Anda di halaman 1dari 20

Oleh : Muhammad Aufaiq Akmal Noor (2014730051)

Pembimbing :
dr. Lili K Djoewaeny, Sp. B
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
PENDAHULUAN
• Kolesistitis adalah peradangan kandung empedu yang merupakan salah satu patologi
abdomen yang paling umum dijumpai oleh para ahli bedah.

• Insiden infeksi luka dan komplikasi pasca operasi sangat tergantung pada organisme
penyebab tertentu yang bertanggung jawab untuk terjadinya kolesistitis kronis.

• Mencegah infeksi pasca operasi sangat penting dalam meningkatkan hasil prosedur bedah

• Untuk kolesistitis, penting diingat bahwa bakteri biasanya hadir pada 10% sampai 20% dari
empedu dan kandung empedu.

• Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemanjuran
antibiotik untuk mengurangi beban bakteri.
KRITERIA EKSKLUSI
METODE PENELITIAN 1. COPD yang parah
2. Sakit kardiovaskular lanjut
3. Sakit ginjal stadium akhir
 Penelitian prospektif ini dilakukan di 4. Koagulopati
5. Pasien dengan sirosis hati lanjut
KPC Medical College and Hospital, dengan hipertensi portal
Kolkata dari Januari 2015-Desember 6. Pasien dengan kolesistitis akut atau
salah satu komplikasinya
2015. 7. Pasien diduga kasus keganasan
kandung empedu
8. Wanita hamil
KRITERIA INKLUSI 9. Pasien dengan batu CBD
bersamaan dengan riwayat penyakit
1. Pasien usia 12 – 60 tahun kuning berulang, kolangitis, bukti
2. Terdiagnosa Batu Empedu sonografi batu CBD atau di ERCP,
Simptomatik alkali fosfat dengan diameter CBD>
1cm
METODE PENELITIAN
 Dari 56 pasien, 36 pasien menjalani kolesistektomi laparoskopi (kelompok A) dan 20
pasien menjalani kolesistektomi terbuka (kelompok B).

 Delapan belas kasus yang menjalani prosedur laparoskopi dan 10 kasus yang
menjalani prosedur terbuka diberi antibiotik cefoperazone-sulbactam sebelum operasi
untuk pencegahan infeksi pasca operasi satu jam sebelum prosedur (yaitu
kolesistektomi) sementara setengah lainnya yaitu 28 kasus (18 laparoskopi dan 10
terbuka) tidak menerima antibiotik pra operasi.

 Riwayat pasien, pemeriksaan fisik lengkap dan laboratorium yang relevan dilakukan
untuk semua pasien.
PROSEDUR
Selama operasi, sampel empedu dikumpulkan sebelum pengeluaran kantong empedu dan
disimpan dalam tabung reaksi steril.

Setelah kolesistektomi, spesimen kandung empedu dikirim untuk histopatologis.

Pasca operasi, pasien diamati dan diperiksa 2x dalam sehari untuk melihat terjadinya
tromboflebitis dan segala gangguan yang merujuk pada infeksi pasca operasi.

Pengobatan lokal diberikan untuk penyembuhan infeksi luka.

Data yang dikumpulkan dimasukkan dalam MS excel dan dianalisis. Pengamatan disajikan
dalam jumlah dan persentase.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1: Distribusi usia dan jenis kelamin dari peserta penelitian dalam kelompok A dan kelompok B.

 Pada kelompok A rata-rata dari dua kelompok perempuan : masing-masing 32,23 dan 34,56 tahun.
Laki-laki: 43 dan 39,5 tahun. Sebagian besar peserta (n = 14) termasuk dalam kelompok usia 21-30
tahun.

 Dalam kelompok B, usia rata-rata perempuan dalam dua kelompok adalah 37 dan 37,6 tahun . Rata-
rata laki-laki adalah 42 dan 46 tahun. Sebagian besar dari mereka (n = 5) berusia 31-40 tahun
Tabel 3: Mikroorganisme yang terisolasi

HASIL PENELITIAN dari empedu pada kedua kelompok.

 Tabel 2: Durasi operasi dalam hitungan


menit di kedua kelompok

Grup A, tingkat positif bakteri > di NPTG (n = 9)


hampir 50% (p <0,001). Pada Grup-B, tingkat
Waktu operasi rata-rata pada kelompok A pada positif bakteri dalam empedu 10% (n = 1) dan
kedua kelompok yang menjalani prosedur
laparoskopi adalah 56,67 menit dan 58 menit pada kelompok NPTG 40% (n = 4) dan
sedangkan untuk kelompok yang menjalani perbedaannya signifikan secara statistik (p <0,05).
kolesistektomi terbuka adalah masing-masing 59
menit dan 61 menit
HASIL PENELITIAN
 Tabel 4: Infeksi luka pada kedua kelompok. Tabel 5: Kultur usap luka dari luka yang
terinfeksi pada kedua kelompok.

Infeksi luka ditemukan pada sekitar 6 kasus (A) Bakteri (+) pada kultur usap luka lebih tinggi pada

dan 4 kasus (B) perbedaan kelompok pra operasi kasus NPTG pada keduanya A (n = 7) dan B (n = 4)

dan non-pra operasi pada A dan B secara statistik dan terdapat perbedaan signifikan antara dua

signifikan (p < 0,05). kelompok (yaitu PTG dan NPTG).


DISKUSI PENELITIAN
 Proses penyakit kolesistitis kronis sebagian besar hasil dari perkembangan batu
empedu. Batu-batu ini menghalangi empedu di kantong empedu yang menyebabkan
peradangan. Kehadiran batu empedu meningkatkan tekanan, iritasi dan dapat
menyebabkan infeksi bakteri

 Awalnya penatalaksanaan kolesistitis akut dapat dilakukan dengan antibiotik. Tetapi


dalam kasus kronis, operasi adalah perawatan utama. Kolesistektomi terbuka adalah
teknik yang paling penting, tetapi kolesistektomi laparoskopi sekarang menjadi gold
standart karena kelebihannya seperti kurang invasif dan keterlibatan jaringan yang
lebih sedikit.
DISKUSI PENELITIAN
 Penggunaan antibiotik secara profilaksis merupakan komponen penting dalam pembedahan
saluran empedu, dan ada penurunan sekitar 50% dalam kejadian infeksi luka pasca operasi
dengan penggunaan antibiotik pra operasi

 Dari 56 kasus organisme yang diperoleh pada kultur adalah E. coli, Klebsiella pneumoniae dan
Staphylococcus aureus.

 Dalam pemulihan pasca operasi didapatkan 11 kasus menderita sepsis luka pasca operasi. Sekitar
6 kasus dari NPTG dan 1 kasus dari PTG Grup A dan 4 kasus dari NPTG dari Grup B menunjukkan
infeksi luka (6 dari E. coli dan 3 dari Klebsiella dan 2 dari S. aureus).

 Infeksi luka pasca operasi berkurang secara signifikan pada kelompok perawatan profilaksis
dibandingkan dengan kelompok non-profilaksis pada kedua operasi.
DISKUSI PENELITIAN
 Temuan paling signifikan adalah pengurangan infeksi luka dari 33,33% pada

kelompok perawatan non-pra operasi menjadi 5,5% pada kelompok perawatan


pra operasi yang menjalani kolesistektomi laparoskopi.

 Dalam tingkat kolesistektomi terbuka infeksi luka pada kelompok perawatan non-

pra operasi adalah 22,22% dan tidak ada infeksi luka pada kelompok perawatan
pra operasi.
KESIMPULAN

 Temuan dari penelitian ini menyimpulkan bahwa pasien yang


diobati secara dengan antibiotik profilaksis (cefoperazone-
sulbactam) sebelum kolesistektomi telah mengurangi prevalensi
infeksi luka pasca operasi.
 Step I (Analisis Masalah)

penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemanjuran antibiotik


untuk mengurangi beban bakteri.
 Step II (PICO)
 Patient / Problem : Pasien usia 12 – 60 tahun yang terdiagnosa Batu Empedu
Simptomatik
• Intervention : Pemberian antibiotik profilaksis
• Comparison : Diberi antibiotik cefoperazone-sulbactam sebelum operasi
dan tidak menerima antibiotik pra operasi
• Outcome : Efektivitas antibiotic yang di berikan pra operasi dan yang
tidak diberikan antibiotic

 Step III (Menyusun Good Clinical Answerable Question)


 Apakah pemberian antibiotic pra operasi lebih efektif dibandingkan yang tidak
diberi antibiotic?
 Step IV (Penelusuran Evidence)
• Melalui : International Surgery Journal
• Keyword : Laparoscopic cholecystectomy, Open cholecystectomy,
Prophylactic antimicrobials, Postoperative infections
• Judul Jurnal : Pre-operative anti-microbial administration for prevention
of post-operative infections in patients with open
cholecystectomy and laparoscopic cholecystectomy
• Sumber :International Surgery Journal, Februari 2019
• Penulis : Vijay Kumar Jain, Dilip Kumar Das
Apakah dilakukan randomisasi dan apakah
daftar randomisasi disegel? TIDAK

Apakah kelompok yang diperbandingkan setara


dengan awal percobaan? YA

Apakah diceritakan berapa lama penelitian


dilakukan? TIDAK

Apakah dilakukan penyamaran? (marking) TIDAK


Apakah semua kelompok diperlakukan sama,
selain dari evaluasi? YA

Apakah semua pasien yang masuk dalam


penelitian diperhitungkan dalam simpulan akhir
dan dianalisis sesuai dengan alokasi awalnya? YA

Berapa ARR, RRR, dan NNT ketika diterapkan


pada sample? TIDAK TERLAMPIR

Apakah evaluasi tersebut tersedia dan


terjangkau? YA
U.S. PREVENTIVE SERVICE TASK FORCE
Level I:
Designed randomized controlled trial.
Level II-1:
Designed controllled trial tanpa random
Level II-2:
Studi cohort atau case-control analytic.
Level II-3:
Multiple time series dengan atau tanpa intervensi.
Level III:
Pendapat ahli, penelitian klinik dasar, studi descriptive atau laporan kasus.
Level I:
Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik lebih baik dengan resiko sedikit.
Level II:
Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit lebih baik dengan resiko sedikit
Level III:
Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit, dimana perbandingan antara manfaat dan
resiko sama.
Level IV:
Suatu penelitian yang memberikan resiko klinik lebih berat.
Level V:
Suatu penelitian yang tidak mempunyai bukti cukup, kualitas jelek atau banyak pertentangan.
Pembagaian berdasarkan pendekatan prevention, diagnosis, prognosis dan therapy.
 Level A:
Consistent Randomised Controlled Clinical Trial, Cohort study, keputusan klinik berdasarkan validitas pada
populasi yang berbeda.
 Level B:
Consistent Retrospective Cohort,Explonatory Cohort, Ecological Study,Outcomes Research, Case-
control Study, atau extrapolasi dari studi level A.
 Level C:
Case-series Study atau extrapolasi dari studi level B
 Level D:
Opini tanpa critical appraisal atau berdasarkan patophysiologi.

Anda mungkin juga menyukai