Anda di halaman 1dari 13

DEPARTEMEN ILMU BEDAH JOURNAL READING

FAKULTAS KEDOKTERAN September 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

“Diagnosis, Tatalaksana, dan Outcome Pasien dengan Pendarahan


Ulkus Peptikum dan Infeksi Helicobacter pylori”

DISUSUN OLEH :
Rafidah Sadli Saparina
C014172172

RESIDEN PEMBIMBING:
Dr. Ahmad Syaifuddin

SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Muh. Iwan Dani, Sp.B-KBD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Rafidah Sadli Saparina
NIM : C014172172
Judul journal reading:
“Diagnosis, Tatalaksana, dan Outcome Pasien dengan Pendarahan Ulkus Peptikum dan
Infeksi Helicobacter pylori”

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 7 September 2019

Supervisor Residen Pembimbing

dr. Muh. Iwan Dani, Sp.B-KBD dr. Ahmad Sayaifuddin


Research International Volume 2014,
Article ID 658108, 10 halaman
http://dx.doi.org/10.1155/2014/658108

Tinjau Artikel Diagnosis, Tatalaksana, dan Outcome Pasien


dengan Pendarahan Ulkus Peptikum dan Infeksi Helicobacter
pylori
Ting- Chun Huang1,2 dan Chia-Long Lee1,3,4
1 Divisi Gastroenterologi, Departemen Penyakit Dalam, Rumah Sakit Umum Cathay, Taipei 10650,Taiwan 2Sekolah

Kedokteran, Universitas Katolik Fu-Jen, Kota New Taipei 24205, Taiwan 3Divisi Gastroenterologi, Departemen Penyakit

Dalam, Rumah Sakit Umum Hsinchu Cathay, No. 678,


Bagian 2, Junghua Road, Hsinchu 30060,Taiwan, 4Sekolah KedokteranSekolah Tinggi Kedokteran, Universitas Kedokteran Taipei,

Universitas Kedokteran Taipei, Taipei 11031,Taiwan


Korespondensiharus ditangani kepada Chia-Long Lee; cghleecl@hotmail.com
Diterima 15 April 2014; Diterima 10 Juni 2014; Diterbitkan 30 Juni 2014
Editor Akademik: Deng-Chyang Wu

Copyright © 2014 T.-C. Huang dan C.-L. Lee. Ini adalah artikel akses terbuka yang didistribusikan di bawah Lisensi Atribusi Creative Commons, yang
memungkinkan penggunaan, distribusi, dan reproduksi tanpa batas dalam media apa pun, asalkan karya aslinya dikutip dengan benar.

Pendarahan saluran cerna bagian atas (UGI) adalah komplikasi penyakit ulkus peptik yang paling sering dijumpai. Infeksi Helicobacter pylori
(Hp) dan penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) adalah dua faktor risiko independen pada perdarahan saluran cerna atas (UGI).
Oleh karena itu, pengujian dan diagnosis infeksi Hp sangat penting untuk setiap pasien dengan perdarahan saluran cerna atas. Kehadiran
infeksi biasanya diabaikan dalam kasus perdarahan ulkus peptik. Rapid test urease (RUT), dengan atau tanpa histologi, biasanya merupakan
tes awal yang dilakukan selama endoskopi. Jika tes diagnostik awal negatif, C-urea breath test (UBT) atau serologi harus dilakukan. Setelah
infeksi terdiagnosis, pengobatan dengan antibiotik dianjurkan. Bukti yang cukup mendukung konsep bahwa eradikasi infeksi Hp dapat
memperbaiki ulkus peptik dan mengurangi kemungkinan perdarahan ulang. Dengan meningkatnya kesadaran akan efek infeksi Hp, etiologi
perdarahan ulkus peptik telah bergeser ke penggunaan NSAID, usia tua, dan penyakit penyerta.

1. Pendahulun
Penyakit ulkus peptikum (PUD) yang tidak diobati akan menyebabkan komplikasi besar, seperti perdarahan, perforasi, atau
obstruksi pada 20-25% pasien. Di antara komplikasi ini, perdarahan saluran cerna bagian atas (UGI) adalah yang paling sering
dijumpai, terhitung sekitar 70% dari kasus [1, 2]. Dengan ditemukannya Helicobacter pylori (Hp) [3], hubungan patogenik
antara PUD dan infeksi Hp menjadi perhatian. Pedoman konsensus di seluruh dunia merekomendasikan eradikasi Hp pada
pasien dengan PUD [4-13]. Faktor risiko independen lain untuk PUD dan perdarahan UGI berikutnya adalah penggunaan obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) [14]. Pasien-pasien yang membutuhkan perawatan NSAID jangka panjang harus diskrining
untuk status infeksi Hp, dan eradikasi Hp disarankan sebelum memberikan NSAID [8]. Penulisan resep untuk aspirin dan
golongan antiplatelet adalah skenario klinis umum yang menciptakan tantangan baru terkait pendarahan UGI dalam praktek
gastroenterologis[15, 16]. Namun, hubungan antara penggunaan obat-obatan ini dan perdarahan UGI berada di luar cakupan
makalah ini. Di sini, kami akan menjelaskan hubungan antara perdarahan ulkus peptik dan infeksiHp dari perspektif kronologis
dengan penekanan pada diagnosiss, perawatan, dan hasil.
2. Bahan dan Metode
Kami melakukan pencarian literatur melalui Pubmed (hingga 15 Maret 2014). Secara keseluruhan, kami mengidentifikasi 708,
526, dan 120 dengan kombinasi kata kunci berikut: “perdarahan ulkus peptik dan diagnosis Helicobacter pylori,” “perdarahan
ulkus peptik dan pengobatan Helicobacter pylori,” dan “ perdarahan ulkus peptikum dan outcome Helicobacter pylori”.
Istilah Medical subject heading (MeSH) digunakan untuk membantu pencarian, dan hasilnya ditinjau oleh penulis. Kami juga
melakukan pencarian manual materi dari beberapa kongres. Kriteria pemilihan makalah termasuk (1) diskusi dengan diagnosis,
pengobatan, atau hasil dari perdarahan ulkus peptik dan infeksi Hp dan (2) publikasi dalam bentuk naskah lengkap dalam
bahasa Inggris. Pada akhirnya, 129 artikel dipilih, dan daftar rujukan ditinjau untuk kemungkinan dimasukkan dalam studi lain.

3. Hasil dan Diskusi


3.1. Diagnosis. Diagnosis infeksi Hp didasarkan pada metode invasif dan noninvasif. Endoskopi adalah metode invasif, yang
meliputi rapid urease test (RUT), histopatologi, kultur, dan polymerase chain reaction (PCR). Metode noninvasif meliputi
penilaian antibodi serologi, 13C-urea breath test (UBT), dan tes antigen feses. Hanya ada sedikit perbedaan dalam akurasi tes
invasif. Di antara tes ini, RUT adalah yang paling sering digunakan. UBT adalah tes noninvasif yang direkomendasikan [17].
Baru-baru ini, tes antigen tinja monoklonal juga telah disarankan [18]. Prevalensi infeksi Hp pada PUD tanpa komplikasi telah
dilaporkan tinggi pada pasien ulkus duodenum dan prevalensi sedang pada pasien ulkus lambung, terlepas dari uji mana yang
dilakukan [19, 20]. Namun, ada hasil tes yang tidak sesuai antara pasien dengan perdarahan ulkus peptik. Tes diagnostik
dibahas di bawah ini.

3.1.1. Rapid Urease Test (RUT). RUT adalah pemeriksaan paling umum untuk pasien dengan perdarahan UGI karena
endoskopi selalu dilakukan dalam kasus seperti itu. Sebuah studi awal dari Hong Kong mengungkapkan tingkat negatif palsu
yang tinggi untuk tes urease dari biopsi antral pada pasien perdarahan ulkus peptik [21]. Hampir secara simultan, kami
melaporkan hasil positif yg tertunda pada tes CLO (perubahan warna setelah 24 jam) pada pasien perdarahan ulkus peptikum
jika ada darah di antrum lambung [22]. Studi lain dari Yunani menunjukkan hasil yang serupa pada pertemuan yang sama [23].
Studi-studi ini selanjutnya dijelaskan dalam artikel lengkap selanjutnya yang diterbitkan [24-26].
Oleh karena selalu ada darah di lambung pasien dengan perdarahan ulkus peptik, gangguan dengan hasil RUT oleh
komponen darah menjadi perhatian. Beberapa mekanisme telah disarankan, termasuk efek bakterisida dari serum yang
menginduksi penurunan sementara dalam kepadatan bakteri, adanya anti-Hp antibodi yang menghambat produksi urease,
menekan aktivitas urease oleh enzim serum atau elektrolit, berbagai sistem buffering (misalnya albumin, bikarbonat, dan
fosfat) mengganggu tingkat pH reagen RUT, dan pemberian NSAID atau proton pump inhibitor (PPIs) secara bersamaan.
Dalam satu studi in vitro [27], hasil RUT negatif palsu disebabkan oleh efek buffering dari albumin serum pada indikator pH
tetapi tidak pada aktivitas urease. Studi in vitro lain menyimpulkan bahwa lavage lambung yang besar sebelum endoskopi
dapat menyebabkan hasil RUT negatif palsu[28]. Namun, penelitian kami tidak menemukan pengaruh pada kemungkinan hasil
negatif palsu jika spesimen biopsi antral lambung dibersihkan dengan salin normal sebelum diinokulasi dalam uji CLO [29].
Demikian pula, penelitian lain menyimpulkan bahwa spesimen antral yang direndam dalam darah tidak mempengaruhi hasil
dari RUT [30]. Efek bakterisida dari plasma manusia [31, 32] dan pengurangan jumlah bakteri oleh PPI [33] juga telah
ditunjukkan.
Dalam penelitian selanjutnya di seluruh dunia[34-40],RUT selanjutnya dikonfirmasikan kurang sensitif dibandingkan
tes lainnya dalam diagnosis infeksi Hp pada pendarahan ulkus peptik. Pertimbangan lain adalah bahwa kepadatan bakteri Hp
mungkin tidak merata, dan hanya menggunakan sampel dari antrum lambung mungkin tidak memadai. Lokasi biopsi yang
tidak tepat dan spesimen yang tidak memadai adalah penjelasan lain dari hasil negatif palsu RUT pada pasien dengan
perdarahan UGI. (Darah dalam lambung dapat menginduksi migrasi Hp ke korpus dan fundus dan penurunan kepadatan bakteri
di antrum. Jumlah spesimen yang lebih sedikit diperoleh selama prosedur endoskopi darurat.) Pengambilan spesimen antral dan
corpus secara simultan atau multipel biopsi telah ditemukan menghasilkan lebih banyak RUT positif [41, 42]. Sebagian besar
penulis menyimpulkan bahwa RUT tidak bisa menjadi satu-satunya tes diagnostik dalam keadaan seperti ini [43]. Jika tes
diagnostik awal negatif, penundaan tes 4-8 minggu kemudian dapat memiliki tingkat positif hingga 80% pada pasien yang
sebelumnya negatif [44].

3.1.2. Histologi. Studi yang berbeda telah melaporkan sensitivitas yang rendah dengan metode histologis, yang konsisten
dengan sensitivitas RUT. Ini menunjukkan bahwa histologi tidak dapat secara andal mengeksklusi infeksi Hp pada pasien
dengan perdarahan ulkus peptik [24, 34]. Namun, penelitian lain telah melaporkan bahwa pemeriksaan histologi lebih sensitif
daripada RUT [24, 25, 35, 36]. Seperti yang disebutkan sebelumnya, sebaran yang tidak merata dari kepadatan bakteri dapat
menjadi salah satu faktor, tetapi metode pewarnaan dan interpretasi patologis juga mempengaruhi hasil [45]. Yang lain
berpendapat bahwa prevalensi infeksi Hp mungkin sama di antara pasien yang mengalami perdarahan dan yang tidak
mengalami perdarahan [46]. Sensitivitas histologi juga bergantung pada pengalaman endoskopist untuk mengambil biopsi dari
lokasi yang sesuai. Beberapa publikasi telah menunjukkan bahwa perubahan atrofi, hiperplasia rugal, edema, dan bintik-bintik
eritema merupakan temuan endoskopi yang bernilai pada infeksi Hp . Sangat penting untuk menghindari temuan histologi
negatif palsu dengan mengambil biopsi dari RAC (regular arrengement of collecting venules) lokasi negatif [47]. Oleh karena
itu, tes kombinasi harus dilakukan untuk mencapai diagnosis yang lebih tepat [48].

3.1.3. Kultur dan PCR. Kultur Hp pada pasien dengan perdarahan ulkus peptik menghasilkan hasil yang rendah dalam
beberapa penelitian [24, 34]. Alasan jarangnya penggunaan kultur diantaranya proses yang memakan waktu karena
karakteristik patogen mikroanaerob dan kurangnya waktu untuk melakukan prosedur selama endoskopi.
PCR mukosa telah digunakan sebagai tes invasif untuk mendiagnosis infeksi Hp . Dalam satu studi, tes ini kurang sensitif pada
pasien dengan perdarahan ulkus peptikum dibandingkan dengan mereka yang ulkus peptikum nonbleeding dan gastritis kronis
[49]. Namun, penelitian lain melaporkan bahwa PCR memiliki sensitivitas yang lebih tinggi daripada tes berbasis biopsi
lainnya dan sensitivitas yang serupa dengan tes noninvasif [50]. Para penulis juga menunjukkan bahwa darah dapat mengurangi
sensitivitas semua tes berbasis biopsi. Sebuah studi real-time menggunakan PCR dapat meningkatkan deteksi Hp pada hasil
histologi-negatif, biopsi parafin atau formalin, dan lebih unggul dari pewarnaan imunohistokimia [51]. Modifikasi PCR dapat
meningkatkan akurasi diagnostik pada pasien dengan perdarahan UGI [52].

3.1.4. UBT. Banyak penelitian telah mengkonfirmasi bahwa 13C-UBT dapat secara akurat mendiagnosis infeksi Hp [53, 54].
Pernyataan ini juga berlaku untuk pasien dengan perdarahan UGI [24, 26, 35, 36, 38]. Sensitivitas tes ini tidak terpengaruh oleh
darah pada lambung dan lebih sensitif daripada metode berbasis biopsi dan tes non-invasif lainnya[55-57].
Oleh karena subjek harus minum larutan yang mengandung urea bersamaan dengan tes makanan atau asam sitrat,
orang mungkin bertanya apakah metode ini cocok untuk pasien yang mengalami perdarahan. Sebagian besar UBT dilakukan
ketika pasien yang sudah dapat makan kembali, atau UBT dicadangkan sebagai tes tertunda jika metode invasif awal negatif.
Namun, penggunakan enkapsulasi dosis rendah 13C-urea telah terbukti layak pada pasien puasa atau bahkan sebelum
endoskopi karena hanya membutuhkan sedikit air untuk menelan pil [58].

3.1.5. Tes Antigen Feses. Tes antigen Hp pada feses telah diperkenalkan sebagai tes noninvasif yang akurat [59]. Tes ini
menggunakan prinsip enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dengan antibodi monoklonal atau poliklonal atau dengan
uji imunokromatografi dengan antibodi monoklonal. Sensitivitas metode ini berkurang oleh perdarahan UGI ketika uji
poliklonal ELISA atau antigen feses immunochromatographic digunakan [38, 60, 61]. Selain itu, uji ini tidak dapat diandalkan
pada pasien dengan ulkus peptik yang berdarah [62]. Studi lain melaporkan sejumlah besar hasil positif palsu pada pasien
dengan perdarahan UGI karena reaksi silang dengan darah [63]. Oleh karena itu, tes diagnostik antigen Hp pada feses tidak
dianjurkan untuk digunakan pada pasien dengan perdarahan UGI.

3.1.6. Serologi. Kami [24] dan lainnya [34] telah menunjukkan bahwa serologi lebih sensitif daripada tes invasif lainnya dalam
kasus perdarahan ulkus peptikum. Ini dapat digunakan sebagai tes invasif awal, sebagai tes alternatif, atau ketika tes UBT
negatif. Namun, tes serologis komersial harus dikonfirmasi oleh laboratorium lokal sebelum digunakan di rumah sakit
tertentu[64]. Selain itu, jika pasien telah dirawat karena infeksi Hp , tes serologis telah mengungkapkan bahwa antibodi serum
dapat bertahan hingga satu tahun [65]. Fakta ini tidak boleh diabaikan ketika menginterpretasikan hasil.

3.1.7. NSAID, PPI, dan Obat Lain dalam perdarahan ulkus peptik pada Tes Diagnosis. Apapun tes diagnostik yang digunakan
pada pasien dengan perdarahan ulkus peptik, seorang dokter harus mennghindari penggunaan NSAID. Banyak penelitian telah
mengkonfirmasi pengaruh NSAID pada kepekaan dari hasil tes[66-68]. Infeksi Hp dan penggunaan NSAID adalah dua faktor
independen yang berhubungan dengan perdarahan ulkus peptik [69]. Pada pasien yang sudah menggunakan NSAID jangka
panjang, eradikasi Hp tidak mencegah perdarahan ulkus peptik. Namun, pasien yg menggunakan obat NSAID jangka panjang
harus diuji infeksi Hp terlebih dahulu. Eradikasi Hp dapat mengurangi kejadian perdarahan ulkus peptikum. Tetapi pada pasien
dengan penggunaan NSAID jangka panjang, penyebab perdarahan ulkus peptikum seharusnya adalah penggunaan NSAID,
bukan status infeksi H. pylori.
Skenario lain yang sering dijumpai adalah bahwa sebagian besar pasien diberikan PPI secara intravena atau oral pada
presentasi awal perdarahan UGI, bahkan sebelum pemeriksaan endoskopi. Ada kekhawatiran tentang apakah penggunaan PPI
baru-baru ini mengganggu akurasi diagnostik untuk infeksi Hp . Satu studi dengan dosis 3 hari PPI intravena dalam kasus
perdarahan ulkus peptikum menemukan bahwa dosis infus yang tinggi secara signifikan berdampak pada hasil histologi dan
hasil RUT negatif dibandingkan dengan dosis harian reguler [70]. PPI tergantung dosis memang menghasilkan efek jangka
pendek pada diagnosis Hp. Penggunaan PPI baru-baru ini dapat menginduksi hasil negatif palsu pada kedua tes invasif [35] dan
tes non-invasif, seperti UBT [71-74] dan tes feses antigen Hp [75]. Durasi pemberian PPI dapat memengaruhi akurasi
diagnostik. Biasanya, penghentian obat selama 2 minggu dianjurkan sebelum melakukan tes apa pun, kecuali serologi.
Obat antisekresi adalah wajib pada pasien dengan perdarahan ulkus peptik. Antagonis reseptor-H2 (H2RA) dapat
menjadi rejimen alternatif. Ada beberapa penelitian yang mengevaluasi H2RA dan akurasi diagnostik Hp. Ada hasil yang
bertentangan, tetapi sebagian besar data menunjukkan bahwa obat ini memiliki pengaruh yang kecil pada diagnosis Hp [76,
77].

3.1.8. Ringkasan. Tinjauan sistematis dan meta-analisis mengeksplorasi keakuratan tes diagnostik Hp pada pasien dengan
perdarahan ulkus peptik[78]. Para penulis menemukan bahwa metode berbasis biopsi memiliki sensitivitas rendah dan
spesifisitas tinggi; UBT memiliki akurasi tinggi; tes antigen tinja kurang akurat; dan serologi, meskipun tidak dipengaruhi oleh
perdarahan UGI, tidak direkomendasikan sebagai tes diagnostik awal. Data yang dikumpulkan pada sensitivitas, spesifisitas,
dan rasio kemungkinan positif dan negatif ditunjukkan pada Tabel 1. Karena rasio kemungkinan positif tinggi, tes invasif
positif atau UBT tidak memerlukan konfirmasi lebih lanjut dari infeksi Hp . Namun, tes lain yang tertunda tidak boleh
diabaikan.
Sebuah studi meta-regresi baru-baru ini [79] menyatakan bahwa prevalensi yang rendah infeksi Hp pada pasien dengan
perdarahan ulkus peptikum mungkin terkait dengan metodologi penelitian dan karakteristik pasien. Para penulis menemukan
prevalensi lebih tinggi Hp yang infeksi ketika tes tertunda dilakukan dan ketika pasien yang lebih muda dimasukkan. Mereka
menyimpulkan bahwa prevalensi infeksi Hp telah diremehkan pada pasien dengan perdarahan ulkus peptik. Mereka juga
menyarankan bahwa tes diagnostik yang tertunda harus dilakukan jika tes diagnostik awal negatif, seperti yang
direkomendasikan oleh Konsensus Internasional [11].

3.2. Terapi
3.2.1.Eradikasi H.pylori. Infeksi Hp masih merupakan faktor penting dalam perkembangan ulkus peptikum. Terapi eradikasi
disarankan untuk ulkus duodenum dan lambung pada pasien yang terinfeksi Hp [13], terlepas dari apakah mereka memiliki
komplikasi. Meskipun tidak ada hubungan sebab akibat langsung antara infeksi Hp dan perdarahan dini pada pasien dengan
perdarahan ulkus peptik [80, 81], eradikasi Hp secara empiris segera setelah pasien dapat kembali makan adalah strategi yang
paling hemat biaya untuk mencegah perdarahan berulang [82].
Banyak penelitian di tahun 1990-an menunjukkan manfaat dari eradikasi Hp dalam mengurangi kekambuhan ulkus
peptikum, serta dalam kasus perdarahan. Menggunakan antibiotik untuk membunuh bakteri terbukti efektif dalam mencegah
perdarahan ulkus dalam studi awal [83, 84]. Regimen lain yang menggunakan omeprazole dan amoksisilin juga dapat
mengurangi kekambuhan perdarahan ulkus peptik dibandingkan dengan omeprazol atau ranitidin saja [85- 88]. Hasilnya sama
ketika antibiotik diubah [89].
Dengan diperkenalkannya regimen eradikasi yang ideal untuk infeksi Hp , triple terapi telah diterapkan di seluruh
dunia [90-92]. Kami sebelumnya melaporkan bahwa triple terapi dapat mencapai tingkat eradikasi 91,3% dan 97,1% tingkat
penyebmbuhan ulkus pada perdarahan ulkus peptikum [93]. Satu studi menemukan bahwa selama eradikasi antibiotik atau
supresi infeksi Hp tercapai, kejadian perdarahan dapat dikurangi [94]. Studi selanjutnya juga mengkonfirmasi bahwa eradikasi
HP meningkatkan penyembuhan dan mengurangi perdarahan kembali [95-97].
Dogma saat ini adalah bahwa eradikasi Hp dalam perdarahan ulkus peptikum lebih baik dalam menyederhanakan
penyembuhan ulkus sederhana dan dalam mencegah perdarahan ulkus lebih lanjut [98, 99]. Oleh karena itu, uji deteksi infeksi
Hp dan eradikasinya adalah dan sangat dianjurkan dan meminimalkan biaya [100].
Sementara ada kekhawatiran tentang apakah maintenens terapi antisekresi tetap diperlukan, posisi saat ini adalah
bahwa, selama infeksi Hp tereradikasi, perdarahan ulkus peptikum dihilangkan. Oleh karena itu, terapi antisekresi tidak lagi
diperlukan [101- 104]. Namun, terapi pemeliharaan antisekretori tetap harus dipertimbangkan untuk diberikan pada pasien
dengan eradikasi Hp yang sedang menggunakan NSAID.
Kami memperlihatkan follow up prospektif 5 tahun pasien yang telah eradikasi Hp dan menilai penyembuhan dari
perdarahan ulkus peptik [101]. Kami mengacak 82 pasien secara berurutan menjadi 4 kelompok berbeda setelah 1 minggu
terapi tripel dan 3 minggu pengobatan PPI. Meskipun 4 bulan rejimen perawatan yang berbeda di antara empat kelompok
tersebut (suspensi antasid, bismut koloid, famotidin, atau pengobatan plasebo), semua pasien tetap bebas ulkus dan tidak ada
bukti infeksi berulang. Dalam data yang dikumpulkan baru-baru ini dari 1000 pasien dari 10 rumah sakit universitas Spanyol
dan total 3253 pasien yang difollow up selama bertahun-tahun, terapi pemeliharaan antiulcer tidak diindikasikan setelah Hp
telah dieradiksi [104]. Namun, Konsensus Maastricht IV / Florence baru-baru ini menyarankan bahwa walapun terapi
pemeliharaan antiulcer tidak diperlukan untuk perdarahan ulkus duodenum, itu harus dilanjutkan pada ulkus gaster[13].
Pengobatan PPI biasanya diberikan pada pasien dengan perdarahan ulkus peptik, bahkan sebelum pemeriksaan
endoskopi. Perawatan ini dapat memfasilitasi efek hemostatik endoskopik dalam mengurangi rebleeding jangka pendek [105,
106]. Perawatan PPI juga memiliki manfaat untuk eradikasi Hp. Satu studi menunjukkan bahwa omeprazole intravena dapat
mengurangi risiko perdarahan ulkus peptikum dan bahkan dapat meningkatkan tingkat eradikasi Hp dari triple terapi
berikutnya [107].
Eradikasi Hp setelah perdarahan ulkus peptikum mengurangi kekambuhan. Apakah konfirmasi pemberantasan Hp
bermanfaat? Satu studi menggunakan model Markov membuktikan bahwa konfirmasi eradiasi Hp setelah menyelesaikan
pengobatan antibiotik dalam perdarahan ulkus peptikum adalah efektif dari segi biaya [108].

3.2.2. Ringkasan. Terapi eradikasi disarankan pada perdarahan ulkus peptik yang terinfeksi Hp. Terapi tiga macam termasuk
PPI dan dua antibiotik adalah rejimen utama. Namun, peningkatan tingkat resistensi antibiotik harus dipertimbangkan di
wilayah tertentu. Triple terapi bersamaan, terapi sekuensial, terapi kuadrat berbasis bismut atau non-bismut, dan rejimen
berbasis levofloxacin adalah alternatif yang tepat. Setelah eradikasi, terapi penekan asam yang berkepanjangan untuk ulkus
duodenum tidak diperlukan, tetapi ulkus peptik mungkin memerlukan terapi penekan asam tambahan selama 4-8 minggu
karena waktu penyembuhan yang lambat dan ukuran yang lebih besar.

3.3. Outcome
3.3.1. Outcome dengan / tanpa Eradikasi Hp. Di antara pasien dengan penyakit ulkus peptik, 20-25% mengalami perdarahan,
perforasi, atau obstruksi. Pada pasien dengan perdarahan ulkus peptik, sekitar 33% mengalami perdarahan berulang dalam 1-2
tahun jika tidak diobati setelah ulkus sembuh [117]. Sebagai konsekuensi, eradikasi Hp mengurangi tingkat kekambuhan ulkus
peptikum [118]. Seperti yang disebutkan sebelumnya, beberapa penelitian juga melaporkan tingkat rebleeding yang rendah
setelah eradikasi Hp, bahkan tanpa perawatan obat penekan asam lambung [83-89, 95, 96, 101, 109, 111,-116116]. Sebuah
studi kohort Spanyol multisenter dengan temuan serupa diterbitkan baru-baru ini, dan hasil komparatif dengan studi lain
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tindak lanjut uji infeksi Hp setelah eradikasi pada kasus-kasus perdarahan ulkus peptik akan menguntungkan[108].Karena
rekrensi lebih umum daripada infeksi ulang [119], dokter harus menggunakan tes kombinasi atau memilih nilai cut-off yang
lebih rendah dari 13C-UBT untuk memverifikasi keberhasilan eradikasi.
Apakah ada kecenderungan menurunnya perdarahan ulkus peptik Hp-related hari ini? Jawabannya iya. Setelah implementasi
global eradikasi Hp untuk PUD, insiden infeksi Hp pada pendarahan UGI telah menurun. Database nasional 10-tahun dari
Taiwan juga menunjukkan penurunan 42-48% dan 41-71% dalam insiden rawat inap untuk ulkus lambung dan ulkus
duodenum, dan angka ini termasuk kasus yang tidak rumit dan rumit [120]. Hasil serupa juga telah dilaporkan di negara lain
[121].
Namun demikian, perdarahan ulkus peptik tetap menjadi masalah di seluruh dunia. Meningkatnya penggunaan NSAID
dianggap sebagai penyebab mendasar yang penting. Banyak penelitian telah mengkonfirmasi bahwa perdarahan UGI saat ini
pada pasien dapat dikaitkan karena penggunaan NSAID [122-126]. Satu studi dari Amerika Serikat menemukan bahwa rawat
inap untuk komplikasi terkait PUD tidak menurun meskipun menurunnya prevalensi Hp dan meningkatnya eradikasi Hp[127],
dan penulis mengusulkan bahwa ini bisa jadi karena penggunaan NSAID. Sementara itu, eradikasi Hp dapat mengurangi
insiden jangka panjang perdarahan ulkus berulang pada pengguna aspirin dosis rendah [128]. Menghilangkan satu faktor risiko
independen dapat melemahkan efek faktor independen lain dalam menginduksi pendarahan ulkus peptikum. Sebuah studi baru-
baru ini menemukan bahwa pasien dengan perdarahan ulkus peptik dan bersamaan infeksi Hp memiliki hasil yang lebih baik
daripada mereka yang tidak [129].
3.3.2. Ringkasan.Infeksi Hp merupakan faktor risiko independen untuk perdarahan ulkus duodenum. Ulkus lambung yang
terinfeksi Hp dalam kombinasi dengan usia tua dan penggunaan OAINS atau terapi aspirin dapat meningkatkan risiko
perdarahan. Pengobatan eradikasi dapat mengurangi kemungkinan perdarahan ulkus peptikum dan komplikasi terkait.
Pemberian NSAID secara bersamaan, usia tua, dan dianggap sebagai faktor risiko perdarahan UGI.

4. Kesimpulan
Tiga dekade setelah penemuan Hp, etiologi dari perdarahan ulkus peptik berubah. Bagaimanapun, diagnosis infeksi Hp masih
menjadi prioritas pertama pada pasien ini. Diagnosis dengan metode invasif RUT paling sering digunakan, tetapi metodologi
ini terhambat oleh tingginya tingkat hasil negatif palsu, terutama pada pasien dengan perdarahan UGI. Tes tertunda lainnya
harus dilakukan jika tes diagnostik awal negatif. Pemberantasan infeksi Hp dapat mengurangi risiko perdarahan ulang dan
harus dimulai segera. Penggunaan NSAID, aspirin, atau obat antiplatelet bersamaan dengan usia lanjut dan komorbiditas adalah
etiologi yang paling mungkin untuk perdarahan ulkus peptikum saat ini. Eradikasi Hp bermanfaat bagi pasien yang
membutuhkan pemberian obat ini dalam jangka panjang.

Referensi
pylori,” The American Journal of Gastroenterology, vol. 102,
[1] L. Laine dan WL Peterson, "Pendarahan peptikum," The New tidak. 8, hal. 1808-1825, 2007.
England Journal of Medicine, vol. 331, tidak. 11, hlm. 717-727, [10] KM Fock, P. Katelaris, K. Sugano et al., “Pedoman
1994. konsensus Asia-Pasifik kedua untuk infeksi Helicobacter pylori ,”
[2] JS Barthel, “Bisul berdarah dan Helicobacter pylori,” Jurnal Gastroenterologi dan Hepatologi, vol. 24, tidak. 10, hlm.
Gastroin-testinal Endoskopi, vol. 46, tidak. 4, hlm. 371–375, 1587– 1600, 2009.
1997. [11] AN Barkun, M. Bardou, EJ Kuipers et al., “Rekomendasi
[3] BJ Marshall dan JR Warren, “basil lengkung tak dikenal di konsensus internasional tentang manajemen pasien dengan
perut pasien dengan gastritis dan ulserasi peptikum,”The Lancet, perdarahan saluran cerna bagian atas yang nonvariceal,” Annals
vol. 1, tidak. 8390, hlm. 1311–1314, 1984. of Internal Medicine, vol. 152, tidak. 2, hlm. 101–113, 2010.
[12] J.-J. Sung, F.-K. Chan, M. Chen et al., “Konsensus
[4] Konferensi Konsensus NIH, “Panel Pengembangan
Kelompok Kerja Asia-Pasifik tentang perdarahan saluran cerna
Konsensus NIH tentang Helicobacter pylori pada penyakit maag
bagian atas non-variceal,” Gut, vol. 60, tidak. 9, hlm. 1170-1177,
peptikum. Helicobacter pylori pada penyakit tukak lambung, ”
2011.
The Journal of American Medical Association, vol. 272, tidak. 1,
[13] P. Malfertheiner, F. Megraud, CA O'Morain et al.,
hlm. 65–69, 1994.
“Manajemen infeksi Helicobacter pylori — laporan konsensus
[5] P. Malfertheiner, “Konsep Eropa terkini dalam pengelolaan
Maastricht IV / Florence,” Gut, vol . 61, tidak. 5, hlm. 646-664,
infeksi Helicobacter pylori. Laporan Konsensus Maastricht.
2012.
Kelompok Studi Helicobacter Pylori Eropa, ” Gut, vol. 41, tidak.
[14] ME van Leerdam dan GNJ Tytgat, "Artikel ulasan: infeksi
1, hlm. 8–13, 1997.
Helicobacter pylori pada perdarahan ulkus peptikum,"Pengobatan
[6] SK Lam dan NJ Talley, “Laporan Konferensi Konsensus Asia
Alim Farmakologi dan Terapi, Vol. 16, suplemen 1, hlm. 66–78,
Pasifik 1997 tentang pengelolaan infeksi Helicobacter pylori,”
2002.
Jurnal Gastroenterologi dan Hepatologi, vol. 13, tidak. 1, hlm.
[15] K. Barada, H. Abdul-Baki, II El Hajj, JG Hashash, dan PH
1–12, 1998.
Green, “Pendarahan gastrointestinal dalam pengaturan terapi
[7] P. Malfertheiner, F. Mégraud, C. O'Morain et al., “Konsep
antikoagulasi dan antiplatelet,” Jurnal Gastroenterologi Klinik,
saat ini dalam pengelolaan infeksi Helicobacter pylori — Laporan
vol. 43, tidak. 1, hlm. 5–12, 2009.
Konsensus Maastricht 2-2000,” Farmakologi dan Terapi
[16] P.-I. Hsu, "Tampilan baru pada tukak peptik terkait agen
Makanan, vol. 16, tidak. 2, hlm. 167–180, 2002.
antiplatelet: pembaruan pencegahan dan pengobatan," Jurnal
[8] P. Malfertheiner, F. Megraud, C. O'Morain et al., “Konsep
Gastroenterologi dan Hepatologi, vol. 27, tidak. 4, hlm. 654-661,
terkini dalam pengelolaaninfeksi Helicobacter pylori: Laporan
2012.
Konsensus Maastricht III,” Gut, vol. 56, tidak. 6, hlm. 772-781,
[17] S. Reden, F. Petersson, E. T ö rnkrantz, H. Levander, E.
2007
Mårdh, dan K. Borch, “Keandalan tes diagnostik untuk infeksi
[9] WD Chey dan BCY Wong, “American College of Gastro-
terology guideline tentang pengelolaan infeksi Helicobacter
helicobacter pylori,” Penelitian dan Praktek Gastroenterologi, factors in the detection of Helicobacter pylori infection in patients
vol. 2011, Article ID 940650, 6 halaman, 2011. with upper gastrointestinal bleeding,” The American Journal of
[18] JP Gisbert dan JM Pajares, “Diagnosis infeksi Helicobacter Gastroenterology, vol. 94, no. 5, pp. 1421–1422, 1999.
pylori dengan penentuan antigen tinja: tinjauan sistematis,” [29] T.-C. Tu, C.-L. Lee, and C.-H. Wu, “False negative CLO test
American Journal of Gastroenterology, vol. 96, tidak. 10, hlm. in bleeding ulcers can't be corrected by cleansing the implanted
2829-2838, 2001. specimen,” Gut, vol. 45, supplement 5, p. A121, 1999.
[19] ME van Leerdam, "Epidemiologi perdarahan saluran cerna [30] L. Laine, O. Sidhom, S. Emami, R. Estrada, and H. Cohen,
bagian atas akut," Praktik Terbaik dan Penelitian: “Effect of blood on rapid urease testing of gastric mucosal biopsy
Gastroenterologi Klinis, vol. 22, tidak. 2, hlm. 209–224, 2008. specimens,” Gastrointestinal Endoscopy, vol. 47, tidak. 2, pp.
[20] G. Castillo-Rojas, MA Ballesteros, S. Ponce de Leon, R. 141–143, 1998.
Morales-Espinosa, A. Cravioto, dan Y. L ó pez-Vidal, [31] J. Houghton, R. Ramamoorthy, H. Pandya, R. Dhirmalani,
“Pendarahan peptikum bisul dan kehadiran Helicobacter pylori and KH Kim, “Human plasma is directly bacteriocidal against
dengan berbagai tes: studi kasus-kontrol, ”European Journal of Helicobacter pylori in vitro, potentially explaining the decreased
Gastroenterology and Hepatology, vol. 14, tidak. 10, pp. 1113– detection of Helicobacter pylori during acute upper GI bleeding,”
1118, 2002. Gastrointestinal Endoscopy, vol. 55, tidak. 1, pp. 11–16, 2002.
[21] K.-C. Lai, W.-M. Hui, and S.-K. Lam, “Bleeding ulcers have [32] G. Gonzalez-Valencia, GI Perez-Perez, RG Washburn, and
high false negative rates for antral Helicobacter pylori when MJ Blaser, “Susceptibility of Helicobacter pylori to the
tested with urease test,” Gastroenterology, vol. 110, tidak. 4, hal. bactericidal activity of human serum,” Helicobacter, vol. 1, tidak.
A167, 1996. 1, pp. 28–33, 1996.
[22] C.-L. Lee, T.-C. Tu, R.-N. Yang et al., “Does blood in the [33] DY Graham, AR Opekun, F. Hammoud et al., “Studies
stomach influence the diagnosis of H. pylori infection in patients regarding the mechanism of false negative urea breath tests with
with bleeding peptic ulcer?” Gut, vol. 41, supplement 1, p. A76, proton pump inhibitors,” The American Journal of Gastroen-
1997. terology, vol. 98, tidak. 5, pp. 1005–1009, 2003.
[23] A. Archimandritis, M. Tzivras, S. Souyioultzis et al., “High [34] R. Colin, P. Czernichow, V. Baty et al., “Low sensitivity of
rates of false negative rapid urease test (CLO) in patients with invasive tests for the detection of Helicobacter pylori infection in
upper gastrointestinal bleeding (UGB),” Gut, vol. 41, supplement patients with bleeding ulcer,” Gastroenterologie Clinique et
1, p. A76, 1997. Biologique, vol. 24, tidak. 1, pp. 31–35, 2000.
[24] T.-C. Tu, C.-L. Lee, C.-H. Wu et al., “Comparison of [35] P. Gri ̃n ó , S. Pascual, J. Such et al., “Comparison of
invasive and noninvasive tests for detecting Helicobacter pylori diagnostic methods for Helicobacter pylori infection in patients
infection in bleeding peptic ulcers,” Gastrointestinal Endoscopy, with upper gastrointestinal bleeding,” Scandinavian Journal of
vol. 49, tidak. 3 I, pp. 302–306, 1999. Gas- troenterology, vol. 36, tidak. 12, pp. 1254–1258, 2001.
[25] A. Archimandritis, M. Tzivras, S. Sougioultzis et al., “Rapid [36] IK Chung, SJ Hong, EJ Kim et al., “What is the best method
urease test is less sensitive than histology in diagnosing Heli- to diagnose Helicobacter infection in bleeding peptic ulcers?: a
cobacter pylori infection in patients with non-variceal upper prospective trial,” The Korean Journal of Internal Medicine, vol.
gastrointestinal bleeding,” Journal of Gastroenterology and Hep- 16, tidak. 3, pp. 147–152, 2001.
atology, vol. 15, tidak. 4, pp. 369–373, 2000. [37] D. Schilling, A. Demel, HE Adamek, T. N ̈usse, E.
[26] C.-C. Liao, C.-L. Lee, Y.-C. Lai et al., “Accuracy of three Weidmann, and JF Riemann, “A negative rapid urease test is
diagnostic tests used alone and in combination for detecting unreliable for exclusion of Helicobacter pylori infection during
Helicobacter pylori infection in patients with bleeding gastric acute phase of ulcer bleeding. A prospective case control study,”
ulcers,” Chinese Medical Journal, vol. 116, no. 12, pp. 1821– Digestive and Liver Disease, vol. 35, tidak. 4, pp. 217–221, 2003.
1826, 2003. [38] P. Gri ñ ́o, S. Pascual, J. Such et al., “Comparison of stool
[27] WK Leung, JJY Sung, KLK Siu, FKL Chan, TKW Ling, and immunoassay with standard methods for detection of Heli-
AFB Cheng, “False-negative biopsy urease test in bleeding ulcers cobacter pylori infection in patients with upper-gastrointestinal
caused by the buffering effects of blood,” The American Journal bleeding of peptic origin,” European Journal of Gastroenterology
of Gastroenterology, vol. 93, tidak. 10, pp. 1914– 1918, 1998. and Hepatology, vol. 15, tidak. 5, pp. 525–529, 2003.
[28] GT Fantry, AH Rosenstein, and SP James, “Confounding
1
2

Anda mungkin juga menyukai