secara teratur. Periode sebelum tidur, secara normal berakhir 10 -30
menit, tetapi untuk seseorang yang memiliki kesulitan untuk tertidur akan
berlangsung satu jam atau lebih (Perry & Potter, 2005).
Pada pasien Nn. LM dengan masalah gangguan pola tidur rmemerlukan intervensi
yang tepat untuk mengatasi masalah keperawatan tersebut. Intervensi keperawatan
yang diberikan kepada Nn. LM untuk mengatasi masalah keperawatan gangguan
pola tidur meliputi : sleep enhancement dengan melakukan aktivitas regulator dan
Hasil evaluasi akhir pada Nn. LM pada hari ke-7 didapatkan sebagian perilaku
adaptif, yang ditandai dengan pasien mengatakan lebih mudah tertidur dan sudah
mampu beradaptasi dengan ruanga perawatan, pasien terkadang masih terbangun
saat malam hari, sesak napas kadang masih ada meski saat tidur. Hasil evaluasi
pada hari perawatan ke-14 menunjukkan perilaku terhadap adaptasi kebutuhan
perilaku adaptif yang ditandai dengan pasien lebih toleransi terhadap lingkuangan
di ruang perawatan, keluhan sesak napas saat tidur sudah tidak ada, pasien
mengatakan sudah tidak sering terbangun saat malam hari, kecuali jika haus dan
ingin BAK.
diri ditemukan data bahwa pasien mengatakan takut mau menjalani cuci darah
(hemodialisis) dan takut mau dipasang catheter doubel lumen (CDL), pasien juga
takut dengan kondisi penyakitnya jika makin memburuk. Pasien terlihat cemas
saat mengungkapkan perasaannya.
keluarga, mengajarkan teknik relaksasi (tarik napas dalam, meditasi dan berdoa)
dan melibatkan keluarga untuk memberikan dukungan moril. Aktivitas kognator
yang dilakukan untuk mengatasi masalah cemas, meliputi : memberikan
pendidikan kesehatan tentang penyakit dan kemungkinan terapi yang harus
dijalani serta komplikasi dan kemungkinan perburukan dari penyakit.
Hasil evaluasi akhir pada Nn. LM pada hari ke-7 didapatkan pasien mampu
mengatasi cemasnya dan menjadi adaptif, yang ditandai dengan pasien
mengatakan menjadi lebih paham dengan perkembangan penyakit dan kondisinya,
pasien menyatakan bersedia menjalani pengobatan dan perawatan yang dianjurkan
seperti pembatasan cairan, pemasangan CDL dan penatalaksanaan Hemodialisis
yang berlangsung seumur hidup. Pasien juga mengungkapkan tidak kuatir lagi
dengan penyakitnya karena semua keluarga mendukung dan memberikan motivasi
untuk segera sembuh.
Koping yang tidak efektif dapat menimbulkan respon yang negatif terhadap
mekanisme pertahanan tubuh, yang berakibat terhadap kemampuan adaptasi
seseorang terhadap berbagai perubahan situasi akibat penyakit kronis dan
pengobatan dan perawatan yang lama (Perry & Potter, 2006). Intervensi
keperawatan yang praktikan dan perawat ruangan lakukan untuk meningkatkan
mekanisme koping pasien Nn. LM meliputi memberikan dukungan spiritual,
Dari hasil pengamatan praktikan saat praktik residensi 1-2 di Ruang Hemodialisa
RSUP Fatmawati melihat bahwa masalah keperawatan nyeri merupakan masalah
utama yang sering dikeluhkan oleh pasien saat proses penusukan akses vaskuler
yang digunakan sebagai akses terapi Hemodialisis. Di RSUP Fatmawati 90%
jarum akses vaskuler berlangsung. Hal yang sudah dilakukan oleh perawat ruang
hemodialisis untuk mengurangi nyeri saat penusukan akses vaskuler adalah
meminta pasien untuk menarik napas dalam saat penusukan akses vaskuler
berlangsung.
Nyeri merupakan salah satu masalah keperawatan, dimana secara umum nyeri
adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat, menurut
International Association for Study of Pain (IASP) nyeri adalah pengalaman
perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Peran
perawat untuk mengatasi masalah nyeri pada pasien adalah dengan memberikan
asuhan keperawatan yang cepat dan tepat sehingga pasien dapat merasakan nyeri
yang minimal. Salah satu asuhan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi
nyeri yaitu dengan memberikan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi.
Salah satu terapi non farmakologi yang dapat diterapkan oleh perawat
hemodialisis adalah dengan memberikan cryotherapy (Asmaa et al, 2012).
Pada klien penyakit ginjal tahap akhir yang menjalani hemodialisis, sebagian
besar mengalami nyeri pada saat penusukan jarum pada akses vaskuler terutama
pada akses arteriovena fistula (AV Fistula). Berdasarkan pengamatan praktikan
saat praktik residensi KMB 1-2 nyeri pada saat penusukan jarum akses vaskuler
AV Fistula pada pasien penyakit ginjal tahap akhir yang menjalani hemodialisis
masuk dalam kategori nyeri sedang hingga berat, dimana pasien biasanya
2. Intervention
Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi nyeri saat penusukan akses vaskuler
pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan hemodialisis adalah dengan
melakukan teknik cryotherapy pada tempat penusukan akses vaskuler.
3. Comparison Intervention
4. Outcome
Dengan penerapan manajemen nyeri dengan cryotherapy, diharapkan pasien
penyakit ginjal tahap akhir dengan hemodialisis mengalami penurunan terhadap
kualitas dan rasa nyeri saat penusukan jarum akses vaskuler AV Fistula dilakukan.
tanda objektif terhadap nyeri. Dari hasil penelitian ini terhadap 30 responden
pada kelompok eksperimen dengan p value 0,001 sedangkan pada kelompok
kontrol diperoleh p value 0,23. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan
yang signifikan terhadap efektivitas cryotherapy dapat mengurangi nyeri pada
saat penusukan jarum akses vaskuler pada pasien gagal ginjal kronik dengan
hemodialisis.
Praktikan memberikan baby oil (satu atau dua tetes) pada area penusukan akses
vaskuler fistula yang akan dilakukan Cryotherapy (Kompres Es)
kemudian lakukan Cryotherapy (Kompres Es) dengan gerakan memutar perlahan
secara sirkular dengan menggunakan batu ice di atas tempat penusukan akses
vaskuler. Gerakan sirkular yang dilakukan adalah sejauh 2-3 cm.
Prosedur cryotherapy dimulai 10 menit sebelum penusukan AV fistula dan
dilanjutkan sampai penusukan selesai dilakukan (sekitar 2 menit).
Setelah selesai penusukan praktikan melakukan observasi respon objektif pasien
terhadap nyeri seperti ekspresi wajah, bahasa tubuh, ungkapan verbal, respon
fisiologi (tanda-tanda vital) dan perilaku interpersonal.
Kemudian pasien juga diminta untuk menyebutkan skala nyeri yang dirasakan
(skala 1-10) saat penusukan Akses AV Fistula.
Pasien yang terlibat dalam pelaksanaan EBP ini adalah sebanyak 20 pasien yang
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu sebagai kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. 10 pasien sebagai kelompok intervensi yaitu dilakukan Cryotherapy,
sedangkan 10 pasien sebagai kelompok kontrol yaitu tidak dilakukan
70%
60%
50%
40%
30% Pre Cryotherapy
20% Post Cryotherapy
10%
0%
Nyeri Nyeri Nyeri
Berat
Ringan Sedang
Diagram 3.2
Distribusi skala nyeri kanulasi Pre dan Post Intervensi
pemberian cryotheraphy pada kelompok yang tidak diberikan Cryotherapy
di Unit Hemodialisis IP2K RSUP Fatmawati Jakarta
60%
50%
40%
Pada diagram 3.2 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol yang tidak
mendapatkan Cryotherapy menunjukkan tidak terjadi penurunan kualitas nyeri
berdasarkan skala VAS. Jumlah pasien yang mengalami nyeri berat maupun nyeri
sedang masih dalam jumlah yang sama, yaitu 50 % pasien mengeluhkan nyeri
sedang dan 50% pasien juga mengeluhkan nyeri berat.
Selama praktik residensi, praktikan dalam perannya sebagai perawat spesialis juga
menjalankan fungsinya sebagai leader/ pemimpin dan agen pembaharu dengan
melakukan inovasi dalam pemgembangan intervensi keperawatan. Kegiatan
inovasi dilakukan di instalasi Bougenville ruang hemodialisis RSUP Fatmawati
Jakarta. Kegiatan inovasi yang dilakukan adalah memberikan edukasi berupa
booklet kepada pasien PGTA yang rutin menjalani hemodialisis di unit
hemodialisis.
Kegiatan Inovasi
Kegiatan dalam inovasi pemberian booklet meliputi berbagai tahap, diantaranya :
1. Tahap persiapan
Pada tahap ini praktikan melakukan wawancara baik pada pasien, perawat
pelaksana dan perawat primer serta kepala ruangan, melakukan observasi
kegiatan-kegiatan di unit hemodialisa untuk memperoleh fenomena/gambaran
101
masalah klinik yang muncul terkait program inovasi yang akan dilakukan.
Praktikan melakukan identifikasi dan mengadakan pendekatan untuk
mendiskusikan fenomena yang ditemukan dan rencana inovasi yang dapat
dilakukan di ruangan dengan kepada kepala ruangan, perawat primer, dan
clinical instructur (CI). Persiapan selanjutnya adalah pembuatan proposal
yang dikonsultasikan kepembimbing akademik dan selanjutnya persiapan
pembuatan booklet serta sosialisasi.
3. Tahap Pelaksanaan
Pada pelaksanaan edukasi dengan media booklet ini awalnya praktikan
melakukan identifikasi pasien hemodialisis yang sesuai dengan kriteria,
kemudian praktikan membuat kontrak terlebih dahulu dengan menjelaskan
pada pasien tujuan dan prosedur penerapan edukasi. Selanjutnya praktikan
memberikan edukasi dengan menjelaskan isi yang terdapat di dalam booklet
manajemen hemodialisis. Edukasi diberikan secara bertahap pada masing-
masing pasien dan keluarga sesuai dengan kemampuan dan kesiapan pasien.
Edukasi diberikan saat pasien menjalani sesi hemodialisis dengan pemberian
edukasi selama 15 - 30 menit pada masing-masing. Evaluasi pasien
dilakukan pada minggu kemudian setelah pemberian materi dan booklet
manajemen hemodialisis tersebut.
Dalam evaluasi proses ini juga dilakukan evaluasi terhadap peran serta
perawat yang ada diruang hemodialisis dalam pelaksanaan pemberian edukasi
menggunakan booklet ini. Menurut perawat hemodialisis metode edukasi
dengan pemberian booklet lebih efektif karena menimbulkan minat dan
keinginana pasien untuk membaca booklet dan meningkatkan motivasi pasien
untuk mengikuti saran yang disampaikan didalam isi booklet. Perawat di
ruang hemodialisis juga menilai bahwa pelaksanaan edukasi dengan metode
pemberian booklet akan meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga
tentang manajemen pasien hemodialisis.
2. Evaluasi Hasil
BAB IV
PEMBAHASA
N
Dalam sub bab ini memaparkan tentang analisis hasil penerapan Teori Adaptasi
Roy dalam pemberian asuhan keperawatan dengan gangguan sistem perkemihan
yang berbagai klasifikasi atau kategori kasus, menjelaskan tentang penerapan
evidence base practice cryotherapy untuk mengurangi nyeri saat penusukan
arterivenous fistula pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan hemodialisis
dan menjelaskan tentang pelaksanaan inovasi pemberian booklet manajemen
hemodialisis pada pasien penyakit ginjal tahap akhir.
Selama praktik residensi yang praktikan selesaikan dari tanggal 9 september 2013
sampai tanggal 9 mei 2014 di RSUP Fatmawati jakarta, praktikan memaparkan
asuhan keperawatan yang menjadi kasus kelolaan utama dengan penyakit ginjal
tahap akhir. Selain kasus kelolaan utama, praktikan juga melakukan dan
memaparkan laporan kasus kelolaan yang menjadi resum asuhan keperawatan
pada 34 kasus lainnya dengan gangguan sistem perkemihan. Kasus yang menjadi
104
kelolaan praktikan selama praktik residensi sebagian besar adalah kasus dengan
penyakit ginjal yaitu 20 kasus, selanjutnya adalah kasus dengan kegawatan pada
sistem perkemihan : 3 kasus, kasus obstruksi : 7 kasus, kasus dengan keganasan
sistem perkemihan : 3 kasus dan kasus dengan trauma sistem perkemihan : 1
kasus.
Dalam mode adaptasi fenomena masalah yang ditemukan berbeda pada masing-
masing kasus. Intervensi keperawatan yang diberikan juga disesuaikan dengan
masalah yang muncul pada masing-masing kasus. Kasus yang praktikan temukan
selama praktik residensi, praktikan klasifikasikan menjadi beberpa kasus,
diantaranya :
1. Kasus Penyakit Ginjal
Kasus renal disease yang praktikan temukan dan kelola selama praktik residensi
spersialis terdapat 20 kasus dengan penyakit ginjal tahap akhir. Beberapa
fenomena yang praktikan temukan selama pengelolaan kasus renal disease dengan
penyakit ginjal tahap akhir memiliki kesamaan diantaranya adanya keluhan sesak
napas yang semakin memberat dengan suara napas ronkhi (+), cepat merasa lelah,
adanya keluhan edema terutama edema pada kedua ekstremitas dan adanya
ascites, adanya peningkatan tekanan vena jugularis yang menandakan adanya
masalah kelebihan volume cairan pada pasien, keluhan mual, tidak nafsu makan,
pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan nilai ureum dan creatinin.
Masalah keperawatan yang menjadi masalah keperawatan juga memiliki
kesamaan yaitu kelebihan volume cairan dan elektrolit, intoleransi aktivitas dan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko penurunan curah jantung
dan gangguan integritas kulit. Dari semua masalah keperawtan yangmuncul
tersebut, masalah keperawatan utama yang terdapat pada pasien dengan penyakit
ginjal tahap akhir adalah kelebihan volume cairan dan elektrolit, intoleransi
aktivitas dan perubahan nutrisi.
Pada kasus renal disease dengan penyakit ginjal tahap akhir, penerapan teori Roy
sangat tepat karena pada pasien penyakit ginjal tahap akhir memerlukan berbagai
adaptasi dan penerimaan terhadap perkembangan penyakit dan terhadap
penatalaksanaan perawatan dan pengobatan yang lama termasuk terapi pengganti
ginjal yang membutuhkan penanganan seumur hidup. Bentuk adaptasi pada pasien
dengan penyakit ginjal tahap akhir diantaranya adalah kemampuan beradaptasi
penyakit ginjal tahap akhir (Smeltzer dan Bare, 2008 dan Cleary & Drennan,
2005).
Intervensi kegawatan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir terhadap keluhan
pernapasan pasien adalah pemberian terapi oksigenasi untuk meningkatkan status
oksigenasi dan ventilasi serta perfusi pasien dan meningkatkan kenyamanan
pasien, kemudian ditindaklanjuti dengan kolaborasi pemberian lasix (diuretik)
sebagai terapi diuresis dan tindakan hemodialisis cito sebagai penatalaksanaan
awal dari kelebihan voleme cairan pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir.
Menurut analisis praktikan penerapan teori keperawatan adaptasi Roy pada kasus
kegawat daruratan akut tidak dapat diterapkan secara langsung, yang disebabkan
pasien biasanya datang dalam kondisi kegawatdaruratan berupa sesak napas yang
berat yang disertai dengan edema derajat 3 pada ekstremitas dan ascites, bahkan
terkadang pasien sudah datang dalam kondisi penurunan kesadaran sehingga
Intervensi keperawatan sesuai teori adaptasi Roy baru dapat dilaksanakan saat
tanda vital pasien sudah stabil dan saat dalam pemantauan di ruang IGD asuhan
keperawatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan adaptasi pasien
terhadap kelanjutan intervensi yang diberikan untuk mengatasi situasi kegawatan
tersebut. Intervensi keperawatan yang diberikan untuk mengatasi masalah
keperawatan tersebut meliputi aktivitas regulator dan kognator yang terdiri dari :
monitoring status cairan pasien, manajemen cairan pasien dan penatalaksanaan
terapi hemodialisis cito.
Pada pasien dengan batu ginjal dan batu ureter pengkajian terhadap mode
fisiologis ditunjukkan dengan pasien mengeluhkan nyeri di daerah pinggang yang
menjalar ke paha pada pasien dan nyeri yang bersifat terus menerus. Masalah
keperawatan yang dirumuskan pada pasien dengan kasus batu ureter, batu ginjal
dan hidronefrosis diantaranya adalah nyeri akut, perubahan pola eliminasi dan
resiko infeksi. Pada pasien BPH perilaku inefektif pada mode fisiologis meliputi
nyeri di daerah vesika urinaria, ketidakmampuan dalam mengosongkan kandung
kemih, kencing menetes dan kencing lebih sering dan tidak lampias. Sedangkan
masalah utama yang dapat muncul pada pasien dengan BPH diantaranya retensi
urin, nyeri akut yang berhubungan dengan kontraksi dan distensi vesika urinaria
atau tindakan pembedahan atau operasi Trans Uretral Resection Prostate (TURP).
Tujuan umum penatalaksanaan terhadap gangguan obstruksi meliputi
mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi, menangani infeksi yang
terjadi, mengatasi nyeri dan mempertahankan serta melindungi fungsi renal
(Smeltzer dan Bare, 2008).
Nyeri yang terjadi pada pasien batu ureter atau batu ginjal berbeda penyebabnya
dengan nyeri yang terjadi pada pasien BPH. Nyeri sendiri merupakan suatu
pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan yang dihubungkan
dengan kerusakan jaringan secara aktual maupun potensial. Nyeri merupakan
hasil stimulasi reseptor sensorik yang meghasilkan reaksi ketidaknyamanan,
distress atau menderita. Nyeri juga didefinisikan sebagai rasa tidak nyaman
dengan awitan yang tiba-taba atau perlahan dari intensitas ringan hingga berat
yang dapat diantisipasi sebelumnya dengan durasi kurang dari enam bulan (Perry
& Potter, 2006 dan Wilkinson, 2007). Nyeri pada pasien dengan batu ureter dan
batu ginjal dapat terjadi akibat proses peradangan adanya benda asing (batu) pada
saluran kemih yang dapat mengakibatkan meningkatnya sekresi mediator kimia
dari proses peradangan tersebut (Prostaglandin, kinin, histamin) yang
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan menimbulkan keluhan nyeri.
Nyeri pada batu ginjal dapat bervariasi dari nyeri ringan hingga nyeri berat
(kolik), dimana kondisi nyeri dipengaruhi oleh letak batu dalam saluran
perkemihan. Batu yang terletak di ureter lebih bersifat nyeri berat (kolik) dan
tajam (Price, 2006 dan Smeltzer dan Bare, 2008).
menambah keluhan nyeri yang dirasakan oleh pasien dengan BPH (Purnomo,
2011).
Untuk mengatasi nyeri yang terjadi pada obstruksi sistem perkemihan intervensi
spesifik yang dilakukan adalah dengan melakukan aktivitas regulator dan
cognator yang meliputi: pemantauan tanda vital, mengkaji penyebab nyeri dan
karakteristik nyeri yang dirasakan, manajemen nyeri, manajemen lingkungan dan
pemberian edukasi tentang penyakit serta kolaborasi pemberian analgetik
(ultracet, asam mefenamat). Intervensi keperawatan untuk manajemen nyeri
meliputi latihan relaksasi seperti nafas dalam, guided imagery, terapi distraksi dan
relaksasi otot progresif. Hasil evaluasi menunjukkan rata-rata pasien dapat
menunjukkan perilaku adaptif pada hari ke-4 sampai hari ke-7 perawatan, yang
ditunjukkan dengan pasien dapat mengontrol nyeri dan mampu melakukan
manajemen nyeri.
Untuk mengatasi masalah retensi urin pada pasien obstruksi juga dilakukan
intervensi keperawatan melalui adaptasi terhadap aktivitas regulator dan cognator
yang meliputi melakukan perawatan retensi urin, kateterisasi urinari, perawatan
kateter urin dan irigasi kandung kemih. Pada pasien BPH sebelum kateter dilepas
pasien juga dilakukan bladder training dan juga diajarkan keagel exercise untuk
menghindari kejadian inkontinensia urin akibat pemakaian kateter yang lama.
Hasil evaluasi didapatkan rata-rata pasien BPH menunjukkan perilaku adaptif
eliminasi urin pada hari ke-7 post operasi TURP dan pasien dianjurkan untuk
pulang setelah hari perawatan ke-7.
Pada kasus kanker prostat yang pasien kelola di poli rawat jalan asuhan
keperawatan berdasarkan teori adaptasi Roy tidak dapat diterapkan dengan
maksimal, karena singkatnya waktu kunjungan pasien dan singkatnya kesempatan
pasien untuk mendapatkan perawatan dari praktikan. Intervensi yang diberikan
Pasien kasus keganasan sistem perkemihan yang praktikan kelola terdapat 1kasus,
yaitu trauma uretra. Traumam uretra yang terjadi pada pasien tersebut adalah
akibat benturan keras yang mengenai uretra yang menyebabkan uretra terputus.
Berdasarkan pengkajian perilaku yang ditunjukkan pada mode fisiologis diperoleh
data pasien BAK darah pada awal kejadian dan 8 jam kemudian tidak bisa BAK
secara spontan serta vesika urinaria teraba penuh, nyeri dengan kualitas berat
seperti perih dan teriris dengan skala nyeri 7-8. Berdasarkan data hasil pengkajian
tersebut maka diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan adalah nyeri akut
berhubungan dengan terputusnya inkontinuitas jaringan dan perubahan pola
eliminasi urin (retensi urin) berhubungan dengan terputusnya saluran kemih.
Untuk mengatasi nyeri yang terjadi pada obstruksi sistem perkemihan intervensi
spesifik yang dilakukan adalah dengan melakukan aktivitas regulator dan
cognator yang meliputi: mengkaji penyebab nyeri, karakteristik nyeri yang
hari ke-7 perawatan, yang ditunjukkan dengan pasien dapat mengontrol nyeri dan
mampu melakukan manajemen nyeri.
Konsep diri merupakan pengetahuan individu tentang diri dan citra diri secara
subjektif dan merupakan percampuran komplek dari perasaan, sikap dan persepsi
bawah sadar maupun sadar (Kozier, Berman & Snyder, 2008; Perry & Potter,
2005). Dari ke-34 kasus kelolaan praktikan, pengkajian mode adaptasi konsep diri
sebagian besar menunjukkan perilaku inefektif didapatkan data pasien mengalami
kecemasan dengan perkembangan penyakitnya dan rencana pengobatan yang akan
dijalani. Dimana pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir yang menjalani
terapi hemodialisis untuk pertama kalinya mengeluhkan kecemasan terhadap
tindakan dan ketakutan pasien akan prosedur pemasangan CDL yang digunakan
sebagai akses vaskuler terapi hemodialisis. Berdasarkan pengkajian praktikan
pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir dan pasien dengan keganasan memiliki
tingkat kecemasan paling tinggi terutama pada pasien yang baru mengetahui
diagnosa penyakitnya pertama kali dan mendapatkan tindakan pemasangan CDL
dan terapi hemodialisis untuk pertama kali. Sedangkan pasien dengan keganasan
mereka menyatakan kecemasan akibat perkembangan penyakit dan adanya
Kecemasan adalah suatu keresahan, perasaan tidak nyaman dan perasaan kwatir
yang tidak mudah yang disertai respon autonomis dengan sumber penyebab yang
tidak spesifik atau tidak diketahui individu dan merupakan antisipasi terhadap
bahaya atau ancaman. Batasan karakteristik pengangkatan diagnosa cemas
meliputi : keterbatasan produktivitas, mengekspresikan keluhan karena perubahan
pada kejadian kehidupan, gelisah, perasaan tidak adekuat, peningkatan
kekhawatiran dan berfokus pada diri sendiri (Wilkinson, 2007). Menurut Kaplan
dan Sadock (1997 dalam Lutfa 2008) tingkat kecemasan seorang pasien
dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya 1) faktor Intrinsik yaitu usia pasien,
pengalaman pasien menjalani pengobatan, konsep diri dan peran serta 2) faktor
ekstrinsik, yang meliputi : kondisi medis (diagnosa penyakit), tingkat pendidikan,
akses informasi dan proses adaptasi, tingkat sosial ekonomi dan komunikasi
terapeutik.
Berdasarkan data yang praktikan dapatkan dari hasil pengkajian maka dapat
dirumuskan masalah keperawatan utama pada mode adaptasi konsep diri dari
semua kasus kelolaan umumnya adalah cemas berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis & kebutuhan pengobatan serta
krisis situasi. Intervensi yang praktikan lakukan untuk meningkatkan respon
adapatasi dan mekanisme koping pasien pada mode adaptasi konsep diri adalah
Hasil evaluasi menunjukkan pada pasien renal disease akibat penyakit ginjal
tahap akhir dan sindrom nefrotik adaptasi terhadap konsep diri dengan masalah
keperawatan kecemasa terjadi antara hari ke-8 sampai hari ke-12 perawatan,
ketika pasien sudah 2-3 kali mendapatkan terapi hemodialisis. Pasien obstruksi
adaptasi terhadap respon kecemasan terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-10
perawatan, sedangkan pada pasien neoplasma adaptasi terhadap respon terjadi
pada pada hari ke-7 sampai hari ke-10 perawatan. Perbedaan pencapaian ini
kemungkinan disebabkan oleh karena pada pasien renal disease dan neoplasma
umumnya pasien mengalami perburukan terhadap kondisi kesehatan.
Pada pengkajian mode adaptasi fungsi peran pasien selama sakit dari kasus
kelolaan utama dengan penyakit ginjal tahap akhir dan 33 kasus pasien yang
dijadikan resume, sebagian pasien mengalami perilaku inefektif. Gangguan pada
sistem perkemihan seperti penyakit ginjal tahap akhir dan keganasan sistem
perkemihan mengakibatkan pasien mengalami berbagai ketidakmampuan,
sehingga membuat pasien harus menjalani perawatan yang lebih lama
dibandingkan pasien lainnya. Pengobatan dan perawatan yang lama pada pasien
penyakit ginjal tahap akhir dan keganasan sistem perkemihan terkadang membuat
pasien harus kehilangan pekerjaannya, karena kondisi kesehatan yang tidak
memungkinkan pasien untuk bekerja dengan optimal. Kondisi ini membuat pasien
mengalami gangguan dalam menjalankan perannya, baik peran sebagai kepala
keluarga, pencari nafkah ataupun yang lainnya.
Penerapan Teori Model Adaptasi Roy terhadap kasus kelolaan utama dan 33
kasus kelolaan resume dapat disimpulkan bahwa pemberian asuhan keperawatan
dengan pendekatan Teori Adaptasi Roy dapat memberikan asuhan keperawatan
secara holistik, karena teori ini memperhatikan seluruh aspek baik fisik,
psikologis, sosial, kultural dan spiritual. Namun penerapan pendekatan teori
Adaptasi Roy pada kondisi kegawatdaruratan membutuhkan cara yang berbeda.
Pada kondisi kegawatdaruratan pendekatan teori adaptasi digunakan pada saat
kondisi kegawatdaruratan pasien teratasi dan kondisi pasien dalam pemantauan
atau pemulihan. Pada kondisi kegawatdaruratan penanganan pertama dilakukan
untuk mengatasi kegawatdaruratan yang mengancam nyawa dan mencegah
kecacatan serta perburukan kondisi penyakit.
Nyeri merupakan salah satu masalah keperawatan yang muncul pada saat
penusukan akses vaskuler Arteriovena Fistula Pada pasien dengan hemodialisis.
Nyeri penusukan ini termasuk dalam kategori nyeri akut. Nyeri akut merupakan
suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial dengan awitan yang tiba-tiba
atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat yang dapat diantisipasi dan
berlangsung < 6 bulan (Herdman, 2012).
Rangsangan nyeri penusukan AVF merupakan salah satu jenis nyeri cepat karena
stimulus nyeri dirasakan oleh pasien dalam waktu 0,1 detik setelah diberikan
stimulus. Nyeri penusukan AVF digambarkan sebagai salah satu nyeri tusuk.
Rangsangan nyeri yang dirasakan oleh pasien saat penusukan akan diantarkan ke
system saraf pusat oleh ujung saraf bebas yang tersebar diseluruh permukaan
superfisial kulit dan juga di jaringan. Meskipun semua reseptor nyeri merupakan
ujung serabut saraf bebas dalam menjalankan sinyal rasa nyeri ke sisitem saraf
pusat, ujung-ujung serabut saraf ini menggunakan dua jaras yang terpisah
berdasarkan tipe nyeri yang diterima oleh pasien. Sinyal nyeri tajam yang cepat
dirangsang oleh stimuli mekanik atau suhu, sinyal ini dijalarkan melalui saraf
perifer ke medula spinalis oleh serabut-serabut kecil tipe A pada kecepatan
perjalanan sampai 30 m/detik. Sebaliknya, tipe rasa nyeri lambat khususnya
dirangsang oleh stimuli nyeri tipe kimiawi tetapi juga oleh stimuli mekanik dan
suhu yang menetap, nyeri lambat kronik ini dijalarkan oleh serabut tipe C dengan
kecepatan perjalanan antara 0,5 sampai 2 m/detik (Perry & Potter, 2005 dan
Sherwood, 2012).
Peran perawat untuk mengatasi masalah nyeri pada pasien adalah dengan
memberikan asuhan keperawatan yang cepat dan tepat sehingga pasien dapat
merasakan nyeri yang minimal. Salah satu asuhan keperawatan yang dilakukan
untuk mengatasi nyeri yaitu dengan memberikan terapi farmakologi dan terapi
non farmakologi. Salah satu terapi non farmakologi yang dapat diterapkan oleh
perawat hemodialisis untuk mengatasi nyeri saat penusukan akses vaskuler adalah
dengan memberikan cryotherapy (Asmaa et al, 2012).
Cryotherapy adalah intervensi teraupetik yang dapat dilakukan pada tubuh yang
dapat mengakibatkan penurunan suhu jaringan. Efek dari cryoterapi dapat
menurunkan aliran darah ke jaringan akibat dari adanya vasokonstriksi pembuluh
darah, menurunkan metabolisme jaringan, menurunkan penggunaan oksigen,
peradangan dan spasme otot sehingga mengakibatkan berkurangnya pelepasan
mediator kimia penyebab nyeri seperti kalium, prostaglandin, histamin yang dapat
mengakibatkan berkurangnya rasa nyeri. Penggunaan cryoterapi bersifat lokal
sehingga tidak berpengaruh besar terhadap sistem hemodinamika tubuh, sehingga
penggunaan cryotherapi bermanfaat untuk mengurangi nyeri yang dapat juga
bersifat terlokalisasi (Nadler dan Kruse, 2004). Tetapi pada penusukan AV Fistulat
penggunaan cryotherapy tidak menimbulkan efek vasikonstriksi pembuluh darah,
karena pada AV Fistula pembuluh darah atau akses vaskuler yang digubakan
sudah mengalami dilatasi pembuluh darah dan memiliki aliran darah vena dan
arteri yang besar sehingga vasokonstriksi tidak terjadi.
Teknik cryoterapy yang diberikan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir dengan
hemodialisis, dengan menggunakan kompres batu es besar yang dikompreskan
pada area tempat penusukan akses vaskuler arteriovena fistula secara langsung
selama 10-15 menit sebelum penusukan berlangsung. Penelitian yang dilakukan
oleh Nadler dan Kruse (2004) menyatakan bahwa kompres es secara langsung
pada akses vaskuler AV Fistula lebih efektif menurunkan nyeri dibandingkan
dengan kompres menggunakan ice cube (kantong es). Penilaian kualitas nyeri
penusukan AV Fistula dilakukan sesaat setelah penusukan berlangsung, dimana
pada kelompok intervensi sebelum penusukan AV Fistula dilakukan cryotherapy
dengan kompres batu es selama 10-15 menit. Penilaian kualitas nyeri dilakukan
dengan menggunakan skala Visual Analog Scale (VAS) untuk nyeri dan dengan
mengobservasi wajah pasien terhadap nyeri sebagai tanda gejala secara objektif
dengan menggunakan Wong baker Faces Pain rating Scale.
Efek dan manfaat Cryotherapy yang diberikan pada pasien Hemodialisis saat
penusukan AV Fistula juga mengaktifkan gerbang kendali nyeri sehingga nyeri
menjadi teralihkan (teori Gerbang kendali nyeri/Teori Gate Control). Teori
gerbang kendali nyeri ini merupakan proses dimana terjadi interaksi antara
stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak
Bersadarkan journal of American Science 2012, dengan judul jurnal the impact of
cryotherapy on pain intensity at puncture sites of arteriovenous fistula among
childrend undergoing hemodialysis. Mengatakan bahwa pemberian cryotherapy
efektif untuk menurunkan intensitas nyeri yang terjadi pada pasien anak-anak
yang diberikan penusukan arteriovenous fistula (Asmaa et al, 2012). Jurnal
penelitian terkait yang berjudul effect of cryotheraphy on arteriovenous fistula
puncture-related pain in hemodialysis patiens. Didapatkan hasil bahwa
cryotheraphy berpengaruh secara signifikan (p 0.001) untuk menurunkan skala
nyeri objective dan subjektif pada pasien yang menjalani penusukan AVF saat
dilakukan hemodialisa (Sabitha et al, 2008).
berbasis evidence based practice (EBP) yang saat ini dalam proses
pengembangan
c. Instalasi Hemodialisis memiliki 21 orang perawat dengan tingkat
pendididkan D3 keperawatan dan S1 keperawatan
d. Semua sumberdaya perawat sudah mengikuti dan mendapatkan sertifikat
pelatihan hemodialisis; memiliki tim kerja yang kompak yang sudah
dibagi menjadi tim dan sudah terdapat perawat penanggung jawab
sebagai Primary Nurse (PN)
e. Rata-rata tingkat pendidikan pasien sudah memiliki tingkat pendidikan
menengah dan tinggi.
Wieakness (Kelemahan)
Kelemahan meliputi :
Instalasi hemodialisis belum memiliki SOP edukasi manajemen hemodialisis,
instalasi hemodialisis belum memiliki tim edukasi tentang manajemen dan
permasalahan hemodialisis
Pemberian edukasi dan informasi kepada pasien hemodialisis diberikan secara
langsung ketika pasien bertanya dan belum terstruktur
Kurangnya pemanfaatan edukasi kelompok oleh pasien dan keluarga, di unit
hemodialisis belum terdapat fasilitas (Media) yang mendukung edukasi tentang
hemodialisis.
Oportunity (Kesempatan)
Kesempatannya meliputi :
Di unit hemodialisa terdapat ruang edukasi yang dapat digunakan sebagai tempat
untuk konsultasi keluarga pasien.
Pasien dan keluarga kooperatif dengan semua pemeriksaan dan tindakan
Manajemen hemodialisis yang diperlukan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir
terdiri dari manajemen cairan dengan menjaga keseimbangan dan mengontrol
haus, manajemen diit dengan makan makanan sesuai anjuran dan latihan fisik
serta program pengobatan. Ketidakpatuhan manajemen hemodialisis pada pasien
yang ditandai pasien dapat mengendalikan gaya hidup yang sehat dan termotivasi
untuk menjadi mitra perawat serta mematuhi regimen terapeutik (Tsay & Hung,
2004). Edukasi yang diberikan oleh praktikan dan kelompok melalui pemberian
booklet manajemen hemodialisis.
Berdasarkan hasil evaluasi dari eduaksi dengan pemberian booklet yang dilakukan
oleh praktikan bersama kelompok menunjukkan bahwa tujuan pemberian edukasi
tercapai dengan maksimal. Tujuan edukasi keperawatan seperti yang disampaikan
Setiawati (2008) adalah untuk mmempertahankan status kesehatan, mencegah
timbulnya penyakit dan masalah kesehatan serta membantu memaksimalkan peran
dan fungsi pasien selama sakit serta mengatasi masalah kesehatan pasien.
Dari hasil evaluasi tersebut juga dapat disimpulkan pula rata-rata pasien
mengalami peningkatan pengetahuan. Dimana sebelum pemberian materi dan
booklet rata-rata pasien berada pada kondisi tidak bisa melakukan manajemen
hemodialisis dan merubah kebiasaan sedangkan pada saat evaluasi rata-rata pasien
mampu melaksanakan perubahan dan termotivasi untuk melakukan perubahan.
Dibuktikan dengan pasien menyatakan mengikuti aturan diit sesuai anjuran dan
mampu membatasi mimun seta kenaikan berat badan diantara waktu hemodialisis
berkisar 1-2 kg.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan simpulan dan saran analisis pengalaman praktik residensi
spesialis keperawatan dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai pemberi
asuhan keperawatan, berdasarkan degan aplikasi penerapan asuhan keperawatan
dengan pendekatan Teori Adaptasi Roy pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan, penerapan intervensi keperawatan berdasarkan pembuktian ilmiah
(evidence based nursing) dan pelaksanaan program inovasi keperawatan.
5.1 Simpulan
5.1.1 Penerapan Teori Adaptasi Roy dalam Pemberian Asuhan Keperawatan
Teori Adaptasi Roy dapat diterapkan pada asuhan keperawatan pasien dengan
gangguan sistem perkemihan, karena pada gangguan sistem perkemihan memiliki
prognosa penyakit dengan awitan yang panjang dan penatalaksanaan keperawatan
dan pengobatan yang komplek dan dapat berlangsung seumur hidup. Pada
gangguan sistem perkemihan memerlukan berbagai adaptasi terhadap semua
aspek kebutuhan dari pasien, yaitu meliputi pemenuhan kebutuhan fisik, konsep
diri, peran dan fungsi interdependensi. Dengan penerapan Teori Adaptasi Roy ini
diharapkan pasien mampu beradaptasi dengan prognosa penyakitnya, perawatan
dan pengobatan yang komplek dan membut,hkan penanganan yang lama seperti
pelaksanaan dialisis yang harus dijalan pasien seumur hidup.
126
5.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan ketika menjadi praktikan dalam praktik residensi
keperawatan medikal bedah meliputi :
5.2.1 Teori Adaptasi Roy hendaknya dapat diterapkan dan dikembangan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan pada seluruh kasus.
DAFTAR PUSTAKA
Barnett, T., Yoong L., Pinikahana J. & Yen S.T. (2008). Fluid compliance among
patients having haemodialysis: can an educational programme make a
difference?. Journal Advabced Nursing. Vol. 61(3)
Black, J.M & Hawks, J.H. (2009). Medical surgical nursing clinical management
for positive outcome (8th ed). St. Louis : Elsevier.
Casper, Brand, Veerman, Korevar, Benz , Bezemer, et al. (2005). Chewing gum
and a saliva subtitute alleviate thirst and xerostomia in patients on
hemodialysis. Nephrology Dialysis Transplantation 20 : 578-584.
Dias, T.S., Neto, M.M, &Da Costa, C. J.A,. ( 2008). Arteriovenous fistula
puncture : an essessntial factor for hemodialysis efficiency.Informa Health
Care Renal Failure, 2008. 30: 870-876. Diperoleh dari
http://www.proquest.com
Go, A.S, Chertow, G. M, & Fan, D. (2004). Chronic kidney disease and the risks
of death, cardiovasculer, events, and hospitalization. The new england
journal of medicine, 351 (13), 1296-1308.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. (2008). Fundamental of Nursing:
concepts, process, and practice. California: Prentice Hall.
Lindley, E., Aspinall, L., Gardinier, C., & Garthwaite. (2011). Management of
Fluid Status. Diunduh di www.intechopen.com
Hassan, Darwish, Samman & Fadel. (2012). The impact of cryotherapy on pain
intensity at puncture sites of arteriovenous fistula among children undergoing
hemodialysis. Journal of American science. 2012; 8 (12).
Ignativius, D.D & Workman, L.M. (2006). Medical surgical mursing critical
thingking for collaboration care (5th). St Louis Elsevier
Johnson, J.Y. (2010). Hand book brunner & suddarth’s text book of medical
surgical nursing (11th ed). Wolter kluwer health : Lippincott williams &
wilkins
Nadler dan Kruse. (2004). The Physiologic basis and clinical applications of
Cryotherapy and Thermotherapy for the pain practitioner. Journal of pain
Physician, (2004) : 395-399, ISSN 1533-3159
Perry, A.P. & Potter, A.G. (2005). Fundamentals of Nursing. (7th Edition). Alih
bahasa : Andrina Ferderika. Jakarta : Salemba medika
Potter, A.P. & Perry, A.G. (2009). Fundamentals of Nursing. (8th Edition).
Australia: Elsevier Inc .
Phillips,K.D. (2006). Sister Calista Roy : Adaptation Model Dalam Tomey , A.N,
Alligood, M.R (editor), Nursing Theorist and their work. St. Louis
Missouri : Mosby
Price, S.,A., & Wilson, L.,M. (2007). Fisiologi Proses-Proses Penyakit. Alih
bahasa oleh Peter Anugrah. Jakarta: EGC.
Robinson, J & Burghardt , J.C. (2012). Lippincott’s review for medical nursing
certification (5th ed). Philladelphia : Lippincott williams & wilkins
Roy, C. & Andrew, H. (1999). The Roy Adaptation Model. New Jersey: Prentice
Hall.
Sherwood, L. (2012). Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Alih Bahasa oleh
Pendit, B. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. (2008). Textbook of medical surgical nursing (11th ed).
Philladelphia : Lippincott williams & wilkins.
Taylor, L.C. & Le Mone, P.( 2005). Fundamental of Nursing: The Art and
Science of Nursing Care. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Timby, B.K & Smith, N.E. (2010). Introductory medical-surgical nursing (10th
ed) : Wolters kluwer health : lippincott williams & wilkins
Torrace C & Serginson E. (1997). Surgical Nursing. Bridgend, midglamorgan:
WBC book Manufactures Ltd.
Tsay, S.L. & Lee, Y.H. (2005). Effect of an Adaptation Training Programme for
Patients with End Stage Renal Disease. Journal of Advanced Nursing.
Votroubek &Tobacco, RN. (2010). Pediatric Home Care for Nurses: A Family-
Centered Approach. _:Jones& Bartlett Learning.
Williams, L.S & Hopper, P.D. (2007). Understanding medical surgical nursing
(3th ed) : FA Davis company.
Lampiran 1
NO. Identitas Pasien Keluhan Utama Pengkajian Aspek Spesifik teori Model
KASUS KEGAWATAN
1. Tn. RH (47 th) laki- Diagnosa medis : CKD stage V Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
laki, agama islam, dengan overload. Keluhan utama : 180/90 mmHg, nadi : 90 x/menit, frekuensi napas kelebihan volume cairan, gangguan pola
status menikah, suku sesak napas sejak 3 bulan sebelum : 28 x/menit, suhu : 36,50C. Kesadaran napas, ketidakseimbangan nutrisi kurang
jawa, pendidikan masuk rumah sakit (SMRS) dan composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak dari kebutuhan, ketidakpatuhan
tamat perguruan badan makin lama makin bengkak, iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas
tinggi, pekerjaan edema sejak 1 bulan SMRS. Pasien vesikuler, Ronchi (+), whezzing (-), CRT > 3 Intervensi : fluid management, fluid
swasta. mengetahui menderita penyakit ginjal detik dan tampak pucat, JVP 5+2 cmH2O, edema monitoring, nutrition management, coping
sejak 3 bulan yang lalu. Pasien sulit anasarka, derajat pitting edema : derajat 3,
enhancement, teaching individual and
tidur karena sesak dan tidur dengan kemaluan edema (skrotum dan penis edema),
family.
posisi duduk. Batuk (-), pilek (-). ascites dengan lingkar perut 132 cm. Pemeriksaan
Nafsu makan menurun karena mual, laboratorium : hemoglobin : 4,9 mg/dl, , ureum
tidak ada muntah, pasien belum 310 mg/dl, creatinin 13,3 mg/dl, GDS : 143
membatasi minum dan dalam sehari mg/dl. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) : Evaluasi : setelah 2 hari perawatan diruang
kira-kira minum 1000-1500 ml air. pH : 7,049; PCO2 : 31,2; PO2 46,1; BP 750; IGD pasien masih sesak napas dengan
Pasien dalam 5 hari ini sulit untuk HCO3 : 8,4; O2 saturasi 64; BE -21; total CO2
Frekuensi napas : 28 x/menit, TD : 160/90
BAK karena kemaluan bengkah, 9,4. Elektrolit : natrium : 128 mmol/l, kalium :
mmHg, nadi : 92 x/menit. Jumlah output
jumlah urin mulai menurun. Pasien 6,07 mmol/l; clorida 112 mmol/l.
memiliki riwayat penyakit DM dan
urin dalam 24 jam : 800 cc (dengan
Hipertensi sejak 3 tahun yang lalu. pemasangan kateter dan lasik drip 6 x 40
mg/24 jam). Masih terdapat mual dan tidak
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual :
ada muntah. Nafsu makan masih kurang
hipertensi dan DM, residual : ketidakpatuhan
makan hanya habis 3 sendok makan
terhadap restriksi cairan.
dengan frekuensi makan 3 kali sehari. Pada
Universitas Indonesia
2. Tn. AK (59 th), laki Diagnosa medis : CKD stage V on Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
laki, agama islam, HD Overload, CHF Keluhan utama : 170/80 mmHg, nadi : 114 x/menit, frekuensi gangguan pola napas, kelebihan volume
status : menikah, Sesak dan Nyeri dada. Pasien sesak napas : 28 x/menit, suhu : 36,50C. Kesadaran cairan, Nyeri akut, ketidakseimbangan
suku jawa, memberat 6 hari SMRS dan sudah composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak nutrisi kurang dari kebutuhan,
pendidikan terakhir : dibawa ke IGD RSUP Fatmawati 6 iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas
ketidakpatuhan
tamat SMP, hari yang lalu tetapi pulang paksa. vesikuler, Ronchi (+), whezzing (+) saat
pekerjaan : tidak Kemudian di rumah kambuh kembali ekspirasi, CRT < 3 detik, JVP 5+2 cmH2O, Intervensi : pain management, fluid
bekerja. dan 3 hari yang lalu disertai Nyeri edema pada kedua ekstremitas bawah dengan management, fluid monitoring, nutritiin
dada dengan intensitas nyeri hilang derajat pitting edema derajat 3, tidak ada ascites.
management, coping enhancement,
timbul, skala nyeri dada 4-5 Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin : 7,2
meningkat jika digunakan untuk
teaching individual and family.
mg/dl, , ureum 220 mg/dl, creatinin 12,5 mg/dl,
aktivitas dan berkurang dengan napas GDS : 59 mg/dl. Pemeriksaan analisa gas darah
dalam dan istirahat tidur. Batuk (+), (AGD) : pH : 7,376; PCO2 : 19,2; PO2 138,3; BP
pasien sulit tidur dan sering 751; HCO3 : 8,4; O2 saturasi 11; BE 98,8; total Evaluasi : setelah 2 hari perawatan diruang
terbangun saat nyeri dada meningkat. CO2 11,6. Elektrolit : natrium : 136 mmol/l, IGD pasien masih sesak napas dengan
Pasien mengetahui sakit ginjal sejak kalium : 4,45 mmol/l; clorida 109 mmol/l. CK
Frekuensi napas : 24 x/menit, TD : 160/80
1 tahun yang lalu dan mengatakan 107 U/L, CKMB 28 U/L
sulit untuk membetasi minum
mmHg, nadi : 102 x/menit. Jumlah output
meskipun sudah berusaha untuk urin dalam 24 jam : 800 cc (dengan
minum sedikit sesuai anjuran. Jumlah pemasangan kateter dan lasik drip 2 x 40
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual :
minum dalam sehari ± 1200 cc/ 24 mg/24 jam). Nyeri dada berkurang dengan
CHF dan DM, residual : ketidakpatuhan terhadap
jam. Pasien HD rutin 2 x/minggu. skala nyeri 3-4, sifat masih hilang timbul..
restriksi cairan.
Jumlah urin dalam sehari ± 700 - 800 Pada hari kedua pasien dipindahkan ke
cc/24 jam. Pasien memiliki riwayat ruang perawatan lantai 5 Utara.
CHF dan DM tipe 2 sejak ± 9 tahun
yang lalu dan berobat tidak rutin.
Universitas Indonesia
3. Tn. MA (61 tahun), Diagnosa medis : CKD stage V on Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
laki-laki, agama HD Overload, Hipertensi Urgency, 200/100 mmHg, nadi : 110 x/menit, frekuensi gangguan pola napas, kelebihan volume
islam, suku : sunda, ACS NStemi Keluhan utama : Sesak napas : 32 x/menit, suhu : 36,5 0C. Kesadaran cairan, Nyeri akut, ketidakpatuhan
pendidikan : tamat berat sejak 1 hari SMRS dengan composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak
SMP, tidak bekerja Nyeri dada dengan intensitas nyeri iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas Intervensi : pain managem ent, fluid
hilang timbul (kadang-kadang), skala vesikuler, Ronchi (+), whezzing (+) saat management, fluid monitoring, nutrition
nyeri dada 3-4 meningkat jika ekspirasi, CRT > 3 detik, tampak pucat, akral management, coping enhancement,
digunakan untuk aktivitas dan dingin, JVP 5+0 cmH2O, edema pada ekstremitas teaching individual and family.
berkurang dengan napas dalam dan bawah dengan derajat pitting edema pada derajat
istirahat tidur. Pasien mengetahui 2, tidak ada ascites. Pemeriksaan laboratorium :
sakit ginjal sejak 10 tahun yang lalu hemoglobin : 9,1 mg/dl, , ureum 161 mg/dl,
dan mengatakan sulit untuk creatinin 11 mg/dl, GDS : 254 mg/dl. Evaluasi : setelah 2 hari perawatan diruang
membatasi minum meskipun sudah Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) : pH : IGD pasien masih sesak napas dengan
berusaha untuk minum sedikit sesuai 7,166; PCO2 : 32; PO2 : 65,6; BP 749; HCO3 : Frekuensi napas : 24 x/menit, TD : 210/100
anjuran. Jumlah minum dalam sehari 11,3; O2 saturasi 87,6; BE -16; total CO2 12,3. mmHg, nadi : 102 x/menit. Jumlah output
± 1200 cc/ 24 jam. Pasien HD rutin 2 Elektrolit : natrium : 136 mmol/l, kalium : 4,24
urin dalam 24 jam : 800 cc (dengan
x/minggu. Jumlah urin dalam mmol/l; clorida 105 mmol/l. CK 256 U/L, CKMB
pemasangan kateter dan lasik drip 5 mg/
sehari 42 U/L
± 700 - 800 cc/24 jam. Pasien jam). Nyeri dada berkurang dengan skala
memiliki riwayat CHF dan DM tipe 2 nyeri 2-3, sifat masih hilang timbul.. Pada
sejak ± 10 tahun yang lalu dan hari kedua pasien dipindahkan ke ruang
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual :
berobat rutin. Obat yang diminum perawatan lantai 5 Utara.
CHF dan DM, residual : ketidakpatuhan terhadap
ISDN, Lasik, Ascardia dan Captopril
restriksi cairan
25 mg.
RENAL DISEASE
4. Ny. AA, 82 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V, Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
perempuan, islam, CHF, DM Tipe 2 keluhan utama : 160/80 mmHg, nadi : 95 x/menit, frekuensi napas gangguan pola napas, kelebihan volume
janda, suku sunda, sesak napas berat sejak 2 minggu : 40 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran cairan, Intoleransi Aktivitas, cemas
pendidikan : tamat yang lalu SMRS, 4 hari SMRS sudah composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak
SD, tidak bekerja pernah dirawat di RS Bekasi selama iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas Intervensi : pain management, fluid
Universitas Indonesia
3 hari dan pulang paksa kemudian vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < 3 management, fluid monitoring, nutrition
saat perjalanan pulang sesak detik, tampak pucat, akral dingin, JVP 5+2 management, manajemen energi, coping
meningkat sehingga dibawa ke RSUP cmH2O, edema pada ekstremitas bawah dengan enhancement, teaching individual and
Fatmawati. derajat pitting edema pada derajat 2, ascites family.
dengan lingkar perut 136 cm. Anjuran diet DM
Saat pengkajian pasien mengeluh Ginjal 1500 Kkal/Hari, dengan restriksi cairan
sesak napas dan badan lemas. Pasien 600-800 cc/hari
juga mengatakan sudah pasrah Evaluasi : setelah 5 hari perawatan di ruang
dengan penyakitnya dan tidak mau
penyakit dalam lantai 5 selatan pasien
dilakukan cuci darah karena takut
sesak napas sudah berkurang Frekuensi
dan tidak mau merepotkan anak-
napas : 22 x/menit, TD : 160/80 mmHg,
anaknya
Pemeriksaan laboratorium (19/09/2013) : nadi : 88 x/menit. Jumlah output urin
hemoglobin : 10,7 mg/dl, , ureum 135 mg/dl, tampung dalam 24 jam : 800 cc (dengan
creatinin 11,3 mg/dl, GDS : 123 mg/dl.
lasik drip 40 mg/ 24 jam. pasien tetap tidak
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD)
menghendaki untuk dilakukan cuci darah.
(19/09/2013) : pH : 7,295; PCO2 : 21,8; PO2 :
107,3; BP 753; HCO3 : 10,4; O2 saturasi 97,5; Dan pasien menginginkan pulang meski
BE -13,8; total CO2 11. Elektrolit : natrium : 136 belum diijinkan. Pasien pulang pada hari
mmol/l, kalium : 4,24 mmol/l; clorida 105 ke-6 atas permintaan sendiri.hasil evaluasi
mmol/l. diperoleh perilaku pada model fisiologis
cairan dan elektrolit adaptif setelah 6 hari
Pemeriksaan Foto Thorak (19/09/2013) : perawatan, sedangkan perilaku pada mode
kardiomegali dengan aorta kalsifikasi & elongasi
konsep diri, fungsi peran dan
disertai tanda bedungan paru.
interdependensi belum adaptif.
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual :
CHF dan DM, residual : ketidakpatuhan terhadap
restriksi cairan
5. Tn. AS, 55 th laki- Diagnosa Medis : CKD Stage V, CHF Hasil pengkajian fisik didapatkan data : pasien Masalah keperawatan yang muncul:
laki, agama islam NYHA Clas III-IV keluhan utama : tampak sesak berat dan demam, TD : 140/80 gangguan pola napas, kelebihan volume
status menikah, suku sesak napas berat dan nyeri mmHg, nadi : 102 x/menit, frekuensi napas : 28 cairan, hipertermi, nyeri, cemas
sunda, pendidikan : pinggang sejak 2 minggu yang lalu x/menit, suhu : 38,50C. Pasien demam dan
Universitas Indonesia
tamat SLTA, SMRS, sesak berkurang jika duduk menggigil sejak malam ketika dipasang CDL, Intervensi : pain management, fluid
pekerjaan : Swasta dan sesak mengganggu aktivitas CDL terdapat rembesan darah segar, dan terdapat management, fluid monitoring, nutrition
fisik, pasien sering terbangun malam nyeri pada pemasangan CDL terasa seperti teriris, management, manajemen energi, coping
Masuk RS : 7 hari karena merasa sesak yang berat senut senut dengan skala nyeri pada skala 5,
september 2013
enhancement, teaching individu al
da langsung terbangun untuk duduk kesadaran composmentis konjungtiva anemis,
family.
akibat sesak. Pasien memiliki riwayat sklera tidak iketrik. Pasien tampak sesak napas
Pengkajian : 11
sakit DM sejak 2010 dan pernah berat, suara napas vesikuler, Ronchi (+),
september 2013
dirawat karena hipoglikemia. Pasien whezzing (-), bunyi jantung S1-II reguler.
juga memiliki riwayat hipertensi Murmur (-), gallop (-), CRT < 3 detik, tampak Evaluasi : setelah 5 hari perawatan di ruang
tidak terkontrol sejak 10 tahun. pucat, akral dingin, JVP 5+2 cmH2O, edema pada penyakit dalam lantai 5 selatan pasien
Pasien juga merupakan perokok berat ekstremitas bawah dengan derajat pitting edema sesak napas sudah berkurang, nyeri di
sejak remaja ± 2 bungkus/hari dan pada derajat 3.. Anjuran diet Ginjal 1900
daerah insisi CDL sudah tidak terasa, dan
sudah berhenti mulai sakit ini. Kkal/Hari rendah garam, dengan restriksi cairan
darah sudah tidak merembes, Frekuensi
800 cc/hari.
Pasien baru terpasang CDL 2 hari napas : 22 x/menit, TD : 160/80 mmHg,
yang lalu dan sudah menjalani HD Jumlah urin tampung (24 jam tgl 12/09/2013) : nadi : 88 x/menit. Suhu : 37 0C, Jumlah
sebanyak 2 x. 800 cc output urin tampung dalam 24 jam : 800-
1000 cc (dengan lasik 3 x 40 mg/ 24 jam
Pemeriksaan laboratorium (07/09/2013) :
injeksi intravena). Pada hari ke-8
hemoglobin : 5,2 mg/dl, Ht : 16%, ureum 334
perawatan kondisi pasien makin membaik,
mg/dl, creatinin 18,9 mg/dl, GDS : 149 mg/dl.
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) sesak napas berkurang RR : 22 x/menit,
(07/09/2013) : pH : 7,211; PCO2 : 16,5; PO2 : tidak terdapat demam dengan suhu :
135,73; BP 751; HCO3 : 6,5; O2 saturasi 98,2; 36,50C. Hasil evaluasi diperoleh perilaku
BE -18,8; total CO2 7,0 mmol/L. Elektrolit : pada model fisiologis cairan dan elektrolit
natrium : 142 mmol/l, kalium : 4,56 mmol/l; adaptif setelah hari ke 10 dan perilaku pada
clorida 90 mmol/l. mode konsep diri adaptif setelah hari ke-12
perawatan, pasien mangungkapkan sudah
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual :
siap untuk menjalani perawatan
CHF, residual : ketidakpatuhan terhadap restriksi
cairan penyakitnya dengan menggunakan terapi
hemodialisis seumur hidup.
Universitas Indonesia
6. Ny.SS, 57 th, Diagnosa Medis : CKD Stage V on Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
perempuan, islam, HD rutin, CHF kelas II-III keluhan 140/80 mmHg, nadi : 98 x/menit, frekuensi napas gangguan pola napas, kelebihan volume
status : menikah, utama : sesak napas berat terutama : 28 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran cairan, Intoleransi Aktivitas, cemas
suku : betawi, saat tiduran, dan mengeluh perut composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak
pendidikan : tamat buncit asites tidak kempes sudah 2 iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas Intervensi : fluid management, fluid
akademik, pekerjaan bulan. Kenaikan berat badan 5 kg. vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < 3 monitoring, nutrition management,
: PNS Pasien memiliki riwayat CKD sejak 2 detik, tampak pucat, akral dingin, JVP 5+2 manajemen energi, coping enhancement,
tahun yang lalu, dengan program HD cmH2O, edema pada ekstremitas bawah dengan teaching individual and family.
Masuk RS : rutin. Tetapi pasien sulit untuk derajat pitting edema pada derajat 2, ascites
5/09/2013 mengontrol minum dan masih sering dengan lingkar perut 136 cm. Anjuran diet Ginjal
minum air es 1600 Kkal/Hari, dengan restriksi cairan 600-800
Pengkajian :
cc/hari Evaluasi : setelah 5 hari perawatan di ruang
19/09/2013
penyakit dalam lantai 5 selatan pasien
sesak napas sudah berkurang, tidak
Pemeriksaan laboratorium (19/09/2013) : terdapat edema pada ekstremitas bawah.
hemoglobin : 8,2 mg/dl, Ht : 25 mg/dl , ureum 86 Lingkar perut 130 masih terdapat ascites.
mg/dl, creatinin 4,3 mg/dl, GDS : 123 mg/dl. Frekuensi napas : 22 x/menit, TD : 160/80
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) mmHg, nadi : 88 x/menit. Jumlah output
(19/09/2013) : pH : 7,295; PCO2 : 21,8; PO2 : urin tampung dalam 24 jam : 800 cc
107,3; BP 753; HCO3 : 10,4; O2 saturasi 97,5;
(dengan lasik drip 40 mg/24 jam. pasien
BE -13,8; total CO2 11. Elektrolit : natrium : 130
mendapatkan 3 kali terapi hemodialisis dan
mmol/l, kalium : 5,09 mmol/l; clorida 105
mmol/l. Kalsium : 7,99 mg/dl, magnesium : 2,20
hari ke 13 dianjurkan untuk pulang dan
mg/dl. melanjutkan terapi hemodialisis. Hasil
evaluasi diperoleh perilaku pada model
fisiologis cairan dan elektrolit adaptif
setelah hari ke 11, meskipun pasien masih
memerlukan pengawasan dari keluarga
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual : untuk mampu mengontrol minum dan
CHF dan DM, residual : ketidakpatuhan terhadap perilaku pada mode konsep diri adaptif
restriksi cairan setelah hari ke-12.
Universitas Indonesia
7. Ny. S, 58 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V on Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
perempuan agama HD rutin, keluhan utama : sesak 150/80 mmHg, nadi : 88 x/menit, frekuensi napas gangguan pola napas, kelebihan volume
islam, status : napas berat terutama saat tiduran dan : 28 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran cairan, Intoleransi Aktivitas, cemas
menikah suku : jawa, berkurang dengan duduk. Pasien composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak
pendidikan: tamat memiliki riwayat CKD sejak 4 tahun iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas Intervensi : fluid management, fluid
SMA, pekerjaan : yang lalu, dengan program HD rutin. vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < 3 monitoring, nutrition management,
ibu Rumah Tangga Tetapi pasien sulit untuk mengontrol detik, tampak pucat, akral dingin, JVP 5+2 manajemen energi, coping enhancement,
minum dan masih sering minum air cmH2O, edema pada ekstremitas bawah dengan teaching individual and family.
es derajat pitting edema pada derajat 2, ascites
dengan lingkar perut 140 cm. Anjuran diet Ginjal
Masuk RS :
1700 Kkal/Hari, dengan restriksi cairan 600-800
20/09/2013
cc/hari Evaluasi : setelah 5 hari perawatan di ruang
Pengkajian : penyakit dalam lantai 5 selatan pasien
20/09/2013 sesak napas sudah berkurang, tidak
Pemeriksaan laboratorium (20/09/2013) : terdapat edema pada ekstremitas bawah.
hemoglobin : 8,7 mg/dl, Ht : 23 mg/dl , ureum 98 Lingkar perut 130 masih terdapat ascites.
mg/dl, creatinin 7,8 mg/dl, GDS : 123 mg/dl. Frekuensi napas : 22 x/menit, TD : 160/80
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) mmHg, nadi : 88 x/menit. Jumlah output
(20/09/2013) : pH : 7,115; PCO2 : 22,8; PO2 : urin tampung dalam 24 jam : 800 cc
107,3; BP 753; HCO3 : 10,4; O2 saturasi 97,5;
(dengan lasik drip 40 mg/ 24 jam. pasien
BE -13,8; total CO2 11. Elektrolit : natrium : 130
mendapatkan 3 kali terapi hemodialisis dan
mmol/l, kalium : 5,09 mmol/l; clorida 105
mmol/l. Kalsium : 7,99 mg/dl, magnesium : 2,20
dianjurkan untuk pulang pada hari ke 14
mg/dl. dan melanjutkan terapi hemodialisis. Hasil
evaluasi diperoleh perilaku pada model
fisiologis cairan dan elektrolit adaptif
setelah hari ke 12, pasien menunjukkan
perilaku mulai adaptif, pasien dapat
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual : mengatur dan membatasi cairan walaupun
CHF dan DM, residual : ketidakpatuhan terhadap terkadang masih minum lebih dari
Universitas Indonesia
8. Tn. RS, 17 th, laki- Diagnosa Medis : Sindrom nefrotik, Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
laki, islam, status: keluhan utama : Bengkak di wajah, 150/100 mmHg, nadi : 90 x/menit, frekuensi gangguan pola napas, kelebihan volume
belum menikah, perut dan kaki. napas : 24 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran cairan, Intoleransi Aktivitas, cemas
suku betawi, composmentis konjungtiva tidak anemis, sklera
pendidikan : Tamat Pasien mengatakan bengkak-bengkak tidak iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara Intervensi : fluid management, fluid
SMP, Pekerjaan : sejak 3 bulan SMRS dan disertai napas vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < monitoring, nutrition management,
Pelajar BAK berbusa. Pasien sering 3 detik, JVP 5+2 cmH2O, edema pada manajemen energi, coping enhancement,
terbangun pada malam hari karena ekstremitas bawah dengan derajat pitting edema
Masuk RS : BAK. Pasien juga mengatakan sesak teaching individual and family.
pada derajat 2, ascites dengan lingkar perut 100
22/09/2013 napas, napas bertambah jika berjalan cm, shifting dulness (+), edema pada wajah, dan
dan lebih baik jika duduk. Tidak ekstremitas bawah dengan derajat edema 2. Urin
Pengkajian : terdapat nyeri dada. Pasien sering tampung : 3500 cc dengan input : 600 cc. Evaluasi : setelah 12 hari perawatan di
23/09/2013 menderita mual dan muntah jika
ruang penyakit dalam lantai 5 selatan
makan sejak perut membesar. Pasien mendapatkan restriksi cairan : 600 cc/ 24
pasien sudah tidak sesak napas, tidak
jam. BB : 60 Kg.
Pasien memiliki riwayat sakit ISPA, terdapat edema. Lingkar perut 85, tidak
dan memiliki kebiasaan merokok 1 terdapat ascites. Frekuensi napas : 22
bungkus /hari dan kebiasaan minum x/menit, TD : 160/80 mmHg, nadi : 88
kopi. Pemeriksaan laboratorium (22/09/2013) : Protein
x/menit. BB : 47 Kg. Hasil evaluasi
Urin Kualitatif : 1,681 EU/dl urinalisa : Protein
diperoleh perilaku pada model fisiologis
urin : +3; Urinalisa Darah : +3, Urinalisa Eritrosit
10-15/LPB, urinalisa bakteri : Positif (+), cairan dan elektrolit adaptif setelah hari ke
pemeriksaan fungsi hati : SGOT : 24 U/L, SGPT : 12 dan perilaku pada mode konsep diri
11 U/L, Protein Total : 3 g/dl, Albumin : 1,4 g/dl, adaptif setelah hari ke-14 perawatan
Globulin : 1,6 g/dl. . Elektrolit : natrium : 139
mmol/l, kalium : 3,43 mmol/l; clorida 114
Universitas Indonesia
9. Olid, 38 th, laki-laki, Diagnosa Medis : CKD Stage V on Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
islam, status : HD rutin, efusi pleura dekstra. 130/80 mmHg, nadi : 92 x/menit, frekuensi napas gangguan pola napas, kelebihan volume
menikah, pendidikan keluhan utama : sesak napas berat : 28 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran cairan, Intoleransi Aktivitas, cemas
: tamat SMA; sejak 2 hari SMRS terutama saat composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak
pekerjaan : Swasta tiduran dan berkurang dengan duduk. iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas Intervensi : fluid management, fluid
Pasien memiliki riwayat CKD sejak vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < 3 monitoring, nutrition management,
Masuk RS : 11 bulan yang lalu, dengan program detik, tampak pucat. JVP 5+2 cmH2O, edema (-), manajemen energi, coping enhancement,
21/09/2013 HD rutin. Tetapi pasien sulit untuk ascites (-), terpasang O2 3L/menit. Anjuran diet
teaching individual and family.
mengontrol minum dan masih sering Ginjal 1700 Kkal/Hari dengan protein 1 gr/kgBB,
Pengkajian :
minum air es. Pasien memiliki dengan restriksi cairan 600-800 cc/hari
23/09/2013
riwayat merokok sejak remaja 2
bungkus sehari dan sering minum Evaluasi : setelah 5 hari perawatan di ruang
minuman berenergi dan makan mie penyakit dalam lantai 5 selatan pasien
Pemeriksaan laboratorium (21/09/2013) :
instan. Pasien jarang minum air sesak napas sudah berkurang, . Frekuensi
Universitas Indonesia
putih. hemoglobin : 10,5 mg/dl, Ht : 23 mg/dl , ureum napas : 18 x/menit, TD : 130/80 mmHg,
83 mg/dl, creatinin 4,88 mg/dl, GDS : 87 mg/dl. nadi : 88 x/menit. Jumlah output urin
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) tampung dalam 24 jam : 800 cc.. pasien
(20/09/2013) : pH : 7,427; PCO2 17,8; PO2 :
mendapatkan 2 kali terapi hemodialisis dan
142,6 BP 753; HCO3 : 11,5 O2 saturasi 98,9; BE
dianjurkan untuk pulang dan melanjutkan
-9,9; total CO2 12. Elektrolit : natrium : 138
terapi hemodialisis dari rumah. Hasil
mmol/l, kalium : 3,85 mmol/l; clorida 95 mmol/l.
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual : evaluasi diperoleh perilaku pada model
CHF dan DM, residual : ketidakpatuhan terhadap fisiologis cairan dan elektrolit adaptif
restriksi cairan. setelah hari ke 10, pasien menunjukkan
dapat mengontrol minum meski dengan
sedikit pengawasan dengan IDWG 2 kg
dan perilaku pada mode konsep diri adaptif
setelah hari ke-12 perawatan
10. Ny. SM, 51 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V on Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
perempuan agama HD rutin, keluhan utama : sesak 150/90 mmHg, nadi : 88 x/menit, frekuensi napas gangguan pola napas, kelebihan volume
islam, status : napas terutama saat tiduran dan : 24 x/menit, suhu : 370C. Terpasang O2 3LPM. cairan, Intoleransi Aktivitas, cemas
menikah suku : jawa, berkurang dengan duduk. Pasien Kesadaran composmentis konjungtiva anemis,
pendidikan: tamat memiliki riwayat CKD sejak 6 bulan sklera tidak iketrik. Pasien tampak sesak napas, Intervensi : fluid management, fluid
SMA, pekerjaan : yang lalu, dan diprogramkan untuk suara napas vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), monitoring, nutritiin management,
ibu Rumah Tangga mendapat terapi hemdoialisis CRT < 3 detik, tampak pucat, akral dingin, JVP manajemen energi, coping enhancement,
sehingga dirujuk ke RS Fatmawati. 5+2 cmH2O, edema pada ekstremitas bawah
teaching individual and family.
Pasien mengatakan sulit untuk dengan derajat pitting edema pada derajat 2, tidak
mengontrol minum dan masih sering ada ascites. Anjuran diet Ginjal 1500 Kkal/Hari,
Masuk RS :
minum air es. Pasien memeiliki rendah garan < 2 gr/KgBB/hari Protein 40
2/10/2013
riwayat Hipertensi sejak 12 tahun gr/KgBB/Hari. dengan restriksi cairan 600-800 Evaluasi : setelah 7 hari perawatan di ruang
Pengkajian : Yang lalu. Tidak ada DM, Asma dan cc/hari. penyakit dalam lantai 5 selatan pasien
2/10/2013 sakit jantung sesak napas sudah berkurang, tidak
terdapat edema pada ekstremitas bawah.
Universitas Indonesia
11. Tn. WS, 59 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V, Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
laki-laki, islam, keluhan utama : pasien mengeluh 150/90 mmHg, nadi : 86 x/menit, frekuensi napas gangguan pola napas, kelebihan volume
status : menikah, sesak napas dan badan terasa lemas. : 24 x/menit, suhu : 370C. Terpasang O2 3LPM. cairan, Intoleransi Aktivitas, cemas
suku : betawi, Pasien sudah 1 minggu merasa cepat Kesadaran composmentis konjungtiva anemis,
pegawai swasta, lelah dan susah untuk BAK. Pasien sklera tidak iketrik. Pasien tampak sesak napas, Intervensi : fluid management, fluid
tamat SLTA menderita CKD dan hipertensi suara napas vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), monitoring, nutrition management,
pernah dirawat tahun 2012 dan CRT < 3 detik, tampak pucat, akral dingin, JVP manajemen energi, coping enhancement,
Masuk RS : terakhir HD maret 2012, setelah 5+2 cmH2O, edema pada ekstremitas bawah
04/10/2013 teaching individual and family.
itu dengan derajat pitting edema pada derajat 2, tidak
pasien tidak HD lagi hanya kontrol
ke poli jika ada keluhan.. pasien ada ascites, akral dingin. Anjuran diet Ginjal
Pengkajian :
merasa jumlah BAK berkurang sejal 1700 Kkal/Hari, rendah garan < 2 gr/KgBB/hari
04/10/2013
2 minggu SMRS. Protein 40 gr/KgBB/Hari lemak 30 Evaluasi : setelah 7 hari perawatan di ruang
gr/KgBB/Hari. dengan restriksi cairan 600-800 penyakit dalam lantai 5 selatan pasien
cc/hari sesak napas sudah berkurang, edema pada
ekstremitas bawah dengan derajat pitting
edema 2 Frekuensi napas : 22 x/menit, TD
Universitas Indonesia
12. Ny. SA, 34 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V, Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
perempuan, islam, Anemia, keluhan utama : pasien 140/90 mmHg, nadi : 88 x/menit, frekuensi napas gangguan pola napas, kelebihan volume
menikah, suku mengeluh sesak napas dan batuk : 28 x/menit, suhu : 370C. Terpasang O2 3 LPM. cairan, Intoleransi Aktivitas, cemas
sunda, pendidikan : sejak 1 minggu SMRS, sesak dirasa Kesadaran composmentis konjungtiva anemis,
tamat SMA, makin lama makin berat. Pasien sklera tidak iketrik. Pasien tampak sesak napas, Intervensi : fluid management, fluid
Pekerjaan : Ibu mengalami mual dan muntah sudah 5 suara napas vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), monitoring, nutrition management,
Rumah Tangga x sejak pagi dengan Output cair. CRT < 3 detik, tampak pucat, akral dingin, JVP manajemen energi, coping enhancement,
Tidak nafsu makan dan badan terasa 5+2 cmH2O, edema pada ekstremitas atas dan
Masuk RS : teaching individual and family.
lemas. Pasien memiliki riwayat bawah dengan derajat pitting edema pada derajat
minum jamu 1 teko dalam sehari 2, tidak ada ascites, akral dingin. Anjuran diet
8/10/2013
selama 2 tahun. Riwayat sakit kuning Ginjal 1500 Kkal/Hari, restriksi protein 0,6
Pengkajian : saat kecil dan terdapat struma pada gr/kgBB/Hari, rendah garam < 2 gr/KgBB/hari, Evaluasi : setelah 7 hari perawatan di ruang
10/10/2013 leher kanan dan kiri yang ikut Protein 40 gr/KgBB/Hari, lemak 30 penyakit dalam lantai 5 selatan pasien
bergerak jika menelan. gr/KgBB/Hari. dengan restriksi cairan 600-800 sesak napas sudah berkurang, edema
cc/hari. Pasien mendapat transfusi PRC 500 ml.
pada
ekstremitas bawah dengan derajat pitting
Universitas Indonesia
13. Ny. MG, 38 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V on Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
perempuan, katholik, HD rutin, Anemia, CHF kelas II-III 140/90 mmHg, nadi : 98 x/menit, frekuensi napas Kelebihan volume cairan, Intoleransi
status : menikah, keluhan utama : sesak napas berat : 28 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran Aktivitas, cemas
suku : batak , terutama saat tiduran, berkurang composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak
pendidikan : tamat dengan istirahat, dan mengeluh kaki iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas Intervensi : fluid management, fluid
SMA, tidak bekerja dan tangannya bengkak. Pasien juga vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < 3 monitoring, nutrition management,
mengeluh cepat lelah dan badan sakit detik, tampak pucat, akral dingin, JVP 5+2 manajemen energi, coping enhancement,
Masuk RS : semua. Pasien dinyatakan sakit ginjal cmH2O, edema pada ekstremitas atas dan bawah
10/10/2013 teaching individual and family.
kronik sejak 1 tahun yang lalu dan dengan derajat pitting edema pada derajat 2.
Universitas Indonesia
Pengkajian : dianjurkan untuk cuci darah. Pasien Anjuran diet Ginjal 1800 Kkal/Hari, dengan
10/10/2013 memiliki riwayat Hipertensi restriksi cairan 600-800 cc/hari
Evaluasi : setelah 7 hari perawatan di ruang
penyakit dalam lantai 5 selatan pasien
Pemeriksaan laboratorium (11/10/2013) : sesak napas sudah berkurang, edema
hemoglobin : 8,2 mg/dl, Ht : 24 mg/dl , ureum ekstremitas atas sudah tidak ada, edema
353 mg/dl, creatinin 19,2 mg/dl, GDS : 203 ekstremitas bawah dengan derajat pitting
mg/dl. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) edema derajat 1, Frekuensi napas : 22
(11/10/2013) : pH : 7,189; PCO2 : 7,8; PO2 : x/menit, TD : 150/80 mmHg, nadi : 92
173,4; BP 753; HCO3 : 2,9; O2 saturasi 98,8; BE x/menit. Jumlah output urin tampung
-22,2; total CO2 3,1. Elektrolit : natrium : 131 dalam 24 jam : 800 cc (dengan lasik 3 x 40
mmol/l, kalium : 154 mmol/l; clorida 92 mmol/l. mg/24 jam, intravena). pasien
CK : 837U/L, CKMB : 85 U/L, Troponin T : < 50
mendapatkan 2 kali terapi hemodialisis dan
ng/L.
dianjurkan untuk pulang dan melanjutkan
terapi hemodialisis. Hasil evaluasi
diperoleh perilaku pada model fi siologis
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual :
cairan dan elektrolit adaptif setelah hari ke
CHF, residual : ketidakpatuhan terhadap restriksi
10, pasien menunjukkan dapat mengontrol
cairan.
minum meski dengan sedikit pengawasan
dengan IDWG tidak lebih 2 kg dan
perilaku pada mode konsep diri adaptif
setelah hari ke-12 perawatan.
14. Ny. S, 65 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V dan Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
perempuan, islam, Anemia, keluhan utama : sesak napas 150/80 mmHg, nadi : 88 x/menit, frekuensi napas gangguan pola napas, kelebihan volume
status : janda, suku : berat terutama saat tiduran dan : 24 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran cairan, Intoleransi Aktivitas, cemas
jaka, tidak bekerja. berkurang dengan duduk. Pasien composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak
memiliki riwayat CKD sejak 4 tahun iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas Intervensi : fluid management, fluid
Masuk RS : yang lalu, dan hipertensi 10 tahun vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < 3 monitoring, nutritiin management,
Universitas Indonesia
17/10/2013 yang lalu dengan pengobatan tidak detik, tampak pucat, akral dingin, JVP 5+2 manajemen energi, coping enhancement,
rutin. Pasien dianjurkan untuk cmH2O, edema pada ekstremitas bawah dengan teaching individual and family.
Pengkajian : menjalani terapi hemodialisa. Pasien derajat pitting edema pada derajat 2, tidak
17/10/2013 merasa semakin lemas dan tidak terdapat ascites. Anjuran diet Ginjal 1700
nafsu makan, lemas, pusing, mual Kkal/Hari, dengan restriksi cairan 600-800
dan makan hanya habis 1 sendok. cc/hari. Resiko jatuh (Morse) : 45 (tidak beresiko) Evaluasi : setelah 7 hari perawatan di ruang
Frekuensi dan jumlah air kencing penyakit dalam lantai 5 selatan pasien
berkurang ± 600-800 cc/24 jam. sesak napas sudah berkurang, tidak
Pemeriksaan laboratorium (20/10/2013) : terdapat edema pada ekstremitas bawah.
hemoglobin : 5,8 mg/dl, Ht : 22 mg/dl , ureum Frekuensi napas : 22 x/menit, TD : 160/80
272 mg/dl, creatinin 17,7 mg/dl, GDS : 86 mg/dl. mmHg, nadi : 88 x/menit. Jumlah output
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) urin tampung dalam 24 jam : 800 cc
(20/09/2013) : pH : 7,218; PCO2 : 16,3; PO2 : (dengan lasik drip 40 mg/ 24 jam. pasien
125; BP 750; HCO3 : 6,5 ; O2 saturasi 97,9 ; BE mendapatkan 4 kali terapi hemodialisis dan
-13,8; total CO2 11. Elektrolit : natrium : 140 dianjurkan untuk pulang pada hari ke 14
mmol/l, kalium : 5,28 mmol/l; clorida 112 dan melanjutkan terapi hemodialisis. Hasil
mmol/l.
evaluasi diperoleh perilaku pada model
Pemeriksaan USG (23/09/2013) : fisiologis cairan dan elektrolit adaptif
setelah hari ke 14, pasien menunjukkan
Nefritis bilateral. dapat mengontrol minum meski dengan
sedikit pengawasan dengan IDWG 2 kg
Pemeriksaan darah tepi (18/10/2013) : anemia
normositik normokrom diantara penatalaksanaan HD dan perilaku
pada mode konsep diri adaptif setelah hari
ke-14 perawatan
15. Ny. SR, 73 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V on Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
perempuan,Tamat HD rutin, CHF kelas II-III keluhan 160/90 mmHg, nadi : 88 x/menit, frekuensi napas Kelebihan volume cairan, Intoleransi
SMA , Status : utama : sesak napas berat terutama : 28 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran
Universitas Indonesia
Menikah, suku : saat tiduran, berkurang dengan composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak Aktivitas, cemas
jawa , tidak bekerja. istirahat, dan mengeluh kaki dan iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas
tangannya bengkak. Pasien juga vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < 3 Intervensi : fluid management, fluid
Masuk RS : mengeluh cepat lelah dan badan sakit detik, tampak pucat, akral dingin, JVP 5+2 monitoring, nutrition management,
04/01/2014 semua. Pasien dinyatakan sakit ginjal cmH2O, edema pada bawah dengan derajat manajemen energi, coping enhancement,
kronik sejak 1 tahun yang lalu dan pitting edema pada derajat 2. Anjuran diet Ginjal teaching individual and family.
Pengkajian :
rutin cuci darah 2x/minggu. Keluarga 1700 Kkal/Hari, dengan restriksi cairan 600-800
04/01/2014
mengatakan pasien masih sulit untuk cc/hari
mengurangi minum. Pasien memiliki
riwayat Hipertensi sejak 10 tahun Evaluasi : setelah 14 hari perawatan di
yang lalu. ruang penyakit dalam lantai 5 selatan
Pemeriksaan laboratorium (04/01/2014) :
hemoglobin : 8,2 mg/dl, Ht : 24 mg/dl , ureum pasien sesak napas sudah berkurang,
288 mg/dl, creatinin 16,8 mg/dl, GDS : 203 edema ekstremitas atas sudah tidak ada,
mg/dl. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) edema ekstremitas bawah dengan derajat
(04/01/2014) : pH : 7,367; PCO2 : 33,3; PO2 : pitting edema derajat 1, Frekuensi napas :
147,2; BP 753; HCO3 : 18,7; O2 saturasi 98,8; 22 x/menit, TD : 150/80 mmHg, nadi : 92
BE –5,6; total CO2 : 19,7. Elektrolit : natrium : x/menit. Jumlah output urin tampung
131 mmol/l, kalium : 154 mmol/l; clorida 92 dalam 24 jam : 800 cc (dengan lasik 3 x 40
mmol/l. mg/24 jam, intravena). pasien
mendapatkan 2 kali terapi hemodialisis dan
dianjurkan untuk pulang pada hari ke-12
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual : dan melanjutkan terapi hemodialisis. Hasil
CHF, residual : ketidakpatuhan terhadap restriksi evaluasi diperoleh perilaku pada model
cairan
fisiologis cairan dan elektrolit adaptif
setelah hari ke 10, pasien menunjukkan
dapat mengontrol minum meski dengan
sedikit pengawasan dengan IDWG 1 kg
dan perilaku pada mode konsep diri adaptif
setelah hari ke-12 perawatan.
Universitas Indonesia
16. Tn. DS, 33 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
laki-laki, islam, Overload, Efusi Pleura keluhan 140/90 mmHg, nadi : 102 x/menit, frekuensi Kelebihan volume cairan, nutrisi kurang
status : menikah, utama : pasien mengalami penurunan napas : 28 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran dari kebutuhan tubuh, Intoleransi Aktivitas,
suku : jawa, SMA, kesadaran, tingkat kesadaran delirium konjungtiva anemis, sklera tidak iketrik. cemas
tidak bekerja. delirium. Berdasarkan wawancara Pasien tampak sesak napas (terpasang O2 Nasal
dengan keluarga didapatkan bahwa canule 3 LPM), suara napas vesikuler, Ronchi (-),
Masuk RS : sejak 2 bulan SMRS pasien whezzing (+), CRT > 3 detik, tampak pucat, akral
09/02/2014 mengeluh sesak napas yang semain dingin, JVP 5+2 cmH2O, tidak terdapat edema Intervensi : fluid management, fluid
berat disertai nyeri dada kadang pada ekstremitas. Terdapat ascites dengan lingkar monitoring, nutrition management,
Pengkajian :
kadang, nyeri seerti ditusuk tusk perut 105 cm. Anjuran diet Ginjal 1700 manajemen energi, coping enhancement,
12/02/2014
berdasarkan keterangan keluarga dan Kkal/Hari, dengan restriksi cairan 600-800 teaching individual and family.
berkurang dengan istirahat. Keluarga cc/hari.
juga mengatakan perut tampak
buncit. Pasien menderita gagal ginjal Pemeriksaan Rontgen Thorak (13/02/2014) :
kronik dan memiliki riwayat kardiomegali dengan awal bendungan paru, Evaluasi : setelah 8 hari perawatan di ruang
hipertensi sejak 3 tahun yang lalu. pneumonia dengan efusi pleura kanan. HCU lantai 5 selatan pasien masih sesak
Pasien sudah ½ tahun tidak menjalani napas, masih terdapat ascites dengan
HD lagi. Pasien datang ke IGD RS lingkar perut 95 cm, Frekuensi napas : 24
Fatmawati dalam keadaan tidak Pemeriksaan laboratorium (12/02/2014) : x/menit, TD : 150/80 mmHg, nadi : 98
sadar. hemoglobin : 8,0 mg/dl, Ht : 24 mg/dl , ureum x/menit. Jumlah output urin tampung
135 mg/dl, creatinin 6,2 mg/dl, GDS : 81 mg/dl.
dalam 24 jam : 800 cc (dengan lasik 3 x 40
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD)
mg/24 jam, intravena).
(13/02/2014) : pH : 7,371; PCO2 : 33,3; PO2 :
143,9; BP 751; HCO3 : 18,8; O2 saturasi 98,8; Pasien dilakukan pungsi ascites
BE –5,4; total CO2 : 19,7. Elektrolit : natrium :
(14/02/2014) : pungsi ascites 3 x 25 ml
134 mmol/l, kalium : 4,32 mmol/l; clorida 103
cairan dialirkan sebanyak 1300 ml, dengan
mmol/l.
analisa cairan ascites : warna kuning agak
keruh dengan jumlah sel secara
mikroskopis 1,000/UL.
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual :
CHF, residual : ketidakpatuhan terhadap restriksi
cairan dan terapi penatalaksanaan dengan
Universitas Indonesia
17. Tn. H, 59 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V On Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
laki-laki, islam, suku HD, Syok Hipovolemik. keluhan 130/90 mmHg, nadi : 98 x/menit, frekuensi napas Kelebihan volume cairan, nutrisi kurang
: sunda, tamat utama : pasien mengalami penurunan : 28 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran delirium dari kebutuhan tubuh, perfusi jaringan
akademi, PNS kesadaran, tingkat kesadaran konjungtiva anemis, sklera tidak iketrik. Pasien serebra, Intoleransi Aktivitas
delirium dan tampak sesak, dengan tampak sesak napas (terpasang O2 Nasal canule 3
Masuk RS : RR : 28 x/menit (terpasang nasal LPM), suara napas vesikuler, Ronchi (-), Intervensi : fluid management, fluid
19/02/2014 canul 3 LPM). Berdasarkan whezzing (-), CRT > 3 detik, tampak pucat, akral monitoring, nutrition management,
wawancara dengan keluarga dingin, bibir kering, JVP 5+2 cmH2O, terdapat
Pengkajian : manajemen energi, coping enhancement,
didapatkan data pasien sudah edema pada ekstremitas bawah dengan pitting
24/02/2014 teaching individual and family.
mengeluh badannya makin lama edema derajat. Anjuran diet Ginjal 1700
makin lemas sejak 1 minggu SMRS, Kkal/Hari Protein 1,2 gr/KgBB/Hari, dengan
tidak nafsu makan dan mual tetapi restriksi cairan 600-800 cc/hari. TB : 178 cm, BB
tidak pernah muntah. Pasien juga : 67 Kg. Evaluasi : setelah 10 hari perawatan di
mengalami demam ± 1 bulan, demam ruang HCU lantai 5 selatan pasien masih
naik turun. Pasien menderita gagal
sesak napas, Frekuensi napas : 28 x/menit,
ginjal kronik sejak 5 tahun dengan
Pada tanggal 27/02/2014 pasien mengalami TD : 110/60 mmHg, nadi : 98 x/menit.
HD rutin di RS OMNI, pasien
gelisah bicara merancau kesadaran deliirium. RR Jumlah output urin tampung dalam 24 jam
memiliki riwayat hipertensi sejak 10
: 30 x/menit (dengan O2 simple mask 6 LPM), : 10 cc (dengan lasik 3 x 40 mg/24 jam,
tahun yang lalu.
TD : 120/60 mmHg, N : 108 x/menit. Nilai intravena). BC (24 jam ) : + 455 cc.
Ureum :229 gr/dl; creatinin : 11,9 gr/dl. Produksi
urin 24 jam : 10 cc, dengan BC (24 jam ) : + 495 Pada hari perawatan ke 12 pasien
Universitas Indonesia
cc. Sudah tidak ada edema pada ekstremitas mengalami penurunan kesadaran, koma,
bawah hemodinamika tubuh tidak stabil. Pasien
tidak mampu beradaptasi secara fisik dan
psikologi terhadap stimulus fokal,
Pemeriksaan Rontgen Thorak (19/02/2014) : konstektua dan residual. Pasien meninggal
perselubungan paru (+) di lobus paru kanan, pada hari perawatan ke 12.
infiltrat (+) di kedua lapang paru.
18. Ny. DP, 64 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V dan Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
perempuan, islam, CHF, keluhan utama : sesak napas 150/90 mmHg, nadi : 96 x/menit, frekuensi napas gangguan pola napas, kelebihan volume
suku sunda, status berat terutama saat tiduran dan : 28 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran cairan, Intoleransi Aktivitas, cemas
menikah , tidak berkurang dengan duduk. Sesak composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak
bekerja. napas disertai nyeri dada yang hilang iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas Intervensi : fluid management, fluid
timbul, nyeri seperti ditusuk-tusuk. vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < 3 monitoring, nutrition management,
Masuk RS : Pasien dinyatakan mengalami detik, tampak pucat, akral dingin, JVP 5+2 manajemen energi, coping enhancement,
02/03/2014 penyakit gagal ginjal sejak 4 tahun cmH2O, tidak terdapat edema. Anjuran diet
teaching individual and family.
yang lalu. Pasien memiliki riwayat Ginjal 1700 Kkal/Hari, pasien makan ½ porsi dari
Pengkajian :
penyakit hipertensi dan DM sejak 10 diet yang disediakan (850 Kkal/hari). Pasien
03/03/2014
Universitas Indonesia
tahun yang lalu. mendapatkan restriksi cairan 600 cc/hari. Resiko Evaluasi : setelah 7 hari perawatan di ruang
jatuh (Morse) : 45 (tidak beresiko). Balance penyakit dalam lantai 5 selatan pasien
cairan : + 200 cc/24 jam. sesak napas sudah berkurang, tidak
terdapat edema pada ekstremitas bawah.
Frekuensi napas : 24 x/menit, TD : 160/80
Pemeriksaan laboratorium (05/03/2014) : mmHg, nadi : 88 x/menit. Jumlah output
hemoglobin : 7,2 mg/dl, Ht : 22 mg/dl , ureum urin tampung dalam 24 jam : 800 cc
143 mg/dl, creatinin 10,0 mg/dl, GDS : 86 mg/dl. (dengan injeksi lasik 40 mg/ 24 jam. pasien
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD)
mendapatkan 4 kali terapi hemodialisis dan
(03/03/20143) : pH : 7,350; PCO2 : 39,5; PO2 :
dianjurkan untuk pulang pada hari ke 12
57,6; BP 753; HCO3 : 21,3 ; O2 saturasi 88,8 ;
BE -3,9; total CO2 22,5. Elektrolit : natrium : 137
dan melanjutkan terapi hemodialisis. Hasil
mmol/l, kalium : 4,95 mmol/l; clorida 106 evaluasi diperoleh perilaku pada model
mmol/l. fisiologis cairan dan elektrolit adaptif
setelah hari ke 12, pasien menunjukkan
Pemeriksaan darah tepi (04/03/2013) : anemia dapat mengontrol minum meski dengan
normositik normokrom dengan leukopenia sedikit pengawasan dengan IDWG 2 kg
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual : diantara penatalaksanaan HD dan perilaku
CHF dan Anemia, residual : ketidakpatuhan pada mode konsep diri adaptif setelah hari
terhadap terapi pengobatan ke-12 perawatan
19. Ny. EM, 58 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
perempuan, kristen, overload, DM dan CHF, keluhan 160/100 mmHg, nadi : 96 x/menit, frekuensi gangguan pola napas, kelebihan volume
status : menikah, utama : sesak napas berat terutama napas : 28 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran cairan, Intoleransi Aktivitas, cemas
tamat SMP, saat tiduran dan berkurang dengan composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak
pekerjaan : IRT duduk. Sesak napas disertai nyeri iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas Intervensi : fluid management, fluid
dada yang hilang timbul, nyeri vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < 3 monitoring, nutrition management,
Masuk RS : seperti ditusuk-tusuk. Pasien tidak detik, tampak pucat, akral dingin, JVP 5+2 manajemen energi, coping enhancement,
06/03/2014 bisa tidur terlentang. Untuk cmH2O, pasien mengalami edema anasarka
teaching individual and family.
melakukan aktivitas pasien dibantu dengan derajat pitting edema derajat 4. Anjuran
Pengkajian :
oleh keluarga. Pasien dinyatakan diet Ginjal 1700 Kkal/Hari. Pasien mendapatkan
07/03/2014
mengalami penyakit gagal ginjal restriksi cairan 600 cc/hari. Resiko jatuh (Morse)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
20. Ny. IK, 48 tahun, Diagnosa medis : CKD stage V on Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
perempuan, islam, HD Overload, Hipertensi Urgency. 160/90 mmHg, nadi : 88 x/menit, frekuensi napas gangguan pola napas, kelebihan volume
Tamat SMA, Keluhan utama : Sesak berat sejak 1 : 28 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran cairan, Nyeri akut, ketidakpatuhan
Menikah, tidak hari SMRS dengan Nyeri dada composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak
bekerja dengan intensitas nyeri hilang timbul iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas Intervensi : pain management, fluid
(kadang-kadang), skala nyeri dada 3- vesikuler, Ronchi (+), whezzing (-) saat ekspirasi, management, fluid monitoring, nutrition
Masuk RS : 3 meningkat jika digunakan untuk CRT > 3 detik, tampak pucat, akral dingin, JVP management, coping enhancement,
Universitas Indonesia
21. Ny. YR, 64 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V dan Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
perempuan, islam, Anemia, keluhan utama : sesak napas 140/80 mmHg, nadi : 82 x/menit, frekuensi napas gangguan pola napas, kelebihan volume
tamat SMA, berat terutama saat tiduran dan : 24 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran cairan, Intoleransi Aktivitas, cemas
menikah, tidak berkurang dengan duduk. Pasien composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak
bekerja memiliki riwayat CKD sejak 2 tahun iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas Intervensi : fluid management, fluid
yang lalu, dan hipertensi 10 tahun vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < 3 monitoring, nutritiin management,
Masuk RS : yang lalu dengan pengobatan tidak detik, tampak pucat, akral dingin, JVP 5+2 manajemen energi, coping enha ncement
22/03/2014 rutin. Pasien dianjurkan untuk cmH2O, edema pada ekstremitas bawah dengan ,
teaching individual and family.
menjalani terapi hemodialisa. Pasien derajat pitting edema pada derajat 2, tidak
Pengkajian :
merasa semakin lemas dan tidak terdapat ascites. Anjuran diet Ginjal 1700
24/03/2014 nafsu makan, lemas, pusing, mual Kkal/Hari, dengan restriksi cairan 600-800
dan makan hanya habis 1 sendok. Evaluasi : setelah 8 hari perawatan di ruang
cc/hari. Resiko jatuh (Morse) : 45 (tidak beresiko)
Frekuensi dan jumlah air kencing penyakit dalam lantai 5 selatan pasien
berkurang ± 600 cc/24 jam. sesak napas sudah berkurang, tidak
Pemeriksaan laboratorium (22/02/2014) : terdapat edema pada ekstremitas bawah.
hemoglobin : 8,6 mg/dl, Ht : 26 mg/dl , ureum Frekuensi napas : 20 x/menit, TD : 150/80
102 mg/dl, creatinin 5,7 mg/dl, GDS : 158 mg/dl. mmHg, nadi : 90 x/menit. Jumlah output
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) urin tampung dalam 24 jam : 800 cc
(22/02/2014) : pH : 7,128; PCO2 : 15,3; PO2 : (dengan lasik drip 40 mg/ 24 jam. pasien
123; BP 745; HCO3 : 6,5 ; O2 saturasi 97,9 ; BE mendapatkan 4 kali terapi hemodialisis dan
-13,8; total CO2 11. Elektrolit : natrium : 138
dianjurkan untuk pulang pada hari ke 12
mmol/l, kalium : 5,28 mmol/l; clorida 110
dan melanjutkan terapi hemodialisis. Hasil
mmol/l.
evaluasi diperoleh perilaku pada model
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual : fisiologis cairan dan elektrolit adaptif
Anemia, residual : ketidakpatuhan terhadap terapi setelah hari ke 12, pasien menunjukkan
pengobatan dapat mengontrol minum meski dengan
sedikit pengawasan dengan IDWG 1,5 kg
diantara penatalaksanaan HD dan perilaku
pada mode konsep diri adaptif setelah hari
ke-12 perawatan
22. Ny. UM, 52 tahun, Diagnosa Medis : CKD Stage V DM Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
perempuan, islam, tipe 2 dan Hipertensi, keluhan utama 190/90 mmHg, nadi : 82 x/menit, frekuensi napas gangguan pola napas, kelebihan volume
Status : Menikah, : sesak napas berat 3 hari SMRS, : 24 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran cairan, Intoleransi Aktivitas, cemas
Tamat SMP, tidak sesak bertambah jika digunakan composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak
bekerja untuk aktivitas dan berkurang dengan iketrik. Pasien tampak sesak napas, suara napas Intervensi : fluid management, fluid
duduk. Pasien memiliki riwayat CKD vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < 3 monitoring, nutrition management,
sejak 2 tahun yang lalu, dan detik, tampak pucat, akral dingin, JVP 5+2 manajemen energi, coping enhancement,
dianjurkan untuk melakukan HD cmH2O, edema pada ekstremitas bawah dengan teaching individual and family.
tetapi belum siap. Pasien juga derajat pitting edema pada derajat 3, tidak
memiliki riwayat penyakit DM dan terdapat ascites. Anjuran diet Ginjal 1700
hipertensi 7 tahun yang lalu dengan Kkal/Hari, dengan restriksi cairan 600-800
pengobatan tidak rutin. pasien juga cc/hari. Resiko jatuh (Morse) : 45 (tidak beresiko) Evaluasi : setelah 8 hari perawatan di ruang
memiliki riwayat penyakit TB Paru penyakit dalam lantai 5 selatan pasien
dengan pengobatan 6 bulan. Pasien sesak napas sudah berkurang, edema
mengatakan masih sulit untuk ekstremitas bawah dengan derajat edema
Pemeriksaan laboratorium (22/02/2014) :
membatasi minum sesuai anjuran
hemoglobin : 8,6 mg/dl, Ht : 26 mg/dl , ureum pada derajat 1. Frekuensi napas : 22
apalagi saat udara terasa panas.
102 mg/dl, creatinin 5,7 mg/dl, GDS : 158 mg/dl. x/menit, TD : 160/90 mmHg, nadi : 90
Frekuensi dan jumlah air kencing
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) x/menit. Jumlah output urin tampung
berkurang ± 600- 800 cc/24 jam.
(22/02/2014) : pH : 7,128; PCO2 : 15,3; PO2 : dalam 24 jam : 800 cc (dengan lasik drip
123; BP 745; HCO3 : 6,5 ; O2 saturasi 97,9 ; BE 40 mg/ 24 jam. pasien mendapatkan 4 kali
-13,8; total CO2 11. Elektrolit : natrium : 138
terapi hemodialisis dan dianjurkan untuk
mmol/l, kalium : 5,28 mmol/l; clorida 110
pulang pada hari ke 12 dan melanjutkan
mmol/l.
terapi hemodialisis. Hasil evaluasi
Stimulus fokal : CKD overload, konstektual : diperoleh perilaku pada model fisiologis
Anemia, residual : ketidakpatuhan terhadap terapi cairan dan elektrolit adaptif setelah hari ke
pengobatan 12, pasien menunjukkan dapat mengontrol
minum meski dengan sedikit pengawasan
dengan IDWG 1,5 kg diantara
penatalaksanaan HD dan perilaku pada
mode konsep diri adaptif setelah hari ke-12
perawatan
23. Ny. AD, 51 tahun, Diagnosa Medis : batu Pielum kiri, Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul: nyeri,
perempuan,islam, batu cetak multipel pole inferior. 150/90 mmHg, nadi : 88 x/menit, frekuensi napas ganghuan pola tidur, cemas
status : janda, tamat Keluhan utama : nyeri pada luka : 20 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran
SMA, tidak bekerja. insisi operasi di perut kuadran II, composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak Intervensi : monitor tanda vital dan
nyeri seperti teriris dengan skala iketrik. Pasien tampak kesakitan dan menyatakan hemodinamika tubuh, pain management,
Masuk RS : nyeri 6-7, nyeri bersifat terus sakit di daerah perut kiri atas di kuadran II sleep management, manajemen perawatan
2/10/2013 menerus dan bertambah jika dengan luka operasi post op extended luka, manajemen energi, coping
digunakan untuk bergerak. Pasien pyelolitotomi dan pemasangan DJ Stent hari 1 enhancement, teaching individual and
Pengkajian :
semalam tdak bisa tidur karena dengan kualitas nyeri seperti teriris, skala 6-7,
7/10/2013 family.
merasakan nyeri. nyeri dirasakan terus menerus, suara napas
vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < 3
Pasien mengeluh nyeri hilang timbul detik, tampak pucat, akral dingin. Terpasang
sejak bulan mei 2013 dan kateter dengan warna urin kuning dengan sedikit Evaluasi : setelah 3 hari perawatan di ruang
diperiksakan ke RS Fatmawati dan keruh. bedah lantai 4 selatan, nyeri pasien
didiagnosa batu ginjal sehingga
direncanakan operasi di bulan Balutan luka operasi kering, tidak ada rembesan
berkurang pada skala 3-4,nyeri seperti
oktober. pada balutan, terpasang drain dengan produksi teriris dengan nyeri hilang timbul. Drain
darah segar Pasien juga mengeluhkan tidak bisa luka di aff dan tidak ada rembesan. Balutan
tidur sejak semalam karena merasakan sakit yang luka kering, jahitan luka kering tidak ada
sangat. pus. Hasil evaluasi diperoleh perilaku pada
mode fisiologis, konsep diri, fungsi peran
Pemeriksaan laboratorium (04/10/2013) :
dan interdependensi menunjukkan perilaku
hemoglobin : 9,1 mg/dl, Ht : 28 mg/dl, lekosit :
yang adaptif.
18,7 ribu mg/dl, ureum 17 mg/dl, creatinin 0,7
mg/dl, GDS : 76 mg/dl. Elektrolit : natrium : 142
mmol/l, kalium : 4,21 mmol/l; clorida 110
mmol/l.
25. Tn. SS, 59 tahun, Diagnosa Medis : batu ureter distal Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul: nyeri
laki-laki, status : kanan. 100/60 mmHg, nadi : 80 x/menit, frekuensi napas dan cemas terapi pengobatan
menikah, suku : : 18 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran
melayu, pekerjaan : Keluhan utama : pasien mengeluh composmentis konjungtiva tidak anemis, sklera Intervensi : monitor tanda vital dan pain
wiraswasta, tamat nyeri dan pegal di kedua pinggang. tidak iketrik. Pasien tampak menahan sakit, management, coping enhancement,
SMA. Nyeri berlangsung hilang timbul, suara napas vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), teaching individual and family.
terasa seperti berdenyut dan CRT < 3 detik, akral hangat. Pada tanggal
terkadang perih, nyeri dirasakan pada 25/03/2014 pasien menjalani operasi
skala 4-5, dan nyeri dirasa sangat ureterolitotomi dekstra dan pasang DJ stent. Pada
menganggu aktivitas post operasi hari 1 pasien mengeluhkan nyeri di Evaluasi : setelah intervensi hari ke 2
perut kanan kuadran III, nyeri seperti berdenyut, perawatan, pasien mengatakan mampu
- 157 -
dengan skala nyeri 5-6. Pasien tampak meringis mengontrol nyeri dan mampu
kesakitan. Balutan luka kering, terpasang drain melaksanakan manajemen nyeri yang telah
dengan produksi drain darah, dengan volume ± 5 diajarkan. Hasil evaluasi diperoleh perilaku
ml. pada mode fisiologis, konsep diri, fungsi
Pemeriksaan laboratorium (12/03/2014) : Hb : peran dan interdependensi menunjukkan
14,7 mg/dl, Ht : 42 %, APTT : 26,1 (25,9-39,5 perilaku yang adaptif.
detik), Ko APTT : 31,5, PT : 12,4 INR: 0,90
26. Tn. S, 64 tahun, laki- Pasien merupakan pasien yang Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul: nyeri
laki, suku : betawi, berobat ke poli bedah urologi. 130/80 mmHg, nadi : 88x/menit, frekuensi napas dan cemas terapi pengobatan
Tamat SMA, PNS : 18 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran
Diagnosa Keperawatan : Kanker composmentis konjungtiva tidak anemis, sklera Intervensi : monitor tanda vital dan pain
Pemeriksaan Poli : Prostat tidak iketrik. Suara napas vesikuler, Ronchi (-), management, coping enhancement,
12/11/2013 whezzing (-), CRT < 3 detik, akral hangat.
Keluhan utama : pasien mengeluhkan teaching individual and family.
kemaluannya (penisnya) membesar Pasien mendapatkan penatalaksanaan Pro
dan tidak sembuh sembuh. Pasien Kemoterapi. Pasien tampak cemas dan tidak tahu
mengatakan BAK sering tidak tuntas tentang prosedur kemoterapi. Evaluasi : setelah intervensi 1 x 30 menit,
dan panas, pasien sering kencing di
yang praktikan berikan pasien mengatakan
malam hari 3x/malam.
mampu mengontrol nyeri dan mampu
Pemeriksaan PSA (22/02/2013) : melaksanakan manajemen nyeri yang telah
diajarkan. Pasien juga mengatakan siap
PSA : 41 ng/ml (<3,0), PAP : 37,81 ng/ml (0-5
untuk menjalani perawatan dan pengobatan
ng/ml) dan FPSA : 36,88 (<0,7).
yang akan datang. Hasil evaluasi diperoleh
Universitas Indonesia
27. Tn. MD, 58 tahun, Diagnosa Medis : gross hematuri Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul: nyeri,
islam, tamat dengan Tumor Buli. 120/100 mmHg, nadi : 120 x/menit, frekuensi resiko defisit Volume cairan dan elektrolit
perguruan tinggi, napas : 22 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran dan cemas terapi pengobatan
Kawin, Swasta Keluhan utama : pasien mengatakan composmentis konjungtiva tidak anemis, sklera
nyeri di daerah vesica urinaria dan tidak iketrik. Pasien tampak menahan sakit, Intervensi : monitor tanda vital dan
Masuk RS : supra pubis, nyeri dengan skala 6-7 suara napas vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), monitor tanda syoh hipovolemik, monitor
27/03/2014 dengan kualitas panas dan terbakar. CRT < 3 detik, akral hangat. BAK keluar darah balance cairan, pain management, coping
Pasien juga mengeluhkan kencing masif.
Pengkajian : berdarah sejak 1 bulan yang lalu, enhancement, teaching individual and
27/03/2014 pasien datang ke poli dan diberikan Pasien dilakukan irigasi kandung kemih family.
obat serta direncanakan operasi 2 menggunakan Nacl 0,9 % selama 7 hari, dengan
bulan kemudian, namun 2 minggu perdarahan makin lama makin berkurang.
SMRS pasien mengalami kencing
Pemeriksaan laboratorium (27/03/2014) : Hb : Evaluasi : setelah intervensi hari ke 10
berdarah, sehingga pasien datang ke
10,4 mg/dl, Ht : 32 %, VER : 81,2, HER : 26,4 : perawatan, pasien mengatakan mampu
IGD untuk dirawat, dan kemudian
pasien mendapatkan perawatan di RDW : 14,6 SGOT : 88 SGPT : 63, ureum : 109, mengontrol nyeri dan mampu
ruang bedah lantai IV selatan. creatinin 3,7, APTT : 26,1 (25,9-39,5 detik), Ko melaksanakan manajemen nyeri yang telah
APTT : 31,5, Ko PT : 13 INR: 0,96 diajarkan, perdarahan terkontrol urin
Pasien dengan riwayat kanker buli,
Universitas Indonesia
dan sudah dijadwalkan sejak 22 april Stimulus fokal : Kanker Buli , konstektual : berwarna jernih orange kemerahan. Hasil
2014. Perdarahan masif, residual : mekanisme koping evaluasi diperoleh perilaku pada mode
tidak efektif fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
interdependensi menunjukkan perilaku
yang adaptif.
28. Ny. NS, 49 tahun, Diagnosa : Tumor Ginjal kanan Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul: nyeri,
islam, suku sunda, 120/80 mmHg, nadi : 100 x/menit, frekuensi intoleransi aktivitas, cemas akan terapi
Tamat SMA, Keluhan utama : pasien mengeluh napas : 18 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran pengobatan
Menikah, Tidak lemas, nyeri di pinggang ± 3 bulan composmentis konjungtiva anemis, sklera tidak
Bekerja SMRS, dan benjolan di pinggang iketrik. Pasien tampak menahan sakit, suara napas Intervensi : monitor tanda vital, pain
kanan (ginjal teraba membesar) ± 3 vesikuler, Ronchi (-), whezzing (-), CRT < 3 management, coping enhancement,
Mausk RS : minggu SMRS. Pasien memiliki detik, akral dingin. BAK Spontan jumlah urin ± teaching individual and family.
21/11/2013 riwayat abses retroperitoneal, 900 cc/hari, ADL Dibantu oleh keluarga dan
hidronefrosis, dan nefrolithiasis perawat.
Pengkajian : ginjal kanan. Pasien juga memiliki
22/11/2013 riwayat penyakit ginjal sejak tahun Pemeriksaan laboratorium (21/11/2013) : Hb : 8,5
2003. mg/dl, Ht : 29 %, VER : 71,2, HER : 20,7 :
RDW : 21,2 SGOT : 27 Stimulus fokal : Tumor Evaluasi : setelah intervensi har i ke 14
Ginjal , konstektual : , residual : mekanisme perawatan, pasien mengatakan mampu
koping tidak efektif mengontrol nyeri dan mampu
melaksanakan manajemen nyeri yang telah
diajarkan, tetapi mengatakan badannya
masih lemas. Hasil evaluasi diperoleh
perilaku pada mode fisiologis, konsep diri,
fungsi peran dan interdependensi
menunjukkan perilaku yang adaptif.
Universitas Indonesia
29. Tn. SP, 70 tahun, Diagnosa Medis : BPH Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
islam, Tamat SMA, 130/80 mmHg, nadi : 88 x/menit, frekuensi napas gangguan eliminasi urin : inkontinensia
Pensiunan PNS. Keluhan utama : pasien mengeluh : 18 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran urin, cemas akan terapi pengobatan
tidak bisa BAK sejak 6 bulan SMRS. composmentis konjungtiva tidak anemis, sklera
Pengkajian Poli : Pasien mengatakan sulit berkemih tidak iketrik. Suara napas vesikuler, Ronchi (-), Intervensi : monitor tanda vital, , coping
08/11/2013 dan berkemih tidak tuntas dan whezzing (-), CRT < 3 detik, akral hangat. enhancement, teaching individual and
pancaran berkemih lemah. Pasien Terpasang kateter sudah 1 bulan belum di ganti family.
terakhir ganti kateter sejak 1 bulan jumlah urin ± 1200-1500 cc/hari, kondisi kateter
yang lalu. kotor, terdapat krusta atau kerak di ujung selang
kateter dengan uretra dan di dalam selang
kantong urin. Evaluasi : setelah intervensi 1 x 30 menit,
kateter bersih, kantong urin bersih dan
Pemeriksaan USG (08/07/2013) :
masih kosong. Pasien mengatakan
Kesan : multipel cyst di pole tengah ginjal kiri, menjadi tahu tentang cara melakukan
BPH. perawatan kateter.
Prostat membesar permukaan reguler. Tidak ada Hasil evaluasi diperoleh perilaku pada
batu. Volume buli maksimum 60 cc, volume post mode fisiologis, konsep diri, fungsi peran
vid : 9,7 cc dan interdependensi menunjukkan perilaku
yang adaptif.
Ukuran prostat : 3,3 x 4,6 x 3,8 cm (± vol 28 cc)
30. Tn. MS, 77 tahun, Diagnosa Medis : BPH Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
laki-laki, islam, 120/70 mmHg, nadi : 80 x/menit, frekuensi napas gangguan eliminasi urin : ink ontinensia
tamat SD, menikah, Keluhan utama : pasien mengeluh : 18 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran urin, cemas akan tindakan operasi
pedagang. tidak bisa BAK sejak 6 bulan SMRS. composmentis konjungtiva tidak anemis, sklera
Pasien mengatakan sulit memulai tidak iketrik. Suara napas vesikuler, Ronchi (-), Intervensi : monitor tanda vital, perawatan
Masuk RS : untuk berkemih dan pancaran whezzing (-), CRT < 3 detik, akral hangat. kateter, coping enhancement, teaching
17/03/2014 berkemih lemah. Pasien mengatakan
Universitas Indonesia
Pengkajian : BAK sering tiba tiba terputus dan Kateter diganti 1 minggu yang lalu, jumlah urin ± individual and family.
18/03/2014 kemudian lancar lagi dan BAK. 1200-1500 cc/hari, kondisi kateter bersih, urin
Terasa tidak puas. BAK ± 8 x/hari, kuning jernih.
keluar sedikit-sedikit, sering BAK
Malam hari, BAK tidak bisa ditahan Pada hari perawatan ke-2 pasien mendapatkan Evaluasi : setelah intervensi hari perawatan
sampai akhirnya 6 bl yang lalu pasien terapi operasi TURP. Kondisi pasien baik. ke 3 setelah operasi, perdarahan kandung
tidak bisa BAK sama sekali. Tidak Dilakukan irigasi lambung dengan perdarahan mulai berkurang, warna urin dan output
ada nyeri saat BAK, tidak ada BAK makin lama makin berkurang. irigasi berwarna kuning orange, kateter
Berdarah. Pasien terpasang kateter bersih.
Pemeriksaan PSA (09/08/2013) : 16,40 ng/ml
sejak 6 bulan yang lalu dan diganti
setiap 1 bulan sekali. Pasien dirawat Pemeriksaan USG (16/10/2013) : Pada hari ke 13 post operasi pasien sudah
karena direncanakan untuk dilakukan tidak terpasang kateter, pasien dapat BAK
operasi TURP. Kesan : CKD Bilateral grade I, multipel kista Spontan sebnayk 6 -8 kali perhari lancar
ginjal bilateral, BPH (Estimasi vol. 200 cc). dan tanpa keluhan. Pasien pulang pada hari
Ukuran Prostat : 8,07 x 6,70 x 7,45 dengan ke 14 perawatan post operasi. Hasil
estimasi vol. 200 cc. Tampak kalsifikasi, SOL (-).
evaluasi diperoleh perilaku pada mode
Pemeriksaan Laboratorium Pre Operasi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
( 05/03/2014) Hb : 12,2 mg/dl, Ht : 39%, lekosit : interdependensi menunjukkan perilaku
5,4 ribu/ul, trombosit 191 ribu/ul, eritrosit : 4,36 yang adaptif.
juta/ul. Masa perdarahan : 1,5 menit, masa
pembekuan 4,0 menit, SGOT : 14 u/L, SGPT : 7
u/L, ureum : 32 gr/dl, creatinin : 0,9 gr/dl,
natrium : 142 mmol/L, kalium : 3,9 mmol/l dan
clorida : 112 mmol/L. APTT : 32,9 detik, Ko
APTT : 34,2 detik, PT : 13,4 detik, Ko PT : 13,7
detik, INR : 0,97 detik.
Universitas Indonesia
31. Tn. SA, 48 tahun, Diagnosa Medis : Hidronefrosis Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
laki-laki, Tamat kanan 90/70 mmHg, nadi : 88 x/menit, frekuensi napas : gangguan eliminasi urin : nyeri, , cemas
SMA, Menikah, 18 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran akan terapi pengobatan
Wiraswasta Keluhan utama : pasien mengeluh composmentis konjungtiva tidak anemis, sklera
Pengkajian Poli : sakit pinggang sejak 1 bulan yang tidak iketrik. Suara napas vesikuler, Ronchi (-), Intervensi : monitor tanda vital, pain
11/11/2014 lalu dan badan makin lama makin whezzing (-), CRT < 3 detik, akral hangat. Teraba management , coping enhancement,
lemas. massa yang kenyal di perut kuadran III pada teaching individual and family.
pemeriksaan palpasi abdomen.
Universitas Indonesia
32. Tn. SS, 68 tahun, Diagnosa Medis : Hidronefrosis Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
laki-laki, islam, kanan 130/80 mmHg, nadi : 88 x/menit, frekuensi napas gangguan eliminasi urin : nyeri, , cemas
tamat SMA, Swasta : 18 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran akan terapi pengobatan
Keluhan utama : sejak 3 bulan composmentis konjungtiva tidak anemis, sklera
Masuk RS : SMRS, pasien merasa saat kencing tidak iketrik. Suara napas vesikuler, Ronchi (-), Intervensi : monitor tanda vital,
19/03/2014 kadang berhenti tapi bisa mengalir whezzing (-), CRT < 3 detik, akral hangat. management, coping e pain
lagi, tidak ada nyeri. Kemudian
Pengkajian RS : teaching individual and nhancement
pasien dipasang DJ stent sudah 3
bulan dan direncanakan dilakukan family.
20/03/2014 Pasien dilakukan pelepasan DJ stent dan
pelepasan DJ Stent dan Pro
sistoskopi, sehingga pasien dirawat di Sistoskopi pada hari ke-3 perawatan.
RS. Pasien memiliki riwayat batu Evaluasi : pasien mengatakan setelah
ureter proksimal sinistra.
operasi hari ke-2 atau perawatan hari ke-5
Pemeriksaan Radiologi (04/04/2014) : pasien merasa lebih baik dan mengatakan
Kesan : terpasang DJ Stent dengan ujung cemas berkurang
proksimal setinggi para vertebra L1 kiri proyeksi
Hasil evaluasi diperoleh perilaku pada
ginjal kiri dan ujung distal di rongga pelvis pada
mode fisiologis, konsep diri, fungsi peran
proyeksi buli. Tidak tampak batu radiopak
sepanjang traktus urinarius. dan interdependensi menunjukkan perilaku
yang adaptif.
Pemeriksaan laboratorium ( 18/02/2014)
Universitas Indonesia
33. Tn. DS, 60 tahun, Diagnosa Medis : Gross hematuri Hasil pengkajian fisik didapatkan data : TD : Masalah keperawatan yang muncul:
laki-laki, islam. akibat Trauma Uretra 120/80 mmHg, nadi : 80 x/menit, frekuensi napas gangguan eliminasi urin, nyeri, , cemas
Tamat SMP, swasta. : 18 x/menit, suhu : 370C. Kesadaran akan terapi pengobatan
Keluhan utama : pasien mengatakan composmentis konjungtiva tidak anemis, sklera
Masuk RS : tidak bisa BAK sejak 2 hari SMRS, tidak iketrik. Suara napas vesikuler, Ronchi (-), Intervensi : monitor tanda vital, pain
15/03/2014 dan kemaluan berdarah. whezzing (-), CRT < 3 detik, akral hangat. management, coping enhancement,
Pengkajian RS : Pasien memiliki riwayat jatuh teaching individual and family.
16/03/2014 terpeleset dan kemaluan terbentur
bak mobil pic up kemudian berdarah Pasien terpasang sistostomi sejak 2 hari dari
(pasien terpasang Sistostomi pada tanggal pengkajian , kandung kemih tidak teraba
Evaluasi : pasien mengatakan perawatan
tanggal 14/03/2014), pada awalnya penuh.
berdarah dan kemudian setelah itu hari ke-5 pasien merasa lebih baik dan
pasien tidak bisa BAK. Pemeriksaan genitalia elsterna : tampak keluar mengatakan cemas berkurang, tet api ingin
dari orifisium uretra, tidak tampak inflamasi, segera dilakukan operasi supaya bisa BAK
buah pelir memar, bengkak dan terasa nyeri normal lagi. Pasien sudah dapat melakukan
diarea sekitarnya dengan nyeri skala 4-5. perawatan kateter secara mandiri.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia